hi per sensitivit as

28
Nama : Isrina Basmalah NRP : 1320221151 Departemen : Kulit dan Kelamin RS Tingkat II AK Gani Palembang Tugas : Journal Reading Pembimbing : Letkol CKM dr. IGP Yuliartha SpKK dan dr. RA Lucia Devianty SpKK Caren G. Solomon, M.D., M.P.H., Editor Sengatan Hymenoptera- Hipersensitivitas Thomas B. Casale, M.D., and A. Wesley Burks, M.D. Seorang wanita usia 24 tahun melaporkan bahwa "lebah" telah menyengat bibir atasnya saat ia meminum sekaleng soda saat piknik. Dalam 5 menit, bibirnya membengkak, dan suara menjadi serak, pusing dan kesulitan menelan. Timbul kemerahan yang menyebar dan urtikaria. Ia dibawa ke gawat darurat daerah dan menerima epinefrin intramuskular dan antihistamin H1 intravena. Gejala teratasi, dan setelah 3 jam observasi ia dipulangkan dengan epinefrin auto injeksi. Bagaimana seharusnya kasus tersebut dikelola mulai dari saat ini? MASALAH KLINIK Walaupun anafilaksis karena gigitan serangga dilaporkan terjadi pada sebagian kecil kasus, sengatan serangga yang termasuk dalam ordo hymenoptera merupakan penyebab 1

Upload: sdamn

Post on 03-Dec-2015

230 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

hipersensitivitas

TRANSCRIPT

Nama : Isrina BasmalahNRP : 1320221151Departemen : Kulit dan Kelamin RS Tingkat II AK Gani PalembangTugas : Journal Reading Pembimbing : Letkol CKM dr. IGP Yuliartha SpKK dan dr. RA Lucia Devianty SpKK

Caren G. Solomon, M.D., M.P.H., Editor

Sengatan Hymenoptera- Hipersensitivitas

Thomas B. Casale, M.D., and A. Wesley Burks, M.D.

Seorang wanita usia 24 tahun melaporkan bahwa "lebah" telah menyengat

bibir atasnya saat ia meminum sekaleng soda saat piknik. Dalam 5 menit, bibirnya

membengkak, dan suara menjadi serak, pusing dan kesulitan menelan. Timbul

kemerahan yang menyebar dan urtikaria. Ia dibawa ke gawat darurat daerah dan

menerima epinefrin intramuskular dan antihistamin H1 intravena. Gejala teratasi,

dan setelah 3 jam observasi ia dipulangkan dengan epinefrin auto injeksi.

Bagaimana seharusnya kasus tersebut dikelola mulai dari saat ini?

MASALAH KLINIK

Walaupun anafilaksis karena gigitan serangga dilaporkan terjadi pada sebagian

kecil kasus, sengatan serangga yang termasuk dalam ordo hymenoptera

merupakan penyebab paling penting dalam kasus reaksi alergi sistemik. Sengatan

serangga Hymenoptera menyebabkan reaksi alergi umumnya terdiri dari tiga

family: Apidae (honeybees and bumblebees), Vespidae (hornets, wasps, and

yellow jackets), and Formicidae (fire ants) (Tabel 1 dan Gambar. 1).

Alat sengatan hymenoptera adalah modifikasi ovipositor (tidak lagi

digunakan untuk bertelur) sehingga hanya serangga betina yang dapat menyengat.

Walaupun racun dari sengatan dapat digunakan untuk membunuh dan menangkap

mangsa, namun sebagian besar serangga menggunakannya untuk

mempertahankan diri dan sarangnya. Hymenoptera menyuntikkan racun antara 50

ng (fire ants) – 50 ng (bees) pada setiap sengatan. Racun hymenoptera

mengandung ami vasoaktif, termasuk histamin dan dopamin, serta norepinefrin

1

dan kinin, yang menyebabkan nyeri, bengkak eritematosa dan gatal pada lokasi

sengatan.

Alergen utama yang menyebabkan reaksi sistemik pada orang dengan

alergi adalah enzim protein (fosfolipase, hialuronidase, dan asam fosfatase) .

Racun dari semut api (fire ants) mengandung sedikit protein tetapi banyak

mengandung alkaloid toksik, yang dapat menyebabkan timbulnya vesikel khas

(Gambar. 2). Karakteristik molekuler racun dari tiga famili Hymenoptera cukup

berbeda sehingga reaktivitas silang antigen rendah. Dalam famili (misalnya,

vespidae), terdapat reaksi silang yang cukup substansial namun, untuk reaksi

alergi honeybese dan bumblebee sangat jarang.

