imissu single sign on of udayana university · 2017. 7. 29. · imissu single sign on of udayana...
TRANSCRIPT
-
P-EBgEfg
l,toril" lErrf-errrbft l!-[r AsrLrsr]i( Lrer:er{L
u4!li \tcLr!\'rlir li[ ELioNr[ EL'rdN_i!rr (ti ]
SLil[LUitL I.USLOt\Yi]i SILlL.tis
-
rm.ir mdquoy @ydDo..on
kooiuo8 pdcEer keliNi lord (..p6 r&&rrl yug mo*umlor
da r bbr (rLq1, rsL{ Bi J;F
(R' 6^ rak y.is m{ssEkai 20% ttlln koD, dranishs (R{)
r7,r1% nq&s,ke DiLrttu, Plda !ruhh lori rrh LoP Gnieddi (tu)h{ysd ru (r,r ), R4 0,0), R0 (r,06) etr Rr 00r) D L r$rt
LNnbq* m(k4 k.mtuM;
-
1
ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN KELINCI LOKAL YANG
MENGGUNAKAN LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN TERNAK
I.M. Nuriyasa, B.R.T. Putri, D.A.Warmadewi
ABSTRAK
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan peternakan
kelinci lokal (Lepus nigricollis) yang menggunakan aras kulit kulit kopi berbeda sebagai pakan
ternak. Rancangan percobaan yang dipergunkan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 4perlakuan dan 5 blok (ulangan). Perlakuan yang dipergunakan dalam
penelitian adalah: pakan yang tidak menggunakan kulit kopi (R0), pakan yang menggunakan
10% kulit kopi tidak terfermentasi (R1), pakan yang menggunakan 10% kulit kopi terfermentasi
(R3) dan Pakan yang menggunakan 20% kulit kopi terfermentasi (R4). Hasil penelitian
mendapatkan bahwa penggunaan kulit kopi sebagai komponen pakan menyebabkan penurunan
harga ransum antara 4,96% - 17,11%. Berdasarkan nilai jual pada akhir penggemukan, untuk
kelinci yang mendapat perlakuan tambahan 10% kulit kopi fermentasi (R3) memberikan
keuntungan yang paling tinggi dengan R/C ratio 1,22 menyusul R2 (1,11 ), R4 (1,07), R0 (1,06)
dan R1 (1,03). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan 10% kulit kopi
terfermentasi dalam pakan kelinci local memberikan tingkat keuntungan yang paling tinggi.
Kata Kunci: Kelinci local, kulit kopi, R/C ratio, keuntungan peternak
mailto:[email protected]
-
2
PENDAHULUAN
Sektor peternakan dalam arti luas termasuk peternakan merupakan sektor andalan
perekonomian nasional yang dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional. Ketangguhan
sektor peternakan ditunjukkan oleh masih besarnya potensi sumberdaya lokal, baik ternak,
teknologi maupun limbah agroindustri sebagai pakan ternak. Menurut Soehadji (1990)
persaingan global bisa dimenangkan dengan meningkatkan kemampuan mewujudkan peternakan
yang maju, efisien dan tangguh. Peternakan tangguh merupakan kondisi dimana sumber daya
(modal, alam, tenaga kerja dan teknologi) dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga produk
yang dihasilakan dapat memenuhi permintaan pasar.
