issn 1907-3046 jurnal ilmiah pannmedpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/mei-agu/panmed mei...

107
JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist) VOL.12 NO.1 MEI-AGUS 2017 TERBIT TIGA KALI SETAHUN (PERIODE JANUARI, MEI, SEPTEMBER) Penanggung Jawab: Dra. Ida Nurhayati, M.Kes. Redaktur: Drg. Herlinawati, M.Kes. Penyunting Editor: Soep, SKp., M.Kes. Nelson Tanjung, SKM., M.Kes. Dra. Ernawaty, M.Si, Apt. Fauzi Romeli, SKM, M.Kes Cecep Triwibowo, S.Kp., M.Kes. Desain Grafis & Fotografer: Nastika Sari Lubis, S.Kep., Ns. Julia Hasanah Sekretariat: Sumarni, SST Mitra Bestari: Dr. dr. Juliandi Harahap, M.A. (FK. USU Medan) Dr. Saryono, S.Kp., M.Kes. (FIKes Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto) Alamat Redaksi: Jl. Let Jend Jamin Ginting KM 13.5 Kelurahan Laucih Kec. Medan Tuntungan Telp: 061-8368633 Fax: 061-8368644 DAFTAR ISI Editorial Higiene Genetalia Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Infeksi Menular Seksual Pada Ibu Rumah Tangga (Studi Kasus Puskesmas Bandarharjo Semarang) Oleh Kumalasari, Anies, Henry Setyawan, Bagoes Widjanarko, Muchlis A.U. Sofr...........................1-5 Gambaran Peranan Penyuluhan Metode Demonstrasi Terhadap Pengetahuan Menyikat Gigi Pada Siswa/I Kelas Iv Sd 068003 Kayu Manis Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan. Oleh Sri Junita Nainggolan................................................6-8 Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Martha Friska Medan Oleh Abdul Hanif Siregar, Syarif Zein Yahya ............................................................................9-14 Efek fungistatis, fungisidal ekstrak kayu manis terhadap candida albicans Dan efek bakteristatis bakterisidal terhadap staphylococcus aureus Dari denture stomatitis Oleh Minasari, Dennis Domika.............................................................15-20 Pengaruh berkumur larutan madu terhadap indeks plak Pada siswa-siswi kelas vi sd negeri 066038 Kecamatan medan tuntungan Oleh Herlinawati..................21-24 Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Manajemen Laktasi Dan Dukungan Tempat Kerja Dengan Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI Di Wilayah Kerja Puskesmas Pembantu (Pustu) Amplas Medan Oleh Lusiana Gultom............................25-31 Perbedaan penurunan indeks plak menyikat gigi Dengan teknik bass dan roll pada siswa/i Smp swasta gajah mada medan kelas vii Tahun 2016 Oleh Netty Jojor Aritonang................................................ 32-35 Pengaruh pemberian asi eksklusif dengan kejadian ispa pada anak batita di puskesmas singosari kota pematangsiantar Oleh Sri Hernawati ............... 36-44 Hubungan response time perawat dengan kepuasan keluarga pasien di instalansi gawat darurat (igd) rsud dr. Pirngadi medan tahun 2016 Oleh Ns, Marlissa .......................................................................... 45-49 ISSN 1907-3046

Upload: vandang

Post on 08-Nov-2018

263 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

JURNAL ILMIAH

PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist)

VOL.12 NO.1 MEI-AGUS 2017

TERBIT TIGA KALI SETAHUN (PERIODE JANUARI, MEI, SEPTEMBER)

Penanggung Jawab:

Dra. Ida Nurhayati, M.Kes.

Redaktur:

Drg. Herlinawati, M.Kes.

Penyunting Editor:

Soep, SKp., M.Kes. Nelson Tanjung, SKM., M.Kes.

Dra. Ernawaty, M.Si, Apt.

Fauzi Romeli, SKM, M.Kes

Cecep Triwibowo, S.Kp., M.Kes.

Desain Grafis & Fotografer:

Nastika Sari Lubis, S.Kep., Ns.

Julia Hasanah

Sekretariat:

Sumarni, SST

Mitra Bestari:

Dr. dr. Juliandi Harahap, M.A. (FK. USU Medan)

Dr. Saryono, S.Kp., M.Kes. (FIKes Universitas Jenderal

Sudirman, Purwokerto)

Alamat Redaksi:

Jl. Let Jend Jamin Ginting KM 13.5

Kelurahan Laucih Kec. Medan Tuntungan

Telp: 061-8368633

Fax: 061-8368644

DAFTAR ISI Editorial Higiene Genetalia Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Infeksi Menular Seksual Pada Ibu Rumah Tangga (Studi Kasus Puskesmas Bandarharjo Semarang) Oleh Kumalasari, Anies, Henry Setyawan, Bagoes Widjanarko, Muchlis A.U. Sofr...........................1-5 Gambaran Peranan Penyuluhan Metode Demonstrasi Terhadap Pengetahuan Menyikat Gigi Pada Siswa/I Kelas Iv Sd 068003 Kayu Manis Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan. Oleh Sri Junita Nainggolan................................................6-8 Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Martha Friska Medan Oleh Abdul Hanif Siregar, Syarif Zein Yahya ............................................................................9-14

Efek fungistatis, fungisidal ekstrak kayu manis terhadap candida albicans Dan efek bakteristatis bakterisidal terhadap staphylococcus aureus Dari denture stomatitis Oleh Minasari, Dennis Domika.............................................................15-20 Pengaruh berkumur larutan madu terhadap indeks plak Pada siswa-siswi kelas vi sd negeri 066038 Kecamatan medan tuntungan Oleh Herlinawati..................21-24 Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Manajemen Laktasi Dan Dukungan Tempat Kerja Dengan Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI Di Wilayah Kerja Puskesmas Pembantu (Pustu) Amplas Medan Oleh Lusiana Gultom............................25-31

P Perbedaan penurunan indeks plak menyikat gigi Dengan teknik bass dan roll pada siswa/i Smp swasta gajah mada medan kelas vii Tahun 2016 Oleh Netty Jojor Aritonang................................................ 32-35 Pengaruh pemberian asi eksklusif dengan kejadian ispa pada anak batita di puskesmas singosari kota pematangsiantar Oleh Sri Hernawati ............... 36-44 Hubungan response time perawat dengan kepuasan keluarga pasien di instalansi gawat darurat (igd) rsud dr. Pirngadi medan tahun 2016 Oleh Ns, Marlissa ..........................................................................45-49

ISSN 1907-3046

Page 2: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

Pengetahuan anak tentang menyikat gigi yang baik

terhadap halitosis pada siswa-siswi kelas iv sd swasta st.

Ignatius Medan johor Oleh Susy Adrianelly

Simaremare....................................................... 50-53

Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penggunaan

Antibiotik Pada Masa Kehamilan Terhadap Pewarnaan

Gigi Anak Balita Di Kelurahan Lau Cih Kecamatan

Medan Tuntungan Oleh Ngena Ria..................54-57

Peranan komunikasi terapeutik oleh mahasiswa tingkat ii jkg terhadap sikap pasien anak dalam tindakan

pencabutan gigi di klinik jkg Poltekkes kemenkes ri

medantahun 2017 Oleh Rawati siregar, Cindy Fortunella

Harefa. ........…...….........................58-61

Pengetahuan Siswa Tentang Seks Pranikah Di Sma

Negeri 1 Berastagi Tahun 2017 Oleh Susanti Br

Perangin-Angin................................................ 62-68

Analisis Pelaksanaan Pelayanan Gigi Dan Mulut Pasien

Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 Oleh Irma

Syafriani Br Sinaga..................................69-74

Pengaruh metode bercerita dengan gambar terhadap

perkembangan bahasa anak menggunakan denver ii

pada Usia 3-5 tahun di yayasan puteri sion medan tahun

2017 Oleh Tiurlan Mariasima Doloksaribu, Adelima

Simamora, Sriningsih Sinaga

..........................................................................75-80

Pengaruh aromatherapi,relaksasi oto progresif terhadap

penurunan kecemasan ibu hamil menjelang persalinan di bpm simalungun Oleh Kandace Sianipar, Renny

Sinaga, Yusliana Nainggolan............................81-91

Efektivitas Perineum Massage Dengan Modifikasi

Hands-Off Dan Perineum Massage Dengan Modifikasi

Hands-On Terhadap Ruptur Perineum Di Bpm Kota

Pematangsiantar Oleh Juliani Purba, Tengku Sri

Wahyuni.....................................................92-95

Perbedaan Penurunan Intensitas Nyeri Dismenorea Pada

Remaja Dengan Menggunakan Relaksasi Nafas Dalam Dan Relaksasi Imajinasi Termbimbing Oleh Hotma

Sauhur Hutagaol

.........................................................................96-99

Efektivitas Berkumur Larutan Ekstrak Etanol Kulit Kayu

Manis Dalam Menurunkan Akumulasi Plak Gigi Oleh

Syahdiana Waty, Dwi Suryanto, Yurnaliza

.............................................................................100-102

Diterbitkan oleh : POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN

Jl. Jamin Ginting KM. 13,5 Kel. Lau Cih Medan Tuntungan Kode Pos : 20136

www.poltekkes-medan.ac.id/pannmed

Page 3: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

PENGANTAR REDAKSI

Jurnal PANNMED merupakan salah satu wadah untuk menampung hasil penelitian Dosen Politeknik

Kesehatan Kemenkes Medan.

Jurnal PANNMED Edisi Januari – April 2017 Vol. 11 No. 3 yang terbit kali ini menerbitkan sebanyak 21 Judul Penelitian.

Redaksi mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Direktur atas supportnya sehingga Jurnal ini dapat terbit

2. Dosen-dosen yang telah mengirimkan tulisan hasil penelitiannya dan semoga dengan terbitnya jurnal

ini dapat memberi semangat kepada dosen yang lain untuk berkreasi menulis hasil penelitian sehingga

bisa diterbitkan ke Jurnal Pannmed ini.

Akhir kata, kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun agar jurnal ini dapat menjadi jurnal yang

berkualitas seperti harapan kita bersama.

Redaksi

Page 4: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,
Page 5: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

1

HIGIENE GENETALIA SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA

INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA IBU RUMAH TANGGA

( Studi Kasus Puskesmas Bandarharjo Semarang)

Kumalasari, Anies, Henry Setyawan,

Bagoes Widjanarko, Muchlis A.U. Sofro

` ABSTRAK

Latar Belakang : IMS mengakibatkan masalah kesehatan seksual dan reproduksi yang berdampak kepada

kalangan perempuan terutama ibu rumah tangga, anak-anak dan orang-orang miskin. Faktor yang dapat mempengaruhi kejadian IMS meliputi semua aspek epidemiologi: umur, ras, pendidikan, pekerjaan, status

ekonomi, status perkawinan, pengetahuan, sikap dan praktik dalam perawatan higiene genetalia. Puskesmas

Bandarharjo memiliki angka kejadian IMS yang cukup tinggi 50 kasus di tahun 2014 dan 90% adalah ibu

rumah tangga. Penelitian ini ingin membuktikan faktor higiene genetalia berpengaruh terhadap kejadian IMS

pada ibu rumah tangga.

Metode : Penelitian ini menggunakan pendekatan mix method dengan desain studi kasus-kontrol, jumlah

sampel sebanyak 80 dengan perbandingan 1:1 (40 responden masing-masing kelompok), di wilayah kerja

Puskesmas Bandarharjo. Sebagai kasus adalah ibu rumah tangga yang positif IMS dan kontrol adalah ibu

rumah tangga yang negatif IMS setelah diperiksa secara fisik dan laboratorium di Puskesmas Bandarharjo.

Data di analisis secara univariat, bivariat (chi-square), dan multivariat (regresi logistik), dilanjutkan indepth-

interview. Hasil : Beberapa faktor yang terbukti berpengaruh terhadap IMS pada Ibu rumah tangga adalah tidak cebok

sebelum melakukan hubungan seksual (OR=7,7; 95% CI 2,0-29,1; p=0,002), vaginal douching (OR=7,7;

95% CI 2,0-29,1; p=0,002), Pendapatan keluarga rendah < UMR (OR=4,0; 95% CI 1,4-14,3; p=0,030).

Simpulan : Faktor higiene genetalia yang berpengaruh terhadap IMS pada Ibu rumah tangga adalah tidak

cebok sebelum HUS, melakukan vaginal douching, pendapatan keluarga < UMR.

Kata Kunci : IMS, Ibu rumah tangga, Higiene genetalia.

PENDAHULUAN

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit

yang timbul atau ditularkan melalui hubungan seksual (1-

2), yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual

dengan pasangan yang sudah tertular, namun ini hanya

menunjuk pada penyakit yang ada dikelamin. Istilah IMS

lebih luas maknanya, karena menunjuk pada cara penularannya(3). IMS dapat mengakibatkan masalah yang

besar dalam kesehatan masyarakat terutama konsekuensi

terhadap kesehatan seksual dan reproduksi yang lebih

berdampak kepada kalangan perempuan, anak-anak dan

orang-orang miskin(4).

Faktor yang dapat mempengaruhi kejadian IMS

meliputi semua aspek epidemiologi yaitu umur, ras,

pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, status perkawinan,

pengetahuan sikap dan praktik dalam perawatan higiene

genetalia(5)

Perawatan area genetalia sangat jarang

dibicarakan oleh masyarakat Indonesia karena terkesan tabu dan jorok. Higiene genetalia adalah perawatan

kebersihan alat kelamin khususnya pada perempuan agar

tetap terjaga keseimbangan flora normal dalam vagina(2)..

Data yang dikeluarkan World Health

Organization (WHO) tahun 2013, lebih dari satu juta orang

memperoleh infeksi menular seksual setiap hari. Setiap

tahunnya sekitar 500 juta orang menjadi sakit dengan salah

satu dari empat jenis infeksi menular seksual, yaitu

klamidia, gonore, sifilis,dan trikomoniasis. Lebih dari 290

juta wanita memiliki human papilloma virus(5,6). Berdasarkan data dikalangan kelompok berisiko tinggi di

Indonesia, telah memberikan gambaran bahwa telah

terjadi peningkatan prevalensi pada tahun 2011 lelaki seks

dengan lelaki (LSL)12 %, lelaki beresiko tinggi 0,7% pada

tahun 2011. Prevalensi gonorhoe dan atau klamida pada

wanita penjaja seks langsung (WPSL) sebesar 56% pada

wanita penjaja seks tidak langsung (WPSTL) pada tahun

2011 sebesar 47% (7). Penderita IMS di Propinsi Jawa

Tengah pada tahun 2011 sebanyak 10.752 kasus. Kasus

baru IMS 0,7 per 1.000 penduduk perempuan. Untuk kasus

IMS di kota Semarang pada tahun 2014 angka kesakitan

akibat IMS yaitu sebanyak 5749 kasus(8). Kurangnya kesadaran dari masyarakat akan

pentingnya pemeriksaan dini terhadap kesehatan

reproduksi termasuk IMS di Puskesmas Bandarharjo

Page 6: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

2

terbukti dari cakupan pemeriksaan pada klinik IMS hanya

42% dan lebih dari 90% perempuan yang berstatus sebagai

ibu rumah tangga. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh

dokter yang bertugas di klinik IMS tersebut maka

didapatkan sekitar 60% ibu rumah tangga yang datang

menderita vaginitis(8). Berdasarkan data diatas

sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian pada

perempuan khususnya ibu rumah tangga, oleh karena itu maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan

ingin meneliti lebih jauh mengenai, “Higiene genetalia

merupakan faktor risiko terjadinya IMS” studi kasus pada

ibu rumah tangga yang berada di wilayah kerja Puskesmas

Bandarharjo Semarang.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian ini mix method dimana

kuantitatif adalah sebagai pendekatan utamanya dan

kualitatif adalah pendekatan pendukung. Menggunakan

desain kasus-kontrol, dan wawancara mendalam (in-dept-interview).

Populasi rujukan adalah seluruh ibu rumah tangga

yang terdiagnosa IMS di kota Semarang. Populasi studi

adalah ibu rumah tangga yang terdiagnosa IMS di klinik

IMS Puskesmas Bandarharjo Semarang. Sampel

responden kasus adalah ibu rumah tangga terdiagnosa IMS

di klinik IMS Puskesmas Bandarharjo Semarang, dan

kasus kontrol adalah ibu rumah tangga yang tidak

terdiagnosa IMS di klinik IMS Puskesmas Bandarharjo

Semarang.

Cara pemilihan sampel adalah dengan “purposive

sampling” yaitu setiap subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun

waktu tertentu sehingga jumlah sampel terpenuhi. (9).

Total sampel/responden dalam penelitian ini adalah

80 orang, dengan perbandingan 1:1. Maka didapati 40

kasus dan 40 kontrol.

Kriteria inklusi kasus adalah ibu rumah tangga

bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo

terdiagnosa IMS di klinik IMS Puskesmas Bandarharjo

dan bersedia berpartisipasi menjadi responden dengan

informed consent. Kriteria eksklusi kasus adalah ibu rumah

tangga yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo terdiagnosa IMS tetapi tidak dilakukan di

Puskesmas Bandarharjo dan tidak mau berpartisispasi

menjadi responden. Untuk kriteria inklusi kontrol adalah

ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Bandarharjo memanfaatkan pelayanan

Puskesmas dan tidak terdiagnosa IMS di klinik IMS

Puskesmas Bandarharjo serta bersedia menjadi responden

dengan informed consent. Kriteria eksklusi kontrol adalah

ibu rumah tangga yang tidak tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Bandarharjo memanfaatkan pelayanan

Puskesmas, dan tidak bersedia menjadi responden.

Variabel terikat adalah IMS, variabel bebas adalah umur, pendidikan, pengetahuan, status ekonomi, vagina

douching, cebok genetalia sebelum HUS, cebok genetalia

setelah HUS, mengeringkan genetalia setelah cebok,

penggantian celana dalam, bahan celana dalam yang

digunakan, pencukuran rambut genetalia, alat cukur

manual yang digunakan untuk mencukur, pemakaian

celana ketat (legging), frekuensi mengganti pembalut saat

menstruasi kurang dari 2 kali dalam sehari.

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan

sistem komputer program SPSS 16.0 terdiri dari analisis

univariat, bivariat menggunakan uji chi-squre , dan

multivariat dengan regresi logistik ganda dilanjutkan

indepht-interview.

HASIL PENELITIAN

Dari penelitian yang dilakukan pada bulan Juli-

Agustus 2015 di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo

Semarang pada 80 responden diperoleh hasil dengan

analisa univariat, bivariat, dan multivariat sebagai berikut.

Tabel 1 menunjukkan sebagian besar responden

sebanyak 95% berusia ≥ 25 tahun, dengan pendidikan

terakhir responden sebagian besar adalah tamat SLTA

(46,25%), sebagian besar responden memiliki pengetahuan

yang baik (52,2%) tentang IMS, sebagian besar

responden (52,5%) memiliki pendapatan keluarga yang rendah <UMR (<1.685.000), sebagian besar responden

bertempat tinggal di Kelurahan Bandarharjo (41,25%),

responden yang melakukan vaginal douching 67,5% sering

melakukan dan 70% menggunakan air dan larutan

antiseptik, 22,5% menggunakan pasta gigi, 7,5 dengan

cuka dan larutan baking soda, 70% responden melakukan

setelah HUS 69,2% setelah menstruasi 10% juga

melakukan gurah vagina. Sebagian besar responden tidak

cebok sebelum HUS (58,8), sebagian besar responden

setelah HUS melakukan cebok (96,2%), sebagian besar

responden tidak keringkan genetalia setelah cebok

(52,5%), sebagian besar responden mengganti celana dalam saat basah(66,2%), sebagian besar responden

menggunakan celana dalam dari bahan katun (83,8%),

penggunaan celana ketat atau legging pada terbagi rata

yaitu 50% menggunakan dan 50% tidak menggunakan.

Sebagian responden melakukan pencukuran pada rambut

genetalia (60%) dan menggunakan alat cukur manual

(52,5%), sebagian besar responden mengganti pambalut

saat menstruasi lebih dari dua kali (93,8%).

Analisis bivariat (Tabel 2) menunjukkan bahwa

faktor higiene yang berpengaruh terhadap terjadinya IMS

pada ibu rumah tangga adalah tidak mengeringkan genetalia setelah cebok (OR= 5,4; p= 0,000), melakukan

vaginal douching (OR= 11; p= 0,000), tidak cebok

sebelum HUS (OR= 5,1; p= 0,001), menggunakan legging

(OR= 5,4; p= 0,001), tingkat pendapatan keluarga rendah

<UMR ( OR= 4,3; p= 0,004) tidak segera ganti celana

dalam saat basah (OR= 4,7 p= 0,005) dan didapati satu

variabel yang tidak signifikan dengan nilai p= 0,225

yaitu bahan celana dalam yang digunakan, karena p<0,25

sehingga variabel tersebut dapat masuk dalam model

multivariat.

Analisis multivariat (tabel 3) mendapati bahwa

variabel higiene genetalia yang berpengaruh terhadap terjadinya IMS pada ibu rumah tangga adalah tidak cebok

sebelum HUS (OR 7,7: p= 0,002), melakukan vaginal

douching (OR= 6,5 p= 0,004), pendapatan keluarga rendah

<UMR (OR 4,0; p= 0,030). Hasil perhitungan persamaan

MLR menunjukkan bahwa ibu rumah tangga yang tidak

cebok sebelum melakukan HUS, melakukan vaginal

Page 7: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

3

douching, dan memiliki pendapatan keluarga yang rendah

<UMR memiliki probabilitas atau risiko mengalami

kejadian Infeksi Menular Seksual sebesar 79,80%.

PEMBAHASAN

Analisis multivariat menyatakan bahwa ibu rumah

tangga yang tidak cebok sebelum melakukan HUS

memiliki risiko terkena IMS 7,7 kali dibanding ibu rumah tangga yang cebok sebelum HUS( p= 0,002 ; CI

95% 2,0-29,1). Hasil ini sejalan dengan penelitian FN.

Amiri dkk yang telah membuktikan bahwa adanya

hubungan antara IMS yang disebabkan oleh bakteri

maupun jamur akibat tidak cebok sebelum melakukan

hubungan seksual p= 0,001 (OR = 2.16 95% CI: 1,29–

3,63)(10). Vagina merupakan organ reproduksi wanita

yang sangat rentan terhadap infeksi. Hal ini disebabkan

batas antar uretra dengan anus sangat dekat, sehingga

kuman penyakit seperti jamur, bakteri, parasit, maupun

virus mudah masuk keliang vagina. Untuk itu wanita harus rajin merawat kebersihan wilayah pribadinya.

Pasangan yang tidak membersihkan alat kelaminnya

sebelum melakukan hubungan seks maka bakteri dari

kedua pasangan bisa masuk ke alat kelamin perempuan

dan berkembang biak disana, akibatnya akan

mengganggu flora normal vagina sehingga dapat

sebabkan IMS (10). Sebagian besar dari responden

memberikan pernyataan tidak mencuci genetalia

sebelum melakukan hubungan seksual dikarenakan

ngantuk bahkan malas.

“......Ngantuk mba, udah gak kepikiran cebok yang

penting suami minta kita kasi aja sambil mata riyip-riyip”

Hasil multivariat menyatakan bahwa ibu rumah

tangga yang melakukan vaginal douching memiliki risiko

6,5 kali dibanding ibu rumah tangga yang tidak melakukan

vaginal douching (p = 0,004 95%CI :1,8-18,2). Hasil

ini sejalan dengan penelitian tentang Praktek vaginal

douching pada perempuan hitam yang berisiko, dan

penyakit IMS. Dengan melakukan douching berisiko

terkena Klamidia dan Gonorhhoe (OR = 3,66; 95% CI :

1,00-13,41) (11). Vaginal douching adalah mencuci atau

membersihkan vagina bagian dalam dengan cara menyemprotkan air atau cairan campuran yang terdiri atas

air dan cuka, baking soda, atau yodium, maupun sabun.

Campuran tersebut biasanya dikemas dalam botol dan

dapat disemprotkan ke dalam vagina melalui tabung atau

nozzle. Lingkungan vagina yang sehat mengandung

Lactobacillus yaitu jenis bakteri dan organisme khusus,

yang berguna untuk menjaga tingkat keasaman saluran

bagian penting tubuh wanita. Tingkat keasaman yang

normal berfungsi untuk menjaga keseimbangan jumlah

bakteri yang berbahaya tetap rendah. Dengan melakukan

douching, hal ini akan mengubah keseimbangan asam

yang ada didalamnya, sehingga dapat membuat wanita lebih rentan terkena IMS. Disamping itu, douching bisa

menyebarkan infeksi yang ada sampai ke rahim, saluran

tuba, dan ovarium (12). Berdasarkan hasil wawancara

mendalam dengan responden sebagian besar dari

responden melakukan vaginal douching karena mereka

berpendapat bahwa dengan melakukan douching dapat

untuk membersihkan vagina dari bau tidak sedap,

membilas darah setelah menstruasi, membersihkan sperma

setelah HUS , membunuh bakteri sehingga bisa mencegah

tertularnya penyakit menular seksual (IMS) yang dibawa

oleh suaminya.

“.....udah biasa mbak saya rutin kok membersihkan vagina

saya, biasanya saya pake sabun sirih,caranya ambil

gayung yang ada airnya terus ditetesin sabun sirih yang cair to, terus disiramkan dikit jariku masuk tak korek-korek

klo udah keluar lendir e tak bilas, aku biasanya tiap hari

mba, apalagi klo habis diajak kumpul bapak e yo langsung

tak bersihin lagi”

Hasil multivariat menyatakan bahwa ibu rumah

tangga yang memiliki pendapatan keluarga rendah

<UMR (<1.685.000,-) memiliki risiko terjadinya IMS

sebesar 4,05 kali lebih besar dibanding dengan ibu

rumah tangga yang pemghasilan keluarganya lebih

≥UM (≥ 1.685.000,-). Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Holthgrave dan Crosby tentang modal sosial, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan

sebagai prediktor Gonore, Sifilis, Klamidia dan tingkat

kasus AIDS di Amerika Serikat, kemiskinan secara

signifikan berhubungan dengan Klamidia, Gonore,

Sifilis. Klamidia dan tingkat kasus AIDS dengan

p=0,001. Ketimpangan pendapatan secara signifikan

berhubungan dengan meningkatkan kejadian klamidia

dan kasus AIDS p= 0,001(12).

Karena perempuan tidak memiliki kekuatan sosial

dan ekonomi serta ketergantungan ekonomi perempuan

pada kepala keluarga sehingga mereka tidak

mempunyai posisi tawar dan sulit untuk mengontrol agar dirinya terlindungi tidak terinfeksi oleh IMS,

karena dirinya tidak bisa menolak berhubungan atau

menyuruh suaminya menggunakan alat pengaman(13).

Berdasarkan hasil wawancara mendalam tentang

pendapatan keluarga yang didapat oleh keluarga

responden, rata-rata responden menggantungkan

pendapatan ekonomi dari suami yang mana hasil atau

upah yang didapat kurang dari UMR (<1.685.000,).

“.....saya tidak kerja mbak, suami kerjanya serabutan

kalo ada yang butuh tenaganya baru dapat kerja

mba,maklum kerjanya tukang batu jadi kenek” Variabel yang tidak terbukti berpengaruh terhadap

IMS pada ibu rumah tangga adalah tidak mengeringkan

genetalia, celana dalam basah tidak segera ganti,

menggunakan legging, tidak menggunakan bahan

celana dalam katun, umur < 25 tahun, tingkat

pendidikan < 9 tahun, pengetahuan kurang, cebok

setelah HUS, mencukur rambut genitalia menggunakan

pisau cukur manual, mengganti pembalut < 2 kali

dalam sehari. Variabel tidak mengeringkan genetalia

tidak terbukti sebagai faktor risiko IMS disebabkan

karena adanya pengaruh dari variabel lain yang lebih

kuat dalam analisis multivariat. Pemakaian celana legging atau celana ketat tidak terbukti sebagai faktor

risiko yang berpengaruh terhadap kejadian IMS pada

ibu rumah tangga disebabkan proporsi responden

secara keselurahan baik yang menggunakan celana

legging maupun tidak menggunakan celana legging

sebesar 50% . Variabel celana dalam basah tidak segera

Page 8: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

4

ganti tidak terbukti berpengaruh sebagai faktor risiko

IMS pada ibu rumah tangga dalam analisis multivariat

disebabkan karena adanya pengaruh dari variabel lain

yang lebih kuat saat dianalisis secara bersama-sama,

Variabel bahan celana dalam katun tidak terbukti

sebagai faktor risiko IMS pada ibu rumah tangga dalam

analisis multivariat karena data yang didapatkan adalah

bersifat homogen yang mana total responden didapati 83,8% responden menggunakan celana dalam berbahan

katun. Tidak adanya pengaruh antara umur < 25 tahun

dengan kejadian IMS pada ibu rumah tangga karena

sebagian besar responden dalam penelitian ini berumur

≥ 25 tahun sebesar 85%, variabel tingkat pendidikan

tidak berpengaruh sebagai faktor risisko terhadap

kejadian IMS pada ibu rumah tangga karena proporsi

paparan pada kasus dan kontrol yang tidak jauh

berbeda, sebagian besar responden menempuh

pendidikan ≥ 9 tahun yaitu sebesar 51,2%. Tidak

adanya pengaruh antara pengetahuan dengan kejadian IMS pada ibu rumah tangga karena seluruh subyek

penelitian homogen yang mana pada 52,5% kasus dan

57,5% kontrol tingkat pengetahuannya baik. Variabel

cebok setelah melakukan HUS tidak ada pengaruh

dengan kejadian IMS pada ibu rumah tangga sebab

proporsi paparan pada kelompok kasus dan kontrol

tidak terdapat banyak perbedaan, pada kedua kelompok

melakukan cebok setelah hubungan seksual, antara

kelompok kasus dan kontrol hampir sama yaitu 95%

dan 97,5%. Tidak adanya pengaruh variabel cukur

rambut genetalia dengan kejadian IMS pada ibu rumah

tangga karena proporsi paparan pada kelompok kasus dan kontrol tidak terdapat banyak perbedaan yang

berarti dimana kedua kelompok banyak yang

melakukan pencukuran rambut genetalia, antara

kelompok kasus dan kontrol hampir sama yaitu 70%

dan 60%. Alat cukur manual atau biasa disebut pisau

cukur manual yang digunakan untuk mencukur rambut

genetalia tidak memiliki pengaruh yang bermakna

dengan kejadian IMS pada ibu rumah tangga. Variabel

penggantian pembalut saat menstruasi kurang dari dua

dalam sehari tidak berpengaruh secara signifikan

dengan kejadian IMS pada ibu rumah, sebab proporsi paparan pada kelompok kasus dan kontrol hampir

sama, kedua kelompok mengganti pembalut rata-rata

sehari lebih dari dua kali.

KESIMPULAN

Variabel yang terbukti berpengaruh terhadap

terjadinya IMS pada ibu rumah tangga adalah tidak cebok

sebelum HUS, melakukan vaginal douching, pendapatan

keluarga rendah <UMR.

Variabel yang tidak terbukti berpengaruh adalah

umur <25 tahun, tingakat pendidikan <9 tahun,

pengetahuan kurang, keringkan genetalia, tidak segera ganti celana dalam basah, tidak menggunakan bahan katun

pada celana dalam, menggunakan celana legging,

mencukur rambut genitalia, menggunakan alat cukur

manual, mengganti pembalut <2 kali dalam sehari. Tidak

adanya pengaruh variabel cukur rambut genetalia dengan

kejadian IMS pada ibu rumah tangga karena proporsi

paparan pada kelompok kasus dan kontrol tidak terdapat

banyak perbedaan yang berarti dimana kedua kelompok

banyak yang melakukan pencukuran rambut

genetalia,antara kelompok kasus dan kontrol hampir sama

yaitu 70% dan 60%. alat cukur manual atau biasa disebut

pisau cukur manual yang digunakan untuk mencukur

rambut genetalia tidak memiliki pengaruh yang bermakna

dengan kejadian IMS pada ibu rumah tangga karena

SARAN

Kepada Masyarakat

Pada ibu rumah tangga pada saat akan melakukan

hubungan seksual harus selalu membiasakan diri untuk

cebok sebelum melakukan hubungan seksual., tidak

melakukan vaginal douching, berusaha mencari tambahan

pendapatan keluarga dengan membuka usaha kecil mikro

dan menengah.

Kepada Pemerintah dan Institusi Terkait

Meningkatkan komunikasi informasi dan edukasi

(KIE) tentang higiene genetalia atau kebersihan

kelamin terutama tentang pentingnya menjaga

kesehatan kelamin yaitu dengan cara cebok sebelum

melakukan hubungan seksual, tidak melakukan vaginal

douching, Pemerintah harus meningkatkan pendapatan

secara umum dalam rumah tangga dengan cara

meningkatkan pembinaan usaha mikro, kecil dan

menengah (UMKM) pada ibu rumah tangga.

Page 9: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

5

DAFTAR PUSTAKA

WHO. Reproductive health definition diakses pada 10

januari 2015 pukul 20.00 WIB

Sjaiful FD,.Farida.Z,.Jubianto.J. Penyakit Infeksi Menular

seksual. Ketiga, editor. Jakarta: FKUI; 2014; 2-175 Kemenkes RI. Pedoman Nasional Penanganan infeksi

Menular Seksual. Jakarta: Ditjen PP&PL;2011

WHO Mediacentre update Nov 2012 diakses pada 10

Januari 2015 pukul 20.10 WIB

Jennings JM, Devon J. Hensel, et al. Are social

organizational factors independently associated

with a current bacterial sexually transmitted

infection among urban adolescents and young

adults? Social Science & Medicine. 2014;118:52-

60.

WHO. Sexually Transmitted Infections (STIs). Media centre Fact sheet N°110; 2013 November 2013

diakses pada 10 januari pukul 20.00 WIB

Ditjen PP & PL.Surveilans Terpadu Biologis dan

Perilaku.Jakarta: Ditjen PP & PL Kemankes

RI;2011 Profil Dinas Kesehatan Kota Semarang

;2014

Dahlan M. Besar Sampel dan cara pengambilan sampel

dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. ed t,

editor. Jakarta: Salemba Medika; 2010.

Amiri F.N, Rooshan M.H, Ahmadi M.H, Soliamani M.J.

Hygiene Practices And Sexual Activity Associated

With Urinary Tractus Infection In Pregnant.Eastern Mediterranean Health Journal 2009;15(1): 104-110

Wijgert D, Jonneke, Morison,Charles, et al. Epidemiologic

And Social Science Bakterial Vaginosis And

Vaginal Yeast, But Not Vaginal Cleansing

Increase HIV Acquisition In African Woman.

Journal of Acquired Immune Deficiency

Syndromes. June 2008;48: 203-210

Martina J.L dan Vermun H..S. Evidence For Risk or

Benefits to Womens Health.Epidemiologic

ReviewsApril 2002;24(2),: 155-162

Holtgarve D.R, Crosbu R.A. Social Capital, Poverty,and Income In Equality As Predictors Of Gonorrhoea,

Syphilis, Clamydia, And AIDS Case Rates In

The United States. Journal of Sexual Transmitted

Infection 2003.79: 62-69

Dalimonthe I. Perempuan Dalam Cengkeraman

HIV/AIDS, Kajian Sosiologi Feminis Perempuan

Ibu Rumah Tangga. Jurnal Sosiologi.2011;5(1):41-

47

Page 10: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

6

GAMBARAN PERANAN PENYULUHAN METODE DEMONSTRASI

TERHADAP PENGETAHUAN MENYIKAT GIGI PADA SISWA/I KELAS IV

SD 068003 KAYU MANIS PERUMNAS SIMALINGKAR KECAMATAN

MEDAN TUNTUNGAN

Sri Junita Nainggolan

Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes RI Medan

Abstract

Brushing teeth is one of the methods to maintain dental hygiene and oral health. It can ward off the

incidence of caries. In general, dental and oral health education is obtained from counseling. The group of

people that usually becomes the target is elementary school children because the age of 6-14 years is a

transition period or the change in permanent teeth (mixed teeth period).

In this research, the counseling was the one with demonstration method which was aimed to increase the

knowledge of brushing teeth in Grade IV students at SD 068003 Kayu Manis, Perumnas Simalingkar,

Medan Tuntungan Subdistrict with 30 students as the samples.

The result of the research showed that before the counseling, 18 respondents (60%) were in good criteria in

their knowledge of brushing teeth correctly and 11 respondents (36.7%) were in moderate category. After

the counseling with demonstration method, all respondents (100%) were in good category.

The conclusion was that counseling with demonstration method could improve students’ knowledge of brushing teeth. It is recommended that Grade IV students at SD 068003 brush their teeth properly and

correctly.

Keywords : Demonstration Method, Knowledge of Brushing Teeth

References : 13 (1995-2016)

PENDAHULUAN

Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh

empat faktor utama, yakni: lingkungan, perilaku,

pelayanan kesehatan, dan keturunan (herediter). Karena itu upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat harus ditujukan pada keempat faktor

utama tersebut secara bersama-sama (Notoatmodjo, 2012).

Melalui Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013,

dilakukan pengumpulan data berbagai indikator kesehatan

gigi dan mulut masyarakat dengan jumlah keseluruhan

1.027.763 orang. Perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan

mulut (umur >10 tahun) dengan jumlah sampel 835.256

respondendan pemeriksaan gigi serta melihat kondisi gigi

dan mulut (umur >12 tahun) dengan jumlah sampel

789.771 responden.Prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 25,9 % sebanyak 14 provinsi Prevalensi

nasional menyikat gigi setiap hari adalah 94,25% sebanyak

15 provinsi berada dibawah prevalensi nasional. Perilaku

yang benar dalam menyikat gigi berkaitan dengan faktor

gender, ekonomi, dan daerah tempat tinggal. Sebagian

besar penduduk Indonesia menyikat gigi pada saat mandi

pagi maupun mandi sore (76,6%).

Pendidikan atau promosi kesehatan pada

hakikatnya adalah upaya intervensi yang ditujukan pada

faktor perilaku. Namun pada kenyataannya tiga faktor

yang lain perlu intervensi pendidikan atau promosi

kesehatan juga, karena perilaku juga berperan pada faktor-

faktor tersebut. Apabila lingkungan baik dan sikap

masyarakat positif maka lingkungan dan fasilitas tersebut

niscaya akan dimanfaatkan atau digunakan oleh masyarakat (Notoatmodjo,2012). Pada umumnya promosi

kesehatan gigi diperoleh dari penyuluhan.

Penyuluhan adalah suatu proses belajar secara

nonformal kepada sekelompok masarakat tertentu, dimana

pada penyuluhan kesehatan gigi dan mulut diharapkan

terciptanya suatu pengertian yang baik mengenai kesehatan

gigi dan mulut. Kelompok masyarakat yang sering dituju

untuk memberikan penyuluhan adalah anak-anak sekolah

dasar karena pada masa usia sekolah dasar adalah masa

transisi dalam interaksi sosial dimana terjadi perubahan

pada diri anak. Pendidikan kesehatan gigi di sekolah merupakan

suatu system pendidikan nonformal bagi masyarakat

sekolah dengan cara belajar sambil berbuat untuk

mengubah perilaku mereka dari yang kurang

menguntungkan terhadap kesehatan gigi dan mulutnya.

Melalui kegiatan ini diharapkan mereka menjadi tahu, mau

dan mampu memecahkan berbagai persoalan yang

dihadapi, baik secara sendiri maupun bersama, guna terus

meningkatkan kesehatan gigi dan mulutnya sendiri, serta

keluarganya.

Page 11: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

7

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik

melakukan penelitian tentang gambaran peranan

penyuluhan metode demonstrasi terhadap pengetahuan

menyikat gigi pada siswa/i kelas IV SD 068003 Kayu

Manis Perumnas Simalingkar, Kecamatan Medan

Tuntungan.

Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan bertujuan untuk mengetahui

Gambaran Peranan Penyuluhan Metode Demonstrasi

Terhadap Pengetahuan Menyikat Gigi Pada Siswa/i Kelas IV SD 068003 Kayu Manis Perumnas Simalingkar,

KecamatanMedan Tuntungan.

Manfaat Penelitian

Data yang diperoleh dari penelitian diharapkan dapat

digunakan

1. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi

sekolah dalam melaksanakan Program UKGS

(Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) bekerja sama

dengan Puskesmas setempat.

2. Menambah wawasan peneliti dalam

memberikanpenyuluhan denganmetode demonstrasi.

3. Sebagai sumber data dan informasi bagi peneliti

yang sejenis.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian

deskriptif dengan metode survey yang betujuan untuk

mengetahui Gambaran Peranan Penyuluhan Metode

Demonstrasi Terhadap Pengetahuan Menyikat Gigi Pada

Siswa/i Kelas IV SD 068003 Kayu Manis Perumnas Simalingkar, KecamatnMedan Tuntungan.

POPULASI DAN SAMPEL

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau

objek yang diteliti.Populasi dalam penelitian ini adalah

siswa/i kelas IV SD 068003 Kayu Manis Perumnas

Simalingkar, Kecamatan Medan Tuntungan yang

berjumlah 30 orang.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Arikunto, S., 2006).Apabila objeknya kurang dari 100

orang, lebih baik sampel diambil semua.Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah siswa/i kelas IV SD

068003 Kayu Manis Perumnas Simalingkar, Kecamatan

Medan Tuntungan yang berjumlah 30 orang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada siswa/i

kelas IV SD 068003 Kayu Manis Perumnas Simalingkar,

Kec. Medan Tuntungan Tahun 2016 maka data yang

terkumpul dapat dibuat dengan tabel distribusi frekuensi

sebagai berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Tingkat

Pengetahuan Siswa/i Sebelum Penyuluhan DenganMetode

Demonstrasi Terhadap Pengetahuan Menyikat Gigi

PadaSiswa/i Kelas IV SD 068003 Kayu Manis Perumnas

Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan

Kriteria n (%)

Baik 15 50

Sedang 14 46,7

Buruk 1 3,3

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh bahwa tingkat

pengetahuan siswa/i sebelum penyuluhan dengan metode

demonstrasi terhadap pengetahuan menyikat gigi dengan kriteria baik sebanyak 15 siswa/i (50%), kriteria sedang

sebanyak 14 siswa/i (46,7%) dan kriteria buruk sebanyak 1

siswa/i (3,3%).

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat

Pengetahuan Siswa/i Setelah Penyuluhan Dengan Metode

Demonstrasi Terhadap Pengetahuan Menyikat Gigi

Pada Siswa/i Kelas IV SD 068003 Kayu Manis Perumnas

Simalingkar KecamatanMedan Tuntungan.

Kriteria n (%)

Baik 30 100

Sedang 0 0

Buruk 0 0

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh bahwa tingkat

pengetahuan anak setelah penyuluhan dengan

menggunakan metode demonstrasi terhadap pengetahuan

menyikat gigi dengan kriteria baik sebanyak 30 siswa/i

(100%). Namun masih terdapat 2 siswa (6,67%) yang

menjawab salah.

Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada siswa/i

kelas IV SD 068003 Kayu Manis Perumnas Simalingkar,

Kec. Medan Tuntungan Tahun 2016 yang berjumlah 30

siswa dengan rata-rata usia 9-10 tahun, ditemukan bahwa

dalam tabel 4.1 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan

anak sebelum penyuluhan dengan metode demonstrasi

dengan kriteria baik 50%, untuk kriteria sedang 46,7%,

dan untuk kriteria buruk 3,3%. Sebagian besar siswa/i

(66,7%) belum mengetahui lamanya menyikat gigi dan

hanya 10 siswa/i (33,3%) yang sudah mengetahui lamanya

menyikat gigi yang baik dan benar yaitu 2-3 menit, hal ini sesuai dengan pendapat Panjaitan, M., (1995), umumnya

orang menyikat gigi maksimal 2-3 menit. Bila menyikat

gigi dilakukan dalam waktu yang singkat, maka hasilnya

tidak begitu baik daripada bila menyikat gigi dalam waktu

yang lama, mengingat banyaknya permukaan gigi yang

harus dibersihkan.

Sebelum penyuluhan dengan metode demonstrasi

sebagian besar siswa/i (60%) belum mengetahui frekuensi

menyikat gigi, hanya 12 siswa/i (40%) yang sudah

mengetahui frekuensi menyikat gigi. Menurut Manson

Page 12: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

8

(1971, cit. Putri, M., dkk., 2010), berpendapat bahwa

penyikatan gigi sebaiknya dilakukan dua kali sehari.

Sebagian besar siswa/i (60%) belum mengetahui

cara menyikat gigi bagian labial (menghadap bibir), dan

43,3% siswa/i tidak mengetahui cara menyikat gigi bagian

bukal (menghadap pipi). Menurut Pratiwi, D., (2009) ada

beberapa tips singkat yang harus diketahui ketika

menggosok gigi, diantaranya adalah untuk menyikat gigi bagian depan atau bagian bibir caranya adalah dengan

memegang sikat dan menggosokkannya pada gigi bagian

depan dengan arah naik turun secara merata. Untuk gigi

bagian pipi sikatlah gigi dengan cara membulat.

Diperoleh frekuensi distribusi pengetahuan anak

sebelum penyuluhan metode demonstrasi dengan kriteria

baik 50%, kriteria sedang 46,7%, dan untuk kriteria buruk

3,3%, untuk frekuensi distribusi pengetahuan anak setelah

penyuluhan dengan menggunakan metode demonstrasi

dengan kriteria baik dari 50% menjadi 100%, dan tidak

terdapat kriteria sedang dan buruk. Dari data tersebut diketahui bahwa tingkat pengetahuan anak dengan metode

demonstrasi meningkat, hal ini sesuai dengan keuntungan

pembelajaran dengan metode demonstrasi menurut

Susilo(2011) yang menyatakan bahwa penyuluhan

menggunakan metode demonstrasi dapat meningkatkan

konsentarsi, kesalahan yang timbul lebih minimal

dibandingkan dengan metode lain, serta keterampilan

psikomotor tercapai.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

dapat diambil suatu kesimpulan :

1. Diperoleh bahwa tingkat pengetahuan anak

sebelum penyuluhan dengan metode

demonstrasi terhadap pengetahuan menyikat

gigi dengan kriteria baik sebanyak 15 siswa/i

(50%), kriteria sedang sebanyak 14 siswa/i

(46,7%) dan kriteria buruk sebanyak 1 siswa/i

(3,3%).

2. Diperoleh bahwa tingkat pengetahuan anak

setelah penyuluhan dengan menggunakan metode demonstrasi terhadap pengetahuan

menyikat gigi dengan kriteria baik sebanyak 30

siswa/i (100%).

Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian diatas, maka peneliti

memberikan saran sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan menyikat gigi pada siswa/i kelas

IV SD 068003 Kayu Manis Perumnas

Simalingkar, Kec. Medan Tuntungan.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti dalam memberikan

penyuluhan dengan metode demonstrasi

terhadap tingkat pengetahuan menyikat gigi.

selalu menyikat gigi dengan cara yang baik dan benar

DAFTAR PUSTAKA

Absah,2011,PenyuluhanKesehatan,http://id.wikipedia.org/

wiki/Penyuluhan Kesehatan?oldid=921133, 21

Januari 2016

Machfoedz, I., 2008. Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut

Anak-anak dan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitramaya

Mubarak, W., dkk, 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam

Pendidikan, Yogyakarta: Graha Ilmu

Notoatmodjo, S., 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan.

Jakarta: Rineka Cipta

, 2005. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.

Jakarta: Rineka Cipta

, 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.

Jakarta: Rineka Cipta

Panjaitan, M., 1995. Ilmu Pencegahan Karies Gigi.

Medaan: USU Press

Pintauli, S., 2008.Menuju Gigi dan Mulut Sehat. Medan: USU Press

Pratiwi, D., 2009. Gigi Sehat daan Cantik. Jakarta: Buku

Kompas

Putri, M., et al., 2010.Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan

Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Riskesdas, 2013, Gigi dan Mulut. Avalaibe at

http://www.depkes.go.id/resources/download/Hasil

%20Riskesdas%202013.pdf.[AccesedFebruari

2016]

Susilo, R., 2011. Pendidikan Kesehatan dalam

Keperwatan. Yogyakarta: Nusa Medika Syafrudin, dkk., 2010. Untaian Materi Penyuluhan KIA-

Cara Menggosok Gigi. Jakarta: Trans Info Media

Page 13: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

9

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP

KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN

Abdul Hanif Siregar* Syarif Zein Yahya*

Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan

Abstrak

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar antara perawat dan pasien yang kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

sejauhmana pengaruh komunikasi terapeutik terhadap kepuasan pasien dalam pelayanan asuhan

keperawatan di ruang rawat inap rumah sakit Martha Friska Medan. Penelitian ini menggunakan

rancangan study korelasi dengan pengambilan sampel 25% dari jumlah populasi sebanyak 640 orang

pasien rawat inap rumah sakit Martha Friska Medan. Hasil penelitian didapatkan bahwa penerapan

komunikasi terapeutik di ruang rawat inap rumah sakit Martha Friska Medan sudah optimal. Ditinjau

dari adanya keterbatasan yang dimiliki dalam diri perawat seperti respon dan empati pada sebahagian

perawat yang masih kurang dan kurang melaksanakan Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai

komunikasi terapeutik. Untuk kepuasan pasien yang dirawat inap di rumah sakit Martha Friska

Medan, pada umumnya pasien merasa sangat puas atas pelayanan yang diberikan oleh perawat bila

ditinjau dari respon dan empati perawat ketika berinteraksi dengan pasien. Berdasarkan uji analisis Spearman'n Correlation pada penelitian ini menunjukkan nilai r = 0,004. Dan P= 0,972 yang berarti

tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan

pasien. Berdasarkan hasil. penelitian tersebut disarankan bagi perawat meningkatkan pelaksanaan

komunikasi terapeutik yang sudah berjalan dengan baik dan bagi pihak rumah sakit membuat SOP

komunikasi terapeutik, meningkatkan pengetahuan perawat dengan cara mengikutsertakan para

perawat dalam seminar-seminar keperawatan tentang komunikasi terapeutik, memberikan pelatihan

untuk meningkatkan sikap empati perawat terhadap pasien, dan memberikan kesempatan perawat

melanjutkan pendidikannya.

Kata kunci : Komunikasi Terapeutik, Kepuasan Pasien

PENDAHULUAN

Menurut Kotler (1988) kepuasan adalah

tingkat kepuasan seseorang setelah membandingkan

kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan

harapannya. Upaya untuk mewujudkan kepuasan

pelanggan total bukanlah hal yang mudah, Mudie den

Cottom (1997) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan

total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu (Kempul, 2009). Selain itu Purwanto

(2007) menjelaskan bahwa kepuasan dapat dirasakan

siapa saja dalam menerima pelayanan kesehatan. Hal

ini juga terjadi pada pasien dalam menerima jasa

pelayanan di rumah sakit.

Menurut pendapat Budiastuti (2002)

mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi

kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima

mengacu pada beberapa faktor, antara lain mengacu

pada kualitas produk atau jasa. Pasien akan merasa

puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas.

Selain itu persepsi pasien terhadap kualitas

poduk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu

kenyataan kualitas poduk atau jasa yang sesungguhnya

dengan komunikasi perusahaan terutama Man dalam

mempromosikan rumah sakitnya. Kualitas pelayanan

memegang peranan penting dalam industri jasa. Pasien

akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan

yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Selain

itu faktor emosional juga mempengaruhi pasien yang

merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum

terhadap dirinya bila memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”. Persepsi

pasien terhadap hal ini cenderung akan mempengaruhi

tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

Ada beberapa jenis pelayanan di rumah sakit

yang kualitasnya selalu dinilai oleh pasien, dan salah

satunya adalah pelayanan keperawatan. Tim

Keperawatan merupakan anggota tim kesehatan garda

depan yang menghadapi masalah kesehatan klien

selama 24 jam secara terus menerus (Aljafar, 2009).

Tim pelayanan keperawatan memberikan pelayanan

kepada klien sesuai dengan keyakinan profesi dan standar yang ditetapkan. Hal ini ditujukan agar

pelayanan keperawatan yang diberikan senantiasa

merupakan yang aman serta dapat memenuhi

kebutuhan dan harapan klien. Agar kebutuhan pasien

Page 14: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

10

terpenuhi, salah satu tindakan yang diharapkan adalah

perawat dapat melakukan hubungan terapeutik dengan

pasien. Untuk membina hubungan yang terapeutik

perawat harus menguasai teknik dan sikap komunikasi

terapeutik selama memberikan asuhan keperawatan

kepada pasien (Kelliat, 1996).

Komunikasi terapeutik adalah suatu

pengalaman bersama antara perawat - klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Seorang

perawat tidak akan dapat mengetahui kondisi klien jika

tidak memiliki kemampuan menghargai keunikan klien.

Tanpa mengetahui keunikan masing-masing, terutama

terkait kebutuhan klien, perawat juga akan kesulitan

memberikan bantuan kepada klien dan mengatasi

masalah klien. Sehingga perlu metode yang tepat dalam

mengakomodasi agar perawat mampu mendapatkan

pengetahuan yang tepat tentang pasien. Melalui

komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat

menghadapi, mempersepsikan, bereaksi dan menghargai keunikan klien (Mundakir, 2006).

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan

peneliti di rumah sakit Martha Friska Medan, dengan

teknik wawancara pada 10 pasien ditemukan beberapa

keluhan dari pasien. Keluhan tersebut antara lain terkait

dengan buruknya pelayanan perawat, sedikitnya

kunjungan dokter pada pasien rawat inap. Buruknya

pelayanan perawat yang dirasakan pasien terutama dari

sikap, keramahan dan kemampuan komunikasi yang

kurang santun.

Hasil penelitian melalui survey CRC (Citizen

Report Card) ICW pada bulan November 2009 dengan sampel 738 pasien miskin (pasien rawat inap dan jalan

yang memegang kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat

(Jamkesmas), Keluarga Miskin (Lakin) dan Surat

Keterangan Tidak Mampu (SKIM)) di 23 rumah sakit

yang ada di lima daerah (Jakarta, Bogor Depok,

Tanggerang, Bekasi), menunjukkan bahwa pasien

miskin menyatakan bahwa pengurusan administrasi

rumah sakit masih rumit dan berbelit-belit (28,4 persen)

dengan antrian yang panjang (46,9%). Pasien rawat

inap misalnya mengeluhkan rendahnya kunjungan dan

disiplin dokter terhadap mereka. Sedangkan pasien perempuan rawat inap mengeluhkan sikap perawat

yang kurang ramah dan simpatik terhadap mereka

(65,4%) (KPK Online Monitoring System, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya kita

dapat melihat bahwa ketidakpuasan pasien terhadap

pelayanan kesehatan salah satunya dipengaruhi oleh

faktor komunikasi terapeutik perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan. Banyak yang

mengira atau berpendapat bahwa komunikasi terapeutik

identik dengan senyum dan bicara lemah lembut.

Pendapat ini tidak salah tetapi terlalu menyederhanakan

arti dari komunikasi terapeutik itu sendiri, karena inti dari komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

dilakukan untuk terapi (Suryani, 2005).

Adapun manfaat dari komunikasi terapeutik

itu sendiri adalah membantu pasien dan untuk

memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan

pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk

mengubah situasi yang ada bila pasien percaya dengan

hal-hal yang diperlukan. Mengurangi keraguan,

membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif

dan mempertahankan egonya. Mempengaruhi orang

lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal

peningkatan derajat kesehatan. Mempererat hubungan

atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga

kesehatan) secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah klien

(Mundakir, 2006).

Berdasarkan studi literatur di atas, maka

penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang

”Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap

Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Martha Friska

Medan”.

Page 15: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

11

KERANGKA KONSEPTUAL

Keterangan:

= Diteliti

= Tidak diteliti

Hipotesa Penelitian

Hipotesa dalam penelitian ini adalah Hipotesis Alternatif (Ha), yaitu terdapat pengaruh diantara

independen (komunikasi terapeutik perawat), dengan

variabel dependen (tingkat kepuasan pasien).

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini menggunakan desain studi

korelasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh

komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien

rawat inap di rumah sakit Martha Friska Medan. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang berobat

rawat inap pada bulan Maret 2016 di rumah sakit Martha Friska Medan sebanyak 640 orang, yang dipilih dari

beberapa ruangan rawat inap secara acak sampai mewakili

populasi yaitu sebanyak 64 orang. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Oktober

2016. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis

univariat untuk mendeskripsikan karakteristik setiap

variabel yang diukur dalam penelitian dan analisa bivariat

untuk melihat hubungan antara dua variabel independen

(komunikasi terapeutik perawat), dengan variabel

dependen (kepuasan pasien) dengan memakai Skala

ordinal dengan uji korelasi Spearman Rank (Rho), untuk mengetahui tingkat kecocokan dari 2 variabel terhadap

grup yang sama, dengan tingkat kepercayaan 95%

(α=0,05)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

Dari hasil observasi terhadap komunikasi

terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di rumah

sakit Martha Friska Medan tahun 2016, diperoleh hasil bahwa mayoritas responden berumur 41-45 tahun yaitu

sebanyak 21 orang, dengan jenis kelamin mayoritas laki-

laki yaitu sebanyak 40 orang (62,5%). Suku responden

mayoritas suku Jawa sebanyak 22 orang (34,4%) dengan

tingkat pendidikan mayoritas adalah pendidikan SLTA

sebanyak 25 orang (39,1%). Berdasarkan variabel komunikasi terapeutik

perawat, untuk sub variabel fase orientasi mayoritas 40

responden (62,5%) sangat baik. Sub variabel fase kerja

terdapat 34 responden (53,1%) sangat baik, dan pada sub

variabel fase terminasi mayoritas terdapat 39 responden

(60,9%) sangat baik.

