jarum anestesi

Upload: mutiara-sazkia

Post on 18-Oct-2015

174 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

needles anest

TRANSCRIPT

  • 165

    Jurnal Anestesiologi Indonesia

    Volume I, Nomor 3, Tahun 2009

    TINJAUAN PUSTAKA

    Jarum Spinal dan Pengaruh Yang Mungkin Terjadi

    Igun Winarno*, Doso Sutiyono* *Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip/ RSUP Dr. Kariadi, Semarang

    ABSTRACT Technical success rate of spinal anesthesia is determined by many factors, including: drug

    dose, volume, position the patient and the complications that may arise. The effects can be

    associated with pharmacological drugs, the physiology of the body, and technical

    equipment used, especially the spinal needle.

    Side effects include spinal anesthesia, hypotension, bradycardia, hematome, where

    puncture wounds, bleeding, infection, trauma to the spinal cord and the incidence of

    headache after spinal anesthesia.

    Development of the spinal needle started long ago to the present, it is due to the spread of

    drugs that might happen, ease of deployment medicine, tissue tearing Subarachnoid, the

    release of CSF and the incidence of post dural headeche punctum (PDPH). Along with the

    development progress of spinal needle type, has been much corrected all deficiencies to

    give the spinal anesthesia technique better.

    Abstrak

    Tingkat keberhasilan teknik spinal anestesi ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya :

    dosis obat, volume, posisi pasien serta komplikasi yang mungkin ditimbulkan. Efek yang

    ditimbulkan bisa berkaitan dengan farmakologis obat, fisiologi tubuh, teknis dan peralatan

    yang digunakan, terutama jarum spinal.

    Efek samping spinal anestesi diantaranya, hipotensi, bradikardi, hematome, luka tempat

    tusukan, perdarahan, infeksi, trauma medula spinalis dan kejadian nyeri kepala pasca

    anestesi spinal.

    Perkembangan penggunaan jarum spinal dimulai sejak lama sampai sekarang, hal ini

    berkaitan dengan penyebaran obat yang dimungkinkan terjadi, kemudahan penyebaran

    obat, robeknya jaringan subarakhnoid, keluarnya LCS dan kejadian post dural punctum

    headeche (PDPH). Seiring perkembangan kemajuan jenis jarum spinal, telah banyak

    dikoreksi segala kekurangan untuk memberikan hasil teknik spinal anestesi yang lebih

    baik.

  • 166

    Jurnal Anestesiologi Indonesia

    Volume I, Nomor 3, Tahun 2009

    PENDAHULUAN

    Teknik anestesi spinal dengan

    menempatkan obat lokal anestesi pada

    ruang subarachnoid akan dipengaruhi

    tingkat keberhasilannya oleh banyak

    faktor diantaranya : dosis obat, volume,

    posisi pasien serta komplikasi yang

    mungkin ditimbulkan. Komplikasi yang

    mungkin terjadi berkaitan dengan trauma

    pada medula spinalis yang mengakibtkan

    terjadinya defisit neurologis, perdarahan,

    hematome, nyeri kepala atau postdural

    punctum headeache (PDPH).1,2,3,4,5

    Disamping faktor individual dan teknik,

    faktor jarum spinal juga menentukan

    keberhasilan dan kemungkinan tingkat

    komplikasi yang terjadi. Hal ini berkaitan

    dengan bentuk dan ukuran dari jarum

    spinal. 1,2,3,4

    Sejarah perkembangan desain jarum

    spinal dimulai dengan percobaan-

    percobaan, kesalahan yang timbul serta

    banyak masalah yang sulit untuk

    dipecahkan. Perkembangan dimulai dari

    jarum awal yang berlubang hingga bevel

    cutting dan jarum pencil point yang saat

    ini umum digunakan. Desain yang

    sempurna masih diperlukan dengan suatu

    modifikasi untuk meminimalkan kom-

    plikasi yang dimungkinkan ditimbulkan

    akibat kekurangsempurnaan dari jarum

    spinal. Apapun yang terjadi kita perlu

    untuk menghargai penemuan dengan

    pengetahuan-pengetahuan ilmuwan

    terdahulu dalam mengembangkan desain

    jarum spinal untuk mencapai titik

    sempurna.

    Pada kesempatan ini akan diuraikan mengenai tinjauan pustaka mengenai

    sejarah, jenis dan ukuran jarum spinal

    dalam penggunaan spinal anestesi serta

    keuntungan dan kerugiannya.

    Perkembangan jarum spinal

    Sejarah perkembangan jarum spinal dan

    sebagian dari ujung jarum spinal dimulai

    dengan pengertian anatomi dan fisiologi

    susunan saraf pusat (SSP).1,2,3,4

    Dimulai

    dengan Cotugno (1764) yang

    menjelaskan adanya sekumpulan air di

    dalam culumna vertebralis.

