imissu single sign on of udayana university · 2017. 7. 29. · imissu single sign on of udayana...

18

Upload: others

Post on 16-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • P-EBgEfg

    l,toril" lErrf-errrbft l!-[r AsrLrsr]i( Lrer:er{L

    u4!li \tcLr!\'rlir li[ ELioNr[ EL'rdN_i!rr (ti ]

    SLil[LUitL I.USLOt\Yi]i SILlL.tis

  • rm.ir mdquoy @ydDo..on

    kooiuo8 pdcEer keliNi lord (..p6 r&&rrl yug mo*umlor

    da r bbr (rLq1, rsL{ Bi J;F

    (R' 6^ rak y.is m{ssEkai 20% ttlln koD, dranishs (R{)

    r7,r1% nq&s,ke DiLrttu, Plda !ruhh lori rrh LoP Gnieddi (tu)h{ysd ru (r,r ), R4 0,0), R0 (r,06) etr Rr 00r) D L r$rt

    LNnbq* m(k4 k.mtuM;

  • 1

    ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN KELINCI LOKAL YANG

    MENGGUNAKAN LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN TERNAK

    I.M. Nuriyasa, B.R.T. Putri, D.A.Warmadewi

    [email protected]

    ABSTRAK

    Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan peternakan

    kelinci lokal (Lepus nigricollis) yang menggunakan aras kulit kulit kopi berbeda sebagai pakan

    ternak. Rancangan percobaan yang dipergunkan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

    Kelompok (RAK) dengan 4perlakuan dan 5 blok (ulangan). Perlakuan yang dipergunakan dalam

    penelitian adalah: pakan yang tidak menggunakan kulit kopi (R0), pakan yang menggunakan

    10% kulit kopi tidak terfermentasi (R1), pakan yang menggunakan 10% kulit kopi terfermentasi

    (R3) dan Pakan yang menggunakan 20% kulit kopi terfermentasi (R4). Hasil penelitian

    mendapatkan bahwa penggunaan kulit kopi sebagai komponen pakan menyebabkan penurunan

    harga ransum antara 4,96% - 17,11%. Berdasarkan nilai jual pada akhir penggemukan, untuk

    kelinci yang mendapat perlakuan tambahan 10% kulit kopi fermentasi (R3) memberikan

    keuntungan yang paling tinggi dengan R/C ratio 1,22 menyusul R2 (1,11 ), R4 (1,07), R0 (1,06)

    dan R1 (1,03). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan 10% kulit kopi

    terfermentasi dalam pakan kelinci local memberikan tingkat keuntungan yang paling tinggi.

    Kata Kunci: Kelinci local, kulit kopi, R/C ratio, keuntungan peternak

    mailto:[email protected]

  • 2

    PENDAHULUAN

    Sektor peternakan dalam arti luas termasuk peternakan merupakan sektor andalan

    perekonomian nasional yang dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional. Ketangguhan

    sektor peternakan ditunjukkan oleh masih besarnya potensi sumberdaya lokal, baik ternak,

    teknologi maupun limbah agroindustri sebagai pakan ternak. Menurut Soehadji (1990)

    persaingan global bisa dimenangkan dengan meningkatkan kemampuan mewujudkan peternakan

    yang maju, efisien dan tangguh. Peternakan tangguh merupakan kondisi dimana sumber daya

    (modal, alam, tenaga kerja dan teknologi) dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga produk

    yang dihasilakan dapat memenuhi permintaan pasar.

    Di Bali kendala dalam pengembangan ternak ruminansia khususnya sapi adalah lahan

    pengembangan semakin sempit dan tingkat reproduksinya lambat, sehingga perlu diversifikasi

    daging dengan pengembangan ternak unggas dan babi. Pengembangan ternak unggas dan babi

    membutuhkan pakan yang mahal dan berkompetisi dengan manusia sehingga usaha ini tidak

    efisien untuk dikembangkan (Suradi, 2005). Kelinci merupakan salah satu ternak alternatif yang

    mempunyai potensi besar untuk diversifikasi penyediaan sumber protein hewani sebagai

