etika perataan laba dari perspektif akuntansi syariah

16
Akuntabilitas: Jurnal Ilmu Akuntansi Volume 10 (1), April 2017 P-ISSN: 1979-858X; E-ISSN: 2461-1190 Page 63 - 78 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas 63 DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119 Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah Suwandi Universitas Muhammadiyah Gresik [email protected] Abstract This study aims to find out the ethics of income smoothing seen from the perspective of Islamic religion because the action of income smoothing (smoothing earnings) is an action that can mislead the users of financial statements by presenting information that is not accurate, and sometimes even the cause of illegal acts, accountants educators, managers, and Ustadz believes it is an act that is prohibited by religion because the nature of the work it does is a mandate, whether it is worldly from its superior or business owner, or worldly from Allah SWT who will be held accountable for the work he does. Implementation of honest and trustworthy in work among others is to not take something that is not his right. The reason of the selection of informants is because all three have a relationship to the practice of Income Statement and all informants argue the same. The performance of unstable financial statements or decreased financial performance is less good, it tends to trigger the behavior of managers to perform unethical actions, so to give the impression of good company performance needs to be done income smoothing, income smoothing can be done by manipulating variables -variables (accounting) pseudo or by conducting real transactions, or can also be done by choosing an accounting method in accordance with the wishes of management. Keywords: ethics, income smoothing, Islamic accounting Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang etika perataan laba dilihat dari perpektif agama isalam karena tindakan income smoothing (perataan laba) merupakan tindakan yang dapat menyesatkan pemakai laporan keuangan dengan menyajikan informasi yang tidak akurat, dan bahkan kadang merupakan penyebab terjadinya tindakan illegal, berbagai profesi seperti akuntan pendidik, manajer, dan Ulama berpendapat itu merupakan perbuatan yang dilarang oleh agama karena hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya. Alasan dari pemilihan informan tersebut karena ketiganya mempunyai hubungan atas praktik Perataan Laba dan semua informan berpendapat yang sama. Kinerja laporan keuangan yang tidak stabil atau mengalami penurunan kinerja keuangan yang kurang baik, cenderung itu sebagai pemicu perilaku manajer untuk malakukan tindakan-tindakan yang tidak etis, sehingga untuk memberikan kesan kinerja perusahaan yang baik perlu dilakukan perataan laba, perataan laba dapat dilakukan dengan memanipulasi variabel-variabel (akuntansi) semu atau dengan melakukan transaksi-transaksi rill, atau bisa juga dilakukan dengan memilih metode akuntansi yang sesuai dengan keinginan manajemen. Kata kunci: etika, perataan laba, akuntansi syariah Diterima: 20 Januari 2017; Revisi: 3 Maret 2017; Disetujui: 30 Maret 2017

Upload: others

Post on 18-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

Akuntabilitas: Jurnal Ilmu Akuntansi

Volume 10 (1), April 2017

P-ISSN: 1979-858X; E-ISSN: 2461-1190

Page 63 - 78

http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas 63

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

Suwandi

Universitas Muhammadiyah Gresik

[email protected]

Abstract

This study aims to find out the ethics of income smoothing seen from the perspective of Islamic religion

because the action of income smoothing (smoothing earnings) is an action that can mislead the users

of financial statements by presenting information that is not accurate, and sometimes even the cause

of illegal acts, accountants educators, managers, and Ustadz believes it is an act that is prohibited by

religion because the nature of the work it does is a mandate, whether it is worldly from its superior or

business owner, or worldly from Allah SWT who will be held accountable for the work he does.

Implementation of honest and trustworthy in work among others is to not take something that is not

his right. The reason of the selection of informants is because all three have a relationship to the

practice of Income Statement and all informants argue the same. The performance of unstable

financial statements or decreased financial performance is less good, it tends to trigger the behavior of

managers to perform unethical actions, so to give the impression of good company performance needs

to be done income smoothing, income smoothing can be done by manipulating variables -variables

(accounting) pseudo or by conducting real transactions, or can also be done by choosing an accounting

method in accordance with the wishes of management.

Keywords: ethics, income smoothing, Islamic accounting

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang etika perataan laba dilihat dari perpektif

agama isalam karena tindakan income smoothing (perataan laba) merupakan tindakan yang dapat

menyesatkan pemakai laporan keuangan dengan menyajikan informasi yang tidak akurat, dan

bahkan kadang merupakan penyebab terjadinya tindakan illegal, berbagai profesi seperti

akuntan pendidik, manajer, dan Ulama berpendapat itu merupakan perbuatan yang dilarang oleh

agama karena hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik secara

duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT yang akan

dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan amanah

dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya.

Alasan dari pemilihan informan tersebut karena ketiganya mempunyai hubungan atas praktik

Perataan Laba dan semua informan berpendapat yang sama. Kinerja laporan keuangan yang

tidak stabil atau mengalami penurunan kinerja keuangan yang kurang baik, cenderung itu sebagai

pemicu perilaku manajer untuk malakukan tindakan-tindakan yang tidak etis, sehingga untuk

memberikan kesan kinerja perusahaan yang baik perlu dilakukan perataan laba, perataan laba

dapat dilakukan dengan memanipulasi variabel-variabel (akuntansi) semu atau dengan melakukan

transaksi-transaksi rill, atau bisa juga dilakukan dengan memilih metode akuntansi yang sesuai

dengan keinginan manajemen.