Berdasarkan komunikasi terapeutik yang

diterapkan oleh perawat saat berkomunikasi dengan

pasien keterampilannya sangat baik sebanyak 43

responden (67,2%).

Berdasarkan responsiveness / tanggapan sebanyak 51 responden (79,7%), mengatakan sangat

puas dan 13 pasien (20,3%) merasa puas. Sedangkan

berdasarkan empathy perawat dalam berkomunikasi

terapeutik sebanyak 49 responden (76,6%) juga

mengatakan sangat puas.

Berdasarkan tingkat kepuasan responden

mayoritas pasien merasa sangat puas terhadap respon

dan empati perawat ketika berinteraksi dengan pasien

sebanyak 55 pasien (85,9%).

Hasil uji analisa dengan analisis korelasi

sederhana (Spearman's Rho), pada penelitian ini

menunjukkan nilai r= 0,972, nilai p-value= 0,004.

2. Pembahasan

a. Sub Variabel Fase Orientasi

Penelitian pada sub variabel orientasi

didapatkan hampir seluruh perawat

memperkenalkan diri saat berinteraksi dengan

pasien (62,5), ada juga perawat yang tidak

melakukannya tetapi sedikit hanya (1,6%). Perawat

yang tidak memperkenalkan diri terbatas pada

menanyakan identitas pasien saja, perawat juga

membuat kontrak terlebih dahulu sebelum berinteraksi dengan pasien.

Berarti keberhasilan/intervensi perawatan

tergantung pada komunikasi karena proses

keperawatan ditujukan untuk merubah perilaku

Indikator Kepuasan meliputi:

- Responsiveness

- Emphaty

- Reliability

- Assurance

- Tangible

Komunikasi

terapeutik perawat

Tingkat kepuasan pasien meliputi :

- Sangat puas - Puas - Tidak puas

- Sangat tidak puas

Page 16: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

12

mencapai tujuan.

b. Sub Variabel Fase Kerja

Pada sub variabel fase kerja, dari hasil

penelitian didapatkan bahwa 34 (53,1%) pasien

mengatakan perawat melakukan komunikasi

sangat baik yaitu perawat bertanya kepada pasien

mengenai keluhannya berkaitan dengan

pelaksanaan asuhan keperawatan dan menjalankannya dengan baik. Perawat juga

memberi kesempatan pasien untuk bertanya

sebelum tindakan dilaksanakan. Dan setelah

selesai tindakan dilakukan evaluasi kerja dan

disampaikan kepada pasien. Sesuai dengan

pendapat Rosyidi (2008) mengatakan bahwa tugas

perawat pada tahap kerja adalah mendorong

ekspresi terbuka perasaan klien, membuat klien

menyadari inkonsistensi dalam tingkah

laku/pemikiran yang berhubungan dengan

pemahaman diri.

c. Sub Variabel Face Terminasi

Fase terakhir atau perpisahan (terminasi) yang

didapatkan dari penelitian menunjukkan bahwa

komunikasi terapeutik perawat sangat baik 39

(60,9%), perawat memberitahu pasien bahwa

tindakan di ruang rawat inap selesai atau boleh

pulang.

Menurut Mundakir (2006) pada fase ini

perawat harus menciptakan realitas perpisahan,

menyimpulkan hasil kegiatan, evaluasi hasil dan

proses. Saling mengeksplorasi perasaan penolakan, kehilangan, sedih, marah dan perilaku lain.

Memberikan reinforcement positif dan

merencanakan tindak lanjut dengan klien.

Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya

(waktu, tempat, topik) serta mengakhiri kegiatan

dengan baik. Fase ini merupakan fase yang sulit

dan penting, karena hubungan saling percaya

sudah terbina dan berada pada tingkat optimal.

Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan.

Terminasi dapat terjadi pada saat perawat

mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Untuk melalui fase ini dengan sukses

dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan

konsep kehilangan.

1) Komunikasi Terapeutik yang Diterapkan

Perawat saat Berkomunikasi dengan Pasien

di Rumah Sakit Martha Friska Medan

Berdasarkan hasil penelitian untuk variabel

komunikasi terapeutik perawat dapat dilihat pada

tabel 2 bahwa 43 pasien (67,2%) merasakan bahwa

komunikasi terapeutik yang diterapkan oleh

perawat sangat baik. Hal ini terjadi karena perawat telah mampu merealisasi diri, membina

hubungan interpersonal dengan klien serta

memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang

terapeutik. Sesuai dengan yang dikatakan Roger

(1997, dalam Stuart 1998) sesungguhnya

karakteristik seorang perawat dapat memfasilitasi

tumbuhnya hubungan terapeutik adalah kejujuran,

tidak membingungkan dan cukup ekspresif

bersikap positif, memiliki empati, dan menerima

klien apa adanya.

2) Karakteristik Variabel Kepuasan Pasien di

Rumah Sakit Martha Friska Medan

Berdasarkan hasil penelitian untuk variabel kepuasan pasien terdiri dari 2 sub variabel sebagai

berikut :

a) Sub Variabel Responsivenes

Pada variabel responsiveness berdasarkan

analisis penelitian menujukkan bahwa mayoritas

pasien merasa, sangat puas dengan respon perawat

ketika berinteraksi dengan pasien yaitu 79,7%, dan

yang merasa puas 20,3%.

Hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan

pasien merasakan kepuasan yang tinggi terhadap

responsiveness perawat rumah sakit Martha Friska Medan. Kepedulian perawat ini meliputi pasien

tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan

perawatan ketika pertama datang. Perawat selalu

mengecek kesehatan pasien dan berinisiatif

memanggil dokter jika terjadi perubahan kondisi

tubuh pasien, perawat juga membantu pasien

menjelaskan tentang yang dirasakan klien,

memberikan obat tepat waktu yang telah

ditentukan.

Dalam hai ini perawat berusaha

memperhatikan kebutuhan pasien yang menjadi

tanggung jawabnya, merespon permintaan mereka dengan tanggap, mendengarkan dengan serius apa

yang pasien keluhkan serta menginformasikan jasa

secara tepat. Menurut Supardi (2008).

Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan

petugas memberikan pelayanan kepada pasien

dengan cepat.

Dalam pelayanan rumah sakit adalah lama

waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar

sampai mendapat pelayanan tenaga kesehatan.

b) Sub Variabel Empaty Pada sub variabel empati hasil penelitian

menunjukkan (76,6%) merasakan sangat puas

terhadap empati perawat dalam memberikan

pelayanan kepada pasien.

Hasil penelitian di rumah sakit Martha Friska

Medan menunjukkan bahwa jumlah pasien yang

merasakan perawat punya rasa empati dalam

menjalankan tugas pelayanan asuhan keperawatan

lebih banyak bila dibandingkan dengan pasien

yang merasakan perawat kurang punya rasa

empati. Bahkan hampir seluruh perawat berempati

dalam menjalankan tugasnya terutama dalam hal perawat mengevaluasi perasaan pasien setelah

berinteraksi dengannya. Walaupun terkadang

pasien yang dirawat inap sangat banyak, perawat

juga bersikap sopan, ramah dengan wajah yang

tersenyum setiap bertemu dengan pasien, tidak

membeda-bedakan status sosial, etnis, agama, serta

Page 17: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

13

status ekonomi pasien. Perawat juga memotivasi

pasien untuk mengungkapkan perasaannya,

terkadang yang menjadi kendala pada saat

pergantian shift jaga perawat tidak sempat untuk

melihat kondisi masing-masing pasien yang sedang

menjalani perawatan karena perhatian perawat

cenderung terfokus pada pasien yang kondisinya

kritis, frekuensi interaksi perawat dengan pasien tergolong paling sering dibandingkan dengan

tenaga kesehatan yang lainnya, maka keberadaan

perawat di rumah sakit sangat penting dalam

memegang peranan atas kelangsungan kondisi

pasien.

Sesuai dengan pendapat Bratha (2008)

Seorang perawat dengan empatinya akan

membantu pasien. Perawat berkeharusan bersikap

baik dan santun kepada seluruh pasien, baik itu

bayi yang barn lahir sampai orang lanjut usia

sekalipun. Sikap ini didasarkan pada pemikiran, pilihan sikap yang benar dan tepat dalam segala

situasi, yaitu tempat dan waktu. Perawatan yang

efektif mencakup pemberian perhatian kepada

kebutuhan emosi sang pasien. Sikap perawat

kepada pasien disesuaikan dengan usia pasien. Hal

ini menguatkan bahwa kemampuan untuk dapat

berempati sangat diperlukan sekali oleh perawat

agar perawatan lebih efektif.

d. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat

terhadap kepuasan pasien di Rumah Sakit

Martha Friska Medan Dari hasil analisis penelitian dengan analisi

korelasi Spearman's pengaruh antara komunikasi yang

diterapkan oleh perawat di Rumah Sakit Martha Friska

Medan. Pada penelitian menunjukkan nilai r = 0,004.

Yang berarti adanya korelasi yang tidak kuat dan

dengan nilai p-value = 0,972 menunjukkan adanya

pengaruh yang tidak signifikan antara komunikasi

terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien.

Peneliti menyimpulkan bahwa hipotesa dari

penelitian ini ditolak karena terdapat pengaruh yang

tidak signifikan komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien. Berbeda dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Eva Alviana (2007),

Universitas Muhammadiyah Semarang. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa :”Ada hubungan

antara Komunikasi Terapeutik PerawatPasien dengan

Kepusan Pasien terhadap Pelayanan Rumah Sakit Al-

Islam Bandung Berdasar hasil uji statistik diperoleh

nilai r = 0,514 dan p = 0,000. Data ini menunjukkan

bahwa hubungan tersebut signifikan pada taraf

signifikansi 0.01 (lebih kecil dari 0,05). Nilai r sebesar

0,514 berarti kekuatan hubungan tersebut sedang atau

moderat. Pola hubungan linier positif yang berarti semakin baik pelaksanaan komunikasi terapeutik maka

pasien akan semakin merasa puas.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Komunikasi terapeutik perawat di rumah sakit

Martha Friska Medan rata-rata sangat baik walaupun ada sebagian belum menggunakan

komunikasi terapetik secara baik. Melalui

tahapan komunikasi pada fase orientasi

(62,5%), dan fase kerja (53,1%), dan pada fase

terminasi (60,9%)

b. Kepuasan yang dirasakan pasien rawat inap di

rumah sakit Martha Friska Medan pada

umunya sangat puss terhadap respon yaitu

(79,7%) dan empati perawat (76,8%) ketika

berinteraksi dengan pasien dalam memberikan

asuhan keperawatan.

c. Terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara komunikasi terapeutik dengan kepuasan

pasien di rumah sakit Martha Friska Medan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesa

peneliti ditolak.

2. Saran

a. Bagi perawat

Agar dapat meningkatkan pelaksanaan komunikasi

terapeutik dan kemampuan berkomunikasi terapeutik yang lebih baik lagi.

b. Bagi pihak Rumah Sakit

Untuk menerapkan SOP komunikasi terapeutik

secara optimal diharapkan untuk meningkatkan

pengetahuan perawat dengan cara

mengikutsertakan para perawat dalam seminar-

seminar keperawatan tentang komunikasi

terapeutik, memberikan pelatihan untuk

meningkatkan sikap, empati perawat terhadap

pasien, dan memberikan kesempatan perawat melanjutkan pendidikannya.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk

melibatkan responden yang lebih bayak lagi serta

menggunakan indikator kepuasan yang lebih luas,

seperti : Reliability (kehandalan), Assurance

(jaminan), Tangible (bukti langsung).

Page 18: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

14

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2114), Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Prakiek, Rineka Cipta, Jakarta.

Alimun, H. Aziz. (2007), Riset Keperawatan Dan

Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba Medika.

Jakarta

Dampsey & Dempsey, (2002), Riset Keperawatan Buku Ajar dan Latihan, Edisi IV, EGC,

Jakarta.

Keliat, Budi, Anna. (1996). Hubungan Terapuetik

Perawat Klein. Penerbit Buku Kedoktoran,

ECG. Jakarta.

Mundakir, (2006), Komunikasi Dalam Keperawatan :

Aplikasi Teori dan Praktik. EGC. Jakarta.

Notoadmojo Soekidjo. (2012), Metodologi Penelitian

Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmojo, S. (2011), Metode Penelitian,

Keperawatan. Rineka Cipta. Jakarta. Nursalam, (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi

Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba

Medika. Jakarta.

Purwanto, Heri. (2007). Komunikasi Untuk Perawat.

EGC, Jakarta.

Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik : Teori dan

Praktik. EGC. Jakarta.

S. Pohan, Imbalo. (2006), Jaminan Mutu Layanan

Kesehan. ECG. Jakarta.

Sudjana (1992). Statistik Penelitian. Tarsito. Bandung.

Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995), Pocket gide to

Psychiatric Nursing. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book.

Stuart, G.W.& Sundeen S.J (1995).Principles and

Practise of Psychiatric Nursing. St.Louis:

Mosby Year Book.

Kempul.com. (2009). Kepuasan pasien terhadap

pelayanan Rumah Sakit.

Sudibyo Supardi, (2007), apotekputer.com. Faktor yang

berhubungan dengan kepuasan pasien rawat inap

dan rawat jalan.

Page 19: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

15

EFEK FUNGISTATIS, FUNGISIDAL EKSTRAK KAYU MANIS TERHADAP

CANDIDA ALBICANS

DAN EFEK BAKTERISTATIS BAKTERISIDAL TERHADAP

STAPHYLOCOCCUS AUREUS

DARI DENTURE STOMATITIS

Minasari, Dennis Dominika

Departemen Biologi Oral

Fakutas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Jalan Alumni No.2, Kampus USU Medan 20155 [email protected]

Abstract

Cinnamon is one of the spices that has been used for a long time, even before 2100 BC as an essential

material to mummify a king's body and also as addition for foods and drinks to increase the flavours.

Cinnamon has three active components such as cinnamaldehyd, eugenol and linalool. Cinnamon has good

fungicidal and fungistatic effect against Candida albicans and bacteristatic, bactericidal effect against

Staphylococcus aureus. Cinnamon can be used to decrease the amount of Candida albicans and

Staphylococcus aureus colonies, so the researcher is interested to examine the fungistatic, fungicidal,

bacteristatic dan bactericidal effect against Candida albicans and Staphylococcus aureus. The goal of this

research is to determine the effect of different concentrations of cinnamon extract against Candida albicans and Staphylococcus aureus.

In this research, the extract's concentrations that are used are 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%,

1,56%, 0,78%, 0,39%, 0,195% and also two controls which are formaldehyd and aquadest. The extract used

in this research is obtained by extraction method. Dilution technique is used in the test with three times

replication. This research is experimental laboratorium type with pretest-postest design. Kruskal-Wallis and

Mann-Whitney test is used to analyze the data.

The result show that concentration 0,78 % extract has shown fungistatic effect and concentration 25% has

shown fungicidal effect against Candida albicans, and concentration 1,562% bacteristatic, concentration

50% bactericidal Staphylococcus aureus. From double comparison table, we can conclude that there are

significant difference between each concentration's effect against Candida albicans and Staphylococcus

aureus. The result shows that the increase of cinnamon extract's concentration will lessen the remaining colonies of

Candida albicans.

Key words : cinnamon, fungistatic, fungicidal, candida albicans, bacteristatic,

bactericidal, staphylococcus aureus, denture stomatitic

Page 20: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

16

Abstrak

Kayu manis adalah salah satu bahan rempah-rempah yang digunakan oleh masyarakat dari zaman prasejarah

2100 sebelum masehi sebagai pengawet mumi raja dan makanan dimana pada saat ini digunakan sebagai

campuran minuman dan makanan untuk menambah cita rasa. Kayu manis mempunyai zat aktif yaitu

cinnamaldehyde, eugenol dan linalool, memiliki sifat fungistatis dan fungisidal yang baik terhadap Candida

albicans dan bakteriostatis, bakterisidal yang baik terhadap Staphylococcus aureus. Untuk daya hambat

pertumbuhan koloni Candida albicans dan Staphylococcus aureus dapat digunakan ekstrak kayu manis,

sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kemampuan fungistatis, fungisidal, bakteristatis dan bakterisidal

ekstrak kayu manis terhadap Candida albicans dan Staphylococcus aureus. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui kemampuan fungistatis, fungisidal, bakteristatis dan bakterisidal dari beberapa konsentrasi ekstrak kayu manis (KEKM) terhadap Candida albicans dan Staphylococcus aureus. Penelitian ini

digunakan ektrak kayu manis (KEKM) dari konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,525%,

0,781%, 0,390%, 0,195% dan dua larutan kontrol yaitu formaldehyd dan aquadest. Ekstrak kayu manis

diperoleh melalui proses ekstraksi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode dilusi dengan 3 kali

pengulangan. Jenis penelitian eksperimental laboratorium dengan desain penelitian pretes-postes. Analisa

data yang digunakan adalah analisa Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan analisa Mann-Whitney.

Hasil penelitian pada konsentrasi 0,78% menunjukkan sifat fungistatis dan konsentrasi 25% menunjukkan

sifat fungisidal dan pada terhadap Candida albicans, konsentrasi 1,562% bakteristatis dan konsentrasi 50%

bakterisidal terhadap Staphylococcus aureus. Dari tabel komparasi ganda, diperoleh perbedaan bermakna

antar konsentrasi ekstrak kayu manis 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,525%, 0,781%, 0,390%,

0,195% sehingga diperoleh (p<0,05) Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak kayu manis maka semakin tinggi pula kemampuan fungistatis, fungisidal terhadap Candida albicans

dan bakteriostatis, bakterisidal terhadap Staphylococcus aureus.

Kata Kunci : kayu manis, fungistatis, fungisidal, Candida albicans, bakteriostatis,

bakterisidal, Staphylococcus aureus¸denture stomatitis

Page 21: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

17

PENDAHULUAN

Bakteri merupakan suatu mikroorganisme yang

tidak terlepas dari bagian kehidupan yang dapat

memberikan manfaat, contohnya Escherichia coli berperan

membentuk vitamin C dan vitamin K dalam usus.

Sebagian besar bakteri dapat menimbulkan beberapa

infeksi dengan cara menginvasi dan berkolonisasi dalam

jaringan tubuh dan rongga mulut, terutama Staphylococcus aureus sebagai infeksi abses, gingivitis dan denture

stomatitis. Dari data WHO menunjukkan bahwa produk

herbal di negara-negara eropa dalam kurun waktu 1999-

2004 mencapai 66% dari permintaan dunia.1

Kayu manis mempunyai ciri khas berupa aroma

dan rasa yang manis. Sedikit yang tahu bahwa fungsi kayu

manis bukan hanya sekedar pewangi, tetapi juga berfungsi

sebagai fungisidal karena memiliki zat aktif berupa

cinnamaldehyde, eugenol, dan linalool, sehingga

mengkonsumsi kayu manis dapat berefek baik pada

kesehatan tubuh. Kemampuan fungisidal dari kayu manis pertama kali ditunjukkan dan dikonfirmasi pada tahun

1977 oleh Bullerman, yang dipublikasikan pertama kali

pada "journal of food science". Pada penelitian tersebut,

diketahui bahwa zat aktif kayu manis dapat menetralkan

alfatoxin, yang merupakan zat karsinogenik yang

dihasilkan oleh jamur.2

Dengan kemajuan teknologi, obat-obatan anti

Candida albicans juga semakin bertambah, tetapi sebagian

besar obat-obatan tersebut dapat menimbulkan efek

samping pada manusia. Beberapa obat antiCandida

albicans seperti Nystatin, Fluconazole, Clotrimazole,

Ketokonazole dapat mengakibatkan rasa mual, muntah-muntah, sakit perut, bahkan dapat meracuni hati. Hal ini

mendorong para peneliti untuk meneliti kandungan yang

terdapat pada berbagai bahan alamiah dan berusaha

mencari bahan alamiah yang dapat mencegah

perkembangan bakteri atau Candida albicans patogen.

Kemampuan bahan antimikroba dari bahan alamiah juga

berbeda-beda, tergantung pada mikroba yang hendak diuji,

bentuk dari bahan antimikroba, waktu dan tempat tumbuh

dari bahan tersebut. 3,4

Candida albicans merupakan flora normal yang

secara umum terdapat pada rongga mulut, feses, kulit, dibawah kuku orang sehat dan vagina. Pada keadaan

normal, Candida albicans ini tidak akan menimbulkan

gangguan pada tubuh host, tetapi pada saat-saat tertentu

seperti pada penderita leukemia, limphoma, pasien yang

menjalani terapi radiasi dan juga pada pengguna gigi tiruan

lepasan yang tidak dilepas dan dibersihkan dapat

menimbulkan keadaan patogenesis.5

Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri

patogen yang sering menyebabkan infeksi pada manusia.

Bakteri ini menyebabkan infeksi melalui invasi ke jaringan

dan pengeluaran toksin (leukosidin, enterotoksin)

menyebabkan lisisnya sel darah merah. Menurut Monroy et al(2005) pasien denture stomatitis dengan pH rata-rata

5,2 ditemukan membran mukosa Candida albicans 51,4%,

Staphylococcus aureus 52,4% dan Straptococcus mutans

67.6% pada denture stomatitis.6

Staphylococcus aureus

Klasifikasi ilmiah

Klasifikasi Staphylococcus aureus menurut

berget dalam capucino (1998) adalah

Domain : Bacteria

Kingdom : Eubacteria

Devisi : Firimicuttes

Class : Cocci

Ordo : Bacillales Familiy : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : S. aureus

Staphylococcus aureus adalah bakteri gram

positif, sifat aerob dan anaerobik fakultatif, muncul sebagai

susunan seperti anggur dibawah miksroskop, tidak

bergerak, tidak berspora mampu membentuk kapsul dan

coccus, ukuran ± 1 µm. Koloni bakteri ini pada

makroskopis berwarna kuning keemasan ketika dikultur

pada manitol salt agar.7-10

Lebih dari 30 tipe Staphylococcus aureus dapat menginfeksi manusia, kebanyakan disebabkan oleh

Staphylococcus aureus. Hasil isolasi dan pengkulturan

murni Staphylococcus aureus dari abses adalah sebesar

0.7-15%. Abses ditandai adanya kerusakan jaringan yang

menghasilkan pus. Pus yang terjadi karena Staphylococcus

aureus patogen menghasilkan koagulase, pigemn kuning,

bersifat hemoliti, mencairkan gelatin, serta bersifat

invasive.7,9

Penelitian di Amerika (2009), ditemukan pasien

infeksi nosokomial 29,4%, pasien penderita endokarditis

27.7%, pasien infeksi Methicillin Susceptible

Staphylococcus aureus (MSSA). Selain itu, prevalensi penyakit infeksi yang disebabkan Staphylococcus aureus

mencapai 70% di asia pada tahun 2007 dan di Indonesia

mencapai23,5% pada tahun 2006.11,12

Dengan banyaknya jumlah pemakai gigi tiruan

dan kurangnya kesadaran akan kesehatan dan

kebersihan rongga mulut, maka secara otomatis

prevalensi terjadinya denture stomatitis semakin

meningkat. Tingginya prevalensi denture stomatitis

hingga dapat mencapai rentang tertinggi yaitu 70%.

Prevalensi juga semakin meningkat pada usia yang

semakin tua.13

Penggunaan bahan alamiah untuk pengobatan

telah lama dikenal oleh masyarakat. Usaha pengembangan

bahan alamiah perlu dikembangkan kaena lebih mudah

diperoleh, lebih tidak bersifat toksik dan murah

dibandingkan obat-obatan pada umumnya. Tetapi

penggunaan bahan alamiah tersebut haruslah didasari

dengan data-data penelitian yang akurat sehingga efeknya

dapat dipertanggungjawabkan.13 Sehubungan dengan ini,

peneliti tertarik untuk mengetahui efek fungistatis,

fungisidal ekstrak kayu manis terhadap Candida albicans

dan bakteristatis, bakterisidal ekstrak kayu manis terhadap

Staphylococcus aureus. mengandung lisostfin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah yang diharapkan

dapat menjadi dasar untuk dikembangkan sebagai

pengobatan alternatif yang alamiah, tidak toksik dan

mudah didapat.

Page 22: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

18

BAHAN DAN CARA

Penelitian ini merupakan penelitian

eksperimental murni dengan rancangan penelitian pretes-

postes dengan kelompok kontrol. Proses pengambilan zat

aktif kayu manis dilakukan dengan metode ekstraksi,

dilakukan di Fakultas Farmasi USU. Masing-masing

sampel kayu manis dipotong dan diblender hingga menjadi

bubuk. kemudian dilakukan proses maserasi atau perendaman bubuk dalam etanol selama 24 jam yang

bertujuan melarutkan zat aktif kayu manis di larutan etanol.

Kemudian proses perkolasi / penyaringan memisahkan zat

aktif dengan ampas dari bubuk kayu manis yang tidak

digunakan lagi. Proses perkolasi dilanjutkan dengan proses

rotavaporasi dan dry freezing bertujuan untuk menguapkan

etanol dari larutan tersebut. Setelah didapatkan ekstrak

kayu manis murni, dibuat larutan kayu manis 100% setelah

dicampurkan dengan etanol. Kemudian dilakukan

pengujian dengan metode dilusi terhadap Candida albicans

sehingga diperoleh kadar fungistatis fungisidal minimum dan Staphylococcus aureus kadar bakteristatis dan

bakterisidal minimum. Pengolahan data dan analisis

dilakukan dengan metode Mann-Whitney, dilanjutkan

dengan Kruskal-Wallis untuk melihat hubungan serta

perbedaan kemampuan tiap konsentrasi ekstrak kayu

manis terhadap pertumbuhan Candida albicans dan

Staphylococcus aureus.14,15,16

HASIL

Setelah dilakukan percobaan, didapati hasil

bahwa dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak kayu

manis maka semakin tinggi kemampuan fungisidal dan fungistatis ekstrak kayu manis serta mengakibatkan

penurunan jumlah koloni Candida albicans (tabel 1) dan

penurunan jumlah koloni Staphylococcus aureus.

Tabel 1. Distribusi frekuensi kemampuan fungistatis dan

fungisidal ekstrak kayu manis terhadap Candida albicans

pada media SDA.

KEKM n SD Kekeruhan P

0.195% 3 638 51,39 +

0,037*

0.390% 3 577,67 24,21 +

0.781% 3 526 13,07 - (fungistatis)

1.562% 3 388,67 19,75 - (fungistatis)

3.125% 3 312,67 15,56 - (fungistatis)

6.25% 3 182,67 25,58 - (fungistatis)

12.5% 3 145,67 14,64 - (fungistatis)

25% 3 0 0 - Fungisidal (koloni C.albicans 0)

50% 3 0 0 - Fungisidal (koloni C.albicans 0)

100% 3 0 0 - Fungisidal (koloni C.albicans 0)

*terdapat perbedaan yang signifikan pada p<0,05

(Hipotesa diterima)

Dari tabel 1, terlihat adanya perbedaan

kemampuan berbagai konsentrasi terhadap Candida

albicans. Konsentrasi 0,195% dan 0,390% ditemukan kekeruhan yang berarti bahwa kedua konsentrasi tidak

bersifat fungistatis, sedangkan pada konsentrasi 0,781%

sampai 12,5% tidak ditemukan kekeruhan yang berarti

ekstrak kayu manis bersifat fungistatis terhadap Candida

albicans dan pada konsentrasi 25%-100% bersifat

fungisidal tidak ditemukan koloni Candida albicans.

Demikian juga pada (tabel 2) terlihat adanya

perbedaan kemampuan dari berbagai konsentrasi 0.195%,

0.390%, dan 0.781%, ditemukan kekeruhan pada tabung yang berarti bahwa ketiga konsentrasi tidak bersifat

bakteriostatis. Sedangkan konsentrasi 1,562% sampai 25%

tidak ditermukan kekeruhan yang berarti ekstrak kayu

manis bersifat bakteristatis terhadap Staphylococcus

aureus, pada konsentrasi 50% dan 100% bersifat

bakterisidal tidak ditemukan koloni bakteri Staphylococcus

aureus.

Tabel 2. Distribusi frekuensi kemampuan bakterstatis dan

bakterisidal ekstrak kayu manis terhadap Staphylococcus

aureus pada media MHA.

KEKM n SD Kekeruhan P

0.195% 3 625,58 50,00 +

0,037*

0.390% 3 602.07 25.51 +

0.781% 3 589.32 13.75 +

1.562% 3 496.57 18.56 - (bakteristatis)

3.125% 3 439.24 14.97 - (bakteristatis)

6.25% 3 304.67 24.82 - (bakteristatis)

12.5% 3 174.67 18.82 - (bakteristatis)

25% 3 137.67 13.82 - (bakteristatis)

50% 3 0 0 - bakterisidal

(koloni S.aureus 0)

100% 3 0 0 - bakterisidal

(koloni S.aureus 0)

*terdapat perbedaan yang signifikan pada p<0,05

(Hipotesa diterima)

Dari tabel 2, terlihat adanya perbedaan kemampuan

berbagai konsentrasi terhadap Staphylococcus aureus.

Konsentrasi 1.562%, 0,390% dan 0,781% ditemukan kekeruhan yang berarti bahwa ketiga konsentrasi ini tidak

bersifat bakteristatis, sedangkan konsentrasi 50% sampai

100% tidak ditemukan kekeruhan berarti ekstrak kayu

manis bersifat bakterisidal terhadap Staphylococcus

aureus.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan adanya efek

fungistatis dan fungisidal dari berbagai konsentrasi ekstrak

kayu manis (KEKM) terhadap Candida albicans, serta

Page 23: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

19

bakteristatis, bakterisidal (KEKM) terhadap

Staphylococcus aureus. Penelitian ini menunjukkan

adanya perbedaan yang bermakna antara konsentrasi

ekstrak (KEKM) 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%,

3,125%, 1,5625%, 0,781%, 0,390%, 0,195% (hipotesa

diterima). Dengan setiap peningkatan konsentrasi, terjadi

pengurangan jumlah koloni Candida albicans yang lebih

signifikan pada media SDA. Untuk Candida albicans didapati bahwa kadar fungistatis minimal terdapat pada

konsentrasi 0.78% dan kadar fungisidal minimal berada

pada 25%. Sedangkan Staphylococcus aureus kadar

bakteristatis minimal berada pada 1,562% dan kadar

bakterisidal minimal terdapat pada konsentrasi 50%.

Faktor yang mempengaruhi kemampuan ekstrak

kayu manis dalam kemampuannya sebagai fungistatis,

fungisidal pada Candida albicans serta bakteristatis dan

bakterisidal pada Staphylococcus aureus adalah karena zat-

zat aktif yang terkandung didalam nya seperti

cinnamaldehyde, linalool dan eugenol dapat menghentikan proses sintesa dinding sel, serta mengubah dinding sel

secara stuktural yang mengakibatkan peningkatan

permeabilitas sehingga terjadi perubahan tekanan dalam sel

Candida albicans dan sel Staphylococcus aureus tersebut.

Perubahan tersebut akan mengakibatkan organ-organ

dalam sel Candida albicans dan Staphylococcus aureus

semakin membesar dan pecah, akibat lainnya adalah zat-

zat asing dapat masuk dan merusak struktur internal sel

sehingga mengakibatkan kematian/lisis sel Candida

albicans dan sel Staphylococcus aureus .13-17

Sukandar, Yulinah E, Suganda, Gana A dan

Muslikhati (1999) melakukan penelitian dengan menggunakan minyak atsiri kayu manis menggunakan

metode destilasi uap. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kekuatan aktivitas dan spektrum kerja

antimikroba dari minyak atsiri kulit kayu manis. Pada

penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas antibakteri dan

antifungi minyak atsiri tersebut terhadap 14 spesies bakteri

dan 18 spesies fungi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

minyak atsiri memiliki aktivitas yang kuat terhadap semua

bakteri dan fungi. Aktivitas antibakteri minyak atsiri

terkuat terhadap Staphylococcus aureus dan Bacillus

subtilis dengan konsentrasi hambat minimum sebesar 0,62% sedangkan daya antifungi terkuat terjadi pada

Candida albicans dengan konsentrasi hambat minimal

sebesar 1%.15

Penelitian Yen TB, Chang ST (2008)

membuktikan efek antimikroba ekstrak kayu manis

terhadap Salmonella typhie yang resisten terhadap berbagai

jenis antibiotik seperti kloramfenikol, ampisilin, dan

kotrimaksasol. Pada penelitian ini Ririn menggunakan

metode dilusi tabung dengan konsentrasi 100%, 50%,

25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,5625%, 0,781% dan dua

buah kontrol yaitu positif dan negatif. Penelitian ini

mendapati hasil bahwa ekstrak kayu manis mempunyai efek antibakteri terhadap Salmonella typhi pada

konsentrasi 6,25%. Perbedaan konsentrasi hambat

disebabkan sifat Salmonella typhie yang resisten terhadap

berbagai antikmikroba dan antibakteri, sehingga

dibutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi untuk dapat

menghambat pertumbuhannya.14

Xuan Kuang dan Bin Li (2011) telah melakukan

penelitian untuk mengetahui efektivitas ekstrak rempah-

rempah tradisional terhadap beberapa bakteri yang sering

dijumpai pada daging. Pada penelitian ini didapati bahwa

ekstrak kayu manis dapat menghambat pertumbuhan

bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli,

Brochothrix thermosphacta dan Lactobacillus rhamnosus

pada konsentrasi 1%. Penelitian ini membuktikan bahwa kayu manis juga dapat digunakan untuk mencegah

pembusukan daging dengan lebih alamiah dan dengan

biaya yang murah. 16

Penelitian yang dilakukan di laboratorium

mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hasanuddin dengan zat

aktif kayu manis menggunakan metode ekstraksi terhadap

Candida albicans diperoleh hasil bahwa konsentrasi

hambat minimal ekstrak kayu manis yang dapat

menghambat pertumbuhan Candida albicans adalah 1%.17

Pada penelitian ini didapati ekstrak kayu manis

yang digunakan peneliti lebih kuat efeknya dibandingkan ekstrak peneliti lain, dimana ekstrak peneliti sudah

menimbulkan efek fungistatis pada 0,78% sedangkan pada

bakteri Staphylococcus aureus 1,562%, sedangkan Xuan

Kuang dan Bin li efek bakteristatis 1%.16 Dapat terjadi

perbedaan kemampuan antimikroba ekstrak kayu manis,

karena aktivitas tersebut dapat tergantung pada ketinggian,

iklim dan curah hujan dari sampel kayu manis tersebut, dan

perbedaan metode penelitian. Dengan 3 kali pengulangan

didapati perbedaan jumlah koloni tetapi peneliti

mengambil rata-rata dari setiap konsentrasi tersebut.

Pengulangan ini merupakan standar baku yang digunakan

di laboratorium FMIPA USU. Pada penelitian ini peneliti masih memakai larutan etanol dalam proses ekstraksi.

Penelitian yang dilakukan berbagai pihak terhadap

berbagai bakteri dan Candida albicans semakin

menguatkan teori bahwa kayu manis memiliki kemampuan

antimikroba yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arniputri RB, Sakya AT, Rahayu M. Identifikasi

komponen utama minyak atsiri temu kunci

(Kaemferia pandurata roxb) pada ketinggian tempat yang berbeda. Biodiversitas 2007; 8: 135-7

Bullerman L.B, Lieu F.Y, Seier S.A. Inhibition of

growth and alfatoxin production by cinnamon

and clove oils. Journal of Food Science 1977,

42: 1107-1109

ulugurtha S. Side effects of fungal medication

http://livestrong.com/article/sideefects/ <11

November 2011>

Hoque M.M, Bari M.L, Juneja V.K, Kawamoto S.

Antimicrobial activity of cloves and cinnamon

extracts against food borne pathogen and spoilage

bacteria, and inactivation of listeria in ground chicken unit with their essential oil. Agriculture

research service 2008: 10.

Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi kedokteran.

Jakarta: Salemba medika, 2006: 343

Monroy TB, Maldonado VM, Martinez FF et al. Candida

albicans, Staphylococcus aureus and

Page 24: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

20

Streptococoous mutans colonization in patient

wearing dental prosthesis.

Med Oral Patol Oral cir Bucal 2005;10:27-39.

Robertson D, Smith AJ. The Microbiology of

the acute dental abscess. Journal of Medical

Microbiology, 2009;58:155-62 Nasution M.

Pengantar Mikrobiologi. 1st ed, Medan; USU

Press, 2010:74-84 Yadav AR, Mani AM, Marawar PP. Periodontal abscess: a

review, 2013; 1(1):13-7

Gillespie S, Bamford K. At a Glance mikrobiologi medis

dan infeksi. Alih bahasa: Tinia S. Ed 3. Jakarta:

Erlangga. 2008:32-3

Affandi A, Andrini F, Lesmana SD. Penetuan konsentrasi

bunuh hambat minimal larutan povidoniodium

10% terhadap Staphylococcus aureus Resisten

Metisilin (MRSA) dan Staphylococcus aureus

sensitif Metisilin(MSSA). JIK, 2009; 3(1): 14

Gendreau L, Loewy Z.G. Epidemiology and etiology of denture stomatitis. Journal of prosthodontics 2011;

20: 251–260.

El-Baroty1 GS, H. Abd El-Bakyl, Farag, Saleh MA.

Characterization of antioxidant and antimicrobial.

African Journal of Biochemistry Research 2010; 4:

167-174.

Yen TB, Chang ST. Synergistic effects of cinnamaldehyde

in combination with eugenol against wood decay

fungi. Bio source technology 2008; 99: 232-236.

Sukandar, Yulinah E, Suganda, Gana A; Muslikhati. Efek

minyak atsiri kulit kayu dan daun Cinnamomum

burmanni terhadap bakteri dan fungi. Majalah farmasi Indonesia 1999; 10: 31-39.

Kuang X, Li B, Kuang R, Zheng X, Zhu B. Granularity

and antibacterial activities of fine cinnamon

and clove powders. Journal of food safety 2011:

291.

Yusran A. Uji daya hambat anti Candida albicans

ekstrak kayu minyak atsiri Cinnamonum

burmanii terhadap Candida albicans.

Dentofasial 2009; 8: 104-110.

Page 25: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

21

PENGARUH BERKUMUR LARUTAN MADU TERHADAP INDEKS PLAK

PADA SISWA-SISWI KELAS VI SD NEGERI 066038

KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN

Herlinawati

Jurusan Keperawatan Gigi Poltekes Kemenkes RI Medan

Abstrak

Penyebab terjadinya karies gigi dan peradangan pada jaringan periodontal salah satunya adalah mikroorganisme yang terkandung dalam plak yang menempel pada permukaan gigi. Menyingkirkan plak

dari permukaan gigi tidak hanya dilakukan dengan menyikat gigi saja, namun juga bisa dilakukan dengan

cara berkumur dengan zat tertentu. Madu mampu menghentikan perkembangan bakteri di dalam mulut yang

menyebabkan pengurangan lapisan plak sehingga dapat mempengaruhi penurunan indeks plak seseorang.

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh berkumur larutan madu terhadap indeks plak.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan

pretest - postest one group desain. Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi kelas VI SD Negeri 066038

Medan Kecamatan Medan Tuntungan, dengan populasi 160 siswa-siswi dan sampelnya 40 orang. Hasil

penelitian menunjukkan sebelum berkumur dengan larutan madu diketahui bahwa rata-rata indeks plak

siswa-siswi kriteria baik tidak ada,kriteria sedang 1,58 dan 2,28 untuk kriteria buruk dan setelah berkumur

dengan larutan madu rata-rata indeks plak untuk kriteria baik yaitu 0,72 dan kriteria sedang 0,14 dan kriteria buruk 2,10 Kesimpulan penelitian ini menunjukkan ada pengaruh berkumur larutan madu terhadap

penurunan indeks plak dan diharapkan dapat menambah wawasan siswa-siswi SD Negeri 066038 Medan

Kecamatan Medan Tuntungan.

Kata Kunci : Larutan Madu, Indeks Plak

Daftar Bacaan : 11 (1995-2014)

PENDAHULUAN

Kesehatan gigi dan mulut penting bagi kesehatan dan kesejahteraan tubuh secara umum dan

sangat memengaruhi kualitas kehidupan, termasuk

fungsi bicara, pengunyahan, dan rasa percaya diri.

Gangguan kesehatan gigi dan mulut akan berdampak

pada kinerja seseorang. Di Indonesia penyakit gigi dan

mulut terutama karies dan penyakit periodontal masih

banyak diderita, baik oleh anak-anak maupun usia

dewasa. Sebagian besar masalah kesehatan gigi dan

mulut sebenarnya dapat dicegah. Banyak cara untuk

dapat mengurangi dan mencegah penyakit gigi dan

mulut dengan berbagai pendekatan yang meliputi

pencegahan yang dimulai pada masyarakat, perawatan oleh diri sendiri dan perawatan secara professional

(Putri Megananda H. dkk., 2013).

Menurut Undang-Undang Kesehatan No.36

Tahun 2009 Pasal 93 ayat 1 dan 2 yaitu pelayanan

kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara

dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang

dapat dilakukan dengan tindakan pencegahan penyakit

gigi, serta pemulihan kesehatan gigi yang dilaksanakan

oleh pemerintah setempat dan dapat juga di lakukan

melalui pelayanan kesehatan gigi perorangan, sekolah

dan masyarakat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), prevalensi nasional masalah gigi dan

mulut mencapai 25,9 persen, sebanyak 14 provinsi

mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

angka nasional. Prevalensi nasional menyikat gigi setiap hari adalah 94,2 persen sebanyak 15 provinsi

berada di bawah prevalensi nasional.

Salah satu penyebab terjadinya karies gigi dan

peradangan pada jaringan periodontal adalah

mikroorganisme yang terkandung di dalam plak yang

menempel pada permukaan gigi. Karies gigi adalah

penyakit multifaktor yang merupakan hasil kombinasi

dari 4 (empat) faktor utama yaitu host (gigi), substrat,

mikroorganisme di dalam plak dan waktu

(Samaranayake, 2002). Plak gigi memegang peranan

penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Karies

gigi merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya interaksi plak kuman dengan diet dan gigi.

Tidak diragukan lagi bahwa tanpa adanya plak maka

tidak akan timbul karies. Akibatnya salah satu cara

pencegahan karies adalah dengan mengusahakan agar

pembentukan plak pada permukaan gigi dapat dibatasi,

baik dengan cara mencegah pembentukannya atau

dengan pembersihan plak dalam jangka waktu tertentu.

Usaha-usaha untuk pengendalian plak umumnya

mengikuti : cara mekanis dan cara kemis untuk

menghambat pembentukan plak atau menghindari

kuman spesifik dan produknya dalam plak.

Menyingkirkan plak dari permukaan gigi tidak

hanya dilakukan dengan menyikat gigi saja, namun

Page 26: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

22

juga bisa dilakukan dengan cara berkumur dengan

larutan madu. Larutan madu sangat efektif untuk

mencegah kerusakan gigi. Larutan madu mampu

menghentikan perkembangan bakteri di dalam mulut.

Pada survei awal di SD Negerii 066038 Medan

terhadap beberapa siawa/siswi hampir 80% ditemukan

adanya indeks plak dengan kriteria buruk. Dari latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

mengetahui pengaruh berkumur larutan madu terhadap

indeks plak pada siswa-siswi kelas VI SD Negerii

066038 Medan.

Adapun tujuan umum darii penelitian ini adalah

untuk mengetahui pengaruh berkumur larutan madu

terhadap indeks plak pada siswa-siswi kelas VI SD

Negerii 066038 Medan.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi

pihak sekolah kelas VI SD Negeri 066038 Medan.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

data untuk penelitian selanjutnya.

Hipotesis kerja (Ha)

Ada pengaruh larutan berkumur larutan madu

terhadap indeks plak pada siswa-siwi SD Negeri

066038 Medan.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi

eksperimen dengan rancangan one group pretest-posttest desain. Populasi dalam penelitian inii adalah seluruh

siswa/i anak kelas VII SD Negeri 066038 Medan dengan

jumlah 160 orang, sementara besar sampel yang diambil

adalah 40 orang siswa/i kelas VI (25% dari populasi).

Dalam penelitian diambil data primer yaitu data tentang

indeks plak dengan memeriksa langsung rongga mulut

sampel dan hasilnya diisi di format pemeriksaan.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari pihak sekolah

yaitu data tentang jumlah siswa-siswi dan lain-lain yang

dibutuhkan dalam penelitian.

HASIL

1. Analisa Univariat

Data yang dikumpulkan adalah hasil penelitian

yang dilakukan terhadap siswa-siswi kelas VI SD

Negeri 066038 Medan. Pengumpulan data dilakukan

dengan pemeriksaan langsung ke mulut siswa-siswi

yang menjadi sampel, dengan mengambil data primer

dan sekunder. Setelah seluruh data terkumpul, maka

dibuat analisa data dengan cara membuat tabel

distribusi frekuensi untuk masing-masing kelompok

sampel

Tabel 4.1.

Distribusi Frekuensi Indeks Plak Sebelum Berkumur

Dengan Larutan Madu Pada 40 Siswa/I kelas VI SD

Negeri 066038 Medan Kecamatan Medan Tuntungan

No Kriteria

Indeks Plak (IP)

Sebelum berkumur lararutan Madu

Persentasi Rata-rata

Jumlah siswa %

1 Baik 0 0 0

2 Sedang 27 67,5 1,58

3 Buruk 13 32,5 2,28

Total 40 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa indeks plak siswa-

siswi sebelum berkumur dengan larutan madu terhadap 40

sampel, Ditemukan 27 yang memiliki rata-rata indeks plak

dengan kriteria sedang atau sebesar 1,58 dan 13 yang

memiliki rata-rata indeks plak dengan kriteria buruk atau

sebesar 2,28 sedangkan untuk indeks plak dengan kriteria

baik yaitu 0, dan rata-rata indeks plak sebelum berkumur

dengan larutan madu pada 40 orang sampel adalah sebesar

1,81.

Tabel 4.2.

Distribusi Frekuensi Indeks Plak Sesudah Berkumur Dengan Larutan Madu Pada 40 Siswa/I Kelas VI SD

Negeri 066038 Medan Kecamatan Tuntungan.

No

Kriteia

Indeks Plak (IP)

Sesudah Berkumur

Larutan Madu Persentasi

Rata-Rata

Jumlah Siswa %

1 Baik 31 77,5 0,72

2 Sedang 7 17,5 1,44

3 Buruk 2 5 2,10

Total 40 100

Dari tabel di atas dapat diketahuii bahwa indeks plak

siswa-siswai sesudah berkumur dengan larutan madu

terhadap 40 sampel, ditemukan 31 yang memiliki rata-rata

indeks plak kriteria baik atau sebesar 0,72 dan 7 orang

memiliki rata-rata indeks plak kriteria sedang sebesar 1,44

dan 2 memiliki rata-rata indeks plak kriteria buruk yaitu

2,1 dan rata-rata seluruh sampel indeks plak sesudah

berkumur dengan larutan madu pada 40 orang sampel

adalah sebesar 0,94.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Rata-Rata Penurunan Indeks Plak

Sebelum Dan Sesudah Berkumur Larutan Madu Terhadap

Indeks Plak Pada Siswa/I Kelas VI SD Negeri 066038

Medan Kecamatan Medan Tuntungan.

Page 27: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

23

No

Kriteia Indeks Plak (IP)

Sebelum Berkumur Larutan Madu

Sesudah Berkumur Larutan Madu Selisih

1 Baik 0 0,72 0,72

2 Sedang 1,58 1,44 0,14

3 Buruk 2,28 2,1 0,18

A.2 Analisa Bivariat

Untuk menguji dua sampel yang berpasangan maka digunakan paired sample t-Test. Dimana dengan uji

t-Test ini dapat diketahui apakah ada pengaruh berkumur

larutan madu terhadap index plak. Adapun hasil t-Test

yang dilakukan dengan menggunakan Komputer adalah

sebagai berikut:

Berdasarkan Perbanding t hitung dengan t Tabel:

- Jika t hitung < t tabel

=Hipotesis diterima

T hitung > t tabel

= Hipotesis ditolak

Dari tabel di atas diketahui bahwa hitung adalah 14,755. Sedangkan t Tabel bisa dihitung menggunakan tabel t

dengan cara:

Tingkat signifikan (a) adalah 5% dan df (degree of

freedom) atau derajat kebebasan

= n-1 = 40-1= 39.

t-Tabel adalah 2,022

14,755>2,022

Hasil perhitungan dari uji t-Test dependent

terlihat bahwa hipotesis nol (Ho) ditolak yang berartii ada

pengaruh berkumur larutan madu terhadap indeks plak.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa berkumur dengan larutan madu dapat menurunkan indeks plak.

PEMBAHASAN

Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 40

siswa-siswi kelas VI SD Negeri 066038 Medan kecamatan

Medan Tuntungan yang dipilih secara acak untuk

berkumur larutan madu. Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan maka diketahui bahwa banyak siswa-siswi yang

memiliki indeks plak dengan kriteria sedang dan buruk

yang artinya masih rendahnya tingkat kebersihan gigi dan

mulut.

Berdasarkan pemeriksaan awal yang telah dilakukan terhadap seluruh sampel diketahui bahwa rata-

rata indeks awal sebelum berkumur dengan larutan madu

yaitu 1,81, dan setelah berkumur larutan madu, kriteria

indeks plak berubah dimana rata-rata indeks plak 0,94.

Dari hasil perhitungan t-test dependent didapatkan hasil

bahwa p < 0,05 atau 0,000 < 0,05 sehingga hipotesis nol

(Ho) ditolak yang berarti dapat menurunkan nilai indeks

plak pada siswa-siswi kelas VI SD Negeri 066038 Medan

Kecamatan Tuntungan.

Dengan hasil tersebut maka terlihat jelas bahwa

berkumur larutan madu dapat menurunkan nilai indeks plak gigi. Salah satu pencegah plak gigi dapat dilakukan

secara kimiawi yaitu berkumur-kumur (Besford, 1996).

Jadi menyingkirkan plak dari permukaan gigi tidak hanya

dilakukan dengan menyikat gigi saja, namun juga bisa

dilakukan dengan cara berkumur dengan larutan madu.

Karena larutan madu sangat efektif untuk mencegah

kerusakan gigi (Hamad, 2007).

Sifat madu yang membunuh bakteri disebut efek inhibisi, sifat ini meningkat dua kali lipat bila diencerkan dengan air

(Purbaya, 2007). Menurut Sarwono (2001), aktivitas

antibakteri utama di madu adalah terkait dengan hidrogen

peroksida yang terbentuk secara enzimatis. Tingkat

hidrogen peroksida yang diproduksi bersifat antibakteri,

namun tidak membahayakan jaringan tubuh. Berkumur

madu encer kurang lebih 15% dapat menyembuhkan

radang rongga mulut.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Rata-rata indeks plak awall sebelum

berkumur dengan larutan madu yaitu 1,81.

2. Rata-rata indeks plak akhir setelah berkumur

dengan larutan madu yaitu 0,94.

3. Larutan madu dapat menurunkan nilai indeks

plak.

SARAN

Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan,

diharapkan: 1. Kepada siswa-siswi Kelas VI SD Negeri

066038 Medan Kecamatan Medan Tuntungan

lebih meningkatkan menjaga kesehatan gigi

dan mulut serta upaya pencegahan penyakit

gigi dan mulut dengan pembersihan plak.

2. Kepada siswa-siswi Kelas VI SD Negeri

066038 Medan Kecamatan Medan

Tuntungan dapat meningkatkan kesehatan

gigi dan mulut dengan pemeliharaan

kesehatan gigi dan mulut dengan

menggunakan obat tradisional terutama madu.

3. Kepada siswa-siswi kelas VI SD Negeri 066038 Medan Kecamatan Medan Tuntungan

agar lebih giat untuk menjaga kebersihan gigi

minimal 2 kali sehari, pagi sesudah sarapan

dan malam sebelum tidur, memeriksakan gigi

ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali.

Page 28: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

24

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharnisi, (2008). Prosedur Penelitian Suatu

Pendapat Praktek. Jakarta. Rineka Cipta.

Elija Herjualianti. (2002), Pendidikan Kesehatan Gigi

Airlangga University Press, Surabaya.

http://www. Purbalinggakab.com. (2011). Panjaitan Monang, (1995). Etioilogi Karies Gigi dan

Penyakit Jaringan Periodontal, USU Press, Jakarta.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan.

Jakarta: Rineka Cipta

Pintauli Sondang, Taizo Hamada, (2010). Metode Gigi dan

Mulut Sehat, USU Press, Medan.Data.

Purbaya, J.Rio, (2007). Mengenal Madu Alami, Pioner

Jaya, Bandung.

Rostita. (2014). Berkat Madu Sehat, Cantik, dan Penuh

Vitalitas. PT Mizan Pustaka. Bandung.

Team Darul Hadharah. (2014). Sehat Dengan Terapi Madu. Solo : Kiswah Madia.

Tim Karya Tadi Mandiri. (2010). Pedoman Budaya Lebah

Madu. Bandung : CV Nuansa Aulia.

Zainul Akbar. (2014). Jurus Sehat Rasulullah, Bandung :

Sygma Creatitive Media Crorp.

Page 29: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

25

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Manajemen Laktasi Dan

Dukungan Tempat Kerja Dengan Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI Di

Wilayah Kerja Puskesmas Pembantu (Pustu) Amplas Medan

Lusiana Gultom

Abstrak

Air Susu Ibumerupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena mengandung kebutuhan energi

dan zat yang dibutuhkan selama 6 bulan pertama kehidupan bayi. Cakupan ASI eksklusif di

seluruh dunia hanya36% selama periode 2007-2014, di bawah target WHO yang mengharuskan

cakupan ASI minimal 50%. Penghambat pemberian ASI eksklusif adalah rendahnya pengetahuan

ibu dan factor ibu bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang manajemen laktasi dan dukungan tempat kerja dengan perilaku ibu dalam

pemberian ASI di wilayah kerja Puskesmas pembantu Amplas Medan.Jenis penelitian analitik

dengan menggunakan data primer yang diperoleh melalui kuesioner. Objek penelitian adalah

semua ibu bekerja yang mempunyai bayi usia7 – 24 bulan, menggunakan metode total sampling

yaitu 40 orang ibu bekerja. Data diolah menggunakan uji statistik Chi-Square.Hasil penelitian

mayoritas ibu memiliki pengetahuan kurang tentang manajemen laktasi dan tidak ASI eksklusif

sebanyak 15 orang (93,8%), hasil analisa disimpulkan X2 hitung >X2 tabel (18,55 > 5,991) dan P

value 0,000 berarti ada hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang manajemen laktasi dengan

perilaku ibu dalam pemberian ASI. Mayoritas ibu bekerja tidak mendapatkan dukungan dari

tempat kerja dan tidak ASI eksklusif sebanyak 19 orang (82,7%), hasil analisa X2 hitung >X2 tabel

(19,66 > 3,841) dan P value 0,000 berarti ada hubungan dukungan tempat kerja dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI.Diharapkan kepada ibu bekerja agar tetap memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan memahami tentang manajemen laktasi dan tenaga kesehatan juga harus giat

untuk berperan aktif dalam memotivasi ibu bekerja untuk tetap memberikan ASI ekslusif.

Kata Kunci : Pengetahuan, Dukungan Tempat Kerja, Pemberian ASI

Daftar Bacaan : 21 (2009-2015)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah

terbaik bagi bayi karena mengandung kebutuhan energi

dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan pertama

kehidupan bayi. Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan

balita sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang

diperoleh,termasuk energy dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut, serta untuk mengurangi

morbiditas dan mortalitas bayi dan balita.

Beberapa hal yang menghambat pemberian ASI

eksklusif diantaranya adalah rendahnya pengetahuan ibu

dan keluarga lainnya mengenai manfaat ASI dan cara

menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling

laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan, faktor

sosial budaya, gencarnya pemasaran susu formula, dan

factor ibu yang bekerja (Dinkes,2008).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),

partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat

signifikan. Selama Agustus 2006-Agustus 2007 jumlah pekerja perempuan bertambah 3,3 juta orang (BPS, 2008).

Menurut Depkes, menyusui merupakan hak

setiap ibu tidak terkecuali pada ibu yang bekerja, maka

agar dapat terlaksananya pemberian ASI dibutuhkan

informasi yang lengkap mengenai manfaat dari ASI dan

menyusui serta bagaimana melakukan manajemen

laktasi. Selain itu diperlukan dukungan dari pihak

manajemen, lingkungan kerja, dan pemberdayaan pekerja

wanita sendiri (Fiddini, 2010).

Banyak ibu yang bekerja mengatakan hanya

dapat cuti bekerja selama tiga bulan sehingga tidak bisa

menyusui eksklusif dan tidak mengerti tentang manajemen ASI atau menyimpan ASI yang baik dan

benar. Sehingga memutuskan untuk memberikan susu

formula untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Apakah ada hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang manajemen laktasi dan dukungan tempat kerja

dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI di wilayah

kerja Pustu Amplas Medan ?”

