jurnal ilmiah nita - lib.ui.ac.id

25

Upload: others

Post on 04-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS PENGARUH SERVICE RECOVERY TERHADAP

CUSTOMER LOYALTY STUDI KASUS CARWASH - BENGKEL

AUTOKLIN

Author : Nita Theodora Bustan

Program Studi S1 Ekstensi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Abstract :

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh interactional, distributive, procedural justice terhadap recovery satisfaction, overall satisfaction dan berakhir pada customer loyalty di dalam pasar jasa cuci mobil. AutoKlin dipilih sebagai tempat dilakukan penelitian oleh Peneliti. Penelitian – penelitian sebelumnya menunjukkan Recovery Satisfaction tidak secara signifikan mempengaruhi customer loyalty. Yang mempengarhui secara signifikan adalah Overall satisfaction (Yu – Wei Chang et.al, 2010). Penelitian ini juga menganalisis apakah interactional justice, procedural justice, distiributive justice berpengaruh signifikan kepada Recovery Satisfaction dan Overall Satisfaction dan berujung pada customer loyalty. Penelitian ini menggunakan model yang telah dikembangkan oleh Yu-We Chang et.al (2010) Katakunci : Service Recovery, Industri jasa, carwash, keadilan distributive, keadilan procedural,

keadilan interaksional, kepuasan pelanggan

Dalam ilmu ekonomi, jasa atau layanan adalah aktivitas ekonomi yang

melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang – barang milik,

tetapi tidak menghasilkan kepemilikan

Perubahan dalam kondisi bisa saja muncul dan produksi suatu jasa bisa

memiliki atau bisa juga tidak mempunyai kaitan dengan produk fisik. Interaksi antara

penyedia jasa dan pelanggan kerap kali terjadi dalam jasa, sekalipun pihak-pihak yang

terlibat mungkin tidak menyadarinya. Selain itu, dimungkinkan ada situasi di mana

pelanggan sebagai individu tidak berinteraksi langsung dengan perusahaan jasa.

Setiap bentuk pelayanan atau moment of truth yang diberikan pada saat

produsen melayani pelanggan lewat jasa yang mereka berikan, akan memberikan

kepuasan kepada pelanggan tersebut dan kepuasan merupakan salah satu yang

membuat konsumen tetap loyal pada perusahaan tersebut.

Complain merupakan bentuk ketidakpuasan konsumen akan produk yang

diharapkan. Ekspektasi yang diharapkan konsumen ternyata tidak sesuai dengan

kenyataan yang didapat. Dalam pelayanan jasa, produk yang ditawarkan tidak dapat

dilihat wujudnya. Jasa tersebut baru dapat dirasakan setelah dikonsumsi. Oleh karena

itu, penyedia jasa harus lebih siap menghadapi complain atau keluhan dari konsumen

atau pelanggannya.

Maraknya bisnis carwash atau jasa pencucian mobil sayangnya tidak dibarengi

dengan kualitas dan kesiapan penyedia jasa dalam menghadapi keluhan yang

dirasakan pelanggan. Penyedia jasa terfokus pada pemikiran ‘Yang penting mobil

mengkilat’ saja. Ketika konsumen mengalami ketidakpuasan dan mengeluh,

penanganan keluhan ini tidak cukup baik. Padahal penanganan keluhan merupakan

bagian dari kepuasan pelanggan.

Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa, AutoKlin selalu

berusaha memberikan pelayanan yang terbaik untuk konsumen. Sebuah perusahaan

carwash – bengkel - dan auto detailing ini memiliki 30 orang! ! "!

pegawai. Sang Owner atau Pemilik, terjun langsung untuk melakukan pengawasan

pada pelayanan yang diberikan konsumen.

Gambar 1.1 Jumlah Pengunjung AutoKlin 2012 (Januari – November) Sumber : Data Internal AutoKlin

Dengan rata – rata 2522 mobil setiap bulan dan omset rata – rata

Rp.150.000.000,- per bulan, AutoKlin perlu memperhatikan standart pelayanan yang

diberikan agar konsumen yang menggunakan jasa AutoKlin tetap puas sehingga terus

menggunakan jasa AutoKlin. Apalagi sekarang ini, mencuci mobil sendiri merupakan

hal yang sulit dilakukan oleh pemilik mobil (mengingat padatnya aktivitas dan

terbatasnya waktu). Oleh karena itu, mencuci mobil di tempat pencucian mobil dirasa

sebagai kebutuhan masyarakat sekarang ini.

Sepandai – pandainya manusia, pasti pernah berbuat kesalahan. Kesalahan –

Nov  

Okt  

Sept  

Agus  

Jul  

Jun  

Mei  

April  

kesalahan ini pun terjadi di AutoKlin. Padahal, di pelayanan jasa, penjual / produsen

dituntut untuk selalu perfect dan tidak bercela dalam hal sekecil apapun. Agar moment

of truth yang dirasakan oleh konsumen semakin banyak dan memberikan kepuasan

kepada konsumen pada akhirnya.

Menarik sekali melihat bagaimana AutoKlin melakukan service recovery

kepada konsumen ketika terjadi kesalahan – kesalahan dalam pelayanan untuk

membuat konsumen tetap puas berujung pada loyalitas yang tinggi pada AutoKlin.

Dari data penelitian Penulis kepada data pelanggan AutoKlin, 70% pelanggan

AutoKlin adalah pelanggan yang telah lebih dari 3 tahun berlangganan di AutoKlin.

Selama 3 tahun tersebut (AutoKlin berdiri sejak 2007), bukan berarti pelanggan tidak

pernah mengalami masalah atau kecewa dengan AutoKlin. Namun, bagaimana

AutoKlin me-recovery kesalahan mereka sehingga pelanggan tetap puas merupakan

hal yang menarik untuk di bahas. Mengingat seperti telah dikemukakan di atas,

pelayanan jasa, merupakan pelayanan keseluruhan terhadap hal - hal detail dan juga

pemberian kepuasan akan kebutuhan pelanggan melalui jasa yang tidak berwujud.