Di Bali kendala dalam pengembangan ternak ruminansia khususnya sapi adalah lahan
pengembangan semakin sempit dan tingkat reproduksinya lambat, sehingga perlu diversifikasi
daging dengan pengembangan ternak unggas dan babi. Pengembangan ternak unggas dan babi
membutuhkan pakan yang mahal dan berkompetisi dengan manusia sehingga usaha ini tidak
efisien untuk dikembangkan (Suradi, 2005). Kelinci merupakan salah satu ternak alternatif yang
mempunyai potensi besar untuk diversifikasi penyediaan sumber protein hewani sebagai
penyedia daging. Menurut BPS (2012), populasi kelinci di Bali pada tahun 2012 sebanyak 5.907
ekor, dimana populasi terbanyak di Kabupaten Tabanan (2.942 ekor) dan Kabupaten
Karangasem (1.522 ekor). Kelinci menjadi pilihan untuk dibudidayakan karena pakannya tidak
bersaing dengan kebutuhan manusia, pemberian hijauan yang tinggi pada ternak kelinci dapat
meningkatkan efisiensi ransum (Farrel dan Raharjo,1984). Sartika et al. (1988), keuntungan
beternak kelinci salah satunya dapat memanfaatkan limbah pertanian maupun berbagai jenis
hijauan sehingga dalam budidaya kelinci dapat menggunakan sumber daya lokal. Nuriyasa et
al., (2015) melaporkan kelinci dapat dipelihara dengan memberikan pakan hijauan yang
dikombinasikan dengan limbah pertanian dan hasil industri pertanian. Sri Lestari et al. (2005)
menyatakan kelinci mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang sangat pesat, satu
-
3
siklus reproduksi seekor kelinci dapat memberikan 8-10 ekor anak dan pada umur 8 minggu
bobot badannya dapat mencapai 2 kg. Komposisi kimia daging kelinci mempunyai kualitas yang
baik, kandungan protein daging kelinci cukup tinggi yaitu 20% dengan kandungan lemak rendah
yaitu 10% (USDA, 2009).
Nuriyasa et al. (2016) melaporkan salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang
murah dan kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah , baik pertanian, peternakan maupun
industri pertanian. Salah satu limbah yang dapat dijadikan sebagai pakan konsentrat adalah kulit
kopi yang memiliki kandungan nutrien yang cukup bagi kelinci, murah harganya dan tersedia
secara kontinyu dalam upaya untuk menurunkan biaya produksi.
Kulit kopi mempunyai potensi 4.118,24 ton/ha untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak
karena produksinya sangat tinggi. Melalui proses fermentasi dengan Aspergillus niger
kandungan protein kopi dapat ditingkatkan dari 9,94 % menjadi 17,81%, kandungan serat kasar
menurun dari 18,74% menjadi 13,05%, (Budiari, 2009). Menurut Bidura (2007) ransum yang
difermentasi kandungan protein dan energinya meningkat sedangkan kandungan serat kasarnya
menurun. Hasil kajian Parwati, et al (2008) kulit kopi yang difermentasi dengan Aspergillus
niger mampu menggantikan dedak padi yang selama ini sebagai pakan konsentrat untuk ternak
sapi. Hal ini menunjukan bahwa dengan sentuhan teknologi dapat menjadikan kulit kopi sebagai
bahan pakan yang lebih bermutu.
Informasi tentang kajian ekonomi pemanfaatan kulit kopi terfermentasi sebagai pakan
kelinci untuk pakan kelinci sampai saat ini belum tersedia sehingga dilakukan kajian analisis
finansial usaha peternakan kelinci local yang menggunakan limbah kulit kopi sebagai pakan
ternak.
-
4
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Gulingan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.
Penelitian dilaksanakan selama 16 minggu dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK), dengan lima perlakuan. Perlakuan tersebut adalah kelinci yang diberikan ransum tanpa
menggunakan kulit kopi atau ransum kontrol (R0), menggunakan 10% kulit kopi (R1),
menggunakan 20% kulit kopi (R2), menggunakan 10% kulit kopi terfermentasi (R3) dan
menggunakan 20% kulit kopi terfermentasi (R4). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 8
kali sehingga terdapat 40 unit percobaan. Penelitian menggunakan kelinci lokal jantan umur lima
minggu sebanyak 40 ekor.