C. Tujuan Penelitian

Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja

tentang manajemen laktasi dan dukungan tempat kerja

Page 30: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

26

dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI di wilayah kerja

Pustu Amplas Medan

Khusus

a. Untuk mengetahui dukungan tempat kerja ibu

dalam pemberian ASI di wilayah kerja Pustu

Amplas Medan.

b. Untuk mengetahui perilaku ibu dalam pemberian

ASI di wilayah kerja Pustu Amplas Medan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

a. Pengertian ManajemenLaktasi Manajemen laktasi adalah segala upaya yang

dilakukan untuk menunjang keberhasilan meyusui. Ruang

lingkup manajemen laktasi dimulai dari masa kehamilan,

setelah persalinan, dan masa menyusui selanjutnya.

Ruang lingkup manajemen laktasi periode post natal pada

ibu bekerja meliputi ASI eksklusif, teknik menyusui,

cara memerah ASI, menyimpan ASI perah dan

memberikan ASI perah.

b. ASI Eksklusif Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan hidup yang

mengandung sel-sel darah putih, imunoglobin, enzim dan

hormon serta protein spesifik dan zat-zat gizi lainnya yang

diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak

ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi

dilahirkan sampai sekitar 6 bulan. Selama itu bayi tidak

diharapkan mendapatkan tambahan cairan lain seperti susu

formula, air jeruk, air teh, madu dan air putih. Pada

pemberian ASI eksklusif bayi juga tidak diberikan

makanan tambahan seperti pisang, biskuit, bubur susu,

bubur nasi, tim dan sebagainya. Pemberian ASI secara

benar akan depat memenuhi kebutuhan bayi sampai usia 6

bulan, tanpa makanan pendamping. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan

untuk jangka waktu sekuran-kurangnya 4 bulan, tetapi bila

mungkin sampai 6 bulan. Para ahli menemukan bahwa

manfaat ASI akan sangat meningkat bila bayi hanya diberi

ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya.

Sebagai tujuan global untuk meningkatkan

kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka

semua ibu dapat memberikan ASI eksklusif dan semua

bayi diberi ASI eksklusif sejak lahir sampai berusia 4-6

bulan, bayi diberi makanan pendamping yang benar dan

tepat, sedangkan ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.

Keuntungan Menyusu Eksklusif Secara Umum

1. Memberikan nutrisi yang optimal dalam hal

kualitas dan kuantitas bagi bayi.

2. Meningkatkan kecerdasan.

Manfaat ASI bagi Bayi

1. ASI mengandung protein yang spesifik untuk

melindungi bayi dari alergi

2. ASI juga bebas kuman karena diberikan secara

langsung 3. ASI lebih mudah dicerna dan diserap oleh usus bayi

4. ASI mengandung banyak kadar selenium yang

melindungi gigi dari kerusakan

Manfaat ASI bagi Ibu

1. Membantu mempercepat pengembalian rahim ke

bentuk semula dan mengurangi perdarahan setelah

melahirkan.

2. Mengurangi biaya pengeluaran karena ASI tidak

perlu dibeli.

3. Mengurangi biaya perawatan sakit karena bayi yang

minum ASI tidak mudah terinfeksi.

Komposisi Gizi Dalam ASI

Jumlah total produksi ASI dan asupan ke bayi bervariasi untuk setiap waktu menyusui dengan jumlah

berkisar antar 450-1200 ml dengan rerata 750-850 ml per

hari.

Kandungan nutrisi dalam ASI jauh lebih tinggi

jika dibandingkan dengan susu sapi. Kandungan protein

dalam kolostrum jauh lebih tinggi dari pada dalam ASI.

Cara Menyusui Yang Baik dan Benar 1. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit dan

dioleskan ke puting susu dan areola sekitarnya.

2. Bayi diletakkan menghadap ke perut ibu/payudara. 3. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari

lain menopang dibawah, jangan menopang puting

susu dan areolanya saja.

Posisi Menyusui Ada beberapa macam posisi menyusui, ibu dapat

mengambil posisi yang tepat untuk menyusui sebagai

berikut :

1. Ibu yang melahirkan secara spontan bisa lebih

leluasa untuk memilih posisi menyusui, sambil

duduk atau berbaring menyamping.

2. Posisi Menyusui Ibu Yang Melahirkan Melalui Persalinan Seksio Caesaria

3. Football position adalah posisi meyusui yang

disarankan untuk ibu yang melahirkan melalui

persalinan seksio caesaria.

4. Sama dengan ibu yang melahirkan dengan

persalinan seksio caesaria. Football position

(dengan cara seperti memegang bola) juga tepat

untuk bayi kembar, dimana kedua bayi disusui

bersamaan kiri dan kanan.

5. Pada ibu-ibu yang memiliki ASI berlimpah dan

memancar (penuh) dan alirannya deras, terdapat posisi khusus untuk menghindari agar bayi tidak

tersedak.

Pengeluaran ASI dengan Cara Memerah ASI

1. Tahapan Persiapan Memerah ASI

1) Cuci kedua tangan ibu dengan benar dan

menggunakan sabun.

2) Usahakan ibu rileks dan pilih tempat atau

ruangan untuk memerah ASI yang tenang dan

nyaman.

3) Kompres payudara dengan air hangat.

Gunakan handuk kecil, waslap atau kain lembut lainnya.

4) Mulailah mengurut payudara.

Page 31: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

27

2. Tahapan Memerah ASI dengan Tangan

1. Letakkan ibu jari diatas areola dan jari telunjuk serta jari tengah dibawah sekitar 2,5-

3,80 di belakang membentuk huruf C.

2. Tekan lembut ke arah dada tanpa memindahkan posisi jari-jari tadi. Payudara

yang besar, anjurkan ibu untuk mengangkat

payudara lebih dahulu, kemudian tekan kearah

dada.

3. Buatlah gerakan menggulung (roll) dengan arah ibu jari dan jari-jari kedepan untuk

memerah ASI keluar dari gudang ASI yang

terdapat dibawah areola di belakang puting

susu.

4. Ulangi gerakan-gerakan tersebut (1,2,3)

sampai aliran ASI berkurang.

5. Lakukan pada kedua payudara secara

bergantian.

3. PengeluaranASIdengan Pompa

1. Tekanbolakaretuntukmengeluarkanudara

2. Letakkan ujung lebar tabung pada payudara

dengan putting susu tepat di tengah, dan

tabung benar-benar melekat pada kulit

3. Lepas bola karet, sehingga putting dan areola

tertarik kedalam

4. Tekan dan lepas beberapa kali, sehingga ASI

akan keluar dan terkumpul pada lekukan

penampung pada sisi tabung

5. Cucilah alat dengan bersih, menggunakan air

mendidih.

Penyimpanan ASI

1. Simpan ASI dalam botol atau gelas yang sudah di

sterilakan terlebih dahulu dan tutup rapat-rapat.

2. Cantumkan jam dan tanggal ASI di perah.

Cara dan waktu pemberian ASI yang telah

disimpan/didinginkan yaitu :

a. Tidak boleh direbus/dipanaskan diatas api karena

zat-zat yang terkadung didalamnya dapat mati

b. ASI dapat didiamkan beberapa saat di dalam suhu kamar,

c. Berikan ASI perah dengan menggunakan sendok

agar bayi tidak terbiasa menghisap dengan dot dan

jadi sulit menyusu pada payudara.

Pengetahuan IbuBekerja

Setiap orang memiliki pengetahuan yang

berbeda, pengatahuan yang dimiliki seseorang

merupakan peranan penting dalam pekerjaannya. Dari

pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langsung

dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif

adalah rendahnya pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif,

masalah dalam ASI seperti ASI tidak keluar. Selain itu

pada ibu yang bekerja tidak tahu bagaimana memberikan

ASI perahdan menyimpan ASI perah, factor lain karena

ibu menyusui yang bekerja beranggapan ASI tidak cukup

diberikan kepada bayi, dan bayi tidak akan merasa

kenyang.

Faktor yang mempengaruhi

a. Pendidikan

b. Pekerjaan

Dukungan Tempat Kerja

Berdasarkan Berdasarkan undang-undang peraturan pemerintah RI No.33 Tahun 2012 tentang

pemberian ASI eksklusif, salah satunya adalah pasal 30

ayat 3 yang isinya pengurus tempat kerja dan

penyelenggara tempat sarana umum harus menyediakan

fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI

sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan (Jika tidak,

setiap pengurus tempat kerjadan/atau penyelenggara

tempat sarana umum yang tidak melaksanakan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30

ayat (1) dan ayat (3),atau Pasal 34, dikenakan sanksi

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan). Berkaitan dengan ibu bekerja yang memiliki bayi,

pemerintah mempunyai kebijakan dan strategi

mendorong perusahaan-perusahaan dalam mendukung

pemberian ASI eksklusif pada pekerja wanita dengan

menyediakan fasilitas yang mendukung peningkatan

pemberian ASI ditempat kerja,

Perilaku Ibu dalam Pemberian ASI Perilaku pemberian ASI adalah suatu tindakan

aktif dari seorang ibu dalam pemberian ASI eksklusif

yaitu tanpa makanan tambahan dari bayi lahir sampai

berusia 6 bulan (Dinkes,2008) Rendahnya pemberian ASI banyak ditemukan di antara perempuan yang

bekerja karena alasan seperti singkat cuti hamil, tempat

kerja tidak memperbolehkan membawa bayi atau tidak

ada privasi untuk menyusui bayi.

Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Manajemen Laktasi

Dan Dukungan Tempat Kerja Dengan Perilaku Ibu

Dalam Pemberian ASI

Beberapa hal yang menghambat pemberian ASI

eksklusif diantaranya adalah rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya mengenai manfaat ASI dan cara

menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling

laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan, faktor

sosial budaya, gencarnya pemasaran susu formula dan

faktor ibu yang bekerja.yang merupakan penyebab

rendahnya pemberian ASI eksklusif adalah rendahnya

pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif, masalah dalam

ASI seperti ASI tidak keluar. Selain itu pada ibu yang

bekerja tidak tahu bagaimana memberikan ASI perah dan

menyimpan ASI perah, factor lain karena ibu menyusui

yang bekerja beranggapan ASI tidak cukup diberikan

kepada bayi, dan bayi tidak akan merasakan yang. Yang merupakan penyebab rendahnya pemberian

ASI eksklusif adalah rendahnya pengetahuan ibu tentang

ASI Eksklusif, masalah dalam ASI seperti ASI tidak

keluar. Selain itu pada ibu yang bekerja tidak tahu

bagaimana memberikan ASI perah dan menyimpan ASI

perah, faktor lain karena ibu menyusui yang bekerja

Page 32: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

28

beranggapan ASI tidak cukup diberikan kepada bayi, dan

bayi tidak akan merasakan yang.

c. Kerangka Konsep

Kerangka konsep terdiri dari variabel bebas

(Independen) dan varibel terikat (dependen). Variabel

independen (bebas) adalah pengetahuan ibu bekerja tentang manajemen laktasi dan dukungan tempat kerja.

Sedangkan perilaku ibu dalam pemberian ASI ditetapkan

sebagai variabel terikat (dependen).

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik dan

desain penelitian menggunakan desain cross sectional,

dimana data yang menyangkut variabel bebas

(Independen) danvariabel terikat (dependen), akan

disimpulkan dalam waktu bersamaan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Pustu

Amplas Medan.

Waktu Penelitian

Penelitian inidilakukan pada bulan Januari

sampai Juli 2017.

Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah jumlah keseluruhan objek

penelitian atau objek yang diteliti. Objek dalam penelitian

ini adalah semua ibu bekerja yang mempunyai bayi usia7

– 24 bulan yaitu sebanyak 40 orang. Sampel adalah

sebagian dari populasi.

C. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yaitu dalam bentuk data primer yang diperoleh

melalui kuesioner.

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan

mendatangi Posyandu di wilayah kerja Pustu Amplas

Medan dan mendatangi rumah responden. Sebelum dilakukan pengumpulan data peneliti terlebih

dahulu menjelaskan tujuan penelitian, kemudian

meminta kesediaan untuk menjadi responden penelitian.

Setelah responden menyetujui, peneliti akan meminta

untuk mengisi informedconsent dan menjelas kan cara

pengisian kuesioner.

Pengolahan Dan Analisa Data Mengkodedata(coding)

Menyuntingdata(editing

Memasukkandata(entry)

Membersihkandata(cleaning) PenyajianData

Analisa Data

1. Analisa Data Univariat

2. Analisis Data Bivariat

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Karakteristik Responden

N

o Karakteristik

Frekuen

si

Persentase

(%) N

1. Umur Ibu

40

16-27 tahun 22 55

28-40 tahun 18 45

2. Umur Bayi

40

7-15 bulan 19 47,5

16-24 bulan 21 52,5

3. Pendidikan

40

Tidak pernah sekolah 1 2,5

Tidak tamat SD 1 2,5

Tamat SD 2 5

Tamat SMP 3 7,5

Tamar SMA 18 45

Tamat perguruan

tinggi 15 37,5

4. Pekerjaan

40

Karyawan 12 30

Guru/dosen 2 5

Bidan/petugas

kesehatan 2 5

Wiraswasta 10 25

PNS 5 12,5

Lain-lain (buruh,dsb) 9 22,5

Distribusi umur responden menunjukkan sebagian

besar responden merupakan ibu-ibu dengan usia 16 hingga

27 tahun yaitu sebanyak 22 responden (55%)dan umur 28

hingga 40 sebanyak 18 responden (45%). Distribusi tingkat

pendidikan responden menunjukkan distribusi tertinggi

adalah SMA yaitu sebanyak 18 responden (45 %) dan

distribusi terendah adalah tidak tamat sekolah dan tidak

tamat SD masing-masing 1 responden(2,5%).

Analisa Univariat

Pengetahuan Ibu BekerjaTabel Distribusi Pengetahuan

Ibu Tentang Manajemen Laktasi Di Wilayah

Kerja Pustu Amplas Medan

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik 11 27,5

Cukup 13 32,5

Kurang 16 40

Jumlah 40 100

Berdasarkan tabel

diketahui bahwa distribusi pengetahuan ibu bekerja

tentang manajemen laktasi mayoritas memiliki

pengetahuan yang kurang yaitu sebayak 16 orang

(40%) dan minoritas memiliki pengetahuan baik

sebanyak 11 orang (27,5%). Dukungan Tempat kerja

Tabel Distribusi Dukungan Tempat Kerja Di Wilayah

Kerja Pustu Amplas Medan

Page 33: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

29

Dukungan Tempat

Kerja Frekuensi Persentase (%)

Mendukung 17 42,5

Tidak Mendukung 23 57,5

Jumlah 40 100

Berdasarkan tabel mayoritas ibu bekerja yaitu 23 orang (57,5%) tidak

mendapatkan dukungan dari tempat kerja untuk

memberikan ASI eksklusif bagi bayinya dan

minoritas hanya 17 orang ibu bekerja (42,5 %)

yang mendapatkan dukungan dari tempat kerja

untuk memberikan ASI eksklusif.

Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI

Tabel Distribusi Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI

Di Wilayah Kerja PustuAmplas Medan

Pemberian ASI Frekuensi

Persentase

(%)

Eksklusif 19 47,5

Tidak Eksklusif 21 52,5

Jumlah 40 100

Berdasarkan tabel distribusi pemberian ASI dapat

diketahui bahwa mayoritas ibu tidak memberikan

ASI eksklusif kepada bayinya yaitu 21 bayi

(52,5%) dan minoritas sebayak 19 bayi (47,5%)

memberikan ASI eksklusif.

Analisa Bivariat

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Dengan Perilaku

Ibu Dalam Pemberian ASI Di Wilayah Kerja

Pustu Amplas Medan

Tabel Analisa Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja

Dengan Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI Di

Wilayah Kerja Pustu Amplas Medan

Penge tahuan

Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI

Jumlah X2

Hitung

X2

Tabel

P Value

Eksklusif Tidak

Eksklusif

F % F % F %

Baik 9 81,9 2 18,1 11

100

18,55

5,991

0,000

Cukup 9 69,2 4 30,8 13

100

Kurang 1 6,2 15 93,8

16

100

Jumlah 19 47,5

21 52,5

40

100

Ibu bekerja yang memiliki pengetahuan baik mayoritas

memberikan ASI eksklusif kepada bayinya yaitu sebanyak

9 orang (81,9%) dan dari 16 orang ibu bekerja yang

memiliki pengetahuan kurang mayoritas tidak memberikan

ASI eksklusif kepada bayinya yaitu sebanyak 15 orang

(93,8%).

Hubungan Dukungan Tempat Kerja Dengan Perilaku

Ibu Dalam Pemberian ASI Di Wilayah Kerja Pustu

Amplas Medan

Tabel Analisa Hubungan Dukungan Tempat Kerja

Dengan Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI Di

Wilayah Kerja Pustu Amplas Medan

Dukungan

Tempat

Kerja

Perilaku Ibu Dalam

Pemberian ASI Jumlah

X2

Hitung X2

Tabel

P

Value

Eksklusif

Tidak

Eksklusif

F % F % F %

Mendukung 15 88,2 2 11,8 17 100

19,66

3,841

0,000

Tidak

Mendukung 4 17,3 19 82,7 23 100

Jumlah 19 47,5 21 52,5 40 100

Berdasarkan tabel17 ibu bekerja yang mendapatkan

dukungan dari tempat kerja mayoritas memberikan ASI

eksklusif kepada bayinya yaitu sebanyak 15 orang (88,2%)

dan dari 23 orang ibu bekerja yang tidak mendapatkan dukungan dari tempat kerja mayoritas tidak memberikan

ASI eksklusif kepada bayinya yaitu sebanyak 19 orang

(82,7%)

PEMBAHASAN

Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Manajemen Laktasi

Hasil analisa pengetahuan ibu bekerja tentang

manajemen laktasi menunjukkan bahwa distribusi

pengetahuan ibu bekerja tentang manajemen laktasi

mayoritas memiliki pengetahuan yang kurang yaitu sebayak 16 orang (40%) dan minoritas memiliki

pengetahuan baik sebanyak 11 orang (27,5%).

Dukungan Tempat Kerja

Distribusi dukungan tempat kerja menunjukkan

bahwa mayoritas ibu bekerja yaitu 23 orang (57,5%) tidak

mendapatkan dukungan dari tempat kerja untuk

memberikan ASI eksklusif bagi bayinya dan minoritas

hanya 17 orang ibu bekerja (42,5%) yang mendapatkan

dukungan dari tempat kerja untuk memberikan ASI

eksklusif.

Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI

Distribusi pemberian ASI menunjukkan bahwa

mayoritas ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya yaitu 21 bayi (52,5%) dan minoritas sebayak 19

bayi (47,5%) memberikan ASI eksklusif. Salah satu faktor

yang menyebabkan rendahnya pemberian ASI di wilayah

kerja Puskesmas pembantu (Pustu) Amplas Medan adalah

status ibu yang bekerja.

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang

Manajemen Laktasi Dengan Perilaku Ibu Dalam

Pemberian ASI

Dari hasil analisa bivariat pengetahuan ibu bekerja

tentang manajemen laktasi dengan perilaku ibu dalam

pemberian ASI dapat diketahui bahwa dari 40 orang ibu

bekerja (responden), berjumlah 11 ibu bekerja yang

memiliki pengetahuan baik sebanyak 9 orang (81,9%)

Page 34: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

30

mayoritas memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dan

dari 16 orang ibu bekerja yang memiliki pengetahuan

kurang 15 orang (93,8%) mayoritas tidak memberikan ASI

eksklusif kepada bayinya.

Dukungan Tempat Kerja Dengan Perilaku Ibu Dalam

Pemberian ASI

Dari hasil analisa bivariat dukungan tempat kerja

dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI dapat diketahui

bahwa dari 40 orang ibu bekerja (responden), bahwa dari

17 ibu bekerja yang tempat kerjanya memberikan dukungan untuk memberikan ASI eksklusif mayoritas

memberikan ASI eksklusif kepada bayinya yaitu sebanyak

15 orang (88,2%) dan dari 23 ibu bekerja yang tempat

kerjanya tidak memberikan dukungan untuk memberikan

ASI eksklusif mayoritas tidak memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya sebanyak 19 orang (82,7%).

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Distribusi pengetahuan ibu bekerja tentang manajemen laktasi mayoritas memiliki

pengetahuan yang kurang yaitu sebayak 16 orang

(40%) dan minoritas memiki pengetahuan baik

sebanyak 11 orang (27,5%).

2. Distribusi dukungan tempat kerja menunjukkan

bahwa mayoritas ibu bekerja yaitu 23 orang

(57,5%) tidak mendapatkan dukungan dari tempat

kerja untuk memberikan ASI eksklusif bagi

bayinya dan minoritas hanya 17 orang ibu bekerja

(42,5 %) yang mendapatkan dukungan dari tempat

kerja untuk memberikan ASI eksklusif.

3. Distribusi pemberian ASI dapat diketahui bahwa mayoritas ibu tidak memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya yaitu 21 bayi (52,5%) dan

minoritas sebayak 19 bayi (47,5%) memberikan

ASI eksklusif.

SARAN

1. Bagi Puskesmas Pembantu (Pustu) Amplas

Medan Petugas Pustu Amplas Medan harus

menjadi petugas yang giat untuk

mempromosikan tentang manajemen laktasi

kepada masyarakat agar mesyarakat semakin giat untuk memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya, terutama ibu bekerja agar kebutuhan

ASI eksklusif bayi tetap terpenuhi meskipun

ibu bekerja.

2. Bagi Instansi/Perusahaan Tempat Ibu Bekerja

Petugas kesehatan yang bertugas di Pustu

Amplas Medan seharusnya melakukan

koordinasi dengan instansi/perusahaan untuk

dapat menyediakan sarana maupun fasilitas

serta mendukung kebijakan pemerintah

tentang adanya ruang laktasi agar perusahaan

yang memperkerjakan perempuan (ibu menyusui) ikut serta mendukung kegiatan

laktasi bagi ibu bekerja.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai referensi

bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti

variabel yang berbeda.

Page 35: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

31

DAFTAR PUSTAKA

Baston, Helen & Hall, Jenifer. 2013. Postnatal. Jakarta :

EGC

Dewi, V.N.L & Sunarsih, Tri. 2014. Asuhan Kebidanan

Pada Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika

Fiddini, F. 2010. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan

Perilaku Ibu yang Bekerja Terhadap Pemberian

ASI Eksklusif Pada Bayi. http://repository uinjkt

ac.id dspace/handle/12345678/25746 diakses

Jumat, 03 Maret 2017

IDAI. 2013. Manajemen Laktasi. Diakses Minggu, 19

Maret 2017

http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/manajemen-laktasi

Infodatin, 2014. Situasi dan Analisis ASI Eksklusif. Pusat

Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI

Tahun 2014

Kristiyanasari, Weni. 2009. ASI, Menyusui & SADARI.

Yogyakarta : Nuha Medika

Maryunani, Anik. 2012. Inisiasi Menyusui Dini, ASI

eksklusif dan Manajemen Laktasi. Jakarta : CV.

Trans Info Media

--------------------. 2009. Asuhan Pada Ibu dalam Masa

Nifas (Postpartum). Jakarta : CV. Trans Info Media

Notoatmodjo.2010.MetodelogiPenelitianKesehatan.Jakarta

: RinekaCipta

Peraturan Pemerintah RI. 2012. Tentang Pemberian ASI

Eksklusif. Diakses Kamis, 02 Maret 2017

Putri, A. 2013. Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja

Tentang Manajemen Laktasi Dengan Perilaku Ibu

Dalam Pemberian ASI.

https://www.scribd.com/document/273019/asi

diakses Jumat, 24 Maret 2017

Rahmawati, Eli. 2013. Hubungan Pijat Oksitosin Dengan

Pengeluaran ASI Pada Ibu Postpartum Hari 1-2

DiBPMHj.NL kota Balikpapan Tahun 2013.

https://husadamahakam.files.wordpress/2015/12/1-

jurnal-elly-u-nop-14-okdiakses Selasa, 06

Desember 2016

Roito, dkk. 2013. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas & Deteksi

Dini Komplikasi. Jakarta : EGC

Sari, E.P & Rimandini, K.D. 2014. AsuhanKebidanan

Masa Nifas (Postnatal Care. Jakarta : CV. Trans

Info Media

Satyagraha. 2014. BPS:Jumlah Penduduk Bekerja. Jakarta

: ANTARA News (19 Maret 2017)

Suhardjo. 2010. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak.

Yogyakarta : Kanisius

Suherni,dkk. 2010. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta :

Fitramaya

Sulistiyowati, T &Siswantara, P. 2016. Perilaku Ibu

Bekerja Dalam Memberikan ASI Eksklusif.

Journal.unair.ac.id/download-fullpapers-

jupromkesd6de2ea109full.pdf diakses Minggu, 19

Maret 2017

Undang-undang 1945. 2015. Tentang Menyusui dan

Bekerja. Diakses Minggu, 19 Maret 2017

http://menyusui.info/regulasi/undang-undang-dan-

peraturan-tentang-menyusui-dan bekerja/

Wawan, A & Dewi, M. 2011. Teori dan Pengukuran

Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia.

Yogyakarta : Nuha Medika

Yanti. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan.

Yogyakarta : Pustaka Rihama

Page 36: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

32

PERBEDAAN PENURUNAN INDEKS PLAK MENYIKAT GIGI

DENGAN TEKNIK BASS DAN ROLL PADA SISWA/I

SMP SWASTA GAJAH MADA MEDAN KELAS VII

TAHUN 2016

Netty Jojor Aritonang

Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan Jalan Jamin Ginting KM 13,5

` Abstract

Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri dari mikroorganisme yang

berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika seseorang melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan penurunan indeks plak antara siswa

yang menyikat gigi dengan teknik bass dan teknik roll. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

analitik menggunakan metode eksperimen dengan rancangan Pre-test Dan Post-test Only Group Design tanpa

replikasi. Penelitian ini dilakukan pada siswa/i SMP Swasta Gajah Mada Medan Kelas VII Tahun 2016 berjumlah 30 orang dengan pengambilan sampel secara random sampling. Manfaat penelitian ini adalah

untuk menambah pengetahuan siswa tentang penurunan indeks plak me nyikat gigi dengan teknik bass

dan roll. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa p < 0,005 maka hipotesis nol (H0)

ditolak, yang berarti terdapat perbedaan sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan teknik bass maupun roll

terhadap penurunan indeks plak. Sedangkan hasil t-Test independent dengan Equal varians assumed adalah

0,291 dengan probabilitas (Sig) =0,594. Melalui uji levene didapatkan nilai p (Sig) 0,305. Berarti varian

kedua kelompok adalah sama. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pada alpha 5% tidak ada perbedaan

signifikan rata-rata antara menyikat gigi dengan teknik bass dan roll.

Kata kunci : Bass, Roll, Indeks Plak

Daftar pustaka : 25 ( 1985 - 2015)

PENDAHULUAN

Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009

Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa kesehatan adalah

keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun

sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomi. Masalah kesehatan

gigi di Indonesia masih memerlukan perhatian yang sangat

serius karena prevalensi karies dan penyakit periodontal mencapai 80% dari jumlah penduduk. Upaya untuk

mengatasinya sampai saat ini belum menunjukan hasil

yang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari indikator

kesehatan gigi masyarakat. (Herijulianti, 2001)

Plak gigi merupakan salah satu masalah

kesehatan gigi dan mulut yang membentuk suatu biofilm,

biasanya kekuningan, yang berkembang secara alami pada

gigi. Seperti biofilm, plak gigi terbentuk oleh bakteri

kolonial yang berusaha untuk menempel pada permukaan

halus dari gigi. Pada awalnya, plak cukup lunak untuk

lepas dengan menggunakan kuku jari. Namun, mulai mengeras dalam waktu 48 jam, dan dalam waktu sekitar 10

hari plak menjadi kalkulus (karang gigi) keras dan sulit

untuk dihilangkan.

Tidak diragukan lagi bahwa tanpa adanya plak

maka tidak akan timbul karies. Namun tidak semua plak

menyebabkan karies, hanya plak tertentu yang

mengandung koloni mikroba spesifik yang bertanggung

jawab terhadap timbulnya karies pada gigi. Akibatnya

salah satu cara pencegahan karies adalah dengan

mengusahakan agar pembentukan plak pada permukaan

gigi dapat dibatasi, yaitu dengan cara menyikat gigi.

(Edwina, 1991) Menyikat gigi sangat penting dilakukan

dalam mengontrol plak. karena itu semua plak harus

dibersihkan. (Tarigan, 2012) salah satu yang

mempengaruhi keberhasilan menyikat gigi adalah teknik

menyikat gigi. Adapun teknik menyikat gigi adalah cara umum yang dianjurkan untuk membersihkan deposit lunak

pada permukaan gigi dan gusi. (Herijulianti, 2012) Teknik

bass belakangan ini lebih disukai baik di Inggris maupun di

Amerika Serikat, karena teknik bass dinilai cukup efektif

dalam membersihkan plak gigi. (Andlaw, 1992) Namun,

teknik roll juga merupakan cara yang paling sering

dianjurkan karena sederhana tetapi efisien dan dapat

digunakan diseluruh bagian mulut. (Herijulianti, 2012)

Survey awal yang dilakukan di SMP Swasta Gajah Mada

terhadap beberapa siswa ditemukan adanya indeks plak

yang tinggi dan belum pernah dilakukan penelitian tentang kesehatan gigi dan mulut di SMP Swasta Gajah Mada

Medan Kelas VII.

Berdasarkan latar belakang diatas dan dengan

melihat survey awal di SMP Swasta Gajah Mada maka

peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada pebedaan

penurunan indeks plak antara siswa yang menyikat gigi

dengan teknik bass dan teknik roll di SMP Swasta Gajah

Mada Medan Kelas VII Tahun 2016.

Page 37: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

33

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan penurunan indeks plak antara siswa yang

menyikat gigi dengan teknik bass dan teknik roll di SMP

Swasta Gajah Mada Tahun 2016.

Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan siswa/i di SMP Swasta Gajah Mada tentang kesehatan gigi dan

mulut khususnya teknik menyikat gigi.

2. Melatih keterampilan siswa/i untuk

menyikat gigi dengan teknik yang benar

sehingga terhindar dari kerusakan gigi

akibat plak.

3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain

untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang

lainnya dari masalah yang ingin diteliti. (Notoadmojo,

2005)

Defenisi Operasional

Untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini, penulis menentukan defenisi operasional

sebagai berikut :

1. Menyikat gigi dengan teknik bass adalah menyikat gigi dengan teknik dimana sikat

gigi diletakkan dengan posisi 45º

menghadap permukaan gigi, digerakkan

secara horizontal selama 2 menit.

2. Menyikat gigi dengan teknik roll adalah

menyikat gigi dengan sikat gigi digerakkan

dengan gerakan berupa lengkungan-

lengkungan, mulai dari gusi kearah

permukaan gigi selama 2 menit.

3. Indeks plak adalah angka yang

menunjukkan nilai atau keadaan plak pada permukaan gigi dengan mengukur setiap

gigi indeks dengan empat permukaan.

Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap

rumusan penelitian.

Ho : tidak ada perbedaan penurunan indeks plak antara

siswa yang menyikat gigi dengan teknik bass dan

teknik roll. Ha : ada perbedaan penurunan indeks plak antara siswa

yang menyikat gigi dengan teknik bass dan teknik

roll

Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai pada penelitian ini

adalah eksperimen pre and post only group desain yaitu

perbandingan indeks plak sebelum dan sesudah menyikat

gigi dengan teknik bass dan teknik roll pada siswa/i SMP

Swasta Gajah Mada Medan Kelas VII Tahun 2016.

O1 (X1) O2

O3 (X2) O4 Keterangan Gambar :

O1 : Mengukur indeks plak sebelum menyikat gigi

dengan teknik bass.

X1 : Perlakuan berupa kegiatan menyikat gigi

dengan teknik bass.

O2 : Mengukur indeks plak sesudah menyikat gigi

dengan teknik bass.

O3 : Mengukur indeks plak sebelum menyikat gigi

dengan teknik roll.

X2 : Perlakuan berupa kegiatan menyikat gigi

dengan teknik roll. O4 : Mengukur indeks plak sesudah menyikat gigi

dengan teknik roll.

Hasil Penelitian

Analisa Univariat

Data yang dikumpulkan adalah hasil penelitian

yang dilakukan terhadap siswa/i SMP Swasta Gajah Mada

Medan Kelas VII. Pengumpulan data dilakukan dengan

pemeriksaan langsung kerongga mulut siswa/i yang

menjadi sampel. Dari penelitian yang dilakukan, maka

diperoleh data siswa, skor indeks plak sebelum dan

sesudah menyikat gigi dengan teknik bass dan teknik roll. Setelah seluruh data terkumpul, maka dibuat analisa data

dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi untuk

masing-masing kelompok sampel. Kemudian dilakukan

pengolahan data secara statistik dengan menggunakan uji t-

Test.

Analisa Bivariat

Dependent t-Test

Untuk menguji dua sampel yang berpasangan

maka digunakan paired sample t-Test. Uji t-Test

dependent berpasangan ini dapat mengetahui apakah ada perbedaan menyikat gigi dengan teknik bass dan teknik roll

terhadap penurunan indeks plak. Adapun hasil dari t-Test

dependent yang dilakukan dengan program computer.

Paired Sample Statistik Untuk kelompok Menyikat Gigi dengan Teknik Bass

Teknik

Menyikat

Gigi

Rata-Rata

IP N T Std P df

CI 95%

Bawah Atas

Bass 1,959 15 52,68 0,144 0,000 14 1,88 2,04

Page 38: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

34

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa probabilitas

adalah 0,000. Oleh karena probabilitas p < 0,005 maka H0

ditolak, yang artinya terdapat perbedaan sebelum dan

sesudah menyikat gigi dengan teknik bass terhadap

penurunan indeks plak.

Paired Sample Statistik Untuk kelompok Menyikat Gigi dengan Teknik Roll

Teknik

Menyikat

Gigi

Rata-Rata

IP N T Std P df

CI 95%

Bawah Atas

Roll 1,907 15 50,86 0,140 0,000 14 1,83 1,99

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa probabilitas

adalah 0,000. Oleh karena probabilitas p < 0,005 maka H0

ditolak, yang artinya terdapat perbedaan sebelum dan

sesudah menyikat gigi dengan teknik roll terhadap

penurunan indeks plak.

Perbedaan antara menyikat gigi dengan teknik bass dan roll terhadap

penurunan indeks plak pada siswa/i SMP Swasta Gajah Mada Kelas VII

Teknik Menyikat

gigi Mean F Sig t Df P

Bass 2400 0,291 0,594 -0,104 28 0,305

Roll 2480

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa f hitung

untuk uji sampel t-Test independent dengan Equal

varians assumed adalah 0,291 dengan probabilitas (Sig)

=0,594. Melalui uji levene didapatkan nilai p (Sig)

0,305. Berarti varian kedua kelompok adalah sama.

Dari hasil diatas didapat nilai p (Sig) = 0,305 sehingga

dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5% tidak ada

perbedaan signifikan rata-rata antara menyikat gigi

dengan teknik bass dan roll.

Pembahasan

Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 30 siswa/i SMP Swasta Gajah Mada Medan Kelas VII yang

dipilih secara acak dan dibagi menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama menyikat gigi dengan teknik bass dan

kelompok kedua menyikat gigi dengan teknik roll. Dalam

penelitian ini tidak dilakukan replica. Plak adalah lapisan

tipis mikroorganisme, sisa makanan dan bahan organik

yang terbentuk di gigi, kadang-kadang juga ditemukan

pada gusi dan lidah. Plak merupakan penyebab lokal dan

utama yang terbentuknya penyakit gigi dan mulut yang

lain seperti karies, kalkulus, gingivitis, periodontitis dan

lain sebagainya. Oleh karena plak tidak dapat dihindari pembentukannya, maka mengurangi akumulasi plak adalah

hal yang sangat penting untuk mencegah terbentuknya

penyakit gigi dan mulut. Pengendalian plak bisa dilakukan

secara mekanis dan kimiawi. (Anggreini, 2007)

Berdasarkan hasil pemeriksaan awal yang telah

dilakukan terhadap seluruh sampel teradapat 4

pemeriksaan dengan kriteria sedang dan 11 pemeriksaan

dengan kriteria buruk sebelum menyikat gigi dengan

teknik bass. Setelah menyikat gigi dengan teknik bass

indeks plak menurun yaitu seluruh responden mendapat

kriteria baik. Sedangkan pada pemeriksaan awal sebelum

menyikat gigi dengan teknik roll terdapat 6 pemeriksaan dengan kriteria sedang dan 9 pemeriksaan dengan kriteria

buruk. Setelah menyikat gigi dengan teknik roll indeks

plak menurun yaitu seluruh responden mendapat kriteria

baik. Dari hasil uji t-Test dependent kedua variabel tersebut

didapat hasil bahwa p < 0,05 atau 0,000 < 0,05 sehingga

hipotesis nol (H0) ditolak yang berarti bahwa kedua teknik

menyikat gigi ini sama-sama berpengaruh terhadap

penurunan indeks plak. Untuk mengetahui apakah ada

perbedaan selisih indeks plak rata-rata antara menyikat gigi

dengan teknik bass dan roll terhadap penurunan indeks

plak dilakukan uji t-Test independent. Melalui hasil

perhitungan uji t-Test independent yang telah dilakukan

dengan program komputer, melihat dari nilai equal varians

assumed diperoleh t hitung (diasumsikan kedua varians sama atau tidak berbeda) adalah 0,291 dengan probabilitas

0,594. Dari hasil diatas dapat didapat nilai p = 0,305

sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5%, tidak

ada perbedaan signifikan rata-rata antara menyikat gigi

dengan teknik bass dan roll. penelitian ini telah

mengendalikan variabel pengganggu dengan menyamakan

jenis sikat dan pasta gigi yang digunakan serta waktu

menyikat gigi untuk semua responden.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan

bahwa teknik apapun yang digunakan, tujuan utama

menyikat gigi adalah menyingkirkan plak dari permukaan gigi dan sulkus gingiva, dengan kerusakan jaringan

pendukung seminimal mungkin. (Pintauli,2008)

Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

peneliti terhadap siswa/i SMP Swasta Gajah Mada Medan

Kelas VII maka didapat kesimpulan bahwa :

1. Indeks plak sebelum menyikat gigi dengan teknik bass yaitu antara 1,87–2,45 dimana terdapat 4

pemeriksaan dengan kriteria sedang dan 11

pemeriksaan dengan kriteria buruk.

2. Indeks plak setelah menyikat gigi dengan teknik bass yaitu antara 16 0,37 termasuk dalam kriteria

baik.

Page 39: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

35

3. Indeks plak sebelum menyikat gigi dengan teknik roll yaitu antara 1,91 – 2,6 yaitu 6 pemeriksaan

dengan kriteria sedang dan 9 pemeriksaan dengan

kriteria buruk.

4. Indeks plak setelah menyikat gigi dengan teknik roll yaitu antara 0,16 - 0,5 yaitu seluruh responden

mendapat kriteria baik.

5. Hasil perhitungan dari uji t-Test dependent bahwa kedua teknik menyikat gigi ini sama-sama

berpengaruh terhadap penurunan indeks plak. Dari

hasil pemeriksaan uji t-Test independent dengan

nilai equal varians assumed diperoleh t hitung

(diasumsikan kedua varians sama atau tidak

berbeda) adalah 0,291 dengan probabilitas 0,594. Dari hasil diatas dapat didapat nilai p = 0,305

sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5%,

tidak ada perbedaan signifikan rata-rata antara

menyikat gigi dengan teknik bass dan roll.

Saran

Dengan selesainya penelitian ini, diharapkan :

1. kepada siswa/i SMP Swasta Gajah Mada Medan

untuk menggunakan teknik menyikat gigi seperti

teknik bass dan roll dalam menjaga kesehatan gigi

dan mulut .

2. Kepada pihak sekolah SMP Swasta Gajah Mada Medan untuk bekerja sama dengan puskesmas

setempat dalam meningkatkan derajat kesehatan

gigi dan mulut.

3. Kepada mahasiswa agar hasil penelitian ini dapat

berguna sebagai bahan masukan bagi peneliti lain

untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Alburger, S, 2011. The Rolling Method of Brushing Teeth,

http://www.ehow.com/info_8583760_rolling-

method-brushing-teeth.html diakses pada tanggal

12 maret 2015

Andlaw, R.J. 1992. Perawatan Gigi Anak. Widya Medika.

Jakarta

Arikunto, 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik, PT RINEKA CIPTA, Jakarta

Besford, J, 1996. Mengenal Gigi Anda Petunjuk Bagi

Orang Tua.Ed.2. Arcan. Jakarta

Bhawani, C, 2010, Bass Tooth Brushing Technique For

Gingiva and Subgingiva Cleaning.

http://dentistryforstudents.com/bass-toothbrushing-

technique diakses pada tanggal 10 maret 2015

Boedihardjo, 1985. Pemeliharaan Kesehatan Gigi

Keluarga. Airlangga University Press. Surabaya

Daliemunthe, S.H. 2008. Perbandingan Penurunan Skor

Plak. USU Press. Medan

Depkes RI, 2010. Tujuan Pembangunan Kesehatan,

Jakarta

Edwina, A.M, 1991. Dasar-Dasar Karies Gigi. EGC.

Jakarta

Forrest, J.O, 1995. Pencegahan Penyakit Mulut, Jakarta

Hastono, P.S. 2001, Modul Analisa Data. Fakultas

Kesehatan Masyarakat UI, 2001

Herijulianti, E, dkk, 2012. Ilmu Penyakit Jaringan Keras

dan Jaringan Pendukung Gigi. EGC. Jakarta

Hongini, S, 2012. Kesehatan Gigi dan Mulut. Reka Cipta.

Bandung

Machfoedz, I, 2005. Menjaga Kebersihan Gigi dan Mulut.

EGC. Jakarta

Notoadmodjo, S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.

PT Rineka Cipta. Jakarta

Pintauli, S, 2010. Menuju Gigi & Mulut Sehat. USU Press.

Medan

Pratiwi, D, 2007. Gigi Sehat dan Cantik. EGC. Jakarta

Putri,2010.Plakhttp://www.nadiatiaraputri.co.cc//

2010/12/07 diakses pada tanggal 30 juni 2015

Ramadhan, Ardyan. G, 2010. Serba-Serbi Kesehatan Gigi

& Mulut. Bukune, Jakarta

Tarigan, S, 2012. Karies Gigi. Ed.2. EGC. Jakarta

Warsidi, E, 2010. Menjaga Kebersihan Gigi dan Mulut.

Quadra. Jakarta

Yulisa, D, 2012. Apa itu plak gigi

http://dianyulisady.wordpress.com/2012/03/26/apa-

itu-plak-gigi/diakses pada 2 juli 2015

Yundali, S, 2012. Karies Gigi, PT RINEKA CIPTA,

Jakarta

Page 40: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

36

PENGARUH PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA

PADA ANAK BATITA DI PUSKESMAS SINGOSARI

KOTA PEMATANGSIANTAR

Sri Hernawati Sirait

(Prodi Kebidanan Pematangsiantar Poltekkes Kemenkes Medan)

ABSTRAK

Pendahuluan: Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan

mortalitas pada anak. Kelompok usia 6 - 23 bulan adalah kelompok umur yang paling rentan untuk

mengalami ISPA. Berdasarkan World Health Organization (WHO) dan Departemen Kesehatan

Indonesia tahun 2008, pneumonia yang merupakan salah satu jenis ISPA adalah penyebab paling

banyak kematian balita di dunia dan juga di Indonesia. Penyakit ISPA menduduki peringkat pertama

dari 10 penyakit terbesar rawat jalan di Puskesmas Singosari Pematangsiantar. Terdapat 1.569 kasus

ISPA untuk semua golongan umur. ISPA di Puskesmas Singosari pada bayi usia 6 - 23 bulan dari

bulan Januari 2013 hingga Februari 2014 terdapat 296 kasus. Tujuan penelitian untuk mengetahui

pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak batita di Wilayah Kerja Puskesmas Singosari Kota Pematangsiantar. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian

ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak batita. Metode: Jenis penelitian analitik observasional

dengan rancangan penelitian kohort retrosfektif. Populasi adalah seluruh anak batita yang berkunjung

ke Puskesmas Singosari dari bulan Januari 2013 - Februari 2014 sebanyak 382 kasus di Wilayah Kerja

Puskesmas Singosari Pematangsiantar dengan kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu : Anak batita

yang datang berobat ke Puskesmas, Responden bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas

Singosari dan Kriteria eksklusi dalam penapisan ini, yaitu : Anak yang menderita penyakit kronis dan

Anak yang menderita gizi buruk. Metode pengambilan sampel dengan Simple Random Sampling

didapat sampel sebanyak 79 orang anak batita penderita ISPA. Analisis bivariat dilakukan dengan uji

chi square dengan tingkat kemaknaan p < 0,05. Hasil: Ada pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian ISPA, hasil uji statistik chi-square didapat nilai p = 0,002. Karakteristik anak dengan kejadian ISPA yang berhubungan yaitu anggota keluarga yang merokok, dengan nilai p=0.005. Saran:

Diharapkan ibu-ibu yang memiliki batita untuk dapat memperhatikan atau menambah gizi pada

anaknya dan memperhatikan kelengkapan imunisasinya dan kepada petugas kesehatan diharapkan

dapat meningkatkan cakupan ASI eksklusif diperlukan monitoring langsung dari bidan terhadap ibu

nifas untuk memberikan ASI eksklusif.

Kata Kunci : ASI ekslusif, kejadian ISPA.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penurunan kasus kematian pada anak merupakan

salah satu hal yang dianggap penting dalam tujuan pembangunan Millenium Development Goals (MDG’s)

yang diadopsi dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)

Millenium 2000 yang terdapat pada target ke empat dari

kedelapan tujuan tersebut. Pada kasus kematian yang tinggi

biasanya jumlah kematian terbanyak terjadi pada usia

balita saat mereka rentan terhadap penyakit. Statistik

menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian balita

disebabkan diare, pneumonia, campak, malaria, dan

malnutrisi (Kementrian Kesehatan RI, 2012).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

merupakan penyebab terpenting morbiditas dan

mortalitas pada anak. Kelompok usia 6-23 bulan adalah kelompok umur yang paling rentan untuk mengalami

ISPA. Berdasarkan World Health Organization (WHO)

dan Departemen Kesehatan Indonesia tahun

2008,pneumonia yang merupakan salah satu jenis ISPA

adalah penyebab paling banyak kematian balita di

dunia dan juga di Indonesia (Pediatri, 2009).

Secara global tingkat kematian balita mengalami

penurunan. Menurut World Health Statistik 2012 angka kematian balita (AKABA) terendah dicapai Singapura

yaitu 3 kematian per 1000 kelahiran hidup, sedangkan

yang tertinggi adalah Myanmar yaitu sebesar 66 kematian

per 1000 kelahiran hidup. Dikawasan Association of South

East Asia Nation (ASEAN) Indonesia menempati

peringkat ke empat tertinggi kematian balitanya setelah

Myanmar,Laos dan Kamboja (Kementrian Kesehatan RI,

2012).

Di Indonesia ada 6 provinsi yang masuk kategori

AKABA tertinggi yaitu Sumatera Barat, Nusa Tenggara

Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Kalimantan Selatan,

Maluku Utara. Berdasarkan hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 diperoleh bahwa

AKABA di Sumatera Utara sebesar 54 per 1.000 kelahiran

hidup. Sedangkan angka rata-rata nasional pada tahun

Page 41: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

37

2012 sebesar 43 per 1.000 kelahiran hidup. Angka nasional

ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan AKABA

pada tahun 2007 yaitu sebesar 44 per 1.000 kelahiran hidup

(Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2012).

Di negara berkembang, lebih dari 10 juta bayi

meninggal dunia per tahun, 2/3 dari kematian tersebut

terkait dengan masalah gizi yang sebenarnya dapat

dihindarkan. Penelitian di 42 negara berkembang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 6

bulan merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang

mempunyai dampak positif terbesar untuk menurunkan

angka kematian balita, yaitu sekitar 13% (Sentra

Laktasi Indonesia, 2007).

Hasil penelitian Lopez-Alarcon di negara maju,

ASI dapat menurunkan angka infeksi saluran

pernafasan bawah, otitis media (infeksi pada telinga

tengah), meningitis bakteri (radang selaput otak),

infeksi saluran kemih, dan diare. Protein yang terdapat

pada ASI adalah protein yang spesifik untuk manusia, maka pengenalan lebih lama terhadap protein asing

atau protein lain yang terdapat di dalam susu formula,

dapat mengurangi dan memperlambat terjadinya alergi

( Proverawati,dkk, 2010).

Cakupan persentase bayi yang diberi ASI

Eksklusif di Sumatera Utara dari tahun 2004-2012

cenderung menurun secara signifikan, hanya pada

tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 10,33%

dibanding tahun 2007. Dan pencapaian pada tahun

2012 sebesar 20,33% merupakan pencapaian terendah

selama kurun waktu 2004-2012. Terdapat 8

kabupaten/kota yang pencapaian ASI Eksklusif 0% yaitu Kabupaten Tapanuli Tengah, Dairi, Karo,

Langkat, Pakpak Barat, Padang Lawas, Kota Medan

dan Gunung Sitoli. Pencapaian tertinggi ada di

Kabupaten Labuhan Batu Utara yaitu 68,81% (Profil

Kesehatan Sumatera Utara, 2012).

Penyakit ISPA ternyata menduduki peringkat

pertama dari 10 penyakit terbesar rawat jalan di

Puskesmas Singosari Pematangsiantar. Terdapat 1.569

kasus ISPA untuk semua golongan umur. ISPA di

Puskesmas Singosari pada bayi usia 6 – 23 bulan dari

bulan Januari 2013 hingga Februari 2014 terdapat 296 kasus (Puskesmas Singosari, 2014).

Survey awal yang dilakukan peneliti di

Puskesmas Singosari Pematangsiantar pada bulan

Maret 2014, diperoleh data dari tenaga kesehatan

terdapat 296 kasus penderita ISPA yang terjadi pada

anak batita yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu

rendahnya pemberian ASI eksklusif, status gizi kurang,

imunisasi tidak lengkap, lingkungan, pengaruh musim

dan masalah kesehatan anak lainnya. Setelah dilakukan

wawancara pada 8 orang ibu yang memiliki anak batita

yang menderita ISPA, ada 6 orang ibu mengatakan tidak menyusui bayi nya dengan ASI ekslusif.

Berdasarkan wawancara tersebut, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian

ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak batita

di Puskesmas Singosari Kota Pematangsiantar.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi

permasalahan pada penelitian ini adalah “Adakah

pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

ISPA pada anak batita di Puskesmas Singosari Kota Pematangsiantar?”.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ASI

eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak batita di

Puskesmas Singosari Kota Pematangsiantar.

Metode Penelitian

Jenis penelitian analitik observasional dengan

rancangan penelitian kohort retrosfektif. Populasi

adalah seluruh anak batita yang berkunjung ke

Puskesmas Singosari dari bulan Januari 2013 - Februari 2014 sebanyak 382 kasus di Puskesmas Singosari

Pematangsiantar dengan kriteria inklusi dalam

penelitian ini yaitu : Anak batita yang datang berobat

ke Puskesmas, Responden bertempat tinggal di

Puskesmas Singosari dan Kriteria eksklusi dalam

penapisan ini, yaitu : Anak yang sedang menderita

penyakit kronis dan Anak yang sedang menderita gizi

buruk. Metode pengambilan sampel dengan Simple

Random Sampling didapat sampel sebanyak 79 orang

anak batita penderita ISPA. Analisis bivariat dilakukan

dengan uji chi square dengan tingkat kemaknaan p < 0,05.

HASIL PENELITIAN

Analisis Univariat

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif dan Kejadian ISPA Pada Anak Batita

di Puskesmas Singosari Kota Pematangsiantar

No Variabel Kategori f %

1.

2.

Pemberian ASI Eksklusif 19 24,1

Tidak Eksklusif 60 75,9

Kejadian ISPA ISPA 57 72,2

Tidak ISPA 22 27,8

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa berdasarkan

pemberian ASI eksklusif pada anak batita mayoritas

responden tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu

sebanyak 60 orang (75.9%) dan berdasarkan kejadian

ISPA pada anak batita mayoritas responden mengalami

ISPA yaitu sebanyak 57 orang (72.2%).

Page 42: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

38

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Berdasarkan Umur, Pendidikan, Pekerjaan, dan Paritas di

Puskesmas Singosari Kota Pematangsiantar

No Karakteristik

Ibu

Kategori f %

1

Umur

< 20 Tahun

20 - 35 Tahun

> 35 Tahun

20

38

21

25.3%

48.1%

26.6%

2.

Pendidikan

Pendidikan Tinggi (SMA,PT)

Pendidikan Rendah (SD,SMP)

32

47

40.5%

59.5%

3.

Pekerjaan

Bekerja

Tidak bekerja

29

50

36.7%

63.3%

4.

Paritas

< 2

> 2

32 47

40.5%

59.5%

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa berdasarkan

umur mayoritas responden berusia 20 - 35 tahun sebanyak

38 orang (48.1%), berdasarkan pendidikan mayoritas

responden memiliki pendidikan rendah yaitu sebanyak 47

orang (59.5%), berdasarkan pekerjaan mayoritas

responden tidak bekerja yaitu sebanyak 50 orang (63.3%)

dan berdasarkan paritas mayoritas responden memiliki

paritas > 2 anak yaitu sebanyak 47 orang (59.5%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak

Berdasarkan Status Gizi, Status Imunisasi dan Anggota Keluarga Yang Merokok

di Puskesmas Singosari Kota Pematangsiantar

No Karakteristik Anak Kategori f %

1.

Status Gizi

Gizi Baik

Gizi Kurang

77

2

97.5%

2.5%

2. Status Imunisasi

Lengkap Tidak Lengkap

79 0

100% 0

Jumlah 79 100%

3.

Anggota Keluarga Yang Merokok

Ya

Tidak

53

26

67.1%

32.9%

Dari tabel 3 dapat dilihat berdasarkan status gizi

mayoritas responden memiliki status gizi baik yaitu sebanyak 77 orang (97.5%), berdasarkan status imunisasi

seluruh responden memiliki status imunisasi lengkap yaitu

79 orang (100%) dan berdasarkan anggota keluarga yang

merokok mayoritas respoden memiliki anggota keluarga yang perokok yaitu sebanyak 53 orang (67.1%).

Analisis Bivariat

Tabel 4. Tabulasi Silang Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Batita Di

Puskesmas Singosari Kota Pematangsiantar

N

o

Pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian ISPA ISPA Tidak ISPA Jumlah Nilai

p n % n % n %

1 Pemberian ASI Eksklusif

1. ASI Eksklusif

2. Tidak ASI Eksklusif

8

49

10.1%

62.0%

11

11

13.9%

13.9%

19

60

24.1%

75.9%

0.002

Jumlah 57 77.2% 22 27.8% 79 100%

Pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian ISPA pada anak batita diperoleh bahwa dari 19

anak (24.1%) yang mendapat ASI eksklusif ada 8 anak

(10.1%) yang terkena ISPA. Dan dari 60 orang (75.9%) anak yang tidak mendapat ASI eksklusif ada 49 orang

(62.0%) anak yang terkena ISPA. Hasil uji statistik chi-

square didapat nilai p = 0,002 artinya ada hubungan

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA.

Page 43: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

39

Tabel 5. Tabulasi Silang Karakteristik Ibu Meliputi Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan Paritas Dengan Kejadian

ISPA Pada Anak Batita Di Puskesmas Singosari Kota Pematangsiantar

No

Karakteristik Ibu

ISPA Tidak ISPA Jumlah Nilai P

n % n % n %

1 Umur

1. < 20 Tahun

2. 20-35 Tahun

3. > 35 Tahun

12

30

15

15.2%

38.0%

19.0%

8

8

6

10.1%

10.1%

7.6%

20

38

21

25.3%

48.1%

26.6%

0.309

Jumlah 57 72.2% 22 27.8% 79 100%

2 Pendidikan Ibu

1.Pendidikan Tinggi (SMA, PT)

2.Pendidikan Rendah

(SD, SMP)

21

36

45.6%

45.6%

11

11

13.9%

13.9%

32

47

40.5%

59.5%

0.417

Jumlah 57 72.2% 22 27.8% 79 100%

3 Pekerjaan Ibu

1.Bekerja

2.Tidak Bekerja

19

38

24.1%

48.1%

10

12

12.7%

15.2%

29

50

36.7%

63.3%

0.458

Jumlah 57 72.2% 22 27.8% 79 100%

4 Paritas

1.< 2

2.> 2

19

38

24.1%

48.1%

13

9

16.5%

11.4%

32

47

40.5%

59.5%

0.067

Jumlah 57 72.2% 22 27.8% 79 100%

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa hasil uji statistik

chi-square karakteristik ibu : umur, pendidikan, pekerjaan

dan paritas tidak berhubungan dengan kejadian ISPA pada

anak batita

.

Tabel 6. Karakteristik Anak ( Status Gizi, Status Imunisasi, dan Anggota Keluarga Yang Merokok) Dengan

Kejadian ISPA Pada Anak Batita

Di Puskesmas Singosari Kota Pematangsiantar

N

o

Karakteristik Anak

ISPA Tidak ISPA Jumlah Nilai

P n % n % n %

1 Status Gizi

1.Gizi Baik

2.Gizi Kurang

55

2

69.6%

2.5%

22

0

27.8%

0%

77

2

97.5%

2.5%

1.000

Jumlah 57 72.2% 22 27.8% 79 100%

2 Status Imunisasi 1.Lengkap

2.Tidak Lengkap

57

0

72.2%

0

22

0

27.8%

0

79

0

100%

0

-

Jumlah 57 72.2% 22 27.8% 79 100%

3 Anggota Keluarga

yang Merokok

1. Ya

2. Tidak

44

13

55.7%

16.5%

9

13

11.4%

16.5%

53

26

67.1%

32.9%

0.005

Jumlah 57 72.2% 22 27.8% 79 100%

Dari tabel 6 diatas dapat diketahui bahwa hasil uji

statistik chi-square pengaruh anggota yang merokok

dengan kejadian ISPA pada anak batita diperoleh nilai p =

0,005 artinya ada hubungan anggota yang merokok terhadap pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian ISPA.

