kandungan nitrat dan timbal pada tanah dan … · judul : kandungan nitrat dan timbal pada tanah...
TRANSCRIPT
KANDUNGAN NITRAT DAN TIMBAL PADA TANAH DAN KANGKUNG YANG DIBERI PERLAKUAN AIR LIMBAH
OLEH:
FITRIA ARIES ANGGRAENI RACHMAN
A 24104090
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
SUMMARY
FITRIA ARIES ANGGRAENI RACHMAN. Level of Nitrate and Lead in Soil and Kangkung (Kind of Leafy Vegetables Growing in Water) with Wastewater Treatment (under supervision of SURIA DARMA TARIGAN and DWI PUTRO TEJO BASKORO)
Bare land is usually utilized by farmer staying in cities for growing horticulture. Generally they use river and ditch water as an irrigation source. The use of contaminated river and ditch water to irrigate plants causes the contaminative agent to be absorbed by plants and it can endanger human body if human consumes the plants.
To know the contamination level, a measurement of lead and nitrate substances contained in water, soil and plants were carried out. However, consentration of lead in the water (including Municipal Water Company, river and ditch water) was unmeasured. It was because lead substances which came from vehicles fumes was not soluble in water. It was found that the nitrate level in water was about 0.60-1.98 ppm. That level was still below the standard level of water quality determined by The Ministry of Environmental Affairs (2001) which is 10 ppm for the 1st and 2nd class, and 20 ppm for the 3rd and 4th class. The lead level was found at about 6.90-56.56 ppm, whereas the safe lead contained in soil is about 20 ppm (Davies, 1995). Nitrate contained in soil is found at the level point of 1721.67-3347.85 ppm. The nitrate level in soil is not only influenced by the watering activities but also fertilizing activities. The lead level contained in plants was found at about 2.39-5.34 ppm, while the safe level of leads is 0.5-3 (Suhendrayatna). Nitrate level which was found in kangkung (kind of leafy vegetables growing in water) was found at 39492.45-54922.95 ppm. The cause of the high amount of nitrate in kangkung is that kangkung is included in Angiospermae and Spinacia plant which have an ability to accumulate a large number of nitrate in their body.
Based on the measurement of lead level in water, it is concluded that water is not a contaminative agent of lead toward plants. Lead contained by soil and plants came from lead particles of vehicles fumes which fall on the surface of soil and leaves. Lead that directly falls down on the surface of leaves is mostly absorbed and enter the leaves tissues. It is as the consequences of the large size of stomata compare to the lead particles. The high level of nitrate in many vegetables causes the high amount of nitrate that flows in human body. According to Joel Petterson research, 60% of nitrate in human body will be secreted by urine.
RINGKASAN
FITRIA ARIES ANGGRAENI RACHMAN. Kandungan Nitrat dan Timbal pada Tanah dan Kangkung yang Diberi Pelakuan Air Limbah (di bawah bimbingan SURIA DARMA TARIGAN dan DWI PUTRO TEJO BASKORO)
Pemanfaatan lahan kosong untuk menanam tanaman hortikultura banyak dilakukan oleh petani yang menetap di daerah perkotaan, mereka umumnya menggunakan air sungai dan air selokan untuk air irigasinya. Penggunaan air sungai dan air selokan yang tercemar sebagai sumber irigasi menyebabkan zat pencemar masuk ke dalam tanaman dan menyebabkan tanaman berbahaya jika dikonsumsi.
Untuk mengetahui tingkat pencemaran maka dilakukan pengukuran, terutama terhadap unsur timbal dan nitrat pada sampel air, tanah dan tanaman. Hasil pengukuran timbal pada air PAM, air sungai dan air selokan, menunjukkan bahwa kadar timbal tidak terukur, karena timbal yang berasal dari asap kendaraan bermotor mempunyai sifat tidak larut dalam air. Kadar nitrat dalam air ditemukan pada kisaran 0.60-1.98 ppm. Nilai tersebut masih berada di bawah standar baku mutu air yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup ( 2001) sebesar 10 ppm untuk kelas I dan II dan 20 ppm untuk kelas III dan IV. Kadar timbal pada tanah ditemukan dengan kisaran 6.90-56.56 ppm, sedangkan kisaran yang aman untuk timbal sekitar 20 ppm (Davies, 1995). Kadar nitrat pada tanah ditemukan sebesar 1721.67-3347.85 ppm. Selain disebabkan oleh penyiraman, kadar nitrat dalam tanah juga disebabkan oleh kegiatan pemupukan. Kadar timbal pada tanaman ditemukan sekitar 2.39-5.34 ppm, sedangkan kisaran aman untuk timbal sekitar 0.5-3 ppm (Suhendrayatna). Kadar nitrat yang ditemukan pada kangkung sebesar 39492.45-54922.95 ppm. Besarnya jumlah nitrat dikarenakan kangkung merupakan tanaman Angiospermae dan spinasia yang dapat mengakumulasikan nitrat dalam jumlah besar.
