guillain bare syndrome-laporan tutorial

35
LAPORAN TUTORIAL BLOK NEUROLOGI SKENARIO 3 GUILLAIN BARE SYNDROMEKelompok 15 AULIANSYAH ALDISELA J S G0012036 ERIKA VINARIYANTI G0012072 KARTIKA AYU P S G0012102 NI NYOMAN WIDIASTUTI G0012148 R. rr. ERVINA KUSUMA W G0012168 REINITA VANY G0012176 YUNIKA VARESTRI A R G0012236 CANDA ARDITYA G0012046 MICHAEL ASBY WIJAYA G0012132 NOPRIYAN PUJOKUSUMA G0012152 SATRIYA TEGUH IMAM G0012206 BEATA DINDA SERUNI G0012042 1

Upload: erika-vinariyanti

Post on 18-Jan-2016

126 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

laporan tutorial, blok neurologi

TRANSCRIPT

Page 1: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

LAPORAN TUTORIAL

BLOK NEUROLOGI

SKENARIO 3

“GUILLAIN BARE SYNDROME”

Kelompok 15

AULIANSYAH ALDISELA J S G0012036

ERIKA VINARIYANTI G0012072

KARTIKA AYU P S G0012102

NI NYOMAN WIDIASTUTI G0012148

R. rr. ERVINA KUSUMA W G0012168

REINITA VANY G0012176

YUNIKA VARESTRI A R G0012236

CANDA ARDITYA G0012046

MICHAEL ASBY WIJAYA G0012132

NOPRIYAN PUJOKUSUMA G0012152

SATRIYA TEGUH IMAM G0012206

BEATA DINDA SERUNI G0012042

Tutor :dr Ruben Dharmawan

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

1

Page 2: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah suatu sindroma klinis dari kelemahan akut ekstremitas tubuh, di sebabkan oleh kelainan saraf tepi dan bukan oleh penyakit sistemis.

John Lettsom, 1787, merupakan orang pertama yang mengangkat masalah neuropati perifer. ia mendeskripsikan penyakit ini sebagai akibat dari konsumsi alkohol yang berlebiahan. deskripsi ini tidak dapat memberikan bukti tentang adanya kelainan patologis maupun anatomis dari penderita.

James Jackson, 1822. kembali mendeskripsikan penyakit ini sebagai alcoholic neuropathy,namun tanpa kelainan patologis dan anatomis.

Pada tahun 1859, Landry, mempublikasikan artikelnya yang berjudul "A note on acute ascending paralysis". Artikel ini bercerita tentang seorang pasien yang telah mengalami paralisis akut selama lebih dari 8 hari, sebelum akhirnya meninggal dunia. paralisis ini meliputi kelemahan otot otot proksimal, otot pernapasan, kelemahan dan kehilangan refleks, dan takikardi. paralisis ini di kenal dengan sebutan Landry's paralysis.

Osler, 1982, lebih terperinci dengan apa yang di sebutkan sebagai Acute Febrile Polyneuritis.

Pada tahun 1916, Guillain, Barre, dan Strohl mempublikasikan penelitian mereka yang berjudul "On a syndrome of radiculoneuritis with hyperalbuminosis of cerebrospinal fluid without a cellular reaction : Remarks on the clinical characteristics and tracings of the tendons reflexes". ketiga orang ini menemukan kelainan patologis yaitu adanya disosiasi albuminisitologi di dalam cairan cerebrospinal dan di sertai dengan radikuloneuritis. Guillain tetap berpendapat bahwa apa yang mereka bertiga temukan sebenarnya adalah Landry's paralysis. Tahun 1927, Dragenescu dan Claudian memberi nama penyakit ini sebagai Guillain Barre Syndrome. sebab mengapa Strohl tidak di ikutsertakan sampai saat ini belu di ketahui.

SKENARIO

Teman Kuliahku Mendadak Lumpuh

Beberapa hari ini menjadi hari buruk bagi Ani, teman satu kostku. Sudah sejak 4 hari

lalu Ani harus dirawat di ruang intensif (ICU) dengan alat bantu nafas. Sampai dengan

2

Page 3: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

terakhir aku dan teman – teman mengunjunginya di RS Dr. Moewardi, belum ada perbaikan

kondisinya. Aku masih teringat 3 hari sebelum masuk rumah sakit ia mengeluh kedua

tungkainya terasa kesemutaan kemudian terasa leamah sehingga kesulitan untuk menaiki

tangga. Ani bilang kelemahan yang dialami menjalar dari bawah ke atas. Akhirnya kami

mengantar Ani kuntuk periksa ke rumah sakit. Dokter yang memeriksa mengatakan bahwa

dari hasil pemeriksaan reflex di tungkai dan lengan hasilnya menurun. Dia disarankan

mondok hari itu juga. Setelah 2 hari perawatan ia berkeringat banyak dan berdebar – debar

dan dipindah ke ruang ICU karena dokter jaga mengatakan ada tanda – tanda gagal nafas.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa kelemahan yang terjadi pada kedua tungkai menjalar dari bawah ke atas?

2. Mengapa bisa terjadi kesemutan pada kedua tungkai sebelum sakit?

3. Apa yang menyebabkan keadaan Ani semakin parah sehingga bisa gagal nafas?

4. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan refleks dan didapatkan hasil yang menurun?