Teori keadilan atau yang lebih dikenal sebagai justice theory sekarang telah

diperluas penggunaannya untuk menjelaskan harapan konsumen terhadap usaha yang

diberikan oleh perusahaan atas kegagal – layanan jasa yang terjadi. Peneliti akan

menggali lebih dalam tentang tiga dimensi keadilan ini dalam pemulihan kegagal

layanan dan bagaimana hal itu mempengaruhi recovery satisfaction, overall

satisfaction dan customer loyalty.

Mengetahui pengaruh teori keadilan terhadap kepuasan pelanggan pasca terjadi

kegagal layanan, kepuasan secara keseluruhan dan terakhir loyalitas pelanggan

sangatlah penting bagi pelaku bisnis dalam hal ini penyedia bisnis jasa. Sayangnya

banyak pelaku bisnis jasa (khususnya carwash dalam hal ini, kurang memperhatikan

pengaruh variabel tersebut). Tentu saja hal ini mengakibatkan permasalahan atau

complain yang dilakukan oleh konsumen tidak dapat terlayani dengan baik oleh

penyedia jasa. Padahal, seperti yang telah Peneliti ungkapkan di bagian atas, loyalitas

pelanggan adalah hal yang sangat penting dalam dunia bisnis.

Data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung untuk

penelitian ini oleh peneliti. Data ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data kualitatif dan

data kuantitatif. Data kualitatif didapatkan dari wawancara tidak terstruktur yang

dilakukan oleh peneliti dengan beberapa orang responden dan juga pihak yang sedang

diteliti (responden yang pernah complain pada AutoKlin). Data kuantitatif didapatkan

melalui penelitian lapangan (survey) dengan menggunakan kuisioner yang diisi oleh

responden (Maholtra, 2007)

Data kualitatif bersifat tidak terstruktur, artinya variasi data yang diberikan oleh

sumbernya (orang, partisipan, atau responden yang diawawancara) sangat beragam.

Kondisi ini bertujuan untuk memperoleh ide atau pandangan yang mendalam dan luas

dari tiap partisipan mengenai pengalaman mereka dalam melakukan complain

terhadap pelayanan yang mengecewakan di AutoKlin. Kebebasan partisipan dalam

menyampaikan pendapat membuat periset mampu memperoleh pemahaman yang

lebih baik atas masalah yang sedang diteliti. Beberapa alat yang dapat digunakan

untuk mengumpulkan data kualitatif adalah wawancara, focus grup, dan teknik

proyeksi. Data kualitatif yang didapatkan hanya bersifat sebagai pendukung dalam

penelitian ini karena peneliti menggunakan data kuantitatif pada penelitian ini.

Data Kuantitatif bersifat terstruktur atau berpola sehingga ragam data yang

diperoleh dari sumbernya (responden yang ditanyai atau obyek yang diamati)

cenderung memiliki pola yang mudah dibaca. Dan selanjutnya data kuantitatif ini

menggunakan analisis deskriptif. Data kuantitatif tersebut didapatkan peneliti melalui

penyebaran kuisioner di AutoKlin, meminta kesediaan calon responden untuk mengisi

kuisioner tersebut.Menurut Naresh K. Maholtra (2007) data sekunder adalah data

yang telah dikumpulkan sebelumnya yang berbeda dengan penelitian saat ini. Data

sekunder dapat diperoleh dari artikel – artikel terkait, majalah, Koran, jurnal dan

website.

Untuk penelitian ini, Peneliti melakukan pengumpulan data sekunder melalui

studi pustaka untuk membangun landasan teori yang sesuai dengan model penelitian.

Studi pustaka dilakukan dengan membaca buku – buku referensi, artikel – artikel,

serta penelusuran internet yang berkaitan dengan pembahasan penelitian untuk

mencari teori – teori dan prinsip – prinsip yang dapat diterapkan di dalam model

penelitian ini.

Pengolahan data hasil penelitian ini akan dilakukan dengan analisis Structural

Equation Modelling (SEM). Hal ini dilakukan agar Peneliti dapat mendapatkan

informasi tentang hubungan kausal simultan di antara variabel – variabel, juga

informasi tentang muatan faktor dan kesalahan – kesalahan pengukuran.

Teknik Structural Equation Modelling (SEM) merupakan teknik statistik untuk

menjelaskan hubungan antara beberapa variable. Dalam pelaksanaanya, SEM

memeriksa struktur keterkaitan yang dinyatakan dalam rangkaian persamaan.

Persamaan – persamaan tersebut menggambarkan seluruh hubungan di antara

konstruk – konstruk (variable independen dan variable dependen) yang terlibat dalam

analisis. (Hair et al, 2006. Hal 711)

Berdasarkan hasil output LISREL 8.5 olahan peneliti di atas, dapat dilihat

bahwa nilai – t dari sebagian besar variabel teramati lebih dari 1,96. Tidak ada

variabel yang t – value – nya tidak memenuhi syarat.

Nilai t – value yang > 1.96 menunjukkan bahwa nilai parameter tersebut adalah

signifikan secara statistik. Hal ini juga menunjukkan bahwa variabel teramati pada

model penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut.

Gambar 2. standardized loading factor (λ) Sumber : Output 8.5 Hasil Olahan Peneliti

Diagram lintasan model lengkap dengan angka – angka yang merupakan hasil

estimasi yang distandarisir. Angka – angka tersebut dapat digunakan untuk

menghitung validitas dan reliabilitas setiap konstruk (model pengukuran) yang ada

dalam model.

Standardized Loading Factor (λ) atau muatan factor standart harus < 0.5 atau

<0.7. Namun jika ada nilai muatan factor standart yang <0.5 tapi ≥ 0.3 maka variabel

yang terkait dapat dipertimbangkan untuk tidak dihapus. Namun jika ≤ 0.3 maka

variabel tersebut harus dihapus. Karena sudah tidak memenuhi syarat.