Kata kunci: etika, perataan laba, akuntansi syariah

Diterima: 20 Januari 2017; Revisi: 3 Maret 2017; Disetujui: 30 Maret 2017

Page 2: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah Suwandi

64 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

PENDAHULUAN

Income smoothing (perataan laba) adalah suatu perilaku yang rasional yang

didasarkan pada asumsi dalam positive accounting theory, dimana manajemen suatu

perusahaan melakukan kebijakan tertentu untuk memaksimumkan kepentingannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implikasi praktik income smoothing pada laporan

keuangan perusahaan serta untuk melihat kepatutannya dalam sistem ekonomi Islam.

Untuk mendapatkan jawabannya, kajian ini menggunakan metode analisis isi (content

analysis) dan deskriptif analisis (descriptive analysis). Hasil kajian menunjukkan bahwa dari

sudut pandang etika secara umum ada dua pendapat yang bertolak belakang

menganggap wajar dan menganggap tidak etis. Akan tetapi pendapat yang kedua

(menganggap tidak etis) lebih kuat, karena jumlah laba yang dihasilkan perusahaan tidak

sesuai dengan keadaa sesunggunya dalam waktu periode tersebut, hal itu akan

mengelabui stakeholders terhadap kondisi keuangan perusahaan secara riil.

Semakin berkembangnya kebutuhan informasi oleh pemakai laporan keuangan,

maka dalam akuntansi terdapat dua metode pencatatan transaksi yang berkaitan dengan

arus kas masuk dan kas keluar. Kedua metode tersebut adalah metode pencatatan

berbasis kas (cash basis) dan metode pencatatan berbasis akrual (accrual basis).

Keduanya memiliki dasar yang mengasumsikan metode pencatatan mana yang akan

digunakan oleh entitas atau perusahaan dalam proses akuntansinya. Asas akrual sebagai

konsep dasar akuntansi lebih diterima dan dijadikan kebijakan akuntansi entitas secara

umum. Hal ini karena konsepnya yang lebih mencerminkan laporan sumber daya

ekonomi perusahaan baik yang telah dimiliki atau yang berpotensi menjadi sumber daya

ekonomi entitas. Sebab pada dasarnya akuntansi hanya menyajikan informasi keuangan

masa lampau (historical cost). Hal ini menjadi kritik tersendiri bagi akuntansi, di mana

sulit melihat prediksi masa depan perusahaan hanya dengan mengandalkan laporan

keuangan yang berbasis informasi masa lampau (historical cost) tersebut.

Menurut Adnan (2005), aspek pengakuan memiliki peranan yang sangat penting

sebagai dasar pengakuan prinsip yang mengatur kapan dicatatnya transaksi pendapatan,

beban, laba, dan rugi. Konsep pengakuan akan berpengaruh banyak dalam menentukan

aktiva, pasiva, dan laba rugi operasi perusahaan. Berbeda dengan pernyataan para ahli

akuntansi Islam justru menyatakan hal yang bertentangan mengenai pencatatan transaksi

akuntansi berbasis akrual. Beberapa ahli akuntansi Islam menentang basis akrual dengan

Page 3: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

Akuntabilitas Vol. 10 No. 1 April 2017

65

menggunakan dalil QS Lukman ayat 34 yang menyatakan bahwa apa yang terjadi esok

dan mendatang adalah ghoib. Sehingga tidak boleh pendapatan belum pasti dicatat

sebagai penghasilan. Dengan diterapkannya basis akrual dalam akuntansi Islam, maka

akan terjadi pendapatan perseroan lebih besar tetapi bagi hasil yang diperoleh kecil.

Menurut Rais (2002), apabila surat Al-Baqarah ayat 282 dikaitkan dengan surat Al-

Lukman ayat 34, maka akan ada indikasi bahwa basis akrual (khususnya pendapatan)

tidak diperkenankan. Untuk memperkuat hal tersebut, sebagian ulama menyatakan

bahwa peritah QS Al-Baqarah ayat 282 hanya sebatas mencatat transaksi bukan

mengakui perolehannya. Pengakuan perolehan, baru dilakukan pada saat diterimanya

dana (kas).

Seiring dengan berkembangnya bisnis yang semakin kompleks, penerapan

akuntansi berbasis akrual membawa beberapa kelemahan. Konsep akrual ini dapat

mengaburkan laporan keuangan yang bertujuan memberikan informasi tentang aliran

kas dan mengaburkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas. Kekaburan

informasi ini rentan terhadap tindakan manipulatif. Pengaburan informasi inilah yang

memberikan peluang bagi manajer untuk melakukan Pearataan Laba (Income Smoothing).

KAJIAN PUSTAKA

Menurut Schipper (1989) menyatakan bahwa Pearataan Laba merupakan suatu

intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan

maksud mendapatkan keuntungan pribadi. Umumnya Pearataan Laba terjadi ketika

manajer menggunakan judgement dalam laporan keuangan dan penyusunan transaksi

untuk mengubah laporan keuangan, sehingga dapat menyesatkan stakeholders tentang

kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan

kontrak yang tergantung pada angka akuntansi.

