hi per sensitivit as
DESCRIPTION
hipersensitivitasTRANSCRIPT
Nama : Isrina BasmalahNRP : 1320221151Departemen : Kulit dan Kelamin RS Tingkat II AK Gani PalembangTugas : Journal Reading Pembimbing : Letkol CKM dr. IGP Yuliartha SpKK dan dr. RA Lucia Devianty SpKK
Caren G. Solomon, M.D., M.P.H., Editor
Sengatan Hymenoptera- Hipersensitivitas
Thomas B. Casale, M.D., and A. Wesley Burks, M.D.
Seorang wanita usia 24 tahun melaporkan bahwa "lebah" telah menyengat
bibir atasnya saat ia meminum sekaleng soda saat piknik. Dalam 5 menit, bibirnya
membengkak, dan suara menjadi serak, pusing dan kesulitan menelan. Timbul
kemerahan yang menyebar dan urtikaria. Ia dibawa ke gawat darurat daerah dan
menerima epinefrin intramuskular dan antihistamin H1 intravena. Gejala teratasi,
dan setelah 3 jam observasi ia dipulangkan dengan epinefrin auto injeksi.
Bagaimana seharusnya kasus tersebut dikelola mulai dari saat ini?
MASALAH KLINIK
Walaupun anafilaksis karena gigitan serangga dilaporkan terjadi pada sebagian
kecil kasus, sengatan serangga yang termasuk dalam ordo hymenoptera
merupakan penyebab paling penting dalam kasus reaksi alergi sistemik. Sengatan
serangga Hymenoptera menyebabkan reaksi alergi umumnya terdiri dari tiga
family: Apidae (honeybees and bumblebees), Vespidae (hornets, wasps, and
yellow jackets), and Formicidae (fire ants) (Tabel 1 dan Gambar. 1).
Alat sengatan hymenoptera adalah modifikasi ovipositor (tidak lagi
digunakan untuk bertelur) sehingga hanya serangga betina yang dapat menyengat.
Walaupun racun dari sengatan dapat digunakan untuk membunuh dan menangkap
mangsa, namun sebagian besar serangga menggunakannya untuk
mempertahankan diri dan sarangnya. Hymenoptera menyuntikkan racun antara 50
ng (fire ants) – 50 ng (bees) pada setiap sengatan. Racun hymenoptera
mengandung ami vasoaktif, termasuk histamin dan dopamin, serta norepinefrin
1
dan kinin, yang menyebabkan nyeri, bengkak eritematosa dan gatal pada lokasi
sengatan.
Alergen utama yang menyebabkan reaksi sistemik pada orang dengan
alergi adalah enzim protein (fosfolipase, hialuronidase, dan asam fosfatase) .
Racun dari semut api (fire ants) mengandung sedikit protein tetapi banyak
mengandung alkaloid toksik, yang dapat menyebabkan timbulnya vesikel khas
(Gambar. 2). Karakteristik molekuler racun dari tiga famili Hymenoptera cukup
berbeda sehingga reaktivitas silang antigen rendah. Dalam famili (misalnya,
vespidae), terdapat reaksi silang yang cukup substansial namun, untuk reaksi
alergi honeybese dan bumblebee sangat jarang.
Pada orang yang telah tersensitisasi, sengatan racun yang terinjeksi dapat
menyebabkan terbentuknya ikatan dengan IgE spesifik racun pada sel mast,
dengan afinitas ikatan silang yang tinggi reseptor IgE akan menyebabkan
pelepasan mediator sel mast seperti histamin, leukotrin, prostaglandin dan platelet
activating factor. Mediator sel mast yang dilepaskan dapat menyebabkan
berbagai reaksi alergi mulai dari reaksi lokal (mempengaruhi [>10 cm] dari keci
atau besar) . Atau urtikaria hingga anafilaksis bahkan kematian. Pasien dengan
reaksi lokal besar biasanya tidak memiliki reaksi sistemik untuk sengatan
selanjutnya (dapat terjadi reaksi sistemik pada <10% pasien). Tidak juga pada
anak-anak dengan sedikit urtikaria. Namun, reaksi sistemik sebelumnya pada
pasien dengan IgE spesifik racun berhubungan dengan risiko tinggi reaksi
sistemik pada sengatan selanjutnya yang mungkin dapat terjadi pada 30-60%
pasien.