Kedua nilai tersebut yang mtelah memenuhi syarat menyatakan bahwa validitas

semua variabel teramati terhadap variabel laten di model ini adalah baik.

Berikut adalah hasil Reliabilitas Model Pengukuran. Untuk melihat apakah model

Penelitian ini reliable untuk diteliti atau tidak.

Tabel 3. Analisis Reliablitas Model Pengukuran

Indikator

SLF Error CR VE 1 2 3 4 1 2 3 4

DJ 0.56 0.64 0.77 - 0.65 0.59 0.41 - 0.70045687

0.50023419

PJ 0.73 0.76 0.83 - 0.46 0.42 0.32 - 0.817695673

0.599919984

IJ 0.79 0.83 0.80 - 0.38 0.31 0.36 - 0.847967103

0.65034965

RS 0.75 0.78 0.78 - 0.44 0.39 0.40 - 0.81267419 0.591267072

CL 0.72 0.82 0.82 0.47

0.48 0.33 0.32 0.77

0.745635643

0.52310434

OS 0.47 0.87 0.85 - 0.78 0.24 0.28 - 0.786748905

0.566709996

Keterangan : SLF = Standardized Loading Factor DJ = Distributive Justice, PJ = Procedural Justice, IJ = Interactional Justice RS = Recovery Satisfaction, CL = Consumer Loyalty, OS = Overall Satisfaction

Hasil perhitungan reliablitas di atas, dapat dirangkum dalam Tabel 4.3 dan kita

bisa melihat bahwa semua nilai Construct Reliability (CR) ≥ 0.7 dan semua nilai

Variance Extracted (VE) ≥ 0.5. Dengan demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa

reliabilitas model pengukuran (konstruk) adalah baik karena telah memenuhi kedua

persyaratan tersebut.

Analisis model Struktural berhubungan dengan evaluasi terhadap koefisien –

koefisien atau parameter – parameter yang menunjukkan hubungan kausal atau

pengaruh satu variabel laten terhadap variabel laten yang lain. Biasanya hubungan –

hubungan kausal inilah yang dihipotesiskan dalam suatau penelitian.

Setelah menganalisis hasil dari model pengukuran, analisis berikutnya yang

dilakukan adalah dengan melakukan analisis hubungan kausal model. Pengujian

statistic untuk hubungan kausal model structural ini dilakukan dengan nilai kritis dari

nilai-t adalah ≥ 1.96. Hasil estimasi dari semua hubungan kausal penelitian bisa

dilihat dari hasil output LISREL 8.5 berikut ini:

Gambar 4.12 Path Model Struktural (Standardized Solution)

Sumber : Output LISREL 8.5 Hasil Olahan Peneliti

Gambar 4.13 Path Model Struktural (t-value)

Sumber : Output LISREL 8.5 Hasil Olahan Peneliti

Di bawah ini merupakan hasil persamaan yang dihasilkan dari printed output LISREL

8.5. Berikut hasil output penelitian Reduced from Equations

RS = 0.46*DJ + 1.34*PJ + 1.22*IJ, Errorvar.= 1.00, R² = 0.89

(0.52) (0.64) (0.60)

0.89 2.09 2.01

CL = 0.31*DJ + 0.40*PJ + 0.71*IJ, Errorvar.= 1.40, R² =

0.56

(0.26) (0.28) (0.29)

1.19 1.44 2.40

OS = 0.40*DJ + 0.24*PJ + 0.86*IJ, Errorvar.= 1.07, R² =

0.65

(0.40) (0.40) (0.43)

1.02 0.58 1.98

Tabel 4. Uji Kecocokan (Goodness of Fit) Model Struktural

No. Ukuran Goodness of Fit Nilai Keterangan

1. Chi-square 249.62 Poor Fit

P-value 0

3. Root Mean Square Error of

Approximation (RMSEA) 0.080 Good Fit

Tabel 5. Uji Kecocokan (Goodness of Fit) Model Struktural (Lanjutan)

4. Expected Cross-Validation Index

(ECVI) 3.24

Good Fit ECVI for Saturated Model 3.65

ECVI for Independence Model 13.75

5. Independence AIC 1430.27

Good Fit Model AIC 337.11

Saturated AIC 1074.25

6. Independence CAIC 1499.70

Good Fit Model CAIC 523.46

Saturated CAIC 1074.25

7. Normed Fit Index (NFI) 0.82 Poor Fit

8. Non-Normed Fit Index (NNFI) 0.90 Good Fit

9. Comparative Fit Index (CFI) 0.91 Good Fit

10. Incremental Fit Index (IFI) 0.91 Good Fit

11. Relative Fit Index (RFI) 0.81 Poor Fit

12. Critical ‘N’ 76.29 Poor Fit

13. Standardized Root Mean Square

Residual (RMR) 0.53 Poor Fit

14. Goodness of Fit Index (GFI) 0.90 Good Fit

15. Adjusted Goodness of Fit Index

(AGFI) 0.74 Poor Fit

Sumber : Hasil Olahan LISREL 8.5 Peneliti

Berdasarkan tabel di atas, maka analisis dari pengujian kecocokan seluruh model

adalah :

a. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang Chi – Square Model

Minimum Fit Function Chi-Square = 249.62 (P = 0.00)

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 235.11 (P

= 0.00)

Chi – Square digunakan untuk menguji seberapa dekat kecocokan antara matrik

kovarian sampel S dengan matrik kovarian model. Dari data di atas dapat kita lihat

bahwa nilai Chi – Square Model besar dan nilai P = 0.00. Sedangkan model dikatakan

Good Fit adalah nilai Chi-Square kecil dan nilai P > 0.05.

b. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang Root Mean Square Error of

Approximation (RMSEA) Model

Menurut Brown and Cudeck,1993 suatu model dikatakan good Fit jika memiliki

nilai RMSEA : 0.05 < RMSEA ≤ 0.08. Nilai RMSEA Model adalah 0.080.