Beberapa motivasi terjadinya Pearataan Laba menurut Scott (2000:302) dalam

Rahmawati dkk. (2006) yaitu adanya Bonus Purposes, Political Motivation, Taxation

Motivation, Pergantian CEO, Initial Public Offering (IPO), dan pentingnya memberi

informasi kepada Investor. Hal tersebut dapat menjadi salah satu diantara motivasi

manajemen melakukan Pearataan Laba atas dasar kepentingan pribadi maupun

kepentingan perusahaan. Strategi yang dapat diimplementasikan oleh manajer dalam

Page 4: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah Suwandi

66 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

Pearataan Laba antara lain adalah melakukan pilihan metode akuntansi serta melakukan

estimasi tertentu sebagai kebijakan akuntansi.

Fischer dkk. (1995), Arlene (2005) menyebutkan bahwa banyak manajer yang

menganggap Income Smoothing sebagai tindakan yang wajar dan etis serta merupakan

alat sah manajer dalam melaksanakan tanggungjawabnya untuk mendapatkan return

perusahaan. Menurut Merchant dkk. (1994), Pearataan Laba yang banyak dilakukan

selama ini dianggap legal, artinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip akuntansi

yang berterima umum. Menurutnya, ethical judgement terhadap Income Smoothing

cenderung berbeda antara kelompok individu. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh

karakter individu seseorang dan karakter lingkungan seseorang. Perbedaan penilaian

tentang praktik Perataan Laba semakin menegaskan bahwa ada faktor-faktor yang

secara tidak sengaja dan tidak diketahui menstimulus perilaku mereka terhadap isu-isu

etika.

Menurut Dimastidano (2007:2), Perataan Laba merupakan suatu tindakan yang

tidak bermoral, walaupun Pearataan Laba dibuat berdasarkan Standar Akuntansi

Keuangan yang berlaku, tetapi tidak berarti Perataan Laba merupakan tindakan cerdas

untuk mengesahkan penipuan. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan presepsi

antar individu mengenai perilaku Perataan Laba.

Beberapa penelitian telah membuktikan adanya praktik Perataan Laba oleh para

manajer. Dalam penelitiannya, Riduwan (2010) menyebutkan bahwa beberapa penelitian

seperti: Neil, et al., 1995; DuCharme, et al., 2004; Ronen, et al., 2006; Herawati dan

Baridwan, 2007; mengungkapkan bahwa sebagian besar Perataan Laba yang dilakukan

oleh manajer adalah melalui strategi pemilihan metode akuntansi dan penentuan

estimasi akuntansi, dan hanya sebagian kecil yang dilakukan melalui transaksi rill yang

sah maupun transaksi fiktif. Namun, penelitian tersebut hanya mencoba untuk

mengungkapkan ada atau tidaknya praktik Perataan Laba yang dilakukan oleh manajer,

strategi yang digunakan, serta motivasi dan kepentingannya. Oleh karena itu, melalui

pendekatan kualitatif, penelitian ini bermaksud untuk menggali informasi lebih lanjut

tentang pendapat, sikap, maupun tanggapan para akuntan, investor, dan ulama‟

mengenai etika Perataan Laba yang dilakukan oleh manajer, yang secara tidak langsung

merasakan dampak dari Perataan Laba tersebut

Page 5: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

Akuntabilitas Vol. 10 No. 1 April 2017

67

Tindakan perataan laba yang dilakukan manajemen dapat dilihat dari dua cara.

Pertama, tindakan perataan laba yang dipandang sebagai perilaku oportunistik

manajemen untuk memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi

dan hutang Bila ditinjau dari sudut pandang etika, earnings management, dimana

didalamnya termasuk tindakan income smoothing (perataan laba) merupakan tindakan

yang dapat menyesatkan pemakai laporan keuangan dengan menyajikan informasi yang

tidak akurat, dan bahkan kadang merupakan penyebab terjadinya tindakan illegal,

misalnya penyajian laporan keuangan yang terdistorsi atau tidak sesuai dengan

sebenarnya. Berdasarkan uraian tersebut peneliti merumuskan bagaimana etika

perataan laba (income Smothing) yang dilakukan manajemen dalam menjalankan usaha

dari Perspektif Agama Islam.

METODE

Penelitian ini berorientasi pada upaya untuk mengetahui, memahami, serta

memaknai suatu konteks etika Perataan Laba dilihat perspektif agama Islam. Untuk

mencapai pemahaman yang mendalam, penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif.

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Selain itu,

penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian kuantitatif. Hal tersebut yang

nantinya akan membantu peneliti dalam mengkaji lebih dalam mengenai etika Perataan

Laba perspektif agama Islam dari informan.

Penelitian ini berdasar pada adanya studi kasus mengenai praktik Perataan Laba

pada instansi atau perusahaan. Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu

sosial (Yin, 2002). Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila

pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why”, bila peneliti

hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan

diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa

kini) di dalam konteks kehidupan nyata (Yin, 2002).