Variabel Penelitian
Berat badan
Penimbangan dilakukan setiap minggu untuk mengetahui pertambahan berat badan per
minggu. Berat badan awal didapatkan dengan cara penimbangan dilakukan pada awal penelitian
sebelum kelinci diberikan perlakuan pakan, sedangkan untuk mengetahui berat badan akhir
dilakukan pada akhir penelitian. Pertambahan berat badan didapatkan dengan cara mengurangi
berat badan pada akhir penelitian dengan berat badan pada awal penelitian. Sebelum ditimbang
kelinci dipuasakan selama 12 jam.
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum dihitung setiap minggu dengan mengurangi jumlah ransum yang
diberikan dengan sisa ransum pada hari tersebut.Total konsumsi ransum diperoleh dengan cara
menjumlahkan konsumsi ransum setiap minggu selama penelitian berlangsung.
-
5
Ternak Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan ternak kelinci jantan lokal lepas sapih (umur 5 minggu)
sebanyak 40 ekor sesuai dengan perlakuan dan ulangan yang direncanakan. Sebelum kelinci
dimasukan ke dalam kandang terlebih dahulu diinjeksi dengan ivomek 0,2 ml per ekor untuk
mencegah serangan endoparasit dan eksoparasit (Hon, et al., 2009).
Ransum dan Air Minum
Ransum yang dipergunakan dalam penelitian ini disusun dari bahan-bahan antara lain :
jagung kuning, tepung ikan, dedak padi, bungkil kelapa, tepung kedelai, rumput gajah, tepung
tapioka, kulit kopi, kulit kopi terfermentasi, minyak kelapa, dan tepung tulang. Ransum
diberikan adalah iso energi dan protein dengan kandungan protein kasar 16 % dan energi
termetabolis 2.500 kkal/kg (NRC, 1977). Komposisi bahan penyusun ransum dan kandungan
nutrien ransum disajikan pada Table 1 dan 2.
Tabel 1. Komposisi Bahan Penyusun Ransum Penelitian
Bahan (%) Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4
Jagung Kuning 24,00 23,00 23,00 22,00 20,50
Bungkil Kelapa 14,50 13,00 10,50 10,00 6,50
Tepung Ikan 6,50 6,50 7,00 6,00 5,00
Tepung Tapioka 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00
Tepung Kedelai 6,50 6,55 6,10 5,50 5,15
Dedak Padi 15,00 12,45 10,00 16,00 16,05
Rumput Gajah 25,00 22,00 18,90 24,00 22,30
Dedak Kulit Kopi Non
Fermentasi
10,00 20,00
Dedak Kulit Kopi fermentasi
10,00 20,00
Minyak Kelapa 4,00 2,00 0,00 2,00 0,00
Tepung Tulang 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
Total 100 100 100 100 100
-
6
Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Penelitian
Nutrien Perlakuan Standard
NRC
(1977) RO R1 R2 R3 R4
TDN % 64,83 64,85 65,00 64,65 64,73 65
ME(Kkal/kg) 2506,11 2519,72 2553,34 2523,40 2554,14 2500
Protein Kasar % 16,00 16,01 16,00 16,01 16,02 16
Lemak Kasar % 10,08 7,83 5,60 7,29 5,57 2
Serat Kasar % 13,14 13,48 13,65 13,47 13,64 10-14
Calcium % 0,35 0,39 0,42 0,41 0,46 0,4
Phosporus % 0,62 0,59 0,55 0,64 0,66 0,22
Lisin % 0,62 0,59 0,55 0,55 0,48 0,65
Metionin + sistin % 0,40 0,38 0,35 0,35 0,30 0,6
Isoleusin % 0,61 0,58 0,55 0,54 0,47 0,6
Leusin % 1,99 0,93 0,87 0,89 0,77 1,1
Phenilalanin + Tirosin % 1,99 0,88 0,81 0,84 0,73 1,1
Treonin % 0,48 0,45 0,41 0,42 0,37 0,6
Triptofan % 0,12 0,11 0,10 0,10 0,09 0,2
Valin % 0,63 0,59 0,54 0,55 0,48 0,7 Keterangan : Perhitungan berdasarkan Tabel National Research Council (NRC) (1977).