Sehingga model ini termasuk good Fit.

Dari rentang 90% Confident Interval RMSEA, nilai RMSEA Model berada di

antara rentang interval : 0.063 < 90% Confident Interval for RMSEA (0.080) <

0.099. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model memiliki presisi yang baik

(Good Degree of Precision)

c. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang Expected Cross – Validation

Index (ECVI) Model

Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.080

90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.063 ; 0.099)

P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.0036

Expected Cross – Validation Index (ECVI) diusulkan sebagai saranan untuk

menilai, dalam sampel tunggal, likelihood bahwa model divalidasi silang (cross-

validated) dengan sampel – sampel dengan ukuran yang sama dari populasi yang

sama (Brosne dan Cudeck, 1989). ECVI digunakan untuk perbandingan model

dan semakin kecil nilai ECVI sebuah model semakin baik tingkat kecocokannya.

ECVI model dikatakan baik apabila ECVI model lebih dekat ke EVCI for

Saturated Model daripada ECVI for Independence Model.

Nilai ECVI model adalah 3.24 dan lebih dekat ke ECVI for Saturated Model 3.65

daripada ECVI for Independence Model : 13.75. Nilai ECVI pun berada dalam

inverval 2.87 – 3.69. Sehingga dapat dikatakan model ini berpresisi baik.

d. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang AIC Model

Independence AIC = 1430.27

Model AIC = 337.11

Saturated AIC = 380.00

Akaike Information Criterion (AIC) merupakan ukuran yang berdasarkan atas

statistical Information theory (Akaike, 1987). AIC merupakan ukuran yang

digunakan untuk membandingkan beberapa model dengan jumlah konstruk yang

berbeda.

Nilai AIC model adalah 337.11 dan lebih dekat ke Saturated AIC 380. Sehingga

kesimpulannya adalah Kecocokan keseluruhan model adalah baik (Good Fit)

e. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang CAIC Model

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 3.24

90 Percent Confidence Interval for ECVI = (2.87 ;

3.69)

ECVI for Saturated Model = 3.65

ECVI for Independence Model = 13.75

Menurut Bodzogan (1987), AIC memberikan penalty hanya berkaitan dengan

degree of freedom dan tidak berkaitan dengan ukuran sampel. Oleh karena itu, Ia

mengusulkan menggunakan Consistent Akaike Information Criterion (CAIC).

Pada model, nilai CAIC dari model yang mendekati nilai saturated CAIC

menunjukkan good fit. Nilai CAIC model adalah 523.46 dan nilai Saturated

CAIC adalah 107.24 sehingga nilai CAIC model lebih dekat ke Saturated CAIC

daripada Independence CAIC 1499.70

f. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang Normed Fit Index (NFI) Model

Nilai Normed Fit Index (NFI) model adalah 0.83. Sedangkan menurut

perhitungan Normed Fit Index (NFI), suatu model dikatakan good Fit apabila

memiliki nilai ≥ 0.9. Karena nilai Normed Fit Index (NFI) < 0.9 maka secara

Normed Fit Index (NFI) model ini dikatakan poor Fit.

g. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang Non – Normed Fit Index

(NNFI) Model

Nilai Non – Normed Fit Index (NNFI) dikatakan baik apabila nilai NNFI ≥

0.9. Nilai NNFI model adalah 0.90 sehingga model dikatakan good fit.

h. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang Comparative Fit Index (CFI)

Model

Nilai Comparative Fit Index (CFI) diharapkan berkisar 0 – 1, dengan nilai lebih

tinggi adalah lebih baik. CFI ≥ 0.9 adalah good fit. Sedangkan nilai CFI model

adalah 0.91 sehingga model tergolong good fit.

i. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang Incremental Fit Index (IFI)

Model

Nilai Incremental Fit Index (IFI) diharapkan berkisar 0 – 1, dengan nilai lebih

tinggi adalah lebih baik. IFI ≥ 0.9 adalah good fit. Sedangkan nilai IFI model

adalah 0.91 sehingga model tergolong good fit.

j. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang Relative Fit Index (RFI) Model

Independence CAIC = 1499.70

Model CAIC = 523.46

Saturated CAIC = 1074.25

Nilai Relative Fit Index (RFI) diharapkan berkisar 0 – 1, dengan nilai lebih

tinggi adalah lebih baik. RFI ≥ 0.9 adalah good fit. Sedangkan nilai RFI model

adalah 0.81 sehingga model tergolong poor fit

k. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang Critical ‘N’ Model

Nilai Critical ‘N’ Model adalah 76.29 sedangkan menurut standart, model

dikatakan Good Fit apabila nilai Critical ‘N’ Model tersebut > 200. Oleh karena

itu, dari segi nilai Critical ‘N’, model dikatakan poor fit.

l. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang Standardized Root Mean

Square Residual (RMR) Model

Standardized Root Mean Square Residual (RMR) merupakan residual rata – rata

antara matrik (korelasi atau kovarian) teramati dan hasil esimasi Standardized

Root Mean Square Residual (RMR) ≤ 0.05 adalah good fit. Sedangkan

Standardized Root Mean Square Residual (RMR) model adalah 0.053 ( > 0.05)

meskipun hanya sedikit melewati batas atas nilai RMR, tapi tetap saja, nilai

Standardized Root Mean Square Residual (RMR) model adalah poor fit.

m. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang Goodness of Fit Index (GFI)

Model

Nilai Goodness of Fit Index (GFI) dari suatu model dikatakan baik atau good fit

apabila memiliki nilai ≥ 0.90. Nilai Goodness of Fit Index (GFI) Model adalah

0.90 yang berarti good fit.

n. Hasil Olahan Data LISREL 8.5 tentang Adjusted Goodness of Fit Index

(AGFI) Model

Nilai Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) dikatakan good fit apabila

memiliki nilai ≥ 0.90. Dari data dapat kita lihat bahwa nilai Adjusted Goodness

of Fit Index (AGFI) model adalah 0.74 sehingga model dikatakan poor fit.