Penelitian ini dilakukan pada beberapa informan yang memahami Perataan Laba

serta ajaran Islam. Informan yang dipilih sebagai nara sumber dalam penelitian ini adalah

dari berbagai profesi yaitu: akuntan pendidik, manajer, dan Ulama‟. Alasan dari

pemilihan informan tersebut karena ketiganya mempunyai hubungan atas praktik

Perataan Laba. Selain itu untuk presepsi etika sesuai dengan agama Islam dari masing-

Page 6: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah Suwandi

68 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

masing informan akan mempengaruhi hasil penelitian. penelitian kualitatif ada beberapa

metode yang dapat digunakan untuk pengumpulan data, antara lain: wawancara,

observasi, dan dokumentasi. Pengambilan data dilakukan secara alamiah atau

berdasarkan pada kondisi nyata (kondisi sesungguhnya). Peneliti memilih untuk

mengumpulkan data dengan menggunakan metode wawancara mendalam. Peneliti

membuat rancangan pertanyaan yang berkaitan dengan rumusan masalah dalam

penelitian ini, akan tetapi wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dan informal

kepada informan agar jawaban yang diberikan lebih luas.

Desain penelitian yang terkategorikan sebagai studi kasus, ditentukan oleh unit

analisisnya, Yin (2006). Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti menggunakan unit

analisis sikap yang mencakup etika dalam Islam. Penentuan unit analisis ini didasarkan

pada beberapa sikap etis yang menentukan bagaimana tanggapan informan mengenai

etika praktik Perataan Laba perspektif agama Islam, sikap etis tersebut antara lain:

kejujuran, amanah, kemanfaatan, dan tidak melupakan akhirat. Teknik analisis data yang

digunakan pada penelitian ini mengacu pada Sanders (1982).dalam membagi empat

tahap analisis data dalam penelitian fenomenologi, yaitu:

1. Deskripsi fenomena. Tahap awal penelitian dilakukan dengan mendiskripsikan

fenomena yang berhubungan dengan masalah etika Perataan Laba. Dilihat dari hasil

penelitian terdahulu yang juga menyatakan adanya perbedaan persepsi mengenai

Perataan Laba. Hal tersebut dibahas dalam latar belakang masalah penelitian.

Dengan melihat fenomena tersebut, peneliti akan lebih mudah merumuskan

masalah yang nantinya menjadi bahasan penelitian.

2. Identifikasi tema-tema. Tahapan kedua yakni mengidentifikasi tema-tema, tahap ini

merupakan salah satu proses penelitian yang boleh dikatakan paling penting

diantara proses lain. Tanpa identifikasi masalah, proses deskripsi masalah akan

menjadi sia-sia. Suatu kegiatan yang dilakukan untuk menemukan informasi yang

berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

3. Mengembangkan neotic/neeomatic correlates. Tahapan ketiga dari penelitian ini yakni

dengan mengembangkan noetic/neeomatic. Noetic ini merupakan pengembangan

pikiran dan intuisi dalam hubungannya dengan intelektual Illahi.

4. Abstraksi intisari atau universals dari neotic/neeomatic correlates. Setelah

mengembangkan noetic, tahapan berikutnya yakni membuat abstraksi. Abstraksi ini

Page 7: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

Akuntabilitas Vol. 10 No. 1 April 2017

69

merupakan penyajian singkat mengenai intisari dari noetic/neeomatic correlates.

Abstraksi berfungsi untuk menjelaskan isi secara singkat kepada pembaca.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Etika perspektif Islam adalah etika berdasarkan ketentuan peraturan yang telah

dibuat oleh Allah SWT yang tertuang dalam ayat-ayat Al-Qur‟an. Artinya, suatu

perbuatan baik atau buruk itu tidak ditentukan oleh persepsi pandangan manusia

semata, melainkan dari aturan-aturan dan norma-norma Agama yang telah diturunkan

oleh Allah SWT dalam Al-Qur‟an.

Terdapat beberapa pandangan dasar menurut para informan mengenai etika

perataan laba. Salah satu pandangan adalah bahwa mekanisme perataan laba dikatakan

tidak beretika karena praktik tersebut merupakan upaya manajer dalam rangka untuk

meratakan laba yang mana hal tersebut tidak mencerminkan kondisi laporan keuangan

yang sesungguhnya dan sebenarnya. Manajer mempunyai kewajiban dalam

mengungkapkan atau menyampaikan laporan keuangan kepada pihak internal maupun

eksternal perusahaan yang disampaikan dengan etika kejujuran, dapat dipercaya, dan

tidak menyesatkan. Terkadang setiap individu mempunyai niat yang berbeda dalam

melakukan suatu tindakan, pada hakikatnya segala setiap perbuatan dan tindakan harus

didasari oleh niat dan iktikad baik.

Islam, mengajarkan kita mengikuti apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT

dan meninggalkan apa yang menjadi larangan-Nya. Perbuatan mekanisme perataan laba

merupakan tindakan yang dianggap tidak beretika karena tidak sesuai dengan perspektif

Islam, Allah SWT memerintahkan umat-Nya untuk mencari laba dengan usaha yang

baik, seperti yang terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 267 yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil

usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk

kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan

daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan

memicingkan terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu

berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya

dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

Page 8: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah Suwandi

70 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

Pendapat tersebut menegaskan bahwa etika perspektif Islam dalam Ayat

tersebut menggambarkan hubungan antara manusia dan sosial para kaum mukmin

berlandaskan pada keadilan, kebaikan, tidak melakukan kedzaliman serta arogansi. Allah