Kandang Penelitian
Penelitian menggunakan sebuah bangunan kandang yang beratap asbes dengan luas 5 m x
10 m dengan tinggi tembok 3 m. Kandang berada di desa Gulingan, Kecamatan Mengwi,
Kabupaten Badung. Kandang yang dipergunakan kandang berukuran panjang 70 cm, lebar 50
cm, tinggi 45 cm dan berbentuk panggung dengan ketinggian 75 cm di atas permukaan tanah
sesuai dengan rekomendasi Nuriyasa (2012).
Analisis Finansial Usaha
Menurut Kadariah et al. (1999) analisis finansial adalah analisis usaha yang dilihat dari
sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam usaha atau yang
berkepentingan langsung dalam usaha. Dalam analisis finansial yang diperhatikan adalah hasil
untuk modal saham (Equity Capital) yang ditanam dalam usaha, hasil yang harus diterima oleh
para petani, pengusaha (businessmen), perusahaan swasta, suatu badan pemerintah, atau siapa
-
7
saja yang berkepentingan langsung dalam pembangunan usaha. Analisis finansial ini penting
artinya dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam mensukseskan
pelaksanaan usaha. Sebab, tidak ada gunanya untuk melaksanakan usaha yang mengutungkan
dilihat dari sudut perekonomian sebagai keseluruhan, jika para petani yang menjalankan aktivitas
produksi tidak bertambah baik keadaannya. Analisis finansial adalah studi yang bertujuan
sebagai penilaian suatu kegiatan yang dilakukan layak atau tidak layak dilihat dari aspek
finansial (Soekartawi, 2006). Menurut Gittinger, 1986) suatu usaha dapat dilihat layak apabila
memberikan keuntungan finansial, sedangkan dinyatakan tidak layak bila tidak memberikan
keuntungan finansial. Salah satu cara untuk melihat kelayakan finansial adalah dengan metode
cash flow. Alasan menggunakan metode ini adalah pengaruh waktu terhadap nilai uang selama
umur kegiatan usaha. Cash Flow analysis dilakukan setelah komponen-komponennya ditentukan
dan diperoleh nilainya. Komponen-komponen tersebut dikelompokan dalam dua bagian, yaitu
penerimaa dan pengeluaran. Kriteria kelayakan finansial yang digunakan yaitu: R/C ratio dan
Break even point (BEP).
Analisis R/C rasio
R/C rasio merupakan singkatan dari revenue per cost ratio, atau dikenal dengan
perbandingan antara penerimaan dengan biaya. Menurut Cahyono (2002), pendapatan dan
keuntungan usahatani yang besar tidak selalu mencerminkan tingkat efisiensi usaha yang tinggi.
Guna mengetahui efisiensi usahatani dapat digunakan analisis R/C rasio. Rasio penerimaan atas
biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani,
artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah satu usahatani
menguntungkan atau tidak.
-
8
Menurut Kadariah (1997), Untuk mengetahui tingkat kelayakan suatu usaha dapat
digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan bagi besarnya pengeluaran,
dimana bila :
R/C Rasio > : Layak
R/C Rasio = 1 : Impas
R/C Rasio < 1 : Tidak Layak
Break even point (BEP)
Break even point adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = totalcost. Dilihat dari
jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik pulang pokok atau TR =TC tergantung
pada lama arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi sebagian biaya operasi dan
pemeliharaan beserta biaya modal lainnya (Kasmir dan Jakfar, 2003). Break even point adalah
kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak rugi atau disebut dalam kondisi impas. Jadi analisa
BEP atau titik keseimbangan adalah suatu teknik yang digunakan oleh seorang manajer
perusahaan yang mengetahui pada jumlah produksi berapa usaha yang diajalankan tidak
memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian (Sigit, 1991).