Dari analisis terhadap kecocokan keseluruhan model di atas, dapat dilihat bahwa

terdapat empat (4) ukuran goodness of fit yang menunjukkan kecocokan yang kurang

baik (poor fit), dua (2) ukuran goodness of fit yang menunjukkan kecocokan yang

sedang (marginal fit), dan delapan (8) ukuran goodness of fit yang menunjukkan

kecocokan yang baik (good fit). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecocokan

keseluruhan model baik.

Analisis Hubungan Kausal Setelah Respesifikasi

Berdasarkan hasil output LISREL 8.5, dapat dilakukan beberapa tahap analisis

model structural sebagai berikut :

Tabel 4.11 Nilai – t dan Estimasi dari Model Struktural

No. Path Estimasi Nilai - t Kesimpulan

1. Ij à RS 0.43 2.14 Signifikan

2. PJ à RS 0.44 2.09 Signifikan

3. DJ à RS 0.15 0.89 Tidak Signifikan

4. IJ à OS 0.31 1.12 Tidak Signifikan

5. PJ à OS - 0.06 - 0.22 Tidak Signifikan

6. DJ à OS 0.16 0.72 Tidak Signifikan

7. RS à CL 0.35 2.04 Signifikan

8. RS à OS 0.45 1.13 Tidak Signifikan

9. OS à CL 0.52 2.84 Signifikan Sumber : Output LISREL 8.5 Hasil Olahan Peneliti

Keterangan : DJ = Distributive Justice, PJ = Procedural Justice, IJ = Interactional Justice RS = Recovery Satisfaction, CL = Consumer Loyalty, OS = Overall Satisfaction

Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat mana yang memiliki hubungan

signifikan dan mana yang kurang signifikan. Nilai ini akan digunakan dalam

pembahasan hipotesis selanjutnya.

a. Koefisien Determinasi R2

Menurut Joreskog (1999) dalam Wijanto (2008), R2 pada persamaan

struktural (structural equation) tidak mempunyai interpretasi yang jelas dan

untuk menginterpretasikan R2 seperti pada persamaan regresi, maka kita harus

mengambilnya dari reduced form equation

• Faktor Distributive Justice, Procedural Justice dan Interactional Justice dapat

menjelaskan 89% varian dari Recovery Satisfaction. Sedangkan sisanya sebanyak

11% dijelaskan oleh faktor lain

• Faktor Distributive Justice, Procedural Justice dan Interactional Justice dapat

menjelaskan 56% varian dari Customer Loyalty. Sedangkan sisanya sebanyak

44% dijelaskan oleh faktor lain

• Distributive Justice, Procedural Justice dan Interactional Justice dapat

menjelaskan 65% varian dari Overall Satisfaction. Sedangkan sisanya sebanyak

35% dijelaskan oleh faktor lain

4.6. Pengujian Hipotesis

Dalam pengujian ini terdapat Sembilan buah hipotesis. Analisis pengujian

hipotesis dilakukan dengan nilai kritis t ± 1,96. Hipotesis diterima apabila nilai-t

yang didapat ≥ 1,96, sedangkan hipotesis akan ditolak apabila nilai-t yang

didapat ≤ 1,96. Berdasarkan nilai-t inilah, dilakukan uji hipotesis untuk melihat

apakah model yang diusulkan didukung oleh data.

Uji Hipotesis

Hipotesi

s

Pernyataan Hipotesis t -

value

Estimas

i

Kesimpulan

H1a Interactional Justice secara postif

mempengaruhi recovery

satisfaction

2.14 0.43 Hipotesis

Diterima

H1b Procedural Justice secara positif

mempengaruhi recovery

satisfaction

2.09 0.44 Hipotesis

Diterima

H1c Distributive Justice secara positif

mempengaruhi recovery

satisfaction

0.89 0.15 Hipotesis

Ditolak

H2a Interactional Justice secara postif

mempengaruhi Overall satisfaction

1.12 0.31 Hipotesis

Ditolak

H2b Procedural Justice secara positif

mempengaruhi Overall satisfaction

-0.22 -0.06 Hipotesis

Ditolak

H2c Distributive Justice secara positif

mempengaruhi Overall satisfaction

0.72 0.16 Hipotesis

Ditolak

H3 Recovery satisfaction secara positif

mempengaruhi customer loyalty

2.04 0.35 Hipotesis

Diterima

H4 Recovery satisfaction secara postif 1.13 0.45 Hipotesis

mempengaruhi overall satisfaction Ditolak

H5 Ada hubungan antara overall

satisfaction dan customer loyalty

2.84 0.52 Hipotesis

Diterima

Sumber : Hasil Olahan data Penelitian Peneliti

Analisa Hipotesis

Berikut beberapa hasil Analisa Hipotesis Penelitian :

H1a : Interactional Justice secara postif mempengaruhi recovery satisfaction

Hasil : Hipotesis Diterima

Interactional Justice terbukti secara positif mempengaruhi recovery

satisfaction. Rasa empati yang diberikan oleh pegawai Autoklin dan focus

dalam menangani kegagal – layanan yang dialami pelanggan, membuat

pelangan merasa puas pasca terjadi kegagal – layanan di AutoKlin. Angka

yang memberikan hubungan positif ini berarti juga bahwa ketika

interactional justice yang diberikan oleh AutoKlin pasca kegagal – layanan

semakin baik, maka recovery satisfaction customer pun akan semakin besar

pasca kegagal – layanan.