    Pada tahun 1853, Daniele Fergusson

    mengembangkan tabung dan trokar bulat

    platinum dengan sisi terbuka, berbentuk

    oblik yang tajam yang bisa dipegang

    untuk menginjeksikan. Anestesi spinal

    pertama diberikan secara tidak sengaja

    oleh J. Leonard Corning, seorang ahli

    saraf dari New York. Pada tahun 1885, ia

    bereksperimen dengan tindakan me-

    masukkan kokain pada saraf tulang

    belakang seekor anjing ketika ia sengaja

    membuka dura diantara dua lumbal

    tulang belakang, yang menyebabkan

    kelumpuhan bagian belakangnya, maka

    secara tidak sengaja ia melakukan

    anestesi spinal pertama. Corning

    mengembangkan sendiri jarum spinal dan

    introducernya, yang ditulis di New York

    Journal of Medicine. Jarumnya dibuat

    dari emas atau platina, kanulnya

    fleksibel, dengan jarum penghenti dan

    sekrup untuk memfiksasi jarum ketika

    mencapai ruang subaraknoid.1

    Pada 1891, Quincke menerbitkan tulisan

    yang menjelaskan teknik dasar pungsi

    lumbal untul memperoleh liquor cerebro

    spinal (LCS) pada penyakit yang

    berhubungan dengan kenaikan tekanan

    intrakranial. Ia menggunakan jarum yang

    sulit untuk dijelaskan, kecuali jarumnya

    tajam, berbevel, dan berlubang. Tahun

    1898, Augustus Karl Gustav Bier dan

    asistennya melakukan anestesi spinal dengan kokain, pertama asistennya

    menyuntik Bier, kemudian Bier ke

    asistennya. Tindakan pertama me-

    nyebabkan Bier mengalami sakit nyeri

    pedih di kaki ketika asistennya

  • 167

    Jurnal Anestesiologi Indonesia

    Volume I, Nomor 3, Tahun 2009

    menghubungkan spuit ke jarum, dengan

    kebocoran yang signifikan pada LCS dan

    larutan kokain. Komplikasi yang

    dihasilkan mereka tidak tampak pada saat

    itu : blok gagal, kontak syaraf dengan

    jarum dan sakit kepala (PDPH). Bier

    kemudian melakukan blok pada

    asistennya dengan sukses. Setelah

    percobaan ini, Bier mengambil langkah

    yang bersejarah menggunakan anestesi

    spinal untuk memberikan analgesi pada

    tindakan bedah.

    Pada 1899, ia menerbitkan enam laporan

    kasus operasi anggota tubuh bagian

    bawah menggunakan anestesi spinal

    dengan kokain. Jarum yang digunakan

    seperti jarum yang digambarkan pada

    jarum Quincke. Dia merasa bahwa

    penggunaan introducer dan dilator untuk

    penyisipan jarum halus yang sebelumnya

    digunakan adalah rumit, dan ia

    merancang jarum yang lebih besar yang

    tidak perlu introducer. Jarum spinal Bier

    adalah 15G atau 17G, dengan bevel

    cutting dan titik yang tajam. Segera

    setelah pengenalan jarum Bier, diakui

    pentingnya ukuran jarum dan bentuk

    bevelnya. Jarum Bier dikritik karena

    menyebabkan nyeri waktu penusukan,

    meninggalkan lubang yang besar pada

    dura dan menyebabkan larutan anestesi

    hilang ke luar dura karena adanya lubang

    pada dura.3

    Gambar 1. Jarum Corning (1900).

    Gambar 2. Jarum Bier (1899)

    Bainbridge menjelaskan jarum pada

    tahun 1900 yang terpasang pada spuit

    logam. Ini memiliki lingkaran kecil,

    pendek, bevel cutting yang tajam dan

    stylet dengan bevel yang cocok.

    Gambar 3 Jarum Bainbridge (1900)

    Perkembangan selanjutnya ada yang

    mengatakan bahwa Barker merupakan

    pelopor dalam desain jarum. Dia

    menjelaskan tekniknya pada tahun 1907,

    Barker merancang jarum tanpa kanula

    dalam, yang disebut sebagai jarum

    Barker. Jarum ini 18G atau 19G memiliki

    ujung tajam, panjang bevel menengah

    dan stylet dengan sebuah bevel yang

    cocok. Hal ini adalah jarum besar yang

    dikaitkan dengan kejadian PDPH yang

    signifikan. Jarum awal dibuat dari steel nickled over. Jarum ini cepat berubah warna dan berkarat. Barker menyarankan

    bahwa jarum dibuat dari nikel keras, yang

    merupakan perkembangan signifikan

    dalam pembuatan jarum. Hal ini juga

    dikaitkan pada beberapa kepustakaan

    yang menyebutkan bahwa semakin besar

    jarum spinal, tingkat kejadian PDPH

    akan semakin besar. 2-5,7

    Gambar 4. Jarum Barker (1907)

    Gambar 5. Jarum Quincke-Babcock (1914)

  • 168

    Jurnal Anestesiologi Indonesia

    Volume I, Nomor 3, Tahun 2009

    Pada awal 1898, Sicard menyadari bahwa

    penyebab PDPH adalah hilangnya LCS

    melalui tetesan dura. Pada tahun 1914,

    Ravaut menyarankan penggunaan jarum

    halus untuk membatasi tetesan dura. Pada

    tahun 1914, Babcock menjelaskan jarum

    yang lebih mirip dengan desain jarum

    Corning asli tetapi dengan kanula lebih

    halus untuk membatasi kejadian PDPH

    (Gambar 5). Jarum tersebut tajam,

    panjang bevel menengah dan stylet yang

    cocok. Terbuat dari platina atau emas dan

    diameter 20G. Disebut sebagai jarum

    Quincke-Babcock, itu adalah desain

    jarum yang sangat sukses dan menjadi

    jarum spinal standar untuk studi

    perbandingan.