Pada orang yang telah tersensitisasi, sengatan racun yang terinjeksi dapat

menyebabkan terbentuknya ikatan dengan IgE spesifik racun pada sel mast,

dengan afinitas ikatan silang yang tinggi reseptor IgE akan menyebabkan

pelepasan mediator sel mast seperti histamin, leukotrin, prostaglandin dan platelet

activating factor. Mediator sel mast yang dilepaskan dapat menyebabkan

berbagai reaksi alergi mulai dari reaksi lokal (mempengaruhi [>10 cm] dari keci

atau besar) . Atau urtikaria hingga anafilaksis bahkan kematian. Pasien dengan

reaksi lokal besar biasanya tidak memiliki reaksi sistemik untuk sengatan

selanjutnya (dapat terjadi reaksi sistemik pada <10% pasien). Tidak juga pada

anak-anak dengan sedikit urtikaria. Namun, reaksi sistemik sebelumnya pada

pasien dengan IgE spesifik racun berhubungan dengan risiko tinggi reaksi

sistemik pada sengatan selanjutnya yang mungkin dapat terjadi pada 30-60%

pasien.

2

Kata Kunci Klinis

Hipersensitivitas Terhadap Sengatan Hymenoptera

Sengatan serangga dari ordo hymenoptera merupakan penyebab penting dari

reaksi alergi sistemik

Pada orang yang telah tersensitisasi, injeksi racun hymenoptera berikatan

dengan IgE spesifik racun pada sel mast, selanjutnya terjadi aktivasi mediator

sel mast yang menyebabkan reaksi alerg muali dari reaksi lokal atau urtikaria

kemudian anafilaksis bahkan kematian

Reaksi alergi sistemik akut biasanya terjadi sangat cepat setelah sengatan

hymenoptera, tapi mungkin akan tertunda dalam beberapa jam atau bifasik

Pengobatan reaksi anafilaksis akibat sengatan hymenoptera (untuk anafilaksis

karena penyebab lain) adalah dengan diberikan epinefrin intramuskular secara

cepat

Pasien yang telah mengalami reaksi sistemik akibat sengatan serangga harus

dirujuk ke allergist-immunologist untuk dilakukan tes IgE spesifik racun

Imunoterapi subkutan harus dipertimbangkan secara rutin pada pasien yang

telah memiliki reaksi alergi sistemik terhadap serang serangga dan memiliki

hasil tes positif terhadap IgE spesifik racun

Anafilaksis akibat sengatan hymenoptera menyebabkan 40 kematian

pertahun di US. Meskipun jumlah ini tidak meyakinkan. Reaksi alergi sistemik

yang parah terjadi pada 0,4-0,8% anak-anak dan pada 3,0% orang dewasa.

Walaupun honeybees lebih jinak dari pada yellow jacket. Sengatan honeybees

lebih cenderung menyebabkan reaksi alergi sistemik. Racun dari Africanized

honeybees tidak berbeda jauh dengan honeybees lainnya, akan tetapi Africanized

honeybees ini cenderung menyerang secara berkelompok dan mengancam jiwa.

Reaksi toksik yang fatal dapat terjadi jika ratusan honeybees menyerang. Pada

kasus yang jarang mekanisme lambat yang tidak diketahui mekanismenya akibat

sengatan dapat menimbulkan gejala seperti ensefalitis, neuropati kranial dan

perifer, glomerulonefritis, miokarditis dan sindrom guillain barre.

3

STRATEGI DAN PEMBUKTIAN

Penanganan Cepat

Penanganan cepat terhadap sengatan hymenoptera tergantung pada

manifestasi klinik yang terjadi. Pengobatan lokasi sengatan baik reaksi lokal

ataupun sistemik akan dijelaskan dibawah ini.

Reaksi Lokal

Sebagian besar sengatan hymenoptera menyebabkan nyeri akut dan

pembengkakan lokal yang sementara. Reaksi lokal ini biasanya tidak memerlukan

pengobatan selain terapi simptomatik dengan kompres dingin atau es, obat

analgesik, antihistamin H1 oral atau glukokortikoid topikal krim atau salep untuk

mengurangi pruritus dan nyeri lokal maupun bengkak. Honeybees (bukan sejenis

bumblebees) seringkali menyengat. Dan ini dapat dibuang dengan cara menggores

dengan kuku atau memakai kartu kredit. Namun, bila sengatan tersebut akan

dibuang dalam waktu 20-30 detik, kantung racunnya biasanya kosong.

Peradangan lokal yang intensif dari serangan menyebabkan munculnya garis

limfangitis pada 24-48 jam pertama. Namun manifestasi ini tidak boleh keliru

dengan selulitis.