5. Mengapa timbul keringat yang banyak dan berdebar-debar?

6. Apa saja diferensial diagnosis pada skenario tersebut?

7. Bagaimanakah mekanisme terjadinya kesemutan?

8. Mengapa onset pada Ani ini berjalan dengan cepat?

9. Kenapa pasien dimasukkan ICU oleh dokter?

10. Mengapa tidak didapatkan demam pada pasien?

11. Apakah hubungan jenis kelamin, usia, dan pekerjaan dengan gejala klinis pada pasien?

12. Apakah kejadian pada Ani ini bisa menular pada orang lain?

13. Bagaimana fisiologi penghantaran impuls pada ekstremitas?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui mekanisme penjalaran penyakit ke atas (ascending)

2. Mengetahui mekanisme terjadinya kesemutan dan resfleks yang menurun

3. Mengidentifikasi diagnosis banding penyakit dalam skenario

4. Mengetahui patofisiologi dan patogenesis dari penyakit-penyakit diagnosis banding

3

Page 4: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

5. Mengetahui cara penegakan diagnosis dari penyakit-penyakit diagnosis banding

6. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit-penyakit diagnosis banding

7. Mengidentifikasi interpretasi dari hasil pemeriksaan penunjang pada skenario

8. Mengidentifikasi manifestasi klinis gejala pada skenario

9. Mengetahui profilaksis, penatalaksanaan, dan prognosis dari penyakit-penyakit

diagnosis banding

D. MANFAAT PENULISAN

1. Mampu mengidentifikasi interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

lab pada skenario

2. Mampu menjelaskan patofisiologi dan patogenesis dari penyakit-penyakit diagnosis

banding (Guillain Bare Syndrome, Spinal Transection)

3. Mampu menyebutkan epidemiologi dan faktor resiko dari penyakit-penyakit

diagnosis banding (Guillain Bare Syndrome, Spinal Transection)

4. Mampu menjelaskan cara dan resiko penularan dari penyakit-penyakit diagnosis

banding (Guillain Bare Syndrome, Spinal Transection)

5. Mampu menjelaskan cara penegakan diagnosis dari penyakit-penyakit diagnosis

banding (Guillain Bare Syndrome, Spinal Transection)

6. Mampu menyebutkan pemeriksaan penunjang dari penyakit-penyakit diagnosis

banding (Guillain Bare Syndrome, Spinal Transection)

7. Mampu mengidentifikasi manifestasi klinis dari penyakit-penyakit diagnosis banding

(Guillain Bare Syndrome, Spinal Transection)

8. Mampu menjelaskan profilaksis, penatalaksanaan, dan prognosis dari penyakit-

penyakit diagnosis banding (Guillain Bare Syndrome, Spinal Transection)

4

Page 5: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

BAB II

PEMBAHASAN

JUMP I : Membaca Skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam scenario

Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah-istilah sebagai berikut :

1. Gagal nafas: kondisi berbahaya dimana suplai oksigen yang tidak cukup atau terlalu

banyak kandungan karbondioksida dalam darah

2. Kesemutan (parestesia) : perasaan abnormal (sakit, seperti terbakar) yang terjadi

pada ekstremitas tanpa disertai impuls dari luar. Biasanya terjadi karena kurangnya

pasokan darah ke otot, bisa sebagai yanda fisiologis kurangnya oksigen

3. Refleks : gerakan otot skeletal yang bangkitakibat suatu rangsangan. Respon motorik

spesifik akibat rangsang sensorik yang spesifik

4. Alat bantu nafas : alat bantuan untuk mendukung kegawatan saluran nafas secara

intensif

5. ICU : ruangan rawat di rumah sakit yang dilengkapi dengan staff dan alat khusus

untuk pasien yang terancam jiwanya.

6. Berdebar-debar : peningkatan ritme jantung

JUMP II : Menentukan dan mengidentifikasi permasalahan

1. Mengapa kelemahan yang terjadi pada 2 tungkai menjalar dari bawah ke atas?

2. Mengapa bisa terjadi kesemutan pada kedua tungkai sebelum sakit?

3. Apa yang menyebabkan keadaan Ani semakin parah sehingga bisa gagal nafas?

4. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan refleks dan didapatkan hasil yang

menurun?

5. Mengapa timbul keringat yang banyak dan berdebar-debar?

6. Apa saja diferensial diagnosis pada scenario tersebut?

7. Bagaimanakah mekanisme terjadinya kesemutan?

8. Mengapa onset pada Ani ini cepat?

9. Kenapa pasien dimasukkan ICU oleh dokter?

10. Mengapa tidak didapatkan demam pada pasien?

11. Apakah hubungan jenis kelamin, usia, dan pekerjaan dengan gejala klinis pada

pasien?

5

Page 6: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

12. Apakah kejadian pada Ani ini bisa menular pada orang lain?

13. Bagaimana fisiologi penghantaran impuls pada ekstremitas?

JUMP III : Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara mengenai

permasalahan (tersebut dalam langkah 2)

Mengapa kesemutan bisa terjadi ?

Kesemutan atau yang disebut sebagai parestesia adalah sensasi abnormal seperti terbakar

yang sering terjadi pada ekstremitas tanpa disertai impuls dari luar. Kesemutan bisa terjadi

karena kurangnya pasokan darah atau oksigen sebagai tanda fisiologis, dan bisa juga karena

terjadinya hambatan penghantaran saraf ke otak. Hambatan penghantaran saraf terjadi salah

satunya karena adanya demielinisasi

Mekanisme kesemutan

Pada Guiilain Barre Syndrome terbentuk antibodi atau immunoglobulin sebagai reaksi

terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Reaksi tersebut akan sampai pada myelin

sehingga bisa merusak bahkan menghilangkan myelin yang disebut sebagai demielinisasi.

Dengan bantuan leukosit, reaksi tersebut bisa menyebabkan inflamasi pada saraf, sehingga

sel yang mengalami inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan

mempengaruhi sel Schwann dan bisa menyebabkan berkurangnya produksi myelin. Padahal

myelin yang sudah ada juga dirusak oleh antibodi. Apabila serangan terus berlanjut maka

jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap sehingga saraf motorik, sensorik, dan

autonom akan ikut diserang. Terjadilah penghantaran impuls yang melambat , bahkan

berhenti, yang bisa menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, dan sulit berjalan.

Apa yang menyebabkan keadaan Ani semakin parah sehingga bisa gagal nafas?

.Kesulitan bernapas adalah sebuah komplikasi berpotensi mematikan dari sindrom Guillain

Barre, yaitu kelemahan atau kelumpuhan yang bisa menyebar ke otot yang mengontrol

pernapasan. Hal itulah yang membuat keadaan pasien dalam skenario semakin parah.

Sebagian besar penderita Guillain Barre meninggal karena komplikasi pernafasan.

Mengapa timbul keringat yang banyak dan berdebar-debar?