    penyedia daging. Menurut BPS (2012), populasi kelinci di Bali pada tahun 2012 sebanyak 5.907

    ekor, dimana populasi terbanyak di Kabupaten Tabanan (2.942 ekor) dan Kabupaten

    Karangasem (1.522 ekor). Kelinci menjadi pilihan untuk dibudidayakan karena pakannya tidak

    bersaing dengan kebutuhan manusia, pemberian hijauan yang tinggi pada ternak kelinci dapat

    meningkatkan efisiensi ransum (Farrel dan Raharjo,1984). Sartika et al. (1988), keuntungan

    beternak kelinci salah satunya dapat memanfaatkan limbah pertanian maupun berbagai jenis

    hijauan sehingga dalam budidaya kelinci dapat menggunakan sumber daya lokal. Nuriyasa et

    al., (2015) melaporkan kelinci dapat dipelihara dengan memberikan pakan hijauan yang

    dikombinasikan dengan limbah pertanian dan hasil industri pertanian. Sri Lestari et al. (2005)

    menyatakan kelinci mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang sangat pesat, satu

  • 3

    siklus reproduksi seekor kelinci dapat memberikan 8-10 ekor anak dan pada umur 8 minggu

    bobot badannya dapat mencapai 2 kg. Komposisi kimia daging kelinci mempunyai kualitas yang

    baik, kandungan protein daging kelinci cukup tinggi yaitu 20% dengan kandungan lemak rendah

    yaitu 10% (USDA, 2009).

    Nuriyasa et al. (2016) melaporkan salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang

    murah dan kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah , baik pertanian, peternakan maupun

    industri pertanian. Salah satu limbah yang dapat dijadikan sebagai pakan konsentrat adalah kulit

    kopi yang memiliki kandungan nutrien yang cukup bagi kelinci, murah harganya dan tersedia

    secara kontinyu dalam upaya untuk menurunkan biaya produksi.

    Kulit kopi mempunyai potensi 4.118,24 ton/ha untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak

    karena produksinya sangat tinggi. Melalui proses fermentasi dengan Aspergillus niger

    kandungan protein kopi dapat ditingkatkan dari 9,94 % menjadi 17,81%, kandungan serat kasar

    menurun dari 18,74% menjadi 13,05%, (Budiari, 2009). Menurut Bidura (2007) ransum yang

    difermentasi kandungan protein dan energinya meningkat sedangkan kandungan serat kasarnya

    menurun. Hasil kajian Parwati, et al (2008) kulit kopi yang difermentasi dengan Aspergillus

    niger mampu menggantikan dedak padi yang selama ini sebagai pakan konsentrat untuk ternak

    sapi. Hal ini menunjukan bahwa dengan sentuhan teknologi dapat menjadikan kulit kopi sebagai

    bahan pakan yang lebih bermutu.

    Informasi tentang kajian ekonomi pemanfaatan kulit kopi terfermentasi sebagai pakan

    kelinci untuk pakan kelinci sampai saat ini belum tersedia sehingga dilakukan kajian analisis

    finansial usaha peternakan kelinci local yang menggunakan limbah kulit kopi sebagai pakan

    ternak.

  • 4

    METODE PENELITIAN

    Rancangan Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di Desa Gulingan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.

    Penelitian dilaksanakan selama 16 minggu dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok

    (RAK), dengan lima perlakuan. Perlakuan tersebut adalah kelinci yang diberikan ransum tanpa

    menggunakan kulit kopi atau ransum kontrol (R0), menggunakan 10% kulit kopi (R1),

    menggunakan 20% kulit kopi (R2), menggunakan 10% kulit kopi terfermentasi (R3) dan

    menggunakan 20% kulit kopi terfermentasi (R4). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 8

    kali sehingga terdapat 40 unit percobaan. Penelitian menggunakan kelinci lokal jantan umur lima

    minggu sebanyak 40 ekor.