Berdasarkan hasil pengukuran kadar timbal pada air, dapat disebutkan bahwa air bukan sumber pencemar timbal pada tanaman. Timbal pada tanah dan tanaman berasal dari partikel timbal dari asap kendaraan bermotor yang langsung jatuh di permukaan tanah dan daun. Pada daun, timbal yang jatuh sebagian besar masuk ke dalam jaringan daun akibat ukuran stomata lebih besar dari ukuran partikel timbal. Tingginya jumlah nitrat yang terdapat dalam tanaman menyebabkan nitrat yang masuk ke dalam tubuh juga tinggi. Berdasarkan penelitian Joel Petterson nitrat yang masuk ke dalam tubuh 60% nya akan disekresikan melalui urin.
KANDUNGAN NITRAT DAN TIMBAL PADA TANAH DAN KANGKUNG YANG DIBERI PERLAKUAN AIR LIMBAH
Oleh :
Fitria Aries Anggraeni Rachman
A 24104090
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL : KANDUNGAN NITRAT DAN TIMBAL PADA TANAH DAN KANGKUNG YANG DIBERI PERLAKUAN AIR LIMBAH
NAMA MAHASISWA : Fitria Aries Anggraeni Rachman
NOMOR POKOK : A 24104090
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, MSc Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc
NIP. 131 667 783 NIP. 131 667 782
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Soepandi, M. Agr
NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Mei 1987. Penulis
merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Abdul Rachman dan Ibu Trias
Murdiana.
Penulis memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri Bumi Bekasi
Baru V, Bekasi dan lulus tahun 1998, melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama
Negeri 16 Bekasi, lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan ke Sekolah
Menengah Umum Negeri 31 Jakarta, lulus tahun 2004.
Pada tahun 2004 penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis mendapatkan kesempatan
menjadi asistem praktikum mata kuliah Kartografi pada tahun ajaran 2006/2007,
asisten praktikum mata kuliah Fisika Tanah dan SIG pada tahun ajaran
2006/2007.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................. 1
Hipotesis Penelitian ...................................................................... 2
Tujuan Penelitian ......................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Kangkung ..................................................................................... 4
Timbal .......................................................................................... 5
Nitrat ............................................................................................ 8
METODOLOGI
Lokasi dan Tempat Penelitian ...................................................... 11
Bahan dan Alat ............................................................................. 11
Metode
Tahap Persiapan ..................................................................... 11
Tahap Percobaan .................................................................... 12
Analisis ................................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Timbal dalam Air ......................................................................... 14
Timbal dalam Tanah .................................................................... 15
Timbal dalam Tanaman ............................................................... 17
Timbal Menurut Baku Mutu ........................................................ 19
Nitrat dalam Air ........................................................................... 21
Nitrat dalam Tanah ....................................................................... 23
Nitrat dalam Tanaman .................................................................. 26
Nitrat Menurut Baku Mutu ......................................................... 28
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .................................................................................. 31
Saran ............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 33
LAMPIRAN ...................................................................................... 35
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. ............................................................................................. Komposisi
Zat Gizi Kangkung per 100 gram............................................ 5
2. ............................................................................................. Metode
Analisis Tekstur, pH, Timbal dan Nitrat ................................. 13
3. ............................................................................................. Kadar
Timbal dalam Air .................................................................... 14
4. ............................................................................................. Kadar
Timbal dalam Tanah ............................................................... 15