2
Kata Kunci Klinis
Hipersensitivitas Terhadap Sengatan Hymenoptera
Sengatan serangga dari ordo hymenoptera merupakan penyebab penting dari
reaksi alergi sistemik
Pada orang yang telah tersensitisasi, injeksi racun hymenoptera berikatan
dengan IgE spesifik racun pada sel mast, selanjutnya terjadi aktivasi mediator
sel mast yang menyebabkan reaksi alerg muali dari reaksi lokal atau urtikaria
kemudian anafilaksis bahkan kematian
Reaksi alergi sistemik akut biasanya terjadi sangat cepat setelah sengatan
hymenoptera, tapi mungkin akan tertunda dalam beberapa jam atau bifasik
Pengobatan reaksi anafilaksis akibat sengatan hymenoptera (untuk anafilaksis
karena penyebab lain) adalah dengan diberikan epinefrin intramuskular secara
cepat
Pasien yang telah mengalami reaksi sistemik akibat sengatan serangga harus
dirujuk ke allergist-immunologist untuk dilakukan tes IgE spesifik racun
Imunoterapi subkutan harus dipertimbangkan secara rutin pada pasien yang
telah memiliki reaksi alergi sistemik terhadap serang serangga dan memiliki
hasil tes positif terhadap IgE spesifik racun
Anafilaksis akibat sengatan hymenoptera menyebabkan 40 kematian
pertahun di US. Meskipun jumlah ini tidak meyakinkan. Reaksi alergi sistemik
yang parah terjadi pada 0,4-0,8% anak-anak dan pada 3,0% orang dewasa.
Walaupun honeybees lebih jinak dari pada yellow jacket. Sengatan honeybees
lebih cenderung menyebabkan reaksi alergi sistemik. Racun dari Africanized
honeybees tidak berbeda jauh dengan honeybees lainnya, akan tetapi Africanized
honeybees ini cenderung menyerang secara berkelompok dan mengancam jiwa.
Reaksi toksik yang fatal dapat terjadi jika ratusan honeybees menyerang. Pada
kasus yang jarang mekanisme lambat yang tidak diketahui mekanismenya akibat
sengatan dapat menimbulkan gejala seperti ensefalitis, neuropati kranial dan
perifer, glomerulonefritis, miokarditis dan sindrom guillain barre.
3
STRATEGI DAN PEMBUKTIAN
Penanganan Cepat
Penanganan cepat terhadap sengatan hymenoptera tergantung pada
manifestasi klinik yang terjadi. Pengobatan lokasi sengatan baik reaksi lokal
ataupun sistemik akan dijelaskan dibawah ini.
Reaksi Lokal
Sebagian besar sengatan hymenoptera menyebabkan nyeri akut dan
pembengkakan lokal yang sementara. Reaksi lokal ini biasanya tidak memerlukan
pengobatan selain terapi simptomatik dengan kompres dingin atau es, obat
analgesik, antihistamin H1 oral atau glukokortikoid topikal krim atau salep untuk
mengurangi pruritus dan nyeri lokal maupun bengkak. Honeybees (bukan sejenis
bumblebees) seringkali menyengat. Dan ini dapat dibuang dengan cara menggores
dengan kuku atau memakai kartu kredit. Namun, bila sengatan tersebut akan
dibuang dalam waktu 20-30 detik, kantung racunnya biasanya kosong.
Peradangan lokal yang intensif dari serangan menyebabkan munculnya garis
limfangitis pada 24-48 jam pertama. Namun manifestasi ini tidak boleh keliru
dengan selulitis.
Reaksi lokal yang luas biasanya tidak berbahaya, kecuali pada bagian
wajah dan saluran pernafasan, yang mungkin terjadi sengatan tersebut pada bagian
lidah atau faring. Jika reaksi lokal sangat luas dan bercampur. Hasil peradangan
pada masalah substansial, pengalaman klinis menunjukan bahwa glukokortikoid
oral mungkin dapat membantu.
Infeksi pada tempat sengatan sangat jarang terjadi (terutama pada 2 hari
pertama) dan pemberian agen antibiotik tidak di indikasikan. Pada kasus
honeybees timbulnya pseudopustula steril dari hari pertama sampai hari kedua
setelah sengatan. Vesikel harus selalu terjaga kebersihannya sehingga
memperkecil risiko infeksi sekunder.