Pada semua variabel counfounding (umur,

pendidikan, pekerjaan, paritas, status imunisasi, dan status

gizi) tidak menunjukkan hubungan yang bermakna karena

nilai p > 0,05. Dari tabel diatas variabel counfounding berpotensial menjadi variabel pengganggu tidak memenuhi

syarat karena tidak ada berhubungan dengan variabel

Page 44: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

40

dependen. Tetapi untuk membuktikan bahwa variabel

counfounding mempunyai hubungan interaksi terhadap

variabel independen dapat dilihat dari tabel 7.

Tabel 7. Tabulasi Silang Sosiodemografi Karakteristik Ibu dan Anak Terhadap Pemberian ASI Eksklusif di

Puskesmas Singosari Kota Pematangsiantar

N

o Variabel Counfonding

Pemberian ASI Eksklusif Jumlah Nilai

p Ya Tidak

n % n % n %

1 Umur

1. < 20 Tahun

2. 20-35 Tahun

3. > 35 Tahun

8

8

3

10.1%

10.1%

3.8%

12

30

18

15.2%

38.0%

22.8%

20

38

21

25.3%

48.1%

26.6%

0.131

Jumlah 19 24.1% 60 75.9% 79 100%

2 Pendidikan Ibu

1.Pendidikan Tinggi (SMA, PT)

2.Pendidikan Rendah

(SD, SMP)

11

8

13.9%

10.1%

21

39

26.6%

49.4%

32

47

40.5%

59.5%

0.133

Jumlah 19 24.1% 60 75.9% 79 100%

3 Pekerjaan Ibu

1.Bekerja

2.Tidak Bekerja

8

11

10.1%

13.9%

21

39

26.6%

49.4%

29

50

36.7%

63.3%

0.774

Jumlah 19 24.1% 60 75.9% 79 100%

4 Paritas

1.< 2

2.> 2

10

9

12.7%

11.4%

22

38

27.8%

48.1%

32

47

40.5%

59.5%

0.333

Jumlah 19 24.1% 60 75.9% 79 100%

5 Status Gizi

1.Gizi Baik

2.Gizi Kurang

19

0

24.1%

0%

58

2

73.4%

2.5%

77

2

97.5%

2.5%

1.000

Jumlah 19 24.1% 60 75.9% 79 100%

6 Status Imunisasi

1.Lengkap

2.Tidak Lengkap

19

0

24.1%

0%

60

0

75.9%

0%

79

0

100%

0

-

Jumlah 19 24.1% 60 75.9% 79 100%

7 Anggota Keluarga

yang Merokok

1. Ya

2. Tidak

12

7

15.2%

8.9%

41

19

51.9%

24.1%

53

26

67.1%

32.9%

0.890

Jumlah 19 24.1% 60 75.9% 79 100%

Dari tabel 7 diatas dapat diketahui bahwa hasil uji

statistik chi-square sosiodemografi karakteristik ibu dan

anak terhadap pemberian ASI eksklusif tidak ada yang

berhubungan.

PEMBAHASAN

1. Faktor Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif

Dengan Kejadian ISPA

Pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

ISPA pada anak batita diperoleh data bahwa dari 19 anak

(24.1%) yang mendapat ASI eksklusif ada 8 anak (10.1%) yang terkena ISPA. Dan dari 60 orang (75.9%) anak yang

tidak mendapat ASI eksklusif ada 49 orang (62.0%) anak

yang terkena ISPA. Hasil uji statistik chi-square didapat

nilai p = 0,002 artinya ada hubungan anggota yang

merokok terhadap pengaruh pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian ISPA.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Widya

(2013) yang mendapatkan bahwa pemberian ASI eksklusif

memiliki hubungan dengan kejadian ISPA, hasil uji chi-

square dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05) didapat hasi p =0.002. Hasil penelitian Sulistyoningsih, dkk bahwa

balita yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki resiko

menderita ISPA sebesar 2 kali lipat dibandingkan balita

yang mendapatkan ASI eksklusif.

Hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan

bahwa bayi yang mendapat ASI 4-6 bulan lebih besar risikonya menderita pneumonia dibandingkan bayi yang

mendapat ASI lebih dari 6 bulan. Hasil penelitian Lopez-

Alarcon et al (2007) menyimpulkan bahwa pemberian ASI

Page 45: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

41

penuh pada usia 4 bulan bermakna mengurangi kejadian

ISPA dibandingkan dengan hanya diberi susu formula saja,

dan pada usia 6 bulan tidak ada perbedaan yang bermakna

antara pemberian ASI penuh dan susu formula. Hal ini

menunjukkan bahwa manfaat anti infeksi ini akan bekerja

maksimal untuk 3 bulan pertama usia bayi (Finberg &

Kleinman dalam Fauzi 2008).

Hasil tabulasi silang antara pemberian ASI eksklusif dengan pekerjaan didapat hasil bahwa dari 50

orang (63.3%) ibu yang tidak bekerja terdapat 39 orang

(49.4%) ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif.

Sementara hasil tabulasi silang antara anggota yang

merokok dengan dengan pemberian ASI eksklusif didapat

dari 53 orang (67.1%) ada anggota yang merokok yang

tidak mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 41 orang

(51.9%) anak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa anak yang

tidak diberikan ASI eksklusif dan terpaparnya anggota

keluarga yang merokok dapat menyebabkan penyakit

ISPA pada anak. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan atau lebih

memberikan efek protektif yang lebih besar berkaitan

dengan respon dosis efek protektif yang dihasilkan.

Semakin besar dosis ASI yang diberikan semakin besar

pula efek protektif yang dihasilkan. Hal ini dapat dijelaskan

bahwa ASI sebagai proteksi pasif berpengaruh terhadap

respon imun sistem anak dengan maturasional, anti

inflamasi, imunomodulator, dan antimikrobial. Beberapa

efek imun yang bisa ditimbulkan dalam bentuk

perpanjangan proteksi terhadap ISPA. Respon imun

berkaitan dengan dosis ASI bekerja secara biologikal

selama 4 bulan atau 6 bulan atau bahkan beberapa tahun. ASI dapat juga memberikan perlindungan jangka panjang

melalui stimulasi respon imun aktif. Imunitasi aktif

merupakan imunitas spesifik dimana sistem imun

membentuk memori jangka panjang terhadap paparan

antigen tertentu (USAID, 2010).

Menurut Abdullah (2003) pemberian ASI terbukti

efektif bagi perkembangan dan imunitas anak. Pemberian

ASI cukup memberikan efek protektif terhadap ISPA pada

batita, sedangkan batita masih rentan terhadap penyakit

ISPA karena ASI yang tidak diberikan sesuai kebutuhan 0-

6 bulan, makanan pendamping yang diberikan belum memenuhi gizi yang baik serta kurangnya menjaga

kebersihan individu dan lingkungan. Hal ini membuktikan

keadaan di lapangan masih kurang baik dalam pemenuhan

gizi yang sesuai kebutuhan dalam pencegahan ISPA.

2. Faktor Umur Ibu Yang Mempengaruhi

Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian

ISPA

Pengaruh umur dengan kejadian ISPA pada anak

batita diperoleh data bahwa dari 20 orang (25.3%) ibu

kelompok umur < 20 tahun ada 12 orang (15.2%) ibu

memiliki anak yang terkena ISPA. Dari 38 orang (48.1%) kelompok umur 20 - 35 tahun ada 30 orang (38.0%) ibu

yang memiliki anak terkena ISPA. Dari 21 orang (26.6)

kelompok umur > 35 tahun ada 15 orang (19.0) yang

memiliki anak terkena ISPA. Hasil uji statistik chi-square

didapat nilai p = 0,309 artinya tidak ada hubungan umur

terhadap pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian ISPA.

Hasil tabulasi silang antara umur ibu dan anggota

yang merokok didapatkan bahwa dari 38 orang (48.1%)

ibu responden yang berumur 20 – 35 tahun ada 28 orang

(35.4%) ibu yang anggota keluarga dirumah yang

merokok. Adanya anggota keluarga yang merokok

merupakan salah satu faktor resiko bagi keluarga dapat terkena ISPA.

Hasil tabulasi silang antara umur dengan pemberian

ASI eksklusif didapat bahwa dari 38 (48.1%) orang ibu

yang memiliki anak terkena ISPA responden yang berumur

20 - 35 tahun ada 30 orang (38%) ibu yang tidak

memberikan ASI eksklusif kepada anaknya.

Umur tidak berhubungan dengan kejadian ISPA

namun pada hasil tabulasi silang penelitian ini usia ibu dari

umur 20 – 35 tahun banyak yang tidak memberikan ASI

eksklusif disamping itu ibu yang berumur 20 - 35 tahun

yang memiliki anak terkena ISPA banyak terpapar anggota keluarga merokok dirumah dan ibu yang berumur 20 - 35

tahun mayoritas memiliki pendidikan rendah. Kurangnya

pemberian ASI eksklusif dan terpaparnya asap rokok pada

anak merupakan faktor resiko terjadinya ISPA.

3. Faktor Pendidikan Ibu Yang Mempengaruhi

Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian

ISPA

Pada penelitian ini di temukan responden

berdasarkan pendidikan adalah SMA dan Perguruan

Tinggi. Pengaruh pendidikan dengan kejadian ISPA pada

anak batita diperoleh data bahwa dari 32 ibu (40.5%) dengan pendidikan tinggi ada 21 (26.6%) ibu yang

memiliki anak terkena ISPA. Dan dari 47 orang (59.5%)

ibu dengan pendidikan rendah ada 36 orang (45.6%) ibu

memiliki anak yang terkena ISPA. Hasil uji statistik chi-

square nilai p = 0,417 > =0,05 artinya tidak ada hubungan pendidikan terhadap pengaruh pemberian ASI

eksklusif dengan kejadian ISPA.

Hasil penelitian ini sejalan didukung oleh Bachrach

et al (2003) yang mendapatkan bahwa pendidikan ibu tidak

memiliki hubungan bermakna dengan kejadian ISPA

(RR=0.62%;CI=95%=0.14%-2.93%), hasil penelitian

Koch et al (2003) menunjukkan tidak ada hubungan yang

bermakna antara pendidikan ibu yang tidak sekolah dengan kejadian ISPA (RR = 1.30% ; CI = 95%=0.81% - 2,07%)

dan hasil penelitian ini sejalan dengan Fauzi (2008) yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan

ibu dengan kejadian ISPA (RR = 0.9% ; CI = 95%=0.59-

1.21%).

Hasil tabulasi silang antara pendidikan ibu dengan

pemberian ASI eksklusif didapat bahwa dari 47 orang

(59.5%) ibu yang memiliki pendidikan rendah terdapat 39

orang (49.4%) ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif

kepada anaknya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ibu

yang memiliki pendidikan rendah dan tidak memberikan ASI eksklusif kepada anaknya memiliki resiko untuk

terkena ISPA.

Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan

bahwa pendidikan akan membuat seseorang terdorong

untuk ingin tahu, mencari pengalaman sehingga informasi

Page 46: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

42

yang diterima akan menjadi pengetahuan. Pendidikan

diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan bahwa

seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas untuk

memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan tingkat

pendidikan rendah (Notoadmojo, 2007). Semakin tinggi

tingkat pendidikan ibu, maka semakin luas pengetahuan

yang dimiliki ibu.

Kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi

masalah kesehatan terutama masalah gizi seperti

kurangnya pengetahuan dan keterampilan para ibu untuk memanfaatkan potensi alam misalnya pekarangan rumah.

Kurangnya pengetahuan ibu dalam mensosialisasikan anak

untuk membiasakan anak hidup bersih seperti mencuci

tangan sebelum makan yang dapat mencegah timbulnya

kuman penyakit pada saat mengkonsumsi makanan.

Karena perilaku hidup bersih juga sangat berpengaruh pada

kesehatan balita (Asydhad, 2006).

4. Faktor Pekerjaan Ibu Yang Mempengaruhi

Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian

ISPA Pengaruh pekerjaan dengan kejadian ISPA pada

anak batita diperoleh data bahwa dari 29 ibu (36.7%)

bekerja ada 19 ibu (24.1%) yang memiliki anak terkena

ISPA. Dan dari 50 orang (63.3%) ibu tidak bekerja ada 38

orang (48.1%) ibu memiliki anak yang terkena ISPA. Hasil

uji statistik chi-square didapat nilai p = 0,458 > =0,05 artinya tidak ada hubungan pekerjaan terhadap pengaruh

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Audinarayana (2005) menunjukkan bahwa tidak adanya

hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan

kejadian ISPA pada anak (OR=1.1%;p value >0.10%) dan

hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Fauzi, 2008 tentang pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian ISPA pada anak usia 6-23 bulan (RR=0.5%;CI

95%=0.23%-1.28%).

Hasil tabulasi silang antara pekerjaan ibu dengan

pemberian ASI eksklusif, dari 50 orang (63.3%) ibu yang

tidak bekerja terdapat 39 orang (49.4%) ibu yang tidak

memberikan ASI eksklusif pada anaknya dan hasil tabulasi

silang antara pekerjaan dengan anggota keluarga yang

merokok didapat hasil dari 50 orang (63.3%) ibu yang

tidak bekerja terdapat 34 orang (43%) memiliki anggota

keluarga yang merokok. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

ibu yang tidak bekerja dengan rendahnya pemberian ASI eksklusif dan ada memiliki anggota keluarga yang

merokok dapat menimbulkan resiko terkena ISPA pada

anak batita.

Jenis pekerjaan ibu maupun suami akan

mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga.

Berdasarkan pekerjaan tersebut dapat dilihat kemampuan

mereka terutama dalam pemenuhan makanan bergizi

sehingga orangtua kurang memperhatikan kondisi

kesehatan anaknya. Pekerjaan sangat mempengaruhi status

kesehatan keluarga karena semakin tinggi status pekerjaan

maka semakin baik pula status kesehatan keluarga tersebut. Semakin tinggi penghasilan maka makin besar pula

persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli

berbagai jenis bahan makanan, sehingga penghasilan juga

merupakan faktor penting bagi kuantitas dan kualitas gizi

keluarga (Hidayat, 2007).

5. Faktor Paritas Ibu Yang Mempengaruhi

Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian

ISPA

Pengaruh paritas dengan kejadian ISPA pada anak

batita diperoleh data bahwa dari 32 ibu (40.5%) yang

memiliki anak < 2 orang ada 19 ibu (24.1%) yang

memiliki anak terkena ISPA. Dan dari 47 orang (59.5%) ibu yang memiliki anak > 2 orang ada 38 orang (48.1%)

ibu memiliki anak yang terkena ISPA. Hasil uji statistik

chi-square didapat nilai p = 0,067 > 0,05 artinya tidak ada

hubungan paritas terhadap pengaruh pemberian ASI

eksklusif dengan kejadian ISPA.

Tidak adanya hubungan antara paritas dengan

kejadian ISPA disebabkan karena ibu yang memiliki

paritas > 2 banyak tidak memberikan ASI eksklusif.

Disamping itu juga hasil tabulasi silang antara paritas dan

anggota yang merokok bahwa dari 47 orang (59.5%) ibu

yang memiliki paritas > 2 anak terdapat 35 orang (44.3%) anak yang memiliki anggota keluarga yang merokok.

Sementara itu hasil tabulasi silang antara paritas dengan

ASI eksklusif didapat hasil bahwa dari 47 orang (59.5%)

ibu yang memiliki paritas > 2 anak terdapat 38 orang

(48.1%) tidak memberikan ASI eksklusif.

6. Faktor Status Gizi Yang Mempengaruhi

Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian

ISPA

Pengaruh status gizi dengan kejadian ISPA pada

anak batita diperoleh data bahwa dari 77 anak (97.5%)

yang memiliki gizi baik ada 55 anak (69.6%) yang terkena ISPA. Dan dari 2 orang (2.5%) anak yang memiliki gizi

kurang seluruhnya anak yang terkena ISPA.

Hasil uji statistik chi-square didapat nilai p = 1.000

> =0,05 artinya tidak ada hubungan status gizi terhadap pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA.

Tetapi secara praktis terdapat bahwa pada anaka dengan

status gizi kurang lebih besar resikonya untuk

mendapatkanpenyakit ISPA. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Fauzi, status gizi tidak bermakna secara

statistik terhadap kejadian ISPA.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Etiler et al (2010) status gizi tidak

bermakna secara statistik kejadian ISPA (RR=1.11%;CI=95%=0.91-1.37) tetapi berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Nandi (2005) mendapatkan

adanya hubungan bermakna antara status gizi dengan

kejadian ISPA (OR=1.16%;CI=95%=1.01-1.33).

Kekurangan gizi dapat terjadi pada bayi dan anak

yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan

perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat

berlanjut hingga dewasa. Usia batita merupakan masa

pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga

kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus priode

kritis. Priode emas dapat diwujudkan apabila masai bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk

tumbuh kembang optimal (Prabu, 2009).

Page 47: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

43

7. Faktor Status Imunisasi Yang

Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif

Dengan Kejadian ISPA

Pengaruh status imunisasi dengan kejadian ISPA

pada anak batita diperoleh data bahwa dari 79 anak (100%)

yang memiliki status imunisasi lengkap ada 57 anak

(77.2%) yang terkena ISPA. Hasil uji statistik chi-square

didapat nilai p > = 0,05 artinya tidak ada hubungan status imunisasi terhadap pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fauzi

(2008) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara status imunisasi dengan pengaruh

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA (p value

=0.390;RR=1.6%) dan penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan ole Ghofur (2005) yang

menyatakan bahwa status gizi tidak mempunyai hubungan

dengan kejadian ISPA (RR=1.95%;CI=95%=0.89-1.88).

Bayi dan balita yang pernah terserang campak

dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap

pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang

berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka

peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar

dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi

faktor yang meningkatan mortalitas ISPA, diupayakan

imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai

status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat

diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan

menjadi berat (Maryunani, 2010).

Batita yang status imunisasinya tidak lengkap lebih banyak yang menderita ISPA daripada batita yang

status imunisasinya lengkap, ini karena kekebalan

tubuh anak batita juga dipengaruhi oleh status

imunisasi, oleh karena itu imunisasi sangat penting

karena peluang untuk terkena penyakit terutama ISPA

lebih kecil dibandingkan anak yang status imunisasinya

tidak lengkap. Tetapi hal itu tidak sejalan dengan hasil

penelitian yang ada dikarenakan seluruh batita yang

ada di Puskesmas Singosari seluruhnya memiliki status

imunisasi lengkap, ini disebabkan karena program

pemerintah yang baru menyatakan bahwa seluruh anak

harus mendapatkan imunisasi, agar hal ini bisa berjalan diadakan sistem menjemput bola oleh kader disetiap

diadakan posyandu di beberapa kelurahan yang ada di

Puskesmas Singosari.

Hal ini memang tidak sejalan antara status

imunisasi dengan kejadian ISPA, tapi kita dapat

melihat dari hasil tabulasi silang antara status imunisasi

dengan pemberian ASI eksklusif. Di dapat hasil bahwa

dari seluruh anak dengan imunisasi lengkap (100%)

ternyata 75% tidak mendapatkan ASI eksklusif.

Kurangnya pemberian ASI eksklusif dapat membuat

sistem kekebalan tubuh anak rendah, karena zat kekebalan tubuh sangat banyak terkandung dalam ASI.

8. Faktor Anggota Yang Merokok Yang

Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif

Dengan Kejadian ISPA

Pengaruh anggota yang merokok dengan kejadian

ISPA pada anak batita diperoleh data bahwa dari 53 anak

(67.1%) yang memiliki anggota keluarga yang merokok ada 44 anak (55.7%) yang terkena ISPA. Dan dari 26

orang (32.9%) anak yang tidak memiliki anggota keluarga

yang merokok ada 13 orang (16.5%) anak yang terkena

ISPA. Hasil uji statistik chi-square didapat nilai p = 0,005

artinya ada hubungan anggota yang merokok terhadap

pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Bachrach et al (2003) menemukan bahwa orangtua yang

merokok mempunyai hubungan yang bermakna dengan

kejadian ISPA (RR=0.043;CI 95%=0.22%-0.85%). Dan

ini juga sejalan dengan penelitian Maryani (2012) menemukan bahwa hubungan kondisi lingkungan rumah

dan keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada

anak balita mempunya hubungan yang yang bermakna (p

value=0.001 < 0.05). Pada anak yang hanya diberi ASI 0-6

bulan dan memiliki anggota keluarga yang merokok

meningkatkan resiko terjadinya ISPA.

Pada variabel anggota keluarga yang merokok,

didapatkan bahwa sebagian besar subjek (55.7%) terpapar

dengan asap rokok baik dari oran gtua maupun dari

anggota keluarga lainnya. Asap rokok yang terhisap oleh

anak akan mempengaruhi aktivitas siliar saluran nafas (siliar rongga hidung) dan menghambat mekanisme

pertahanan lokal lain. Sehingga apabila ada kuman yang

masuk melalui saluran nafas, sistem pertahanan tubuh anak

tidak bekerja maksimal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ada pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian ISPA, hasil uji statistik chi-square didapat nilai p

= 0,002. Karakteristik anak dengan kejadian ISPA yang

berhubungan yaitu anggota keluarga yang merokok, dengan nilai p=0.005.

Saran

Diharapkan ibu-ibu yang memiliki batita untuk

dapat memperhatikan atau menambah gizi pada anaknya

dan memperhatikan kelengkapan imunisasinya dan

kepada petugas kesehatan diharapkan dapat meningkatkan

cakupan ASI eksklusif diperlukan monitoring langsung

dari bidan terhadap ibu nifas untuk memberikan ASI

eksklusif.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 2003. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif

Dengan Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita,

Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Asyadhad, 2006, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat,

Salemba Medika, Jakarta.

Page 48: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

44

Audinarayana, 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kejadian ISPA, Universitas Negeri Semarang.

Semarang.

Bachrach, 2003. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif

Dengan Kejadian ISPA. India

Fauzi, 2008. Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif Terhadap

Kejadian ISPA Pada Usia 6-23 Bulan,

Universitas Gadja Mada, Yogyakarta.

Finberg dan Kleinman, 2006. Pengaruh Pemberian ASI

Eksklusif Terhadap Kejadian ISPA Pada Usia 6-

23 Bulan, Universitas Gadja Mada, Yogyakarta.

Kementrian Kesehatan RI, 2012. Profil Kesehatan 2011 ,

Jakarta.

Maryunani, A., 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam

Kebidanan, CV.Trans Info Media, Jakarta Timur.

Maryani, (2012). Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah

dan Keluarga Yang Merokok Dengan Kejadian

ISPA Pada Anak Balita. Universitas Airlangga.

Surabaya.

Notoadmojo, S. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan,

Rineka Cipta, Jakarta.

__________,2010, Metode Penelitian Kesehatan, Rineka

Cipta, Jakarta

Pediatri, S., 2009. Infeksi Saluran Akut pada Balita Di

Daerah Urban Jakarta,

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-4-1.pdf

(Diakses Tanggal 14 Maret 2014, 18:45).

Prabu, 2009. Mengatasi Gangguan Kesehatan Pada Anak

anak, PT. Gramedia, Jakarta.

Profil Kesehatan Sumatra Utara, 2012

http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_K

ES_PROVINSI_2012/02_Profil_Kes_Prov.Suma

teraUtara_2012.pdf (Diakses tanggal 14 Maret

2014).

Proverawati, A., dan Eni Rahmawati, 2010. Kapita Selekta

ASI Menyusui, Nuha Medika, Bantul.

Sentra Laktasi Indonesia, 2007. Universitas Sumatera

Utara . Available at : http :// repository

.usu.ac.id/bitstream/123456789/34055/4/Chapter

%20I.pdf (Diakses pada tanggal 15 Maret 2014,

19:05).

Sulistyawati A., 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada

Ibu Nifas, Yogyakarta.

USAID, 2010. Manfaat ASI Eksklusif Pada Anak. Jakarta.

Utomo, 2009. Pengaruh pemberian ASI Eksklusif dengan

kejadian ISPA pada anak usia 6-23 bulan di

kabupaten Konowe. Universitas Gadja

Mada:Yogykartahttp://etd.ugm.ac.id/index.php?

mod= penelitian_detail&sub= Penelitian

Detail&act=view&typ=html&buku_id=43243&o

byek_id=4 (Diakses Tanggal 13 Maret 2014,

20:05).

WHO, 2003. Penanganan ISPA Pada Anak Di Rumah

Sakit Kecil Negara Berkembang, Kedokteran

EGC, Jakarta.

Widya, 2013. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan

Kejadian ISPA Pada Anak Balita Di Puskesmas

Banjarmasin, Stikes Banjarmasin, Banjarmasin.

Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi,

Penularan, dan Pemberantasan, Erlangga,

Semarang.

Page 49: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

45

HUBUNGAN RESPONSE TIME PERAWAT DENGAN KEPUASAN

KELUARGA PASIEN DI INSTALANSI GAWAT DARURAT (IGD) RSUD Dr.

PIRNGADI MEDAN TAHUN 2016

Ns, Marlisa,

ABSTRACT

Family statisfaction is determined by a good response time. The objective of this research is to investigate

the correlation between the nurses’s response time in giving service and family statisfaction at Emergency

Unit of RSUD Dr.Pirngadi Medan This research use th correlational descriptive method. The population of

this research consisted of 597 patient. Yhe sample of the research consisted of 42. They were colleted

through stopwacth/handphone that have a stopwatch to caculate the response time and questionnsire

consisting of 20 questions about family statisfiction of patient.The result of the research show that nurses’response time at Emergency Unit RSUD Dr.Pirngadi Medan was a past’s response time.In addition,

the family of patients were statisfied with the service at Emergency Unit of RSUD Dr.Pirngadi Medan. There

was a corelation between the nurses’s response time in giving service and the family statisfaction at

Emergency Unit of RSUD Dr. Pirngadi of medan as indicate by the p.value= 0.02 and the correlation

coeficient value=0.01

Keywords:Response Time, Family Satifactions

Kepuasan pelanggan ditentukan oleh pelayanan yang salah satunya adalah waktu tanggap (respone time)

yang cepat dan penanganan yang tepat. Tujuan penlitian ini adalah untuk melihat gambaran tentang

hubungan antara response time perawat dalam memberikan pelayanan dengan kepuasan keluarga pasien di

Instalansi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Pirngadi Medan. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode dekskriftif korelasi. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 597

pasien. Sampel yang digunakan adalah 42 responden yang dipilih secara Accidental Sampling. Instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah stopwacth/arloji/Handphone yang mempunyai stopwacth untuk

menghitung response time dan kusioner kepuasan keluarga pasien yang terdiri dari 20 pertanyaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa response time perawat Instalansi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr.

Pirngadi Medan adalah response timeyang cepat. Kepuasan pelanggan menunjukkan puas terhadap

pelayanan di Instalansi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Pirngadi Medan. Ada hubungan antara response

time perawat dalam memberikan pelayanan dengan kepuasan keluarga pasien di Instalansi Gawat Darurat

(IGD) RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan tingkat keeratan rendah (ρ value 0,02 koefisien korelasi 0.01).

PENDAHULUAN

Pada saat ini, rumah sakit berkembang sebagai sebuah industri padat karya, padat modal, dan padat

teknologi. Disebut demikian karena rumah sakit

memamfaatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam

jumlah yang besar dan beragam kualifikasi. Demikian

pula, jumlah dana yang digunakan untuk melaksanakan

berbagai jenis pelayanan, termasuk pendapatan rumah

sakit. Produk umum industri rumah sakit adalah jasa

pelayanan kesehatan (Muninjaya, 2012).

Pelayanan kesehatan juga diartikan sebagai

sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan

utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran

masyarakat (Notoatmojo, 2012).

Pelayanan keperawatan adalah merupakan

sebuah bantuan, dan pelayanan keperawatan ini

diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental,

adanya keterbatasan pengetahuan serta kurangnya

kemampuan menuju kepada kemampuan melaksanakan

kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri. Pada

hakikatnya kegiatan atau pun tindakan keperawatan bersifat membantu (assistive in nature) (Agung, 2010).

Pelayanan keperawatan juga diartikan sebagai suatu

bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada

ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

biopsikososial dan spiritual yang komprehensif,

ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat

baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses

kehidupan manusia (Hidayat, 2008).

Pelayanandalam kegawatdaruratan memerlukan

penanganan secara terpadu dari multi disiplin profesi termasuk pelayanan keperawatan yang merupakan

bagian integral yang mengutamakan akses pelayanan

kesehatan bagi korban dengan tujuan mencegah dan

mengurangi angka kesakitan, kecacatan dan kematian

(Haryatun, 2008).

Keperawatan merupakan ujung tombak dari

pelayanan di rumah sakit, dimana selama dua puluh

Page 50: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

46

empat jam perawatlah yang selalu berada didekat

pasien sehingga perawat memegang peran cukup

dominan dalam rangka memberi kepuasan kepada

pasien (Mustofa, 2008).

Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang

setelah membandingkan kinerja atau hasil yang

dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan

merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang

dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa, bila

sesuai harapan, maka pelanggan akan sangat puas.

Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan

akan sangat puas. Di samping itu harapan pelanggan

dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau,

komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari

berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih

lama, kurang sensitif terhadap harga dan memberi

komentar yang baik tentang tersebut (Aditama, 2008).

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah suatu unit

integral dalam satu rumah sakit dimana semua pengalaman pasien yang pernah datang ke Instalansi

Gawat Darurat (IGD) tersebut akan dapat menjadi

pengaruh yang besar bagi masyarakat tentang

bagaimana gambaran rumah sakit itu sebenarnya.

Fungsinya adalah untuk menerima, menstabilkan dan

mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang

bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang

sifatnya tidak gawat. Unit gawat darurat juga

menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan

pasien dalam keadaan bencana, hal ini merupakan

bagian dari perannya di dalam membantu keadaan

bencana yang terjadi di tiap daerah (Agung, 2014). Sebagai pintu terdepan rumah sakit, Instalansi

Gawat Darurat (IGD) memegang peran yang sangat

penting. Instalansi Gawat Darurat (IGD) harus bisa

memberikan pertolongan yang cepat dan tepat untuk

keselamatan pasien (Wilde, 2009).

Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang

diberikan pada pasien yang datang ke Instalansi Gawat

Darurat (IGD) memerlukan standar sesuai dengan

kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat

menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan

response time perawat yang cepat dan penanganan yang tepat (Kemenkes RI, 2009).

Response time merupakan kecepatan dalam

penanganan pasien, dihitung sejak pasien datang

sampai dilakukan penaganan (Suhartati, 2011). Waktu

tanggap yang baik bagi pasien yaitu ≤5 menit (

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,

2009).

Response time penanganan dapat dihitung

dengan hitungan menit dan sangat dipengaruhi oleh

berbagai hal, baik mengenai jumlah tenaga maupun

komponen-komponen lain yang mendukung seperti

layanan laboratorium, radiologi, farmasi dan administrasi. Waktu tanggap dikatakan tepat waktu

atau tidak terlambat apabila waktu ynag diperlukan

tidak melebihi waku rata-rata standar yang ada

(Haryatun dan Sudaryanto, 2008).

Berdasarkan data kunjungan pasien ke Instalansi

Gawat Darurat (IGD) diseluruh Indonesia mencapai 4.4

02.205 (13,3% dari total seluruh kunjungan di Rumah

Sakit Umum (RSU) dengan jumlah kunjungan 12%

dari kunjungan Instalansi Gawat Darurat (IGD) berasal

dari rujukan dengan jumlah Rumah Sakit Umum (RSU)

1.033 Rumah Sakit Umum (RSU) dari 1.319 rumah

sakit yang ada. Jumlah yang signifikan ini kemudian

memerlukan perhatian yang cukup besar dengan pelayanan pasien gawat darurat (Kepmenkes, 2009).

Hasil penelitian Widodo (2014) tentang

kepuasan pelanggan terhadap response time perawat di

salah satu Instalansi Gawat Darurat (IGD) di sebuah

rumah sakit menjelaskan bahwa dari 95 orang

responden terdapat 4 pasien kategori “rendah/kurang

puas”, dan 8 pasien kategori “sedang/cukup puas”, dan

83 pasien kategori “tinggi/puas”.

Hasil penelitian Dewi (2015) tentang kepuasan

keluarga terhadap response time perawat Instalansi

Gawat Darurat (IGD) di salah satu rumah sakit di Manado menjelaskan bahwa dari 30 orang responden,

terdapat 6 keluarga pasien kategori “kurang puas”, dan

24 orang keluarga pasien kategori “puas”.

Berdasarkan survei pendahuluan yang peneliti

lakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tanggal 22

Januari 2016, dengan melakukan wawancara terhadap 3

responden dengan mengajukan pertanyaan “Apakah

anda puas dengan pelayanan yang diberikan oleh

perawat kepada keluarga anda?” hasilnya 1 responden

mengatakan kurang puas, dan 2 responden mengatakan

puas dengan pelayanan yang diberikan perawat. Dari

survey yang dilakukan didapat juga data pasien yang berkunjung keInstalansi Gawat Darurat (IGD)dari

tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2013

ada sebanyak 5879 pasien yang berkunjung, dan pada

tahun 2014pasien yang berkunjung sebanyak

6227pasien dan pada tahun 2015 terjadi juga

peningkatan jumlah pasien yang berkunjung yaitu

sebanyak 7164 pasien.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka

peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan

response time perawat dengan tingkat kepuasan

keluarga pasien di Instalansi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr.Pirngadi Medan.

METODE Penelitian ini menggunakan desain penelitian

analitik observasi dengan studi korelasional. Studi

korelasional pada hakikatya merupakan penelitian atau

penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu

situasi atau sekelompok subjek (Notoatmodjo, 2012).

Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah

pendekatan cross sectional.

Peneliti menentukan populasi pada penelitian ini

menggunakan rata-rata jumlah pasien Instalansi GawatDarurat (IGD) perbulan dalam periode tahun 2015

di Instalansi GawatDarurat (IGD) RSUD Dr.Pirngadi

Medan yaitu sekitar 597 pasien/bulan.

Page 51: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

47

Besar sampel dalam penelitian ini akan

diketahui melalui rumus Slovin (Nursalam, 2009)

sebagai berikut :

𝑛 =𝑁

1 + 𝑁(𝑑)2

𝑛 =597

1 + 597(0,0225)

𝑛 = 41,364 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑙𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 42 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛

Keterangan :

N : Besar populasi

n : Jumlah sampel

d : Tingkat ketepatan yang diinginkan (15

%)

Dalam penentuan sampel, peneliti juga

menentukan kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Keluarga pasien Instalansi Gawat Darurat (IGD)

atau pendamping pasien yang bersedia menjadi

responden.

2. Keluarga pasien Instalansi Gawat Darurat (IGD)

yang mampu membaca

3. Keluarga pasien Instalansi Gawat Darurat (IGD)

yang mengantar pasien atau mendampingi pasien

dari awal dan menunggui pasien hingga pasien selesai ditangani.

Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal

15 Juli sampai tanggal 25 Juli dengan judul “Hubungan

Response Time Perawat Dengan Kepuasan Keluarga

Pasien di Instalansi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2016” diperoleh data yang sudah diolah dan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel Distribusi frekuensi berdasarkan Response

Time perawat gawat darurat di Instalansi Gawat

Darurat (IGD) RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun

2016

Berdasarkan tabel di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa response time perawat dalam

memberikan pelayanan di Instalansi Gawat Darurat

(IGD) RSUD Pirngadi Medan Tahun 2016 cepat.

Dimana jumlah response time yang lambat sebanyak 12

orang (28,6 %) danresponse time yang cepat sejumlah

30 orang (71,4%).

Tabel Distribusi Frekuensi berdasarkan kepuasan

keluarga pasien gawat darurat di Instalansi Gawat

Darurat (IGD) RSUD Dr. Pirngdi Medan Tahun 2016.

Berdasarkan tabel di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa mayoritas pelanggan di Instalansi Gawat Darurat

(IGD) RSUD Dr. Pirngadi Medam memiliki kategori

tingkat kepuasan tinggi 27 responden (64,3%), kategori

tingkat kepuasan sedang ada 10 responden (23,8%) dan 5

responden (11,9%) memiliki kategori tingkat kepuasan

rendah.

Tabel Distribusi frekuensi berdasarkan Response

time dan Kepuasan Keluarga Di Instalasi Gawat

Daruat (IGD) RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Tabel di atas menunjukan bahwa kepuasan

keluarga pasien kategori tinggi dengan response time yang

cepat sebanyak 24 responden (57,14%), dan kepuasan

keluarga dengan kategori sedang dengan response

time yang cepat sebanyak 3 responden (7,14%), dan

kepuasan keluarga dengan kategori rendah dengan response time yang cepat sebanyak 2 responden (4,76%).

Response time N %

Response time cepat 30 71,4%

Response time lambat 12 28,6%

Total 42 100,00%

Kepuasan Keluarga N %

Kepuasan Tinggi 27 64,3%

Kepuasan Sedang 10 23,8%

Kepuasan Rendah 5 11,9%

Total 42 100,00%

Response

Time

Kepuasan Keluarga Pasien

Total Tinggi Sedang Rendah

F % f % f % f %

Cepat 24

57,

1

4

%

4

9

,

5

2

%

2

4

,

7

6

%

30

71,

4

%

Lambat 3

7,1

4

%

6

1

4

,

3

0

%

3

7

,

1

4

%

12

28,

6

%

Total 27

64,

2

8

%

10

2

3

,

3

%

5

1

1

,

9

0

%

42

10

0

%

Page 52: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

48

Berdasarkan hasil uji statistik chi-squaremaka

didapatkan nilai ρ yang menunjukkan ada hubungan yang

bermakna antara response time dengan kepuasan keluarga

pasien dimana ρ < 0,05 yaitu 0,02.

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa

ada hubungann antara response time dengan kepuasan

keluarga pasien. Dimana pada response time yang lambat

(> 5 menit) dari 42 responden ada 6 responden yang

memiliki kepuasan kategori sedang dan 3 responden memiliki kepuasan kategori rendah terhadap pelayanan

yang diterima dari petugas kesehatan.

A. Pembahasan

1. Response Time

Hasil distribusi frekuensi response time perawat

dalam memberikan pelayanan di Instalansi Gawat

Darurat (IGD) RSUD Dr.Pirngadi Medan menunjukkan

response time cepat sebanyak 30 responden atau sekitar

71,4% responden. Dengan hasil rata-rata response time Instalansi Gawa Darurat (IGD) RSUD Dr. Pirngadi

Medan yaitu 2,12 menit.

Ketersediaan petugas triase juga sesuai dengan

penelitian Eko widodo, bahwa penempatan staf

perawat sangat mempengaruhi response time perawat ,

namun menurut mereka tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara pola penempatan staf dengan

ketepatan waktu tanggap penanganan kasus di

Instalansi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr.Pirngadi

Medan.

Langkah selanjutnya adalah dengan memenuhi

sarana dan prasarana. Selain alat medis yang memadai, untuk memberikan kesan bahwa pelayanan yang cepat

diperlukan jumlah streecher/tempat tidur pasien yang

cukup.

Kegiatan memenuhi kebutuhan tenaga di

Instalansi Gawat Darurat (IGD) dan sarana prasarana

juga perlu didukung adanya sistem menejemen yang

baik dalam mencapai Standar Pelayanan Minimal

(SPM). Faktor sistem menejemen Instalansi Gawat

Darurat (IGD) yang baik dalam menagani setiap pasien

gawat darurat juga ditunjukkan melalui motto

“kepentingan penderita adalah yang utama”. Sistem menejemen yang baik ini mendukung Kepmenkes RI

No.856 tahu 2009 tengtang standar Instalansi Gawat

Darurat (IGD) Rumah Sakit yang menyatakan bahwa

kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan

pada pasien yang datang ke Instalansi Gawat Darurat

(IGD) memberikan standar sesuai dengan kompetensi

dan kemampuanya sehingga dapat menjamin suatu

penanganan gawat darurat dengan response time yang

cepat dan penanganan yang tepat. Hal ni dapat dicapai

dengan meningkatkan sarana, prasarana, Sumber Daya

Manusia (SDM) dan menejemen Instalansi Gawat

Darurat (IGD) rumah sakit sesuai standar.

2. Kepuasan Keluarga Pasien

Hasil distribusi frekuensi kepuasan keluarga

pasien di Instalansi Gawat Darurat(IGD) RSUD

Dr.Pirngadi Medan menunjukan kategori kepuasan

tinggi sebanyak 30 orang atau 64,2%.

Peneliti menyimpulkan bahwa kualitas Sumber

Daya Manusia (SDM) di Instalansi Gawat Darurat (IGD) RSUD Pirngadi Medan memberikan mamfaat

yang sangat besar bagi kepuasan pelanggan. Hal ini

dibuktikan dengan penilaian tertinggi tentang sikap

perawat dari aspek lain yang memberikan penilaian

tinggi pula pada kemampuan dan sikap profesional

petugas Instalansi Gawat Darurat (IGD) dibandingkan

dengan penilain terhadap kondisi ruang maupun

fasilitas yang terdapat Instlansi Gawat Darurat (IGD).

Hasil penelitian juga menunjukkan responsiviness

perawat mendapatkan penilaian yang tinggi. Peneliti

hannya meneliti dua variabel yaitu hannya sebatas response time dan kepuasan keluarga pasien. Oleh

karena itu penliti menggunakan metode servqual

dimana pasien atau keluarga pasien mengisi kusioner

yang dibagikan oleh peneliti berdasarkan atas apa yang

dirasakan setelah selesai di berikan pelayanan.

3. Hubungan Response Time Perawat Dalam

Memberikan Pelayanan Dengan Kepuasan

Keluarga di Instalansi Gawat Darurat (IGD).

Uji statistik mengenai hubungan response time

perawat dalam memberikan pelayanan dengan kepuasan keluarga pasien di Instalansi Gawat Darurat

(IGD) RSUD Dr.Pirngadi Medan dengan menggunakan

korelasi chi-square diperoleh hasil ρ = 0,02 yaitu ada

hubungan antara response time perawat dalam

memberikan pelayanan dengan kepuasan keluarga

pasien di IGD RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan

tingkat korelasi rendah .

Upaya memberikan pelayanan agar bisa

memberikan kepuasan bagi keluarga maupun

pasienkhususnya pelayanan gaawat darurat dapat

dinilai dari kemampuan perawat dalam hal

responsiviness(cepat tanggap), reliability (pelayanan tepat waktu), assurance (sikap dalam mmberikan

pelayanan), empathy (kepedulian dan perhatian dalam

memerikan pelayanan) dan tangible (mutu jasa

pelayaanan) dariperawat kepada pasien (Muninjaya,

2012).

Bedasarkan teori tersebut responsiveness

memberikan dampak bagi kepuasan pelanggan.

Responsiveness dalam pelayanan di Instalansi Gawat

Darurat (IGD) mencakup dua hal yatu response time

pada saat pasien datang dan waktu pelayanan sampai

selesai proses pelayanan ( Hariatun dan Sudaryanto, 2008).

Mengenai tingkat korelasi yang rendah dapat

disebabkan oleh bebrapa faktor diantaranya karateristik

pasien yang datang ke Instalansi Gawat Darurat (IGD)

terutama saat sore dan malam hari tidak semua

merupakan kasus true emergency yang membutuhkan

penanganan segera sehingga kecepatan bukan

merupakan hal utama yang dibutuhkan, namun

Page 53: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

49

keramahan dan kemampuan profesianal petugas di

Instalansi Gawat Darurat (IGD) dalam memberikan

pelayanan dan kesempatan untuk berinteraksi/

berdiskusi menjadi faktor yang diharapkan pasien.

Faktor lain yang tidak bisa dikesampingkan adalah

budaya masyarakat. Mayoritas pasien di RSUD Dr

Pirngadi Medan adalah masyarakat yang memiliki adat

istiadat yang lebih mengutamakan keramahan,

kesopanan, daripada kecepatan, terlebih apabila kecepatan yang ditunjukkan dalam melayani

memberikan kesan tergesa-gesa tidak teliti dan kurang

peduli terhadap keluhan pasien. Kesimpulan ini juga

sesuai dengan pendapat Eko Widodo (2014) yang

menyatakan faktor-faktor yang mempengaruh keluhan

pasien yaitu faktor psikologis, demogarafi dan faktor

geografi.

KESIMPULAN

Kesimpulan penelitian tentang hubungan response time

perawat dalam memberikan pelayanan dengan kepuasan

pelanggan di Instalansi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Pirngadi Medan :

1. Response time perawat dalam memberikan

pelayanan di IGD memiliki kategori response time

cepat (71,4%)

2. Kepuasan pelanggan Instalansi Gawat Darurat

(IGD) didapatkan hasil kategori kepuasan tinggi

yaitu (64,2%)

3. Ada hubungan response time perawat dalam

memberikan pelayanan dengan kepuasan keluarga

pasien di Instalansi Gawat Darurat (IGD) dengan ρ values 0,02.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas demi perbaikan dan

kemajuan dalam pelayanan di Instalansi Gawat Darurat

(IGD) RSUD Dr. Pirngadi Medan disampaikan saran

sebagai berikut :

1. Diharapkan bagi petugas Instalansi Gawat Darurat

(IGD) hendaknya mengetahui bahwa kualitas

pelayanan perawat baik responsiveness, empathy,

reliabilithy maupun assurance dapat membuat kepuasan pelaggan di Instalansi Gawat Darurat

(IGD) terjaga pada tingkat tinggi.

2. Manajemen rumah sakit sudah baik, namun

hendaknya ditingkatkan lagi dalam memilah

pasien true emergency dan false emergency

dengan adanya klinik 24 jam sehingga tingkat

signifikasi response time dengan kepuasan

pelanggan akan lebih jelas.

3. Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pemenuhan sarana yang lebih baik memberikan

kecepatan dan ketepatan dalam pelayananan

4. Survey tingkat kepuasan pelanggan hendaknya

tidak dilihat dengan satu variabel/elemen saja

tetapi dengan 5 elemen yang mempengaruhi

kepuasan pelanggan.

Page 54: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

50

PENGETAHUAN ANAK TENTANG MENYIKAT GIGI YANG BAIK

TERHADAP HALITOSIS PADA SISWA-SISWI KELAS IV SD SWASTA ST.

IGNATIUS

MEDAN JOHOR

Susy Adrianelly Simaremare

Jurusan Keperawatan Gigi

ABSTRAK

Menyikat gigi bertujuan untuk membuang plak sebersih mungkin, sebab di dalam plak inilah kuman paling banyak tinggal. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang

berkembang biak diatas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi. Halitosis

merupakan bau mulut tidak sedap yang keluar dari mulut akibat kurang menjaga kebersihan gigi dan mulut

dan dapat melibatkan kesehatan dan kehidupan sosial seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

gambaran pengetahuan anak tentang menyikat gigi yang baik terhadap halitosis pada siswa-siswi kelas IV

SD Swasta St.Ignatius Medan Johor. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

metode survey. Penelitian dilakukan pada anak kelas IV SD Swasta St. Ignatius Medan Johor dengan jumlah

sampel sebanyak 20 orang. Hasil penelitian menunjukkan gambaran pengetahuan anak tentang cara

menyikat gigi yang baik terhadap halitosis, siswa-siswi yang memiliki kriteria baik ada 6 orang, kriteria

sedang ada 12 orang dan yang memiliki kriteria buruk ada 2 orang. Berdasarkan tabel frekuensi pengetahuan

anak tentang waktu menyikat gigi yang baik terhadap halitosis, siswa-siswi kelas IV SD Swasta St.Ignatius

Medan yang memiliki kriteria baik ada 2 orang, 17 orang memiliki kriteria sedang dan 1 orang memiliki kriteria buruk. Kesimpulannya, bahwa pengetahuan anak tentang menyikat gigi yang baik meliputi cara,

waktu dan frekuensi menyikat gigi yang baik itu mempengaruhi halitosis seorang anak. Untuk itu,

diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya gigi untuk lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan gigi.

Kata kunci : Menyikat Gigi, Plak, Halitosis

LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Menurut Undang-Undang Pokok

Kesehatan, “Sehat adalah suatu keadaan sempurna yang

meliputi kesehatan badan (fisik), rohani (mental), sosial

dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat

atau kelemahan. Untuk mencapai kesehatan yang

maksimal pemerintah mencanangkan program

pembangunan nasional yang bertujuan untuk mengubah

prilaku masyarakat ke arah perilaku sehat.

Menyikat gigi adalah cara yang umum digunakan

untuk membersihkan berbagai kotoran yang melekat di

permukaan gigi dan gusi. Menyikat gigi bertujuan untuk

memelihara kebersihan gigi dan mulut terutama gigi serta jaringan sekitarnya.

Keadaan gigi dan rongga mulut yang tidak sehat

selain dapat menyebabkan keluhan penyakit gigi dan mulut

juga dapat menimbulkan bau mulut yang tidak sedap atau

yang disebut halitosis. Halitosis dapat menghambat dan

menyebabkan pengucilan sosial. Hal ini sering terjadi pada

orang-orang yang dalam pekerjaannya lebih banyak

berhubungan dengan publik, sehingga mereka harus tetap

menjaga kebersihan serta kesehatan mulutnya agar

terhindar dari bau mulut yang tidak menyenangkan yang

mengurangi keyakinan dan rasa percaya diri. Halitosis merupakan salah satu masalah yang paling umum.

Kekurangan vitamin B6 juga dapat menyebabkan

bau mulut tidak enak. Juga bagi orang penderita seperti diabetes mellitus menyebarkan bau khas yang kurang

sedap. Apalagi yang berhubungan dengan jalan nafas,

seperti penyakit paru-paru, jalan nafas, dan lain-lain.

Keadaan bau mulut yang tidak sedap juga berhubungan

erat dengan daerah telinga, hidung,dan tenggorokan.

Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk

meninjau lebih lanjut mengenai halitosis ini. Berdasarkan

latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian pada siswa-siswi kelas IV SD Swasta St.

Ignatius tentang Gambaran Pengetahuan Anak tentang

Menyikat Gigi yang Baik Terhadap Halitosis pada siswa-

siswi kelas IV SD Swasta St. Ignatius Kecamatan Medan Johor.

PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang, maka perumusan

masalah adalah bagaimana gambaran pengetahuan anak

tentang menyikat gigi terhadap halitosis pada siswa-siswi

kelas IV SD Swasta St. Ignatius Kecamatan Medan Johor.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk

mengetahui gambaran pengetahuan anak tentang menyikat

Page 55: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

51

gigi yang baik terhadap halitosis pada siswa-siswi kelas IV

SD Swasta St. Ignatius Kecamatan Medan Johor.

MANFAAT PENELITIAN

1. Sebagai masukan atau informasi pada siswa-siswi

kelas IV SD Swasta St. Ignatius tentang menyikat

gigi yang baik, yaitu mengetahui cara, waktu dan

frekuensi menyikat gigi yang baik terhadap halitosis.

2. Menjadi masukan bagi pihak sekolah dalam

melaksanakan program Upaya Kesehatan Gigi

Sekolah.

3. Sebagai bahan masukan dan sumber pengetahuan

bagi peneliti selanjutnya.

Kerangka Konsep

Variabel Dependent Variabel Independent

Defenisi Operasional

Untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini penulis menentukan defenisi operasional

sebagai berikut :

1. Gambaran Pengetahuan menyikat gigi adalah

kemampuan yang dimiliki siswa-siswi kelas IV SD

Swasta St. Ignatius tentang menyikat gigi yang baik

, meliputi cara,waktu dan frekuensi.

2. Cara menyikat gigi adalah pengetahuan siswa-siswi

kelas IV SD Swasta St. Ignatius tentang cara untuk

menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan

menggunakan sikat gigi .

3. Waktu Menyikat Gigi adalah waktu yang tepat dilakukan siswa-siswi kelas IV SD Swasta St.

Ignatius dalam menyikat gigi yaitu pagi sesudah

sarapan dan malam sebelum tidur.

4. Frekuensi menyikat gigi adalah frekuensi yang tepat

dilakukan siswa-siswi kelas IV SD Swasta St.

Ignatius dalam menyikat gigi yaitu 2 kali dalam

sehari.

5. Halitosis adalah bau tidak sedap yang muncul dari

mulut akibat tidak menjaga kebersihan mulut.

Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif

dengan metode survey, yang bertujuan untuk mengetahui

gambaran pengetahuan anak tentang menyikat gigi yang

baik terhadap halitosis pada siswa-siswi kelas IV SD

Swasta St. Ignatius Kecamatan Medan Johor.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah SD Swasta St. Ignatius

Kecamatan Medan Johor .

Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek peneliti atau

objek yang diteliti. (Notoatmodjo, 2005). Populasi yang

diambil dalam penelitian ini adalah seluruh anak kelas IV SD Swasta St. Ignatius Kecamatan Medan Johor yang

berjumlah 20 orang.

Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah total

keseluruhan populasi yang berjumlah 20 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang diambil dalam penelitian ini

adalah data primer yang dilakukan dengan menggunakan

kuesioner langsung. Data langsung diambil oleh peneliti beserta tim ke lokasi penelitian yaitu SD Swasta St.

Ignatius Kecamatan Medan Johor.

Untuk menentukan interval dari nilai yang terdapat dalam

kriteria penilaian tersebut digunakan rumus :

Interval = Nilai maksimal - nilai minimal

Kriteria Penilaian

Sehingga nilai dalam kriteria penelitian tersebut adalah :

- Baik : nilai berada 5-6

- Sedang : nilai berada diantara 3- 4

- Buruk : nilai berada diantara 1-2

Pengolahan Data dan Analisa Data

Semua data yang telah terkumpul dari pengisian

kuesioner diolah dengan melakukan editing, koding dan

tabulating. Setelah itu diambil kesimpulan dari hasil

pengolahan data tersebut.

Analisa Data Data yang terkumpul dianalisa dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Mengumpulkan hasil kuesioner serta menghitung

jumlahnya sesuai dengan jumlah siswa-siswi kelas

IV SD Swasta St.Ignatius.

2. Mencocokkan jawaban setiap siswa-siswi dengan

kunci jawaban.

3. Memberikan nilai pada jawaban yang benar bernilai

1 dan salah bernilai 0.

4. Memberikan kriteria berdasarkan nilai yang

didapatkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengetahuan anak tentang menyikat gigi yang

baik terhadap halitosis pada siswa-siswi kelas IV SD

Swasta St. Ignatius Medan dapat dilihat pada tabel 1.

Gambaran

Pengetahuan Anak Tentang Menyikat

Gigi :

Cara Menyikat

Gigi

Waktu Menyikat

Gigi

Frekuensi

Menyikat Gigi

Halitosis

Page 56: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

52

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak

Karakteristik Anak Sampel

(n)

Persentase

(%)

Jenis Kelamin :

- Laki-laki

- Perempuan

10

10

50

50

Umur :

- 8 tahun - 9 tahun

2 18

10 90

Dari tabel diatas, diketahui bahwa siswa-siswi

kelas IV SD Swasta St. Ignatius Medan Johor yang

berumur 9 tahun ada sebanyak 18 orang anak (90%). Juga

terdapat 2 orang anak (10%) yang berumur 8 tahun. Anak

yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan masing-

masing ada 10 orang dengan persentase karakteristik anak

senilai 50 % untuk kedua jenis kelamin.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Anak

tentang Pengetahuan Menyikat Gigi yang Baik

Terhadap Halitosis pada siswa-siswi kelas IV SD

Swasta St.Ignatius Medan Johor.

Dari tabel diatas, diketahui bahwa pengetahuan

anak tentang cara menyikat gigi yaitu 6 orang (30%)

memiliki pengetahuan cara menyikat gigi dengan kriteria

baik, 12 orang (60%) memiliki pengetahuan cara menyikat

gigi yang baik dengan kriteria sedang dan 2 orang (10%) memiliki kriteria buruk terhadap pengetahuan cara

menyikat gigi yang baik.

Data pengetahuan anak tentang waktu menyikat

gigi yang baik, terlihat 2 orang anak (10%) memiliki

pengetahuan dengan kriteria baik, 17 orang (85%)

memiliki pengetahuan dengan kriteria sedang dan ada 1

orang (5%) memiliki pengetahuan tentang waktu menyikat

gigi yang baik dengan kriteria buruk.

Data pengetahuan anak tentang frekuensi

menyikat gigi yang baik, terlihat 6 orang (30%) memiliki

kriteria baik, 12 orang (60%) memiliki pengetahuan

sedang dan ada 2 orang anak (10%) yang memiliki pengetahuan buruk tentang pengetahuan frekuensi

menyikat gigi yang baik.

PEMBAHASAN

Dari tabel 1 diatas, diketahui siswa-siswi kelas

IV SD Swasta St. Ignatius Medan Johor yang memiliki

pengetahuan tentang cara menyikat gigi adalah : ada 6

siswa-siswi (30%) memiliki pengetahuan baik tentang cara

menyikat gigi, sedangkan 12 orang (60%) siswa-siswi

lainnya memiliki pengetahuan sedang dan ada 2 orang

(10%) yang tidak memiliki pengetahuan tentang cara menyikat gigi yang terhadap halitosis.