    Gaston Labat (Amerika) salah satu

    pelopor anestesi spinal sehingga diterima

    secara luas pada tahun 1920-an di Eropa

    dan Amerika Serikat. Ia mendesain

    sebuah jarum spinal yang terbuat dari

    nikel yang tidak bisa patah (Gambar 6).

    Jarum ini adalah kanula gauge menengah

    yang pendek, bevel tajam dan stylet yang

    cocok, dengan ujung sesuai dengan bevel

    dari cannula. Teori Labat menyatakan

    bahwa bevel pendek bertindak sebagai

    baji, mendorong jaringan sekaligus

    memotongnya, karena itu meminimalkan

    kerusakan pada dura.

    Gambar 6. Jarum Labat (1921)

    Pada tahun 1922, Hoyt menyatakan

    teorinya bahwa jarum lubang besar yang

    sering digunakan, karena kekakuannya,

    mengakibatkan lubang besar di dura dan

    peningkatan kehilangan LCS. Pendapat

    ini juga banyak ditulis dalam beberapa

    kepustakaan. 2,3,4

    Dia mengusulkan peng-

    gunaan teknik dua-jarum dengan jarum

    yang lebih besar berada diluar yang

    digunakan untuk penetrasi dari jaringan

    luar dan jarum halus berada di dalam

    untuk penetrasi dura dan arakhnoid. Hal

    ini mengingatkan pada prinsip-prinsip

    jarum halus Corning dengan

    introducer, yang telah digantikan oleh

    jarum Bier yang lebih besar. Jarum luar

    yang digunakan oleh Hoyt adalah

    modifikasi jarum Bier dengan bevel

    cutting panjang (Gambar 7). Penggunaan

    jarum Hoyt dikaitkan dengan kejadian

    PDPH yang jauh lebih rendah dari jarum

    lain yang digunakan pada saat itu.

    Gambar 7. Jarum Hoyt (1922).

    Ujung Jarum Atraumatik

    Realisasi pada tahun 1920 bahwa

    pemotongan serat dura menyebabkan

    peningkatan kebocoran LCS, dan akan

    terjadi peningkatan kejadian PDPH,

    mengakibatkan perkembangan utama

    berikutnya dalam sejarah ujung jarum

    spinal. 2,5

    Pada tahun 1923, Herbert

    Merton Greene mempresentasikan

    karyanya

    pada percobaan laboratorium dimana

    lubang-lubang dibuat di dura oleh jarum

    yang berbeda ukuran dan ujungnya. Dia

    menyatakan bahwa yang lebih kecil,

    kurang mengakibatkan trauma dura jika

    ujung cutting digantikan dengan ujung

    yang halus dan bulat. Dia menggunakan

    jarum cutting 23G yang tajam pada

    ujung bulat dengan mengganti tepi

    pemotongan bevel, yang menghasilkan

    tingkat PDPH hanya 4%. Dia

    melanjutkan penggunaan klinis jarum

    berujung atraumatik, publikasi tulisan

    lebih lanjut pada tahun 1926 yang

    menggambarkan jarum yang 'bulat,

  • 169

    Jurnal Anestesiologi Indonesia

    Volume I, Nomor 3, Tahun 2009

    runcing dan tajam'. Dia menyatakan

    bahwa PDPH disebabkan oleh trauma

    pada dura spinal yang menghasilkan

    kebocoran berlebihan pada LCS sehingga

    otak dibiarkan tanpa bantalan LCS. Dia

    menunjukkan bahwa ujung non-cutting

    mampu menembus jaringan ikat daripada

    melaluinya. Dari 215 pasien, hanya ada

    dua pasien dengan sakit kepala.

    Jarum Greene berukuran antara 20G dan

    26G. Titiknya bulat, bevelnon-cutting

    panjang medium, miring, dan dipasang

    stylet (Gambar 8). Bevel bulat

    menyebabkan lubang tusukan dura lebih

    kecil dengan pemisahan serat cutting .

    Jarum ini dibuat dari stainless steel yang

    fleksibel, tahan karat, lembut dengan

    yang angka kejadian yang rendah

    terhadap patahnya jarum. Jarum Greene

    menjadi sangat populer, terutama di

    kebidanan, karena rendah kejadian

    PDPH, dan jarum atraumatik yang paling

    umum digunakan sampai diper-

    kenalkannya jarum Whitacre yang pada

    tahun 1951. Produksinya akhirnya

    berhenti pada tahun 1980-an.

    Gambar 8. Jarum Greene (1926 atau 1950)

    Modifikasi Lebih Lanjut Bevel cutting

    Pertimbangan lebih lanjut kemudian

    diberikan kepada bentuk ujung dan

    bagaimana meminimalkan trauma dura.

    Jarum berikutnya dikembangkan oleh

    seorang ahli bedah Amerika bernama

    George Praha Pitkin. Pitkin adalah

    penganut kuat dari regional anestesi, ia

    percaya bahwa regional anestesi jauh

    lebih aman daripada anestesi umum. Dia

    percaya bahwa bentuk ujung jarum akan

    mengakibatkan lubang di dura sehingga

    LCS bocor keluar dari lubang. Ia

    merencanakan suatu jarum 22G atau 20G

    yang terbuat dari baja tahan karat yang

    relatif fleksibel dengan lingkaran untuk

    menandai kedalaman tusukan (Gambar

    9).