5. ............................................................................................. Pengaruh Penggunaan Lahan untuk Pertanian Selama 10 Tahun Terhadap Konsentrasi Timbal dalam Tanah ........................... 16
6. ............................................................................................. Kadar
Timbal dalam Tanaman .......................................................... 18
7. ............................................................................................. Kadar
Nitrat dalam Air ...................................................................... 22
8. ............................................................................................. Kadar
Nitrat dalam Tanah .................................................................. 23
9. ............................................................................................. Pengaruh Penggunaan Lahan untuk Pertanian Selama 10 Tahun Terhadap Konsentrasi Nitrat dalam Tanah ............................. 24
10. ........................................................................................... Kadar
Nitrat dalam Tanaman ............................................................. 26
Lampiran
1. ............................................................................................. Kisaran pH
............................................................................................... 36
2. ............................................................................................. Tekstur
Tanah ..................................................................................... 36
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Petak Perlakuan ........................................................................... 12
Lampiran
1. Denah Lokasi ............................................................................ 42
2. Penanaman Kangkung Konvensional ....................................... 42
3. Pertumbuhan Kangkung ............................................................ 43
4. Jalan Tol yang Berada di Selatan Lokasi Penelitian ................. 43
5. Air Sungai untuk Penyiraman ................................................... 44
6. Air Selokan untuk Penyiraman ................................................. 44
7. Lokasi Penanaman ...................................................................... 45
8. Lokasi Pengambilan Tanah Awal ............................................... 45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di negara berkembang seperti Indonesia, sempitnya lahan pertanian dan
pertumbuhan penduduk yang pesat, menyulitkan penyediaan hasil pangan.
Terbatasnya lahan pertanian di sebagian wilayah Indonesia karena pembangunan
fisik yang semakin meningkat telah mengakibatkan petani memanfaatkan lahan
kosong yang ada, seperti daerah bantaran kali, pekarangan, lahan tidur milik
warga ataupun pemerintah.
Sayuran merupakan jenis tanaman yang banyak dibudidayakan oleh petani
yang memanfaatkan lahan kosong, terutama petani yang menetap di daerah
perkotaan. Hal itu terjadi karena sayuran merupakan salah satu bahan pangan
yang relatif mudah dibudidayakan, tidak memerlukan biaya yang besar dalam
perawatan dan dikonsumsi secara luas. Salah satu sayuran yang ditanam oleh
petani adalah kangkung darat (Ipomoea reptans Poir).
Kangkung merupakan tanaman yang mempunyai daya adaptasi yang
cukup luas terhadap kondisi iklim dan tanah di daerah tropis, sehingga dapat
ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Kangkung juga merupakan tanaman
yang tidak selektif terhadap unsur hara tertentu, sehingga dapat menyerap semua
unsur yang terkandung di dalam tanah. Selain itu, kangkung banyak disukai oleh
masyarakat karena mempunyai nilai gizi yang baik, mudah diolah dan harganya
relatif murah. Kangkung dapat tumbuh dengan baik pada badan air yang tidak
terlalu dalam atau bantaran sungai, danau, dan selokan.
Sungai sudah selama bertahun-tahun lamanya telah memberi daya dukung
terhadap bidang pertanian, sekaligus menjadi tempat penampungan berbagai
bahan buangan yang berasal dari limbah domestik, pertanian maupun industri.
Kegiatan pertanian yang dilakukan di daerah perkotaan terutama yang dilakukan
di daerah bantaran sungai secara otomatis mendapatkan pengairan yang
menggunakan air sungai yang telah tercemar, maka dengan sendirinya zat-zat
pencemar akan masuk ke dalam tanaman dan tanaman akan mengandung zat-zat
pencemar. Selain sungai, pengairan tanaman juga menggunakan air selokan.
Seperti halnya air sungai, air selokan juga mengandung zat-zat pencemar yang
umumnya berasal dari limbah rumah tangga. Dari semua bahan pencemar yang
terkandung di dalam air sungai dan air selokan, timbal (Pb) dan nitrat (NO3-)
memiliki akibat serius jika masuk ke dalam tubuh manusia.
Nitrat dapat menyebabkan gangguan GI (gastrointestinal), diare
bercampur darah, coma dan bila tidak ditolong dapat mengakibatkan kematian.