4
Reaksi Sistemik
Reaksi sistemik akut biasanya terjadi sangat cepat setelah sengatan
hymenoptera tapi dapat ditunda dalam beberapa jam atau menjadi bifasik. Reaksi
bifasik terjadi kurang dari 20% episode, reaksi ini didefinisikan sebagai reaksi
awal yang diikuti berulangnya gejala (biasanya <8 jam) setelah episode resolusi
pertama. Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya risiko keparahan reaksi
termasuk yang tersengat honeybees (Risiko lebih besar dibandingkan dengan
hymenoptera lainnya). Terganggunya sel mast yang merupakan dasar dari
tingginya level serum triptase pada permulaan. Beratnya reaksi sebelumnya,
5
adanya riwayat penyakit jantung dan riwayat pengobatan dengan beta bloker,
angiotensin-converting-enzyme inhibitor (ACEI) atau keduanya. Beta bloker
berpotensi sebagai inotropik negatif dan efek kronotropik mediator sel mast dan
penghambat beta agonis, efek efineprin digunakan untuk mengobati reaksi
anafilaksis. ACE inhibitor mencegah pemecahan neuropeptida dan bradikinin,
yang dilepaskan sebagai akibat dari degranulasi sel mast. Anafilaksis dapat
menimbulkan tanda dan gejala yang berpengaruh terhadap beberapa sistem organ,
termasuk kulit, saluran gastrointenstinal, sistem kardiovaskular, sistem saraf dan
kedua saluran pernapasan bagian atas dan bawah (Tabel 2). Keutamaan dari
anafilaksis adalah dapat berkembang terus menjadi hipotensi atau bahkan
melibatkan beberapa organ.
Secara keseluruhan, semakin cepat timbulnya gejala anafilaksis, akan
menimbulkan reaksi yang lebih parah. Kematian akibat anafilaksis terjadi karena
adanya sumbatan jalan nafas dan kolaps sistem kardiovaskular.
Pengobatan hymenoptera karena reaksi anafilaksis adalah sama seperti
pengobatan anafilaksis yang disebabkan oleh pemicu lain dan tergantung dari
manifestasi reaksi. Adanya gejala awal reaksi anafilaksis baik pasien ataupun
pendamping harus diberikan injeksi epinefrin. Jika tersedia, suntikan secara
intramuskular juga diberikan kedalam otot paha pada pertengahan anterolateral,
dan pasien harus dibawa segera ke gawat darurat. Dosis epinefrin adalah 0.01
mg/KgBB dalam 1 : 1000 ( 1 mg/ml) solusi. Dengan dosis maksimal 0,5 mg pada
orang dewasa dan 0.3 mg pada anak. Tidak ada kontraindikasi penggunaan
epinefrin dalam pengobatan anafilaksis, termasuk pasien dengan riwayat pra
penyakit kardiovaskular, hipertensi, riwayat penggunaan beta bloker. Penundaan
pengobatan dapat berkaitan dengan timbulnya reaksi yang lebih parah dengan
risiko terjadinya kematian.
Pemberian epinefrin harus diulang (pada inteval 5-15 menit) Jika pasien
memiliki gejala persisten atau refrakter atau kambuhan. Kebanyakan pasien
memerlukan hanya satu atau dua dosis. Pada anak-anak, kulit yang mengalami
reaksi urtikaria difus bukan merupakan indikasi anafilaksis, dengan tidak adanya
manifestasi klinik lainnya dari reaksi anafilaksis, biasanya tidak memerlukan
6
epinefrin. Pengobatan dengan antihistamin H1 dengan epinefrin intramuskular
dianjurkan dalam konteks ini dan sebagai terapi tambahan untuk pasien.
Pengobatan anafilaksis di departemen kedaruratan sebaiknya mencakup
epinefrin untuk pasien yang memiliki lebih dari gejala kulit. Pemberian epinefrin
juga harus dipertimbangkan pada orang dewasa dengan urtikaria saja.
Antihistamin H1 dapat meredakan tanda-tanda dan gejala kulit. Untuk gejala
pernafasan, diberikan tambahan oksigen dan beta 2 agonis inhalasi harus
diberikan pada pasien dengan hipotensi. Resusitasi volume diindikasikan, 1-2 liter
dalam 0,9% (isotonik) saline melalui infus dengan cepat (misalnya, dosis 5-10
ml/kg pada 5-10 menit pertama untuk orang dewasa, dan 10 ml/kg anak).
Penggunaan glukokortikoid juga sering digunakan, walaupun kurangnya bukti
yang mendukung efektivitasnya pada pasien dengan hipotensi. Pasien yang telah
menerima epinefrin dan memiliki gejala resolusi harus diamati sedikitnya 2 jam
untuk kemungkinan kambuh. Jalan keluarnya harus diberikan petunjuk tentang
kemungkinan adanya fase akhir dari reaksi alergi.