Telapak tangan berkeringat merupakan salah satu bentuk dari sensitivitas tubuh yang

berlebihan, dalam bahasa medisnya disebut Hiperhidrosis Palmar. Belum diketahui pasti

penyebabnya namun hal itu kemungkinan berhubungan dengan komplikasi yang

dialaminya, yaitu kelumpuhan pada otot pernafasan.

6

Page 7: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

Apakah hubungan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan dengan gejala klinis pada

pasien?

Guillain-Barré Syndrome mempunyai angka kejadian penyakit di seluruh dunia berkisar

antara 1-1,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Penyakit ini menyerang semua umur,

tersering dikenai umur dewasa muda. Insidensi lebih tinggi pada laki-laki daripada

perempuan dengan perbandingan 1.5 : 1, dan lebih banyak terjadi pada usia muda (umur 4-

10 tahun). Umur termuda yang dilaporkan adalah 3 bulan dan tertua adalah 95 tahun, dan

tidak ada hubungan antara frekuensi penyakit ini dengan suatu musim tertentu.

Apakah kejadian Ani ini dapat menular ke orang lain ?

Tidak. Akan tetapi karena Guillain-Barré Syndrome sering diawali oleh infeksi virus atau

bakteri kadang sering disalahartikan sebagai penyakit menular. Dari penelitian yang telah

dilakukan , tidak didapatkan bukti bahwa GBS dapat ditularkan lewat manusia ke manusia

lainnya. Bakteri ataupun virus yang mengawali penyakit pun biasanya telah menghilang

segera setelah sindrom muncul .

Kenapa pasien dimasukkan ICU oleh dokter?

Karena pada skenario dijelaskan adanya tanda-tanda kegagalan nafas, dimana pada keadaan

ini pasien harus mendapatkan alat bantu nafas yang tersedia di ICU.

JUMP IV : Menginventaris secara sistematis berbagai penjelasan yang didapatkan pada

langkah 3

1. Terjadi awitan yang akut dengan gejala parestesia dan kelemahan yang menjalar dari

distal ke proximal

Hal ini menunjukkan adanya proses demyelinisasi polineuropati

Berpengaruh pada kemampuan motorik pasien (tidak dapat menggerakkan kaki untuk

menaiki tangga), sensorik pasien (adanya parestesia pada pasien), dan kemampuan

otonom pada pasien (keluar keringat yang banyak)

7

Page 8: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

2. Dari etiologinya belum bisa ditentukan penyakit yang diderita pasien pada scenario

adalah GBS perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan LCS dan

pemeriksaan antigen GM 1 (pada GBS terjadi peningkatan antibody GM 1)

JUMP V : Merumuskan Tujuan Pembelajaran

3. Mengapa kelemahan menjalar dari bawah ke atas?

4. Mengapa gejala tidak disertai demam?

5. Megapa dokter melakukan pemeriksaan refleks?

6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang kemungkinan bisa dilakukan?

7. Apa saja diferensial diagnosis yang mungkin pada scenario ini?

8. Bagaimana tata laksana yang bisa dilakukan pada masing-masing Diagnosis

Banding?

JUMP VI : Mengumpulkan informasi baru

JUMP VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh

Mengapa kelemahan menjalar dari bawah ke atas?

Pada skenario diperoleh bahwa pasien mengalami kelemahan yang menjalar dari bawah ke

atas. Sebenarnya, belum ada keterangan pasti mengenai mekanismenya. Namun kami

berhipotesis bahwa kelemahan terjadi dari bawah ke atas karena proses demyelinisasi

terjadinya dari perifer menuju pusat. Oleh karena itulah, kelemahannya menjalar dari bawah

ke atas.

Mengapa gejala tidak disertai demam?

GBS harus dibedakan dengan beberapa kelainan susunan saraf pusat seperti myelopathy,

dan poliomyelitis. Pada myelopathy ditemukan adanya spinal cord syndrome dan pada

poliomyelitis kelumpuhan yang terjadi biasanya asimetris, dan disertai demam. Sedangkan

pada onset neurologis tidak disertai demam ketika gejala pertama dimulai (Munandar,2008).

Mengapa dokter melakukan pemeriksaan refleks

GBS bisa sulit untuk mendiagnosis dalam tahap awal. Tanda-tanda dan gejala yang mirip

dengan gangguan neurologis lainnya dan mungkin berbeda dari orang ke orang. Kedua GBS

adalah:

8

Page 9: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

Progresifkelemahan di kedua lengandan kedua kaki.

Kehilangan refleks.

Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengantimbulnya suatu

kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendondan didahului parestesi dua

atau tiga minggu setelah mengalami demam disertaidisosiasi sitoalbumin pada likuor dan

gangguan sensorik dan motorik perifer (Menkes, 2000)

Pemeriksaan Penunjang

Karena gejala yang bervariasi dan penyebabnya tidak diketahui, GBS bisa sulit untuk

didiagnosa, tetapi ada 3 kriteria diagnosis untuk GBS ini, yaitu :

Lumbar puncture (spinal tap). Pasien diberi obat bius lokal. Setelah itu tusukan jarum

diantara dua tulang belakang bagian bawah (lumbal) dan sampel cairan serebrospinal

diambil. Tingkat protein yang tinggi tanpa peningkatan jumlah sel darah putih (leukosit)

dalam cairan adalah karakteristik GBS.

Pada cairan serebrospinal (CSS) didapatkan kadar protein yang tinggi, kadang-kadang

dapat sampai 1000 mg%; hal demikian ini tidak sesuai dengan jumlah sel dalam CSS yang

dapat dikatakan tidak mengalami perubahan. Keadaan demikian ini disebut disosiasi sel-

albumin ( albumino-cytologic dissociation ), dan mencapai puncak-nya pada minggu ke 4-6.

Peningkatan protein ini diduga sebagai akibat inflamasi yang luas.

Electromyogram (EMG). Adalah alat diagnostik efektif karena dapat merekam aktivitas

otot dan dapat menunjukkan hilangnya impuls pada saraf yang dikarenakan proses respon

saraf yang lambat.

Kecepatan konduksi saraf (NCV)-Tes ini dilakukan dengan EMG, dilakukan bersama-

sama, dan sering disebut sebagai EMG / NCV. NCV mencatat kecepatan perjalanan sinyal

di sepanjang saraf. Akan ditemukan sinyal yang melambat pada GBS.