SWT melarang umat manusia untuk berbuat dzalim kepada siapapun dan menginjak hak

orang lain. Tentunya etika Islam mendorong manusia berperilaku lebih dari tuntutan

standar atau keadilan, dalam menyikapi permasalahan sosial yang terjadi sekarang ini

umat manusia haruslah berbesar hati untuk saling memaafkan kesalahan Seperti

terkandung dalam ayat berikut ini:

حسان وإتاء ذي القربى ونهى عن الفحشاء والمنكر والب أمر بالعدل وال (09غ عظكم لعلكم تذكرون )إن الل

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi

kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan

permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil

pelajaran”. (QS. An-Nahl : 90)

Sikap dan perilaku etis yang harus dimiliki oleh para manajer mengacu pada yang

dicontohkan Rasulullah SAW. yakni meliputi sikap jujur (siddiq), dapat dipercaya

(amanah), pandai (tabligh), dan mampu menghadapi persoalan apapun (fathonah). Dari

berbagai analisis sikap dan perilaku tersebut, maka tindakan perataan laba tidak

mengacu pada etika Islam. Sehingga dapat dikatakan bahwa perataan laba termasuk

dalam tindakan yang tidak beretika yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Sebagaimana

dalam QS.Ali-Imran: 134 sebagai berikut:

"(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun

sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang.

Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan

Pada dasarnya etika atau moralitas itu manusiawi, artinya bersumber pada

sistem nilai manusiawi (human value system). etika manusiawi, juga terdapat etika ilahi

yang bersumber pada sistem nilai ketuhanan (divine value system) yang tertuang dalam

firman Allah atau jajaran agama, Etika agama Islam pada dasarnya tidak pernah

memisahkan nilai-nilai etis atau moral dari nilai-nilai hukum. Kedua diatur dalam Syari‟ah

Islam dan mengelompokkan keduanya dalam lima macam kategori : perintah keras

(wajib); perintah lunak (sunnah); larangan keras (haram); perintah lunak (makrah), dan

kebebasan (mubah).

Page 9: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

Akuntabilitas Vol. 10 No. 1 April 2017

71

Al-Qur‟an banyak sekali mengajarkan kita agar taqwa dalam setiap perkara dan

pekerjaan. Jika Allah SWT ingin menyeru kepada orang-orang mukmin dengan nada

panggilan seperti wahai orang-orang yang beriman, biasanya diikuti oleh ayat yang

berorientasi pada kerja dengan muatan ketaqwaan. Di antaranya, keluarkanlah

sebahagian dari apa yang telah kami anugerahkan kepadamu. Janganlah kamu ikuti/rusak

sedekah-sedekah (yang telah kamu keluarkan) dengan olokan-olokan dan kata-kata yang

menyakitkan.

Hai anak adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk

menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang

paling baik, yang demikian itu adalah sebagaian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,

mudah-mudahan mereka selalu ingat (QS Al-A‟raf)

Sikap ini muncul dari iman dan rasa takut individu terhadap Allah. Kesadaran

ketuhanan dan spiritualitasnya mampu melahirkan sikap-sikap kerja positif. Kesadaran

bahwa Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun, serta akan menghisab seluruh

amal perbuatannya secara adil, kemudian akan membalasnya dengan pahala atau siksaan

di dunia, Aspek profesionalisme ini amat penting bagi seorang pekerja. Maksudnya adalah

kemampuan untuk memahami dan melaksankan pekerjaan sesuai dengan prinsipnya

(keahlian). Pekerja tidak cukup hanya dengan memegang teguh sifat-sifat amanah, kuat,

berakhlaq dan bertakwa, namun dia harus pula mengerti dan menguasai benar

pekerjaannnya. Jadi tanpa adanya profesionalisme atau keahlian, suatu usaha akan

mengalami kerusakan dan kebangkrutan. Juga menyebabkan menurunnya kualitas dan

kuantitas produksi, bahkan sampai pada kesemrawutan manajemen, serta kerusakan

alat-alat produktivitas

Perataan laba merupakan salah satu upaya untuk memanipulasi laporan keuangan

agar terlihat lebih stabil dan menarik dari tahun ke tahun yang disajikan untuk pihak

eksternal. Ini merupakan upaya yang dilakukan perusahaan mempunyai kinerja laporan

keuangan yang tidak stabil atau mengalami penurunan kinerja keuangan yang kurang

baik, sehingga untuk memberikan kesan kinerja perusahaan yang baik perlu dilakukan

perataan laba, perataan laba dapat dilakukan dengan memanipulasi variabel-variabel

(akuntansi) semu atau dengan melakukan transaksi-transaksi rill, atau bisa juga dilakukan

dengan memilih metode akuntansi yang sesuai dengan keinginan manajemen

Page 10: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah Suwandi

72 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

Pemicu Bonus plan seringkali menjadi alasan utama manajer melakukan perataan

laba, faktor lain yang juga menjadi pemicu terjadinya perataan laba di perusahaan ada

faktor kepentingan bagi pihak perusahaan. Kepentingan tersebut mendominasi niatnya,

niat yang dimiliki biasanya dibalut oleh etika owner perusahaan. Apakah etika tersebut

berbasis pada keimanan tertentu atau bersifat materi semata, Pemilihan metode

akuntansi tentunya harus sesuai dengan kebutuhan manajemen dan kepentingan

perusahaan. Metode akuntansi sangat beragam sehingga memudahkan prilaku pelaku

yang menyusun dan membuat laporan keuangan untuk memilih mana metode yang

tepat sesuai dengan tipe perusahaannya. Teknik tersebut sangat umum digunakan untuk

melakukan pengelolaan laba misal memilih metode persediaan sudah barang tentu akan

terjadi perubahan laba dalam laporan keuangan.