TERAPI JANGKA PANJANG
Menghindari Paparan
Merupakan suatu kebijaksanaan bagi seseorang yang memiliki riwayat
reaksi alergi sistemik untuk menghindari daerah-daerah yang terbuka (misalnya
pekarangan, kebun, kontainer sampah, dan area outdooor dengan makanan dan
minuman yang tidak ditutup), menahan diri untuk tidak berjalan kaki tanpa alas
keluar rumah atau mengenakan sandal, memakai baju lengan panjang, celana
panjang, penutup kepala, dan sarung tangan ketika bekerja diluar. Semua pasien
yang telah mengalami reaksi alergi sistemik akibat sengatan serangga yang
dengan frekuensi yang berulang, paparan tidak dapat dihindari dari sengatan
serangga (misalnya seorang peternak lebah) harus menerima resep epinefrin
autoinjeksi (Auvi-Q, tersedia dalam dosis 0,15 mg dan 0,3 mg Sanofi; EpiPen,
tersedia dalam dosis 0,3 mg dan EpiPen Jr tersedia dala, dosis 0,15 mg, khusus
Mylan atau Adrenaclick tersedia dalam dosis 0,3 mg dan Amedra Farmasi 0,15
mg).
7
Gambar 1. Hymenoptera
Pada gambar diatas menunjukan jenis serangga penyengat
dari tiga famili hymenoptera terdiri dari Apidae, Vespidae
dan formicidae. Gambar A menunjukan honeybee (famili
Apidae) pembuat madu. Gambar B sengatan honeybee yang
mengeluarkan racun. Gambar C menunjukan sarang tawon
kertas (paper wasp) (famili vespidae), yang sering
ditemukan dibawah atap rumah, gambar D menunjukan
penutup paper wasp. Gambar E menunjukan yellow jacket
(famili vespidae) disarang tanah, dan gambar F menunjukan
penutup yellow jacket, gambar G menunjukan semut api
(famili formicidae). Foto milik dr. Jeffrey Demain
8
Pasien (atau untuk anak-anak, pengasuh meraka) harus diintrusikan untuk
membawa auto-injeksi setiap kali ada peluang tersengat serangga. Dan mereka
harus di didik tentang bagaimana dan kapan penggunaan auto-injeksi dilakukan.
Gambar 2. Biasanya muncul pseudopustul akibat
dari sengatan semut api. Gambar A menunjukan
pustul semu pada kaki anak, dan gambar B
menunjukan pustul semu pada tangan orang
dewasa. Foto milik Dr. Jeffry Demain
Pada beberapa kasus, pengobatan untuk reaksi anafilaksis membutuhkan
lebih dari satu injeksi. Oleh karena itu, pemberian resep lebih dari satu auto-
injeksi harus dipertimbangkan. Pasien yang memiliki risiko relatif rendah
terjadinya reaksi anafilaksis adalah mereka yang memiliki riwayat reaksi alergi
lokal yang luas atau kulit strictly. Pasien yang menerima perawatan venom
immunotherapy, dan mereka yang mendapatkan perawatan venom immunotherapy
lengkap lebih dari 5 tahun, memiliki risiko lebih rendah mengalami reaksi
9
anafilaksis, keputusan memperoleh epinefrin auto-injeksi dapat dilakukan pada
setiap individu. Setelah diskusi antara dokter dengan pasien.
Evaluasi
Pasien dengan reaksi sistemik karena sengatan serangga harus dirujuk ke
bagian allergist-imunologi untuk dilakukan skin test dan tes IgE spesifik racun
secara in vitro. Setelah didapatkan hasil positif dapat diberikan imunoterapi
subkutan (lihat dibawah). Reaksi lokal yang luas tanpa adanya reaksi sistemik
umumnya tidak di indikasikan untuk dilakukan tes seperti diatas. Kecuali adanya
paparan yang berulang atau paparan yang tidak dapat dihindarkan.
Ekstraks yang tersedia dalam skin test meliputi racun dari honeybees,
yellow jackets, white faced hornet (juga disebut balled faced hornet, yellow hornet
dan waps (tawon). Untuk fire ants (semut api), ekstraks racun tidak tersedia
dipasaran, tetapi ekstraks seluruh tubuh ini bila pasien memiliki respon negatif
terhadap skin test yang dilakukan. Namun, adanya riwayat anafilaksis akibat
sengatan serangga, tes in vitro antibodi IgE atau pengulangan skin test harus
dipertimbangkan lagi sebelum mengesampingkan pemberian imunoterapi,
terutama jika reaksi sistemik pasien berupa sumbatan jalan nafas atas dan
hipotensi.