H1b : Procedural Justice secara positif mempengaruhi recovery satisfaction

Hasil : Hipotesis Diterima

Procedural Justice terbukti memberikan dampak positif terhadap recovery

satisfaction pelanggan. Respon yang cepat dalam mengatasi keluhan

pelanggan ketika terjadi kegagal – layanan dianggap menjadi salah satu hal

yang membuat pelanggan mengalami pemulihan kepuasan pasca kegagal –

layanan. Waktu penanganan kegagalan yang cepat dan cara yang tepat dalam

mengatasi kegagal – layanan juga menjadikan procedural justice sebagai

factor yang memberikan dampak positif kepada recovery satisfaction.

Untuk kasus AutoKlin pun hipotesis ini berlaku. Angka hubungannya pun

menunjukkan hubungan yang positif. Hal ini berarti, ketika respon yang baik,

waktu yang cepat dan cara yang tepat mengatasi kegagal – layanan akan

memberikan hasil yang baik kepada kepuasan pasca kegagal – layanan.

H1c : Distributive Justice secara positif mempengaruhi recovery satisfaction

Hasil : Hipotesis Ditolak

Interactional Justice ternyata tidak signifikan mempengaruhi recovery

satisfaction atau pemulihan kepuasan pelanggan pasca mengalami kegagal-

layanan. Usaha – usaha yang diberikan pihak AutoKlin untuk memperbaiki

kesalahan yang terjadi, tidak memberikan hasil yang positif bagi recovery

satisfaction konsumen. Sehingga hipotesis bahwa Distributive justice secara

positif mempengaruhi recovery satisfaction tidak diterima pada penelitian

ini.

H2a : Interactional Justice secara postif mempengaruhi Overall satisfaction

Hasil : Hipotesis Ditolak

Hasil penelitian ini menujukkan bahwa rasa empati, kepedulian atau kesan

focus pegawai AutoKlin pada akhirnya tidak berpengaruh kepada kepuasan

pelanggan secara keseluruhan atau overall satisfaction.

H2b : Procedural Justice secara positif mempengaruhi Overall satisfaction

Hasil : Hipotesa Ditolak

Respon yang cepat, waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan

pelayanan yang mengecewakan, ketepatan perbaikan terbukti tidak

mempengaruhi keseluruhan atau overall satisfaction. Hal ini terbukti dari

hasil penelitian dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Procedural

Justice tidak mempengaruhi kepuasan konsumen secara keseluruhan.

H2c : Distributive Justice secara positif mempengaruhi Overall satisfaction

Hasil : Hipotesa Ditolak

Penelitian ini menunjukkan bahwa distributive justice tidak memberikan

pengaruh posif kepada kepuasan konsumen secara keseluruhan. Jadi besar

atau kecilnya permintaan maaf dan hal – hal yang berkaitan dengan

distributive justice tidak mempengaruhi kepuasan konsumen secara

keseluruhan.

H3 : Recovery satisfaction secara positif mempengaruhi customer loyalty

Hasil : Hipotesa Diterima

Kepuasan pasca kegagal – layanan yang dirasakan konsumen terbukti secara

positif mempengaruhi loyalitas konsumen. Terbukti dari penelitian yang

dilakukan di AutoKlin, Solusi dan penyelesaian masalah yang diberikan oleh

AutoKlin kepada konsumen yang mengalami kegagal – layanan membuat

konsumen loyal dengan AutoKlin. Sehingga, semakin besar recovery

satisfaction yang dirasakan konsumen, semakin besar pula loyalitas yang

dirasakan konsumen kepada AutoKlin.

H4 : Recovery satisfaction secara postif mempengaruhi overall satisfaction

Hasil : Hipotesa Ditolak

Dari hasil penelitian dapat kita lihat bahwa kepuasan yang dialami pasca

pemulihan dari kegagal – layanan AutoKlin tidak memberikan pengaruh

positif terhadap kepuasan konsumen secara keseluruhan.

H5 : Ada hubungan antara overall satisfaction dan customer loyalty

Hasil : Hipotesis Diterima

Penelitian ini memberikan hasil bahwa overall satisfaction ada pengaruhnya

dengan loyalitas konsumen. Hubungan overall satisfaction dengan loyalitas

konsumen adalah positif yang berarti semakin besar keseluruhan kepuasan

atau overall satisfaction yang dirasakan oleh pelanggan AutoKlin, semakin

loyal pula para pelanggannya.

Tindakan yang diambil service provider untuk merespon kegagalan layanan

(service failure) diistilahkan sebagai pemulihan kembali layanan (service recovery).

Lovelock et.al (2002) mendefinisikan service recovery sebagai aksi yang spesifik

diambil untuk menjamin / memastikan bahwa konsumen menerima layanan pada

tingkat yang layak (reasonable level) setelah terjadi masalah yang mengganggu

layanaan yang normal (disrupt normal service).

Recovery Satisfaction atau pemulihan kepuasan pasca kegagal – layanan

berkaitan dengan dimensi (outcome technical) dan process (fungsional). Dimensi

outcome adalah apa yang sebenarnya diterima oleh konsumen sebagai bagian dari

usaha pemulihan kembali (to recover) sedangkan dimensi proses dikonsentrasikan

dengan bagaimana ini diselesaikan. Dimensi outcome lebih penting ketika original

service is delivered sedangkan dimensi proses lebih ditekankan/ditonjolkan di dalam

service recovery. Kedua dimensi tersebut terdapat dalam teori keadilan / justice

theory.

Ada tiga jenis keadilan seperti yang telah kita bahas di awal bab ini dan di Bab

II. Dari jurnal Yu – wei Chang dan Yu – Hern Chang (2010) dengan judul “Journal

of Air Transport Management : Does service recovery affect satisfaction and

customer loyalty? An empirical study of airline services” terlihat bahwa Interactional

Justice dan Procedural Justice memberikan pengaruh positif kepada pemulihan

kepuasan pasca kegagal – layanan.