    Variabel Penelitian

    Berat badan

    Penimbangan dilakukan setiap minggu untuk mengetahui pertambahan berat badan per

    minggu. Berat badan awal didapatkan dengan cara penimbangan dilakukan pada awal penelitian

    sebelum kelinci diberikan perlakuan pakan, sedangkan untuk mengetahui berat badan akhir

    dilakukan pada akhir penelitian. Pertambahan berat badan didapatkan dengan cara mengurangi

    berat badan pada akhir penelitian dengan berat badan pada awal penelitian. Sebelum ditimbang

    kelinci dipuasakan selama 12 jam.

    Konsumsi Ransum

    Konsumsi ransum dihitung setiap minggu dengan mengurangi jumlah ransum yang

    diberikan dengan sisa ransum pada hari tersebut.Total konsumsi ransum diperoleh dengan cara

    menjumlahkan konsumsi ransum setiap minggu selama penelitian berlangsung.

  • 5

    Ternak Penelitian

    Dalam penelitian ini digunakan ternak kelinci jantan lokal lepas sapih (umur 5 minggu)

    sebanyak 40 ekor sesuai dengan perlakuan dan ulangan yang direncanakan. Sebelum kelinci

    dimasukan ke dalam kandang terlebih dahulu diinjeksi dengan ivomek 0,2 ml per ekor untuk

    mencegah serangan endoparasit dan eksoparasit (Hon, et al., 2009).

    Ransum dan Air Minum

    Ransum yang dipergunakan dalam penelitian ini disusun dari bahan-bahan antara lain :

    jagung kuning, tepung ikan, dedak padi, bungkil kelapa, tepung kedelai, rumput gajah, tepung

    tapioka, kulit kopi, kulit kopi terfermentasi, minyak kelapa, dan tepung tulang. Ransum

    diberikan adalah iso energi dan protein dengan kandungan protein kasar 16 % dan energi

    termetabolis 2.500 kkal/kg (NRC, 1977). Komposisi bahan penyusun ransum dan kandungan

    nutrien ransum disajikan pada Table 1 dan 2.

    Tabel 1. Komposisi Bahan Penyusun Ransum Penelitian

    Bahan (%) Perlakuan

    R0 R1 R2 R3 R4

    Jagung Kuning 24,00 23,00 23,00 22,00 20,50

    Bungkil Kelapa 14,50 13,00 10,50 10,00 6,50

    Tepung Ikan 6,50 6,50 7,00 6,00 5,00

    Tepung Tapioka 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00

    Tepung Kedelai 6,50 6,55 6,10 5,50 5,15

    Dedak Padi 15,00 12,45 10,00 16,00 16,05

    Rumput Gajah 25,00 22,00 18,90 24,00 22,30

    Dedak Kulit Kopi Non

    Fermentasi

    10,00 20,00

    Dedak Kulit Kopi fermentasi

    10,00 20,00

    Minyak Kelapa 4,00 2,00 0,00 2,00 0,00

    Tepung Tulang 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

    Total 100 100 100 100 100

  • 6

    Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

    Nutrien Perlakuan Standard

    NRC

    (1977) RO R1 R2 R3 R4

    TDN % 64,83 64,85 65,00 64,65 64,73 65

    ME(Kkal/kg) 2506,11 2519,72 2553,34 2523,40 2554,14 2500

    Protein Kasar % 16,00 16,01 16,00 16,01 16,02 16

    Lemak Kasar % 10,08 7,83 5,60 7,29 5,57 2

    Serat Kasar % 13,14 13,48 13,65 13,47 13,64 10-14

    Calcium % 0,35 0,39 0,42 0,41 0,46 0,4

    Phosporus % 0,62 0,59 0,55 0,64 0,66 0,22

    Lisin % 0,62 0,59 0,55 0,55 0,48 0,65

    Metionin + sistin % 0,40 0,38 0,35 0,35 0,30 0,6

    Isoleusin % 0,61 0,58 0,55 0,54 0,47 0,6

    Leusin % 1,99 0,93 0,87 0,89 0,77 1,1

    Phenilalanin + Tirosin % 1,99 0,88 0,81 0,84 0,73 1,1

    Treonin % 0,48 0,45 0,41 0,42 0,37 0,6

    Triptofan % 0,12 0,11 0,10 0,10 0,09 0,2

    Valin % 0,63 0,59 0,54 0,55 0,48 0,7 Keterangan : Perhitungan berdasarkan Tabel National Research Council (NRC) (1977).