    Gambar 9. Jarum Pitkin (1927)

    Ujung jarum pendek, dengan bevel tajam

    dan bersudut 450, di bagian akhir

    melingkar, bagian alas bevel bulat

    tumpul. Hal ini sesuai dengan styletnya.

    Teori Pitkin ada dua bagian, pertama

    menyatakan bahwa bentuk ujung jarum

    akan mengirimkan sensasi pungsi dura

    lebih akurat dan posisi intratekal yang

    benar dan ujung jarum akan lebih baik.

    Kedua, jarum akan memotong 'trap door'

    dalam dura yang akan ditutup kembali

    oleh tekanan intradural setelah jarum

    ditarik, sehingga mengurangi kehilangan

    LCS. Pitkin menganjurkan penusukan

    tepi paralel cutting bevel secara

    longitudinal dari arah serat dura. Maxson

    menyangkal teori Pitkin tentang trap door' dalam publikasi pada tahun 1938, ia

    menyatakan bahwa semua jarum

    menimbulkan kebocoran LCS.

    Jarum Ujung Stylet Pertama

    Meskipun kebanyakan publikasi ter-

    konsentrasi pada ujung jarum cutting, ada

    salah satu peneliti yang berpikir sedikit

    lebih dari itu dan merancang bentuk

    jarum yang inovatif dan telah ditinjau

    kembali beberapa tahun, dan masih terus

    disempurnakan. Sise menerbitkan sebuah

    artikel pada bulan Juli 1928 diikuti oleh

    artikel kedua yang diterbitkan pada bulan

    Desember 1928. Artikel pertama

    menjelaskan jarum spinal dari baja

    nickeloid atau tahan karat, Gauge terbaik

    yang dapat digunakan dalam praktek

    (20G atau 22G). Sebuah bevel jarum

    dengan sudut 450 dianggap memuaskan,

  • 170

    Jurnal Anestesiologi Indonesia

    Volume I, Nomor 3, Tahun 2009

    lebih disukai dengan ujung kerucut mirip

    dengan jarum Greene.

    Sise menyempurnakan jarum Greene

    lebih lanjut, lebih memilih bentuk

    kerucut bulat, yang menghasilkan

    pemisahan membujur serat dura daripada

    memotong serat, yang memungkinkan

    untuk menutup dura lebih mudah lagi.

    Sise berkeyakinan bahwa desain ini,

    sama baiknya dengan gauge halus,

    mengakibatkan kurangnya kehilangan

    LCS dan kejadian PDPH lebih sedikit.

    Publikasi Sise yang kedua menjelaskan

    jarum 22G terbuat dari baja tahan karat.

    Dia menemukan ujung yang diharapkan

    akan menimbulkan trauma minimal

    ketika memasukkan obat-obatan anestesi

    ke dalam dura. Jarum Sise adalah ujung

    kerucut, salah satu bevel sama bulatnya

    dan bentuk stylet puncaknya. Pada saat

    menarik stylet, ujung jarum berbentuk

    datar dengan pembukaan di sudut kanan

    poros.

    Jarum spinal direksional

    Telah banyak dilaporkan modifikasi

    minor pada bevel cutting yang telah

    dilaporkan sejak diterimanya anestesi

    spinal dalam praktik anestesi modern,

    akan tetapi masalah yang cukup

    bermakna masih dihadapi, terutama

    PDPH, dan keluarnya obat anestesi spinal

    ke spatium epidural. Diperlukan desain

    baru, dengan lubang di lateral, yang

    membentuk basis dari jarum pencil point

    yang umum digunakan saat ini.

    Rovenstein mengambil ide jarum dengan

    ujung tertutup dan pada tahun 1944

    mempublikasikan tulisan mengenai jarum

    spinalnya. Pada awalnya ia mencari

    desain alternatif jarum ber-bevel dengan

    ujung terrbuka untuk mengatasi efek dari

    arah lubang jarum dalam mempengaruhi

    luas anestesi. Ia berpikir jika ujung jarum ditutup, maka arah dari lubang dapat

    digunakan untuk mengontrol perluasan

    anestesia. Jarum Rovenstein dibuat dalam

    ukuran 19G atau 20G (Gb 10). Jarum

    tersebut memiliki bevel dengan sudut

    yang besar dan tertutup, dengan lubang

    di sebelah lateral 2 mm dari ujung distal

    jarum. Stilet penutup yang digunakan

    memiliki bevelyang bersesuaian yang

    menutup lubang jarum saat dipasang.

    Lubang di lateral memungkinkan

    mengatur arah aliran obat anestesi lokal

    (direksional). Teori ini kemudian telah

    terpatahkan, dengan diketahuinya bahwa

    arah pemberian obat anestesia hanya

    memiliki pengaruh kecil terhadap luas

    sebaran larutan obat anestesi lokal. Jarak

    2 mm dari ujung jarum berarti bahwa

    jarum harus dimasukkan lebih dalam di

    ruang subarachnoid daripada yang

    seharusnya.