Skin test yang negatif palsu atau tes serum IgE spesifik racun dapat terjadi
dalam beberapa minggu pertama setelah reaksi sistemik karena sengatan serangga.
Pasien dengan tes awal negatif harus di tes ulang setelah 6 minggu. Menunggu 6
minggu untuk dilakukan tes pertama tidak dianjurkan. Karena beberapa pasien
mungkin memerlukan imunoterapi segara dengan alasan keamanan. Sangat
mungkin bagi pasien dengan skin test negatif memiliki serangan reaksi sistemik.
Selanjutnya, beberapa kasus reaksi anafilaksis akibat sengatan serangga mungkin
didapatkan non IgE-mediated atau mungkin timbul matositosis subklinik
(indolent). Para ahli merekomendasikan bahwa pasien dengan reaksi sistemik
berat karena sengatan serangga menjalani pemeriksaan kerusakan sel mast yang
terdiri dari pengukuran level serum triptase, dan pada beberapa kasus dilakukan
pemeriksaan biopsi sumsum tulang.
10
Di Amerika serikat, mencegah tersengat serangga bukan merupakan
bagian dari manajemen standar hipersensitivitas sengatan serangga. Mencegah
sengatan dapat mengakibatkan reaksi sistemik, menjadi pencegahan negatif yang
tidak menghalangi reaksi sistemik selanjutnya.
Imunoterapi
Imunoterapi subkutan harus dipertimbangkan pada semua pasien yang
memiliki riwayat reaksi alergi sistemik terhadap sengatan serangga dan yang
memiliki hasil skin test positif (Tabel 3) atau hasil positif pada tes in vitro antibodi
IgE spesifik racun. Berkenaan dengan orang dewasa yang memiliki reaksi kulit,
tidak ada konsensus mengenai penggunaan venom immmunotherapy. Meskipun
satuan tugas gabungan dari American Academy of Allergy, Asthma, dan
Immunology dan The American Collegeof Allergy, Asthma, dan Immunology
umumnya merekomendasikan terapi ini. Anak-anak usia 16 tahun atau lebih muda
dengan riwayat reaksi sistemik kulit karena sengatan serangga memiliki risiko
sangat rendah pada reaksi selanjutnya dan tidak memerlukan venom
immunotherapy.
Venom immunotherapy umumnya tidak diperlukan untuk pasien yang
hanya memiliki reaksi lokal yang luas, karena risiko reaksi sistemik pada serangan
berikutnya relatif lebih rendah. Namun pasien dengan paparan yang berulang atau
sering (misalnya peternak lebah) mendapatkan manfaat dari venom
immunotherapy ini, reaksi lokal akan berkurang dari ukuran dan durasi.
Uji coba imunoterapi subkutan terkontrol telah menunjukan penurunan
yang signifikan < 5% terhadap risiko sengatan serangga yang menimbulkan reaksi
sistemik selanjutnya. Pada kasus dimana pasien memiliki reaksi sistemik
selanjutnya karena sengatan walaupun diberikan imunoterapi. Reaksi ini
umumnya dingin dibandingkan dengan reaksi sebelum diberikan venom
immunotherapy. Ekstraka venom dari honeybees, yellow jacket,white faced hornet
dan tawon tersedia untuk imunoterapi. Sebagaimana adanya ekstraks semut api
diseluruh tubuh. Di Amerika Serikat ekstraks yang biasa digunakan untuk terapi
adalah campuran vespid-venom preparation (100 mg setiap venom dari yellow
jacket, yellow hornet, white faced hornet).
11
Lamanya venom immunotherapy seharusnya dapat bertahan 3-5 tahun.
Sekitar 80-90% pada pasien yang menjalani imunoterapi selama 3-5 tahun tidak
memiliki reaksi sistemik karena sengatan serangga dikemudian hari. Penelitian
telah menunjukan bahwa pengobatan selama 5 tahun terkait dengan penekanan
sensitivitas alergi yang lebih besar dan risiko kekambuhan yang lebih rendah
dibandingkan dengan pengobatan selama 3 tahun. Terdapat cara yang dapat
diandalkan bagi orang yang mengalami kekambuhan setelah berhenti diberikan
venom immunotherapy. Namun, risiko kekambuhan akan lebih tinggi terhadap
pasien dengan riwayat anafilaksis berat disertai syok atau penurunan kesadaran
dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki riwayat tersebut diatas. Pada
pasien yang berisiko tinggi, pemberian venom immunotherapy dapat diteruskan
tanpa batas waktu, meskipun penghematan biaya terbatas pada terapi belum jelas.