    Kandang Penelitian

    Penelitian menggunakan sebuah bangunan kandang yang beratap asbes dengan luas 5 m x

    10 m dengan tinggi tembok 3 m. Kandang berada di desa Gulingan, Kecamatan Mengwi,

    Kabupaten Badung. Kandang yang dipergunakan kandang berukuran panjang 70 cm, lebar 50

    cm, tinggi 45 cm dan berbentuk panggung dengan ketinggian 75 cm di atas permukaan tanah

    sesuai dengan rekomendasi Nuriyasa (2012).

    Analisis Finansial Usaha

    Menurut Kadariah et al. (1999) analisis finansial adalah analisis usaha yang dilihat dari

    sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam usaha atau yang

    berkepentingan langsung dalam usaha. Dalam analisis finansial yang diperhatikan adalah hasil

    untuk modal saham (Equity Capital) yang ditanam dalam usaha, hasil yang harus diterima oleh

    para petani, pengusaha (businessmen), perusahaan swasta, suatu badan pemerintah, atau siapa

  • 7

    saja yang berkepentingan langsung dalam pembangunan usaha. Analisis finansial ini penting

    artinya dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam mensukseskan

    pelaksanaan usaha. Sebab, tidak ada gunanya untuk melaksanakan usaha yang mengutungkan

    dilihat dari sudut perekonomian sebagai keseluruhan, jika para petani yang menjalankan aktivitas

    produksi tidak bertambah baik keadaannya. Analisis finansial adalah studi yang bertujuan

    sebagai penilaian suatu kegiatan yang dilakukan layak atau tidak layak dilihat dari aspek

    finansial (Soekartawi, 2006). Menurut Gittinger, 1986) suatu usaha dapat dilihat layak apabila

    memberikan keuntungan finansial, sedangkan dinyatakan tidak layak bila tidak memberikan

    keuntungan finansial. Salah satu cara untuk melihat kelayakan finansial adalah dengan metode

    cash flow. Alasan menggunakan metode ini adalah pengaruh waktu terhadap nilai uang selama

    umur kegiatan usaha. Cash Flow analysis dilakukan setelah komponen-komponennya ditentukan

    dan diperoleh nilainya. Komponen-komponen tersebut dikelompokan dalam dua bagian, yaitu

    penerimaa dan pengeluaran. Kriteria kelayakan finansial yang digunakan yaitu: R/C ratio dan

    Break even point (BEP).

    Analisis R/C rasio

    R/C rasio merupakan singkatan dari revenue per cost ratio, atau dikenal dengan

    perbandingan antara penerimaan dengan biaya. Menurut Cahyono (2002), pendapatan dan

    keuntungan usahatani yang besar tidak selalu mencerminkan tingkat efisiensi usaha yang tinggi.

    Guna mengetahui efisiensi usahatani dapat digunakan analisis R/C rasio. Rasio penerimaan atas

    biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani,

    artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah satu usahatani

    menguntungkan atau tidak.

  • 8

    Menurut Kadariah (1997), Untuk mengetahui tingkat kelayakan suatu usaha dapat

    digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan bagi besarnya pengeluaran,

    dimana bila :

    R/C Rasio > : Layak

    R/C Rasio = 1 : Impas

    R/C Rasio < 1 : Tidak Layak

    Break even point (BEP)

    Break even point adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = totalcost. Dilihat dari

    jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik pulang pokok atau TR =TC tergantung

    pada lama arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi sebagian biaya operasi dan

    pemeliharaan beserta biaya modal lainnya (Kasmir dan Jakfar, 2003). Break even point adalah

    kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak rugi atau disebut dalam kondisi impas. Jadi analisa

    BEP atau titik keseimbangan adalah suatu teknik yang digunakan oleh seorang manajer

    perusahaan yang mengetahui pada jumlah produksi berapa usaha yang diajalankan tidak

    memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian (Sigit, 1991).