Reaksi lokal yang luas biasanya tidak berbahaya, kecuali pada bagian

wajah dan saluran pernafasan, yang mungkin terjadi sengatan tersebut pada bagian

lidah atau faring. Jika reaksi lokal sangat luas dan bercampur. Hasil peradangan

pada masalah substansial, pengalaman klinis menunjukan bahwa glukokortikoid

oral mungkin dapat membantu.

Infeksi pada tempat sengatan sangat jarang terjadi (terutama pada 2 hari

pertama) dan pemberian agen antibiotik tidak di indikasikan. Pada kasus

honeybees timbulnya pseudopustula steril dari hari pertama sampai hari kedua

setelah sengatan. Vesikel harus selalu terjaga kebersihannya sehingga

memperkecil risiko infeksi sekunder.

4

Reaksi Sistemik

Reaksi sistemik akut biasanya terjadi sangat cepat setelah sengatan

hymenoptera tapi dapat ditunda dalam beberapa jam atau menjadi bifasik. Reaksi

bifasik terjadi kurang dari 20% episode, reaksi ini didefinisikan sebagai reaksi

awal yang diikuti berulangnya gejala (biasanya <8 jam) setelah episode resolusi

pertama. Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya risiko keparahan reaksi

termasuk yang tersengat honeybees (Risiko lebih besar dibandingkan dengan

hymenoptera lainnya). Terganggunya sel mast yang merupakan dasar dari

tingginya level serum triptase pada permulaan. Beratnya reaksi sebelumnya,

5

adanya riwayat penyakit jantung dan riwayat pengobatan dengan beta bloker,

angiotensin-converting-enzyme inhibitor (ACEI) atau keduanya. Beta bloker

berpotensi sebagai inotropik negatif dan efek kronotropik mediator sel mast dan

penghambat beta agonis, efek efineprin digunakan untuk mengobati reaksi

anafilaksis. ACE inhibitor mencegah pemecahan neuropeptida dan bradikinin,

yang dilepaskan sebagai akibat dari degranulasi sel mast. Anafilaksis dapat

menimbulkan tanda dan gejala yang berpengaruh terhadap beberapa sistem organ,

termasuk kulit, saluran gastrointenstinal, sistem kardiovaskular, sistem saraf dan

kedua saluran pernapasan bagian atas dan bawah (Tabel 2). Keutamaan dari

anafilaksis adalah dapat berkembang terus menjadi hipotensi atau bahkan

melibatkan beberapa organ.

Secara keseluruhan, semakin cepat timbulnya gejala anafilaksis, akan

menimbulkan reaksi yang lebih parah. Kematian akibat anafilaksis terjadi karena

adanya sumbatan jalan nafas dan kolaps sistem kardiovaskular.

Pengobatan hymenoptera karena reaksi anafilaksis adalah sama seperti

pengobatan anafilaksis yang disebabkan oleh pemicu lain dan tergantung dari

manifestasi reaksi. Adanya gejala awal reaksi anafilaksis baik pasien ataupun

pendamping harus diberikan injeksi epinefrin. Jika tersedia, suntikan secara

intramuskular juga diberikan kedalam otot paha pada pertengahan anterolateral,

dan pasien harus dibawa segera ke gawat darurat. Dosis epinefrin adalah 0.01

mg/KgBB dalam 1 : 1000 ( 1 mg/ml) solusi. Dengan dosis maksimal 0,5 mg pada

orang dewasa dan 0.3 mg pada anak. Tidak ada kontraindikasi penggunaan

epinefrin dalam pengobatan anafilaksis, termasuk pasien dengan riwayat pra

penyakit kardiovaskular, hipertensi, riwayat penggunaan beta bloker. Penundaan

pengobatan dapat berkaitan dengan timbulnya reaksi yang lebih parah dengan

risiko terjadinya kematian.

Pemberian epinefrin harus diulang (pada inteval 5-15 menit) Jika pasien

memiliki gejala persisten atau refrakter atau kambuhan. Kebanyakan pasien

memerlukan hanya satu atau dua dosis. Pada anak-anak, kulit yang mengalami

reaksi urtikaria difus bukan merupakan indikasi anafilaksis, dengan tidak adanya

manifestasi klinik lainnya dari reaksi anafilaksis, biasanya tidak memerlukan

6

epinefrin. Pengobatan dengan antihistamin H1 dengan epinefrin intramuskular

dianjurkan dalam konteks ini dan sebagai terapi tambahan untuk pasien.

Pengobatan anafilaksis di departemen kedaruratan sebaiknya mencakup

epinefrin untuk pasien yang memiliki lebih dari gejala kulit. Pemberian epinefrin

juga harus dipertimbangkan pada orang dewasa dengan urtikaria saja.