Jurnal tersebut menyatakan bahwa ada pengaruh positif antara kedua keadilan

atau justice itu kepada recovery satisfaction. Dan hal yang sama juga didapatkan dari

hasil penelitian di AutoKlin. Seberapa baik konsumen diperlakukan, tata krama

pegawai AutoKlin, cara meminta maaf, proses penyampaian kompensasi, kecepatan

dan waktu penanganan kompensasi terbukti memberikan pengaruh positif terhadap

kepuasan pelanggan pasca terjadinya kegagal – layanan.

Dalam Studi Kasus yang dilakukan di AutoKlin, terbukti bahwa Interactional

dan Procedural Justice memberikan pengaruh signifikan kepada Recovery

Satisfaction. Tingkat bagaimana tata karma AutoKlin dalam menyelesaikan kegagal –

layanan yang terjadi, permintaan maaf, empati yang ditunjukkan, perhatian dan

kesopanan dari pihak AutoKlin serta proses dan kebijakan yang diberikan oleh

pengelola AutoKlin membuat konsumen yang mengalami kegagal layanan mengalami

kepuasan pasca kegagal – layanan.

Sedangkan distributive justice atau keadilan yang berkaitan dengan hasil

kompensasi, apa yang didapat pelanggan tidak terbukti memberikan hasil yang positif

baik kepada recovery satisfaction dari penelitian sebelumnya dan penelitan yang kali

ini dilakukan oleh peneliti di AutoKlin.

Sebagai contoh, Mobil pelanggan yang sedang dikeringkan tidak sengaja

tergores vacuum cleaner dari besi yang menyebabkan goresan dan cacat yang cukup

dalam. Maka pihak AutoKlin segera menangani hal ini dengan baik. Permintaan maaf,

empati, perhatian dan kesopanan kepada customer langsung disampaikan oleh pemilik

AutoKlin sendiri. AutoKlin segera menghubungi bengkel rekanan reparasi mereka

untuk segera mengerjakan perbaikan mobil yang tergores tersebut. Semua biaya

ditanggung oleh AutoKlin.

Semua tindakan dan perlakuan yang diberikan ini, dirasakan oleh konsumen

sebagai hal yang membuat mereka merasa puas setelah mengalami kegagal – layanan.

Hasil dari semua proses kompensasi yang diberikan tidak memberikan hubungan yang

spesifik dengan pemulihan kegagal – layanan. Hal ini terbukti dari hasil riset yang

menolak Hipotesis 1c. Hasil Studi kasus penelitian di AutoKlin pada bagian hubungan

antara justice theory dan recovery satisfaction ini sama dengan hasil dari jurnal Yu –

wei Chang dan Yu – Hern Chang (2010) dengan judul “Journal of Air Transport

Management : Does service recovery affect satisfaction and customer loyalty? An

empirical study of airline services”.

Overall satisfaction merupakan kepuasan konsumen secara keseluruhan atas

jasa yang diterima / dirasakan konsumen. Kepuasan merupakan perasaan yang

menyenangkan atau mengecewakan yang dialami seseorang yang merupakan hasil

akhir dari membandingkan kinerja suatu produk yang dihubungkan dengan ekspektasi

seseorang atas produk tersebut.

Dari penelitian terdahulu dan penelitian yang sekarang dilakukan di AutoKlin,

ketiga keadilan (interactional justice, procedural justice, distributive justice tersebut

tidak memberikan pengaruh signifikan kepada kepuasan konsumen secara

keseluruhan.

Pelanggan akan merasa tidak puas apabila kinerja yang diberikan oleh

perusahaan lebih rendah dari apa yang diharapkan pelanggan. Sebaliknya, pelanggan

akan merasa puas apabila kinerja yang diberikan perusahaan sesuai dengan yang

diharapkan oleh pelanggan. Seperti pada teori yang dikemukakan pada bab II, overall

satisfaction lebih bertitik pada harapan pelanggan secara keseluruhan bukan pada

justice theory.

Tingginya kepuasan akan menciptakan sebuah daya tarik emosional terhadap

produk atau jasa, sehingga dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang tinggi. Oleh

karena itu, perusahaan perlu untuk memantau kepuasan pelanggan agar pelanggan

selalu merasakan kepuasan.

Ada perbedaan yang terlihat antara hasil penelitian sebelumnya dengan

penelitian yang kali ini dilakukan oleh peneliti di AutoKlin. Pada penelitian

sebelumnya, Recovery satisfaction memberikan hubungan yang signifikan dengan

Customer Loyalty namun pada penelitian yang dilakukan peneliti, Recovery

Satisfaction tidak memberikan hubungan yang signifikan terhadap Customer Loyalty.

Dari Studi kasus ini, Peneliti mendapat hasil bahwa alasan customer tetap

menjadi pelanggan setia di AutoKlin adalah karena mereka merasa nyaman dengan

pelayanan di AutoKlin, letak AutoKlin yang strategis, penanganan keluhan yang

ditangani dengan baik, serta banyak fleksibilitas yang diberikan oleh AutoKlin kepada

pelanggan setianya

Perbedaan hasil juga terdapat di hubungan antara Recovery Satisfaction dengan

Overall Satisfaction. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa tidak ada hubungan

antara Recovery Satisfaction terhadap Overall Satisfaction, namun penelitian kali ini

menyatakan bahwa ada hubungan signifikan antara Recovery Satisfaction dan

Overall Satisfaction.

AutoKlin berusaha membangun hubungan dengan pelanggan agar pelanggan

secara keseluruhan merasa puas akan pelayanan di AutoKlin. Apabila terjadi kegagal

– layanan di AutoKlin, AutoKlin berusaha melakukan tindakan agar pelanggan

mendapatkan kepuasan pasca kegagal – layanan (Recovery Satisfaction) yang

nantinya diharapkan membuat konsumen merasa puas secara keseluruhan atau

(Overall Satisfaction)

Semakin besar Overall Satisfaction yang dirasakan oleh konsumen maka

konsumen akan semakin loyal. Hubungan antara Overall Satisfaction dengan

Customer Loyalty terbukti signifikan dari penelitian dahulu dan juga terbukti dari

penelitian kali ini di AutoKlin. 103 dari 105 data responden yang diolah oleh peneliti

atau sebesar 98% responden menyatakan bahwa mereka merasa puas secara

keseluruhan pada pelayanan jasa yang diberikan oleh AutoKlin. Sehingga mereka

menjadi konsumen yang loyal dan setia pada AutoKlin.