    Menurut Rahardi et al. (1993) break even point dimaksudkan untuk mengetahui titik impas

    (tidak untung dan juga tidak rugi) dari usaha bisnis yang diusahakan. Jadi dalam keadaan

    tersebut pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang dikeluarkan.

    Analisa Data

    Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan terdapat

    perbedaan yang nyata (P 1, maka usahatani

  • 9

    tersebut layak untuk diterapkan, sebaliknya jika R/C ratio < 1, maka usahatani tersebut tidak

    layak untuk diterapkan (Soekartawi, 2002).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Berdasarkan nilai jual pada akhir penggemukan, untuk kelinci yang mendapat perlakuan

    tambahan 10% kulit kopi fermentasi (R3) memberikan keuntungan yang paling tinggi dengan

    R/C ratio 1,22 menyusul R2 (1,11 ), R4 (1,07), R0 (1,06) dan R1 (1,03), seperti pada Tabel 3..

    Meningkatnya keuntungan pada R3, R2 dan R4 disebabkan karena peningkatan out put sebagai

    akibat dari peningkatan pertumbuhan. Pemberian kulit kopi sebagai komponen pakan

    menyebabkan penurunan harga ransum antara 4,96% - 17,11%.

    Tabel 3. Analisis Usahatani Penggemukan Kelinci untuk 8 Ekor Pemeliharaan

    No Uraian Volume Satuan Perlakuan

    R0 R1 R2 R3 R4

    1 Komponen Input

    a Bibit (Rp) 8 ekor 160.000 160.000 160.000 160.000 160.000

    Harga Pakan (Rp) 1 kg 3.706 3.522 3.362 3.371 3.072

    Konsumsi pakan 8 ekor 25,24 28,00 29,00 27,40 30,81

    b Biaya pakan Rp 93.539 98.616 97.498 92.365 94.648

    c Obat-obatan dan vitamin 0,1 Rp 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

    d Tenaga kerja 1,25 HOK 62.500 62.500 62.500 62.500 62.500

    e

    Penyusutan kandang dan

    alat 2 bulan 33 33 33 33 33

    Total biaya input

    (a+b+c+d+e) 317.073 322.149 321.031 315.899 318.182

    2 Penerimaan (output)

    Berat akhir kelinci (kg) 8 ekor 9,57 9,45 10,19 11,05 9,73

    Harga/kg bobot hidup (Rp) 1 ekor 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000

    Total penerimaan (Rp) 8 ekor 334.985 330.890 356.510 386.680 340.655

    3 Pendapatan Rp 17.912 8.741 35.479 70.781 22.473

    R/C Ratio (2/1) 1,06 1,03 1,11 1,22 1,07

  • 10

    Feed Cost per Gain (FC/G) adalah biaya pakan yang digunakan untuk meningkatkan 1 g

    pertambahan berat badan. Hasil perhitungan FC/G pada penelitian ini adalah Rp.12,78,-/g (R0),

    Rp.12,96,-/g (R1), Rp. 13,41,-/g (R2), Rp. 11,42,-/g (R3) dan Rp. 12,51,-/g (R4). Pada perlakuan

    R3 ternyata FC/Gnya paling rendah (Rp.11,42,-/g), artinya biaya pakan yang digunakan untuk

    meningkatkan 1 g berat badan paling murah jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.

    Data analisa usaha tani tersebut menunjukkan bahwa pemberian 20% kulit kopi tidak

    terfermentasi, 10% dan 20% kulit kopi terfermentasi secara ekonomi layak untuk diterapkan,

    namun dalam pelaksanaan diseminasi diperlukan strategi dan metode pendekatan yang tepat

    guna meyakinkan petani, mengingat adanya tambahan kegiatan yang dalam berbagai kasus

    menjadi pertimbangan bagi peternak.

    produksi (kg)

    Kesimpulan

    Kulit kopi sebagai salah satu komponen penyusun ransum secara ekonomi layak untuk

    diterapkan karena mampu menurunkan biaya ransum sebesar 1,26%, menghasilkan R/C: 1,22

    DAFTAR PUSTAKA

    Bidura, I.G.N.G, 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. Penerbit, Udayana

    University Press, Universitas Udayana, Denpasar.