Menurut Aziz Ahmad Srigupta (2004), cara

menyikat gigi yang benar adalah menyikat dengan gerakan

pendek-pendek, dan untuk menyikat gigi bagian atas

jangan ke atas begitu juga dengan bagian bawah; hal ini

untuk menghindari agar gusi tidak terkelupas. Tetapi bulu

sikat harus dikenakan pada gusi, agar gusi terpijat oleh

bulu-bulu halus sikat gigi. Untuk menyikat permukaan

samping baik luar maupun dalam jangan melawan arah

permukaan gusi (ujung pinggir gusi).

Berdasarkan tabel 2, diperoleh data pengetahuan

anak tentang cara, waktu dan frekuensi menyikat gigi yang

baik. Pada data pengetahuan anak tentang cara menyikat gigi yang baik, terlihat 6 orang anak (30%) memiliki

kriteria baik, 12 orang (60%) memiliki kriteria sedang dan

ada 2 orang anak (10%) memiliki kriteria pengetahuan

yang buruk tentang cara menyikat gigi. Pada data

pengetahuan anak tentang waktu menyikat gigi yang baik,

diketahui 2 orang (10%) memiliki kriteria baik, 17 orang

(85%) memiliki kriteria sedang dan terdapat 1 anak (5%)

memiliki kriteria buruk. Pada data pengetahuan anak

tentang frekuensi menyikat gigi yang baik, terlihat 6 orang

anak (30%) memiliki kriteria baik, 12 orang anak (60%)

memiliki kriteria sedang dan ada 2 orang anak (10%)

memiliki kriteria buruk. Menurut (Panjaitan, 1995) waktu dan frekuensi

menyikat gigi yang baik adalah segera sesudah makan atau

paling lambat 10 menit sesudah makan, hal ini besar

manfaatnya untuk mencegah timbulnya plak. Lamanya

menyikat gigi dianjurkan minimal lima menit, tetapi

umumnya orang menyikat maksimum selama 2-3 menit.

Tetapi, hal ini tidak dapat menjadi patokan berhasil atau

tidaknya seseorang dalam menyikat gigi, hal ini masih

bergantung pada cara-cara menyikat gigi, bentuk sikat gigi

serta waktu menyikat gigi.

Kesimpulan

1. Jumlah siswa-siswi kelas IV SD Swasta St.

Ignatius yang memiliki pengetahuan cara menyikat

gigi yang baik terhadap halitosis dengan kriteria

baik ada 6 orang (30%), kriteria sedang sebanyak

12 orang (60%), dan kriteria buruk sebanyak 2

orang (10%).

2. Jumlah siswa-siswi kelas IV SD Swasta St.

Ignatius yang memiliki pengetahuan waktu

menyikat gigi yang baik terhadap halitosis dengan

kriteria baik ada 2 orang (10%), 17 orang (85%)

memiliki kriteria sedang dan ada 1 orang (5%) memiliki kriteria buruk..

3. Jumlah siswa-siswi kelas IV SD Swasta St.

Ignatius yang memiliki pengetahuan frekuensi

menyikat gigi yang baik terhadap halitosis dengan

kriteria baik adalah 6 orang (30%), 12 orang (60%)

memiliki kriteria sedang, dan ada 2 orang anak

(10%) memiliki kriteria buruk.

Kriteria

Pengetahuan Anak Tentang Menyikat Gigi

Cara Waktu Frekuensi

n % n % n %

Baik 6 30 2 10 6 30

Sedang 12 60 17 85 12 60

Buruk 2 10 1 5 2 10

Jumlah 20 100 20 100 20 100

Page 57: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

53

Saran

a. Hendaknya siswa-siswi dapat menyikat gigi

dengan baik (cara, waktu dan frekuensi) agar

terhindar dari halitosis.

b. Kepada orangtua murid hendaknya senantiasa

mengawasi anak untuk menyikat gigi secara

benar.

c. Diharapkan kepada pihak SD Swasta St. Ignatius Medan Johor agar tetap bekerjasama

dengan Puskesmas setempat untuk menjalankan

kegiatan Upaya Kesehatan Gigi Sekolah

sebagai upaya peningkatan kesehatan gigi anak.

DAFTAR PUSTAKA

Herjulianti Eliza, 2002, Pendidikan Kesehatan Gigi,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Machfoedz Ircham, 2008, Menjaga Kesehatan Gigi &

Mulut Anak-anak dan Ibu Hamil, Penerbit Fitramaya,

Yogyakarta.

Notoatmodjo Soekidjo, 2005, Metodologi Penelitian

Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Panjaitan Monang, 1995, Etiologi Karies Gigi dan

Penyakit Periodontal, Penerbit Universitas Sumatera

Utara Press, Medan.

Pintauli Sondang, 2010, Menuju Gigi & Mulut Sehat,

Universitas Sumatera Utara Press, Medan.

Srigupta Aziz Ahmad, 2004, Perawatan Gigi & Mulut,

Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta.

Sriyono Niken Widyanti, 2005, Ilmu Kedokteran Gigi

Pencegahan, Medika Fakultas Kedokteran UGM,

Yogyakarta.

http://databerita.com/cara-sikat-gigi-yang-baik-benar/

http://bz.blogfam.com/2006/03/menyikat_gigi_bagi_anak.

html

http://ustadchandra.wordpress.com/2011/03/16/gigi-mulut-

halitosis-bau-mulut/

Page 58: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

54

TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

PADA MASA KEHAMILAN TERHADAP PEWARNAAN GIGI ANAK

BALITA DI KELURAHAN LAU CIH KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN

Ngena Ria

Jurusan Keperawatan Gigi

Abstrak

Antibotik merupakan zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungsi dan bakteri yang memiliki khasiat

mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksitasnya bagi manusia relatif rendah.

Penelitian bersifat deskriptif dengan metode survy yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat

pengetahuan ibu tentang penggunaan antibiotik pada masa kehamilan. Sampel adalah ibu hamil yang

berjumlah 30 orang. Data diperoleh dengan cara pengisian kuesioner yang di Kelurahan Lau Cih Kecamatan

Medan Tuntungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 20% ibu memiliki pengetahuan baik, 10 % ibu

memiliki pengetahuan sedang dan tidak ada (0%) ibu yang memiliki pengetahuan buruk mengenai tingkat

pengetahuan tentang penggunaan antibiotik pada masa kehamilan.

Kata Kunci : Pengguna Antibiotik, masa kehamilan, pewarnaan gigi anak

Latar Belakang

Kesehatan merupakan suatu keadaan dari badan,

jiwa dan sosial, dimana seseorang hidup produktif secara

sosial dan ekonomis. Pembangunan sektor kesehatan nasional diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat yang optimal, meningkatkan gizi,

membudayakan sikap hidup bersih dan sehat serta

meningkatkan mutu dan mempermudah pelayanan

kesehatan yang harus terjangkau oleh seluruh masyarakat.

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian

integral dari kesehatan umum khususnya rongga mulut.

Rongga mulut dikatakan sehat apabila mempunyai susunan

gigi yang rapi, teratur, terhindar dari penyakit jaringan

keras gigi dan jaringan periodontal.

Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada anak sangat penting, sebab pada masa anak dalam kandungan

selama enam bulan gigi susu berwarna putih seperti susu,

sehingga disebut gigi susu. Gigi susu mempunyai pengaruh

yang cukup besar terhadap pertumbuhan gigi tetap sebagai

penggantinya, bila gigi susu tidak dirawat maka akan

merugikan pertumbuhan gigi tetap.

Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan

oleh mikroorganisme hidup, terutama fungsi dan bakteri

yang memiliki kemampuan mematikan atau menghambat

pertumbuhan jumlah bakteri dan virus, sedangkan tingkat

toksik bagi manusia relatif kecil. Pemberian antibiotik yang tidak tepat sejak usia dini dapat menimbulkan elergi di

masa yang akan datang.

Pengetahuan merupakan hasil tahu dari manusia

dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan kebersihan gigi

dan mulut meliputi tentang menyikat gigi, makanan yang

mempengaruhi kesehatan gigi serta pengetahuan tentang

kapan pemeriksaan gigi secara periodik dilakukan.

Pengetahuan orang tua, khususnya ibu tentang

penggunaan antibiotik pada masa kehamilan sangat

berperan penting terhadap kesehatan gigi anak balita,

terutama pada masa pertumbuhan gigi susu yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan gigi tetap sebagai

pengganti gigi susu. Adanya gangguan email pada benih gigi tetap

akibat infeksi gigi susu yang mengenai benih gigi

dibawahnya juga dapat menimbulkan kelainan pada email

gigi yang menyebabkan warna gigi tetap menjadi

kecoklatan atau abu-abu, tergantung dari frekuensi

pemakaian obat selama pembentukan gigi.

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin

mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang penggunaan

antibiotik pada masa kehamilan terhadap pewarnaan gigi

anak balita di Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan

Tuntungan

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut,

penulis ingin melakukan penelitian tentang bagaimana

tingkat pengetahuan ibu tentang penggunaan antibiotik

pada masa kehamilan terhadap pewarnaan gigi anak balita

di Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang

penggunaan antibiotik pada masa kehamilan terhadap pewarnaan gigi anak balita di Kelurahan Lau Cih

Kecamatan Medan Tuntungan.

1. Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang waktu

penggunaan antibiotik pada masa kehamilan

terhadap pewarnaan gigi anak balita.

2. Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang

dosis/ukuran penggunaan antibiotik pada masa

kehamilan terhadap pewarnaan gigi anak balita.

Page 59: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

55

3. Untuk mengetahui jenis antibiotik yang di gunakan

pada masa kehamilan pada pewarnaan gigi anak

balita.

Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan dan pengetahuan bagi ibu-ibu Warga Lau

Cih kecamatan Medan Tuntungan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan bagi ibu-ibu Warga Lau Cih Kecamatan

Medan Tuntungan dalam menjaga kesehatan gigi anak balita.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan pengetahuan bagi peneliti dan sebagai

masukan bagi peneliti lain.

Karangka Konsep

Defenisi Operasional

1. Tingkat pengetahuan ibu tentang penggunaan

antibiotik pada masa kehamilan adalah pemahaman

responden mengenai tingkat pengetahuan tentang

penggunaan antibiotik yang digolongkan pada kata

gori baik, sedang dan buruk berdasarkan kuesioner.

2. Ibu adalah yang memiliki balita di Kelurahan Lau

Cih Kecamatan Medan Tuntungan.

3. Pewarnaan gigi anak balita adalah perubahan warna pada gigi anak balita dikarenakan pemberian

antibiotik yang berlebihan .

4. Pewarnaan adalah perubahan warna pada gigi

dikarenakan pemberian antibiotik yang berlebihan

pada masa kehamilan.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah

penelitian deskriptif dengan metode survy yang

dilakukan pemeriksaan langsung pada ibu yang

memiliki balita dengan tujuan untuk mengetahui gambaran mengenai pengetahuan ibu tentang

penggunaan antibiotik pada masa kehamilan terhadap

pewarnaan gigi anak balita di Kelurahan Lau Cih

kecamatan Medan Tuntungan

Populasi

Populasi adalah kumpulan elemen-elemen yang

memiliki sejumlah sifat-sifat tertentu. Populasi adalah ibu-

ibu yang memiliki anak balita di Kelurahan Lau Cih

Kecamatan Medan Tuntungan.

Sampel Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

Dalam penelitian ini jumlah sampel penelitian sebanyak 30

orang.

Kriteria inklusi sampel yaitu :

1. Ibu memiliki anak balita

2. Masa hamil pernah menggunakan antibiotik

Jenis dan cara penelitian

Data yang diambil dalam penelitian adalah data

primer dengan memberikan kuesioner yang secara

langsung diberikan pada ibu yang mempunyai anak balita.

Sebelum kuesioner dibagikan, peneliti terlebih dahulu menjelaskan masing-masing butir pertanyaan kepada ibu

yang mempunyai anak balita. Selain itu, peneliti

membagikan daftar kuesioner untuk diisi. Isi dari kuesioner

diupayakan untuk memperoleh data seberapa besar

gambaran tingkat pengetahuan ibu terhadap pewarnaan

gigi anak balita. Setelah kuesioner diisi maka peneliti

mengambil kembali hasil kuesioner.

Bentuk kuesioner yang diambil dalam penelitian

adalah bentuk pertanyaan berupa multiple choice yang

terdiri dari dua pilihan dan masing-masing mempunyai

nilai tertentu : 1. Untuk menjawab yang benar, skor nilai 1 (satu)

2. Untuk menjawab yang salah, skor nilainya 0 (nol)

Rumus untuk mencari kuesioner

RUMUS = Sekor maksimum–skor minimum

3

Maka kriteria pengetahuan yang diperoleh dengan

penggenapan adalah:

- Baik = 7-10

- Sedang = 4-6

- Buruk = 0-3 Bahan/instrument yang digunakan adalah :

- Kuesioner

Pengolahan Data Dan Analisa Data

Setelah data dikumpulkan dilakukan analisa data

dengan cara manual dan disajikan bentuk tabel distribusi

frekuensi. Pengolahan data dan analisa data meliputi:

1. Menghitung tingkat pengetahuan ibu tentang

pemberian antibiotik terhadap pewarnaan gigi anak

balita di Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011.

2. Memeriksa pewarnaan gigi pada anak balita di

Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan.

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada

30 orang ibu-ibu yang mempunyai anak balita di

Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan, maka

didapat hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakter Ibu

berdasarkan Umur dan Tingkat Pendidikan

Pengetahuan

ibu tentang

Penggunaan

antibiotik

Pewarnaan

gigi

Anak balita

Page 60: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

56

Dari tabel dapat diketahui bahwa dari 30 orang ibu-

ibu yang berumur 24-30 adalah 10 orang (33,33%),

memiliki umur 31-37 adalah 10 orang (33,33%), memiliki

umur 38-44 adalah 8 orang (26,66%) dan memiliki umur

45-50 adalah 2 orang (6,66%). Sedangkan yang memiliki

tingkat pendidikan SD adalah 2 orang (6,66%), memiliki

pendidikan SMP adalah 5 orang (16,66%), memiliki

pendidikan SLTA adalah 16 orang (53,33%) dan

memiliki pendidikan D3-S1 adalah 7 orang (23,33%)

Tabel 4. 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan

Ibu tentang penggunaan Antibiotik pada masa

kehamilan terhadap pewarnaan gigi anak balita di

Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan.

No Tingkat

Pengetahuan (n) (%)

1 Baik 20 66.66

2 Sedang 10 33,33

3 Buruk 0 0

Jumlah 30 100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 30

ibu-ibu yang mempunyai anak balita di kelurahan Lau Cih

Kecamatan Medan Tuntungan, paling banyak

mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 orang (66,66%), memiliki tingkat pengetahuan sedang 10

orang dan (33,33%) dan tidak ada ibu-ibu yang

memiliki tingkat pengetahuan buruk (0%)

PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan

bahwa tingkat pengetahuan ibu adalah baik (56,66%) dan

tidak ada ibu-ibu yang tingkat pengetahuannya buruk

(0%). Hal ini kemungkinan disebabkan karena sebagian

besar ibu (76,66%) sudah memiliki pendidikan SMA ke

atas.

Sebagian ibu (46,66%) sudah mengetahui tentang

antibiotik, sebagian ibu (70%) pada masa hamil

menggunakan antibiotik saat bila sakit, namun masih ada

ibu (60%) yang tidak mengetahui kegunaan antibiotik.

Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa sebagian ibu

(30%) tidak mengetahui bahwa tetrasiklin salah satu jenis

antibiotik yang dapat menyebabkan perubahan warna gigi

anak. Antibiotik merupakan obat yang dapat membunuh bakteri penyebab infeksi. Merupakan obat daftar generik,

pemakaian harus berdasarkan resep dokter. Penyakit-

penyakit yang dapat disembuhkan dengan menggunakan

antibiotik adalah penyakit pilek, batuk berkepanjangan

selama lima hari, TBC, infeksi saluran kemih, penyakit

tyhpus dan diare yang disertai lendir atau darah dan

penyakit infeksi lainnya. Efek samping dari pengguna

antibiotik bakteri menjadi kebal, mual, muntah, diare, gigi

kuning/rusak dan gangguan kulit.

(http://www.diskopjatim.go.id/lens)

Sebagian ibu menggunakan antibiotik pada masa kehamilan sesuai dengan dosis 93,33% dan masih ada ibu

yang tidak menggunakan antibiotik sesuai dengan resep

sebesar 10%.

Penggunaan antibiotik dapat menyembuhkan

penyakit, terutama penyakit infeksi tetapi antibiotik dapat

berbahaya bila tidak digunakan dengan tepat. Sesuai

anjuran dokter yang tertera pada resep obat untuk ibu hamil

dan menyusui, bayi/balita, pasien gagal ginjal, gagal hati,

harus gunakan dengan rekomendasi dari dokter.

(http://www.diskopjatim.go.id/lensa)

Sebagian besar ibu (66,66%) tidak mengetahui

kegunaan antibiotik pada masa kehamilan dapat menyebabkan perubahan gigi anak. Menurut pendapat

Gracianti Afrilina (2006). banyak faktor yang

mempengaruhi terjadinya pewarnaan pada gigi tetap yang

menyebabkan perubahan warna gigi menjadi kecoklatan

bahkan abu-abu. Antibiotik tetrasiklin merupakan salah

satu jenis obat yang dapat menyebabkan kelainan warna

gigi, yang terjadi bila terlalu banyak dikonsumsi selama

masa pembentukan gigi. Ibu hamil dan menyusui

sebaiknya tidak minum obat antibiotik jenis tetrasiklin,

begitu pula dengan anak-anak di bawah usia tujuh tahun.

Karena pada usia tersebut masih berlangsung pembentukan gigi tetap.

Sebagian besar ibu mengetahui pengaruh

penggunaan antibiotik pada masa kehamilan sebesar

100%. Pendapat jane chumbley (2003). Para praktisi

kesehatan gigi dan medis sangat menyadari berbagai resiko

yang mengancam gigi bayi dalam kandungan akibat

pemberian antibiotik yang mengandung tetrasiklin pada

ibu hamil. Hal ini dapat menyebabkan perubahan warna

pada gigi bayi yang sedang terbentuk saat itu, tetapi baru

akan terlihat ketika gigi tersebut tumbuh

Kesimpulan 1. Tingkat pengetahuan ibu-ibu tentang penggunaan

antibiotik pada masa kehamilan terhadap pewarnaan

gigi anak balita di kelurahan Lau Cih Kecamatan

Medan Tuntungan dengan tingkat pengetahuan yang

baik adalah 20 orang (66,66%), 10 orang (33,33%)

memiliki pengetahuan sedang dan tidak ada orang

No Karakteristik ibu n (0%)

1

2

Berdasarkan umur

- 24-30

- 31-37

- 38-44

- 45-50

Berdasarkan tingkat

pendidikan

- SD

- SMP

- SLTA

- Perguruan tinggi (D3,S1)

10

10

8 2

2

5

16

7

33,33

33,33

26,66 6,66

6,66

16,66

53,33

23,33

Page 61: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

57

ibu-ibu yang memiliki tingkat pengetahuan buruk

(0%).

2. Para ibu (83,3%) pernah mengkonsumsi antibiotik

tetapi belum mengetahui bahwa Antibiotik dapat

mengakibatkan pewarnaan gigi anak balita.

Saran

1. kepada petugas kesehatan memberikan penyuluhan

kepada masyarakat khususnya ibi-ibu di posyandu

Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan tentang

penggunaan antibiotik pada masa kehamilan terhadap pewarnaan gigi anak balita.

2. Kepada ibu hamil hendaknya menggunakan obat

sesuai resep yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Afrilina, Gracianti, dkk. 2006. Masalah Gigi Anak dan

Solusinya. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo

Chumbely, jane, dkk. 2003. Merawat Gigi Bayi. Jakarta :

Erlangga

Notoatmojo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan

Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmojo, Soekidjo. 2002. Defenifi Pengetahuan Jakarta

: Rineka Cipta

Ramadhan, Ardyan Gilang. 2010. Serba Serbi Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta : Bukune

Tjay, Tan Hoan, dkk. 2002. Edisi V. Farmakologi

www.Annehira. Com, Manfaat antibiotic

http://www.Artikata. Com/arti-319242-antibiotik.

html,defenisiantibiotikhttp://www.diskopjatim.co.id

/lensawww.sehatgroup. Web. Id /?=695-tombolok-

mirippanduan penyusunan KTI Poltekes Medan,

2006

Page 62: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

58

PERANAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH MAHASISWA TINGKAT

II JKG TERHADAP SIKAP PASIEN ANAK DALAM TINDAKAN

PENCABUTAN GIGI DI KLINIK JKG

POLTEKKES KEMENKES RI MEDANTAHUN 2017

Rawati Siregar, Cindy Fortunella Harefa

Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan

Abstrak

Komunikasi Terapeutik merupakan proses penyampaian pesan terhadap pasien dalam melakukan perawatan

dengan tujuan untuk membina hubungan yang baik antara pasien dan perawat dan menciptakan rasa

kerjasama selama proses perawatan gigi yang dilakukan pada pasien anak umur 6-12 tahun di Klinik Jurusan

Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes RI Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peranan

Komunikasi Terapeutik Oleh Mahasiswa Tingkat II Jurusan Keperawatan Gigi Terhadap Sikap Pasien Anak

dalam Tindakan Pencabutan Gigi di Klinik Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes RI Medan.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik uji Chi-Square dengan metode survey dan desain Quasi Experiment. Adapun pengambilan sampel dengan purposive sampling, sampel sebanyak 46 dari 342

populasi . Hasil analisa univariat diperoleh data bahwa sampel yang tidak melakukan komunikasi

terapeutik, sebanyak 19 sampel (82,7%) yang tidak kooperatif dan sebanyak 4 sampel (17,7%) yang

kooperatif. Sedangkan sampel yang melakukan komunikasi terapeutik sebanyak 6 sampel (26%) yang tidak

kooperatif dan sebanyak 74 sampel (74%) yang kooperatif, Hasil uji chi-square didapatkan nilai p=0,000

(p<0,05) maka Ha diterima dan Ho di tolak yang berarti bahwa ada Peranan Komunikasi Terapeutik Oleh

Mahasiswa Tingkat II Jurusan Keperawatan Gigi Terhadap Sikap Pasien Anak. Komunikasi Terapeutik

memiliki peranan penting dalam melaksanakan tindakan pencabutan gigi terhadap sikap anak yang

kooperatif.

PENDAHULUAN

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara

fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif

secara sosial dan ekonomi (UU No. 36 Tahun 2009). Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang optimal (UU Kesehatan No. 23 Tahun

1992).

Tubuh yang sehat tidak terlepas dari memiliki

rongga mulut yang sehat. Kesehatan rongga mulut

merupakan bagian integral dari kesehatan umum

(Pintauli., dkk,). Berdasarkan hasil data dari

PUSDATIN Kementerian Kesehatan RI 2014,

persentase penduduk yang mempunyai masalah gigi

dan mulut dari tahun 2007 sebesar 23% dan tahun 2013 sebesar 26%.

Komunikasi adalah proses penyampaian

gagasan, harapan dan pesan yang disampaikan melalui

lambang-lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan

oleh penyampaian pesan, dan ditujukan pada penerima

pesan (Edward Depari). Salah satu komunikasi yang

dapat digunakan dalam perawatan Gigi anak adalah

komunikas terapeutik bertujuan agar anak menerima

perawatan yang akan diterimanya.

Komunikasi Terapeutik adalah proses

penyampaian pesan, makna dan pemahaman perawat

untuk proses penyampaian pesan, makna, dan pemahaman perawat untuk proses penyembuhan

pasien. Komunikasi menjadi penting karena menjadi

sarana untuk membina hubungan yang baik antara

pasien dengan tenaga kesehatan (Mustikasari, dalam

istichomah, A.M,2009).

Komunikasi dalam perawatan disebut dengan

komunikasi Terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang

dilakukan oleh perawat pada saat melakukan

Komunikasi Teraupeutik harus mampu memberi

dampak dan khasiat Terapi bagi Proses penyembuhan

Pasien. Oleh sebab itu, seorang perawat harus mampu

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikasi Komunikasi Terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan

pasien dapat terpenuhi (Ode, S. L,2012).\ Umumnya,

usia 6-12 Tahun adalah masa pergantian Gigi anak,

yaitu pergantian gigi susu menjadi gigi dewasa.

kadang-kadang ada anak yang terlambat pada masa

pergantianya. Selama tidak terjadi masalah, hal itu

biasanya dianggap sepele, namun kadang-kadang gigi

dewasa muncul pada saat gigi susu belum tanggal. Hal

Page 63: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

59

inilah yang sangat dikhawatirkan, dan inilah yang

disebut dengan Persistensi. Dan inilah akan membuat

gigi si anak dapat menjadi berjejal. Untuk itu jika sudah

seperti ini bawalah anak yang sudah mengalami hal

seperti ini untuk diperiksakan dan memastikan apakah

gigi sianak harus dicabut atau tidak.

Berdasarkan Survey awal yang dilakukan di

klinik JKG Poltekkes Medan, kurang lebih 50% anak tidak Koperatif pada waktu dilakukan tindakan

pencabutan gigi.

Berdasarkan Uraian diatas, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian tentang peranan

komunikasi terapeutik oleh mahasiswa tingkat II JKG

terhadap sikap pasien anak dalam tindakan pencabutan

gigi di Klinik JKG Poltekkes Kemenkes RI Medan.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui peranan komunikasi terapeutik oleh

mahasiswa tingkat II JKG terhadap sikap pasien anak

dalam tindakan pencabutan gigi di Klinik JKG Poltekkes Kemenkes RI Medan tahun 2017. Sedangkan

manfaat penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan dan melatih peneliti mengembangkan

pengetahuan berfikir secara objektif dan menjadi

bahan untuk penelitian lebih lanjut.

2. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi

mahasiswa/i jurusan keperawatan gigi dalam

memberikan perawatan gigi terhadap anak,

Termasuk Dalam Pencabutan Gigi.

3. Meningkatkan keinginan anak untuk menerima

perawatan gigi dari perawat gigi. 4. Sebagai sumber data dan informasi bagi peneliti

lain yang sejenis.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Desain Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan pada penelitian

ini adalah penelitian Analitik dengan metode survey

dan desain penelitian yang digunakan adalah desain

atau pendekatan belah lintang (cross-sectional study),

dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan komunikasi terapeutik oleh mahasiswa tingkat

II JKG terhadap sikap pasien anak dalam tindakan

pencabutan gigi di Klinik JKG Poltekkes Kemenkes RI

Medantahun 2017.

Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan objek penelitian

atau seluruh objek yang di teliti oleh peneliti (Soekidjo,

2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

mahasiswa JKG Poltekkes Kemenkes RI Medan

berjumlah 324 orang. Sedangkan sampel berjumlah 46

orang, diambil secara purposive sampling.

HASIL

Data yang dikumpulkan adalah hasil penelitian

yang dillakukan terhadap mahasiswa/i tingkat II JKG

Poltekkes Kemenkes RI Medan. Pengambilan data

dilakukan dengan pemberian kuesioner terhadap

responden yang tidak melakukan dan yang melakukan

komunikasi terapeutik, maka di peroleh data tentang sikap

pasien anak. Setelah seluruh data terkumpul, dibuatlah

analisa data dengan cara membuat table distribusi

frekuensi untuk masing-masing sampel, kemudian

dilakukan pengolahan data statistik dengan uji Chi Square

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Mahasiswa Tingkat II

JKG yang melakukan dan yang tidak melakukan

komunikasi terapeutik pada pasien anak di JKG

Poltekkes Kemenkes RI Medan Tahun 2017

Komunikasi Terapeutik N Persentase

Melakukan

Tidak Melakukan

23

23

50 %

50 %

Total 46 100 %

Dari tabel 4.1 diatas, dapat diketahui bahwa jumlah

mahasiswa tingkat II JKG yang melakukan komunikasi

terapeutik sebanyak 23 orang (50,0%) dan jumlah

mahasiswa tingkat II JKG yang tidak melakukan komunikasi terapeutik sebanyak 23 orang (50,0%). Jadi,

jumlah sampel keseluruhan adalah 46 orang.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sikap Pasien anak

dalam tindakan Pencabutan Gigi pada pasien anak di

Klinik JKG Poltekkes Kemenkes RI Medan oleh

mahasiswa tingkat II JKG yang tidak melakukan

Komunikasi Terapeutik Tahun 2017

Kategori Sikap n Persentase

Tidak Kooperatif Kooperatif

19 4

82,7 17,3

Total 23 100

Dari tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa dari 23

mahasiswa tingkat II JKG yang tidak melakukan

komunikasi terapeutik, sebanyak 19 orang (82,7%) yang tidak kooperatif dan sebanyak 4 orang (17,7%) yang

kooperatif.

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi sikap pasien anak dalam

tindakan pencabutan gigi pada pasien anak di Klinik

JKG Poltekkes Kemenkes RI Medan oleh mahasiswa

tingkat II JKG yang melakukan Komunikasi

Terapeutik Tahun 2017

Kategori Sikap N Persentase

Tidak Kooperatif Kooperatif

6 17

26 74

Total 23 100

Dari tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa dari 23

mahasiswa tingkat II JKG yang melakukan komunikasi

terapeutik, sebanyak 6 orang (26%) yang tidak kooperatif

dan sebanyak 17 orang (74%) yang kooperatif.

Page 64: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

60

Tabel 4.4 Peranan komunikasi terapeutik oleh

mahasiswa tingkat II JKG terhadap sikap pasien anak

dalam tindakan pencabutan gigi di Klinik JKG

Poltekkes Kemenkes RI Medantahun 2017

Variabel

Sikap Anak

df p Tidak Kooperatif

Koope ratif

Variabel Komunikasi Terapeutik

Tidak Melakukan Melakukan

19 6

4

17 1

0, 000

Hasil uji dengan menggunakan uji Chi Square dengan IK 95% maka didapat nilai p=0,000 (p<0,05)

artinya ada peranan yang signifikan antara komunikasi

terapeutik oleh mahasiswa tingkat II JKG terhadap sikap

pasien anak dalam tindakan pencabutan gigi di Klinik JKG

Poltekkes Kemenkes RI Medantahun 2017

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat Peranan

Komunikasi Terapeutik Oleh Mahasiswa Tingkat II

Jurusan Keperawatan Gigi Terhadap Sikap Pasien Anak

dalam Tindakan Pencabutan Gigi. Jumlah sampel pada

penelitian ini adalah 46 sampel dari mahasiwa Tingkat II JKG Poltekkes Kemenkes RI Medan Tahun 2017 yang

dipilih secara purposive sampling. Hasil analisa univariat

tabel 4.2 diperoleh data bahwa dari 23 mahasiswa tingkat

II JKG yang tidak melakukan komunikasi terapeutik,

sebanyak 19 orang (82,7%) yang tidak kooperatif dan

sebanyak 4 orang (17,7%) yang kooperatif. Hal ini terjadi

karena pasien anak merasa takut terhadap tindakan

pencabutan gigi yang dilakukan. Komunikasi yang tidak

sesuai dengan keinginan pasien anak, membuat pasien

anak tersebut menganggap bahwa tindakan pencabutan

gigi yang akan dilakukan terhadap dirinya sangat menyakitkan atau akan menyakiti dirinya, sehingga banyak

pasien anak yang menangis, takut, berontak bahkan ada

yang kabur melihat tindakan yang diberikan oleh perawat

gigi di klinik. Peristiwa seperti ini mengakibatkan gagalnya

perawat gigi dalam memberikan perawatan berupa

tindakan pencabutan gigi pada anak seusia 6-12 tahun

tersebut.

Komunikasi Terapeutik adalah proses penyampaian

pesan, makna dan pemahaman perawat untuk proses

penyembuhan pasien(Istichomah, M 2009). Komunikasi

terpeutik befungsi untuk mendorong kerjasama antara

perawat dan klien, menganjurkan kerjasama antara perawat dan klien mengatasi persoalan pasien koperatif serta

mencegah adanya tindakan negative terhadap pertahanan

diri pasien (Ode 2012). Hasil analisa univariat table 4.3

diperoleh bahwa dari 23 mahasiswa tingkat II JKG yang

melakukan komunikasi terapeutik, sebanyak 6 orang

(26%) yang tidak kooperatif dan sebanyak 17 orang (74%)

yang kooperatif. Hal ini terjadi Karena perlakuan yang

diberikan yaitu komunikasi terapeutik pada saat tindakan

pencabutan gigi membuat pasien anak kooperatif dalam

menerima tindakan tersebut.

Dari hasil analisa univariat kedua kelompok sampel

yang diukur tersebut dapat diketahui bahwa kelompok

sampel yang melakukan komunikasi terapeutik dalam

tindakan pencabutan gigi, sikap pasien anak lebih

kooperatif dari pada kelompok sampel yang tidak

melakukan komunikasi terapeutik. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Ngudi Waluyo tahun 2011

dengan hasil menunjukkan bahwa ada hubungan komunikasi dengan terapeutik terhadap perilaku anak usia

sekolah dalam pencabutan gigi di Puskesmas Ambarawa

denga p-value sebesar 0,003.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab

sebelumnya maka dapat disimpulkan :

1. Sikap pasien anak dalam tindakan pencabutan gigi

pada pasien anak di Klinik JKG Poltekkes Kemenkes RI Medan oleh mahasiswa tingkat II JKG yang tidak

melakukan Komunikasi Terapeutik tahun 2017

diperoleh data bahwa dari 23 mahasiswa tingkat II JKG

yang tidak melakukan komunikasi terapeutik, sebanyak

19 orang (82,7%) yang tidak kooperatif dan sebanyak 4

orang (17,7%) yang kooperatif. Dari data menunjukkan

pasien anak tidak kooperatif.

2. Sikap pasien anak dalam tindakan pencabutan gigi

pada pasien anak di Klinik JKG Poltekkes

Kemenkes RI Medan oleh mahasiswa tingkat II

JKG yang tidak melakukan Komunikasi Terapeutik

tahun 2017 diperoleh data bahwadari 23 mahasiswa tingkat II JKG yang melakukan komunikasi

terapeutik, sebanyak 6 orang (26%) yang tidak

kooperatif dan sebanyak 17 orang (74%) yang

kooperatif. Dari data menunjukan pasien anak

kooperatif.

3. Hasil uji dengan menggunakan uji Chi Square dengan

IK 95% maka didapat nilai p=0,000 (p<0,05) artinya

ada peranan yang signifikan antara komunikasi

terapeutik oleh mahasiswa tingkat II JKG terhadap

sikap pasien anak dalam tindakan pencabutan gigi di

Klinik JKG Poltekkes Kemenkes RI Medantahun 2017.

Saran

Diharapkan kepada setiap perawat gigi yang

melakukan tindakan pencabutan gigi pada pasien anak,

agar menguasai dan memahami penerapan komunikasi

terapeutik, karena hal ini dapat membantu dalam mencapai

keberhasilan perawatan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E., dkk. 2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Infomedia.

Hidayat, R., dkk. 2016. Perawatan Gigi. Yogyakarta:

Andi.

Hutagalung,I. 2015. Teori-teori Komunikasi dalam

Pengaruh Psikologi.Jakarta :Indek.

Page 65: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

61

InfoDATIN. 2014.Situasi Kesehatan Gigi dan Mulut.

Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kementrian

Kesehatan RI

Istichomah,A,m. 2009. Komunikasi Terapeutik

Panduan bagi perawat, KDT Yogyakarta

Notomoadjo, S. 2012. Metodologi Kesehatan. Edisi 3.

Jakarta : PT. Rineka Cipta

Ode,S.L.2012. Konsep Dasar Keperawatan , Nuha Medika Jakarta

-----------------.2013. Promosi Kesehatan Teori dan

aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta

Pintauli, S., dkk. 2016. Menuju Gigi & Mulut Sehat ;

Pencegahan dan Pemeliharaan. Medan : USU

Press

Wulandari, D. 2009. Komunikasi dan konseling dalam

Praktek Kebidanan, Yogyakarta : Nuha Medika.

Adhy89.blogspot.co.id/2012/12/indikasi-kontra-indikasi-pencabutan.html?m=1

Page 66: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

62

PENGETAHUAN SISWA TENTANG SEKS PRANIKAH DI SMA NEGERI 1

BERASTAGI TAHUN 2017

Susanti br Perangin-Angin*

Dosen Poltekkes Kemenkes Medan

ABSTRACT

Sexuality issues until recently an interesting topic that is always discussed. One of the sexual problems that

are often discussed premarital sex. Negative impact of premarital sex is very disturbing society. Dai recent

survey in 33 provinces in 2008 by the National Family Planning Coordinating Board (BKKBN) reported

63% of adolescents in Indonesia between the ages of SMP and high school already having sexual relations

outside marriage. The percentage of teens who had sexual intercourse before marriage has increased

compared to previous years. This study aims to determine the level of knowledge of students of SMA Negeri

1 Berastagi Karo District Berastagi about premarital sex. Research is descriptive research, sample number

as many as 50 people. Sampling technique using total sampling technique that is all the population sampled

data was collected using questionnaires and interviews. Data analysis using desscriptive statistics. Test

results of students' level of knowledge of SMA Negeri 1 Berastagi Karo District Berastagi regarding

premarital sex by 58% were categorized with poor knowledge. From the results of these studies are expected to the school and parents can play an active role in providing information on reproductive health and sex

education to the students.

Keywords : free sex, teen, level of knowledge

PENDAHULUAN

Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah

satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan

sesuaiyang dengan cita –cita bangsa Indonesia,

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-

Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945. Berkaitan

dengan hal itu, undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 2009 tentang program Kesehatan

menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya dicapai melalui penyelenggaraan

pembangunan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,2011).

Remaja dalam memasuki masa peralihan tanpa

pengetahuan yang memadai tentang seksual pranikah. Hal

ini disebabkan orang tua merasa tabu membicarakan

masalah seksual dengan anaknya dan hubungan orang tua

anak menjadi jauh sehingga anak berpaling ke sumber-

sumber lain yang tidak akurat khususnya teman

(Sarwono,2006).

Remaja banyak yang tidak sadar dari pengalaman

yang tampaknya menyenangkan justru dapat

menjerumuskan, salah satu problema dari kaum remaja apabila kurangnya pengetahuan seksual pranikah adalah

kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi tidak aman dan

juga penyakit kelamin (Chyntia,2003). Pengetahuan

tentang seksual pranikah dapat mempengaruhi sikap

individu tersebut terhadap seksual pranikah.

(Adikusuma,2005).

Sikap seksual pranikah remaja banyak

dipengaruhi oleh banyak hal, selain dari faktor pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor kebudayaan,

orang lain yang dianggap penting, media massa,

pengalaman pribadi, lembaga pendidikan, lembaga agama

dan emosi dari dalam individu. Sikap seksual pranikah

remaja bias berwujud negatif atau positif, sikap positif

kecenderungan tindakan adalah mendukung seksual

pranikah sedangkan sikap negative kecenderungan

tindakan adalah menghindari seksual pranikah remaja

(Azwar,2009).

Remaja mulai mempersiapkan diri menuju

kehidupan dewasa, termasuk dalam aspek seksualnya.

Dengan demikian dibutuhkan sikap yang bijaksanadari para orang tua, pendidik dan masyarakat pada umumnya

serta tentunya dari remaja itu sendiri, agar mereka dapat

melewati masa transisi itu dengan selamat

(Sarwono,2006).

Menurut Sarwono (2006), ada beberapa factor

yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan

seksual pada remaja, diantaranya perubahan-perubahan

hormonal yang dapat meningkatkan hasrat seksual remaja,

penyebaran informasi yang salah misalnya dari buku-buku

dan VCD porno, rasa ingin tahu yang sangat besar, serta

kurangnya pengetahuan yang didapat dari orang tua dikarenakan orang tua mengganggap hal tersebut tabu

untuk dibicarakan.

Page 67: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

63

Terdapat beberapa alasan lain yang menyebabkan remaja

pada akhirnya melakukan seks pranikah. Diantaranya

sebagai bukti cinta dan sangat mencintai pacar, dijanjikan

akan menikah, rasa ingin tahu yang sangat tinggi tentang

seksualitas, ingin mencoba, takut mengecewakan pacar,

takut diputus pacar serta kurangnya pengetahuan tentang

seksualitas yang didapat dari keluarga dan sekolah.

Umumnya remaja kurang menyadari akibat-akibat buruk yang dapat ditimbulkan dari perilaku seks bebas tersebut,

seperti kehamilah, putus sekolah, tertular penyakit kelamin

dan HIV/AIDS. Kurangnya pengetahuan yang didapat dari

orang tua dan sekolah mengenai seksualitas membuat para

remaja mencari tahu sendiri dari teman atau lingkungan

bermainnya yang bias saja pengetahuan tersebut salah.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka sangat

diperlukan adanya pengetahuan seks yang benar bagi

remaja. Pengetahuan seks yang tentu saja bertujuan untuk

membimbing dan menjelaskan tentang perubahan fungsi

organ seksual sebagai tahapan yang harus dilalui dalam kehidupan manusia serta dengan penanaman nilai-nilai

seksualitas itu sendiri.

Selama ini pendidikan seks telah dilakukan

dibeberapa sekolah, namun jarang sekali memasukkan

unsur nilai-nilai seksualitas didalamnya. Untuk itu

penelitian ini dilakukan guna mengetahui sejauhmana

tingkat pengetahuan siswa terhadap Seks Pranikah di

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Berastagi Tahun

2017.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana

tingkat pengetahuan siswa terhadap Seks Pranikah di

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Berastagi

Kabupaten Karo Tahun 2017 ?

METODE PENELITIAN

a. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat

deskriptif untuk menggambarkan tingkat pengetahuan dan

sikap tentang seks pranikah pada anak SMA Negeri 1

Berastagi Kabupaten Karo.

b. Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret -

April 2017 di SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten

Karo.

c. Populasi dan sampel Populasi penelitian ini adalah Siswa Kelas 10

SMA Negeri 1 Berastagi Kecamatan Berastagi

Kabupaten Karo Semester Genap Tahun 2017 yang

berjumlah 421 siswa dimana kelas 10 terdiri dari laki-

laki berjumlah 190 orang dan perempuan berjumlah

231 orang.

1. Kriteria Inklusi

Sampel merupakan siswa terpilih yang hadir

pada saat pengambilan sampel.

2. Kriteria Eksklusi

a. Sampel yang tidak bersedia diwawancarai

Metode sampling yang digunakan dalam

penelitian ini adalah non probability sampling yaitu quota

sampling. Untuk penetapan keterwakilan sampel terhadap

populasi ditentukan sampel sebesar 50 siswa kelas 10

SMA Negeri 1 Berastagi.

Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data primer yang diperoleh melalui pembagian kuesioner

dan diikuti dengan wawancara langsung dengan anak

Sekolah menengah atas (SMA) Negeri 1 Berastagi

Kabupaten Karo

Aspek Pengukuran

Dalam aspek pengukuran ini dilakukan untuk

mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan sikap

tentang Seks Pranikah adalah sebagai berikut :

Pengetahuan

Adapun kriteria pertanyaan tingkat pengetahuan

mempunyai enam pilihan dengan pemberian skor sebagai

berikut :

A. Skor jawaban pertanyaan nomor 1 s/d 15 yaitu

1. 1 item jawaban benar maka skor dikali 1

2. 2 item jawaban benar maka skor dikali 1

3. 3 item jawaban benar maka skor dikali 1

4. 4 item jawaban benar maka skor dikali 2

5. 5 item jawaban benar maka skor dikali 2

6. tidak tahu maka skor dikali 1

Berdasarkan kriteria pemberian skor, pengetahuan anak sekolah dikategorikan dengan skala pengukuran

sebagai berikut :

Jadi Pengetahuan dikategorikan baik jika skor 76%-100%

dan kurang baik jika skor <76 %.

Analisa Data Analisa data dilakukan analisa untuk

menggambarkan (mendeskripsikan) masing-masing

variabel yang selanjutnya disajikan menggunakan tabel

distribusi frekuensi.

Hasil Penelitian

3.2. Karakteristik Responden

Untuk mengetahui karakteristik responden di

SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo maka dilakukan

pengumpulan data melalui kuesioner yang diikuti dengan

wawancara pada siswa tersebut. Berikut hasil

pengumpulan data mengenai karakteristik responden yang

terdiri dari umur responden dan sumber informasi tentang

kesehatan dari responden.

Page 68: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

64

3.2.1. Umur Responden

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan umur

responden di SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo

Tahun 2017

No. Umur

Responden

( tahun )

Jumlah

(n)

Persentase

(%)

1 14 1 2

2 15 16 32

3 16 31 62

4 17 2 4

50 100

Tabel 1 diatas menyimpulkan bahwa umur

responden yang terbanyak adalah umur 16 tahun yaitu

sebanyak 31 orang ( 62 %) dan yang paling sedikit

berumur 14 sebanyak 1orang (2 %).

3.2.2. Sumber Informasi Tentang Kesehatan

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan sumber

informasi tentang kesehatan responden di SMA Negeri

1 Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

No. Sumber

Informasi

Jumlah

(n)

Persentase

(%)

1 Media cetak 6 12

2 Media elektronik 11 22

3 Internet 42 84

4 Telepon

genggam

12 24

5 Petugas

kesehatan

23 46

6 Guru 25 50

7 Keluarga 35 70

8 Teman-teman 5 10

9 Tidak ada 1 2

Tabel 2 diatas menyimpulkan bahwa sumber

informasi tentang kesehatan responden di SMA Negeri 1

Berastagi Kabupaten Karo tahun 2017 paling banyak adalah dari adalah internet yaitu masing-masing 42 orang

(84%) dan paling sedikit dari n tidak ada dapat informasi

dari manapun adalah sebanyak 1 orang (2%).

3.3. Tingkat Pengetahuan Responden

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan

responden di SMA Negeri 1 Simpang Empat tentang Seks Pranikah dikumpulkan maka data melalui kusioner

yang diikuti dengan wawancara. Berikut ini adalah hasil

pengumpulan data terhadap responden di SMA Negeri

Berastagi Kabupaten Karo tahun 2017 tentang

pengetahuan Seks Pranikah dalam tabel distribusi dibawah

ini :

Tabel 3. Pengetahuan responden tentang penyebab

remaja melakukan seks pranikah di SMA Negeri 1

Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Dorongan seks

yang kuat

Tidak tahu -

2 Pergaualan bebas 1 item

jawaban benar

13x1=13

3 Minimnya

pengetahuan

kesehatan reproduksi

2 item

jawaban benar

20x1=20

4 Maraknya

peredaran VCD

porno

3 item

jawaban benar

7x1=7

5 Pengaruh dari

berbagai media

elektronik

4 item

jawaban benar

3x2=6

6 Tidak tahu 5 item

jawaban benar

7x2=14

Jumlah 60

Tabel 3 diatas menyimpulkan bahwa penyebab

remaja melakukan seks pranikah SMA Negeri 1 Berastagi

Kabupaten Karo tahun 2017 paling banyak adalah memilih

2 item jawaban yang benar diantara 6 buah pilihan jawaban

yaitu sebanyak 20.

Tabel 4. Pengetahuan responden tentang faktor

penyebab remaja jatuh kedalam berbagai persoalan

seks di SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo

Tahun 2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Pengaruh

lingkungan

pergaulan

Tidak tahu -

2 Akibat perubahan

hormonal

1 item

jawaban benar

18x1=18

3 Kurang informasi

tentang seks

2 item

jawaban benar

23x1=23

4 Orang tua yang

tertutup

3 item

jawaban benar

6x1=6

5 Situasi yang mendukung

4 item jawaban benar

1x2=2

6 Tidak tahu 5 item

jawaban benar

2x2=4

Jumlah 53

Tabel 4 diatas menyimpulkan bahwa pengetahuan

responden tentang faktor penyebab remaja jatuh kedalam

berbagai persoalan seks di SMA Negeri 1 Berastagi

Kabupaten Karo tahun 2017 yang paling banyak dipilih

adalah memilih 2 item jawaban yang benar diantara 6 buah

pilihan jawaban yaitu sebanyak 23 orang.

Page 69: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

65

Tabel 5. Pengetahuan responden tentang

permasalahan yang dihadapi remaja dari segi perilaku

seksualnya sebagian besar diakibatkan di SMA Negeri

1 Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Perubahan fisik Tidak tahu 2x1=2

2 Perubahan mental 1 item jawaban

benar

12x1=12

3 Pengaruh

lingkungan

2 item jawaban

benar

18x1=18

4 Pergaulan 3 item jawaban

benar

15x1=15

5 Pengetahuan kurang 4 item jawaban benar

3x2=6

6 Tidak tahu 5 item jawaban

benar

-

Jumlah 53

Dari tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa

pengetahuan responden tentang permasalahan yang

dihadapi remaja dari segi perilaku seksualnya sebagian

besar diakibatkan di SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten

Karo tahun 2017 yang paling banyak dipilih yaitu memilih

2 item jawaban yang benar diantara 6 buah pilihan jawaban

yaitu sebanyak 18 orang.

Tabel 6. Pengetahuan responden tentang pertanyaan

apa yang pernah tentang kesehatan reproduksi di

SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Umur ideal

perkawinan

Tidak pernah 10x1=10

2 HIV/AIDS dan

penyakit kelamin

lainnya

1 item jawaban

benar

26x1=26

3 Aborsi 2 item jawaban

benar

8x1=8

4 Menstruasi 3 item jawaban

benar

2x1=2

5 Perubahan-

perubahan yang

terjai masa remaja

kehamilan

4 item jawaban

benar

3x2=6

6 Tidak pernah 5 item jawaban benar

1x2=2

Jumlah 52

Dari tabel 6 diatas dapat diketahui bahwa

pengetahuan responden tentang pertanyaan apa yang

pernah tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 1

yang paling banyak dipilih yaitu memilih 1 item jawaban

yang benar diantara 6 buah pilihan jawaban yaitu sebanyak

26 orang.

Tabel 7. Pengetahuan responden tentang faktor yang

memengaruhi perilaku seksual remaja di SMA Negeri

1 Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Pengalaman seksual Tidak tahu -

2 Faktor keperibadian 1 item

jawaban benar

5x1=5

3 Pemahaman dan

penilaian nilai-nilai

agama

2 item

jawaban benar

16x1=16

4 Berfungsinya

keluarga dalam menjalankan fungsi

control

3 item

jawaban benar

10x1=10

5 Pengetahuan

tentang kesehatan

reproduksi

4 item

jawaban benar

7x1=7

6 Tidak tahu 5 item

jawaban benar

12x2=24

Jumlah 62

Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa pengetahuan

responden tentang faktor yang memengaruhi perilaku

seksual remaja di SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten

Karo tahun 2017 yang banyak dipilih adalah memilih 2

item jawaban yang benar diantara 6 buah pilihan jawaban

yaitu sebanyak 16 orang.

Tabel 8. Pengetahuan responden tentang cara

seseorang menghindari seks diluar nikah di SMA

Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Menghindari

pergaulan bebas

Tidak tahu -

2 Meningkatkan

pengetahuan

kesehatan

reproduksi

1 item

jawaban

benar

16x1=16

3 Berhati-hati dalam

memilih teman

2 item

jawaban

benar

4x1=4

4 Meningkatkan amal

ibadah

3 item

jawaban

benar

4x1=4

5 Perhatian dan pemantauan orang

tua

4 item jawaban

benar

2x4=8

6 Tidak tahu 5 item

jawaban

benar

7x2=14

Jumlah 46

Dari tabel 8 diatas dapat diketahui bahwa

Pengetahuan responden tentang cara seseorang

menghindari seks diluar nikah di SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo tahun 2017 yang paling banyak dipilih

Page 70: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

66

adalah memilih 1 item jawaban yang benar diantara 6 buah

pilihan jawaban sebanyak 16 orang.

Tabel 9. Pengetahuan responden tentang cara

menghindari impuls seks terhadap lawan jenis (pacar)

di SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo Tahun

2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Meningkatkan diri

kepada Tuhan

Tidak tahu 4x1=4

2 Mendengarkan

nasehat orang tua

1 item

jawaban

benar

9x1=9

3 Menghindari berduaan

ditempat sepi

2 item

jawaban

benar

7x1=7

4 Menghindari sentuhan

yang sifatnya dapat

merangsang

3 item

jawaban

benar

11x1=11

5 Bersikap rasional dan wajar apabila jatuh

cinta

4 item jawaban

benar

3x2=6

6 Tidak tahu 5 item

jawaban

benar

16x2=32

Jumlah 69

Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa Pengetahuan

responden tentang cara menghindari impuls seks terhadap

lawan jenis (pacar) di SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten

Karo tahun 2017 yang paling banyak dipilih adalah

memilih jawaban tidak tahu diantara 6 buah pilihan

jawaban sebanyak 16.

Tabel 10. Pengetahuan responden tentang factor-

faktor yang menyebabkan remaja melakukan

hubungan seksual di SMA Negeri 1 Berastagi

Kabupaten Karo Tahun 2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Pergaulan yang

terlalu bebas

Tidak tahu -

2 Kurangnya

pengawasan dari

orang tua

1 item

jawaban benar

7x1=7

3 Mencoba-coba seks 2 item

jawaban benar

20x1=20

4 Tersedianya alat

kontrasepsi secara

bebas

3 item

jawaban benar

9x1=9

5 Toleransi yang terlalu longgar

4 item jawaban benar

4x2=8

6 Tidak tahu 5 item

jawaban benar

10x2=20

Jumlah 64

Dari tabel 10 diatas dapat diketahui bahwa

Pengetahuan responden tentang cara menghindari impuls

seks terhadap lawan jenis (pacar) di SMA Negeri 1

Berastagi Kabupaten Karo tahun 2017 yang paling banyak

dipilih adalah memilih 2 item jawaban yang benar diantara

6 buah pilihan jawaban yaitu sebanyak 20 orang.

Tabel 11. Pengetahuan responden tentang dampak

psikologis dari perilaku seks pranikah di SMA Negeri 1

Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Perasaan takut Tidak tahu 7x1=7

2 Depresi 1 item jawaban

benar

11x1=11

3 Rendah diri 2 item jawaban

benar

10x1=10

4 Cemas 3 item jawaban

benar

9x1=9

5 Merasa berdosa 4 item jawaban

benar

4x2=8

6 Tidak tahu 5 item jawaban

benar

9x2=18

Jumlah 63

Dari tabel 11 diatas dapat diketahui bahwa

Pengetahuan responden tentang dampak psikologis dari

perilaku seks pranikah di SMA Negeri 1 Berastagi

Kabupaten Karo tahun 2017 yang paling banyak dipilih

yaitu memilih 1 item jawaban yang benar diantara 6 buah pilihan jawaban sebanyak 11.

Tabel 12. Pengetahuan responden tentang Risiko yang

dihadapi remaja akibat perilaku seks pranikah di

SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Kehamilan yang

tidak diinginkan

Tidak tahu -

2 Belum siap untuk

mengahadapi

kehamilan dan

persalinan

1 item

jawaban benar

7x1=7

3 Menjadi orang tua

pada masa remaja

2 item

jawaban benar

14x1=14

4 Terpaksa menikah dini

3 item jawaban benar

9x1=9

5 Aborsi 4 item

jawaban benar

9x2=18

6 Tidak tahu 5 item

jawaban benar

11x2=22

Jumlah 70

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa

pengetahuan responden tentang Risiko yang dihadapi

remaja akibat perilaku seks pranikah di SMA Negeri 1

Berastagi Kabupaten Karo tahun 2017 yang paling banyak

dipilih adalah memilih 5 item jawaban yang benar diantara

6 buah pilihan jawaban yaitu sebanyak 11.

Page 71: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

67

Tabel 13. Pengetahuan responden tentang dampak

sosial yang timbul akibat melakukan seks pranikah di

SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Dikucilkan Tidak tahu 1x1=1

2 Putus sekolah

karena hamil

1 item

jawaban benar

4x1=4

3 Perubahan peran

menjadi seorang ibu

2 item

jawaban benar

15x1=15

4 Dianggap wanita

yang tidak bermoral

3 item

jawaban benar

12x1=12

5 Tekanan

masyarakat yang mencela keadaan

tersebut

4 item

jawaban benar

6x2=12

6 Tidak tahu 5 item

jawaban benar

12x2=24

Jumlah 68

Dari tabel 13 diatas dapat diketahui bahwa

Pengetahuan responden tentang dampak sosial yang timbul

akibat melakukan seks pranikah di SMA Negeri 1

Berastagi Kabupaten Karo tahun 2017yang paling banyak

dipilih yaitu memilih 2 item jawaban yang benar diantara 6

buah pilihan jawaban yaitu sebanyak 15 orang.

Tabel 14. Pengetahuan responden tentang alasan

remaja melakukan seks pranikah di SMA Negeri 1

Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Karena mereka

pelaku yang aktif

seksual

Tidak tahu 4x1=4

2 Karena suka dan

cinta pada

pasangannya

1 item

jawaban benar

19x1=19

3 Karena menyukai

seks tersebut

2 item

jawaban benar

15x1=15

4 Karena

keingintahuan yang

besar terhadap seks

itu sendiri

3 item

jawaban benar

6x1=6

5 Dorongan seksual yang tinggi

4 item jawaban benar

3x2=6

6 Tidak tahu 5 item

jawaban benar

3x2=6

Jumlah 56

Dari tabel 14 diatas dapat diketahui bahwa

Pengetahuan responden tentang alasan remaja melakukan

seks pranikah di SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo

tahun 2017 yang paling banyak dipilih adalah memilih 1

item jawaban yang benar diantara 6 buah pilihan jawaban

yaitu sebanyak 19.