Nitrat juga dapat menyebabkan kanker lambung dan methemoglobinemia pada
bayi atau yang dikenal dengan penyakit blue babies. Sedangkan akumulasi timbal
organik yang berasal dari asap kendaraan bermotor menyebabkan encephalophaty,
tekanan Liquor Cerebrospinalis (LCS) tinggi, insomnia diikuti somnolence. Pada
keracunan akut menyebabkan meningitis, diikuti oleh stupor, coma dan kematian.
Tujuan Penelitian
Menganalisis kandungan nitrat dan timbal pada tanaman yang diberi
perlakuan air irigasi dari sungai dan selokan yang tercemar.
Hipotesis Penelitian
Penggunaan air sungai dan air selokan yang berada di dekat jalan raya
yang merupakan tempat pembuangan limbah domestik untuk mengairi sayuran
dapat mencemari sayuran tersebut. Pencemaran terjadi akibat adanya timbal yang
berasal dari kendaraan bermotor dan nitrat yang berasal dari limbah domestik.
Jika sayuran tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka nitrat dan timbal tersebut
akan masuk ke dalam sistem pencernaan dan membahayakan kesehatan manusia.
TINJAUAN PUSTAKA
Kangkung
Kangkung tergolong sayuran yang sangat popular, karena banyak
peminatnya. Kangkung disebut swamp cabbage, water convovulus, water spinach.
Berasal dari India yang kemudian menyebar ke Malaysia, Burma, Indonesia, Cina
Selatan, Australia dan bagian negara Afrika. Kangkung banyak ditanam di Pulau
Jawa khususnya di Jawa Barat, juga di Papua di Kecamatan Muting Kabupaten
Merauke (Anonim, 2006).
Kangkung termasuk suku Convolvulaceae (keluarga kangkung-
kangkungan). Kedudukan tanaman kangkung dalam sistematika tumbuh-
tumbuhan diklasifikasikan ke dalam :
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Family : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea reptans
Kangkung merupakan tanaman yang tumbuh dengan cepat yang memberikan hasil
dalam waktu 4-6 minggu sejak dari benih.
Ciri-ciri fisiologis :
Warna bunga : putih bersih
Batang : putih kehijau-hijauan
Kebiasaan berbiji : berbiji banyak
Bagian tanaman kangkung yang paling penting adalah batang muda dan
pucuk-pucuknya sebagai bahan sayur-mayur. Kangkung selain rasanya enak juga
memiliki kandungan gizi cukup tinggi, mengandung vitamin A, vitamin B dan
vitamin C serta bahan-bahan mineral terutama zat besi yang berguna bagi
pertumbuhan dan kesehatan (Anonim, 2006).
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Kangkung per 100 gram
Zat Gizi Segar Rebus Kukus Energi kal) 28 22 30 Protein (g) 3.4 2.5 3.2 Lemak (g) 0.7 0.6 0.7 Hidrat arang total (g) 3.9 3.1 4.7 Serat (g) 2.0 1.2 1.8 Abu (g) 1.0 0.8 1.0 Kalsium (mg) 67 50 70 Fosfor (mg) 54 51 49 Besi (mg) 2.3 2.5 4.4 Karoten total (mkg) 5542 4325 5837 Vit. A (S.I) 0 0 0 Vit B1 (mg) 0.07 0.01 0.03 Vit C (mg) 17.0 13.0 11.0 Air (g) 91.0 93.0 90.4
(DepKes RI, 1995)
Timbal
Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai berat jenis lebih besar
dari 5 g/cm3 yang diketahui akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ tubuh
manusia bila terakumulasi di dalam tubuh, seperti timbal (Pb), cadmium (Cd),
merkuri (Hg), arsen (As) dan sebagainya (Miller, 1986).
Keberadaan zat tersebut ditentukan oleh kekuatan sumber, dispersi udara
dan proses penyerapan. Ketika partikel-partikel Pb jatuh di daerah pertanian atau
lapangan rumput, terutama di daerah-daerah yang berdekatan dengan jalan raya,
sebagian parikel-partikel akan terabsorpsi oleh tanaman dan lainnya jatuh di
permukaan tanah, yang akhirnya akan terserap oleh tanaman melalui akar (Miller,
1986).