Antihistamin H1 dapat meredakan tanda-tanda dan gejala kulit. Untuk gejala

pernafasan, diberikan tambahan oksigen dan beta 2 agonis inhalasi harus

diberikan pada pasien dengan hipotensi. Resusitasi volume diindikasikan, 1-2 liter

dalam 0,9% (isotonik) saline melalui infus dengan cepat (misalnya, dosis 5-10

ml/kg pada 5-10 menit pertama untuk orang dewasa, dan 10 ml/kg anak).

Penggunaan glukokortikoid juga sering digunakan, walaupun kurangnya bukti

yang mendukung efektivitasnya pada pasien dengan hipotensi. Pasien yang telah

menerima epinefrin dan memiliki gejala resolusi harus diamati sedikitnya 2 jam

untuk kemungkinan kambuh. Jalan keluarnya harus diberikan petunjuk tentang

kemungkinan adanya fase akhir dari reaksi alergi.

TERAPI JANGKA PANJANG

Menghindari Paparan

Merupakan suatu kebijaksanaan bagi seseorang yang memiliki riwayat

reaksi alergi sistemik untuk menghindari daerah-daerah yang terbuka (misalnya

pekarangan, kebun, kontainer sampah, dan area outdooor dengan makanan dan

minuman yang tidak ditutup), menahan diri untuk tidak berjalan kaki tanpa alas

keluar rumah atau mengenakan sandal, memakai baju lengan panjang, celana

panjang, penutup kepala, dan sarung tangan ketika bekerja diluar. Semua pasien

yang telah mengalami reaksi alergi sistemik akibat sengatan serangga yang

dengan frekuensi yang berulang, paparan tidak dapat dihindari dari sengatan

serangga (misalnya seorang peternak lebah) harus menerima resep epinefrin

autoinjeksi (Auvi-Q, tersedia dalam dosis 0,15 mg dan 0,3 mg Sanofi; EpiPen,

tersedia dalam dosis 0,3 mg dan EpiPen Jr tersedia dala, dosis 0,15 mg, khusus

Mylan atau Adrenaclick tersedia dalam dosis 0,3 mg dan Amedra Farmasi 0,15

mg).

7

Gambar 1. Hymenoptera

Pada gambar diatas menunjukan jenis serangga penyengat

dari tiga famili hymenoptera terdiri dari Apidae, Vespidae

dan formicidae. Gambar A menunjukan honeybee (famili

Apidae) pembuat madu. Gambar B sengatan honeybee yang

mengeluarkan racun. Gambar C menunjukan sarang tawon

kertas (paper wasp) (famili vespidae), yang sering

ditemukan dibawah atap rumah, gambar D menunjukan

penutup paper wasp. Gambar E menunjukan yellow jacket

(famili vespidae) disarang tanah, dan gambar F menunjukan

penutup yellow jacket, gambar G menunjukan semut api

(famili formicidae). Foto milik dr. Jeffrey Demain

8

Pasien (atau untuk anak-anak, pengasuh meraka) harus diintrusikan untuk

membawa auto-injeksi setiap kali ada peluang tersengat serangga. Dan mereka

harus di didik tentang bagaimana dan kapan penggunaan auto-injeksi dilakukan.

Gambar 2. Biasanya muncul pseudopustul akibat

dari sengatan semut api. Gambar A menunjukan

pustul semu pada kaki anak, dan gambar B

menunjukan pustul semu pada tangan orang

dewasa. Foto milik Dr. Jeffry Demain

Pada beberapa kasus, pengobatan untuk reaksi anafilaksis membutuhkan

lebih dari satu injeksi. Oleh karena itu, pemberian resep lebih dari satu auto-

injeksi harus dipertimbangkan. Pasien yang memiliki risiko relatif rendah

terjadinya reaksi anafilaksis adalah mereka yang memiliki riwayat reaksi alergi

lokal yang luas atau kulit strictly. Pasien yang menerima perawatan venom

immunotherapy, dan mereka yang mendapatkan perawatan venom immunotherapy

lengkap lebih dari 5 tahun, memiliki risiko lebih rendah mengalami reaksi

9

anafilaksis, keputusan memperoleh epinefrin auto-injeksi dapat dilakukan pada

setiap individu. Setelah diskusi antara dokter dengan pasien.

Evaluasi

Pasien dengan reaksi sistemik karena sengatan serangga harus dirujuk ke

bagian allergist-imunologi untuk dilakukan skin test dan tes IgE spesifik racun

secara in vitro. Setelah didapatkan hasil positif dapat diberikan imunoterapi

subkutan (lihat dibawah). Reaksi lokal yang luas tanpa adanya reaksi sistemik

umumnya tidak di indikasikan untuk dilakukan tes seperti diatas. Kecuali adanya

paparan yang berulang atau paparan yang tidak dapat dihindarkan.