Tabel 15. Pengetahuan responden tentang alasan lain

remaja mau melakukan hubungan seks sebelum

menikah di SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo

Tahun 2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Dipaksa oleh

pacarnya

Tidak tahu 7x1= 7

2 Suka sama suka 1 item

jawaban benar

15x1=15

3 Ingin mencoba 2 item

jawaban benar

7x1=7

4 Menanggap hubungan yang

intim sehingga tidak

perlu ada batasan

3 item jawaban benar

9x1=9

5 Mengganggap seks

merupakan bagian

dari cinta

4 item

jawaban benar

4x2=8

6 Tidak tahu 5 item

jawaban benar

7x2=14

Jumlah 60

Dari tabel 15 diatas dapat diketahui bahwa

Pengetahuan responden tentang alasan lain remaja mau

melakukan hubungan seks sebelum menikah di SMA

Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo tahun 2017 yang

banyak dipilih yaitu memilih 1 item jawaban yang benar diantara 6 buah pilihan jawaban yaitu sebanyak 15 orang.

Tabel 16. Pengetahuan responden tentang dampak

fisik yang timbul akibat hubungan seks pranikah di

SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2017

No. Pilihan Jawaban Jumlah

1 Kehamilan yang

tidak diinginkan

Tidak tahu 1x1=1

2 Penyakit menular

seksual

1 item

jawaban benar

12x1=12

3 Kemandulan 2 item

jawaban benar

13x1=13

4 Rasa sakitb yang

kronis

3 item

jawaban benar

11x1=11

5 HIV/AIDS 4 item

jawaban benar

4x2=8

6 Tidak tahu 5 item jawaban benar

9x2=18

Jumlah 63

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa

pengetahuan responden tentang alasan lain remaja mau

melakukan hubungan seks sebelum menikah di SMA

Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo tahun 2017yang paling

banyak dipilih yaitu memilih 2 item jawaban yang benar

diantara 6 buah pilihan jawaban yaitu sebanyak 13.

Jadi Jumlah item Pengetahuan = 839 / 1500 = 55,9

% jadi dikategorikan Skor Pengetahuan Siswa adalah

Kurang Baik.

Page 72: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

68

B. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa

usia responden pada penelitian ini adalah usia 14-18 tahun

disebut masa pertengahan remaja (Middle Adolescence).

Sehingga pada umur ini remaja sangat rentan akan

pergaulan bebas dan lebih mudah menerima informasi dari

luar khususnya tentang Seksual Pranikah.Pengetahuan

seksual pranikah remaja didapat dari berbagai sumber yaitu media elektronik,media cetak, teman guru dan orang tua.

Hasil penelitian ini, remaja memperoleh informasi tentang

seksual pranikah paling dominan dari internet ak sebanyak

42 orang (84%) dan paling sedikit dari tidak ada informasi

dari manapun sebanyak 1 orang (5,9%) dan yang lainnya

adalah dari guru,keluarga , teman-teman dan ini sesuai

dengan penelitian Oktarina(2009) orang yang memiliki

sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki

pengetahuan yang luas pula. Hal ini dikarenakan karena

ada anggapan tabu untuk berbicara seks yang masih

menancap dalam benak sebagian masyarakat. Akibatnya anak-anak yang beranjak remaja jarang yang mendapat

bekal pengetahuan seks yang cukup dari orang tua

sekalipun. Mereka paling tidak nyaman kalau membahas

soal seks dengan anggota keluarga.terkadang kesalahan

terletak pada orang tua itu sendiri yaitu dikarenakan orang

tua sering tidak memahami perubahan yang terjadi pada

remaja. Maka pendidikan seks bagi remaja menjadi

program yang harus segera dilaksanakan. Salah satu

informasi yang berperan penting bagi pengetahuan adalah

media massa. Pengetahuan masyarakat khususnya tentang

kesehatan bisa didapat dari berbagai sumber antara lain :

media cetak,tulis,elektronik, pendidikan sekolah dan penyuluhan.

Tingkat pengetahuan remaja tentang seks pranikah

SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo tahun 2017

menunjukkan bahwa responden berpengetahuan kurang

baik karena setelah dijumlahkan nilai item maka skornya

hanya 58% sedangkan dikategorikan baik jika skor item >

76% maka hal ini disesuaikan dengan teori Nursalam

(2008) yaitu remaja mampu menjawab dengan benar jika

skor nilai 76-100% dari semua pertanyaan. Hasil penelitian

tersebut tidak sesuai dengan penelitian penelitian Darmais

(2009) dengan hasil pengetahuan baik bisa mencapai 82,5%.

Pengetahuan merupakan faktor pemudah

(predisposing faktor) bagi siswa untuk terlaksananya

perilaku yang baik. Dengan demikian faktor ini menjadi

pemicu atau anteseden terhadap perilaku yang menjadi

atau motivasi bagi tindakannya akibat tradisi atau

kebiasaan,kepercayaan, tingkat pendidikan dan tingkat

social ekonomi (Notoatmodjo,S, 2007).

Menurut Sari S (2006) ada keeratan hubungan

antara pengetahuan dalam upaya untuk memperbaiki

perilaku. Dengan demikian meningkatkan pengetahuan

akan memberikan hasil yang cukup berarti memperbaiki perilaku. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers dalam

Sari S(2006) yang mengatakan bahwa pengetahuan

kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi

terbentuknya perilaku, dan perilaku yang didasari

pengetahuan akan bertahan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Umur responden yang terbanyak adalah umur 15 tahun

yaitu sebanyak 15 orang ( 44,1%) dan yang paling

sedikit berumur 14 dan 18 tahun masing-masing

sebanyak 1orang (2,9%).

2. Sumber informasi tentang kesehatan responden di SMA Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo tahun 2017

paling banyak adalah dari adalah media cetak dan

internet yaitu masing-masing 21 orang (61,8%) dan

paling sedikit dari telepon genggam dan tidak ada dapat

informasi dari manapun masing-masing sebanyak 2

orang (5,9%).

3. Pengetahuan responden tentang seks pranikah

sebagian besar berpengetahuan kurang baik yaitu

sebanyak 56% setelah dijumlah semua skor penilaian.

Saran 1. Perlunya upaya penyuluhan seks pranikah disertai

kesempatan untuk berkonsultasi dengan guru, konsultan

psikolog di sekolah atau guru agama. Peran guru

bimbingan dan penyuluhan (BP)pun sangat penting

sebaiknya pihak sekolah memberikan peningkatan

pengetahuan tentang seks pranikah pada siswa SMA

Negeri 1 Berastagi Kabupaten Karo dengan bertahap

dan berkelanjutan dari guru BP, instansi terkait dan

guru agamapun sebaiknya lebih menekankan pada

pendidikan moral.

2. Sebagai bahan acuan bagi penelitian ini hendaknya dapat dikembangkan pada penelitian ini selanjutnya

akan meneliti lebih luas tentang faktor-faktor penyebab

seks pranikah pada remaja.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar S,2009. Sikap Manusia Teori dan

Pengukurannya.Yogyakarta:Pustaka Pelajar offset.

Adikusumo I,2005. “Sikap Remaja Terhadap Seks Bebas

di Kota : Perspektif Kajian Budaya”.

Hidayat H,2007. Metode Kebidanan Teknik Analisa Data.

Salemba Medika.Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,

2011.Jakarta.

Notoatmodjo.S.,2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu

Perilaku. Rineka Cipta.Jakarta.

Sari S,2006. Hubungan faktor Predisposisi dengan Perilaku

Personal Higiene anak Jalanan

Bimbingan.Skripsi,Keperawatan Komunitas Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran Bandung.

Sarwono,S.W,2006. Psikologi Remaja.Jakarta. PT.Raja

Grafindo Persada.

Sugiyono,2007. Statistik Untk Penelitian.

Alfabeta.Bandung.

Page 73: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

69

ANALISIS PELAKSANAAN PELAYANAN GIGI DAN MULUT PASIEN

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS KABUPATEN

DELI SERDANG TAHUN 2015

Irma Syafriani Br Sinaga

ABSTRAK

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Kesehatan. Di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang masih ditemukan fasilitas kesehatan (peralatan dan bahan

habis pakai) yang belum lengkap seperti kondisi dental unit yang rusak atau tidak berfungsi dengan baik,

kompetensi dokter gigi dan perawat gigi masih belum bekerjasama dengan baik, serta pola komunikasi

tenaga kesehatan yang masih kurang terhadap pasien. Jenis Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif

dengan informan berjumlah 14 orang. Pengumpulan data dengan observasi dan wawancara mendalam.Hasil

penelitian menunjukkan bahwa fasilitas kesehatan di poli gigi berdasarkan Permenkes RI No 75 tahun 2014,

ketersediaannya masih belum terpenuhi dan ada dalam kondisi rusak; kompetensi dokter gigi dan perawat gigi dalam melaksanakan pelayanan masih belum terkoordinasi dengan baik; sudah memiliki SIK dan SIP,

namun perlu proses perpanjangan; belum pernah diadakan pendidikan/pelatihan; belum memiliki standar

operational prosedur (SOP) dalam menangani pasien; untuk pola komunikasi petugas kesehatan kepada

pasien belum sepenuhnya menunjukkan emphati terhadap keluhan pasien, khususnya lansia dan anak-anak.

Proses pelaksanaan pelayanan gigi dan mulut pasien JKN masih belum berjalan sesuai harapan, karena

masih ada tindakan pelayanan seperti penambalan hanya sesekali dilakukan di poli gigi dan ada pemungutan

biaya terhadap pelayanan scaling kepada pasien, yang tidak sesuai dengan manfaat yang ditawarkan oleh

JKN. Diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang segera membenahi fasilitas kesehatan serta

pendataan terhadap SIK dan SIP petugas. Perlu menjadi pertimbangan untuk perencanaan program ke depan

yaitu mengadakan kegiatan pendidikan/pelatihan bagi petugas kesehatan poli gigi sebagai penyegaran

kembali kompetensi petugas sesuai dengan perkembangan pengetahuan saat ini. Melaksanakan pelayanan

tanpa menambah beban biaya, jika merupakan manfaat bagi pasien JKN.

Kata Kunci : Pelayanan Gigi dan Mulut, Pasien JKN, Puskesmas

Page 74: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

70

THE ANALYSIS ON THE IMPLEMENTATION OF DENTAL AND ORAL CARE IN JKN (NATIONAL HEALTH INSURANCE) PATIENTS

AT PUSKESMAS OF DELI SERDANG DISTRICT, IN 2015

Irma Syafriani Br Sinaga

ABSTRACT

JKN (National Health Insurance) is organized by BPJS (Social Insurance Providing Agency). Puskesmas of

Deli Serdang District still lacks of health facility (equipment and consumables) like broken and dysfunctional

dental unit, lack of cooperation between dentists and dental nurses, and lack of communication between

health care providers and patients. The research used qualitative method with 14 informants. The data were

gathered by conducting observation and in-depth interviews. The result of the research showed that health facility, based on Permenkes No.75/2014, was inadequate and some were damaged; there was lack of

coordination between dentists and dental nurses; it had had SIK and SIP although it still needed prolonged

process; there was no education/training; there was no SOP (Operational Standard Procedure) in handling

patients; there was insufficient empathy from the health care providers for patients’ complaint, especially the

elderly patients’ and child patients’. It was also found that the process of the implementation of dental and

oral care in JKN patients was inadequate and in scaling service patient were charged although it was not in

accordance with JKN program. It is recommended that the Health Service of Deli Serdang District improve

the health facility and collect data on SIK and SIP personnel. Planning future program should be carried out

such as education/training for health care providers at Dental Polyclinic in order to refresh their

competence according the advancement in knowledge today. Without charging them for the benefit of JKN

patients.

Keywords: Dental and Oral Care, JKN Patients, Puskesmas

PENDAHULUAN Kesehatan merupakan modal dasar bagi manusia

agar dapat melaksanakan aktivitas hidup. Pelayanan kesehatan adalah hak bagi setiap rakyat Indonesia yang

dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)

dalam pembukaan yang menyebutkan bahwa negara

bertujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia

dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Upaya kesehatan gigi dan mulut dilaksanakan

sesuai dengan pola pelayanan di puskesmas, yang

bertujuan untuk mencapai keadaan kesehatan gigi dan

mulut masyarakat yang optimum dan secara khusus untuk

menambah kesadaran masyarakat akan pentingnya

pemeliharaan kesehatan gigi, memberikan perlindungan

khusus untuk memperkuat gigi dan jaringan penyangganya, serta mengurangi akibat-akibat yang

ditimbulkan oleh hal-hal yang merugikan kesehatan gigi

(Depkes RI, 2009).

Penyakit gigi dan mulut banyak menyerang

masyarakat. Namun oleh karena sifat-sifat penyakit ini

antara lain prosesnya lambat serta tidak mematikan maka

penderita tidak memberikan perhatian yang memadai

(Situmorang, 2001). Padahal kehilangan gigi juga

berdampak pada penurunan fungsional, psikologis dan

sosial dan mempunyai dampak negatif terhadap kualitas

hidup. Kesehatan mulut memengaruhi status gizi serta

berdampak pada kualitas hidup. Ini bisa menyebabkan

masalah kesehatan lainnya seperti diabetes, penyakit

jantung dan stroke serta prematur dan berat badan lahir

rendah (BBLR). Di Srilanka, sekitar 53% anak usia 6 tahun

pernah mengalami gangguan kesehatan gigi dan mulutnya,

di Filipina, sakit gigi jadi alasan umum ketidakhadiran

anak di sekolah. Sedangkan di negara maju seperti

Amerika Serikat, diketahui lebih dari 51 juta jam sekolah

hilang setiap tahunnya karena gangguan gigi. Kondisi ini

menunjukkan bahwa penyakit gigi walaupun tidak menimbulkan kematian, tetapi dapat memengaruhi kualitas

hidup atau menurunkan produktivitas kerja (Anggraeni,

2013).

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

2009, sebanyak 73% penduduk Indonesia mempunyai

masalah kesehatan gigi dan mulut yakni menderita karies

gigi. Menurut data Kemenkes RI (2009), sebanyak 89%

anak Indonesia dibawah 12 tahun menderita karies gigi.

Pelaksanaan program JKN saat ini memberikan

manfaat bagi masyarakat terhadap penerimaan jasa layanan

di fasilitas kesehatan (baik yang dibayar oleh pemerintah, dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja, dibayar oleh

peserta yang bersangkutan).

Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang sebagai

salah satu wadah di Sumatera Utara turut berkomitmen

menyukseskan penyelenggaraan JKN di Puskesmas

(sebagai FKTP BPJS) dengan jumlah 34 puskesmas di 22

kecamatan. Dengan jumlah kunjungan pasien berobat gigi

Page 75: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

71

pada tahun 2014 sebesar 18.202 orang (Data kesakitan/

LB1 Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang).

Berdasarkan survei pendahuluan, data

kunjungan pasien tahun 2014 di 2 (dua) poli gigi

puskesmas yang menjadi lokus penelitian, yaitu di

Puskesmas Muliorejo, sebesar 2.337 (1,6%) kunjungan

dari 145.735 penduduk, dan di Puskesmas Tanjung

Morawa, sebesar 3.052 (2,57%) kunjungan dari 118.604 penduduk (Laporan catatan kunjungan pasien

poli gigi puskesmas, 2014). Dengan demikian terlihat

bahwa jumlah pasien berkunjung ke poli gigi dan mulut

puskesmas masih rendah, belum mencapai target

nasional atau standar stratifikasi puskesmas untuk

kesehatan gigi dan mulut yang telah ditetapkan yaitu

4% dari jumlah penduduk wilayah kerja puskesmas.

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan

dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan

pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada pasien JKN

di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

bagaimana pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan

mulut kepada pasien JKN di Puskesmas Kabupaten Deli

Serdang.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif,

bertujuan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh

dan mendalam tentang pelaksanaan pelayanan gigi dan

mulut pasien JKN di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang

tahun 2015. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Tanjung

Morawa dan Puskesmas Muliorejo yang ada di Kabupaten

Deli Serdang.

Proses penelitian diawali dengan disetujuinya judul

penelitian, dilanjutkan dengan konsultasi, seminar

kolokium, penelitian lapangan, seminar hasil dan proses

akhir berupa komprehensif yang membutuhkan waktu

lebih kurang selama 8 (delapan) bulan terhitung bulan

Maret sampai dengan Oktober 2015.

Informan penelitian ini yaitu : Kepala Puskesmas,

Dokter gigi, Perawat gigi pada 2 (dua) puskesmas. Informan lainnya adalah masyarakat yaitu pasien poli gigi

sebagai sasaran dari penerima layanan.

HASIL

Masukan (Input)

Terdapat 3 (tiga) komponen yang menjadi

perhatian dalam penelitian ini, yaitu fasilitas kesehatan,

kompetensi dokter gigi dan perawat gigi serta pola

komunikasi dalam pelaksanaan pelayanan gigi dan mulut

pasien JKN di Puskesmas.

Fasilitas Kesehatan di Poli Gigi

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan

sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakat, puskesmas

perlu meningkatkan berbagai sarana pendukung pelayanan,

ini ditentukan untuk mewujudkan pelayanan bermutu,

profesionalisme, aman dan nyaman. PerMenKes RI No.75

tahun 2014 tentang Puskesmas, sudah ada diatur dan

ditetapkan mengenai set kelengkapan gigi dan mulut,

perlengkapan, bahan habis pakai yang harus disediakan

pada poli gigi.

Hasil observasi menunjukkan bahwa fasilitas

kesehatan di poli gigi belum terpenuhi atau tidak memadai

dan masih ada ditemukan beberapa alat kesehatan yang

tidak berfungsi dengan baik atau rusak yang perlu diperbaiki, seperti set kursi gigi elektronik, lampu dental

gigi, belum memiliki alat sterilisasi, alat cabut gigi untuk

anak-anak yang belum lengkap. Berdasarkan pengamatan

peneliti, fasilitas kesehatan di puskesmas masih belum

terpenuhi, kondisi air yang tidak baik menyebabkan

aktivitas pelayanan menjadi lambat, kondisi dental chair

yang rusak membuat ketidaknyamanan bekerja bagi

petugas, ini tentunya memengaruhi kegiatan pelayanan

kesehatan gigi dan mulut.

Hasil wawancara dan daftar tilik observasi

pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta tabel peralatan dan bahan habis pakai di puskesmas, ditemukan bahwa

kelengkapan sarana dan prasarana masih belum memadai,

masih ada alat kesehatan yang sudah tidak berfungsi

dengan baik, rusak, selain itu kondisi air bersih dalam

keadaan tidak mengalir (tersumbat). Hal ini tentunya

menyebabkan kegiatan pelayanan gigi dan mulut tidak

berlangsung dengan lancar dan berdampak kepada pasien

yang datang berobat untuk menerima layanan.

Kompetensi Dokter Gigi dan Perawat Gigi di Poli Gigi

Kompetensi dokter gigi dan perawat gigi adalah

mencakup kemampuan tenaga kesehatan (dokter gigi dan perawat gigi) untuk melakukan atau menyiapkan kegiatan

tertentu yang bersifat kompleks/komprehensif dalam

melayani masyarakat di poli gigi puskesmas sesuai

kewenangannya mencakup layanan promotif, preventif,

kuratif dan rehabiltatif, sehingga tercapai apa yang menjadi

harapan dari pasien.

Berdasarkan observasi terlihat kondisi dokter gigi

dan perawat gigi sama-sama melakukan tindakan

pelayanan ke pasien yang berbeda yaitu dokter gigi

melakukan penambalan di dental unit dan perawat gigi di

kursi kerja melakukan pencabutan gigi dewasa (molar tiga) tanpa pengawasan dokter gigi. Untuk scaling, dokter gigi

tidak mengijinkan perawat membantunya, jadi kurangnya

kerjasama. Selain itu dalam menjalankan tindakan ataupun

memberikan pelayanan kepada masyarakat, di poli gigi

Puskesmas Muliorejo tidak didukung dengan adanya

standar prosedur (SOP), dan ini berbeda dengan poli gigi

Puskesmas Tanjung Morawa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pegawai di

poli gigi sudah memiliki surat ijin praktek dokter gigi, juga

surat ijin kerja dikarenakan ini persyaratan kredensialing

dan syarat dalam pembagian jasa pelayanan. Berdasarkan

pengamatan peneliti dari nomor registrasi SIP dan SIK pegawai, bahwa masih ada pegawai yang surat ijin kerja

sudah habis masa berlakunya dan perlu proses pengurusan

kembali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk

profesi kesehatan yang ada di poli gigi puskesmas tidak

pernah dilakukan pendidikan dan pelatihan terkait

Page 76: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

72

kesehatan gigi dan mulut, hal ini dikarenakan puskesmas

lebih mengutamakan upaya kesehatan wajib puskesmas.

Pola Komunikasi di Poli Gigi

Kemampuan atau kepekaan tenaga kesehatan

terhadap perasaan pasien sangat memberi rasa nyaman

bagi pasien yang datang. Sikap dan emphati dari petugas

sangat memberi dampak positif bagi kepuasan pasien. Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap sikap

peka petugas terhadap pasien yang datang khususnya

pasien anak – anak, petugas cenderung tidak sabar dan

tidak mau memberikan perhatian yang lebih untuk

menciptakan kenyamanan pada pasien. Petugas kurang

memperlihatkan emphatinya kepada pasien khususnya

lansia dan anak –anak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa permintaan

persetujuan kepada pasien telah dilakukan sebelum

melaksanakan pelayanan kesehatan. Berdasarkan

pengamatan peneliti, untuk melakukan tindakan pelayanan kepada pasien, kadang petugas langsung melakukan

tindakan misal pencabutan gigi, tanpa meminta persetujuan

ke pasien.

Proses (Process)

Salah satu jenis pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan di puskesmas untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat adalah pelayanan di poli gigi. Program JKN

sendiri juga memberikan cakupan pelayanan yang dijamin

untuk pelayanan poli gigi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk

melakukan tindakan pelayanan kepada pasien, petugas kesehatan sudah memberikan penjelasan terhadap keluhan

pasien seperti pencabutan gigi, apakah sudah bisa

dilakukan tindakan atau masih perlu memakan obat sampai

kondisi gigi tidak sakit, pemeliharaan kebersihan gigi,

pemberian eugenol terhadap gigi yang berlobang dan sakit

sebelum ditambal. Namun menurut pengamatan peneliti,

saat pasien datang dengan keluhannya, untuk beberapa

kasus tidak memberikan penjelasan ataupun pemeriksaan

kepada pasien di kursi dental unit.

Berdasarkan hasil wawancara dengan sumber

informasi menunjukkan bahwa setelah melakukan tindakan pelayanan kepada pasien, pasien tidak dikenakan biaya,

namun untuk pelayanan pembersihan karang gigi, pasien

dikenakan tarif.

Keluaran (Output)

Output yang dihasilkan merupakan situasi ataupun

gambaran dari pelaksanaan pelayanan gigi dan mulut yang

dilakukan di puskesmas, yang mengacu pada Daftar Tilik

standar pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas

(Depkes, 2009), mencakup jumlah total kunjungan per

bulan, kunjungan rata-rata per hari, jumlah kunjungan

baru, jumlah kunjungan ulang, kasus gawat darurat, kasus rujukan dan rata-rata jenis tindakan pelayanan.

Laporan tentang pelayanan gigi dan mulut, dapat

dilihat berdasarkan data puskesmas pada tabel di bawah ini

:

Tabel 1. Jumlah Pelayanan Gigi dan Mulut Puskesmas

Tanjung Morawa dan Puskesmas Muliorejo

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

Pelayanan

Puskesm

as

Tanjung

Morawa

Puskesma

s

Muliorejo

Jumlah total

kunjungan setahun

3.052 2.337

Jumlah kunjungan

per bulan

254 195

Kunjungan rata-rata

per hari

8 6

Kunjungan baru 2.062 1.659

Kunjungan ulang 990 678

Jumlah kasus rujukan - 10

Jumlah rata-rata jenis

tindakan ;

a.pencabutan/ekstraks

i b.penambalan

c.scaling

d.pengobatan

1.396

32

22

1.602

1.140

54

34

1.109

PEMBAHASAN

Masukan (Input)

Terdapat 3 (tiga) komponen yang menjadi

perhatian dalam penelitian ini, yaitu fasilitas kesehatan,

kompetensi dokter gigi dan perawat gigi serta pola

komunikasi dalam pelaksanaan pelayanan gigi dan mulut

pasien JKN di Puskesmas.

Fasilitas Kesehatan di Poli Gigi

Analisis pelaksanaan pelayanan gigi dan mulut

pasien JKN pada puskesmas Tanjung Morawa dan

puskesmas Muliorejo dari keadaan fasilitas kesehatan poli

gigi, masih belum memenuhi standar dan masih perlu

adanya pemenuhan ataupun pemeliharaan terhadap

peralatan di poli gigi. Hal ini sejalan dengan penelitian

Andayasari (2014), menyatakan adanya hubungan yang

bermakna antara kegiatan pelayanan tambal dan cabut gigi

dengan kelengkapan alat kesehatan dan obat untuk poli

gigi di Puskesmas.

Kompetensi Dokter Gigi dan Perawat Gigi di Poli Gigi

Menurut Subekhi dan Jauhar (2012),

menyatakan pelatihan adalah program - program untuk

mempertahankan kemampuan melaksanakan pekerjaan

secara individual, kelompok dan atau berdasarkan

jenjang jabatan dalam organisasi.

Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa

perlu pembenahan baik peningkatan kompetensi

kepada dokter gigi dan perawat gigi melalui

pelaksanaan pendidikan atau pelatihan yang bertujuan

memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam waktu yang relatif singkat (pendek), pelatihan

berupaya menyiapkan para petugas melakukan

Page 77: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

73

pekerjaan yang dihadapi. Juga untuk pembenahan

tindakan pekerjaan yang sekarang maupun yang akan

datang dengan baik dalam rangka menyegarkan

kembali, untuk meningkatkan kemampuannya,

memperoleh informasi terkini tentang pelayanan

kesehatan gigi, memengaruhi sikap atau menambah

kecakapan di bidang kesehatan gigi sesuai

perkembangan pengetahuan saat ini.

Pola Komunikasi di Poli Gigi Kemampuan perilaku tenaga kesehatan dalam

memperlihatkan empatinya masih kurang dan perlu lebih

diterapkan lagi karena hal ini dapat membantu untuk

mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih

akurat untuk dokter atau perawat, lebih memberikan

dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan

efisien bagi keduanya, karena keberhasilan komunikasi

akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan sehingga

mudah untuk mengatasi permasalahan kesehatan gigi dan mulut yang dihadapi.

Hal ini sejalan dengan penelitian Binyamin (2012),

yang menyatakan bahwa komunikasi yang baik antara

tenaga kesehatan – pasien mempunyai hubungan dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di poli

gigi Puskesmas Kabupaten Asahan.

Dari pembahasan di atas dapat diambil

perbandingan bahwa untuk analisis pelaksanaan pelayanan

gigi dan mulut pasien JKN dilihat dari pola komunikasi

petugas di poli gigi, pada puskesmas Muliorejo masih

kurang diberikan secara baik oleh petugas kepada pasien

dibanding dengan puskesmas Tanjung Morawa, yang sudah mulai menerapkan pola komunikasinya melalui rasa

emphatinya kepada pasien yang datang. Proses (Process)

Menurut Peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2014, Cakupan Pelayanan yang akan diterima oleh peserta

yang datang ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di poli

gigi meliputi : Administrasi pelayanan, terdiri atas biaya

pendaftaran pasien dan biaya administrasi lain yang terjadi

selama proses perawatan atau pelayanan kesehatan lain ;

Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis ;

Premedikasi ; Kegawatdaruratan oro-dental ; Pencabutan

gigi sulung (topikal, infiltrasi) ; Pencabutan gigi permanen

tanpa penyulit ; Obat pasca ekstraksi ; Tumpatan

komposit/GIC ; Skeling gigi (1x dalam setahun).

Adanya biaya yang diminta kepada pasien dalam hal ini setelah menerima pelayanan pembersihan karang

gigi, memberikan kerugian bagi masyarakat yang baru

pertama sekali datang dan menerima tindakan tersebut,

karena ini tidak sesuai dengan manfaat yang seharusnya

mereka terima sebagai peserta JKN. Keluaran (Output)

Penelitian menunjukkan bahwa jumlah rata- rata

tindakan pelayanan poli gigi puskesmas Muliorejo lebih

banyak tindakan pencabutan sedangkan untuk poli gigi

puskesmas Tanjung Morawa adalah tindakan pengobatan,

yang diikuti dengan tindakan penambalan dan scaling.

Keadaan ini menunjukkan perlunya peningkatan

pelayanan poli gigi puskesmas, karena pelayanan yang

diberikan bukan hanya pencabutan saja, melainkan

perlunya pemberian penejelasan yang baik kepada pasien

agar mampu memelihara kesehatan gigi dan mulutnya. KESIMPULAN 1. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan

mulut pasien JKN, ketersediaan input meliputi : a. Fasilitas kesehatan di poli gigi puskesmas,

ditemukan ada dalam keadaan rusak dan masih

ada yang belum terpenuhi dan masih belum

sesuai dengan Permenkes RI No. 75 tahun

2014, baik di Puskesmas Muliorejo maupun di

Puskesmas Tanjung Morawa.

b. Kompetensi dokter gigi dan perawat gigi

dalam melaksanakan pelayanan di poli gigi

masih belum terbina baik, dimana dalam

memberikan pelayanan perawatan gigi dapat

dilakukan perawat gigi tetapi tidak dilakukan

pengawasan oleh dokter gigi sehingga harus ada kerjasama antara petugas kesehatan sesuai

dengan kompetensi tugas masing – masing,

baik di Puskesmas Muliorejo maupun

Puskesmas Tanjung Morawa.

c. Dalam melaksanakan pelayanan di poli gigi,

Puskesmas Tanjung Morawa sudah memiliki

SOP sebagai standar prosedur dalam

menangani pasien sedangkan Puskesmas

Muliorejo belum memilikinya.

d. Surat ijin praktek (SIP) dan Surat ijin kerja

(SIK) sudah terpenuhi oleh petugas kesehatan poli gigi namun masih perlu dilakukan proses

pengurusan kembali karena masa waktunya

yang sudah tidak berlaku lagi, baik untuk

Puskesmas Muliorejo maupun Puskesmas

Tanjung Morawa.

e. Untuk kegiatan pendidikan atau pelatihan bagi

petugas kesehatan gigi memang belum pernah

diadakan di Puskesmas Muliorejo maupun

Puskesmas Tanjung Morawa.

f. Pola komunikasi petugas kesehatan di poli gigi

Puskesmas Muliorejo kepada pasien belum

sepenuhnya menunjukkan emphati terhadap keluhan yang pasien rasakan, khususnya

pasien anak-anak dan lansia dan petugas

kurang memberikan penjelasan, namun tidak

demikian pada Puskesmas Tanjung Morawa,

yang sudah mulai menunjukkan emphati

terhadap keluhan pasien dimana petugas sudah

mampu memberikan penjelasan tentang

keadaan gigi dan mulut pasien.

2. Proses pelaksanaan pelayanan gigi dan mulut pasien jaminan kesehatan nasional baik di Puskesmas Muliorejo dan Puskesmas Tanjung Morawa masih belum berjalan sesuai dengan harapan, karena masih ada tindakan pelayanan seperti penambalan hanya sesekali dilakukan di poli gigi, karena bahan yang tidak lengkap dan alat yang tidak tersedia, selain itu ada pemungutan biaya terhadap pelayanan scaling kepada pasien, yang tidak sesuai dengan manfaat yang

Page 78: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

74

ditawarkan oleh JKN di poli gigi seperti tercantum pada Peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2014.

3. Pelayanan gigi dan mulut di poli gigi puskesmas lebih

banyak pada tindakan pengobatan yang kemudian diikuti tindakan pelayanan pencabutan, penambalan dan pembersihan karang gigi.

SARAN 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang segera

membenahi fasilitas peralatan dan bahan habis pakai di poli gigi puskesmas dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat yang datang berobat dan perlunya menelusuri ataupun mengadakan pendataan terhadap SIP dan SIK petugas kesehatan yang sudah tidak berlaku atau yang perlu proses pengurusan kembali.

2. Puskesmas Muliorejo hendaknya menindaklanjuti proses kerja di ruang poli gigi, yaitu dengan menetapkan SOP untuk menjadi kerangka kerja petugas dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

3. Puskesmas Muliorejo dan Puskesmas Tanjung Morawa ; perlu menjadi pertimbangan untuk perencanaan program ke depan dalam hal mengadakan kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi petugas kesehatan poli gigi sebagai penyegaran kembali kompetensi petugas sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan persaingan saat ini. Agar tenaga kesehatan poli gigi lebih meningkatkan lagi bentuk perhatian mereka kepada pasien dengan menciptakan komunikasi yang efektif dan memberi rasa emphatinya melalui penjelasan yang disampaikan maupun penanganan terhadap keluhan pasien. Juga melaksanakan setiap pelayanan tanpa menambah beban biaya, seperti biaya scaling dimana untuk scaling/pembersihan karang gigi untuk pasien JKN yang baru pertama kali adalah gratis, dan ini memang merupakan manfaat bagi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Z, R., 2013. Pencegahan Penyakit Gigi Belum

Efektif. (Kompas online). Diakses pada tanggal

22Juni2015;(http://health.kompas.com/read/201

3/09/07/0704446/Pencegahan.Penyakit.Gigi.Bel

um.Efektif/

Andayasari, Lely, 2012. Gangguan Muskuloskeletal Pada

Praktik Dokter Gigi Dan Upaya

Pencegahannya. Media Litbang Kesehatan

Volume 22 Nomor 2, Juni Tahun 2012.

Binyamin, 2012. Hubungan Komunikasi Dokter Pasien,

Fasilitas Yang Tersedia Dan Persepsi Pasien

Dengan Pemanfaatan Pela yanan Kesehatan

Gigi Di Puskesmas Kabupaten Asahan, Tesis.

FKM - USU. Medan.

Departemen Kesehatan RI, Direktorat Bina Pelayanan

Medik Dasar Ditjen Bina Pelayanan Medik,

2009. Standar Pelayanan Kesehatan Gigi Dan

Mulut Di Puskesmas, Jakarta.________,. Badan

Litbang Depkes, Survei Kesehatan Rumah

Tangga Tahun 2009, Jakarta

Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, 2014. Laporan

Bulanan (LB1) Data Kesakitan Pelayanan Gigi

dan Mulut, Lubuk Pakam.

Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan

Jaminan Kesehatan, Jakarta.

Puskesmas Mulyorejo, Buku Catatan Laporan Kunjungan

Pasien Poli Gigi Dan Mulut Tahun 2014

Puskesmas Mulyorejo.

Puskesmas Tanjung Morawa, Buku Catatan Laporan

Kunjungan Pasien Poli Gigi Dan Mulut Tahun

2014 Puskesmas Tanjung Morawa.

Situmorang, N., 2001. Penyakit Gigi dan Mulut Serta

Pengaruhnya terhadap Kualitas Hidup. Dentika

Dental Journal, Vol 6 No.1, FKG – USU,

Medan.

Subekhi, A.; M. Jauhar, 2012. Pengantar Manajemen

Sumber Daya Manusia (MSDM), Jakarta :

Prestasi Pustakarya.

Page 79: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

75

PENGARUH METODE BERCERITA DENGAN GAMBAR TERHADAP

PERKEMBANGAN BAHASA ANAK MENGGUNAKAN DENVER II PADA

USIA 3-5 TAHUN DI YAYASAN PUTERI SION MEDAN TAHUN 2017

(1) Tiurlan Mariasima Doloksaribu, (2) Adelima Simamora, (3)Sriningsih Sinaga

ABSTRAK

Perkembangan bahasa merupakan aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk memberikan

respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. Bercerita bertujuan mengembangkan

kemampuan berbahasa anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan bahasa anak

menggunakan instrument Denver II sebelum dan setelah dilakukan metode bercerita dengan gambar pada

anak usia 3-5 tahun. Jenis dan desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen (eksperimen semu)

dengan rancangan penelitian one group pretest-posttest. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data

adalah lembar ceklis Denver II. Populasi dalam penelitian adalah anak usia 3-5 tahun yang merupakan murid

di Yayasan Putri Sion Medan. Sampel diambil dengan teknik total sampling sebanyak 19 responden. Hasil

penelitian menyebutkan sebelum intervensi bercerita dengan gambar, kemampuan bahasa anak berada pada

kategori keterlambatan ada sebanyak 3 orang (15.8%) sedangkan setelah intervensi bercerita kemampuan bahasa paling rendah adalah kategori peringatan sebanyak 3 anak (15.8%). Dari hasil uji statistik didapat

hasil yang signifikan dimana P=0,000 dengan nilai rata-rata 0.79 artinya terdapat peningkatan kemampuan

bahasa pada anak sebesar 0.79 kali setelah dilakukan intervensi bercerita dengan gambar. Dari hasil

penelitian dapat disimpulkan Ha diterima dan Ho ditolak : ada pengaruh bercerita dengan gambar terhadap

kemampuan bahasa anak umur 3-5 tahun. Disarankan kepada guru-guru di Yayasan Puteri Sion Medan

melakukan kegiatan metode bercerita sesering mungkin untuk meningkatkan kemampuan bahasa pada anak.

Kata kunci : bahasa, bercerita, dan gambar

ABSTRACT

Language development is an aspect that relates to a child's ability to respond to sounds, follow orders and

speak spontaneously. Storytelling aims to develop children's language skills. This study aims to determine

the effect of children's language skills before and after the method of telling a story with pictures in children

aged 3-5 years. The research type and design used was quasi experiment (quasi experiment) with one group

pretest-posttest research design. The tool used in data collection is the Denver II checklist. The population in

the study are children aged 3-5 years who are students at Yayasan Puteri Sion Medan. Samples were taken

with total sampling technique of 19 respondents. The results of this study were obtained before the

intervention of storytelling language ability of the category of delay category there were as many as 3 people (15.8%) whereas after intervention told the lowest language ability was warning category as many as 3

children (15.8%). From the statistical test results obtained a significant result where P = 0,000 with an

average value of 0.79. From the results of the study can be concluded Ha accepted and Ho rejected means

there is influence tells the story with the image of the language ability of children aged 3-5 years. It is

recommended for Yayasan Puteri Sion Medan, Institution and further researcher to make story telling

method to improve child language ability and reference for further research.

Keywords: language, storytelling, and pictures

PENDAHULUAN

Anak merupakan individu yang unik, dimana

mereka mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai

dengan tahapan usia. Untuk mencapai tugas pertumbuhan

dan perkembangannya kita perlu memfasilitasinya

(Cahyaningsih, 2014). Pertumbuhan dan perkembangan

anak berlangsung secara teratur, berkaitan, dan

berkesinambungan. Setiap anak akan melewati suatu pola

tertentu yang merupakan tahapan pertumbuhan dan

perkembangan yaitu masa janin di dalam kandungan, masa

setelah lahir terdiri dari masa neonatus (usia 0-28 hari),

masa bayi (usia 1-12 bulan), masa toddler (usia 1-3 tahun),

masa pra sekolah (usia 4-6 tahun), masa sekolah (usia 7-13

tahun), masa remaja (14-18 tahun).

Page 80: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

76

Bahasa merupakan aspek yang berhubungan

dengan kemampuan untuk memberikan respon

terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti

perintah. Kemampuan berbahasa merupakan indikator

seluruh perkembangan anak, karena kemampuan

berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kelainan

pada sistem lainnya, seperti kemampuan kognitif,

sensorimotor, psikologis, emosi dan lingkungan

disekitar anak (Depkes dalam Soetjiningsih, 2015).

Untuk dapat berbicara, anak harus dapat mendengar,

dapat mengartikan apa yang didengar, memerintahkan mulut untuk berbicara dan mampu menggerakkan alat

bicara dengan baik (Maryunani, 2010). Bercerita

merupakan kegiatan mengisahkan dongeng kepada

pendengar dengan cara, metode dan media tertentu.

Kegiatan ini termasuk kemampuan produktif di dalam

aspek berbahasa, yaitu berbicara (Meity, 2014). Dhieni

(2011), tujuan bercerita yaitu mengembangkan

kemampuan berbahasa anak, mengembangkan

kemampuan berpikirnya, menanamkan pesan-pesan

moral yang baik dan melatih daya ingat atau memori

pada anak. Media gambar adalah media yang paling umum dipakai karena mempermudah anak menerima

informasi.

Survei pendahuluan di Yayasan Puteri Sion

Medan tanggal 16 Desember 2016 dari 65 orang anak,

diantaranya 16 anak PAUD, 25 anak TK B1, dan 24

anak TK B2. Jumlah anak yang berumur 3-5 tahun

sebanyak 19 orang. Informasi dari Kepala Sekolah

Yayasan Puteri Sion Medan, ada beberapa anak yang

mengalami keterlambatan dalam berbicara, dimana

kemampuan bicara anak tidak sesuai umurnya,

kemungkinan akibat kesibukan orangtua sehingga anak

jarang diajak berkomunikasi. Depkes, (2006) terdapat 4 aspek perkembangan

anak yaitu perkembangan motorik kasar, motorik halus,

bahasa dan sosialisasi. Kemampuan Bahasa adalah

aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk

memberikan respon terhadap suara, berbicara,

berkomunikasi, mengikuti perintah, dsb. Pola

perkembangan bahasa sebagian besar hanya bisa

diperoleh anak melalui interaksi, percakapan maupun

dialog dengan orang dewasa. Melalui berbagai

aktivitas, anak-anak akan mendapatkan model

berbahasa, memperluas pengertian, mencakup kosa kata yang ekspresif, dan menjadi motivasi anak-anak

dalam berinteraksi dengan orang lain atau kehidupan

sosial.

Stimulasi Perkembangan Anak adalah kegiatan

merangsang kemampuan dasar anak usia 0-6 tahun agar

berkembang secara optimal. Setiap anak perlu

mendapat stimulasi rutin secara dini dan terus menerus

pada setiap kesempatan (Sulistyawati, 2014). Denver

Development Screening Test (DDST) adalah suatu

metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak.

Penelitian Borowitz tahun 1986 menunjukkan bahwa

DDST dapat mengidentifikasi lebih setengah anak

dengan kelainan bicara. Frankerburg melakukan revisi

dan standarisasi kembali DDST pada tugas perkembangan di sektor bahasa. Hasil revisi dari DDST

tersebut dinamakan Denver II. Tujuan dari tes Denver

II ini adalah untuk menilai tingkat perkembangan anak

sesuai dengan tugas untuk kelompok umurnya saat di

tes. Cara Skoring Penilaian Item Tes Denver II : (1) P :

Passed/L = Lulus/lewat (Anak dapat melakukan item

dengan baik dan peneliti memberi laporan (tepat/dapat

dipercaya) bahwa anak dapat melakukannya) (2) F:

Fail/G=gagal (Anak tidak dapat melakukan ujicoba

dengan baik dan peneliti memberi laporan anak tidak

dapat melakukannya dengan baik) (3) NO:No Opportunity/TAK= Tidak Ada Kesempatan (Anak

tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan item

karena ada hambatan. Skor ini hanya digunakan untuk

item yang ada kode L/Laporan orang tua atau pengasuh

anak) (4) R: Resufal/M=menolak (Anak menolak

melakukan tes oleh karena faktor sesaat, misalnya ;

lelah, menangis, mengantuk )

METODE PENELITIAN

Jenis dan desain penelitian adalah quasi

eksperimen (eksperimen semu) dengan rancangan

penelitian one group pretest-posttest (Notoatmodjo, 2016), digunakan untuk menganalisis perbedaan

kemampuan berbahasa anak sebelum dan setelah

dilakukan metode bercerita dengan gambar. Populasi

penelitian adalah seluruh anak yang berusia 3-5 tahun

di Yayasan Puteri Sion Medan berjumlah 19 orang

pada bulan Desember 2016. Pemilihan sampel adalah

total sampling.

Sampel dalam penelitian ini adalah 19 orang. Data

primer dikumpulkan saat penelitian dengan cara observasi

menggunakan lembar observasi kemampuan bahasa

berdasarkan instrumen Denver II dan data sekunder yaitu data anak diperoleh dari Yayasan Puteri Sion Medan 2017.

Waktu penelitian dimulai tanggal 31 Mei – 15 Juni 2017

dengan tempat penelitian yaitu di Yayasan Puteri Sion

Medan.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kemampuan perkembangan bahasa berdasarkan usia gestasi di Yayasan Puteri

Sion Medan Tahun 2017

No Usia Gestasi Kemampuan Perkembangan Bahasa

Lebih Normal Peringatan Keterlambatan TAK

1 < 37 minggu 0 0 0 1 0

2 37-40 minggu 1 4 6 2 2

3 >40 minggu 1 1 1 0 0

Total 2 5 7 3 2

Page 81: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

77

Berdasarkan Usia Gestasi dari 19 responden, mayoritas

pada usia gestasi 37-40 minggu sebanyak 15 anak (78%) 6 diantaranya pada kategori peringatan dan minoritas pada

usia gestasi <37 minggu terdapat 1 anak (5.3%) pada

kategori keterlambatan.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi kemampuan perkembangan bahasa berdasarkan umur sebelum intervensi

bercerita dengan gambar di Yayasan Puteri Sion Medan Tahun 2017.

Umur Umur

perkembangan

Kemampuan perkembangan bahasa

Kronologis Lebih Normal Peringatan Keterlambatan TAK

n % n % n % n % n %

3 tahun 2 bulan 3 tahun 0 bulan 0 0 0 0 1 5.3 0 0 0 0

3 tahun 4 bulan 3 tahun 3 bulan 0 0 0 0 2 10.5 1 5.3 0 0

3 tahun 7 bulan 3 tahun 6 bulan 0 0 0 0 1 5.3 0 0 0 0

4 tahun 1 bulan 4 tahun 0 bulan 0 0 2 10.5 1 5.3 1 5,3 0 0

4 tahun 3 bulan 4 tahun 3 bulan 1 5.3 1 5.3 1 5.3 0 0 1 5.3

4 tahun 7 bulan 4 tahun 6 bulan 1 5.3 0 0 1 5.3 0 0 1 5.3

4 tahun 9 bulan 4 tahun 9 bulan 0 0 2 10.5 0 0 0 0 0 0

5 tahun 0 bulan 5 tahun 0 bulan 0 0 0 0 0 0 1 5.3 0 0

Total 2 10.5 5 26.3 7 36.8 3 15.8 2 10.5

Berdasarkan tabel diatasterdapat kategori

keterlambatan sebanyak 3 anak (15.8%) pada umur

perkembangan 3 tahun 3 bulan, 4 tahun 0 bulan dan 5

tahun 0 bulan.

Tabel 3 Distribusi Frekuensi kemampuan bahasa berdasarkan umur setelah intervensi bercerita dengan

gambar di Yayasan Puteri Sion Medan Tahun 2017.

Umur Umur

perkembangan

Kemampuan bahasa

Kronologis Lebih Normal Peringatan Keterlambatan TAK

n % n % n % n % n %

3 tahun 2 bulan 3 tahun 0 bulan 0 0 1 5.3 0 0 0 0 0 0

3 tahun 4 bulan 3 tahun 3 bulan 2 10.5 1 5.3 1 5.3 0 0 0 0

3 tahun 7 bulan 3 tahun 6 bulan 0 0 2 10.5 1 5.3 0 0 0 0

4 tahun 1 bulan 4 tahun 0 bulan 0 0 1 5.3 0 0 0 0 0 0

4 tahun 3 bulan 4 tahun 3 bulan 2 10.5 1 5.3 0 0 0 0 1 5.3

4 tahun 7 bulan 4 tahun 6 bulan 1 5.3 1 5.3 0 0 0 0 1 5.3

4 tahun 9 bulan 4 tahun 9 bulan 2 10.5 0 0 0 0 0 0 0 0

5 tahun 0 bulan 5 tahun 0 bulan 0 0 0 0 1 5.3 0 0 0 0

Total 7 36.8 7 36.8 3 15.8 0 0 2 10.5

Berdasarkan table, tdak terdapat kemampuan perkembangan

bahasa anak pada kategori keterlambatan (0%) dan

kemampuan paling rendah yaitu pada kategori peringatan

sebanyak 3 anak (5.3%) pada umur 3 tahun 3 bulan, 4 tahun 0

bulan, dan 5 tahun 0 bulan.

Tabel 4 Distribusi frekuensi kemampuan perkembangan bahasa berdasarkan jenis kelamin sebelum

dilakukan metode bercerita dengan gambar di Yayasan Puteri Sion Medan Tahun 2017

Jenis kelamin

Kemampuan bahasa pre tes Total

Lebih Normal Peringatan Keterlambatan TAK

N % n % n % n % n % n %

laki-laki 1 5.3 2 10.5 4 21.1 1 5.3 1 5.3 9 47.4

Perempuan 1 5.3 3 15.8 3 15.8 2 10.5 1 5.3 10 52.6

Total 2 10.5 5 26.3 7 36.8 3 15.8 2 10.5 19 100

Berdasarkan table, kemampuan perkembangan bahasa

anak pada kategori keterlambatan ada sebanyak 3 anak

(15.8%), 2 anak (10.5%) berjenis kelamin perempuan dan

1 anak (5.3%) berjenis kelamin laki-laki

Page 82: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

78

Tabel 5 Distribusi frekuensi kemampuan bahasa berdasarkan jenis kelamin setelah dilakukan metode bercerita dengan gambar di Yayasan Puteri Sion Medan Tahun 2017.

Jenis kelamin

Kemampuan bahasa post tes Total

Lebih Normal Peringatan Keterlambatan TAK

n % n % n % n % n % n %

laki-laki 3 15.8 4 21.1 1 5.3 0 0 1 5.3 9 47.4

Perempuan 4 21.1 3 15.8 2 10.5 0 0 1 5.3 10 52.6

Total 7 36.8 7 36.8 3 15.8 0 0 2 10.5 19 100

Berdasarkan tabel kemampuan perkembangan bahasa

pada kategori lebih terdapat 7 anak (36.8%) 4 anak

(21.1%) berjenis kelamin perempuan dan 3 anak (15.8%)

berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 6 Kemampuan Perkembangan Bahasa sebelum dan setelah dilakukan metode bercerita dengan

gambar di Yayasan Puteri Sion Medan Tahun 2017.

No Kategori

kemampuan

Pre tes Post tes

n % n %

1. Lebih 2 10.5 7 36.8

2. Normal 5 26.3 7 36.8

3. Peringatan 7 36.8 3 15.8

4. Keterlambatan 3 15.8 0 0

5. TAK 2 10.5 2 10.5

Total 19 100 19 100

Distribusi frekuensi responden berdasarkan kemampuan

bahasa anak sebelum dan sesudah bercerita didapatkan

peningkatan kemampuan bahasa anak dimana sebelum

bercerita terdapat kategori keterlambatan sebanyak 3 anak (15.8%), sedangkan setelah bercerita kemampuan

peringatan berkurang menjadi 3 anak (15.8%) dari

sebelumnya, kemampuan keterlambatan tidak ada.

Tabel 7 Perbedaan kemampuan bahasa responden sebelum dan setelah intervensi bercerita dengan

gambar di Yayasan Puteri Sion Medan Tahun 2017.

Tabel 7. menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan

bahasa dengan rata-rata sebesar 0.79 lebih baik setelah

diberikan intervensi. Dapat disimpulkan bahwa adanya

pengaruh bercerita dengan gambar terhadap

kemampuan bahasa karena P Value = 0.000 atau P

Value < 0,05.

Pembahasan

Kemampuan bahasa yang baik memungkinkan anak untuk berkomunikasi dengan teman-teman dan

orang-orang disekitarnya. Bahasa merupakan bentuk utama

dalam mengekpresikan pikiran dan pengetahuan bila anak

berhubungan dengan orang lain. Anak yang sedang

tumbuh dan berkembang mengkomunikasikan kebutuhan,

pemikiran dan perasaan melalui bahasa dengan kata-kata

yang mempunyai makna (Septyani dan Eri, 2014).

Bercerita mampu mempengaruhi pola pikir anak

untuk lebih berkualitas karena dalam sebuah cerita atau

kisah memiliki fungsi pesan yang sangat penting bagi

perkembangan jiwa anak (Meity, 2014). Hubungan bercerita terhadap kemampuan bahasa sangat erat

kaitannya, karena dengan bercerita anak mendapatkan

pengetahuan melalui proses asimilasi yaitu mengevaluasi

dan mencoba memahami informasi baru, berdasarkan

pengetahuan dunia yang sudah dimiliki (Upton, 2012).

Gambar merupakan media yang sangat penting untuk anak

karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan

anak yang sangat baik dalam menerima informasi (Dhieni,

2011).

Berdasarkan hasil penelitian kemampuan bahasa

anak sebelum bercerita dengan gambar, kemampuan

bahasa kemampuan bahasa kategori lebih sebanyak 2 anak

(10.5%), kategori normal sebanyak 5 anak (26.3%),

kemampuan bahasa kategori peringatan sebanyak 7 anak

(36.8%), kemampuan bahasa kategori keterlambatan

sebanyak 3 anak (15.8%) dan kemampuan bahasa kategori TAK (tidak ada kesempatan) sebanyak 2 anak (10.5%),

sedangkan setelah dilakukannya metode bercerita dengan

gambar, kemampuan bahasa kategori lebih sebanyak 7

anak d (36.8%), kemampuan bahasa kategori normal

sebanyak 7 anak (36.8%) dan kemampuan bahasa kategori

peringatan sebanyak 3 anak (10.5%) dan TAK (tidak ada

kesempatan) sebanyak 2 anak (10.5%).

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa, dari 19

responden mayoritas pada usia gestasi 37-40 minggu

sebanyak 15 anak (78%) 6 diantaranya pada kategori

peringatan dan minoritas pada usia gestasi <37 minggu terdapat 1 anak (5.3%) pada kategori keterlambatan. Pada

penelitian ini ada 3 anak yang mengalami keterlambatan

dan 1 diantaranya pada usia gestasi 36 minggu. Terdapat

pengaruh usia gestasi terhadap kemampuan perkembangan

bahasa anak dimana anak yang lahir prematur

perkembangannya akan lebih lambat dibanding anak yang

lahir normal dan penelitian ini sejalan dengan teori

Soetjiningsih (2015) bahwa lahir cepat dari kelahiran

normal akan mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangannya. Anak yang lahir prematur akan

Kemampuan

bahasa

Mean SD P Value

Sebelum 2.89 1.15 0.000

Setelah 2.10 1.24

Page 83: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

79

mengalami keterlambatan pertumbuhan dan

perkembangan dibanding anak yang lahir normal. Berdasarkan tabel 2 diketahui dari 19 responden

sebelum intervensi bercerita dengan gambar, terdapat

kategori keterlambatan sebanyak 3 anak (15.8%) pada

umur perkembangan 3 tahun 3 bulan, 4 tahun 0 bulan dan

5 tahun 0 bulan. Tabel 3 diketahui dari 19 responden

setelah dilakukan metode bercerita dengan gambar,

kemampuan perkembangan bahasa anak tidak ada pada

kategori keterlambatan (0%) dan kemampuan paling

rendah yaitu pada kategori peringatan sebanyak 3 anak

(5.3%) pada umur 3 tahun 3 bulan, 4 tahun 0 bulan, dan 5

tahun 0 bulan. Menurut peneliti ada pengaruh umur

terhadap kemampuan bahasa anak, dimana setiap pertambahan umur kemmapuan anak akan bertambah

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meliana

Sari (2015) seiring dengan perkembangan dan

pertumbuhan anak, maka kemampuan anak dalam

berbahasa juga akan semakin berkembang sesuai dengan

tahap perkembangannya. Hurlock, P. (1995)

mengemukakan bahwa “usia 18 bulan sampai 5 tahun

merupakan periode anak belajar berbicara dengan cepat

dan menguasai kemampuan berbicara”. Tabel 4

menunjukkan bahwa sebelum dilakukan metode bercerita

dengan gambar anak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 9 anak (47.4%) dan perempuan sebanyak 10 anak (52.6%)

pada kategori keterlambatan 2 anak (10.5%) berjenis

kelamin perempuan dan 1 anak (5.3%) berjenis kelamin

laki-laki. Berdasarkan tabel 5 setelah bercerita dengan

gambar pada kategori lebih terdapat 7 anak (36.8%) 4

diantaranya berjenis kelamin perempuan dan 3 anak

(15.8%) berjenis kelamin laki-laki. Terdapat pengaruh

jenis kelamin terhadap kemampuan perkembangan bahasa

anak dimana anak perempuan lebih aktif dalam

berkomunikasi, anak perempuan lebih banyak bicara

dibanding anak laki-laki dan penelitian ini sejalan dengan

penelitian Dewi dan Ennes (2015), pada tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria

dan wanita. Namun mulai usia dua tahun, anak wanita

menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari anak

pria (Syamsu, 2011). Hasil analisis data penelitian dilihat

bahwa terjadi peningkatan kemampuan bahasa dengan

rata-rata sebesar 0.79 kali lebih baik setelah diberikan

diberikan intervensi bercerita dengan gambar. Dapat

disimpulkan bahwa adanya pengaruh bercerita dengan

gambar terhadap kemampuan bahasa anak dimana P Value

= 0.000 atau P Value < 0,05.

Kesimpulan

1. Usia gestasi berpengaruh terhadap

kemampuan perkembangan bahasa anak,

dimana anak dengan usia gestasi ≤36 minggu

mengalami keterlambatan perkembangan

bahasa dibandingkan dengan anak dengan

kehamilan 37-42 minggu.