Menurut Rahardi et al. (1993) break even point dimaksudkan untuk mengetahui titik impas
(tidak untung dan juga tidak rugi) dari usaha bisnis yang diusahakan. Jadi dalam keadaan
tersebut pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang dikeluarkan.
Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan terdapat
perbedaan yang nyata (P 1, maka usahatani
-
9
tersebut layak untuk diterapkan, sebaliknya jika R/C ratio < 1, maka usahatani tersebut tidak
layak untuk diterapkan (Soekartawi, 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan nilai jual pada akhir penggemukan, untuk kelinci yang mendapat perlakuan
tambahan 10% kulit kopi fermentasi (R3) memberikan keuntungan yang paling tinggi dengan
R/C ratio 1,22 menyusul R2 (1,11 ), R4 (1,07), R0 (1,06) dan R1 (1,03), seperti pada Tabel 3..
Meningkatnya keuntungan pada R3, R2 dan R4 disebabkan karena peningkatan out put sebagai
akibat dari peningkatan pertumbuhan. Pemberian kulit kopi sebagai komponen pakan
menyebabkan penurunan harga ransum antara 4,96% - 17,11%.
Tabel 3. Analisis Usahatani Penggemukan Kelinci untuk 8 Ekor Pemeliharaan
No Uraian Volume Satuan Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4
1 Komponen Input
a Bibit (Rp) 8 ekor 160.000 160.000 160.000 160.000 160.000
Harga Pakan (Rp) 1 kg 3.706 3.522 3.362 3.371 3.072
Konsumsi pakan 8 ekor 25,24 28,00 29,00 27,40 30,81
b Biaya pakan Rp 93.539 98.616 97.498 92.365 94.648
c Obat-obatan dan vitamin 0,1 Rp 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
d Tenaga kerja 1,25 HOK 62.500 62.500 62.500 62.500 62.500
e
Penyusutan kandang dan
alat 2 bulan 33 33 33 33 33
Total biaya input
(a+b+c+d+e) 317.073 322.149 321.031 315.899 318.182
2 Penerimaan (output)
Berat akhir kelinci (kg) 8 ekor 9,57 9,45 10,19 11,05 9,73
Harga/kg bobot hidup (Rp) 1 ekor 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000
Total penerimaan (Rp) 8 ekor 334.985 330.890 356.510 386.680 340.655
3 Pendapatan Rp 17.912 8.741 35.479 70.781 22.473
R/C Ratio (2/1) 1,06 1,03 1,11 1,22 1,07
-
10
Feed Cost per Gain (FC/G) adalah biaya pakan yang digunakan untuk meningkatkan 1 g
pertambahan berat badan. Hasil perhitungan FC/G pada penelitian ini adalah Rp.12,78,-/g (R0),
Rp.12,96,-/g (R1), Rp. 13,41,-/g (R2), Rp. 11,42,-/g (R3) dan Rp. 12,51,-/g (R4). Pada perlakuan
R3 ternyata FC/Gnya paling rendah (Rp.11,42,-/g), artinya biaya pakan yang digunakan untuk
meningkatkan 1 g berat badan paling murah jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.
Data analisa usaha tani tersebut menunjukkan bahwa pemberian 20% kulit kopi tidak
terfermentasi, 10% dan 20% kulit kopi terfermentasi secara ekonomi layak untuk diterapkan,
namun dalam pelaksanaan diseminasi diperlukan strategi dan metode pendekatan yang tepat
guna meyakinkan petani, mengingat adanya tambahan kegiatan yang dalam berbagai kasus
menjadi pertimbangan bagi peternak.
produksi (kg)
Kesimpulan
Kulit kopi sebagai salah satu komponen penyusun ransum secara ekonomi layak untuk
diterapkan karena mampu menurunkan biaya ransum sebesar 1,26%, menghasilkan R/C: 1,22
DAFTAR PUSTAKA
Bidura, I.G.N.G, 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. Penerbit, Udayana
University Press, Universitas Udayana, Denpasar.