    BPS. 2016. Populasi Ternak di Bali. Laporan Badan Pusat Statistik Provensi Bali Tahun 2016.

    Cahyono, B. 2002. Wortel Teknik Budi Daya Analisis Usah Tani. Kanisius, Yogyakarta

    Farrel, D.J. dan Y.C. Raharjo. 1984. Potensi Ternak kelinci sebagai penghasil Daging. Pusat

    Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

    Hon, F.M., O.I.A. Oluremi and F.O.I. Anuqwa. 2009. The Effect of Dried Sweet Orange (Citrus

    Sinensis) Fruit Pulp Meal on the Growth Performance of Rabbits.

  • 11

    http://Scialert.net/fulltex/? Doi=pjr 2009.1150.1155&org=11. Disitir Tanggal 7 Maret

    2012.

    Kadariah, L. 1997. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi Lembaga Penerbit Fakultas

    Ekonomi UI. Jakarta

    Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi. Fakultas

    Ekonomi. Universitas Indonesia, Jakarta.

    Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta

    Sartika, T., D. Gultom dan D. Aritonang. 1988. Pemanfaatan daun wortet (Daucus carota) dan

    campurannya dengan rumput lapang sebagai pakan kelinci. Seminar Nasional peternakan

    dan Forum Peternak Unggas dan Aneka ternak II. Balitbangnak, Deptan.

    Nuriyasa, M. 2012. “Respon Biologi Serta Pendugaan Kebutuhan Energi dan Protein Ternak Kelinci Kondisi Lingkungan berbeda Di Daerah Dataran Rendah Tropis”(disertasi). Program Pasca Sarjana. Universitas Udayana. Denpasar.

    Nuriyasa, I. M., I.M. Mastika and G. Ayu Mayani Kristina dewi. 2015. Performance of local rabbit (Lepus

    nigricollis) fed diets containing different level of fermented coffee pulp. African Journal of

    Agricultural Research Vol. 10 (52): 4820 – 4824.

    Nuriyasa, I.M., W.S Yupardhi, E. Puspani. 2016. Study on Growth rate of local male rabbits (Lepus

    nigricollis) fed different energy levels diet and sheltered in different density. J.Biol. Chem.

    Research, Vol. 33(1) 2016.

    Nuriyasa, I. M., I.M. Mastika and G. Ayu Mayani Kristina dewi. 2016. Micro climate and

    physiological responses of local rabbit offered diet containing different levels coffee pulp

    in tropical higland region. J.Biol.Chem. Research. Vol. 33 (2): 800 – 807 (2016).

    NRC. 1977. Nutrient requirement of Rabbits. National Academy of Sciences, Washington, D.C.

    Rahardi, F. 1993. Agribisnis Tanaman Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Sigit, S. 1991. Analisis Break Event. Rancangan Linear Secara Ringkas dan Praktis. BPFE.

    Yogyakarta

    Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI Press. Universitas Indonesia.

    http://scialert.net/fulltex/

  • 12

    Suradi, K. 2005. Potensi dan peluang Teknologi Pengolahan Produk Kelinci. Prosiding

    Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci, Bandung 30

    September 2005.

    Sri Lestari.C.M.,H.I. Wahyuni, dan L.Susandari. 2005. Budidaya kelinci Menggunakan Pakan

    Industri Pertanian dan Bahan Pakan Inkonvensional. Prosiding. Lokakarya Nasional.

    Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha kelinci. Bandung 30 September 2005. Pusat

    Penelitian dan pengembangan Peternakan.Badan penelitian dan pengembangan Pertanian

    dan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Hal 55-59

    Steel , R.G.D. and J.H. Torrie. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan

    Biometrik, Edisi kedua. Diterjemahkan oleh Sumantri. Gramedia. Jakarta.

    USDA. 2009. Rabbit Protein. http://www.mybunnyfarm.com/rabbitprotein/ Disitir Tgl 24 Juli

    2010.

    http://www.mybunnyfarm.com/rabbitprotein/

  • 13

    Persepsi.pdfsmnr persepsi.pdfANALISIS USAHA KELINCI.pdf