9

Page 10: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

Laboratorium

Pada pemeriksaan darah tepi bisa diperoleh hasil normal ataupun mungkin

memperlihatkan tanda-tanda radang akut berupa leukositosis.

Terapi

GBS dianggap sebagai darurat medis dan kebanyakan pasien dirawat di rumah sakit

segera setelah diagnosis. Jika napas pasien tampaknya berisiko, ia biasanya dikelola dalam

unit perawatan intensif (ICU).

Untuk yang sindrom Guillain-Barre dapat dikatakan tidak ada drug of choice. Yang

diperlukan adalah kewaspadaan terhadapan kemungkinan memburuknya situasi sebagai

akibat perjalanan klinik yang memberat sehingga mengancam otot-otot pernafasan. Apabila

terjadi keadaan demikian ini, maka penderita harus segera dirawat di ruang perawatan

intensif.

Kebanyakan pasien dengan GBS dan CIDP diberi plasmapheresis atau imunoglobulin.

Manfaat kortikosteroin untuk sindrom Guillain-Barre masi controversial. Namun demikian,

apabila keadaan menjadi gawat akibat terjadinya paralisis otot-otot pernafasan maka

kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan. Pemberian kortikosteroid ini harus diiringi

dengan kewaspadaan terhadap efek samping yang mungkin terjadi.

Roboransia saraf dapat diberikan, terutama secara parenteral. Apabila terjadi kesulitan

mengunyah dan/atau menelan, sebagai akibat kelumpuhan otot-otot wajah dan menelan,

maka perlu dipasang NGT untuk dapat memenuhi kebutuhan makanan dan cairan.

Plasmaferesis untuk beberapa penderita dapat memberi manfaat yang besar, terutama

untuk kasus yang akut. Di Negara-negara barat, plasmaferesis mulai sering dilakukan;

namun demikian belum diperoleh kesimpulan yang pasti. Pasien yang cepat didiagnosis

GBS, responnya sangat baik terhadap plasmapheresis. Dalam prosedur ini, darah ditarik dan

melewati serangkaian filter yang memisahkan berbagai jenis sel darah. Sel-sel ini kemudian

disuspensikan atau disintesis dan kembali ke tubuh pasien. Plasma pasien dibuang.

Plasmapheresis digunakan untuk menghilangkan zat yang dapat merusak mielin.

Sehingga ini dapat mempersingkat jalannya GBS, meringankan gejala, dan dapat mencegah

kelumpuhan.

Pengobatan dengan cara lain, misalnya dengan immunoglobulin dan immunomodulating

pernah dicoba,tetapi hasilnya masih diragukan. Terlepas dari obat apa yang diberikan, maka

perawatan terhadap penderita sindrom Guillain-Barre harus tetap prima.

10

Page 11: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

Immunoglobin dosis besar yang diberikan secara intravena dapat membantu

mempersingkat durasi gejala. Pengobatan ini sama efektifnya dengan plasmapheresis.

Immunoglobulin lebih disukai dibandingkan dengan plasmapheresis karena tidak

memerlukan pemasangan kateter vena besar.

Secara keseluruhan, sekitar 70% dari pasien memberikan respon terhadap

plasmapheresis atau immunoglobin.

Otot dan nyeri sendi dapat diobati dengan analgesik seperti aspirin. Jika perlu, obat

nyerilebih kuat (misalnya, acetaminophen dengan xanax) dapat diberikan. Kejang otot dapat

dikontrol dengan relaksan seperti diazepam (Valium ®).

Masalah sensorik yang tidak menyenangkan, seperti kesemutan yang menyakitkan,

dapat diobati dengan antidepresan trisiklik atau antikonvulsan seperti gabapentin (Neurontin

®).

Kortikosteroid, efektif mengobati gejala gangguan autoimun, tetapi sebaiknya tidak

digunakan pada GBS karena sebenarnya memperburuk. Tetapi apabila plasmaparesis

maupun immunoglobulin tidak dapat memberikan hasil, kortikosteroin bisa dicoba.

TerapiFisik

Sebelum masa pemulihan dimulai, pelatih menggerakkan tangan dan kaki pasien untuk

mencegah kekakuan. Setelah gejala mereda, tim rehabilitasi akan memberikan resep latihan

aktif rutin untuk membantu mendapatkan kembali kekuatan otot dan mengembalikan

kemandirian. Pelatihan dengan perangkat adaptif, seperti kursi roda, memberikan mobilitas

pasien juga diperlukan.

Hidroterapi

Terapi Whirlpool (hidroterapi) dapat membantu meringankan rasa sakit dan berguna

dalam pelatihan kembali gerakan anggota badan yang terkena.

Konseling

Konseling sering disarankan untuk membantu pasien yang didiagnosis dengan GBS atau

CIDP agar membantu mereka merasa positif tentang pengobatan dan pemulihan yang

sedang dilakukan

Prognosis

Pasien yang memiliki sindrom Guillain-Barre dapat tetap berada di rumah sakit selama

beberapa bulan dan pemulihan dapat memakan waktu selama satu tahun atau lebih, dengan

kecepatan bervariasi. Kebanyakan pasien kira-kira 90& dengan GBS sembuh sepenuhnya,

namun beberapa memiliki kelemahan sisa, mati rasa, dan nyeri sesekali. Sejumlah kecil

pasien tidak mampu untuk melanjutkan kegiatan normal mereka sehari-hari atau pekerjaan.

11

Page 12: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

Apabila terjadi paralisis otot-otot pernafasan maka prognosis akan lebih buruk. Hal

demikian ini akan lebih diperburuk lagi apabila rumah sakit tidak mempunyai fasilitas

perawatan yang memadai.

Kurang dari 5% pasien GBS mati. Kematian biasanya akibat dari komplikasi

kardiovaskular atau pernafasan. Kematian akibat polyradicalneuropathy demielinasi kronis

inflamasi (CIDP) jarang terjadi.

Prognosis akan lebih baik apabila usia penderita lebih muda, selama sakit tidak

memerlukan pernafasan bantuan, perjalanan penyakit yang lebih lambat, dan tidak terjadi

kelumpuhan total.