Tabel 2. Fitur Klinis Anafilaksis
Sistem Organ Tanda dan gejala
Sistem Saraf Merasa akan meninggal, lemas,
sakut kepala, pusing, merasa
terampas
Mata, Hidung, dan Mulut Pruritus, angioedema, rhinitis,
lakrimasi, rasa logam
Sistem Respirasi Suara serak, sulit menelan, asma,
asfiksia, dan sianosis
Sistem Cardiovaskular Takikardi, aritmia, hipotensi,
infark miokard dan serangan
jantung
Sistem Gastrointestinal Mual, muntah, sakit perut, kram
dan diare
Sistem Kutaneus Pruritus, urtikaria, angioedema
12
Tabel 3. Kriteria Skin Tes Positif
Venom atau ekstrak Hasil menunjukan IgE Antibodi
Spesifik
Venom dari honeybee, yellow
jacket, white faced hornet, yellow
hornet atau wasp
Skin tes intradermal positif ≤1.0
ug/ml
Ekstrak seluruh tubuh dari
semut api
Prick tes positif ≤1: 100 wt/vol
atau skin tes intradermal positif
≤1: 1000 wt/vol
Rekomendasi untuk imunoterapi dengan ekstrak diseluruh tubuh yang
berasal dari semut merah (fire ants) umumnya sama dengan imunoterapi dengan
ekstraks venom. Namun, terdapat data yang kurang dalam mengetahui durasi
imunoterapi semut merah (fire ants). Data survey menunjukan bahwa terapi
umumnya diteruskan selama 3-5 tahun. Beberap dokter menghentikan terapi
ketika hasil skin test dan tes in vitro negatif.
AREA KETIDAKPASTIAN
Penelitian diperlukan unruk meningkatkan identifikasi pasien yang
berisiko mengalami kekambuhan setelah penghentian venom atau ektrak
imunotherapy untuk lebih memahani mana pasien yang mungkin akan mendapat
manfaat dari pengobatan yang sedang berlangsung. Pedoman saat ini digunakan
untuk uji coba alergi terhadap racun dengan riwayat reaksi sistemik. Namun,
setengah angka kematian akibat sengatan serangga terjadi pada sengatan pertama.
Peneliti diperlukan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami reaksi
sebelum salah satu terjadi
Tabel 4. Jenis Reaksi Menyengat dan Rekomendasi Menejemen Selanjutnya
13
Reaksi Rekomendasi
Anak-anakRemaja dan deasa
Reaksi
lokal luas
Pemeriksaan lebih lanjut tidak
direkomendasikan rutin
Pemeriksaan lebih
lanjut tidak
direkomendasikan
rutin
Reaksi
kulit
sistemik
Peemriksaan lebih lanjut tidak
direkomendasikan
Tes diagnosis dan
imunoterapi
Anafilaksis Tes diagnosis dan imunoterapi Tes diagnosis dan
imunoterapi
PEDOMAN
Pada tahun 2011, satuan tugas bersama parameter praktisi, mewakili
American Academy of Allergy, Ashtma, Immunology, American College of
Allergy, Ashtma, dan Immunology dan the Joint Council of Allergy, Asthma, dan
Immunology menerbitkan pedoman pembaharuan mengenai pengobatan yang
dianjurkan untuk hipersenitivitas sengatan serangga. Rekomendasi dalam artikel
ini umumnya konsisten dengan panduan ini (Tabel 4) 2011.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada pasien dengan alergi hymenoptera, seperti pada pasien yang
dijelaskan dalam sketsa, venom immunotherapy adalah standar pengobatan dan
dapat mencegah reaksi anafilaksis yang mengancam jiwa. Epinefrin adalah obat
andalan untuk pasien yang memiliki reaksi hymenoptera yang parah akibat
sengatan serangga. Pasien dengan riwayat reaksi alergi sistemik harus diintrusikan
mengenai kebutuhan untuk membawa epinefrin auto-injeksi dan menggunakannya
sesuai kebutuhan, termasuk mungkin dibutuhkan lebih dari satu injeksi epinefrin
per reaksi.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Freeman TM. Hypersensitivity to Hymenoptera stings. N Engl J Med 2004;351:
1978-84.
2. Hoffman DR, Dove DE, Jacobson RS. Allergens in Hymenoptera venom. XX.
Isolation of four allergens from imported fire ant (Solenopsis invicta) venom. J
Allergy Clin Immunol 1988;82:818-27.