Ekstraks yang tersedia dalam skin test meliputi racun dari honeybees,

yellow jackets, white faced hornet (juga disebut balled faced hornet, yellow hornet

dan waps (tawon). Untuk fire ants (semut api), ekstraks racun tidak tersedia

dipasaran, tetapi ekstraks seluruh tubuh ini bila pasien memiliki respon negatif

terhadap skin test yang dilakukan. Namun, adanya riwayat anafilaksis akibat

sengatan serangga, tes in vitro antibodi IgE atau pengulangan skin test harus

dipertimbangkan lagi sebelum mengesampingkan pemberian imunoterapi,

terutama jika reaksi sistemik pasien berupa sumbatan jalan nafas atas dan

hipotensi.

Skin test yang negatif palsu atau tes serum IgE spesifik racun dapat terjadi

dalam beberapa minggu pertama setelah reaksi sistemik karena sengatan serangga.

Pasien dengan tes awal negatif harus di tes ulang setelah 6 minggu. Menunggu 6

minggu untuk dilakukan tes pertama tidak dianjurkan. Karena beberapa pasien

mungkin memerlukan imunoterapi segara dengan alasan keamanan. Sangat

mungkin bagi pasien dengan skin test negatif memiliki serangan reaksi sistemik.

Selanjutnya, beberapa kasus reaksi anafilaksis akibat sengatan serangga mungkin

didapatkan non IgE-mediated atau mungkin timbul matositosis subklinik

(indolent). Para ahli merekomendasikan bahwa pasien dengan reaksi sistemik

berat karena sengatan serangga menjalani pemeriksaan kerusakan sel mast yang

terdiri dari pengukuran level serum triptase, dan pada beberapa kasus dilakukan

pemeriksaan biopsi sumsum tulang.

10

Di Amerika serikat, mencegah tersengat serangga bukan merupakan

bagian dari manajemen standar hipersensitivitas sengatan serangga. Mencegah

sengatan dapat mengakibatkan reaksi sistemik, menjadi pencegahan negatif yang

tidak menghalangi reaksi sistemik selanjutnya.

Imunoterapi

Imunoterapi subkutan harus dipertimbangkan pada semua pasien yang

memiliki riwayat reaksi alergi sistemik terhadap sengatan serangga dan yang

memiliki hasil skin test positif (Tabel 3) atau hasil positif pada tes in vitro antibodi

IgE spesifik racun. Berkenaan dengan orang dewasa yang memiliki reaksi kulit,

tidak ada konsensus mengenai penggunaan venom immmunotherapy. Meskipun

satuan tugas gabungan dari American Academy of Allergy, Asthma, dan

Immunology dan The American Collegeof Allergy, Asthma, dan Immunology

umumnya merekomendasikan terapi ini. Anak-anak usia 16 tahun atau lebih muda

dengan riwayat reaksi sistemik kulit karena sengatan serangga memiliki risiko

sangat rendah pada reaksi selanjutnya dan tidak memerlukan venom

immunotherapy.

Venom immunotherapy umumnya tidak diperlukan untuk pasien yang

hanya memiliki reaksi lokal yang luas, karena risiko reaksi sistemik pada serangan

berikutnya relatif lebih rendah. Namun pasien dengan paparan yang berulang atau

sering (misalnya peternak lebah) mendapatkan manfaat dari venom

immunotherapy ini, reaksi lokal akan berkurang dari ukuran dan durasi.

Uji coba imunoterapi subkutan terkontrol telah menunjukan penurunan

yang signifikan < 5% terhadap risiko sengatan serangga yang menimbulkan reaksi

sistemik selanjutnya. Pada kasus dimana pasien memiliki reaksi sistemik

selanjutnya karena sengatan walaupun diberikan imunoterapi. Reaksi ini

umumnya dingin dibandingkan dengan reaksi sebelum diberikan venom

immunotherapy. Ekstraka venom dari honeybees, yellow jacket,white faced hornet

dan tawon tersedia untuk imunoterapi. Sebagaimana adanya ekstraks semut api

diseluruh tubuh. Di Amerika Serikat ekstraks yang biasa digunakan untuk terapi

adalah campuran vespid-venom preparation (100 mg setiap venom dari yellow

jacket, yellow hornet, white faced hornet).

11

Lamanya venom immunotherapy seharusnya dapat bertahan 3-5 tahun.