Diagnosis Banding

1. Polineuropati demyelinisasi inflamasi akut

Penyakit ini merupakan salah satu subtipe dari sindrom guillain-barre. Merupakan

neuropati akut jenis demyelinisasiyang bersifat simetri ascending biasanya berupa

flaccidparalysisdan gangguan sensorik. Terdapat demyelinisasi saraf perifer yang difusi,

segmental, atau bercak-bercak. Hal yang mendasari penyakit ini masih belum diketahui,

masih berupa suatu postulat bahwa sindrom ini merupakan proses autoimun akibat adanya

infeksi virus Epstein-bar ataupun Campylobacterjejuniyang kemudian melakukan mimikri

dengan sel yang ada pada tubuh pasien.

GBS dalam bentuk demyelinisasi, dasar untuk flaccidparalysisdan gangguan

sensorik adalah blok konduksi. Temuan inidibuktikan secara elektrofisiologis atau

elektrodiagnosis, yang menyiratkan bahwa koneksi aksonal tetap utuh . Oleh karena itu,

pemulihan dapat berlangsung cepat karena terjadi remyelinisasi. GBSdemyelinisasidalam

kasus yang parah, biasanya terjadi degenerasiaksonal sekunder, luasnya dapat diperkirakan

secara elektrofisiologis. Degenerasiaksonal sekunder berkorelasi dengan perlambatan dari

pemulihan dan peningkatan kecacatan residual. Ketika pola aksonal primer yang parah

ditemui dalam pemeriksaan elektrofisiologis, implikasinya adalah bahwa akson mengalami

degenerasi dan menjadi terputus dari target mereka, khususnya pada tautneuromuskuler, dan

karena itu proses pemulihan berlangsung harus denganterjadinya regenerasi. Dalam kasus

akson motorik di mana pemulihan cepat, lesi diduga lokal pada cabang motorik preterminal,

sehingga regenerasi danreinnervasi berlangsung cepat. Atau, dalam kasus-kasus ringan,

pertunasan kolateral dan reinnervasi dari akson motorik dekat sambungan

neuromuskuleryang masih bertahan mungkin dapat memulai membangun kembali

kontinuitas fisiologis dengan sel otot selama beberapa bulan(Faucietal, 2008).

12

Page 13: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

GBS bermanifestasi sebagai kelumpuhan motorik yang berkembang pesat,areflexic

dengan atau tanpa gangguan sensorik. Pola yang biasa adalah suatu kelumpuhan menaik

(ascending) yang mungkin pertama kali tampak sebagai kaki karet. Kelemahan biasanya

berkembang lebih dari jam sampai beberapa hari dan sering disertai dengan kesemutan

dysesthesias di ekstremitas . Kaki biasanya lebih banyak terkena dibanding lengan, dan

wajah diparesismuncul pada50 % dari individu yang terkena. Saraf kranial yang rendah juga

sering terlibat, menyebabkan kelemahan bulbar dengan kesulitan menangani sekresi dan

memelihara jalan napas, diagnosis pada pasien ini awalnya mungkin keliru dengan iskemia

batang otak. Nyeri pada leher, bahu, punggung, atau difusdi seluruh tulang belakang juga

umum pada tahap awal dari GBS, terjadi pada ~ 50 % pasien . Kebanyakan pasien

memerlukan rawat inap, dan hampir 30 % memerlukan bantuan ventilasi pada beberapa

waktu selama sakit. Demam dan gejala konstitusional yang tidak muncul di awal dan, jika

ada, akan meragukan diagnosis. Refleks tendon dalam menipis atau menghilang dalam

beberapa hari pertama onset. Defisit sensorik kulit (misalnya, hilangnya rasa sakit dan

sensasi suhu) biasanya relatif ringan, tetapi fungsi yang dibantu oleh serat sensorik besar,

seperti refleks tendon dalam dan proprioceptif, lebih parah terkena. Disfungsi kandung

kemih dapat terjadi pada kasus yang berat, tetapi biasanya bersifat sementara . Jika disfungsi

kandung kemih adalah fitur yang menonjol dan datang di awal saja, kemungkinan

diagnostik selain GBS harus dipertimbangkan, khususnya penyakit sumsum tulang

belakang. Setelah perburukan klinis berhenti dan pasien mencapai plateu (hampir selalu

dalam waktu 4 minggu dari onset), perkembangan lebih lanjut tidak mungkin

terjadi(Faucietal, 2008).

Keterlibatan sistem otonom, umum dan dapat terjadi bahkan pada pasien GBS

ringan. Manifestasi yang biasa terjadi berupa hilangnya kontrol vasomotor dengan fluktuasi

luas dalam tekanan darah, hipotensipostural, dan detak jantung disritmia. Fitur-fitur ini

memerlukan pemantauan ketat dan manajemen dan bisa berakibat fatal. Nyeri adalah fitur

lain yang umum dari GBS, selain nyeri akut yang dijelaskan di atas, nyeri yang mendalam

mungkin ada pada otot yang mengalami kelemahan, pasien biasanya menganggapkarena

telah beraktivitas terlalu berat pada hari sebelumnya. Nyeri lain pada GBS meliputinyeri

disestetik di ekstremitas sebagai manifestasi keterlibatan serabut saraf sensorik. Rasa sakit

ini dapat sembuh sendiri dan kadang berespons terhadap analgesik standar.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa pungsi lumbal dan

elektrodiagnosis. Pada pemeriksaan pungsi lumbal terjadi peningkatan disosiasi sito-

albumin, berupa peningkatan kadar protein tanpa pleositosis. Hasil pemeriksaan pungsi

13

Page 14: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

lumbal menunjang sekali anggapan imunopatologis mendasari sindrom ini. Pemeriksaan

elektrodiagnosis pada sindrom guillain Barret terjadi perlambatan KHS dan penurunan

respons FWave. Pemeriksaan ini berguna dalam menentukan anatomi dari neuropati

ini.