BPS. 2016. Populasi Ternak di Bali. Laporan Badan Pusat Statistik Provensi Bali Tahun 2016.
Cahyono, B. 2002. Wortel Teknik Budi Daya Analisis Usah Tani. Kanisius, Yogyakarta
Farrel, D.J. dan Y.C. Raharjo. 1984. Potensi Ternak kelinci sebagai penghasil Daging. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Hon, F.M., O.I.A. Oluremi and F.O.I. Anuqwa. 2009. The Effect of Dried Sweet Orange (Citrus
Sinensis) Fruit Pulp Meal on the Growth Performance of Rabbits.
-
11
http://Scialert.net/fulltex/? Doi=pjr 2009.1150.1155&org=11. Disitir Tanggal 7 Maret
2012.
Kadariah, L. 1997. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi UI. Jakarta
Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi. Fakultas
Ekonomi. Universitas Indonesia, Jakarta.
Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta
Sartika, T., D. Gultom dan D. Aritonang. 1988. Pemanfaatan daun wortet (Daucus carota) dan
campurannya dengan rumput lapang sebagai pakan kelinci. Seminar Nasional peternakan
dan Forum Peternak Unggas dan Aneka ternak II. Balitbangnak, Deptan.
Nuriyasa, M. 2012. “Respon Biologi Serta Pendugaan Kebutuhan Energi dan Protein Ternak Kelinci Kondisi Lingkungan berbeda Di Daerah Dataran Rendah Tropis”(disertasi). Program Pasca Sarjana. Universitas Udayana. Denpasar.
Nuriyasa, I. M., I.M. Mastika and G. Ayu Mayani Kristina dewi. 2015. Performance of local rabbit (Lepus
nigricollis) fed diets containing different level of fermented coffee pulp. African Journal of
Agricultural Research Vol. 10 (52): 4820 – 4824.
Nuriyasa, I.M., W.S Yupardhi, E. Puspani. 2016. Study on Growth rate of local male rabbits (Lepus
nigricollis) fed different energy levels diet and sheltered in different density. J.Biol. Chem.
Research, Vol. 33(1) 2016.
Nuriyasa, I. M., I.M. Mastika and G. Ayu Mayani Kristina dewi. 2016. Micro climate and
physiological responses of local rabbit offered diet containing different levels coffee pulp
in tropical higland region. J.Biol.Chem. Research. Vol. 33 (2): 800 – 807 (2016).
NRC. 1977. Nutrient requirement of Rabbits. National Academy of Sciences, Washington, D.C.
Rahardi, F. 1993. Agribisnis Tanaman Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sigit, S. 1991. Analisis Break Event. Rancangan Linear Secara Ringkas dan Praktis. BPFE.
Yogyakarta
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI Press. Universitas Indonesia.
http://scialert.net/fulltex/
-
12
Suradi, K. 2005. Potensi dan peluang Teknologi Pengolahan Produk Kelinci. Prosiding
Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci, Bandung 30
September 2005.
Sri Lestari.C.M.,H.I. Wahyuni, dan L.Susandari. 2005. Budidaya kelinci Menggunakan Pakan
Industri Pertanian dan Bahan Pakan Inkonvensional. Prosiding. Lokakarya Nasional.
Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha kelinci. Bandung 30 September 2005. Pusat
Penelitian dan pengembangan Peternakan.Badan penelitian dan pengembangan Pertanian
dan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Hal 55-59
Steel , R.G.D. and J.H. Torrie. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan
Biometrik, Edisi kedua. Diterjemahkan oleh Sumantri. Gramedia. Jakarta.
USDA. 2009. Rabbit Protein. http://www.mybunnyfarm.com/rabbitprotein/ Disitir Tgl 24 Juli
2010.
http://www.mybunnyfarm.com/rabbitprotein/
-
13
Persepsi.pdfsmnr persepsi.pdfANALISIS USAHA KELINCI.pdf