2. Adanya pengaruh sebelum dan sesudah

bercerita dengan gambar terhadap kemampuan

bahasa anak berdasarkan umur perkembangan,

dimana sebelum intervensi kategori keterlambatan ada sebanyak 3 anak sedangkan

setelah intervensi kategori lebih dan normal

meningkat, kategori peringatan berkurang dan keterlambatan tidak ada

3. Adanya pengaruh bercerita dengan gambar

terhadap kemampuan perkembangan bahasa

anak berdasarkan jenis kelamin dimana anak

perempuan memiliki kemampuan bahasa yang

lebih baik dibandingkan anak laki-laki.

4. Adanya peningkatan kemampuan bahasa

setelah dilakukan intervensi bercerita dengan

gambar dengan rata-rata peningkatan 0.76 kali

lebih baik setelah diberikan intervensi.

5. Hasil uji statistik t-test menunjukkan

kemampuan bahasa sesudah dilakukan intervensi bercerita dengan gambar berbeda

secara signifikan yaitu nilai P value <0,05

yang artinya bahwa Ho ditolak dan Ha

diterima. Sehingga dapat dinyatakan bahwa

pelaksanaan bercerita dengan gambar dapat

memberikan pengaruh terhadap kemampuan

bahasa anak umur 3-5 tahun.

Saran

1. Yayasan Puteri Sion Medan Diharapkan

kepada guru khususnya guru-guru TK di ruangan kelas TK yang berhubungan dengan

anak dapat langsung memberikan intervensi

bercerita dengan gambar untuk meningkatkan

kemampuan bahasa anak.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyaningsih,S,D., (2014). Pertumbuhan Perkembangan

Anak dan Remaja. Jakarta: CV.Trans Info Media.

Daulay S,. (2012). Pemerolehan & Pembelajaran Bahasa.

Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Depkes RI, (2006). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,

Deteksi Dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak

Ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta.

Dewi,C,R, dkk, ( 2015). Teori & Konsep Tumbuh

Kembang Bayi, Toddler, Anak dan Usia Remaja.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Dewi dan Ennes (2015) STIKES RS. Baptis Kediri Jl.

Mayjed. Panjaitan No. 3B Kediri. Faktor Kesehatan,

Intelegensi, Dan Jenis Kelamin Mempengaruhi

Gangguan Perkembangan Bahasa Anak Prasekolah.

Laily,L,I., dkk, (2014). Universitas Negeri Surabaya.

Pengaruh Metode Cerita Bermedia Gambar Seri

Terhadap Kemampuan Berbicara Anak Kelompok B

Di TK Muslimat NU 38. Program Studi PG-PAUD,

Fakultas Ilmu Pendidkan.

Lilis dan Ati’ul (2014). STIKes Muhammadiyah

Lamongan Program Studi S1 Keperawatan dan D-III

Kebidanan. Peran Stimulasi Orang Tua Terhadap

Perkembangan Bahasa Pada Anak Toddler di

Mayangkawis - Balen – Bojonegoro.

Kathryn, G, dkk. (2016) Konseling Anak- Anak Panduan

Praktis. Jakarta : Indeks

Page 84: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

80

Maryunani A., (2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam

Kebidanan. Jakarta: CV.Trans Info Media.

Meity,I,H.,( 2014). Meningkatkan Kecerdasan Anak

Melalui Dongeng. Jakarta: PT. Luxima Metro Media.

Notoatmodjo S., (2016). Metodologi Penelitian Kesehatan.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nugraha A,,S,M., dkk, (2014). Universitas Pendidikan

Ganesha.Vol 4.Penggunaan Metode Bercerita

Dengan Media Gambar Dalam Upaya

Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Dan Sikap

Mandiri Anak Kelompok A TK Negeri Pembina

Bangli Tahun Ajaran 2012/2013. E-Journal Program

Pascasarjana Universitas Pendidikan

Ganesha.Program Studi Pendidikan Dasar.

Nur dan Iswinarti (2016). Fakultas Psikologi, Universitas

Muhammadiyah Malang.

Pengaruh Mendengarkan Dongeng Terhadap

Kemampuan Bahasa Pada Anak Prasekolah di

PAUD/KB Bunda Aini Malang.

Nursalam., dkk, ( 2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan

Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta: Salemba

Medika.

Page 85: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

81

PENGARUH AROMATHERAPI,RELAKSASI OTO PROGRESIF

TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN IBU HAMIL MENJELANG

PERSALINAN

DI BPM SIMALUNGUN

Kandace Sianipar, Renny Sinaga, Yusliana Nainggolan

Poltekkes Kemenkes Medan Prodi Kebidanan Pematangsiantar.

` ABSTRAK

Kehamilan dapat merupakan sumber stressor kecemasan, terutama pada seorang ibu yang labil jiwanya.

Prevalensi (angka kesakitan) gangguan kecemasan berkisar pada 6-7% dari populasi umum. Intervensi untuk mengurangi ketidaknyamanan dalam kehamilan ini dapat dilakukan dengan menggunakan tindakan non

farmakologi, yaitu Aromtherapi dan relaksasi otot progresiff. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi

tingkat kecemasan ibu sebelum diberi intervensi aromatherapy, relaksasi otot dan kombinasi keduanya dan

sesudahnya. Jenis penelitian dengan quasi experiment studies dengan pendekatan pre dan post test pada

kelompok intervensi. Populasi ibu hamil trimester III sampel menggunakan consecutive sampling yang

memenuhi criteria inklusi. Hasil penelitian tingkat kecemasan ibu kelompok intervensi aromaterapi sebelum

intervensi mayoritas pada kategori sedang, 90%, sesudah intervensi berubah menjadi kategori ringan 50%,

pada kelompok intervensi relaksasi otot tingkat kecemasan sebelum intervensi kategori sedang 90% dan

sesudah intervensi mayoritas kategori ringan, 55%. Kelompok kombinasi kedua intervensi mayoritas tingkat

kecemasan responden sebelum intervensi mayoritas kategori sedang 75% dan sesudah intervensi menjadi

ringan 60%. Hasil uji anova menunjukkan ada perbedaan yang bermakna perubahan tingkat kecemasan responden pada intervensi aromaterapi, relaksasi otot progresife dan kombinasi aromaterapi dan relaksasi

otot (sig = 0,00; sig < 0,05). Yang paling berpengaruh menurunkan tingkat kecemasan adalah intervensi

kombinasi keduanya. Saran kepada ibu hamil agar selalu berusaha menurunkan kecemasan, dan

membagikan ilmu dan keterampilan yang didapat.

Kata Kunci : Aromatherapi , cemas, ibu hamil trimester III

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kehamilan dan persalinan adalah salah satu

rantai kejadian dalam perkembangan manusia dari lahir

sampai mati. Dan setiap perubahan perubahan

kehidupan merupakan stressor pada kehidupan. Pada

sebagian wanita, kehamilan dan persalinan merupakan stressor yang minimal dan sebagian besar merupakan

saat yang membahagiakan dalam kehidupan.

Kemampuan dalam menghadapi keadaan tersebut

tergantung pada usia, pendidikan, maturitas,

kepribadian, pengalaman kehamilan dan persalinan

sebelumnya, dan keadaan sosial ekonomi.

Perasaan cemas seringkali menyertai kehamilan

terutama pada seorang ibu yang labil jiwanya.

Kecemasan ini mencapai klimaksnya nanti pada saat

persalinan. Rasa nyeri pada waktu persalinan sudah

sejak dahulu menjadi pokok pembicaraan para wanita. Oleh karena itu banyak calon ibu yang muda belia

menghadapi kelahiran anaknya dengan perasaan takut

dan cemas. Beberapa penelitian telah membuktikan

bahwa wanita- wanita yang mengalami kecemasan

sewaktu hamil akan lebih banyak mengalami persalinan

abnormal.

Kecemasan merupakan periode singkat perasaan

gugup atau takut yang dialami seseorang ketika

dihadapkan pada pengalaman yang sulit dalam

kehidupan (Wangmuba, 2009). Kehamilan dapat

merupakan sumber stressor kecemasan, terutama pada

seorang ibu yang labil jiwanya. Sejak saat hamil, ibu sudah mengalami kegelisahan dan kecemasan.

Kegelisahan dan kecemasan selama kehamilan

merupakan kejadian yang tidak terelakkan, hampir

selalu menyertai kehamilan, dan bagian dari suatu

proses penyesuaian yang wajar terhadap perubahan

fisik dan psikologis yang terjadi selama kehamilan.

Perubahan ini terjadi akibat perubahan hormon yang

akan mempermudah janin untuk tumbuh dan

berkembang sampai saat dilahirkan (Kushartanti, dkk.,

2004).

Kecemasan yang dialami ibu antara lain kecemasan terhadap persiapan persalinan karena sudah

trimester III sehingga ibu akan terlalu mempersalahkan

kesehatan serta cemas akan kondisi bayi. Munculnya

kecemasan apabila bayi yang dilahirkan cacat jasmani atau

Page 86: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

82

rohani, yang disebabkan oleh kesalahan atau dosa-dosa

yang pernah dilakukan di masa lampau (Kartono,2002),

kecemasan terhadap keguguran sehingga calon ibu akan

terlalu mempersalahkan kesehatan serta cemas akan

kondisi bayi. Kecemasan lain akan dirasakan calon ibu

ketika kehamilannya mendekati waktu melahirkan, ini

dikarenakan perasaan tentang kondisi fisik (pinggul) terlalu

sempit atau kecil sehingga muncul ketakutan akan operasi

Caesar atau dengan ekstraktor vacum.

Prevalensi (angka kesakitan) gangguan kecemasan

berkisar pada 6-7% dari populasi umum. Penelitian yang dilakukan pada kelompok perempuan pada murid SLA

dengan menggunakan Hamilton Anxiety Rating Scale,

prevalensi gangguan kecemasan sebesar 8-12% . Penelitian

yang dilakukan pada kelompok perempuan murid SLA di

dua kawasan Jakarta, yaitu Jakarta Selatan dan Jakarta

Utara, prevalensi gangguan anxietas sebesar 8-12%.

Penelitian yang sama dengan menggunakan Hamilton

Anxiety Rating Scale, telah dilakukan pada kelompok

perempuan di dua kelurahan, yaitu di Tanjung Duren Utara

dan Tanjung Duren Selatan (Kecamatan Grogol

Petamburan), ternyata prevalensi anxietas sebesar 9,4%. Paparan di atas menunjukkan bahwa gangguan anxietas di

Indonesia terutama di kota Jakarta, menunjukkan

prevalensi yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata

umum (Ibrahim, 2002).

Kecemasan ibu hamil yang tinggi bisa

mengakibatkan dampak yang buruk pada ibu dan janinnya.

Kejadian BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), kelahiran

preterm, kromosomial abortus spontan salah satunya

disebabkan oleh kecemasan ibu selama kehamilan. Selain

itu kecemasan juga mengakibatkan hambatan pada

persalinan dan komplikasi kehamilan. Tingginya Angka

Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Indonesia diakibatkan oleh adanya komplikasi pada kehamilan dan

persalinan yang salah satunya disebabkan oleh kecemasan

ibu hamil.

Hasil penelitian terhadap ibu hamil yang

dilakukan oleh Damayanti (1995), menunjukkan

bahwa 80% ibu hamil mengalami rasa khawatir, was-

was, gelisah, takut, dan cemas dalam menghadapi

kehamilannya. Perasaan-perasaan yang muncul antara

lain berkaitan dengan keadaan janin yang

dikandungnya, Ketakutan dan kecemasan dalam

menghadapi persalinan, serta perubahan-perubahan fisik dan psikis yang terjadi. Hal senada juga di ungkap

oleh Kartono (1992) bahwa pada usia kandungan tujuh

bulan ke atas, tingkat kecemasan ibu hamil semakin

akut dan Intensif seiring dengan mendekatnya kelahiran

bayi pertamanya. Di samping itu, Trimester ini

merupakan masa riskan terjadinya kelahiran bayi

premature sehingga menyebabkan tingginya kecemasan

pada ibu hamil.

Menurut Andi (1983) kehamilan yang terjadi pada

seorang wanita terutama kehamilan pertama dapat

menimbulkan ketidakseimbangan psikologis, terutama dari

segi emosi. Secara umum hal itu ditandai dengan adanya rasa bimbang, tertekan, dan cemas. Pendapat yang sama

dikemukakan oleh Rini (1999) bahwa kehamilan

merupakan situasi yang penuh dengan emosi dan

kecemasan. Hal-hal yang dicemaskan oleh ibu hamil antara

lain berkaitan dengan persalinan yang akan dijalani, dan

kesehatan diri sendiri serta bayi yang dikandung.

Intervensi untuk mengurangi ketidaknyamanan

dalam kehamilan ini dapat dilakukan dengan

menggunakan tindakan farmakologi dan non farmakologi.

Berbagai tindakan farmakologi digunakan sebagai

manajemen mengatasi ketidaknyamanan ini. Namun

penggunaan obat sering menimbulkan efek samping dan

kadang obat tidak memiliki kekuatan efek yang diharapkan

(Burroughs, 2001). Sedangkan untuk manajemen nonfarmakologi yang sering diberikan antara lain yaitu

dengan hydrotherapy, massage therapy, aromatherapy,

dan teknik behavioral yang meliputi meditasi, latihan

relaksasi autogenik, serta imajinasi terbimbing dan nafas

ritmik (Yuliatun,2008).

Salah satu tindakan nonfarmakologis yang dapat

digunakan untuk mengurangi kecemasan pada ibu hamil

adalah dengan aromaterapi. Aromaterapi adalah terapi

yang menggunakan essential oil atau sari minyak murni

untuk membantu memperbaiki atau menjaga kesehatan,

membangkitkan semangat, menyegarkan serta menenangkan jiwa dan raga. Aromaterapi memiliki

manfaat yang sangat beragam, mulai dari pertolongan

pertama sampai membangkitkan rasa gembira (Hutasoit,

2002).

Aromaterapi dapat dilakukan dengan berbagai cara,

antara lain dengan menggunakan oil burner atau anglo

pemanas, lilin aromaterapi, pijat, penghirupan, berendam

pengolesan langsung pada tubuh. Secara ilmiah, reaksi

terjadi karena wewangian tadi mengirimkan sinyal tertentu

pada bagian otak yang mengatur emosi kita (Hutasoit,

2002). Menurut Dr. Alan Huck (Neurology Psikiater dan

Direktur Pusat Penelitian Bau dan Rasa), aroma berpengaruh langsung terhadap otak manusia, mirip

narkotika. Hidung memiliki kemampuan untuk

membedakan lebih dari 100.000 bau yang berbeda. yang

sangat berpengaruh pada otak berkaitan dengan mood

(suasana hati), emosi, ingatan, dan pembelajaran. Salah

satu aroma untuk aromaterapi yang paling digemari

adalah lavender. Berasal dari bunga levender yang

berbentuk kecil dan berwarna ungu. Bunga lavender dapat

digosokkan ke kulit, selain memberikan aroma wangi,

lavender juga dapat menghindarkan diri dari gigitan

nyamuk . Aromaterapi menggunakan minyak lavender dipercaya dapat memberikan efek relaksasi bagi saraf dan

otot-otot yang tegang (carminative) setelah lelah

beraktivitas . Bunga lavender juga memiliki efek

memberikan rasa kantuk (sedatif).Penelitian yang

dilakukan Suprijati pada ibu hamil trimester III

menyimpilkan Aromaterapi terbukti efektif menurunkan

kecemasan pada ibu hamil trimester III dalam menghadapi

persalinan. Hasil Study ANif (2013), dari 166 responden

sebanyak 57% memakai lilin aromaterapi Lavender

sebagai penanganan rasa nyeri saat persalinan. Hal ini

didukung hasil study Sherly (2008), yang menyatakan

bahwa lilin aromatherapy Lavender berpengaruh signifikan dalam penurunan intensitas nyeri persalinan Kala I fase

aktif pada 18 ibu bersalin dengan nilai rata-rata penurunan

Page 87: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

83

skala nyeri sebesar sebesar 2,19 dari skala nyeri sebelum

dilakukan intervensi

Metoda nonfarmakologi selanjutnya adalah

relaksasi otot progresif. Relaksasi otot progresif merupakan

salah satu teknik sistematis untuk mencapai keadaan

relaksasi yang dikembangkan oleh Edmund Jacobson

(Supriatin,2011). Dalam jurnal yang berjudul Monochord

sounds and progressive muscle relaxation reduce anxiety and improve relaxation during chemotherapy: A pilot EEG

study (Lee, J.E, 2012) didapatkan hasil bahwa relaksasi

otot progresif dapat memberikan efek relaksasi,

mengurangi kecemasan, dan meningkatkan status fisik

ataupun psikologis klien dengan kanker ginekologi yang

menjalani kemoterapi dengan meningkatkan aktivitas

posterior theta (3,5 – 7,5 Hz) dan menurunkan midfrontal

beta-2 band (20- 29,5 Hz) selama tahap akhir dari terapi

Purwaningtyas (2008), disebutkan bahwa latihan

relaksasi otot progresif merupakan salah satu tehnik

relaksasi otot telah terbukti dalam program terapi terhadap ketegangan otot mampu mengatasi keluhan anxietas,

insomnia, kelelahan, kram otot, nyeri leher dan pinggang,

tekanan darah tinggi, fobi ringan dan gagap (Davis, 1995).

Menurut Black and Mantasarin (1998) bahwa tekhnik

relaksasi progresif dapat digunakan untuk pelaksanaan

masalah psikis. Sehingga relaksasi yang dihasilkan dengan

teknik relaksasi otot progresif dapat bermanfaat untuk

menurunkan kecemasan. Penelitian Praptini dkk,

mengemukakan ada pengaruh relaksasi otot progresif

terhadap tingkat kecemasan pasien kemoterapi dirumah

singgah kanker Denpasar.

Studi pendahuluan yang dilakukan pada 5 orang ibu hamil, primigravida di kabupaten Simalungun,

menyatakan bahwa kegelisahaan menghadapi persalinan

karena belum memiliki pengalaman dalam melahirkan.

Demikian juga halnya pada bidan praktek mandiri

menyatakan belum pernah menerapkan pemberian

aromatherapy dan relaksasi progressif ini pada ibu hamil,

berdasarkan hal tersebut disimpulkan bahwa di Kabupaten

Simalungun para bidan dan ibu hamil belum pernah

mendapat informasi mengenai pengaruh aromaterapi dan

relaksasi otot progresiff terhadap penurunan kecemasan

menjelang persalinan, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Aromatherapi Dan

Relaksasi otot proggresif Terhadap Penurunan Kecemasan

Ibu Hamil Menjelang Persalinan di BPM Kabupaten

Simalungun.

II. METODE PENELITIAN

1.1. Rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan quasi eksperimen studies

dengan pendekatan pre test dan post test pada kelompok

intervensi .

1.2. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah ibu hamil

trimester III di Bidan Praktik Mandiri kabupaten

Simalungun pada bulan April s/d September 2016.

Sampel dalam penelitian adalah ibu hamil trimester III

dengan kecemasan di Bidan Praktik Mandiri kabupaten

Simalungun yang memenuhi criteria inklusi dan enklusi

sebagai berikut:

Criteria inklusi:

- usia 20-40 tahun

- Pendidikan minimal sekolah menengah

- bersedia menjadi responden

Criteria ekslusi:

- Usia kehamilan diatas 36 minggu

Cara pemilihan sampel menggunakan Consecutive

sampling yaitu mengambil ibu hamil yang dating

berkunjung ke Puskesmas Kabupaten Simalungun dan

memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian

sampai jumlah subyek yaitu 60 responden terpenuhi.

Perhitungan besar sampel minimal berdasarkan

perhitungan menggunakan uji hipotesis. Berdasarkan

perhitungan didapat hasil n1=n2 =n3 = 20, maka diperoleh

total sampel sebanyak 60 responden dengan jumlah

masing-masing kelompok sebanyak 20 responden.

1.3. Bahan dan Cara Pengumpulan Data

1. Pengumpulan data pada penelitian ini tidak hanya

dilakukan oleh peneliti saja tetapi juga dibantu

oleh enumerator yaitu 20 mahasiswa Prodi

Kebidanan Pematangsiantar semester VI. Kepada

para enumerator dilakukan terlebih dahulu

pemberian informasi tentang penelitian ini dan

dilanjutkan dengan teori dan praktek menerapkan

aromatherapy dan relaksasi otot progressive.

2. Metode pengumpulan data penelitian ini diawali

dengan pengukuran tingkat kecemasan responden sebelum perlakuan pada kelompok control dan

kelompok intervensi. Kemudian penyampaian

teori dan demonstrasi tentang aromaterapi dan

relaksasi otot kepada responden kelompok

intervensi kemudian Meminta responden untuk

mempraktekkannya minimal 6 kali sekali secara

teratur. Yaitu 1 kali pada 4 minggu sebelum

persalinan, 3 kali pada tiga dan dua minggu

sebelum persalinan dan 2 kali pada 1 minggu

sebelum persalinan. Peneliti di bantu oleh

enumerator dan bidan praktik mandiri yang akan mendampingi responden yang akan

melaksanakan itervensi sampai sebelum inpartu.

Adapun Kriteria Bidan Praktik mandiri yang

menjadi pendamping untuk penelitian ini adalah

bidan dengan jumlah kunjungan ibu hamil

minimal 10 setiap bulannya.

3. Pada saat inpartu kala 1 peneliti akan melakukan

observasi kembali tingkat kecemasan ibu dan

hasilnya didokumentasikan dalam lembar

observasi.

4. Bahan yang digunakan adalah lilin aroma

berbagai macam buah. 5. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan

kuesioner, untuk mengukur tingkat ecemasan

menggunakan parameter Hamilton Anxiet Rating

Scale (HARS) yang terdiri dari 14 kelompok

gejala yang ada, dan masing-masing kelompok

gejala diberi penilaian angka (skor) antara 0-4

Page 88: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

84

yang artinya bila:0 = tidak ada gejala sama

sekali,1 = satu dari gejala yang ada, 2 = sedang/

separuh dari gejala yang ada, 3 = berat/lebih dari

½ gejala yang ada, 4 = sangat berat semua gejala

ada. Penentuan derajat kecemasan dengan cara

menjumlah nilai skor dan item 1-14 dengan hasil

dan membaginya dalam 2 kategori: Tidak cemas

(bila total skor < 6), Cemas ringan (bila total skor

7-14), Cemas sedang (bila total skor 15-27), dan

Cemas berat (bila total skor > 27),

3.4. Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah uji ANOVA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Karakteristik Subyek Penelitian

Karakteristik subyek penelitian didefinisikan sebagai

kekhasan subyek atau ciri-ciri yang melekat pada subyek

penelitian/responden yang membedakan subyek satu

dengan lainnya serta memberikan gambaran mengenai sifat-sifat subyek sebagai sasaran dari penelitian.

Karakteristik subyek dalam penelitian dilihat berdasarkan

tingkat pendidikan formal,pekerjaan, rata-rata penghasilan

perbulan,dan jumlah anak. Berdasarkan hasil pengolahan

data diketahui bahwa sebagian besar subyek berumur 25

s/d 35 tahun yaitu sebanyak 45.0 %, mempunyai

pendidikan formal setingkat sekolah menengah

atas/kejuruan (SMA/SMK) sebesar 76,7%, diikuti 11,7%

berpendidikan SMP dan 11,6% berpendidikan Diploma

III/Strata 1. Sedangkan untuk pekerjaan sebagian besar

subyek menjadi ibu rumah tangga atau tidak bekerja 70.0

%. Rata-rata pendapatan keluarga mayoritas berada pada

tingkat pendapatan rata-rata perbulan Rp. 3.000.000 s/d 4,

Rp. 4.000.000 sebanyak 68,3 %. Sebagian besar subyek

mempunyai jumlah anak 1 orang yaitu sebesar 70.0% ,

anak kedua 26,7 % dan anak ketiga 3,3%. Karakteristik

subyek secara lengkap dapat disajikan pada tabel 4.1 sekaligus merupakan hasil analisis univariat.

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik

subyek pada kedua kelompok perlakuan cenderung mirip,

meskipun matching individual hanya dilakukan

berdasarkan umur dan pendidikan. Berdasarkan umur 50

% responden yng mendapat perlakuan aromaterapi

berumur 20 s/d 24 thn, 55 % responden dengan perlakuan

relaksasi berumur 25 s/d 30 tahun dan 45 % responden

dengan perlakuan kombinasi aromaterapi dan relaksasi

berumur 25 s/d 30 tahun. Pada tingkat pendidikan

responden dengan perlakuan aromaterapi mayoritas berpendidikan SMK/SMA, demikian halnya dengan

responden yang mendapat perlakuan relaksasi dan

kombinasi keduanya. Rata-rata responden yang mendapat

perlakuan aromaterapi, relaksasi dan kombinasi keduanya

menyatakan tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga.

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian

no karakteristik Aromaterapi Relaksasi Kombinasi Total

n % n % n % n %

1 Umur 1. 20 - 24

2. 25 - 29 3. 30 - 35

10

5 5

50,0

25,0 25,0

8

11 1

40.0

55.0 5.0

7

11 2

35.0

55.0 10.0

25

27 8

41.7

45.0 13.3

Total 20 100 20 100 20 100 60 100

2 Pendidikan 1. SMP 2. SMA/SMK

3. DIII/S1

0

17

3

0

85.0

15

2

16

2

10.0 80.0

10.0

5

13

2

25

65.5

10

7 46

7

11.7 76.7

11.6

Total 20 100 20 100 20 100 60 100

3 Pekerjaan 1. IRT 2. Bekerja

10 10

50 50

14 6

70.0 30.0

18 2

90.0 10.0

42 18

70.0 30.0

Total 20 100 20 100 20 100 60 100

4 Jumlah anak

1. 1

2. 2

3. 3

1

18

1

5.0

90.0

5.0

0

18

2

0

90.0

10.0

0

15

5

0

75,5

25

1

51

8

1.7

85.0

13.3

Total 20 100 20 100 20 100 60 100

5 Rata pendapatan/bulan

1. <Rp. 3.000.000

2. 3.000.000 s/d 4.000.000

3. >4.000.000

1

10

9

5.0

50.0

45.0

0

16

4

0

80.0

5.0

4

15

1

20.0

75.0

5.0

5

41

14

8.3

68.3

23.3

Page 89: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

85

Dilihat berdasarkan jumlah anak tampak bahwa

mayoritas responden yang mendapat perlakuan

aromaterapi memiliki anak 2, demikian halnya dengan

responden yang mendapat perlakuan relaksasi dan

kombinasi keduanya. Rata-rata penghasilan perbulan

responden pada ketiga perlakuan berada pada kisaran Rp. 3

juta sampai dengan 4 juta rupiah.

b. Pengamatan Perubahan Tingkat Kecemasan Ibu

Pada penelitian ini pengukuran tingkat kecemasan

ibu dilakukan dengan menggunakan parameter Hamilton

anxietas rating scale (skala Hars). Pelaksanaan intervensi

dilakukan 6 kali. Yaitu 1 kali pada 4 minggu sebelum

persalinan, 3 kali pada tiga dan dua minggu sebelum

persalinan dan 2 kali pada 1 minggu sebelum persalinan.

Tabel 4.1.1. Tingkat kecemasan responden sebelum dilakukan intervensi

Tabel 4.2.1. Rata-rata responden

No Tingkat

kecemasan

Aromaterapi Relaksasi Kombinasi Total

n % n % n % n %

1 Ringan 1 5,0 0 0 0 0 1 1.7

2 Sedang 18 90,0 18 90.0 15 75.5 51 85.0

3 Berat 1 5,0 2 10.0 5 25.5 8 13.3

Total 20 100 20 100 20 100 60 100

Tabel 4.2.1. Rata-rata responden sebelum dilakukan

intervensi mengalami tingkat kecemasan sedang, yaitu 90,0 %.

Tabel 4.2.2. Tingkat kecemasan responden setelah dilakukan intervensi

No Tingkat

kecemasan

Aromater

api Relaksasi

Kombina

si Total

n % n % n % n %

1 Tidak

cemas

7 35.0 6 30.0 8 40.0 21 35.0

2 Ringan 10 50.0 11 55.0 12 60.0 33 55.0

3 Sedang 3 15.0 3 15.0 0 0 6 10.0

Total 20 100 20 100 20 100 60 100

Pada tabel 4.2.2. terlihat tingkat kecemasan responden setelah dilakukan intervensi mengalami

perubahan dimana dari 18 responden aromaterapi yang

mengalami kecemasan sedang berubah menjadi 3

responden, dan 7 responden (35 %) tidak lagi merasakan

cemas. Pada responden dengan relaksasi otot setelah

perlakuan mayoritas berada pada tingkat kecemasan ringan

(55,0%), sedangkan responden dengan perlakuan

kombinasi keduanya 60 % berada pada tingkat kecemasan

ringan dan 40 % pada kategori tidak cemas.

Berikut ini adalah grafik perubahan tingkat

kecemasan responden sebelum dan sesudah perlakuan.

Gambar 4.2. Grafik kecemasan responden sebelum

dan sesudah intervensi

0

5

10

15

20

25

30

35

1 5 9 13 17

KECEMASANSEBELUMaroma

KECEMASANSEBELUMrelaksasiI

Page 90: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

86

4.3. ANALISA DATA PADA PENGUJIAN

HIPOTESIS

Analisis data untuk pengujian hipotesis pada penelitian ini

dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan untuk memenuhi asumsi

dalam penggunaan statistik parametrik. Dengan demikian sebelum peneliti menentukan uji statistik

yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis

penelitian, perlu dilakukan uji normalitas data yang

bertujuan untuk mengetahu apakah data hasil penelitian

terdistribusi secara normal atau tidak. Untuk memenuhi

asumsi tersebut dalam penelitian ini dilakukan uji

normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk.

Tabel 4.3.1. Uji Normalitas Perubahan tingkat kecemasan

responden sebelum dan sesudah intervensi

Jenis

Intervensi

Kolmogorov

smirnov

Shapiro wilk

Statisti

c

df sig statisti

k

df sig

Aromaterapi ,244 2

0

,003 ,909 2

0

,06

2

Relaksasi

otot

,105

2

0

,200

-

,961 2

0

,55

5

Kombinasi ,166 2

0

,148

,924 2

0

,11

8

Berdasarkan tabel hasil uji normalitas Shapiro-

Wilk pada tingkat kepercayaan 95% (α : 0,05) diketahui

bahwa nilai signifikan pada kelompok perlakuan aroma

terapi menunjukkan 0,062 (> 0,05), kelompok perlakuan

relaksasi otot progresif menunjukkan 0,555 (> 0,05) dan

pada kombinasi aroma terapi dan relaksasi otot progresif

menunjukkan 0,118 (> 0,05), sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa data perubahan skor pada tingkat

kecemasan ibu hamil sebelum dan sesudah perlakuan

terdistribusi normal dan memungkinkan untuk dapat

dilakukan uji hipotesis menggunakan teknik statistik

parametrik. 1. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan guna memenuhi asumsi

dalam pengujian hipotesis dengan teknik statistik

parametrik. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah

nilai varian pada distribusi data skor perubahan

kecemasan di ketiga kelompok perlakuan sama. Uji ini

cukup penting terutama apabila peneliti bermaksud

menggunakan teknik statistik analisis of varians

(ANOVA) dalam pengujian hipotesis. Asumsi varian

homogen sebaiknya dipenuhi sehingga dalam

penarikan kesimpulan penelitian tidak bias yang disebabkan kesalahan dalam penggunaan uji statistik.

Uji homogenitas dalam penelitian ini digunakan

statistik Levene’s test pada tingkat kepercayaan 95% (α

: 0,05)

Tabel 4.3.2. Uji Homogenitas Varian Perubahan tingkat

kecemasan responden sebelum dan sesudah

intervensi.

Levene Statistic df1 df2 df3

3,275 2 57 0,45

Berdasarkan tabel hasil Levene’s test pada tingkat

kepercayaan 95% (α : 0,05) diketahui bahwa nilai

signifikan pada varian data tingkat kecemasan

menunjukkan 0,045 (< 0,05), sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa distribusi varian data pada ketiga

kelompok perlakuan cenderung tidak homogen. Untuk

menghindari terjadinya bias yang disebabkan pemilihan

teknik statistik maka uji hipotesis penelitian tidak

digunakan teknik statistik analisis of varians (ANOVA)

namun dilakukan menggunakan statistik non parametrik

yaitu Uji Kruskal Wallis pada tingkat kepercayaan 95% (α

: 0,05).

2. Pengujian Hipotesis menggunakan Uji Kruskal Wallis

Uji Kruskal Wallis adalah uji nonparametrik yang digunakan untuk menentukan perbedaan signifikan

data pada dua atau lebih kelompok perlakuan, uji

merupakan alternatif dari uji anova apabila asumsi

normalitas dan homogenitas data tidak terpenuhi.

Tabel 4.3.3. Uji Kruskal-Wallis Test Perubahan tingkat

kecemasan responden sebelum dan sesudah

intervensi.

No Jenis

Intervensi

n Mean

Rank

Chi

Square

df Asymp.

sig

1 Aromaterapi 20 16,55 29,943 ,2 ,000

2 Relaksasi

otot

20 28,48

3 Kombinasi 20 46,48

Tabel diatas merupakan hasil uji Kruskal Wallis

yang menunjukkan bahwa nilai p-value (sig) 0,000 (<

0,05), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan

perubahan tingkat kecemasan pada ketiga metode terapi

yang diberikan pada ketiga kelompok perlakuan.

3. Post Hoc Tests (Kruskal Wallis)

Post Hoc Tests merupakan uji lanjutan untuk melihat

perbedaan antar kelompok perlakuan, sehingga dapat

diketahui perlakuan mana yang paling berpengaruh

terhadap perbedaan tingkat kecemasan sesudah

dilakukan terapi. Post Hoc Test untuk Kruskal Wallis

salah satunya adalah uji Mann Whitney.

Page 91: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

87

Tabel 4.3.4. Uji Post Hoc dengan Mann Whitney

Perubahan tingkat kecemasan responden

Aromaterapi dan Relaksasi otot

N

o

Jenis

Inter

vensi

N Me

an

Ra

nk

Sum

Of

Ran

k

Man

n

Whi

tney

Wilc

oxon

W

Z Asy

mp.

Sig.

(2.T

ailed

)

Asy

mp.

Sig(

1

Tail

ed)

1 Aro

mate

rapi

2

0

15,

43

308,

50

98,5

00

308,5

00

-

2,7

55

,006 ,00

5*

2 Rela

ksasi

otot

2

0

25,

58

511,

50

Tabel diatas menunjukkan hasil uji Mann Whitney

perbedaan rata-rata perubahan tingkat kecemasan pada

kelompok aroma terapi 15,43 lebih rendah dari pada

relaksasi otot progresif yaitu 25,58. Dari uji tersebut

diperoleh nilai signifikan 0,006 ( < 0,05) sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan perubahan tingkat

kecemasan yang bermakna pada perlakuan aroma terapi dan relaksasi otot progresif.

Tabel 4.3.5. Uji Post Hoc dengan Mann Whitney

Perubahan tingkat kecemasan responden

Aromaterapi dan kombinasi aromaterapi

dan relaksasi otot

No Int

erv

ens

i

N Mea

n

Rank

Sum

Of

Rank

Mann

Whitne

y

Wilc

oxon

W

Z Asymp

. Sig.

(2.Taile

d)

Asymp

. Sig(1

Tailed)

1 A

RT

2

0

11,6

3

232,

50

22,50 232,

5

-

4

,

8

2

2

,000 ,000*

2 K

M

Bn

si

2

0

29,3

8

587,

50

.Tabel diatas menunjukkan hasil uji Mann Whitney

perbedaan rata-rata perubahan tingkat kecemasan pada

kelompok aroma terapi 11,63 lebih rendah dari pada

kombinasi aroma terapi dan relaksasi otot progresif yaitu 29,38. Dari uji tersebut diperoleh nilai signifikan 0,000 ( <

0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan perubahan tingkat kecemasan yang bermakna

pada perlakuan aroma terapi dan kombinasi aroma terapi

dan relaksasi otot progresif.

Tabel 4.3.6. Uji Post Hoc dengan Mann Whitney

Perubahan tingkat kecemasan responden

relaksasi otot dan kombinasi aromaterapi

dan relaksasi otot

N

o

Inter

vensi

N Mea

n

Rank

Sum

Of

Rank

Man

n

Whit

ney

Wilc

oxon

W

Z Asy

mp.

Sig.

(2.Ta

iled)

Asymp

. Sig(1

Tailed)

1 Rlk

otot

20 13,4

0

268,

00

58,0

00

268,

000

-

3,8

61

,000 ,000*

2 Kom

binas

i

20 27,6

0

552,

00

Tabel diatas menunjukkan hasil uji Mann Whitney

perbedaan rata-rata perubahan tingkat kecemasan pada kelompok relaksasi otot progresif 13,40 lebih rendah dari

pada kombinasi aroma terapi dan relaksasi otot progresif

yaitu 27,60. Dari uji tersebut diperoleh nilai signifikan

0,000 ( < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan perubahan tingkat kecemasan yang

bermakna pada perlakuan relaksasi otot progresif dan

kombinasi aroma terapi dan relaksasi otot progresif.

Berdasarkan seluruh tahapan dalam analisa data

penelitian maka dapat diasumsikan bahwa perlakuan yang

paling berpengaruh terhadap perubahan tingkat kecemasan

pada ibu hamil adalah terapi yang mengkombinasikan antara aroma terapi dan relaksasi otot progresif. Secara

statistik dapat dilihat berdasarkan hasil uji Post Hoc

menggunakan Mann Whitney bahwa rata-rata tingkat

kecemasan pada kelompok perlakuan ini mempunyai nilai

rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok

perlakuan yang lain.

Analisis perbedaan tingkat kecemasan ibu

bertujuan untuk mengetahui perbedaan perubahan tingkat

kecemasan ibu setelah diberi intervensi aromaterapi,

relaksasi otot progresiff dan kombinasi keduanya. Metode

analisis yang digunakan pada bagian ini adalah analisis

bivariat yang bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian. Adapun hasil analisis bivariat mengguakan uji ANOVA

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3.7. Uji Anova Perubahan tingkat kecemasan

responden Sebelum dan sesudah intervensi

No

Sum of square

df Mean Square

F Sig.

1 Between group

1040,433 2 520,217 26,968

,000

2 Within Group

1099,500 57 19,289

3 Total 2139,933 59

Berdasarkan table 4.3.7. Hasil uji anova

menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna

perubahan tingkat kecemasan responden pada intervensi

aromaterapi, relaksasi otot progresiffe dan kombinasi

aromaterapi dan relaksasi otot (sig = 0,00; sig < 0,05).

Page 92: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

88

Tabel . 4.3.8 Tabulasi silang perubahan kecemasan

sebelum dan sesudah intervensi

Perubahan

Jenis Intervensi

Aromaterapi Relaksasi Kombinasi

n % n % n %

10 Point 14 70 5 25 0 0

≥ 10 point 6 30 15 75 20 100

Total 20 100 20 100 20 100

Pada tabel diatas tampak adanya penurunan tingkat

kecemasan responden pada masing-masing intervensi.

intervensi yang paling mempengaruhi perubahan

kecemasan responden adalah intervensi kombinasi

aromaterapi dan relaksasi otot progresiff, dengan rata-rata perubahan lebih dari 10 point 100 %. Hal ini dapat

diasumsikan dari ketiga intervensi, yang paling

berpengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan adalah

kombinasi intervensi aromaterapi dan relaksasi otot

progressif.

4.2. PEMBAHASAN

Hasil penelitian karakteristik responden

menunjukkan, mayoritas responden berada pada rentang

usia kurang dari 25 tahun, 41,7 % dan 25 s/d 30 tahun

(45,0 %).Menurut Nursalam (2001), umur adalah usia

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan

dan kekuatan sesorang akan lebih matang dalam berfikir

dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang

yang lebih di percaya dari orang yang belum cukup tinngi

kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman

dan kematangan jiwanya. Seseorang yang mempunyai usia

lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan

kecemasan dari pada seseorang yang lebih tua, tetapi ada

juga yang berpendapat sebaliknya (Stuart, 2006).

Pendidikan responden mayoritas adalah pada tingkat

pendidikan menengah keatas (SMK/SMA) yaitu 76,7 %. Diharapkan makin tinggi tingkat pendidikan seorang maka

makin banyak pengetahuan yang dimiliki dan makin

mudah proses penerimaan informasi. Sehingga kecemasan

yang mungkin timbul pada saat kehamilan dapat diatasi

dengan baik.

Responden pada penelitian ini mayoritas

pekerjaannya adalah ibu rumah tangga, atau dikategorikan

dengan tidak bekerja. Ibu hamil yang bekerja

mencemaskan kehilangan pekerjaan apabila pekerjaannya

tidak dapat diselesaikan karena kehamilannya, sebaliknya

apabila pekerjaan ibu hamil tidak terlalu berat dan tidak

terlalu banyak tenaga, dimana ibu bisa menjalaninya selama kehamilan, pekerjaannya bisa membawa dampak

positif. Ibu akan fokus keperkerjaannya dan kecemasan ibu

dapat teralihkan. Ditempat kerja ibu bisa mendapatkan

pengetahuan tentang kehamilan dari teman kerjanya dan

pekerjaan ibu dapat menambah pendapatan keluarga

(Astria, 2009). Mayoritas rata-rata pendapatan keluarga

pada penelitian ini adalah berkisar 3 juta sampai dengan 4

juta rupiah. Pendapatan keluarga adalah jumlah

penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang

digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun

perseorangan dalam rumah tangga. Berdasarkan

penggolongannya, Badan Pusat Statistik (BPS, 2008)

membedakan pendapatan menjadi 4 golongan yaitu ,

golongan pendapatan sangat tinggi, adalah jika pendapatan

rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan, golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara

Rp. 2.500.000,00 – s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan,

Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-

rata antara Rp. 1.500.000,00 s/d Rp. 2.500.000,00 per

bulan - Golongan pendapatan rendah adalah jika

pendapatan rata-rata 1.500.000,00 per bulan, berdasarkan

hal tersebut maka responden pada penelitian dikategorikan

denga n pendapatan tinggi. Menurut Notoatmodjo (2005),

pendapatan berkaitan dengan status kesehatan sehingga

kondisi ekonomi juga akan emengaruhi kualitas hidup

seorang wanita. Kemampuan untuk mencari pendapatan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat menjadi tolak

ukur untuk melihat keterjangkauan terhadap pelayanan

kesehatan. Apabila pelayanan kesehatan tersebut

terjangkau maka masalah kesehatan yang akan muncul di

kemudian hari dapat ditangani sedini mungkin sebagai

upaya preventif (Kasdu, 2002)

Responden pada penelitian ini memiliki jumlah

anak mayoritas 1 orang, atau pada kehamilan pertama.

Jumlah anak merupakan frekuensi kehamilan yang pernah

ibu alami. Selama periode kehamilan hampir sebagian

besar ibu hamil sering mengalami kecemasan terutama

pada ibu primigravida, kehamilan yang dialaminya merupakan pengalaman pertama kali, sehingga trimester

III dirasakan semakin mencemaskan karena semakin dekat

dengan proses persalinan. Berbeda dengan ibu yang sudah

hamil atau melahirkan multigravida) sudah berpengalaman

dalam menghadapi persalinan, makam mereka akan lebih

memahami dan akan lebih tenang (Bobak 2009). Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Astria (2009) yang menyatakan ada hubungan yang

signifikan antara jumlah kehamilan dengan kecemasan ibu

hamil.

Tingkat kecemasan ibu hamil sebelum dilakukan intervensi aromaterapi, mayoritas pada kategori sedang (90

%), dan setelah dilakukan intervensi aromaterapi terdapat

perubahan tingkat kecemasan menjadi kategori ringan (50

%). Hal ini diasumsikan bahwa aroma terapi efektif

menurunkan tingkat kecemasan pada ibu hamil trimester

III. Menurut Stuart and Sundeen, 1991 Kecemasan Sedang

memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal

penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga

seseorang mengalami perhatian selektif namun dapat

melakukan sesuatu yang lebih terarah. Aromaterapi

merupakan sebuah metode penyembuhan dengan

menggunakan minyak esensial yang sangat pekat yang seringkali sangat wangi dan diambil dari sari-sari tanaman.

Unsur-unsur pokok minyak memberikan aroma atau bau

yang sangat khas yang diperoleh dari suatu tanaman

tertentu (Geddes, 2000). Aromaterapi digunakan untuk

mempengaruhi emosi seseorang dan membantu meredakan

gejala penyakit. Minyak esensial yang digunakan dalam

Page 93: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

89

aromaterapi ini berkhasiat untuk mengurangi stress,

melancarkan sirkulasi darah, meredakan nyeri, mengurangi

bengkak, menyingkirkan zat racun dari tubuh, mengobati

infeksi virus atau bakteri, luka bakar, tekanan darah tinggi,

gangguan pernafasan, insomnia (sukar tidur), gangguan

pencernaan, dan penyakit lainnya.Penelitian Suprijati

(2013) mengemukakan, pemberian aromaterapi terbukti

efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan pada ibu hamil TM III dalam persiapan menghadapi persalinan.

Hal ini sejalan dengan penelitian Wahyuni Sri (2012)

aromaterapi efektif menurunkan kecemasan ibu hamil

trimester III. Intervensi relaksasi otot progresiff adalah

suatu cara dari teknik relaksasi yang mengkombinasi

latihan nafas dalam dan serangkaian kontraksi dan

relaksasi otot (Smeltzer and Bare, 2002). Sedangkan

menurut Asmadi (2008), Teknik Latihan Relaksasi

Progresif sebagai salah satu teknik relaksasi otot yang

terbukti atau terdapat hasil memuaskan dalam program

terapi terhadap ketegangan otot yang mampu mengatasi keluhan anxietas, insomnia, kelelahan, kram otot, nyeri

leher dan pinggang, tekanan darah tinggi, phobia ringan

dan gagap. Selanjutnya, menurut jurnal penelitian dari

Funda (2009) latihan relaksasi progresif ditemukan untuk

mengurangi kecemasan dalam studi yang dilakukan pada

pasien stoma, pasien yang kemoterapi dan pasien psikatri

serta pasien rehabilitasi jantung. Menurut jurnal penelitian

dari Kustanti (2008). Pada penelitian ini didapat hasil

tingkat kecemasan ibu yang akan diberikan intervensi

relaksasi otot progresif sebelum intervensi adalah pada

kategori sedang 18 orang ( (90 %), dan pada kategori berat

2 orang (20%). Setelah dilakukan intervensi terdapat perubahan tingkat kecemasan yaitu , tingkat kecemasan

pada kategori sedang menjadi 3 Orang (15%), pada

kategori ringan menjadi 11 orang (55%) dan 6 orang

lainnya (30%) digolongkan pada kategori tidak cemas. Hal

ini dapat diasumsikan bahwa intervensi relaksasi otot

progresif juga sangan bermakna untuk menurukan tingkat

kecemasan pada ibu hamil trimester III. Menurut Domin

(2001) dalam Wulandari (2006), secara fisiologis, latihan

relaksasi akan membalikkan efek stres yang melibatkan

bagian parasimpatetik dari sistem saraf pusat (Domin,

2001). Relaksasi akan menghambat peningkatan saraf simpatetik, sehingga hormon penyebab disregulasi tubuh

dapat dikurangi jumlahnya. Sistem saraf parasimpatetik,

yang memiliki fungsi kerja yang berlawanan dengan saraf

simpatetik, akan memperlambat atau memperlemah kerja

alat-alat internal tubuh. Akibatnya, terjadi penurunan detak

jantung, irama nafas, tekanan darah, ketegangan otot

tingkat metabolisme, dan produksi hormone penyebab

stres. Seiring dengan penurunan tingkat hormon penyebab

stres, maka seluruh badan mulai berfungsi pada tingkat

lebih sehat dengan lebih banyak energy untuk

penyembuhan (healing), penguatan (restoration), dan

peremajaan (rejuvenation). Penelitian ini sejalan dengan penelitian NA. Triwijaya DKK (2014) yang

mengemukakan, ada pengaruh yang signifikan pemberian

teknik relaksasi otot progresif dengan penurunan tingkat

kecemasan ibu intranatal kala 1 di RSUD Salatiga.

Demikian juga halnya dengan penelitian Praptini KD, dkk,

yang mengemukakan hasil, Pemberian relaksasi otot

progresif berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pasien

yang menjalani kemoterapi yang efektif diberikan pada

kelompok perlakuan. Hasil uji statistik Mann-Whitney U

Test untuk membandingkan selisih tingkatkecemasan pada

kelompok perlakuandan kontrol dan didapatkan nilai p =

0.002 (p <0,05) dimana terdapat pengaruh relaksasi otot

progresif terhadap tingkat kecemasan. Teknik relaksasi otot

progresif ini bekerja pada otot-otot yang tegang disaat subjek merasa cemas. Relaksasi Otot Progresif mampu

merilekskan otot-otot yang tegang tersebut, sehingga

membantu subjek mengontrol kecemasannya.

Pada intervensi kombinasi aromaterapi dan

relaksasi otot , tingkat kecemasan responden sebelum

intervensi adalah pada kategori sedang 15 orang (75%),

dan pada kategori berat ada 5 orang (25%). Dan setelah di

lakukan intervensi terjadi perubahan tingkat kecemasan

responden, yaitu pada kategori tidak cemas ada 8 orang

(40%) dan pada kategori ringan menjadi 12 orang (60%).

Hal ini dapat diasumsikan bahwa kombinasi intervensi aromaterapi dan relaksasi otot prgresiff sangat efektif untuk

menurunkan tingkat kecemasan responden.

Hasil analisis dengan uji anova menunjukkan

bahwa ada perbedaan yang bermakna perubahan tingkat

kecemasan responden pada intervensi aromaterapi,

relaksasi otot progresif dan kombinasi aromaterapi dan

relaksasi otot (sig = 0,00; sig < 0,05). Dan perubahan

tingkat kecemasan responden pada masing-masing

perlakuan tersebut terlihat yang paling berpengaruh untuk

menurunkan kecemasan adalah intervensi dengan

kombinasi aromaterapi dan relaksasi otot progresiff, hal ini

terlihat pada hasil crostabulation, perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah intervensi , intervensi

kombinasi memperoleh hasil perubahan tingkat kecemasan

yang lebih besar dari 10 poiint adalah 100 %.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

a. Aromaterapi, relaksassi otot progresif dan

kombinasi aromaterapi dan relaksasi otot

progressif , berpengaruh yang signifikan terhadap

penurunan tingkat kecemasan ibu hamil trimester III menjelang persalinan, karena itu disimpulkan

hipotesis yang menyatakan Aromatherapi,

relaksasi otot progressif dan kombinasi

aromaterapi dan relaksasi otot progressif efektif

menurunkan tingkat kecemasan ibu hamil

primigravida pada trimester III dapat diterima

b. Dari ketiga perlakuan, yang paling berpengaruh

secara signifikan untuk menurunkan tingkat

kecemasan pada ibu hamil trimester III adalah

intervensi kombinasi aromaterapi dan relaksasi

otot progresif.

5.2. Saran

a. Kepada ibu hamil

Agar selalu berusaha untuk menambah ilmu

dan pengetahuan termasuk berbagai upaya

untuk menurunkan tingkat kecemasan. Dan

Page 94: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

90

melaksanakan serta membagikan ilmu dan

keterampilan yang didapat kepada orang lain

b. Kepada tenaga kesehatan dan peneliti

Untuk merencanakan suatu kegiatan pertemuan

ilmiah membahas tentang upaya–upaya

menurunkan kecemasan pada ibu hamil. Terutama

dengan upaya relaksasi otot dan aromaterapi.

DAFTAR PUSTAKA

Adikusuma.(1999).Penatalaksanaan

Stres.http://www.kabefarma.com 123.htm (diakses

5 Januari 2016)

Abimanyu, S. & Thayeb M. 1996. Teknik dan

Laboratorium Konseling. Jakarta : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Admin E-Jurnal Jp Kebidanan dd 2012 , Sri Wahyuni,

Viky Ayu Rachmawati (2012) Efektivitas

Pemberian Aromaterapi Untuk Menurunkan

Kecemasan Ibu Hamil Trimester Iii Dalam

Persiapan Menghadapi Persalinan Di Rumah

Bersalin Juwanti Sidoharjo Sragen

Andi, M. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya :

Usaha Nasional

Asmadi (2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta, ECG

Benson, R.C.Psycologist Aspect Of Obstetric And

Gynecology In Current Obstetric And Gynecology

Diagnosis And Treatment, Sixteenth Ed,Large

Medical California. Rileks Nyaman Dan Aman

Saat Hamil Dan Melahirkan. Jakarta: Gagas Media

1984

Carpeneto. (2000). Buku saku keperawatan Edisi III.

Jakarta.EGC

Corey,G.(1996). Theory and Practice of Counseling

and Psychotherapy.Edisi ke-

Cunningham, F, 2013. Obstetri Williams, Edisi Ke-21.

Vol. 1. Profitasari, Editor Edisi Bahasa Indonesia.

Jakarta: EGC

Damayanti, N. 1995. Pengaruh Pemberian Informasi

melalui Diskusi Kelompok Terhadap Penurunan

Stress Pada Wanita Hamil. Tesis. Tidak

diterbitkan. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana

Universitas Gajah Mada

Freund, Sigmund. (2002). Psicoanalis A General

Intruduction to Psicoanalisis

Geddes & Grosset (penterjemah: Slamet Riyanto). 2000.

Terapi-terapi Alternatif Lotus, Yogyakarta

http://perpus.fkik.uinj kt.ac.id/file_digital/YONNE%20A

STRIA.pdf, Astria, Yonne.(2009). Hubungan

Karakteristik Ibu Hamil Trimester III Dengan

Kecemasan Dalam Menghadapi Persalinan Di

Poliklinik Kebidanan Dan Kandungan. Di a kses

tanggal 10 oktober 20164 jam 13.00 wib.

Huliana, M. 2001., Panduan Menjalani Kehamilan Sehat,

Puspa Swara, Anggota IKAPI, Jakarta.

Hutasoit, Aini S. 2002., Panduan Aromatherapyuntuk

Pemula, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Ibrahim, Ayub Sani. 2002. Menyiasati Gangguan Cemas

(1). Jakarta: Pdpersi.

Kosim, HMC , Aspek Kejiawaacosta ASC, Riesco MLG,

2006. A Comparison Of "Hands Off" Versus

"Hands On Techniques For Decreasing Perineal

Lacerations During Birth. J Midwifery Womens

Health

Kertidjo,2002.Pengaruh latihan olah raga pernafasan Bio

Energy Power terhadap derajat Ansietas dan

depresi,www/http: bionergy

power.com/ansietas.htm ( Diakses 8 pebrruari

2016)

Kushartati,W,Dkk, Senam Hamil : Menyamakan

Kehamilan Mempermudah

Persalinan,Yogyakarta: Lintang Pustaka, 2004

Kartono, K. 2002. Psikologi Wanita: Mengenal Wanita

Sebagai Ibu Dan Nenek, , Jilid 2, Mandar Maju,

Bandung.

Kartikasari, B.D. (1995). Hubungan Antaradukungan

Sosial Dengan Kecemasan Dalam Komunikasi

Interpersonal. Skripsi. (Tidak Diterbitkan).

Yogyakarta: Fakultas Psikologi

Kartono, K. 2002. Psikologi Wanita: Mengenal Wanita

Sebagai Ibu Dan Nenek, , Jilid 2, Mandar Maju,

Bandung.

Kartikasari, B.D. (1995). Hubungan Antaradukungan

Sosial Dengan Kecemasan Dalam Komunikasi

Interpersonal. Skripsi. (Tidak Diterbitkan).

Yogyakarta: Fakultas Psikologi

Kasdu, Dini. 2002. Kiat Sehat dan Bahagia di Usia

Menopause. Jakarta: Puspa Swara

Lee AM, Lam SK, Sze Mun Lau SM, Chong CS, Chui

HW, et al. (2007) Prevalence, course, and risk

factors for antenatal anxiety and depression. Obstet

Gynecol 110: 1102–1112. doi:

10.1097/01.aog.0000287065.59491.70

Maramis,W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa Garret AJ, Airlangga

University Press, Surabaya,1986

Manuaba,IBG.,2010. Ilmu Kebidanan, penyakit

Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan Edisi

2. Jakarta:EGC

McLain DE.(2009) Chronic Health Effects Assessment

of Spike Lavender Oil. Walker

Doney and Associates, Inc 2009; 1-18

Monterey,Cali-fornia:Brooks/Cole ublishing

Company.

N.A.Triwijaya,Wagiyo,Elisa, Pengaruh Teknik Relaksasi

Otot Progresif Terhadap Penurunan Tingkat

Kecemasan Pada Ibu Intranatal Kala I di RSUD

Salatiga,

Nolan, M. 2003. Kehamilan Dan Melahirkan. Jakarta:

Rineka Cipta

Page 95: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

91

Oxorn H, 2010. Patologi Dan Fisiologi Persalinan. Jakarta:

Yayasan Essentia Medika

Praptini KD, DKK, Pengaruh relaksasi otot progresife

terhadap kecemasan pasien kemoterapi dirumah

singgah kanker Denpasar.

Powell,T .P .dan Enright,S .M.1990. Anxiety and

Management.London:Routledge.