2. Polineuropati komplikasi diabetes mellitus

Diabetes mellitus berhubungan dengan berbagai sindrom neuropati yang

dibedakanoleh etiologi, riwayat alami, dan pengobatannya. Prevalensi keseluruhan

neuropati adalah 66 % untuk diabetes tipe 1 dan 59 % untuk diabetes tipe 2. Neuropati dapat

dibagi ke dalam jenis simetris dan asimetris, meskipun banyak tumpang tindih ada antara

kategori ini . Neuropati simetris melibatkan serabut kecil (misalnya, dysesthesia di kaki)

atau disfungsi otonom (misalnya, impotensi seksual), tetapi sering keduanya terjadi

bersama-sama, pemeriksaan biasanya menunjukkan bukti tambahan keterlibatan serabut

besar dan dari neuropati umum yang mendasari (Faucietal, 2008).

Neuropati asimetris dibagi menjadi onset akut dan dengan onset bertahap.Neuropati

asimetris dengan onsetakut yakni radiculoneuropathytruncaldiabetes (DTRN),

lumbosakralradiculoplexusneuropatidiabetes( DLSRPN), dan neuropatioculomotor (saraf

ketiga atau keenam). Kondisi monophasic tersebut dianggap karena akibatvaskular seperti

infark. Neuropatidenganonset bertahap biasanya disebabkan oleh kompresi diantaranya

termasuk neuropati median di pergelangan tangan, neuropatiulnaris di siku,

neuropatiperoneal pada caputfibula, dan neuropati kulit lateral pada paha pada ligamen

inguinal (meralgiaparesthetica) (Faucietal, 2008).

3. Trauma

Trauma sering kali mengenai dewasa muda karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh

dari ketinggian. Beberapa mekanisme trauma dapat menyebabkan gangguan yang memiliki

gambaran klinis berupa paraparesis ataupun tetraparesis. Trauma dapat berupa fraktur

vertebra, dislokasi, iskemia, perdarahan epidural, hematomasubduralspinalis, ataupun

trauma tidak langsungmyelum. Pada anamnesis didapatkan riwayat trauma pada bagian

yang berhubungan dengan medula spinalis (dari servikal hingga coccygeal) sebelumnya.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kelemahan berupa paraparesis ataupun tetraparesis

tergantung bagian mana dari medula spinalis atau serabut sarafnya yang terganggu.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos vertebra, MRI, CT

Myelografi. Pemeriksaan berguna untuk mencari dan memastikan bahwa trauma yang

menyebabkan gangguan dari penjalaran saraf dari pusat ke perifer.

14

Page 15: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

Penatalaksanaan trauma ini perlu memperhatikan prinsip 5B (breath, brain, blood,

bladder, bone). Jadi dalam penatalaksanaannya perlu diperhatikan ke lima aspek tersebut.

Selain itu dalam proses transportasi pemindahan pasien dari lokasi tempat ia mengalami

trauma hingga mencapai rumah sakit penting untuk diperhatikan. Pada pasien yang

mengalami trauma myelumcervical dan thoracolumbal pasien harus diposisikan dalam

posisi lurus. Selanjutnya dilakukan stabilisasi dan penangannan terhadap rasa nyeri pasien.

Kortikosteroid dosis tinggi diberikan untuk mengurangi inflamasi. Intervensi pembedahan

ada dua macam yakni oleh orthopediapabila ada fraktur vertebra dan oleh bedah saraf bila

ditemukan adanya kompresi terhadap medula spinalis.

4. Tumor

Penyakit neoplastik tulang belakang (spine) sering bermanifestasi sebagai nyeri yang

karakteristiknya sulit dibedakan dengan penyebab non-neoplastik (benign). Saat dicurigai

adanya tumor spinal harus dipertimbangkan bahwa hal ini mungkin akibat pengaruh

keterlibatan jaringan lain yang ada di sekitar kolumnaspinalis. Jaringan saraf, jaringan

meningeal, tulang dan kartilago dapat mengalami perubahan neoplastik. Struktur-struktur ini

dapat menjadi tempat penyebaran tumor ganas melalui aliran limfatik maupun hematogen

(Sama, 2004).

Tumor primer spine sangat jarang terjadi dengan insidens kurang dari 5 persen dari

keseluruhan tumor yang menyerang tulang. Kanker metastasis tulang belakang cukup sering

terjadi. Sekitar 40-80% orang yang meninggal akibat kanker ganas telah terjadi metastasis

pada tulang belakang (Sama, 2004).

Tumor medula spinalis primer diklasifikasikan sesuai lokasi tumor terhadap Dra dan

medula spinalis. Klasifikasi utama membedakan tumor ekstradural dan intradural. Tumor

intradural kemudian dibagi lagi menjadi ekstramedular dan intramedular(Lombardo, 2012).

Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumnavertebralis atau dari dalam

ruang ekstradural. Sembilan puluh persen tumor ekstradural bersifat ganas. Tumor

kolumnavertebralis yang paling umum adalah karsinoma metastasis. Neoplasma ekstradural

dalam ruangan ekstradural adalah karsinoma dan limfoma yang biasanya

bermetastasis(Lombardo, 2012).

Tumor ekstramedularintradural terletak diantaradura master dan medula spinalis.

Sebagian besar tumor di daerah ini merupakan neurofibroma atau meningioma jinak.

Tumor-tumor ini dapat menekan medula spinalis dan dapat diangkat dengan

pembedahan(Lombardo, 2012).

15

Page 16: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

Tumor intramedularintradural berasal dari dalam medula spinalis itu sendiri. Tumor

yang sama yang menyerang otak juga menyaerang medula spinalis. Tumor yang paling

sering ditemukan adalah ependimoma, disusul oleh astrositoma, glioblastoma, dan

oligodendroglioma(Lombardo, 2012).

Medula spinalis dapat menyesuaikan diri terhadap kompresi yang timbul perlahan-

lahan seperti pada meningioma dan neurofibroma, dengan hanya memperlihatkan sedikit

tanda dan gejala, khususnya pada stadium permulaan. Kompresi akut medula spinalis seperti

pada lesi metastasis yang cepat menyebabkan gangguan neurologik progresif dengan

simtomatologi yang sangat bergantung pada daerah yang terserang maupun lokasi lesi

dalam kolumnavertebralis(Lombardo, 2012).