    Gambar 10 Jarum Rovensteine (1944)

    Jarum Pencil-point

    Ketika ditemukan bahwa serat dura lebih

    jarang mengalami kerusakan dengan

    penggunaan ujung non-cutting ,

    perkembangan ujung jarum yang

    sepenuhnya non-cutting segera menjadi

    pesat. Jarum kirshner dan Rovenstein,

    yang memiliki lubang di lateral memberi

    kontribusi terhadap perkembangan desain

    ujung jarum selanjutnya. Hart dan

    Whitacre secara umum dianggap sebagai

    penemu desain jarum Pencil pointdengan

    ujung tertutup dan lubang di lateral,

    jarum tersebut berukuran sangat halus

    dengan ujung solid noncutting dan sudut

    runcing bertingkat. Dan lubang pada

    permukaan konikal 2 mm dari ujung

    jarum sebenarnya. Ia menyatakan angka

    kejadian PDPH 9% dengan penggunaan

    jarum noncutting (tanpa kejadian berat)

    dan 32 % (18% berat opada penggunaan

    jarum cutting .

  • 171

    Jurnal Anestesiologi Indonesia

    Volume I, Nomor 3, Tahun 2009

    Gambar 11. Jarum Whitacre (1951)

    Hart dan Whitacre

    mempublikasikan penelitiannya yang

    berjudul Jarum Pencil pointdalam mencegah nyeri kepala post spinal pada bulan Oktober 1951. Desain jarum yang

    asli sebenarnya adalah suatu bagian ujung

    jarum konukal yang disatukan dengan

    kanula berlubang, dengan lubang tepat di

    proksimal ujung jarum. Mereka

    menyatakan bahwa dengan penggunaan

    ujung tersebut serat longitudinal

    duramater dan arahnoid akan terpisah

    tanpa mengalami trauma. Ketika jarum

    ditarik, serat-serat tersebut kembali

    menutup pada keadaan aposisi, sehingga

    meminimalisir kebocoran LCS. Mereka

    mengakui bahwa belum ada bukti

    langsung, akan tetapi mereka melaporkan

    angka kejadian PDPH 2% dibandingkan

    dengan 5-10% pada jarum cutting

    lainnya. Lebih lagi, mereka juga

    melaporkan bahwa keparahan nyeri

    kepala yang terjadi dengan penggunaan

    jarum pencil point lebih ringan.

    Jarum Whitacre asli memiliki kelemahan,

    terutama pada ukuran lubang yang sangat

    kecil, membuat aspirasi dan penyuntikan

    lebih sulit. Dan stilet tidak mentupi

    lubang sehingga dapat tertutup oleh

    jaringan. Akan tetapi, desain awal

    tersebut menuai keberhasilan, dan jarum

    Whitacre masih umum digunakan pada

    saat ini dengan hanya sedikit modifikasi

    dari model awalnya. Walaupun jarum

    pencil point telah diterima secara luas

    dan diakui sebagai suatu kemajuan dalam

    desain jarum spinal, masih dilakukan

    pengembangan modifikasi pada jenis

    jarum spinal dengan ujung cutting,

    terutama dengan diperkenalkannya

    ukuran gauge yang lebih kecil.

    Jarum dengan stilet berujung tajam

    Bahkan setelah diperkenalkannya jarum

    pensil point, masih terdapat permasalahan

    dengan jarum spinal, diantaranya

    tumpahnya obat anestesi di ekstradural

    dengan penggunaan jarum berbevel

    panjang, tersumbatnya ujung jarum oleh

    kumpulan jaringan, dan kerusakan

    neurologis dan jaringan meningeal. Levy

    memperkenalkan jarum dengan stilet

    berujung tajamnya pada tahun 1957, 29

    tahun setelah Sise pertama kali menulis

    tentang jarum dengan stilet sebagai ujung

    penusuknya. Jarum Levy berukuran 20 G

    dengan ujung jarum dan stilet yang

    berujung pencil point, dimana stilet lebih

    panjang 2-3 mm di depan ujung runcing

    kanula, dengan batas yang halus antara

    keduanya.

    Pada saat stilet dicabut, ujung runcing

    kanula tepat berada di dalam spatium

    subarakhnoid tanpa ada jendalan

    jaringan, dengan kerusakan pada

    duramater yang minimal sehingga jarang

    terjadi PDPH. Jarum levy tidak banyak

    digunakan, karena fiksasi putar pada

    stilet menyulitkan, dan kesulitan pada

    pembuatan, karena sulit untuk membuat

    perbatasan yang halus antara jarum dan

    stilet. Akan tetapi secara teoretis, desain

    ini merupakan suatu kemajuan.

    Jarum Tappered

    Pemikiran mengenai desain ujung jarum

    menjadi lebih luas pada tahun 1960an.

    Telah diketahui bahwa jarum yang lebih

    kecil memiliki angka kejadian PDPH

    yang lebih jarang, akan tetapi terdapat

    ukuran diameter minimum yang dapat

    secara teknis dibuat dan digunakan. Saat

    itu, jarum terkecil yang dapat dibuat

    adalah ukuran 25G, akan tatapi jarum

    dengan ukuran sekecil ini memerlukan

    introducer, dan para praktisi menyatakan bahwa teknik dengan 2 jarum itu

    merepotkan. Salah satu cara untuk

  • 172

    Jurnal Anestesiologi Indonesia

    Volume I, Nomor 3, Tahun 2009

    mempertahankan kekerasan jarum

    sementara ujung jarum tetap halus adalah

    dengan pembuatan jarum tappered.