Di alam timbal sering ditemui terkandung dalam galena (timbal sulfida
(PbS): 87% Pb), diikuti oleh anglesit (timbal sulfat (PbSO4): 68% Pb) dan cerusit
(timbal karbonat (PbCO3): 77% Pb). Di alam timbal memiliki isotop 204Pb, 206Pb,
207Pb, 208Pb (Gerhardsson, 2004).
Timbal juga terdapat di atmosfer yang berasal dari hancuran batuan,
hempasan angin pada tanah dan letusan gunung berapi. Faktor-faktor di atas
merupakan faktor-faktor minor jika dibandingkan dengan timbal yang berasal dari
aktifitas manusia (Gerhardsson, 2004).
Timbal termasuk ke dalam golongan IV A dalam Sistem Periodik Berkala.
Timbal mempunyai berat atom 207.19, nomor atom 82, bobot isi 11.34 mg/L, titik
leleh 327.5 oC dan memiliki titik didih 1749 oC. Timbal berwarna perak kebiru-
biruan dengan bilangan oksidasi 0, +2, +4. Garam–garam timbal (II) berupa
timbal sulfat dan timbal oksida memiliki sifat tidak larut dalam air (Gerhardsson,
2004).
Timbal organik yang paling penting adalah tetraetil timbal dan tetrametil
timbal yang berfungsi sebagai bahan tambahan pada bensin karena mempunyai
kemampuan sebagai “anti knocking agent” (Gerhardsson, 2004).
Tetraetil timbal (TEL) bersifat cair, tidak berwarna, mendidih pada suhu
200 oC. TEL memiliki berat jenis 1.65 g/mL dan tidak larut dalam air (Patnaik,
1999). TEL dibuat dengan mereaksikan etilklorida dengan campuran natruim-
timbal.
4NaPb + 4 CH3CH2Cl → (CH3CH2)4Pb + 4 NaCl + 3 Pb
Pada saat (CH3CH2)4Pb terbakar, menghasilkan tidak hanya karbon dioksida dan
air tetapi juga timbal
(CH3CH2)4Pb + 13 O2 → CO2 + 10 H2O + Pb
Timbal yang dihasilkan bereaksi lebih lanjut menjadi timbal oksida
2 Pb + O2 → 2 PbO
Timbal dan timbal oksida mudah terakumulasi dan merusak mesin (Anonim,
2008).
Timbal adalah racun yang sistemik. Keracunan timbal dapat menyebabkan
gejala rasa logam pada mulut, garis hitam pada gusi, gangguan GI
(gastrointestinal), anorexia, ancephalytis, wristdrop. Timbal organik yang berasal
dari asap kendaraan bermotor menyebabkan encephalophaty, tekanan Liqour
Cerebrospinalis (LCS) tinggi, insomnia dan somnolence. Pada keracunan akut
menyebabkan gejala meningitis, diikuti oleh stupor, coma dan kematian (Slamet,
1994).
Menurut Darmono (2001), timbal logam bersifat kumulatif, sehingga
gejala keracunannya dapat dibedakan menjadi beberapa organ, yaitu :
1. Hemopoletik : menghambat pembentukan hemoglobin
(anemia)
2. Saraf pusat dan saraf tepi : encephalophaty dan gangguan saraf perifer
3. Ginjal :aminoasiduria, fosfaturia, glukosuria,
nefrophaty, aetrophy glomeural
4. Gastrointestinal :konstipasi
5. Cardiovascular : peningkatan permeabilitas kapiler darah
6. Reproduksi : kematian janin waktu melahirkan
7. Endokrin : gangguan fungsi tiroid dan adrenal
Nitrat
Nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2
-) adalah ion-ion anorganik alami yang
merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktivitas mikroba di tanah atau air
menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-tama menjadi
amonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Karena nitrit dapat
dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang
paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di
permukaan. Pencemaran oleh pupuk nitrogen, termasuk amonia anhidrat seperti
juga sampah organik hewan maupun manusia, dapat meningkatkan kadar nitrat di
dalam air. Senyawa yang mengandung nitrat di dalam tanah biasanya larut dan
mudah bermigrasi dengan air bawah tanah. (Utama, 2007).