Akibat organisasi anatomik dalam medula spinalis, maka kompresi lesi-lesi diluar

medula spinalis biasanya menimbulkan gejala di bawah tingkat lesi. Tingkat gangguan

sensorik naik secara berangsur-angsur bersama dengan meningkatnya kompresi, dan

melibatkan daerah yang lebih dalam. Lesi yang terletak jauh di dalam medula spinalis

mungkin tidak menyerang serabut-serabut yang terletak superfisial, dan hanya menimbulkan

disosiasi sensorik, yaitu sensasi nyeri dan suhu menjadi hilang, dan sensasi raba masih utuh.

Kompresi medula spinalis akan mengakibatkan ataksia karena mengganggu sensasi posisi

(Lombardo, 2012).

Gejala tersering dari tumor spine baik jinak maupun ganas adalah nyeri pada wilayah

yang terkena. Gejala neurologis yang terjadi adalah akibat dari penekanan terhadap medula

spinalis dan radiks. Derajat gangguan neurologis dapat bervariasi dari kelemahan ringan,

refleks yang meningkat maupun paraplegia. Hilangnya kontrol terhadap fungsi kandung

kemih dan usus besar adalah akibat kompresi langsung dario tumor atau merupakan akibat

dari efek massa dari suatu tumor di daerah sakrokoksigeal. Gejala sistemik atau

konstitusional jelas terlihat pada keganasan atau proses metastasis (Sama, 2004).

Sekitar 70% lesi simtomatik ditemukan pada daerah torakal, 20% daerah lumbal dan

10% daerah servikal. Lebih dari 50% pasien dengan metastasis tulang belakang mengalami

kelainan tulang dengan level yang multipel. Lesi primer metastasis tulang belakang dapat

berasal dari keganasan paru (31%), payudara (24%), saluran cerna (9%), prostat (8%),

limfoma (6%), melanoma (4%), tak diketahui (2%), lesi lain termasuk mieloma multipel

(13%), dan ginjal (1%) (Tse, 2004).

Prosedur diagnostik menyeluruh terhadap tulang sangat dibutuhkan pada kasus-

kasus yang dicurigai metastasis. Setiap pasien sebaiknya menjalani pemeriksaan klinis teliti,

foto toraks, dan foto seluruh tulang belakang. Pada foto polos dapat terdeteksi adanya erosi

16

Page 17: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

pedikel dan korpus vertebra, untuk kemudian dapat diperjelas dengan pemeriksaan MRI

dengan atau tanpa kontras dalam melakukan skrining terhadap keterlibatan jaringan lunak.

Bone scanning positif pada 60% kasus (Tse, 2004).

MRI adalah prosedur diagnostik pilihan dalam menegakkan diagnosis tumor medula

spinalis. Gambaran detail dari kanalisspinalis dan medula spinalis dalam potongan sagital,

aksial atau koronal telah menggeser prosedur diagnostik lain sebagai pilihan utama.

Radiografi vertebra dapat mendeteksi adanya pelebaran kanalisspinalis erosi aspek posterior

korpus vertebra akibat tumor ekstrameduler. Mielografi juga dapat membedakan tumor

intrameduler dan ekstrameduler. Denervasi unilateral akibat tumor dapat dideteksi dengan

ENMG. Malformasiarteriovenosa dapat dideteksi dengan angiografi selektif arteri spinalis.

Pungsi lumbal mulai ditinggalkan dengan adanya pemeriksaan lain seperti MRI.

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya blok spinal, perubahan/perbedaan tekanan dalam

kanalisspinalis. Pada blok spinal LCS xantokrom, dan kadar protein yang meningkat

(Gilroy, 2000).

Penatalaksanaan

Obat-obatan yang banyak digunakan sebagai terapi nyeri neuropati adalah anti

depresantrisiklik dan anti konvulsan karbamasepin.

Anti depresan

Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk terapi nyeri neuropati

adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin, maprotilin, desipramin.

Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu memodulasi transmisi dari

serotonin dannorepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik menghambat pengambilan kembali

serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor presineptik. Pen ngkatan konsentrasi

norepinefrin dicelah sinaptik menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang

akan mengurangi aktivitas adenilsiklasi. 

Anti konvulsan

Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang dimasukkan kedalam

satugolongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan kepekaan abnormal dari neuron

neuron di sistem saraf sentral. Seperti diketahui nyeri neuropati tim

ul karena adanyaaktifitas abnormal dari sistem saraf. Nyeri neuropati dipicu oleh

17

Page 18: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

hipereksitabilitas sistemsaraf sentral yang dapat menyebabkan nyeri spontan dan

paroksismal.

Gabapentin

Akhir-akhir ini, penggunaan gabapentin untuk nyeri neuropati cukup populer mengingat

efek yang cukup baik dengan efek samping minimal. Khusus mengenai gabapentin, telah

banyak  publikasi mengenai obat ini diantaranya untuk nyeri neuropati diabetika, nyeri

pasca herpes,nyeri neuropati sehubungan dengan infeksi HIV, nyeri neuropati sehubungan

dengan kanker dan nyeri neuropati deafferentasi. Gabapentin cukup efektif dalam

mengurangi intensitasnyeri pada nyeri neuropati yang disebabkan oleh neuropati diabetik,

neuralgia pasca herpes,sklerosis multipel dan lainnya. Dalochio, Nicholson mengatakan

bahwa gabapentin dapatdigunakan sebagai terapi berbagai jenis neuropati sesuai denngan

kemampuan gabapentinyang dapat masuk kedalam sel untuk berinteraksi dengan reseptor

α2β yang merupakansubunit dari Ca2+-channel.

Medikamentosa

Pasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukanobservasi tanda

tanda vital.Ventilator harus disiapkan disamping pasien sebabparalisa yang terjadi dapat

mengenai otot otot pernapasan dalam waktu 24 jam.Ketidakstabilan tekanan darah juga

mungkin terjadi. Obat obat anti hipertensi danvasoaktive juga harus disiapkan .Pasien

dengan progresivitas yang lambat dapathanya diobservasi tanpa diberikan

medikamentosa.Pasien dengan progresivitascepat dapat diberikan obat obatan berupa

steroid.