    Pada pangkal jarum berukuran 20G

    sementara di ujungnya berukuran 24G.

    Terdapat dua desain, dimana keduanya

    memiliki panjang medium, ujung bevel

    cutting dan stilet bersesuaian. Model

    taper yang tersedia adalah gradual taper

    (Gambar 12) atau distal tapper (gambar

    13). Desain jarum ini kurang diterima

    secara luas karena dua alasan. Pertama,

    dengan ujung bevel cutting dan tapper,

    angka kejadian PDPH yang terjadi

    kurang dapat diterima, dan yang kedua,

    bentuk kanula yang membesar di

    proksimal me-nyebabkan kesulitan dalam

    menusukkan bagian jarum yang lebih

    besar ke dalam lubang awal yang lebih

    kecil pada saat menembus jaringan

    ligamen.

    Gambar 12. Jarum Tapper gradual

    Gambar 13. Jarum Distal tapper

    Gambar 14. Jarum Sprotte (1987)

    Jarum Disposable

    Pada tahun 1960an diperkenalkan jarum

    spinal disposable. Perkembangan ke arah

    jarum yang lebih kecil menyebabkan

    timbulnya masalah, bahwa jarum menjadi

    lebih sulit untuk ditajamkan dan

    disterilkan. Pada awalnya jarum

    disposable hanya tersedia dalam desain

    Quincke-type dengan ujung cutting , tapi

    kemudian juga diproduksi jarum

    Whitacre disposable. Tadinya jarum-

    jarum diposable ini kurang diterima

    secara universal, karena mahal dan

    masalah kualitas berkaitan dengan

    produksinya secara masal.

    Tahun 1970an merupakan tahun-tahun

    dimana perkembangan jarum spinal

    kurang menonjol, mungkin karena

    kurangnya popularitas teknik spinal pada

    tahun 1950-1960an. Pada tahun 1970an

    lebih banyak digunakan teknik epidural

    untuk prosedur pembedahan. Teknik ini

    banyak menggantikan teknik spinal

    karena dosis obat anestesi yang diberikan

    dapat lebih besar dan epidural kateter

    yang relatif lebih aman. Akan tetapi pada

    akhir 1980an, teknik anestesi spinal

    kembali menjadi cukup populer.

    Perkembangan Jarum pencil point

    Tiga puluh tujuh tahun setelah penemuan

    Whitacre mengenai jarum spinal pencil

    point, Sprotte mempublikasikan tulisan

    tentang modifikasi jarum Whitacre.

    Sprotte memodifikasi jarum tersebut

    dengan memperbesar ukuran lubang

    distal untuk mengatasi aliran LCS yang

    pelan, kesulitan aspirasi dan tahanan pada

    saat penyuntukan obat anestesi. Lubang

    yang lebih besar juga memungkinkan

    obat anestesi untuk lebih mudah

    bercampur dengan LCS sehingga

    distribusi obat anestesi dapat lebih luas di

    cavum subarachnoid.

    Ujung jarum Sprotte diperpanjang untuk

    memungkinkan pemisahan serat dura

  • 173

    Jurnal Anestesiologi Indonesia

    Volume I, Nomor 3, Tahun 2009

    secara lebih gradual sehingga kebocoran

    LCS dapat dikurangi dan kejadian PDPH

    lebih jarang (gambar 14). Sekalipun

    Sprotte memiliki jumlah kasus yang

    cukup besar dalam penelitiannya, desain

    jarumnya banyak dikritisi. Ukuran lubang

    lateral terkadang membuat lubang

    tersangkut diantara lapisan dura sehingga

    terjadi kehilangan parsial dari obat

    anestesi dan blok inkomplit. Lebar

    lubang juga dapat menyebabkan bagian

    distal jarum rentan terhadap kerusakan,

    termasuk patah.

    Aglan dan Stansby melakukan uji aliran

    terhadap jarum Sprotte pada tahun 1992

    dan menyimpulkan bahwa daerah lubang

    jarum dapat diturunkan hingga area

    crossectional canula tanpa mem-

    pengaruhi rerata aliran obat. Penyataan

    ini ditentang keras oleh Sprotte, tetapi

    pabrikan tetap membuat modifikasi

    sesuai temuan tersebut., dan pada awal

    1990-an jarum Sprotte telah dimodifikasi

    seperti jarum yang kita kenal sekarang

    ini.

    Gambar 15. Jarum atraucan

    Penelitian menggunakan jarum Attraucan

    (B.BraunMedical, Melsungen, Jerman)

    dipublikasikan pada tahun 1993. Peneliti

    menyatakan bahwa jarum pencil point

    relatif lebih tumpul, memerlukan lebih

    banyak tenaga untuk menusukkannya dan

    memiliki bevel distal yang kurang baik.

    Jarum Attraucan adalah suatu langkah

    kembali ke bevel cutting. Jarum ini

    memiliki bevel ganda, dengan bagian

    tajam untuk melakukan insisi awal,

    bagian bevel kedua kemudian melakukan

    dilatasi pada hasil insisi, dan bukan

    memperlebar irisan, sehingga hanya

    meninggalkan irisan kecil di dura.