Menurut siklusnya, bakteri akan mengubah nitrogen menjadi nitrat yang
kemudian digunakan oleh tumbuh-tumbuhan. Hewan yang memakan tumbuh-
tumbuhan tersebut kemudian menggunakan nitrat untuk membentuk protein di
dalam tubuh. Nitrat juga diubah menjadi nitrit pada traktus digestivus manusia
dan hewan. Setelah itu, bakteri di lingkungan akan mengubah nitrit menjadi
nitrogen kembali (Utama, 2007).
Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari amonia melalui proses
oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen.
Bentuk pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrat memiliki berat
molekul 62.05, sedangkan nitrit mempunyai berat molekul 46.006. Pada kondisi
normal, baik nitrit maupun nitrat adalah komponen yang stabil, tetapi pada suhu
tinggi dapat berubah menjadi tidak stabil dan dapat meledak pada suhu yang
tinggi dan tekanan yang besar (Utama, 2007).
Menurut Saeni (1989), walaupun orang dewasa memiliki toleransi yang
tinggi untuk ion nitrat dalam air, tetapi ion nitrat toksik untuk bayi dan binatang
memamah biak (binatang yang dibantu oleh bakteri di lambungnya untuk
menghancurkan makanan yang tidak dapat dicerna ke dalam bentuk yang lebih
sederhana). Dalam sistem pencernaan bayi dan binatang memamah biak nitrat
direduksi menjadi nitrit. Nitrit dapat mengikat hemoglobin dalam darah, sehingga
mengurangi kemampuan hemoglobin sebagai pembawa oksigen dalam darah.
Keadaan tersebut dikenal sebagai methemoglobinemia, dimana korban yang
mengalami penyakit ini seperti terkena penyakit jantung. Penyakit ini dikenal
dengan sebutan “penyakit bayi biru” (blue babies).
Apabila nitrat dan nitrit yang masuk bersamaan dengan makanan, maka
banyaknya zat makanan akan menghambat absopsi kedua zat ini dan baru akan di
absopsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini akan menyebabkan mikroba
usus mengubah nitrat menjadi nitrit, senyawa yang lebih berbahaya. Karena itu,
pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis yang penting terhadap
keracunan. Nitrit mengakibatkan vasodilatasi pada pembuluh darah, hal ini
mungkin disebabkan karena adanya perubahan nitrit menjadi nitrit oksida (NO
atau NO-) yang mengandung molekul yang berperan dalam mengkibatkan
relaksasinya otot-otot polos (Utama, 2007).
Nitrit di dalam rongga perut akan berikatan dengan protein membentuk N-
nitroso, komponen ini juga terbentuk bila daging yang mengandung nitrat atau
nitrit dimasak dengan panas yang tinggi. Komponen ini sendiri dikenal sebagai
bahan karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker (Utama, 2007).
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penanaman kangkung dilakukan di Kompleks Perumahan Pekerjaan
Umum Rawa Semut, Bekasi. Analisis dilakukan di Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah dan Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai bulan Agustus 2008.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bibit kangkung darat (Ipomoea reptans
Poir), pupuk kandang, urea serta bahan-bahan untuk analisis kimia. Peralatan
yang digunakan berupa peralatan menanam, alat-alat gelas, spektrofotometer,
AAS dan seperangkat komputer.
Metode
Tahap Persiapan
Tahap persiapan diawali dengan observasi di lapang untuk mencari daerah
yang sesuai untuk percobaan. Pengambilan sampel tanah awal merupakan tahapan
selanjutnya. Pengambilan sampel dilakukan pada saat tanah diberakan. Sampel
tanah yang diambil adalah tanah yang biasa digunakan untuk menanam sayuran
dan tanah yang tidak digunakan untuk menanam sayuran. Pengambilan sampel
dilakukan secara komposit untuk kedua jenis tanah tersebut.
Tahap Percobaan Utama
Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan
penanaman kangkung. Sebelum penanaman dilakukan, lahan yang telah tersedia
dibagi sembilan petak untuk setiap perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah
petak yang disiram dengan air PAM (P) dengan tiga ulangan, petak yang disiram
dengan air sungai (X) dengan tiga ulangan dan petak yang disiram dengan air
selokan (S) tiga ulangan. Pembagian petak pertanaman diilustrasikan pada gambar
di bawah ini.