Sekitar 80-90% pada pasien yang menjalani imunoterapi selama 3-5 tahun tidak

memiliki reaksi sistemik karena sengatan serangga dikemudian hari. Penelitian

telah menunjukan bahwa pengobatan selama 5 tahun terkait dengan penekanan

sensitivitas alergi yang lebih besar dan risiko kekambuhan yang lebih rendah

dibandingkan dengan pengobatan selama 3 tahun. Terdapat cara yang dapat

diandalkan bagi orang yang mengalami kekambuhan setelah berhenti diberikan

venom immunotherapy. Namun, risiko kekambuhan akan lebih tinggi terhadap

pasien dengan riwayat anafilaksis berat disertai syok atau penurunan kesadaran

dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki riwayat tersebut diatas. Pada

pasien yang berisiko tinggi, pemberian venom immunotherapy dapat diteruskan

tanpa batas waktu, meskipun penghematan biaya terbatas pada terapi belum jelas.

Tabel 2. Fitur Klinis Anafilaksis

Sistem Organ Tanda dan gejala

Sistem Saraf Merasa akan meninggal, lemas,

sakut kepala, pusing, merasa

terampas

Mata, Hidung, dan Mulut Pruritus, angioedema, rhinitis,

lakrimasi, rasa logam

Sistem Respirasi Suara serak, sulit menelan, asma,

asfiksia, dan sianosis

Sistem Cardiovaskular Takikardi, aritmia, hipotensi,

infark miokard dan serangan

jantung

Sistem Gastrointestinal Mual, muntah, sakit perut, kram

dan diare

Sistem Kutaneus Pruritus, urtikaria, angioedema

12

Tabel 3. Kriteria Skin Tes Positif

Venom atau ekstrak Hasil menunjukan IgE Antibodi

Spesifik

Venom dari honeybee, yellow

jacket, white faced hornet, yellow

hornet atau wasp

Skin tes intradermal positif ≤1.0

ug/ml

Ekstrak seluruh tubuh dari

semut api

Prick tes positif ≤1: 100 wt/vol

atau skin tes intradermal positif

≤1: 1000 wt/vol

Rekomendasi untuk imunoterapi dengan ekstrak diseluruh tubuh yang

berasal dari semut merah (fire ants) umumnya sama dengan imunoterapi dengan

ekstraks venom. Namun, terdapat data yang kurang dalam mengetahui durasi

imunoterapi semut merah (fire ants). Data survey menunjukan bahwa terapi

umumnya diteruskan selama 3-5 tahun. Beberap dokter menghentikan terapi

ketika hasil skin test dan tes in vitro negatif.

AREA KETIDAKPASTIAN

Penelitian diperlukan unruk meningkatkan identifikasi pasien yang

berisiko mengalami kekambuhan setelah penghentian venom atau ektrak

imunotherapy untuk lebih memahani mana pasien yang mungkin akan mendapat

manfaat dari pengobatan yang sedang berlangsung. Pedoman saat ini digunakan

untuk uji coba alergi terhadap racun dengan riwayat reaksi sistemik. Namun,

setengah angka kematian akibat sengatan serangga terjadi pada sengatan pertama.

Peneliti diperlukan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami reaksi

sebelum salah satu terjadi

Tabel 4. Jenis Reaksi Menyengat dan Rekomendasi Menejemen Selanjutnya

13

Reaksi Rekomendasi

Anak-anakRemaja dan deasa

Reaksi

lokal luas

Pemeriksaan lebih lanjut tidak

direkomendasikan rutin

Pemeriksaan lebih

lanjut tidak

direkomendasikan

rutin

Reaksi

kulit

sistemik

Peemriksaan lebih lanjut tidak

direkomendasikan

Tes diagnosis dan

imunoterapi

Anafilaksis Tes diagnosis dan imunoterapi Tes diagnosis dan

imunoterapi

PEDOMAN

Pada tahun 2011, satuan tugas bersama parameter praktisi, mewakili

American Academy of Allergy, Ashtma, Immunology, American College of

Allergy, Ashtma, dan Immunology dan the Joint Council of Allergy, Asthma, dan

Immunology menerbitkan pedoman pembaharuan mengenai pengobatan yang

dianjurkan untuk hipersenitivitas sengatan serangga. Rekomendasi dalam artikel

ini umumnya konsisten dengan panduan ini (Tabel 4) 2011.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada pasien dengan alergi hymenoptera, seperti pada pasien yang

dijelaskan dalam sketsa, venom immunotherapy adalah standar pengobatan dan

dapat mencegah reaksi anafilaksis yang mengancam jiwa. Epinefrin adalah obat

andalan untuk pasien yang memiliki reaksi hymenoptera yang parah akibat

sengatan serangga. Pasien dengan riwayat reaksi alergi sistemik harus diintrusikan

mengenai kebutuhan untuk membawa epinefrin auto-injeksi dan menggunakannya

sesuai kebutuhan, termasuk mungkin dibutuhkan lebih dari satu injeksi epinefrin

per reaksi.