    (gambar 15) angka kejadian PDPH

    kurang lebih 2,5% pada penelitian awal,

    dan insiden komplikasi lain sama dengan

    yang terjadi pada penggunaan jarum

    pencil point seukuran. Akan tetapi, ujung

    tajam jarum ini rentan terhadap

    kerusakan.

    Jarum pencil point dengan lubang ganda.

    Salah satu kritisi yang diterima oleh

    jarum Sprotte, bahkan setelah dimodi-

    fikasi, adalah bahwa lubang lateral yang

    panjang masih mungkin menyangkut di

    duramater, menyebabkan kehilangan

    sebagian obat anestesi dan blok

    inkomplit. Eldor menyarankan desain

    pada tahun 1996 yang berbasis jarum

    pencil point, tetapi memiliki dua lubang

    yang saling berhadapan satu sama lain

    (gambar 23), teorinya adalah bahwa hasil

    penjumlahan luas area kedua lubang

    tersebut sama dengan luas area pada

    jarum Sprotte yang memungkinkan

    aliran cepat pada LCS dan sebaran obat

    anestesi yang lebih luas. Injeksi tetap

    dapat dilakukan walaupun salah satu

    lubang tertutup oleh jaringan. Luas

    lubang yang masing-masing lebih kecil

    membuat ujung jarum lebih tahan

    terhadap deformasi daripada jarum

    sprotte. Jarum pencil point dengan 2

    lubang menerima tanggapan yang

    beragam terkait dengan produksi awal

    dan kontrol kualitas pembuatannya akan

    tetapi masih mendapatkan sejumlah

    dukungan.

    Gambar 16. Jarum Double hole pencil point

  • 174

    Jurnal Anestesiologi Indonesia

    Volume I, Nomor 3, Tahun 2009

    Pada tahun 2000, sebuah artikel

    mengenai konsep desain baru dipublikasikan, sebuah modifikasi

    terhadap jarum quincke menjadi jarum

    spinal dengan ujung berlubang. Desain

    ini, sebenarnya, sangat mirip dengan

    desain jarum evy pada tahun 1957, bahwa

    ujung jarumnya adalah ujung stilet,

    sehingga bila stilet dikeluarkan, yang

    tersisa adalah jarum berlubang.

    Yang menarik, pada saat yang sama dan

    tanpa keterkaitan, muncul kembali

    ketertarikan terhadap desain jarum Levy,

    dan saat ini dipasarkan dalam nama

    dagang Ballpen (Rusch France, Betschdorf, Perancis) Needle (Gambar 17).

    Gambar 17. Jarum ballpen

    Keuntungan yang ditawarkan oleh

    penggunaan jarum ini adalah bahawa

    ujungnya pasti akan ada di cavum

    subarachnoid pada saat stilet dilepaskan,

    tanpa ada ujung jarum yag tersisa di

    cavum subarachnoid yang me-

    mungkinkan terjadi kerusakan pada

    jaringan neurologis dan tidak ada

    kelemahan pada ujung jarum karena

    adanya lubang di sisi lateral. Lubang

    terbuka pada ujung jarum memungkinkan

    aliran LCS yang laminer sehingga

    identifikasi spatium subarahnoid dapat

    lebih cepat.

    Tabel. Gambaran ringkas beberapa jenis jarum spinal

    Desain Gambar Keuntungan Kerugian

    Quincke Tajam,

    bevel

    menengah

    Penyebaran

    cepat, pasti

    Trauma MS,

    memotong

    Whitacre Non

    cutting,

    pencil

    point,

    lubang

    lateral

    PDPH

    besar

    Penyebaran

    terjamin

    Resiko patah >>

    Atraucan Tajam,

    bevel

    ganda

    Tajam,

    penyebaran

    baik

    Patah ujung

    Ballpen Quincke,

    atraumatik

    Penyebaran

    cepat, pasti

    Trauma MS

  • 175

    Jurnal Anestesiologi Indonesia

    Volume I, Nomor 3, Tahun 2009

    Klaim asuransi kesehatan yang besar dan tuntutan kepada ahli anestesi

    akibat kejadian PDPH di Amerika,

    mengakibatakan Mayer dkk me-

    lakukan penelitian tentang pemakaian

    jarum spinal 24 G sprote dan 27 G

    quincke pada operasi bedah sesar, hal

    ini dikatakan tidak ada perbedaan

    bermakna untuk kejadian PDPH

    (2%), tetapi dalam penelitian ini tetap

    dikatakan bahwa penggunaan jarum

    spinal semakin kecil akan semakin

    menrunkan angka kejadian PDPH.7

    Penggunaan jarum sprote ukuran 22 G dan 25 G memberikan hasil bahwa

    kejadian PDPH pada pasien rawat

    jalan tidak berbeda bermakna, tetapi

    efek sakit pada tempat tusukan lebih

    banyak pada jarum ukuran 22 G

    (14,5% : 5,9 %).8

    Perbandingan penggunaan jarum spinal escopan dan tuohy pada

    Combined Spinal Epidural (CSE)

    menunjukkan bahwa jarum escopan

    lebih signifikan mengurangi

    paresthesia (14% : 42%) dan ke-

    salahan penempatan jarum pada

    subarakhnoid dibandingkan jarum

    tuohy (8% : 28%).9

    Penggunaan jarum spinal Quincke no 29 pada aliran rendah (1 ml/menit)