 Namun ada pihak yangmengatakan bahwa pemberian steroid ini tidak memberikan hasil

apapun juga.Steroid tidak dapat memperpendek lamanya penyakit, mengurangi paralisa

yangterjadi maupun mempercepat penyembuhan.

Plasma exchange therapy

(PE) telah dibuktikan dapat memperpendek lamanyaparalisa dan mepercepat terjadinya

penyembuhan. Waktu yang paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu

setelah munculnya gejala. Regimenstandard terdiri dari 5 sesi ( 40 – 50 ml / kg BB) dengan

saline dan albuminesebagai penggantinya. Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik

berat danseptikemia adalah kontraindikasi dari PE .

18

Page 19: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

 Intravenous inffusion of human Immunoglobulin

( IVIg ) dapat menetralisasiautoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto

antibodi tersebut.IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian

menetralisirantigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak

terbentuk.Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengandosis

0,4 g / kg BB / hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan denganIVIg tidak

memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanyamemberikan PE atau IVIg.

Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan

fleksibilitas otot setelah paralisa.Heparin dosisrendah dapat diberikan unutk mencegah

terjadinya trombosis .Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan

secara umumbersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh

sendiri,perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejalasisa)

cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapikhusus adalah

mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhanmelalui sistem imunitas

(imunoterapi).

 1.Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroidtidak mempunyai

nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

2.Plasmaparesis

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkanfaktor autoantibodi yang

beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGBmemperlihatkan hasil yang baik, berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat,penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama

perawatan yanglebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250

ml plasma/kgBB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat

awalonset gejala (minggu pertama). 

3.Pengobatan imunosupresan:

a.Imunoglobulin IV

Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkandibandingkan

plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebihringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg

19

Page 20: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

BB/hari selama 3 hari dilanjutkandengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari

sampai sembuh.b.

 

Obat sitotoksik

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah: 

6 merkaptopurin (6-MP)

azathioprine

cyclophosphamid

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakitkepala.

20

Page 21: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

BAB III

KESIMPULAN

Pada pasien skenario 3 blok Sistem Saraf, pasien diduga menderita Guillain Barre

Syndrome. Hal ini berdasarkan keluhan pasien yaitu 3 hari sebelum masuk rumah sakit

mengeluh kedua tungkainya terasa kesemutaan kemudian terasa lemah sehingga kesulitan

untuk menaiki tangga. Kelemahan yang dialami menjalar dari bawah ke atas. Dokter yang

memeriksa mengatakan bahwa dari hasil pemeriksaan reflex di tungkai dan lengan hasilnya

menurun. Setelah 2 hari perawatan ia berkeringat banyak dan berdebar – debar dan dipindah

ke ruang ICU karena dokter jaga mengatakan ada tanda – tanda gagal nafas.

21

Page 22: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

BAB IV

SARAN

1. Saran Terkait Skenario

Pasien diduga mengalami penyakit asma yang baru muncul saat berusia 50 tahun.

Seorang dokter klinisi harus mampu melakukan diagnosis terarah untuk menghindari

kesalahan pemberian terapi. Selain itu dokter klinisi juga hendaknya berkompetensi

dalam memberikan terapi saat pasien dalam kondisi status asmatikus, maupun

memberikan edukasi sehingga pasien dalam keadaan asma terkontrol.

2. Saran Terkait Kegiatan Tutorial

a. Mahasiswa harus mencari bahan yang lebih mendalam dan berasal dari sumber yang

terpercaya.

b. Mahasiswa harus lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi tutorial.

c. Tutor diharapkan paham kasus dari skenario dan mengikuti jalannya diskusi agar

dapat memberikan umpan balik yang membangun dan mengaarahkan mahasiswa

apabila diskusi melenceng dari topic.

22

Page 23: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

DAFTAR PUSTAKA

Corwin EJ. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, p. 437-8.

Fauci AS, etal. 2008. Harrison’sPrinciples of Internal Medicine. 17th Edition. McGraw-

HillCompanies: United States of America

Gilroy J., 2000., BasicNeurology ,3th Ed. McGraw-HillInc, New York.

Guyton, A.C., dan Hall, J.E., 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku

Kedokteran EGC:Jakarta

Lombardo MC. 2012. Tumor Sistem Saraf Pusat dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit Volume 2. Edisi 6. EGC: Jakarta

Lumbantobing S.M. 2013. Neurologi Klinik : Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :

Badan Penerbit FKUI

Lynn S. B, Peter.G.S; alih bahasa, dr Andry Hartono. 2009. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik

dan Riwayat Kesehatan Bates Edisi 8. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Menkes JH, Sarnat HB, Moser FG. 2000. Child Neurology 6th Ed. London :Williams &

Wilkins,

Munandar A. Laporan Kasus Sindroma Guillan-Barre dan Tifus Abdominalis.Unit

Neurologi RS Husada Jakarta. Available from : URL

:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14SindormGuillainBarre93.pdf/

14SindormGuillainBarre93.html. diakses tanggal 5 Desember 2013.

Price, Sylvia Anderson and Wilson, Lorraine McCarty; alih bahasa, Hartanto, Huriawati.

2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol.2 Ed.6. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sama A.A., 2004, eMedicineJournal, SpinalTumors.

Tse V., 2004, eMedicineJournal, MetastaticDiseasetotheSpineandRelatedStructures.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem.Jakarta;EGCFerrer,et al., 2002.

Interpretation of quality of life scores from the St George’s Respiratory Questionnaire.

23

Page 24: Guillain Bare Syndrome-laporan Tutorial

Eur Respir J 19, 405- 413 UK. ERS Jounarls.

http://erj.ersjournals.com/content/19/3/405.full. Diperoleh tanggal 31 Maret 2011.

S Kuwabara. 2004. Guillain-Barré syndrome: epidemiology, pathophysiology and

management. From :http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15018590. diakses tanggal

5 Desember 2013

Victor Maurice, Ropper Allan H. Adams and Victor’s Principle of neurology 7th edition.

USA: the McGraw-Hill Companies; 2001. P.1380-1387

Zeltzer L. The use of topical analgesics in the treatment of neuropathic pain:mechanism of

action, clinical efficacy, and psychologic correlates. Available from: URL:

http://www.medscape.com. Diakses tanggal 5 Desember 2013

24