3. Hoffman DR, Jacobson RS. Allergens in hymenoptera venom XII: how much
protein is in a sting? Ann Allergy 1984; 52:276-8.
4. Hoffman DR. Hymenoptera venoms: composition, standardization, stability. In:
Levine MI, Lockey RF, eds. Monograph on insect allergy. 4th ed. Milwaukee:
American Academy of Allergy Asthma and Immunology, 2003:37-53.
5. King TP, Spangfort MD. Structure and biology of stinging insect venom
allergens. Int Arch Allergy Immunol 2000; 123:99-106.
6. Golden DBK. Insect allergy. In: Adkinson NF, Busse WW, Bochner BS, et al.,
eds. Middleton’s allergy: principles and practice. 7th ed. Philadelphia: Elsevier,
2009:1005-17.
7. Golden DB, Moffitt, JE, Nicklas RA, et al. Stinging insect hypersensitivity: a
practice parameter update 2011. J Allergy Cli Immunol 2011;127(4):852.e23-
854.e23.
8. van der Linden PW, Hack CE, Struyvenberg A, van der Zwan JK. Insect-sting
challenge in 324 subjects with a previous anaphylactic reaction: current criteria
for insect-venom hypersensitivity do not predict the occurrence and the severity of
anaphylaxis. J Allergy Clin Immunol 1994;94:151-9.
9. Brown SG, Wiese MD, Blackman KE, Heddle RJ. Ant venom immunotherapy:
a double-blind, placebo-controlled, crossover trial. Lancet 2003;361:1001-6.
10. Franken HH, Dubois AE, Minkema HJ, van der Heide S, de Monchy JG. Lack
of reproducibility of a single negative sting challenge response in the assessment
of anaphylactic risk in patients with suspected yellow jacket hypersensitivity. J
Allergy Clin Immunol 1994;93:431-6.
11. Reisman RE. Natural history of insect sting allergy: relationship of severity of
15
symptoms of initial sting anaphylaxis to re-sting reactions. J Allergy Clin
Immunol 1992;90:335-9.
12. Bilò BM, Bonifazi F. Epidemiology of insect-venom anaphylaxis. Curr Opin
Allergy Clin Immunol 2008;8:330-7.
13. Golden DB, Marsh DG, Kagey-Sobotka A, et al. Epidemiology of insect
venom sensitivity. JAMA 1989;262:240-4.
14. Settipane GA, Boyd GK. Prevalence of bee sting allergy in 4,992 Boy Scouts.
Acta Allergol 1970;25:286-91.
15. Settipane GA, Newstead GJ, Boyd GK. Frequency of Hymenoptera allergy in
an atopic and normal population. J Allergy Clin Immunol 1972;50:146-50.
16. Light WC, Reisman RE, Shimizu M, Arbesman CE. Unusual reactions
following insect stings: clinical features and immunologic analysis. J Allergy Clin
Immunol 1977;59:391-7.
17. Schumacher MJ, Tveten MS, Egen NB. Rate and quantity of delivery of
venom from honeybee stings. J Allergy Clin Immunol 1994;93:831-5.
18. Ellis AK, Day JH. Incidence and characteristics of biphasic anaphylaxis: a
prospective evaluation of 103 patients. Ann Allergy Asthma Immunol
2007;98:64-9.
19. Lieberman P. Biphasic anaphylactic reactions. Ann Allergy Asthma Immunol
2005;95:217-26.
20. Bilò MB, Bonifazi F. The natural history and epidemiology of insect venom
allergy: clinical implications. Clin Exp Allergy\ 2009;39:1467-76.
21. Simons FE, Ardusso LR, Bilò MB, et al. World Allergy Organization
guideline for the assessment and management of anaphylaxis. World Allergy
Organ J 2011; 4:13-37.
22. Korenblat P, Lundie MJ, Dankner R, Day JH. A retrospective study of the
administration of epinephrine for anaphylaxis: how many doses are needed?
Allergy Asthma Proc 1999;20:383-6.
23. Ru.ff F, Przybilla B, Müller U, Mosbech H. The sting challenge test in
Hymenoptera venom allergy. Allergy 1996;51: 216-25.
24. Golden DBK, Breisch NL, Hamilton RG, et al. Clinical and entomological
factors influence the outcome of sting challenge studies. J Allergy Clin Immunol
16
2006;117:670-5.
25. Reisman RE. Insect sting allergy: the dilemma of the negative skin test
reactor. J Allergy Clin Immunol 2001;107:781-2.