    dengan 0,5% hiperbarik bupivakain

    dapat mencegah blokade bilateral

    pada 69% untuk tujuan unilateral

    spinal anesthesia.10

    Pada penelitian pasien yang dilakukan lumbal pungsi oleh Straus

    SE dkk menyimpulkan bahwa

    semakin kecil ukuran jarum spinal

    dan semakin tidak atraumatik akan

    mengurang kejadian pusing kepala

    (PDPH).11

    Survei yang dilakukan terhadap 274 pasien yang dilakukan operasi

    dibawah spinal anestesi dengan

    membandingkan penggunaan jarum

    spianl no 23 G dan 25 G didapatkan

    kejadian PDPH 12,3 % : 4,9 %.12

    Keuntungan

    Semakin kecil jarum spinal akan semakin menurunkan angka kejadian

    PDPH. 1,13

    Jarum besar memungkinkan kecepatan penyebaran obat lebih

    terjamin.1,4,10

    Ujung jarum pencil point lebih meminimalkan kejadian robeknya

    jaringan subarakhnoid, sehingga

    keluarnya LCS juga semakin

    menurun.1,2,4,5

    Penggunaan jarum sprotte memungkinkan penyebaran obat

    diruang subarakhnoid menjadi lebih

    cepat.1,8

    Penggunaan jarum quincke lebih memperbesar ketetapan lubang jarum

    berada dalam subarakhnoid.1,3, 8,

    Kerugian

    Semakin kecil jarum spinal, kemungkinan terjadinya kecelakaan

    patahnya jarum semakin lebih besar. 1,6

    Semakin besar jarum spinal akan semakin meningkatkan angka

    kejadian PDPH.1-13

    Ujung jarum cutting memungkinkan kejadian robeknya lapisan sub-

    arakhnoid dan terpotongnya serat

    menuda spinalis semakin membesar.

    Penggunaan jarum sprotte lubang kecil menyebakan tekanan yang besar

    untuk memasukan obat, kemungkinan

    kesalahan posisi, dan penyebaran

    yang lama.1,8

    Penggunaan jarum sprotte dengan lubang besar memungkinkan sebagian

    obat berada pada duramater, sehingga

    dosis obat tidak sempurna.1,8

  • 176

    Jurnal Anestesiologi Indonesia

    Volume I, Nomor 3, Tahun 2009

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Calthorpe N. The history of spinal needles: getting to the point. Anaesthesia, 2004, 59,

    pages 12311241

    2. Brown DL. Spinal, epidural and caudal anesthesia. In : Miller RD. Millers Anesthesia 7

    ed. Philadelphia. Elseiver

    Churchill livingstone; 2010; volume 1; 1611-

    38. (2)

    3. Drasner K, Larson MD. Spinal and epidural aensthesia. In : Stoelting RK, Miller RD.

    Basics of Anesthesia Fifth Edition.

    Philadelphia : Churchill Livingstone El

    Sevier, 2007; p 241-72. (3)

    4. Kleinman W, Mikhail M. Spinal, epidural and Caudal blocks. In : Morgan GE, Murray

    Michael J. Clinical anesthesiology. New

    York : McGraw Hill; 2006; 289-323. (4)

    5. Duke J. Spinal anesthesia. In : Duke J. Anesthesia secrets third edition.

    Philadelpia.elseiver . 2006; 433-439

    6. Mudzakkir. Laporan Kasus : Patah Jarum spinal ukuran kecil. Anestesia and critical

    care. No 1. Januari 2007.

    7. Mayer DC, Quance D, Sally K. Headache After Spinal Anesthesia for Cesarean

    Section: A Comparison of the 27-Gauge

    Quincke and 24-Gauge Sprotte Needles.

    Anesth Analg 1992;75:377-80

    8. Pittoni G, Toffoletto F , Calcarella G, Zanette G,. Giron GP. Spinal Anesthesia in

    Outpatient Knee Surgery: 22-Gauge Versus

    25-Gauge Sprotte Needle. Anesth Analg

    1995;81:73-9.

    9. Browne IM, Birnbach DJ, Stein DJ. David A, Kuroda. A Comparison of Espocan and

    Tuohy Needles for the Combined Spinal-

    Epidural Technique for Labor Analgesia.

    Anesth Analg 2005;101:53540 10. Meyer J, Dietmar E, Penner M. Unilateral

    Spinal Anesthesia Using low-Flow

    Injection Through a 29-Gauge Quincke

    Needle. Anesth Analg 1996;82:1188-91.

    11. Straus SE, MD, Thorpe KE, Leduc JH. How Do I Perform a Lumbar Puncture and

    Analyze the Results to Diagnose Bacterial

    Meningitis?. JAMA. 2006; 296(16): 2012-

    2022.

    12. Tay HB, Low TC, Loke YH. Morbidity from subarachnoid spinal anesthesia, a prospective

    study on the postoperative morbidity from

    subarachnoid spinal anesthesia. Sing Med J.

    1999; 30: 350-335

    13. Primatika AD, Marwoto, Sutiyono D. Teknik anestesi spinal dan epidural. Dalam

    :Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi.

    Semarang. Ikatan dokter spesialis anestesi

    dan reanimasi (IDSAI) cabang jawa

    tengah.2010; 325-329.