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Freeman TM. Hypersensitivity to Hymenoptera stings. N Engl J Med 2004;351:

1978-84.

2. Hoffman DR, Dove DE, Jacobson RS. Allergens in Hymenoptera venom. XX.

Isolation of four allergens from imported fire ant (Solenopsis invicta) venom. J

Allergy Clin Immunol 1988;82:818-27.

3. Hoffman DR, Jacobson RS. Allergens in hymenoptera venom XII: how much

protein is in a sting? Ann Allergy 1984; 52:276-8.

4. Hoffman DR. Hymenoptera venoms: composition, standardization, stability. In:

Levine MI, Lockey RF, eds. Monograph on insect allergy. 4th ed. Milwaukee:

American Academy of Allergy Asthma and Immunology, 2003:37-53.

5. King TP, Spangfort MD. Structure and biology of stinging insect venom

allergens. Int Arch Allergy Immunol 2000; 123:99-106.

6. Golden DBK. Insect allergy. In: Adkinson NF, Busse WW, Bochner BS, et al.,

eds. Middleton’s allergy: principles and practice. 7th ed. Philadelphia: Elsevier,

2009:1005-17.

7. Golden DB, Moffitt, JE, Nicklas RA, et al. Stinging insect hypersensitivity: a

practice parameter update 2011. J Allergy Cli Immunol 2011;127(4):852.e23-

854.e23.

8. van der Linden PW, Hack CE, Struyvenberg A, van der Zwan JK. Insect-sting

challenge in 324 subjects with a previous anaphylactic reaction: current criteria

for insect-venom hypersensitivity do not predict the occurrence and the severity of

anaphylaxis. J Allergy Clin Immunol 1994;94:151-9.

9. Brown SG, Wiese MD, Blackman KE, Heddle RJ. Ant venom immunotherapy:

a double-blind, placebo-controlled, crossover trial. Lancet 2003;361:1001-6.

10. Franken HH, Dubois AE, Minkema HJ, van der Heide S, de Monchy JG. Lack

of reproducibility of a single negative sting challenge response in the assessment

of anaphylactic risk in patients with suspected yellow jacket hypersensitivity. J

Allergy Clin Immunol 1994;93:431-6.

11. Reisman RE. Natural history of insect sting allergy: relationship of severity of

15

symptoms of initial sting anaphylaxis to re-sting reactions. J Allergy Clin

Immunol 1992;90:335-9.

12. Bilò BM, Bonifazi F. Epidemiology of insect-venom anaphylaxis. Curr Opin

Allergy Clin Immunol 2008;8:330-7.

13. Golden DB, Marsh DG, Kagey-Sobotka A, et al. Epidemiology of insect

venom sensitivity. JAMA 1989;262:240-4.

14. Settipane GA, Boyd GK. Prevalence of bee sting allergy in 4,992 Boy Scouts.

Acta Allergol 1970;25:286-91.

15. Settipane GA, Newstead GJ, Boyd GK. Frequency of Hymenoptera allergy in

an atopic and normal population. J Allergy Clin Immunol 1972;50:146-50.

16. Light WC, Reisman RE, Shimizu M, Arbesman CE. Unusual reactions

following insect stings: clinical features and immunologic analysis. J Allergy Clin

Immunol 1977;59:391-7.

17. Schumacher MJ, Tveten MS, Egen NB. Rate and quantity of delivery of

venom from honeybee stings. J Allergy Clin Immunol 1994;93:831-5.

18. Ellis AK, Day JH. Incidence and characteristics of biphasic anaphylaxis: a

prospective evaluation of 103 patients. Ann Allergy Asthma Immunol

2007;98:64-9.

19. Lieberman P. Biphasic anaphylactic reactions. Ann Allergy Asthma Immunol

2005;95:217-26.

20. Bilò MB, Bonifazi F. The natural history and epidemiology of insect venom

allergy: clinical implications. Clin Exp Allergy\ 2009;39:1467-76.

21. Simons FE, Ardusso LR, Bilò MB, et al. World Allergy Organization

guideline for the assessment and management of anaphylaxis. World Allergy

Organ J 2011; 4:13-37.

22. Korenblat P, Lundie MJ, Dankner R, Day JH. A retrospective study of the

administration of epinephrine for anaphylaxis: how many doses are needed?

Allergy Asthma Proc 1999;20:383-6.

23. Ru.ff F, Przybilla B, Müller U, Mosbech H. The sting challenge test in

Hymenoptera venom allergy. Allergy 1996;51: 216-25.