Menurut para informan mengenai etika perataan laba. Salah satu pandangan

adalah bahwa perataan laba dikatakan tidak beretika karena praktik tersebut merupakan

upaya manajer untuk meratakan laba yang sesungguhnya atau sebenarnya (riil) manajer

mempunyai kewajiban dalam mengungkapkan laporan keuangan kepada pihak internal

maupun eksternal perusahaan yang tidak menyesatkan, pada hakikatnya segala

perbuatan harus didasari dengan niat dan iktikad baik. Karena pada hakekatnya

pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi dari

atasannya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT yang akan

dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan

amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan

menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam sebuah

hadits Rasulullah SAW bersabda:

ديقين والشهداء )رواه التزمذي( دوق الأمين مع النبيين والص التاجز الص

Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat dipercaya, (kelak akan dikumpulkan) bersama

para nabi, shiddiqin dan syuhada‟. (HR. Turmudzi)

Bekerja jangan dusta, sesungguhnya dusta itu mengantarkan kepada perbuatan

dosa yang menyebabkan masuk neraka. Dusta itu dibenci oleh Allah SWT dan manusia.

Jika dia menyampaikan berita, beritanya tidak tsiqah (terpercaya). Ketahuilah bahwa

dusta ini juga mencakup keyakinan, perbuatan dan perkataan. Dusta dalam keyakinan

maksudnya adalah perbuatan manusia yang dilakukan karena riya„(pamer) dan hanya

mengharapkan pujian manusia semata. Seperti halnya firman Allah:

Page 11: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

Akuntabilitas Vol. 10 No. 1 April 2017

73

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami

berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan

mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di

akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di

dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.[ Huud/11:15-16]

Perataan laba adalah merupakan upaya manajer dalam memberikan informasi

kepada pihak internal atau eksternal akan kondisi perusahaan yang tidak sebenarnya

pada periode tertentu dalam rangka untuk menstabilkan posisi laporan keuangan

sehingga terkesan perusahaan akan memiliki kinerja yang secara terus menerus stabil.

Dalam pandangan agama isalam ini bagian dari kecurangan informasi dan sikap

menyianyiakan amanah pada sebagian para pimpinan yana pada saat ini sudah tidak

menjadi rahasia umum. Kasus-kasus dalam melakasanakan perataan laba, sudah menjadi

informasi yang kita terima sehari-hari. Padahal perbuatan yang demikian akan mendapat

ancaman dan peringatan Nabi shallallahu „alaihi wa sallam. Dari Ma‟qil bin Yasar al

Muzani radhiyallahu „anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wa

sallam bersabda:

يته إلا حرم الله عليه الجنةما من عبد يسترعيه الله رعية يموت يوم يموت وهو غاش لرع

“Tidaklah seorang hamba yang Allah berikan kepemimpinan atas orang lain, lalu ia mati

dalam keadaan berbuat curang terhadap orang-orang yang dipimpinnya, melainkan Allah

akan mengharamkan atasnya surga.” (HR Muslim)

Walau pun hanya sedikit, harta yang didapatkan dengan jalan berbohong,

menyembunyikan kecacatan, atau mengurangi timbangan adalah harta yang haram.

Sudah seharusnya kita menjauhkan diri kita dari harta-harta semacam itu. Dikisahkan

pada suatu hari Nabi shallallahu „alaihi wa sallam berangkat bersama rombongan para

sahabat ke pasar untuk melakukan pengecekan barang-barang dagangan. Saat itu

beliau melewati gundukan makanan, kemudian beliau memasukkan tangannya dan

mendapati bagian dalam dari gundukan itu basah. Beliau berkata, “Apa ini wahai

penjual makanan?” Ia berkata, “Bagian ini terkena air hujan wahai Rasulullah.” beliau

bersabda,

Page 12: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah Suwandi

74 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

من غشنا فليس منا أفلا جعلته فوق الطعام حتى يراه الناس!

“Mengapa engkau tidak meletakkannya di bagian atas, agar orang yang akan membeli

dapat melihatnya? Barangsiapa yang berbuat curang kepada kami, maka ia bukan bagian

dari golongan kami.” (HR Muslim)

Di sisi lain dalam aturan pelaporan keuangan diperbolehkan melakukan perataan

laba akan tetapi padangan agama memiliki sudut padang yang berbeda dalam

menjalankan syariat islam, padangan islam setiap prilaku kehidupan berdasar pada

Alquran dan sunah, bahkan ada yang menjadikan ungkapan sebagai landasan untuk

melegalkan dan menghalalkan segala cara demi mewujudkan niat baiknya, baik dalam

urusan dunia maupun agama. Dalam era informasi saat ini, mudah sekali orang percaya

dan menyebar-nyebarkan kabar berita yang tidak jelas asal dan sumbernya dari mana.