Data yang didapatkan dari management AutoKlin juga, sebesar 70% atau lebih

dari separuh pelanggan yang merupakan pelanggan yang telah lebih dari 3 tahun

menggunakan jasa di AutoKlin. Selebihnya adalah customer atau pelanggan baru

(kurang dari 3 tahun) yang menggunakan jasa AutoKlin.

Repeat buying yang dilakukan oleh responden Penelitian juga membuktikan

bahwa loyalitas konsumen kepada AutoKlin telah terbukti. Lebih dari sepertiga

responden menggunakan jasa AutoKlin 4 – 7 kali dalam sebulan (1-2 kali dalam

seminggu) dan yang kedua 8 -12 kali sebulan atau 3 kali seminggu. Angka ini

menunjukkan bahwa Konsumen tersebut menjadikan AutoKlin sebagai bagian dari

kebutuhan mereka dalam mencuci mobil.

Dari hasil Penelitian juga dapat kita ketahui bahwa 42,9% responden

mengetahui AutoKlin dari Teman / Keluarga. Word of Mouth yang diberikan oleh

rekan mereka, terbukti membuat mereka ingin mencoba menggunakan jasa AutoKlin

dan kemudian menjadi pelanggan tetap di sana. Overall satisfaction yang didapat di

AutoKlin menjadikan responden ini adalah pelanggan tetap AutoKlin bertahun –

tahun.

Ada pengaruh signifikan antara Justice Theory dengan Recovery Satisfaction.

Namun, tidak semua justice Theory memberikan pengaruh yang signifikan. Yang

memberikan pengaruh signifikan kepada Recovery Satisfaction adalah Interactional

Justice dan Procedural justice. Kesan empati dari pegawai AutoKlin, kepedulian akan

kegagal – layanan yang terjadi, fokus dalam penanganan masalah yang terjadi

merupakan contoh konkret dari Interactional Justice yang ada di AutoKlin. Respon

cepat atas complain yang terjadi, waktu penanganan, cara perbaikan yang tepat

merupakan tindakan Procedural Justice yang didapat konsumen ketika mengalami

kegagal – layanan di AutoKlin. Bila justice theory memberikan pengaruh signifikan

kepada Recovery Satisfaction, ketiga Justice Theory tidak memberikan pengaruh

signifikan kepada Overall Satisfaction.

Ada pengaruh signifikan antara Recovery Satisfaction dengan Customer

Loyalty. Hal ini terbukti dari uji validitas yang dilakukan dan menunjukkan bahwa

Hipotesis ini diterima. Namun tidak ada pengaruh signifikan antara Recovery

Satisfaction dengan Customer Loyalty.

Ada pengaruh antara Overall Satisfaction dengan Customer Loyalty. Hal ini

dapat diartikan bahwa Loyalitas dapat diukur dari kepuasan pelanggan secara

keseluruhan. Semakin puas pelanggan akan jasa yang diberikan, semakin loyal

pelanggan tersebut kepada perusahaan tersebut. Selain melakukan repeat buying,

pelanggan AutoKlin juga mengajak rekan mereka untuk juga menggunakan jasa di

AutoKlin. Hal ini terlihat dari First Time Awareness responden yang menyatakan

hampir separuh dari responden mengetahui AutoKlin dari ajakan keluarga atau teman

mereka.

Reference :

Alexander,E.C. (2002). Consumer Reactions to Unethical Service Recovery. Journal

of Business Ethics. Vol 36.

Andreassen, T.W. (2000).What Drives Customers Satisfaction With Complaint

Resolution. Journal of Service Research, Vol.1, No 324 – 326

Bennet,R.; Hartel, C.E.J.; Kennedy, J.M & James,C.E. (2003). Emotions And

Complaining Behavior Following Service Failure. Monash University Faculty of

Business And Economics

Cohen,M (1999). The Wishom of Complaints: Servoce Recovery Begins With

Customer. The Loyalty Line, published by The HSM Group, Ltd.

Fitzsimmons, J.A.; Fitzsimmons, M.J. (2001). Service Management : Operation,

strategy,and Information Technology. Third Edition, McGraw Hill International

Editions

Gronroos,C. (2000). “Service Management and Marketing : a customer relationship

managmenet Approach.”. Second Edition. John Wiley & Sons, Ltd. England

Gummesson,E (1999). Total Relationship Marketing: Rethingking Marketing

Management From 4 Ps to 30 Rs. A Division of Reed Educational and Professional

Publishing, Ltd

Kotler,P.; Ang,S.H; Leong,S.M; Tan,C.T. (1999) Manajemen Pemasaran: Perspektif

Asia.Prentice Hall.

Kreisler,E. (2000). Customer Loyalty. Customer Loyalty Research Center. Journal of

Marketing Strategy, University of North Florida, Vol 5 No 1

Lewis, B.R; Spyrakopoulos,S. (2001). Service Failures and Recovery in retail Bank :

The Customers Perspective. International Journal of Bank Marketing, MCB

University Press, Vol 19 No.1

Lovelock,C.; Wirtz & Keh, H.T. (2002). “Service Marketing in Asia : Managing

people, technology and strategy.” Prentice Hall

Michel,S., Lucerne, Switzerland. (2001). Perceived Justice in Service Failure and

Recovery Incidents. A Multiple correspondent Approach

Wreden, N. (2002). How To Recover Lost Consumers. All Rights Reserved. Pages 12

Wijayanto, Setyo Hari, (2008). Structural Equation Modeling.Yogyakarta.Graha

Ilmu.

Zemke, R. (1994). “Service Recovery,” Executuve Excellence. Vol. 11 No.9