24. Golden DBK, Breisch NL, Hamilton RG, et al. Clinical and entomological

factors influence the outcome of sting challenge studies. J Allergy Clin Immunol

16

2006;117:670-5.

25. Reisman RE. Insect sting allergy: the dilemma of the negative skin test

reactor. J Allergy Clin Immunol 2001;107:781-2.

26. Goldberg A, Confino-Cohen R. Timing of venom skin tests and IgE

determinations after insect sting anaphylaxis J Allergy Clin Immunol

1997;100:182-4.

27. Golden DBK, Kagey-Sobotka A, Norman PS, Hamilton RG, Lichtenstein LM.

Insect sting allergy with negative venom skin test responses. J Allergy Clin

Immunol 2001;107:897-901.

28. Golden DBK, Tracy JM, Freeman TM, Hoffman DR. Negative venom skin

test results in patients with histories of systemic reaction to a sting. J Allergy Clin

Immunol 2003;112:495-8.

29. Golden DBK, Kagey-Sobotka A, Norman PS, Hamilton RG, Lichtenstein LM.

Outcomes of allergy to insect stings in children, with and without venom

immunotherapy. N Engl J Med 2004;351:668-74.

30. Valentine MD, Schuberth KC, Kagey- Sobotka A, et al. The value of

immunotherapy with venom in children with allergy to insect stings. N Engl J

Med 1990; 323:1601-3.

31. Golden DBK, Kelly D, Hamilton RG, Craig TJ. Venom immunotherapy

Reduces large local reactions to insect stings. J Allergy Clin Immunol

2009;123:1371-5.

32. Severino MG, Cortellini G, Bonadonna P, et al. Sublingual immunotherapy

for large local reactions caused by honeybee sting: a double-blind, placebo-

controlled trial. J Allergy Clin Immunol 2008;122: 44-8.

33. Ru.ff F, Wenderoth A, Przybilla B. Patients still reacting to a sting challenge

while receiving conventional Hymenoptera venom immunotherapy are protected

by increased venom doses. J Allergy Clin Immunol 2001;108:1027-32.

34. Bonifazi F, Jutel M, Biló BM, Birnbaum J, Muller U. Prevention and

treatment of Hymenoptera venom allergy: guidelines for clinical practice. Allergy

2005;60:1459-70.

35. Committee on Insects. The discontinuation of Hymenoptera venom

immunotherapy. J Allergy Clin Immunol 1998;101: 573-5.

17

36. Forester JP, Johnson TL, Arora R, Quinn JM. Systemic reaction rates to field

stings among imported fire ant-sensitive patients receiving >3 years of

immunotherapy versus <3 years of immunotherapy. Allergy Asthma Proc

2007;28:485-8.

37. Golden DBK, Kwiterovich KA, Kagey- Sobotka A, Valentine MD,

Lichtenstein LM. Discontinuing venom immunotherapy: outcome Mafter five

years. J Allergy Clin Immunol 1996;97:579-87.

38. Golden DBK, Kwiterovich KA, Kagey- Sobotka A, Lichtenstein LM.

Discontinuing venom immunotherapy: extended observations. J Allergy Clin

Immunol 1998;101: 298-305.

39. Golden DBK, Kagey-Sobotka A, Lichtenstein LM. Survey of patients after

discontinuing venom immunotherapy. J Allergy Clin Immunol 2000;105:385-90.

40. Hafner T, DuBuske L, Kosnik M. Long-term efficacy of venom

immunotherapy. Ann Allergy Asthma Immunol 2008;100:162-5.

41. Haugaard L, N.rregaard OFH, Dahl R. In-hospital sting challenge in insect

venomallergic patients after stopping venom immunotherapy. J Allergy Clin

Immunol 1991;87:699-702.

42. Lerch E, Müller UR. Long-term protection after stopping venom

immunotherapy: results of re-stings in 200 patients. J Allergy Clin Immunol

1998;101: 606-12.

43. Müller U, Berchtold E, Helbling A. Honeybee venom allergy: results of a

sting challenge 1 year after stopping successful venom immunotherapy in 86

patients. J Allergy Clin Immunol 1991;87: 702-9.

44. Reisman RE. Duration of venom immunotherapy: relationship to the severity

of symptoms of initial insect sting anaphylaxis. J Allergy Clin Immunol 1993;

92:831-6.

45. Keating MU, Kagey-Sobotka A, Hamilton RG, Yunginger JW. Clinical and

immunologic follow-up of patients who stop venom immunotherapy. J Allergy

Clin Immunol 1991;88:339-48.

46. Moffitt JE, Barker JR, Stafford CT. Management of imported fire ant allergy:

results of a survey. Ann Allergy Asthma Immunol 1997;79:125-30.

Copyright © 2014 Massachusetts Medical Society.

18