Gambar 1. Gambar Petak Perlakuan (Tidak Berskala)
Penanaman diawali dengan pembalikan tanah yang bertujuan untuk
menggemburkan tanah dan untuk mengatur aerasi tanah agar kembali baik setelah
digunakan pada musim tanam sebelumnya. Biji kangkung ditanam dengan cara
disebar kemudian tanah ditutup dengan pupuk kandang. Penyiraman pertama
dilakukan sesaat setelah penutupan tanah oleh pupuk kandang. Untuk
pemeliharaan dilakukan penyiraman sebanyak dua kali sehari, setiap pagi dan sore
hari ± 5L per petak per penyiraman. Pemberian urea dilakukan pada saat
kangkung telah berusia 10-14 hari. Pemanenan dilakukan pada saat kangkung
telah berusia 21 hari.
Setelah pemanenan dilakukan pengambilan sampel tanah akhir yang
diambil secara acak kemudian dikomposit untuk setiap petak, sampel tanaman
diambil ± 50 tanaman yang diambil secara acak kemudian dikomposit untuk
setiap petak. Sampel air untuk nitrat dan timbal juga diambil setelah pemanenan
selesai. Pengambilan sampel air dilakukan pada pagi hari, kemudian langsung di
bawa ke laboratorium untuk dianalisis.
Analisis
Dalam penelitian ini dilakukan dua kali analisis. Analisis awal dilakukan
untuk tekstur tanah, pH tanah, kadar timbal dan nitrat pada tanah sebelum diberi
perlakuan. Analisis akhir dilakukan untuk timbal dan nitrat pada tanah setelah
diberi perlakuan, air dan tanaman. Metode dan cara pengukuran tekstur, pH,
timbal dan nitrat ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Metode Analisis Tekstur, pH, Timbal dan Nitrat
Hal-hal yang dianalisis Metode Pengukuran Tekstur tanah Hidrometer Gravimetric pH H2O (1:1) tanah Aquades pHmeter Timbal dalam air AAS Timbal dalam tanah Aqua regia AAS Timbal dalam tanaman Pengabuan kering AAS Nitrat di air Brusin-sulfanilat Spektrofotometer, λ 410 nm Nitrat di tanah Phi Spektrofotometer, λ 202 dan 275 nm Nitrat di tanaman Phi Spektrofotometer, λ 202 dan 275 nm
HASIL DAN PEMBAHASAN
Timbal dalam Air
Pencemaran oleh timbal pada tanaman diduga terjadi akibat penggunaan
air sungai dan air selokan yang tercemar timbal digunakan untuk menyiram. Akan
tetapi berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan, timbal tidak ditemukan larut
dalam air. Hasil pengukuran tersebut disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kadar Timbal dalam Air
Perlakuan Ulangan Kadar Timbal (ppm)* Air PAM 1 tt 2 tt 3 0.00 Air selokan 1 0.00 2 0.01 3 tt Air sungai 1 tt 2 0.00 3 0.00
*)Batas Aman Timbal dalam Air untuk Pertanian Sebesar 0.003
ppm
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa timbal tidak ditemukan larut dalam air.
Tidak larutnya timbal dalam air disebabkan oleh partikulat-partikulat timbal yang
berasal dari asap kendaraan bermotor mempunyai sifat tidak larut air.
Timbal dalam air dapat bersumber dari tanah dan batuan yang
mengandung timbal, industri dan bahan bakar bertimbal. Pada penelitian ini
sumber timbal diduga berasal dari asap kendaraan bermotor. Namun, timbal yang
berasal dari asap kendaraan bermotor juga tidak terukur. Partikulat timbal yang
berasal dari asap kendaraan bermotor berada di udara dalam bentuk timbal oksida
(PbO). Timbal oksida merupakan salah satu dari garam timbal (II) yang
mempunyai sifat tidak larut air.