Lebih parah lagi dengan adanya tehnologi informasi, sebagian orang acap kali mem-

broadcast kabar berita yang isinya sampah, hoax dan menyesatkan. Terkadang isinya

tidak saja kabar yang belum tentu kebenaranya, tapi juga hadist-hadist lemah (dha'if) dan

palsu (maudhu‟) banyak disebar dan malah edit, dibuat-buat untuk menakut-nakuti. Al-

Qur‟an memberi petunjuk bahwa berita yang perlu diperhatikan dan diselidiki adalah

berita yang sifatnya penting. Adapun isu-isu ringan, omong kosong, dan berita yang tidak

bermanfaat tidak perlu diselidiki, bahkan tidak perlu didengarkan karena hanya akan

menyita waktu dan energi.

Manajer berusaha memberikan informasi yang akan meningkatkan nilai

perusahaan dimata investor yaitu dengan cara melakukan perataan laba (income

smoothing). Tindakan manajemen untuk melakukan perataan laba umumnya didasarkan

atas berbagai alasan. Antara lain untuk memuaskan kepentingan pemilik perusahaan,

seperti menaikkan nilai dari perusahaan, sehingga muncul anggapan bahwa perusahaan

yang bersangkutan memiliki risiko yang rendah. Jika investor semakin pintar dan punya

akses terhadap informasi, akhirnya situasi yang sebenarnya akan terungkap juga dan

keputusan yang dibuat akan berbeda, sehingga investor terhindar dari kerugian yang tak

diinginkan. Perihal terjadinya tindakan perataan laba dapat dianalogikan bahwa

pelaporan laporan keuangan melakukan tindakan tersebut agar laporan keuangan

terlihat smooth (lembut), tidak fluktuatif sehingga akan membuat investor tertarik

berinvestasi pada perusahaan tersebut.

Page 13: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

Akuntabilitas Vol. 10 No. 1 April 2017

75

SIMPULAN

Dalam pandangan Islam, prilaku perataan laba ini sepertinya bertentangan

dengan kaidah fiqh muamalah, dimana mengandung unsur penipuan (tadlis) dan

ketidakjelasan (gharar) karena ada pihak yang menyembunyikan informasi terhadap

pihak yang lain (unknown to one party) dengan maksud untuk menipu pihak lain atas

ketidaktahuannya tentang informasi tersebut. Dan apabila tindakan ini terbukti, maka

hal ini dilarang dalam Islam, karena melanggar prinsip “an taraaddin minkum” (sama-

sama ridha). Tadlis terjadi karena adanya penyembunyian (cacat) atas informasi yang

tidak diketahui oleh salah satu pihak yang bertransaksi. Yang dilarang disini bukanlah

menjual barang cacatnya, tetapi adalah menyembunyikan cacatnya barang tersebut,

sehingga informasi yang dimiliki para pihak tidak simetris (asymmetric information).

Karena itu pula harus disaring, khawatir jangan sampai seorang melangkah tidak jelas

atau dalam bahasa ayat ini bi jahalah. Dengan kata lain ayat ini menuntut kita menjadikan

langkah kita berdasarkan pengetahuan sebagai lawan dari jahalah yang berarti

kebodohan, disamping melakukannya berdasarkan pertimbangan logis dan nilai-nilai

yang ditetapkan Allah SWT.

Islam juga tidak memisahkan agama dengan negara dan materi dengan spiritual

sebagaimana yang dilakukan bangsa barat dengan sekularismenya. Islam juga berbeda

dengan konsep kapitalisme yang memisahkan akhlak dengan ekonomi. Ekonomi dalam

pandangan Islam bukanlah tujuan akhir dari kehidupan ini tetapi suatu pelengkap

kehidupan, sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, penunjang dan pelayanan

bagi akidah dan bagi misi yang diembannya, Prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam

Islam mengenai usaha manusia dalam bermuamalah adalah tolok ukur dari kejujuran,

kepercayaan dan ketulusan.

Pembatasan permasalahan dalam penelitian ini agar dapat mengidentifikas

seluruh persoalan dan masalah perataan laba (income Smoothing) lebih jelas, maka

peneliti membatasi analisis ini hanya pada pendapat persepsi informan tentang perataan

laba (income smoothing) yang sering kali dilakukan oleh perusahaan dalam menjalankan

usaha yang dilihat dari sudut pandang Agama Islam.

Page 14: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah Suwandi

76 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

PUSTAKA ACUAN

Adnan, M. Akhyar. 2005. Akuntansi Syariah; Arah, Prosfek dan Tantangan. Yogyakarta: UII

Press.

Arlene. 2005. Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Pearataan Laba. Tesis Tidak

Dipublikasikan. Depok: Universitas Indonesia.

Baridwan, Z. 1996. Intermediate Accounting. Edisi 7. Yogyakarta : BPFE.

Beattie, V. S. Brown. D. Ewers. 1994. Extraordinary Items and Income Smooting; A

Positive Accounting Appoach. Jurnal Bussiness Finance & Acounting Research.

Beekun, Rafik. I. 1997. Islamic Bussiness Ethics. Virginia: International Institude of Islamic

Thought.

Belkaoui, Achmad. 2000. Teori Akuntansi. Jilid 2. Jakarta : Salemba Empat.