26. Goldberg A, Confino-Cohen R. Timing of venom skin tests and IgE
determinations after insect sting anaphylaxis J Allergy Clin Immunol
1997;100:182-4.
27. Golden DBK, Kagey-Sobotka A, Norman PS, Hamilton RG, Lichtenstein LM.
Insect sting allergy with negative venom skin test responses. J Allergy Clin
Immunol 2001;107:897-901.
28. Golden DBK, Tracy JM, Freeman TM, Hoffman DR. Negative venom skin
test results in patients with histories of systemic reaction to a sting. J Allergy Clin
Immunol 2003;112:495-8.
29. Golden DBK, Kagey-Sobotka A, Norman PS, Hamilton RG, Lichtenstein LM.
Outcomes of allergy to insect stings in children, with and without venom
immunotherapy. N Engl J Med 2004;351:668-74.
30. Valentine MD, Schuberth KC, Kagey- Sobotka A, et al. The value of
immunotherapy with venom in children with allergy to insect stings. N Engl J
Med 1990; 323:1601-3.
31. Golden DBK, Kelly D, Hamilton RG, Craig TJ. Venom immunotherapy
Reduces large local reactions to insect stings. J Allergy Clin Immunol
2009;123:1371-5.
32. Severino MG, Cortellini G, Bonadonna P, et al. Sublingual immunotherapy
for large local reactions caused by honeybee sting: a double-blind, placebo-
controlled trial. J Allergy Clin Immunol 2008;122: 44-8.
33. Ru.ff F, Wenderoth A, Przybilla B. Patients still reacting to a sting challenge
while receiving conventional Hymenoptera venom immunotherapy are protected
by increased venom doses. J Allergy Clin Immunol 2001;108:1027-32.
34. Bonifazi F, Jutel M, Biló BM, Birnbaum J, Muller U. Prevention and
treatment of Hymenoptera venom allergy: guidelines for clinical practice. Allergy
2005;60:1459-70.
35. Committee on Insects. The discontinuation of Hymenoptera venom
immunotherapy. J Allergy Clin Immunol 1998;101: 573-5.
17
36. Forester JP, Johnson TL, Arora R, Quinn JM. Systemic reaction rates to field
stings among imported fire ant-sensitive patients receiving >3 years of
immunotherapy versus <3 years of immunotherapy. Allergy Asthma Proc
2007;28:485-8.
37. Golden DBK, Kwiterovich KA, Kagey- Sobotka A, Valentine MD,
Lichtenstein LM. Discontinuing venom immunotherapy: outcome Mafter five
years. J Allergy Clin Immunol 1996;97:579-87.
38. Golden DBK, Kwiterovich KA, Kagey- Sobotka A, Lichtenstein LM.
Discontinuing venom immunotherapy: extended observations. J Allergy Clin
Immunol 1998;101: 298-305.
39. Golden DBK, Kagey-Sobotka A, Lichtenstein LM. Survey of patients after
discontinuing venom immunotherapy. J Allergy Clin Immunol 2000;105:385-90.
40. Hafner T, DuBuske L, Kosnik M. Long-term efficacy of venom
immunotherapy. Ann Allergy Asthma Immunol 2008;100:162-5.
41. Haugaard L, N.rregaard OFH, Dahl R. In-hospital sting challenge in insect
venomallergic patients after stopping venom immunotherapy. J Allergy Clin
Immunol 1991;87:699-702.
42. Lerch E, Müller UR. Long-term protection after stopping venom
immunotherapy: results of re-stings in 200 patients. J Allergy Clin Immunol
1998;101: 606-12.
43. Müller U, Berchtold E, Helbling A. Honeybee venom allergy: results of a
sting challenge 1 year after stopping successful venom immunotherapy in 86
patients. J Allergy Clin Immunol 1991;87: 702-9.
44. Reisman RE. Duration of venom immunotherapy: relationship to the severity
of symptoms of initial insect sting anaphylaxis. J Allergy Clin Immunol 1993;
92:831-6.
45. Keating MU, Kagey-Sobotka A, Hamilton RG, Yunginger JW. Clinical and
immunologic follow-up of patients who stop venom immunotherapy. J Allergy
Clin Immunol 1991;88:339-48.
46. Moffitt JE, Barker JR, Stafford CT. Management of imported fire ant allergy:
results of a survey. Ann Allergy Asthma Immunol 1997;79:125-30.
Copyright © 2014 Massachusetts Medical Society.
18