Purwaningtyas Dan Arum Pratiwi,2008, Pengaruh

Relaksasi Progresif Thd Tingkat Kecemasan

Pada Pasien Skizoperenia Di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Surakarta, Skiripsi,Diterbitkan Kartasura,

Fakultas Ilmu Keperawatan

Savitri,2003. Kecemasan.Jakarta. Pustaka Popular Obor.

Saifuddin (2008), Pelayanan Kesehatan Maternal

Neonatal, Jakarta; Yayasan bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

Sivalintar,2007,Rasa takut dan Ansietas,

www//http:sivalintar.com.ansietas.htm (diakses

28 pebruari 2016)

Supriatin DKK,2011,Modul Progressive Muscle

Relaxation (PMR), Perilaku Kekerasan, Modul

Diterbitkan Fakulta Ilmu Keperawatan UI.

Sulistyawati, Ari. (2009). Asuhan Kebidanan Pada

Masa Kehamilan. Penerbit : Salemba Medika.

Suririnah. 2008. Perubahan-perubahan Fisik dan

Psikologis Selama Kehamilan. Skripsi tidak

dipublikasikan.

Stuart & Sundeen (1991), Buku saku keperawatan

jiwa,buku kedokteran jiwa. Jakarta EGC

Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal

bedah brunner & suddarth. Alih bahasa: Agung

Waluyo. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC

Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal

bedah brunner & suddarth. Alih bahasa: Agung

Waluyo. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC

Wulandari, P. Y. 2006. Efektivitas Senam Hamil sebagai

Pelayanan Prenatal dalam Menurunkan Kecemasan

Menghadapi Persalinan Pertama Fakultas

Psikologi Universitas Airlangga

www.guysandthomas, nhs.uk/…../ Jacobson-Progressife,

diunduh 10 Januari 2016

Wiknjosastro H, 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Yuliatun, Laily. 2008. Penanganan Nyeri Persalinan

dengan Metode Nonfarmakologi. Malang:

Bayumedia Publishing.

Page 96: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

92

EFEKTIVITAS PERINEUM MASSAGE DENGAN MODIFIKASI HANDS-

OFF DAN PERINEUM MASSAGE DENGAN MODIFIKASI HANDS-ON

TERHADAP RUPTUR PERINEUM DI BPM KOTA PEMATANGSIANTAR

Juliani Purba, Tengku Sri Wahyuni

Prodi Kebidanan Pematangsiantar

ABSTRAK

Berbagai metode telah dilakukan untuk mengurangi terjadinya ruptur perineum, baik sejak kehamilan

maupun pada proses persalinan. Beberapa hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia tentang perineum

massage mendapatkan hasil yang signifikan terhadap penurunan kejadian ruptur perineum. Pada masa

persalinan hasil penelitian juga mendapatkan perbedaan antara persalinan dengan hands on atau hands off

terhadap kejadian keutuhan perineum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektifitas

perineum massage dengan modifikasi hands-off dan perineum massage dengan hands- on terhadap ruptur

perineum pada primipara di BPM Kota Pematangsiantar. Jenis penelitian quasi experiment design dengan

analisis data yang digunakan Chi-Square. Berdasarkan hasil uji statistic dengan menggunakan Chi-Square

diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara perineum massage dengan modifikasi hands-off

dan perineum massage dengan modifikasi hands-on terhadap ruptur perineum yaitu sig(2-tailled) = 0,002 <

0,05, maka dari penelitian ini diketahui bahwa lebih efektif perineum massage dengan modifikasi hands-off daripada perineum massage dengan modifikasi hands-on untuk mencegah terjadinya ruptur perineum pada

ibu primipara di BPM Kota Pematangsiantar.

Kata Kunci: Perineum Massage, Hands-off, Hands-on, Rupture perineum, Primipara

PENDAHULUAN

Hasil SDKI 2012 angka kematian ibu kembali

naik dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada SDKI 2007

menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup, dan hasil ini

masih sangat jauh untuk mencapai target MDGs tahun

2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab

terbesar kematian ibu selama 2010-2013 adalah perdarahan, meskipun data cakupan pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan secara Nasional sampai tahun 2013

sudah mencapai 90,88%. Angka cakupan pertolongan

persalinan di Provinsi Sumatera Utara lebih rendah dari

cakupan Nasional yakni 81,71% (Kemenkes RI, 2014).

Berbagai metode telah dilakukan untuk

mengurangi terjadinya ruptur perineum, baik sejak

kehamilan maupun pada proses persalinan. Perineum

massage adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan

sejak kehamilan.Perineum massage adalah tehnik memijat

perineum pada saat hamil atau beberapa minggu sebelum

melahirkan guna meningkatkan perubahanhormonal yang melembutkan jaringan ikat, sehingga jaringan perineum

lebih elastik dan lebih mudah meregang (Aprilia, 2010).

Beberapa hasil penelitian di berbagai daerah di

Indonesia tentang perineum massage mendapatkan hasil

yang signifikan terhadap penurunan kejadian ruptur

perineum. Penelitian Savitri di Bengkulu pada tahun 2014

mendapatkan ada pengaruh perineum massage pada

primigravida dengan kejadian ruptur perineum pada saat

persalinan dengan nilai p= 0,02. Hasil yang sama juga

diperoleh Kundarti di Kediri dengan nilai p= 0,00; RR=

2,26; 95% CI= 1,50- 4,73 dan hasil penelitian Suharni

juga mendapatkan hasil yang sama (Savitri, 2015;

Kundarti, 2014; Suharni, 2006).

Hasil penelitian di India mendapatkan tidak ada

perbedaan antara persalinan dengan hands on atau hands

off terhadap kejadian keutuhan perineum dengan nilai p=

0,74, ruptur perineum tk. I dengan nilai p= 0,17 dan ruptur

perineum tk. II dengan nilai p= 0,35. Namun demikian untuk kejadian ruptur perineum tk. III, tindakan episiotomi

dan trauma pada daerah periuretra pada persalinan hands

off lebih signifikan dibandingkan dengan hands on

dengan nilai p= 0,01; p= 0,003 dan p= 0,01 (Rozita, 2014).

Hasil penelitian di Iran juga mendapatkan tehnik hands-on

lebih tinggi menyebabkan tindakan episiotomi

dibandingkan dengan tehnik hands- off pada kala II

persalinan dengan persentase masing-masing 84% dan

40% serta nilai p= 0,001 (Foroughipour, 2010).

Hasil survey awal yang telah dilakukan pada

bulan September 2015 di 5 Bidan Praktek Mandiri di kota Pematangsiantar dengan jumlah rata-rata pertolongan

persalinan 4-5 kasus/ bulan penerapan pijat perineum

belum pernah dilakukan dan untuk melahirkan kepala pada

kala II persalinan hanya menggunakan manuver Ritgen/

hands-on. Hasil suvey tersebut juga menemukan angka

kejadian ruptur perineum mencapai 83 % dan belum

pernah dievaluasi nyeri pasca persalinan yang dapat

dijadikan bahan refleksi untuk memperbaiki asuhan yang

diberikan.

Page 97: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

93

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini jenis penelitian yang digunakan

quasi experiment design. Dalam pendekatan ini tidak

menggunakan sistem randomisasi namun pendekatan ini

tidak memiliki ciri-ciri rancangan eksperimen sebenarnya,

karena variabel- varibel yang seharusnya dikontrol atau

dimanipulasi sulit dilakukan (Notoadmodjo, 2010). Sampel

penelitian masing-masing 20 orang ibu hamil primigravida yang memenuhi kriteria inklusi. Sejak usia kehamilan 35

minggu di sudah dilakukan perineum massage, dan ketika

persalinan dilakukan metode hands-off atau hand-on.

Tehnik pengambilan sampel secara accidental sampling

yang di ambill pada bulan April - Juni 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada 40 responden

yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang terdiri. Responden dibagi menjadi dua kelompok yang

mendapat perlakuan hands on dan perlakuan hands off

masing- masing 20 responden.

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan

Hands-Off dan Hands-On

No. Karakteristik Perlakuan

Hands-off Hands-on

F % F %

1. Umur

< 20 Tahun 1 10 12 60

20- 35 Tahun 19 90 8 40

2. Berat Badan Lahir

< 3 Kg 10 50 14 70

> 3 Kg 10 50 6 30

3. Rupture Perineum

Derajat 1 11 55 2 10

Derajat 2 9 45 18 90

Berdasarkan hasil tabel 1 diketahui bahwa umur

< 20 tahun pada kelompok perineum massage dengan

modifikasi hands-off sebanyak 1 responden (10%), umur

20-35 tahun sebanyak 19 responden (90%), pada

kelompok perineum massage dengan modifikasi hands-on

pada umur < 20 tahun sebanyak 12 responden (60%) dan

umur 20-35 tahun sebanyak 8 responden (40%). Diketahui juga dari tabel 1 bahwa berat badan

lahir < 3 Kg pada kelompok perineum massage dengan

modifikasi hands-off sebanyak 10 responden (50%), sama

dengan berat badan lahir > 3 Kg, pada kelompok perineum

massage dengan modifikasi hands-on pada berat badan

lahir < 3 Kg sebanyak 14 responden (70%) dan berat badan

lahir > 3 Kg sebanyak 6 responden (30%).

Tabel 2. Karakteristik Responden berdasarkan derajat

rupture perineum.

No. Karakteristik Ruptur Perineum

Derajat 1 Derajat 2

F % F %

1. Umur

1. < 20 Tahun 2 15,4 11 84,6

2. 20-35 Tahun 11 40,7 16 59,3

2. Berat Badan Lahir

1. < 3 Kg 4 16,7 20 83,3

2. > 3 Kg 9 56,2 7 43,8

Dari hasil tabel 2 diketahui bahwa ibu yang

bersalin pada umur < 20 tahun mengalami rupture

perineum derajat 1 sebanyak 2 responden (15,4%)

sedangkan derahat 2 sebanyak 11 responden (84,6%), dan

umur 20-35 tahun terjadi rupture perineum derajat 1

sebanyak 11 responden (40,7%) dan derajat 2 sebanyak 16

responden (59,3%).

Tabel 2 juga menginformasikan babahwa ibu

yang melahirkan dengan berat badan lahir < 3 Kg

mengalami rupture perineum derajat 1 sebanyak 4

responden (16,7%) dan derahat 2 sebanyak 20 responden (83,3%). Pada ibu- ibu yang melahirkan dengan berat

badan lahir > 3 Kg terjadi rupture perineum derajat 1

sebanyak 9 responden (56,2%) dan derajat 2 sebanyak 7

responden (43,8%).

Tabel. 3. Perbandingan Efektifitas Hands-Off dan

Hands-on Terhadap Rupture Perineum pada Ibu

Primipara Di BPM Kota Pematangsiantar

N

o

Perineum

Massage

Ruptur Perineum p=

Value Derajat 1 Derajat 2

f % f %

1. Hands-off 11 55 9 45 0,002

2. Hands-on 2 10 18 90

Berdasarkan hasil pada tabel 3 diketahui perineum

massage dengan modifikasi Hands-off mendapatkan hasil responden dengan rupture perineum derajat 1 sebanyak 11

responden (55%) sementara dan perineum dengan

modifikasi hands-on lebih banyak pada rupture perineum

derajat 2 sebanyak 9 responden (45%).

Hasil penelitian ini juga menginformasikan

bahwa hands-off efektif untuk mencegah terjadinya ruptur

perineum dengan hasil Sig. (2-tailed) < 0,05 yaitu 0,002 <

0,05 berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara

perineum massage dengan modifikasi Hands-off dengan

perineum Massage dengan modifikasi Hands-on terhadap

rupture perineum pada ibu primipara.

PEMBAHASAN

Sejak kehamilan maupun pada saat proses

persalinan berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah

terjadinya ruptur pada perineum. Terjadinya ruptur

perineum erat kaitannya dengan persalinan primigravida,

kala II yang terlalu lama, faktor bayi yang dilahirkan dan

Page 98: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

94

faktor gizi. Diyakini, semakin besar bayi yang dilahirkan

dapat meningkatkan risiko terjadinya rupture perineum.

Pada penelitian ini untuk umur responden yang <

20 tahun lebih banyak yang mengalami ruptur perineum

derajat 2 yakni 11 responden (84,6%) sedangkan

responden pada umur 20-35 tahun hanya 16 (59,3%) yang

mengalami rupture perineum derajat 2. Hal ini sangat

dimungkinkan karena usia responden yang masih terlalu muda untuk memulai proses reproduksinya. Masih ada

organ reproduksi yang belum tumbuh/ berkembang dengan

baik dibandingkan pada responden yang sudah berada pada

usia reproduksi sehat.

Variabel berat bayi lahir tidak menujukan hasil

yang sesuai secara teoritis. Responden dengan bayi berat

lahir > 3 kg hanya 7 (43,8%) yang mengalami rupture

perineum derajat 2. Sedangkan responden dengan bayi

berat lahir < 3 kg mencapai 20 (83,3%) mengalami rupture

perineum derajat 2. Selain faktor berat lahir bayi stautus

gizi ibu juga berpengaruh terhadap kejadian rupture perineum dan status gizi ibu tidak diteliti dalam penelitian

ini. Posisi persalinan, penggunaan oksitosin, tenaga dan

tehnik ibu ketika meneran, dan adanya dukungan orang

mungkin mempunyai andil untuk terjadinya rupture

perineum dibandingkan dengan metode hands-off atau

hands on.

Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa responden

yang mendapatkan perineum massage dengan modifikasi

Hands-off lebih tinggi mengalami ruptur perineum derajat

1 yakni 11 responden (55%) sedangkan responden yang

mendapatkan perineum massage dengan modifikasi

Hands-on hanya 2 responden (10%). Penelitian Costa di Brazil menemukan hasil yang berbeda, pada kedua

kelompok responden dengan metode hands-off dan hands-

on 82,2% berbanding 82,7% derajat 1 dan 17,8%

dibandingkan 17,3% ruptur perineum derajat 2.

Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square

diketahui bahwa untuk mencegah terjadinya rupture

perineum pada primipara modifiksai hands-off lebih efektif

dengan hasil Sig. (2-tailed) 0,002 < 0,05 dibandingkan

perineum Massage dengan modifikasi Hands-on. Rozita

(2014) dalam hasil penelitiannya mendapatkan hasil tidak

ada perbedaan yang signifikan yang terlihat pada laserasi perineum (p = 0,74) di antara kedua kelompok (hands-off

dan hands-on).. Laserasi yang paling umum terjadi pada

kedua kelompok tersebut adalah rupture perineum tingkat

pertama. Ruptur perineuma derajat 3 lebih sedikit terjadi

pada kelompok hands-off dibandingkan dengan hands-on

(p = 0,01) begitupula dengan tindakan episiotomi dengan

(p = 0,003).

Pada hasil penelitian ini berbeda dengan

penelitian di Brazil maupun India mungkin dikarenakan

pencegahan ruptur perineum telah dilakukan sejak masa

kehamilan. Bagi ibu yang akan melahirkan rasa takut dan

cemas saat persalinan merupakan hal yang wajar. Terjadinya robekan jalan lahir/ perineum juga merupakan

sumber kecemasan ibu. Dengan pijat perineum diharapkan

kecemasan ibu dapat berkurang karena selama hamil otot-

otot disekitar perineum yang banyak mengandung jaringan

ikat serta kolagen yang bersifat elastik semakin menjadi

alastis (Chapman, 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan Trochez (2011) di

England terhadap bidan yang bekerja di unit-unit

maternitas mendapatkan bahwa 299 responden (49,3 %)

menolong persalinan dengan metode hands-off sedangkan

295 responden (48,6%) menggunakan metode hands-on.

Di Indonesia dalam masa pendidikan maupun dalam

pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) bidan

diajarkan untuk melakukan pertolongan persalinan dengan

metode hands-on. Ketika kepala crowning dengan hands-on diharapkan akan membantu mengendalikan kepala

ketika ekspulsi sehingga tidak terlalu cepat.

KESIMPULAN

1. Umur < 20 tahun lebih banyak mengalami

ruptur perineum derajat 2 sebanyak 11

responden (84,6%) sedangkan umur 20-35

tahun rupture perineum derajat 2 sebanyak 16

responden (59,3%).

2. Ibu dengan BBL < 3 kg dengan ruptur derajat 1

sebanyak 4 responden (16,7%) sedangkan ibu dengan BBL > 3 kg dengan rupture derajat 1

sebanyak 9 responden (56,2%).

3. Perineum massage dengan modifikasi hands-off

dan perineum massage dengan hands-on lebih

efektif untuk mencegah ruptur perineum pada

primipara yaitu sig(2-tailled) = 0,002 < 0,05.

SARAN

Diharapkan kepada petugas Kesehatan khususnya

BPM yang ada di Kota Pematangsiantar dapat

mengoptimalkan penyuluhan tentang persiapan persalinan

terutama cara mencegah ruptur perineum pada proses persalinan.

Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan jumlah

sampel yang lebih besar dan variable penelitian yang lebih

banyak sehingga dapat dijadikan evidence based untuk

memberikan asuhan persalinan yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aprillia Y, 2010. Rileks nyaman dan aman saat hamil dan

melahirkan. Jakarta: Gagas Media

Beckmann MM, Garret AJ, 2009. Antenatal perineal

massage for reducing perineal trauma. Cochrane

Databasse of systematic review, Issue 1.DOI

10.1002/14651858.CD005123

Berghella V, 2012. Obstetric Evidence- Based Guidelines,

Second Editioan.. Series in Maternal-Fetal

Medicine.New York London. Informa Health

Care.

Costa ASC, Riesco MLG, 2006. A Comparison of "Hands

Off" Versus "Hands On Techniques for

Decreasing Perineal Lacerations During Birth. J

Midwifery Womens Health

Cunningham, F, 2013. Obstetri Williams, edisi ke-21. Vol.

1. Profitasari, editor edisi bahasa Indonesia.

Jakarta: EGC

Danuatmaja B, 2004. Persalinan normal tanpa rasa sakit.

Jakarta: Puspa Swarna.

Page 99: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

95

Departemen Kesehatan, 2008. Asuhan Persalinan Normal.

Jakarta.

Foroughipour A,Firuzeh F,Ghahiri A, VajiheNorbakhsh

V,Heidari T, 2011. The effectof perineal control

with hands-on and hand-poised methods on

perineal trauma and delivery

outcome.JResMedSci/August2011;Vol16,No 8.

Herdiana , Trirejeki, 2007. Tips pijat perineum, Jakarta:

EGC

Kemenkes RI, 2014. Infodatin Mother Day: Situasi

Kesehatan Ibu. Pusat data dan Informasi

Kementerian Kesehatan RI.

Kundarti FI, Estuning D, Budiarti T, 2014. Pengaruh

pemijatan perineum pada ibu primigravida

terhadap robekan perineum saat persalinan.

Jurnal Gema Bidan Indonesia, Vol III, No.1.

Mongan, Marie FM, 2007. Hypno birthing: metode

melahirkan secara aman, mudah, dan nyaman.

Jakarta: BIP.

Nolan, M. 2003. Kehamilan dan Melahirkan. Jakarta:

Rineka Cipta

Notoatmodjo S, 2010. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta.

Rozita R, Sussan S, Huak CY,Sharif NH, 2014. A

Comparison of the‘‘Hands-Off’’ and ‘‘Hands-

On’’ Methods to Reduce Perineal Lacerations

:A Randomised Clinical Trial. The Journalof

Obstetrics and Gynecology of India (November–

December2014)64(6):425–429,

DOI10.1007/s13224-014-0535-2

Oxorn H, 2010. Patologi dan fisiologi

persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia

Medika

Saifuddin, 2009.. Ilmu kebidanan. Jakarta

:PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Savitri W, Ernawati, Yusefni E, 2015. Pengaruh pemijatan

perineum pada primigravida terhadap kejadian

rupture perineum saat persalinan di Bidan

Praktek Mandiri di Kota Bengkulu. Jurnal

Kesehatan Andalas, 4 (1).

Suharni, 2006. Pengaruh masase perineum masa ante natal

terhadap rupture perineum pada primipara. Tesis:

Fakultas Kedokteran Klinis Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta.

Trochez R, Waterfield M, Freeman RM, 2011. Hands

on or hands off the perineum: a survey of care

of the perineum in labour (HOOPS). Int

Urogynecol J. 2011 Oct;22(10):1279-85. doi:

10.1007/s00192-011-1454-8. Epub 2011 May

25.

Wiknjosastro H, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Page 100: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

96

PERBEDAAN PENURUNAN INTENSITAS NYERI DISMENOREA PADA

REMAJA DENGAN MENGGUNAKAN RELAKSASI NAFAS DALAM

DAN RELAKSASI IMAJINASI TERMBIMBING

Hotma Sauhur Hutagaol

PRODI KEBIDANAN PADANGSIDIMPUAN

Abstrak

Dismenorea adalah nyeri yang berhubungan dengan menstruasi. Dismenorea adalah salah satu dari penyebab

tersering dari nyeri panggul. Dan secara negatif mempengaruhi kualitas hidup seseorang dan terkadang

menghasilkan dalam penurunan aktifitas. Teknik relaksasi merupakan salah satu alternatif penatalaksanaan dismenorea. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan penurunan intenstias nyeri

dismenore pada remaja dengan menggunakan relaksasi nafas dalam dan relaksasi imajinasi terbimbing.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan disain quasi experimental dengan pre and post test

goup design untuk mengetahui perbedaan penurunan intensitas nyeri dismenorea dengan menggunakan

relaksasi nafas dalam dan relaksasi imajinasi terbimbing. Data dianalisa menggunakan uji Mann_Whitney,

dan nilai p<0.05 dianggap bermakna secara statistik. Setelah dilakukan relaksasi nafas dalam dan relaksasi

imajinasi terbimbing didapati hasil penurunan rerata nyeri menstruasi pada kelompok relaksasi imajinasi

terbimbing lebih besar dibandingkan penurunan rerata nyeri menstruasi pada kelompok relaksasi nafas

dalam. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan penurunan relaksasi nafas dalam

dibandingkan dengan relaksasi imajinasi terbimbing terhadap nyeri menstruasi.

Kata kunci: Relaksasi Nafas Dalam, Relaksasi Imajinasi Terbimbing, Nyeri Menstruasi

PENDAHULUAN

Latar Belakang Dismenorea adalah nyeri yang berhubungan

dengan menstruasi. Lebih dari 1.5 wanita yang mengalami

menstruasi merasakan nyeri 1-2 hari setiap bulan. Nyeri

menstruasi biasanya terjadi sesaat sebelum menstruasi

terjadi. Hal ini terjadi karena peningkatan hormon

prostaglandin pada hari pertama periode menstruasi. Saat

menstruasi terus berlanjut maka semakin hari kadar

prostaglandin akan menurun dan rasa nyeri juga akan

menurun. Sering kali nyeri menstruasi dirasakan oleh

wanita saat permulaan masa menstruasi dan akan menurun

seiring dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu remaja akan lebih rentan mengalami nyeri menstruasi

dibandingkan dengan wanita dewasa (ACOG, 2015).

Dismenorea adalah salah satu dari penyebab

tersering dari nyeri panggul. Dan secara negatif

mempengaruhi kualitas hidup seseorang dan terkadang

menghasilkan dalam penurunan aktifitas. Dismenorea

terbagi dua yaitu dismenorea primer dan dismenorea

sekunder. Dismenorea primer adalah nyeri menstruasi

yang tidak disertai keadaan patologi dari panggul atau

rahim (Osayande, 2014).

Wanita yang mengalami nyeri menstruasi (dismenorea) memproduksi prostaglandin 10 kali lebih

banyak dari wanita yang tidak dismenorea. Prostaglandin

menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus, dan pada

kadar yang berlebih akan mengaktivasi usus besar

(Johnston, 2014).

Dismenorea adalah gangguan menstruasi yang

ditandai dengan nyeri berupa kram di daerah perut bagian

bawah, yang diikuti dengan terkadang diikuti dengan muntah, diare, pusing atau pingsan. Dismenorea terjadi

pada 20 - 90 % remaja wanita dan berakibat berat pada 14

– 42% remaja, yang membuat remaja tidak dapat

bersekolah atau kerja (Sayre, 2008).

Di lingkungan SMAN 1 Sayur Matinggi

Kabupaten Tapanuli Selatan diperkirakan 20% siswi

mengalami nyeri menstruasi pada saat menstruasi dan

sekitar 6% siswi SMAN 1 Sayur Matinggi tidak bisa

melakukan aktivitas seperti biasanya disebabkan nyeri

menstruasi (Survei, 2016).

Salah satu alternatif pengobatan dismenorea adalah dengan teknik relaksasi (ACOG, 2015). Terdapat beberapa

teknik relaksasi, yaitu teknik relaksasi nafas dalam dan

teknik relaksasi imajinasi terbimbing, yang salah satu

tujuannya adalah memberikan rasa relaksasi sehingga

terjadi penurunan rasa nyeri.

Relaksasi nafas dalam secara fisiologi

meningkatkan aliran darah ke jaringan tubuh, menurunkan

rasa nyeri dan kecemasan (Heni, 2017).

Relaksasi imajinasi terbimbing adalah metode

relaksasi untuk menghayalkan tempat dan kejadian

berhubungan dengan relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan klien untuk memasuki

keadaan atau pengalaman relaksasi (ACOG, 2006).

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan

menganalisis efektivitas relaksasi nafas dalam dan

imajinasi terbimbing terhadap nyeri menstruasi.

Page 101: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

97

1.3. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum: Untuk mengetahui efektivitas

relaksasi nafas dalam dan relaksasi imajinasi

terbimbing terhadap nyeri menstruasi pada

remaja.

b. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui intensitas nyeri

menstruasi sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi imajinasi terbimbing pada

kelompok intervensi.

b. Untuk mengetahui intensitas nyeri

menstruasi sebelum dan sesudah dilakukan

relaksasi nafas dalam pada kelompok

intervensi.

c. Untuk mengetahui perbedaan intensitas

nyeri menstruasi pada kelompok relaksasi

nafas dalam dan relaksasi imajinasi

terbimbing.

1.4. Hipothesis

1. Terdapat perbedaan efektivitas relaksasi nafas

dalam dan relaksasi imajinasi terbimbing

terhadap nyeri menstruasi pada remaja.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademik

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan

sumbangsih akademik mengetahui perbedaan

efektivitas relaksasi nafas dalam dan relaksasi

imajinasi terbimbing terhadap penurunan

intensitas nyeri menstruasi pada remaja.

b. Manfaat Terapan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan pada para bidan dalam

memberikan asuhan kebidanan reproduksi pada

remaja dengan nyeri menstruasi dengan

menggunakan perlakukan relaksasi nafas dalam

dan relaksasi imajinasi terbimbing.

METODE PENELITIAN

1.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bersifat analitik

menggunakan studi quasi eksperimental, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh relaksasi imajinasi terbimbing

terhadap nyeri menstruasi. Desain penelitian adalah pre test

and post test group design.

Populasi penelitian ini adalah semua remaja dengan

nyeri menstruasi di SMAN 1 Sayur Matinggi. Subjek

penelitian yang dipilih adalah semua populasi yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi

dalam penelitian ini adalah remaja dengan nyeri

menstruasi. Kriteria eksklusi adalah mengkonsumsi obat

penghilang nyeri atau jamu.

Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan

rumus perhitungan sampel dengan metode penelitian quasy eksperimen. Simpang baku kedua kelompok perlakuan

adalah 1,75 (Wirya, 2013).

Besar sampel dihitung dengan rumus dari Sastroasmoro:

n1 = n2 = 2[(𝑧𝛼 + 𝑧𝛽)𝑥 𝑠]2

(x1 – x2)

s = simpang baku nilai rerata dalam populasi, (1,75) dari

penelitian terdahulu (Wirya, 2013)

x1-x2 = 1

α = tingkat kemaknaan 95%

n1 = n2 = 2[(1,96 + 1,282) 𝑥 1,75]2

(5-3) = 16 orang

Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan

analisis univariat dan analisis bivariat untuk mengetahui

hubungan variabel independen dengan variabel dependen

dengan pengujian uji-t berpasangan. Analisis bivariat

digunakan untuk menyatakan analisis terhadap dua

variabel yaitu variabel bebas dan variabel tergantung

dengan menggunakan uji-t berpasangan dengan interval

kepercayaan 95% (α = 0,05) bila p < 0,05 maka variabel

dinyatakan signifikan. Penyajian data dalam bentuk tabel

dan grafik.

1.2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang

digunakan peneliti untuk mengumpulkan data

adalah data primer dengan menggunakan lembar

observasi yang diisi oleh subjek penelitian.

1.3. Metode Analisa Data

Data yang dikumpulkan dianalisis dengan

menggunakan analisis bivariat untuk mengetahui

hubungan variable independen dengan variable dependen dengan pengujian t-test untuk intensitas

nyeri menstruasi.

1.4. Definisi operasional

Untuk lebih menjelaskan dan menghindari

kesalahan penafsiran beberapa kata/istilah dalam

penelitian ini, peneliti merumuskan definisi

operasional kata/istilah tersebut berikut ini.

1. Relaksasi nafas dalam

Defenisi : Relaksasi adalah status hilang dari

ketegangan otot rangka dimana individu

mencapainya melalui praktek nafas dalam yang disengaja (Smeltzer, 2002).

Cara ukur : melakukan nafas dalam dan lambat

lewat hidung (menahan inspirasi secara

maksimal) dan mengeluarkan nafas perlahan-

lahan

lewat mulut.

Alat ukur : lembar observasi

Hasil ukur: Sebelum dilakukan relaksasi nafas

dalam diberi nilai 0, setelah dilakukan diberi

nilai 1

Skala ukur : Nominal 2. Relaksasi imajinasi terbimbing

Defenisi : Relaksasi imajinasi terbimbing adalah

metode relaksasi untuk menghayalkan tempat

dan kejadian berhubungan dengan relaksasi yang

menyenangkan (Kaplan, 2010).

Cara ukur : membayangkan kondisi yang santai

atau tentang

Page 102: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

98

pengalaman yang menyenangkan.

Alat ukur : lembar observasi

Hasil ukur: Sebelum dilakukan relaksasi

imajinasi terbimbing diberi nilai 0, setelah

dilakukan diberi nilai 1

Skala ukur : Nominal

3. Nyeri Menstruasi

Defenisi : Nyeri saat haid yang dirasakan responden yang terletak pada perut bagian

bawah yang timbul tidak lama sebelum atau

bersamaan dengan permulaan haid yang

berlangsung beberapa jam atau sampai

berhari-hari.

Cara ukur : Mengukur tingkat nyeri

Alat ukur : Skala nyeri NRS (skala nyeri

numeric)

Hasil ukur : Tingkat Nyeri

Skala ukur : Interval

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai Oktober 2016

sampai Agustus 2017. Sampel yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi sebanyak 16 orang per kelompok.

Kemudian dilakukan pretest untuk mengetahui

intensitas nyeri. Dengan menggunakan lembar

observasi dihitung pola menstruasi selama ini yaitu

siklus dan lama menstruasi . Setelah itu pada kelompok

pertama dilakukan relaksasi nafas dalam, kemudian

pada kelompok kedua dilakukan relaksasi imajinasi terbimbing mulai hari pertama haid sampai hari terahir

haid dan diukur kembali intensitas nyeri dengan

menggunakan kuesioner skala nyeri numerik. Pola

menstruasi dihitung kembali dengan menggunakan

lembar observasi. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan

oleh responden langsung setelah mendapatkan

pelatihan dari peneliti. Setiap pagi peneliti

mengingatkan setiap responden untuk melaksanakan

relaksasi nafas dalam pada kelompok pertama dan

relaksasi imajinasi terbimbing pada kelompok kedua.

Waktu yang dibutuhkan untuk satu orang responden adalah sekitar 5 - 10 menit untuk perlakuan.

Tabel 1 Karakteristik Responden

Karakterist

ik

K.Pertama

Rerata ± SD

K.Kedua

Rerata ± SD

p

Umur 14,3 ± 0,6 14,3 ± 0,4 p>0,05

Umur

Menarche

13,1 ± 0,7 13,2 ± 0,3 p>0,05

Intensitas

nyeri

6,6 ± 1,6 6,6 ± 1,8 p>0,05

Dari tabel 1 diketahui bahwa karakteristik responden tidak

terdapat perbedaan pada kelompok pertama dan kelompok

kedua untuk rerata umur, umur menarche, intensitas nyeri

sebelum dilaksanakan perlakuan dengan nilai p > 0,05.

Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan

efektivitas relaksasi nafas dalam dan relaksasi imajinasi

terbimbing terhadap intensitas nyeri menstruasi dengan

menggunakan analisis Uji Mann-Whitney. Hasil analisis

bivariat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Hasil Analisa Efektivitas Relaksasi Nafas Dalam dan Relaksasi imajinasi terbimbing Terhadap Intensitas

Nyeri menstruasi

Intensitas Nyeri Rerata ± SD p

K.Pertama

K.Kedua

4,2 ± 0,4 2,2 ± 0,2

0,001

Tabel 2 menunjukkan perbedaan intensitas nyeri

menstruasi pada kelompok relaksasi nafas dalam dan

kelompok relaksasi imajinasi terbimbing. Rerata intensitas

nyeri menstruasi pada kelompok relaksasi nafas dalam

sebelum perlakuan adalah 6,6 ± 1,6 menjadi 4,2 ± 0,4

setelah dilakukan relaksasi nafas dalam. Rerata intensitas

nyeri menstruasi pada kelompok relaksasi imajinasi

terbimbing sebelum perlakuan adalah 6,6 ± 1,8 menjadi 2,2

± 0,2 setelah dilakukan relaksasi imajinasi terbimbing.

Secara statistik dengan uji mann_whitney terdapat

perbedaan bermakna dengan p value 0,001 (< 0,05).

Gambar 1. Rerata Intensitas Nyeri Menstruasi Pada

Kelompok Pertama (Relaksasi Nafas Dalam) dan

Kelompok Kedua (Relaksasi Imajinasi Terbimbing)

3.2 Pembahasan

Pada penelitian ini didapatkan hasil terdapat

perbedaan intensitas nyeri menstruasi pada kedua

kelompok setelah dilakukan relaksasi nafas dalam dan

relaksasi imajinasi terbimbing. Intensitas nyeri menstruasi

mengalami penurunan lebih banyak pada kelompok kedua

(relaksasi imajinasi terbimbing) dibandingkan kelompok

pertama (relaksasi nafas dalam). Rerata intensitas nyeri

menstruasi atau dismenorea pada kelompok pertama

(relaksasi nafas dalam) menurun dari 6,6 ± 1,6 menjadi 4,2

± 0,4 sedangkan pada kelompok kedua (relaksasi imajinasi terbimbing) rerata intensitas nyeri menstruasi menurun dari

6,6 ± 1,8 menjadi 2,2 ± 0,2 setelah dilakukan relaksasi

imajinasi terbimbing.

Setelah dilakukan relaksasi imajinasi terbimbing rerata

intensitas nyeri menstruasi pada kelompok perlakuan lebih

rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Secara

statistik dengan uji t berpasangan terdapat perbedaan

bermakna dengan p value 0,001 (< 0,05).

0

1

2

3

4

5

K.1 K.2

Page 103: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

99

Hal ini menunjukkan bahwa pemberian relaksasi

imajinasi terbimbing memiliki pengaruh yang lebih baik

terhadap penurunan intensitas nyeri menstruasi.

Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh

relaksasi terletak pada fisiologi system saraf otonom yang

merupakan bagian dari sistem saraf perifer yang

mempertahankan homeostatis lingkungan internal indvidu.

Pada saat terjadi pelepasan mediator seperti bradikilin, prostagandin dan substansi p, akan merangsang saraf

simpatis sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang

akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan

berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan

pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan

meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang

menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla

spinalis ke otak akan dipersepsikan sebagai nyeri (Tamsuri,

2007).

Dengan merelaksasikan otot- otot skelet yang

mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah

dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang

mengalami spasme dan iskemik (Smeltzer, 2002).

Novarenta dalam penelitiannya terhadap tiga

orang responden dengan nyeri berat menstruasi

mendapatkan hasil setelah dilakukan relaksasi imajinasi

terbimbing terjadi penurunan intensitas nyeri menjadi nyeri

ringan (Novarenta, 2013).

Relaksasi imajinasi terbimbing dengan

menghayalkan situasi yang menyenangkan dengan

visualisasi mampu merangsang tubuh untuk melepaskan

opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin. Hormon ini akan memberikan pengaruh terhadap penurunan rasa nyeri.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian berdasarkan hasil analisis

bivariat dengan menggunakan uji

Mann_Whitney didapatkan adanya perbedaan

nilai rerata intensitas nyeri menstruasi pada

kelompok pertama (relaksasi nafas dalam) dan

kelompok kedua (relaksasi imajinasi terbimbing), yaitu intensitas nyeri menstruasi

lebih rendah pada kelompok relaksasi

imajinasi terbimbing dibandingkan kelompok

relaksasi nafas dalam.

2. Dari hasil analisis statistik dengan

menggunakan uji Mann_Whitney didapatkan

nilai P=0,001 < α=0,05 dimana ada perbedaan

bermakna antara nyeri menstruasi antara

kelompok pertama dan kelompok kedua, maka

dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan

efektivitas penurunan intensitas nyeri

menstruasi pada kelompok relaksasi nafas dalam dan kelompok relaksasi imajinasi

terbimbing yang signifikan terhadap

penurunan intensitas nyeri menstruasi pada

remaja.

5.2. Saran

1. Perlunya sosialisasi berkelanjutan kepada

remaja untuk penatalaksanaan nyeri

menstruasi sehingga akan diperoleh hasil yang

optimal.

2. Perlunya pendekatan berkesinambungan

kepada remaja untuk menanamkan pentingnya

pelaksanaan teknik relaksasi terhadap penurunan intensitas nyeri menstruasi.

DAFTAR PUSTAKA

ACOG, 2015. Dysmenorrhoea, Painful Periods. FAQ046.

Arikunto, S. 2003. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan

Praktek . Edisi IV. Jakarta: Rineka Cipta.

Heni Apriyani, Sono, The Influence Of Deep Breathing

Relaxation Technique On Nauseous Scale In

Gastrointestinal Disorders Patients. Proceeding

International Conference On Inter Professional Collaboration 2017. Jakarta: Poltekkes Jakarta 3.

Novarenta A, 2013. Guided Imagery Untuk Mengurangi

Rasa Nyeri Saat Menstruasi. Jurnal Ilmiah

Psikologi Terapan. ISSN: 2301-8267 Vol 01, No.02

Agustus, 2013. Fak Psikologi

Univ.Muhammadiyah Malang

Osayande S, Mehulic S. 2014. Diagnosis and Initial

Management of Dysmenorrhea. Am Fam

Physician. 2014;89(5):341-346.

Perry, AG, Potter PA .2005. Buku Ajar Fundamental

Keperawatan;Konsep, Proses dan Praktik , Vol.2

Alih Bahasa. Editor Monica Ester Dkk, Jakarta : EGC

Poornima, 2015. The Effects of Classical Music based

Chakra Meditation on the Symptoms of

Premenstrual Syndrome. The International

Journal of Indian Psychology ISSN 2348-5396

(e) | ISSN: 2349-3429 (p) Volume 2, Issue 3.

Sayre C. 2008. Taming Menstrual Cramps In

Adolescents.Http://Www.Nytimes.Com/Ref/

Health/Healthguide/Esn-Menstrualcramps-

Ess.Html

Sastroasmoro S. 2011. Dasar-dasar Metodologi penelitian klinis. Jakarta: CV.Sagung seto.

Smeltzer & Bare 2002. Keperawatan Medikal Bedah.

Edisi 8. Vol 1. Alih Bahasa Agung Waluyo. Jakarta.

EGC

Smeltzer & Bare 2002. Keperawatan Medikal Bedah.

Edisi 8. Vol 2, EGC. Jakarta.

Tamsuri A, 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri.

Jakarta. EGC

Wirya I, Sari MD, 2013, Pengaruh Pemberian Masase

Punggung Dan Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien

Post Appendiktomi Di Zaal C Rs HKBP Balige Tahun 2011, Jurnal Keperawatan HKBP Balige,

Vol.1 No.1, Juni 2013 ISSN 2338-369091

Page 104: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

100

EFEKTIVITAS BERKUMUR LARUTAN EKSTRAK ETANOL KULIT

KAYU MANIS DALAM MENURUNKAN AKUMULASI PLAK GIGI

Syahdiana Waty*, Dwi Suryanto**, Yurnaliza**

*Poltekkes Kemenkes Medan, ** Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara

Email : [email protected]

Abstrak

Kulit kayu manis merupakan salah satu obat tradisional yang diduga mengandung beberapa senyawa

antibakteri seperti flavonoid, saponin dan cinnamaldehid yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri di

rongga mulut. Efek ekstrak kulit kayu manis secara in vitro terhadap bakteri di rongga mulut telah sering dilakukan namun pengaruhnya sebagai obat kumur dalam menurunkan indeks plak gigi perlu dikaji.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas berkumur dengan larutan ekstrak etanol kulit kayu

manis dalam menurunkan akumulasi plak gigi. Kulit kayu manis diekstrak secara maserasi dengan etanol

80%. Obat kumur kulit kayu manis dibuat pada konsentrasi 6.25%. Sampel dalam penelitian ini merupakan

responden yang berkunjung di klinik Drg. Syahdiana Waty, Medan, Sumatera Utara. Pengukuran indeks

plak gigi dilakukan dua kali yaitu sebelum berkumur dan sesudah berkumur dengan larutan ekstrak etanol

kulit kayu manis. Analisis data yang digunakan adalah uji Wilcoxon untuk mengetahui perbedaan yang

signifikan antara indeks plak gigi sebelum berkumur dan sesudah berkumur dengan larutan ekstrak etanol

kulit kayu manis. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit kayu manis mengandung senyawa

metabolit sekunder golongan alkaloida, flavonoid, saponin dan glikosida. Perbedaan indeks plak gigi yang

signifikan antara sebelum dan sesudah berkumur dengan larutan ekstrak etanol kulit kayu manis 0.000 (<0.05). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa larutan ekstrak etanol kulit kayu manis

efektif menurunkan akumulasi plak gigi.

Kata kunci : kulit kayu manis, indeks plak gigi, obat kumur

PENDAHULUAN

Kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni)

merupakan salah satu tanaman rempah obat tradisional

yang murah dan mudah didapat namun masih belum

dimanfaatkan secara maksimal. Kulit kayu manis dan

daunnya memiliki kandungan minyak atsiri, saponin dan

flavonoid yang sudah banyak digunakan sebagai tanaman herbal yang berkhasiat untuk berbagai penyakit (Pitojo et

al., 2016). Kandungan terbesar dari kulit kulit kayu manis

adalah minyak atsiri yang mempunyai kandungan utama

senyawa sinamaldehid (60.72%), eugenol (17.62%) dan

kumarin (13.39%). Kandungan tersebut memiliki potensi

sebagai antibakteri (Puspita et al., 2013).

Penyakit gigi dan mulut di Indonesia prevalensinya

terus meningkat, dan yang paling tinggi adalah karies.

Terjadinya karies dan kelainan jaringan penyangga gigi

diawali dengan terbentuknya plak gigi (Pratiwi, 2005).

Terbentuknya plak yang berupa lapisan tipis yang

menempel pada permukaan gigi dan terkadang juga ditemukan pada gusi dan lidah adalah disebabkan oleh

sisa-sisa makanan yang diuraikan oleh bakteri-bakteri

patogen yang ada di rongga mulut (Chandraban et al.,

2012).

Berbagai cara dan metode untuk mengurangi

akumulasi plak di dalam rongga mulut telah banyak

dilakukan, antara lain dengan menyikat gigi dengan teratur,

berkumur dengan larutan antiseptik, membersihkan

interdental dengan dental floss, membersihkan lidah,

mengunyah permen karet, dan menghindari makanan yang

manis (Ladytama et al., 2014). Cara yang paling mudah

untuk menghilangkan plak adalah dengan berkumur. Beberapa penelitian telah menunjukkan efektivitas dan

kegunaan obat kumur antiseptik yang mengandung bahan

aktif seperti chlorhexidine dan minyak esensial untuk

mencegah dan mengontrol pembentukan plak dan radang

gusi (Endarti et al., 2006).

Pada penelitian Puspita et al., (2013) diketahui

bahwa ekstrak kulit kayu manis berpengaruh terhadap

pertumbuhan Streptococcus mutans yang merupakan

bakteri utama penyebab karies gigi, tetapi belum ada

informasi tentang efektivitas penggunaan ekstrak kulit

kayu manis tersebut sebagai obat kumur untuk mengurangi

plak gigi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui efektivitas berkumur

larutan ekstrak etanol kulit kayu manis dalam menurunkan

akumulasi plak gigi.

Page 105: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

101

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental

murni dengan rancangan one group pretest-postest.

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium farmasi

Universitas Sumatera Utara dan klinik Drg. Syahdiana

Waty. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari kulit kayu

manis dengan pelarut etanol dan aquades steril sebagai

pelarut obat kumur. Besar sampel sebanyak 40 dan dihitung berdasarkan rumus Slovin yang merupakan

responden yang berkunjung di Klinik Gigi Drg. Syahdiana

Waty, Medan dan sesuai dengan kriteria inklusi.

Pembuatan ekstrak kulit kayu manis dilakukan

dengan cara maserasi. Simplisia sebanyak 1 kg direndam

ke dalam 10 L etanol 80% yang sudah didestilasi selama 7

hari. Maserat yang dihasilkan dievaporasi menggunakan

rotary evaporator pada suhu 60˚C. Selanjutnya ekstrak

dimasukkan ke dalam water bath untuk menghilangkan

uap air yang tersisa dari rotary evaporator. Ekstrak kulit

kayu manis tersebut selanjutnya dilakukan pengujian

fitokimia yang meliputi alkaloid, glikosida, glikosida

antrakuinon, saponin, tanin, flavonoid dan

steroid/triterpenoid.

Sebelum berkumur dengan larutan ekstrak etanol

kulit kayu manis, dilakukan pengukuran indeks plak pada

bagian bukal gigi 16, 26, 36 dan 46 serta labial dari gigi 11

dan 31. Larutan obat kumur ekstrak etanol kulit kayu manis 6.56% diaplikasikan pada responden sebanyak 10

ml selama 30 detik kemudian diukur kembali indeks plak

gigi setelah 30 menit. Pengolahan data pada penelitian ini

menggunakan uji Wilcoxon.

HASIL

Maserasi dari 1000 gram simplisia kulit kayu manis

menggunakan pelarut etanol 80% dihasilkan filtrat

berwarna coklat sebanyak 8750 mL. Setelah diuapkan

dengan rotary evaporator diperoleh ekstrak kental

sebanyak 335 gram atau sebesar 33.5% berwarna coklat kemerahan. Ekstrak ini akan digunakan sebagai larutan

kumur.

Hasil uji fitokimia pada ekstrak etanol kayu manis

menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit kayu manis

mengandung senyawa metabolit sekunder golongan

saponin, flavonoid, alkaloid dan glikosida sedangkan tanin,

steroid dan antrakuinon tidak ditemukan ( Tabel 1).

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Kayu

Manis

Tabel 2. Distribusi frekuensi responden menurut jenis

kelamin

Jenis Kelamin N %

Laki-laki 13 32.5

Perempuan 27 67.5

Total 40 100

Tabel 3. Distribusi indeks plak menurut kategori skor plak

Kategori skor

plak

Sebelum

berkumur

Sesudah

berkumur

n % n %

Baik 0 0 38 95

Sedang 8 20 2 5

Buruk 32 80 0 0

Total 40 100 40 100

Tabel 4. Hasil analisis perbandingan indeks plak sebelum dan sesudah berkumur larutan ekstrak etanol kulit kayu

manis

Indeks plak gigi P

Rerata±SD

Sebelum berkumur 2.146±0.302 0.000

Sesudah berkumur 0.516±0.265 0.000

PEMBAHASAN

Kulit kayu manis yang diekstrak degan pelarut

etanol menghasilkan ekstrak yang lebih banyak dalam

penelitian ini. Penelitian Alusinsing et al. (2014) juga menggunakan pelarut etanol 80% dalam maserasi serbuk

kayu manis sebanyak 300 gram dalam 1500 mL etanol.

Filtrat yang dihasilkan sebanyak 900 mL dan ekstrak

kental sebanyak 83.56 gram atau 27.8 %. Jika

dibandingkan dengan penelitian Alusinsing et al. (2014),

maka hasil ekstrak yang dihasilkan dalam penelitian ini

jumlahnya lebih banyak.

Kulit kayu manis diduga memiliki senyawa-

senyawa metabolit sekunder yang dapat digunakan dalam

pengobatan dan dapat dideteksi dengan skrining fitokimia.

Penelitian Puspita et al. (2013), juga menemukan senyawa

metabolit sekunder pada ekstrak kulit kayu manis diantaranya adalah transinamaldehid, polifenol, flavonoid,

saponin dan tannin. Pada penelitian Awang et al. (2013)

melaporkan bahwa minyak esensial kulit kayu manis juga

mengandung cinnamaldehid yang berpotensi sebagai

antimikroba. Begitu juga dengan penelitian Repi et al.

(2016) yang menyatakan bahwa kulit kayu manis

mengandung beberapa senyawa antibakteri seperti eugenol

dan cinnamaldehid.

Perbandingan jumlah sampel yang berjenis kelamin

laki-laki dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan

yaitu sebanyak 14 sampel, yang terdiri dari 27 sampel berjenis kelamin perempuan dan 13 berjenis kelamin laki-

laki. Dari hasil penelitian diketahui indeks plak gigi

sebelum berkumur 80% (32 sampel) termasuk dalam

kategori buruk dan 20% (8 sampel) termasuk dalam

kategori sedang. Tidak ada sampel yang memiliki indeks

plak dengan kategori baik. Hal ini disebabkan karena

Uji Fitokimia

Hasil Skrining Positif

(+) / Negatif (-)

Tanin -

Steroid/ Triterpenoid -

Saponin +

Flavonoid +++

Alkaloid ++

Glikosida +++

Antrakuinon -

Page 106: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

102

masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga

kesehatan gigi dan mulut (Sartika et al., 2015).

Hasil pemeriksaan indeks plak gigi setelah

berkumur dengan larutan ekstrak etanol kulit kayu manis

menunjukkan hasil indeks plak 95% (38 sampel) termasuk

kategori baik dan hanya 5% (2 sampel) dengan kategori

sedang. Hal ini menunjukkan bahwa berkumur dengan

larutan ekstrak kulit kayu manis mampu menurunkan akumulasi plak.

Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa indeks plak gigi

berkurang secara signifikan 0.000 (p<0.05) setelah

berkumur dengan larutan ekstrak etanol kulit kayu manis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berkumur dengan

larutan ekstrak etanol kulit kayu manis efektif dalam

menurunkan akumulasi plak gigi. Hal ini disebabkan

karena kandungan pada kulit kayu manis mengandung

senyawa antibakteri diantaranya transinamaldehid,

polifenol, flavonoid dan tannin (Tasia et al., 2014).

Kemampuan antibakteri pada ekstrak kulit kayu manis mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans

sebagai salah satu bakteri penyebab terbentuknya plak

(Puspita et al., 2013). Berkumur merupakan upaya

melepaskan sisa-sisa makanan yang menempel pada gigi.

Menyikat gigi dan berkumur bertujuan untuk memelihara

kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut. Dalam hal ini

berkumur dengan larutan ekstrak etanol kulit kayu manis

dapat dipertimbangkan sebagai obat kumur yang aman dan

dapat menurunkan akumulasi plak.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak kulit kayu manis mengandung

senyawa metabolit sekunder golongan

alkaloid, flavonoid, saponin dan glikosida.

2. Obat kumur ekstrak etanol kulit kayu

manis efektif secara signifikan 0.000

(p<0.05) dalam menurunkan akumulasi

plak di rongga mulut.

SARAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh oleh peneliti

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh

penggunaan obat kumur ini dalam jangka waktu yang lama, efek lain terhadap kesehatan gigi dan mulut serta

efektivitas obat kumur ekstrak kulit kayu manis

dibandingkan dengan obat kumur sintetik.

DAFTAR PUSTAKA

Alusinsing, G., Bodhi, W., dan Sudevi, S. 2014. Uji

Efektivitas Kulit Batang Kayu Manis

(Cinnamomum burmannii) terhadap Penurunan

Kadar Gula Darah Tikus Putih Jantan Galur

Wistar (Rattus norvegicus) yang Diinduksi

Sukrosa. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi. 3(3)

: 275-278. Awang, AFIB., Susanti, D., and Taher, M. 2013.

Antimicrobial Activity and Synergic Effect of

Cinnamomum burmanii’s Essential Oil & its

Isolated Compound (Cinnamaldehyde).

International Conference on Chemical,

Agricultural and Medical Sciences. 29-30.

Chandrabhan, D., Hemlata, R., Renu, B. and Pradeep. V.

2012. Isolation of Dental Caries Bacteria from

Dental Plaque and Effect of Tooth Pastes on

Acidogenic Bacteria. Open Journal of Medical

Microbiology. 2. 65-69.

Endarti, Fauzia, dan Zuliana, E. 2006. Manfaat Berkumur dengan Larutan Siwak (Salvadora persica).

Majalah Kedokteran Nusantara. 39(4) : 393-401.

Ladytama, SR., Nurhapsari, A., dan Baehaqi, M. 2014.

Efektivitas Larutan Ekstrak Jeruk Nipis (Citrus

Aurantifolia) Sebagai Obat kumur Terhadap

Penurunan Indeks Plak Pada Remaja Usia 12-15

Tahun- Studi di SMP Nurul Islami, Mijen,

Semarang. Odonto Dental Journal. 1 (1).

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan.

Rineka Cipta.

Pitojo, S., dan Zumiati. 2016. Tanaman Bumbu dan Pewarna Nabati, Edisi. VIII. CV. Aneka Ilmu,

Semarang. 64-66.

Pratiwi, R. 2005. Perbedaan Daya Hambat terhadap

Streptococcus mutans dari beberapa Pasta Gigi

yang Mengandung Herbal. Majalah Kedokteran

Gigi (Dental Journal). 38. 64-67.

Puspita, A., Kholifa, M., dan Rochmanita, N. 2013.

Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Kulit kayu manis

(Cinnamomum burmanni) dalam Menurunkan

Pertumbuhan Streptococcus mutans secara In

Vitro. Fakultas Kedokteran Gigi UMS.

Repi, NB., Mambo, C., dan Wuisan, J. 2016. Uji Efek Antibakteri Ekstrak Kulit Kayu Manis

(Cinnamomum burmannii) terhadap Escherechia

coli dan Streptococcus pyogenes. Jurnal e-

Biomedik (eBm). 4(1) : 1-5.

Sartika, S., Kawengian, S.E.S., and Mariati NW. 2015.

Efektivitas Berkumur dengan Air Seduh Teh

Hijau dalam Menurunkan Akumulasi Plak.

Jurnal e-Gigi (eG).3(2) : 426-431.

Tasia, WRN., dan Widyaningsih, TD. 2014. Jurnal Review

: Potensi Cincau Hitam (Mesona palustris BI.),

Daun Pandan (Pandanus amaryllifolius) dan Kulit kayu manis (Cinamomum burmanii)

Sebagai Bahan Baku Minuman Herbal

Fungsional. Jurnal Pangan dan Agroindustri

.2(4) : 128-136.

Page 107: ISSN 1907-3046 JURNAL ILMIAH PANNMEDpannmed.poltekkes-medan.ac.id/files/2017/Mei-Agu/Panmed mei 2017.pdf · JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery,

103

UNDANGAN MENULIS DI JURNAL POLTEKKES MEDAN

Redaktur Jurnal Poltekkes Medan mengundang para pembaca untuk menulis di jurnal ini. Tulisan ilmiah yang

dimuat adalah berupa hasil penelitian atau pemikiran konseptual dalam lingkup kesehatan.

Persyaratan yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Tulisan adalah naskah asli yang belum pernah dipublikasikan.

2. Tulisan disertai abstrak, ditulis satu spasi dengan bahasa Indonesia atau Inggiris maksimal 200 kata.

3. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik, disertai lembaga asal dan ditempatkan dibawah judul

artikel. Penulis utama harus mencantumkan alamat korespondensi atau e-mail.

4. Kata kunci (keywords) minimal 2 (dua) kata, ditulis di bawah abstrak.

5. Setiap naskah memiliki sistematika sub judul pendahuluan, diikuti oleh beberapa sub judul lain dan berakhir

dengan sub judul penutup atau simpulan.

6. Naskah diketik rapi satu spasi dalam bahasa Indonesia atau Inggiris, Font : Times New Roman, size, 11, format :

A4 justify.

7. Panjang naskah minimal 4 (empat) halaman dan maksimal 8 (delapan) halaman, termasuk rujukan.

8. Sumber rujukan/kutipan dimasukkan dalam tulisan (tanpa footnote)

9. Tulisan dikirim dalam bentuk hard copy dan soft copy. Hard copy dikirim ke Poltekkes Kemenkes Medan Cq Unit Penelitian. Soft copy : e-mail : [email protected] dan [email protected]

10. Redaktur berhak mengedit dengan tidak merubah isi dan maksud tulisan.

11. Redaksi memberikan hasil cetak sebanyak dua eksemplar bagi penulis.

12. Naskah yang tidak dimuat akan dikembalikan bila dalam pengirimannya disertakan perangko pengembalian,

atau diambil langsung ke redaktur.

13. Biaya yang dikenakan untuk satu artikel (tulisan) sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).