Chancera, Dhiba. M. 2011. Pengaruh Manjaemen Laba Terhadap Biaya Modal Ekuitas

pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun

2008-2009. Tesis Tidak Dipublikasikan. Semarang: Universitas Diponegoro.

Fischer, Marilyn dan Kenneth Rosenzweig. 1995. Attitudes of Students and Accounting

Practitioners Concerning the Ethical Acceptability of Income Smoothing”.

Journal of Bussines Ethics.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang : BPFE

Universitas Diponegoro.

Hendikson, E. 1999. Accounting Theory. Fith Edittion. Illinois : Richard D. Irwin, Inc.

Heyworth , S.R . 1953. Smoothing Periodic Income. The Accounting Review, Vol.1.

Husnan, Suad. 2003. Pembelanjaan Perusahaan (Dasar-Dasar Manajemen Keuangan).

Yogyakarta Liberty.

Indiantoro, N. dan S. Bambang. 1999. Metodelogi Penelitian. Yogyakarta : BPFE.

Jatiningrum. 2000. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Perataan

Penghasilan Bersih/Laba pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ. Jurnal Bisnis dan

Akuntansi, Vol. 2, No. 2 : 145-155.

Jin, Liauw She dan M. Machfoedz. 1998. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktek

Perataan Laba Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek. Jurnal Riset

Akuntansi Indonesia, Vol. 1 No. 2

Page 15: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

Akuntabilitas Vol. 10 No. 1 April 2017

77

Jumingan. 2003. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba: Studi Empirik Pada

Perusahaan Industri Farmasi di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi dan Investasi,

Vol. 5.

Juniarti dan Corolina. 2005. Analisa Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap

Perataan Laba (Income Smooting) Pada Perusahaan-Perusahaan Go Public.

Fakultas Ekonomi Petra : www.petra.ac.id. Diakses tanggal 19 Januari 2011.

Merchant, K. A., dan J. Rockness. 1994. The Ethics of Managing Earnings; An Emprical

Investigation. Journal of Public Policy; 79-94.

Michelson, E. Stuart et al. 1999. Income Smoothing and Risk Adjusted Performance.

Working Paper Collection SSRN.

Murtanto. 2004. Analisis Perataan Laba :Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dan

Kaitannya Dengan Kinerja Saham Perusahaan Publik di Indonesia. SNA VII

Denpasar.

Narjono, Arijo. Isnoer. 2013. Etika Islam dan Motivasi Kerja (Islam Ethics and Employee

Motivation). Jurnal JIBEKA, Volume 7. Malang.

Nasser, E.M. dan Herlina. 2993. “Pengaruh Size, Profitabilitas dan leverage terhadap

perataan Laba pada Perusahaan go Publik.” Jurnal Ekonomi, vol.7 (3), hal.291-

305.

Purwanto, Agus. 2004. Analisis Antara Praktik Perataan Laba Dengan Koefisien Respon

Laba. SNA VII Denpasar.

Rahmawati, Suparno, Y., dan Qomariyah, N. 2006. Pengaruh Asimetri Informasi

Terhadap Praktik Pearataan Laba pada Perusahaan Perbankan Publik yang

Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

Rais, Sasli. 2002. PSAK No. 59;Pekerjaan yang Belum Selesai. Makalah Mata Kuliah

Akuntansi Syariah. PSKTTI UI.

Riduwan, Akhmad. 2010. Etika dan Perilaku Koruptif dalam Praktik Pearataan Laba:

Studi hermeneutika. STIESIA Surabaya”.

Riyanto, Bambang. 2002. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 4. Yogyakarta :

BPFE.

Saidi. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan

Manufaktur Go Public Di BEI Tahun 1997-2002. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol.

11. No. 1.

Page 16: Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah

Etika Perataan Laba dari Perspektif Akuntansi Syariah Suwandi

78 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/akuntabilitas

DOI: 10.15408/akt.v10i1.6119

Salno, Hanna Melani dan Zaki Baridwan. 2000. Analisis Perataan Penghasilan (Income

Smooting):Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dan Kaitannya Dengan Kinerja

Saham Perusahaan Publik Di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 3

No. 1.

Schipper, K. 1989. Commentary On Earnings Management. Accounting Horizon (3).

Scott, W.R. 2003. Financial Accounting Theory. New Jersey : Petience Hall

International, Inc.

Suwito, Edy dan Herawaty Arleen. 2005. Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan

Terhadap Tindakan Perataan Laba Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Yang

Terdaftar di Bursa Efek Jakarta SNA VII Solo.

Syaharuddin, Hamam. 2012. Etika Bisnis Menurut Al-Qur‟an dan Hadits.

http://humamsyaharuddin.blogspot.co.id/2012/09/etika-bisnis-menurut-al-quran-

dan-hadits.html diakses tanggal 1 Januari 2016.

Umar, Husein. 1997. Metode Penelitian, Aplikasi dalam Pemasaran. Jakarta : Penerbit

Gramedia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28. 2007. Perubahan Ketiga Atas Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan”. Jakarta.

Virginia, Susana. 2014. Pentingnya Etika dalam Kehidupan Bermasyarakat. STP Nusa

Dua Bali.

Williams, Chuck. 2001. Manajemen. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Yin, Robert, K. 2002. Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.