Timbal dalam Tanah
Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan hasil bahwa pada tanah dengan
perlakuan air selokan mempunyai kadar timbal yang lebih rendah dibandingkan
dua perlakuan lainnya. Hasil pengukuran timbal pada tanah yang mendapat
perlakuan penyiraman dengan air PAM, air sungai dan air selokan ditampilkan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Kadar Timbal dalam Tanah
Perlakuan Ulangan Kadar Timbal (ppm)* Rata-rata Air PAM 1 35.39
34.46a 2 14.43 3 53.57 Air selokan 1 20.87
16.36a 2 6.90 3 21.30 Air sungai 1 21.57
30.47a 2 13.29 3 56.56
*)Batas Aman Timbal dalam Tanah Sebesar 20 ppm. Angka Rata-Rata yang Diikuti Huruf yang Sama Tidak Berbeda Nyata Berdasarkan Uji Tukey dengan α ═ 0.05
Berdasarkan hasil pengukuran yang ditampilkan pada Tabel 4, perlakuan
tidak menyebabkan perbedaan yang nyata pada kadar timbal dalam tanah. Tidak
adanya beda nyata menunjukkan bahwa kadar timbal dalam air tidak
mempengaruhi kadar timbal dalam tanah. Akibat tidak ditemukannya pengaruh
kadar timbal dalam air terhadap kadar timbal dalam tanah, diperoleh dugaan
bahwa timbal yang ditemukan di tanah berasal dari udara. Walaupun tidak nyata,
kadar timbal dalam tanah yang disiram dengan air selokan cenderung lebih
rendah. Rendahnya kadar timbal yang ditemukan disebabkan oleh lokasi petak
yang diirigasikan menggunakan air selokan lebih rendah dibandingkan dengan
petak untuk air sungai dan air PAM, terutama pada ulangan kedua (Gambar 1).
Partikulat timbal yang berasal dari asap kendaraan bermotor jatuh ke permukaan
tanah dan diakumulasikan pada bagian atas tanah pada kedalaman 2-5 cm.
Selain dilakukan pengukuran pada tanah yang digunakan untuk lokasi
percobaan setelah penanaman, pengukuran timbal juga dilakukan pada tanah yang
digunakan untuk percobaan sebelum penanaman dilakukan dan pada tanah tidak
digunakan untuk lokasi percobaan, yaitu pada tanah yang selama 10 tahun tidak
digunakan untuk budidaya hortikultura. Pada sampel tanah yang digunakan
selama 10 tahun untuk hortikultura (lokasi percobaan sebelum penanaman)
didapat kadar timbal yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang tidak
digunakan untuk budidaya tanaman hortikultura. Hasil pengukuran timbal pada
kedua jenis tanah tersebut ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh Penggunaan Lahan untuk Pertanian Selama 10 Tahun Terhadap Konsentrasi Timbal dalam Tanah
Perlakuan Ulangan Kadar Timbal (ppm)* Rata-Rata
Tanah yang disiram selama 10 tahun 1 14.66 24.28 (digunakan untuk budidaya hortikultura) 2 21.78
3 36.40 Tanah yang tidak disiram selama 10 tahun 1 17.35
16.68 (tidak digunakan untuk budidaya hortikultura) 2 23.35
3 9.34 *)Batas Aman Timbal dalam Tanah Sebesar 20ppm.
Tabel 5 menyajikan perbedaan kadar timbal berdasarkan penggunaan
lahan. Pada lahan yang selama 10 tahun digunakan untuk budidaya tanaman
hortikultura memiliki konsentrasi timbal yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan lahan yang selama 10 tahun tidak digunakan untuk budidaya hortikultura.
Kondisi ini terjadi karena pada lahan yang selama 10 tahun tidak digunakan untuk
budidaya tanaman hortikultura tidak mengalami kegiatan pemberaan tanah
sehingga sebagian partikulat timbal yang jatuh pada area ini tidak langsung jatuh
ke permukaan tanah tetapi tertahan oleh kanopi tumbuhan yang ada.
Pada lahan yang selama 10 tahun digunakan untuk budidaya hortikultura
mengalami kegiatan pemberaan yang menyebabkan partikulat timbal jatuh
langsung ke permukaan tanah. Akibatnya konsentrasi timbal pada lahan yang
selama 10 tahun digunakan untuk budidaya hortikultura jauh lebih besar
dibandingkan dengan lahan yang selama 10 tahun tidak digunakan untuk budidaya
hortikultura.
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pada sampel air, dapat
disimpulkan bahwa timbal yang terdapat pada lahan yang digunakan untuk
tanaman hortikultura dan lahan yang tidak digunakan untuk tanaman hortikultura
berasal dari asap kendaraan bermotor dan merupakan akumulasi dari tahun-tahun
sebelumnya.
Timbal dalam Tanaman
Pada penelitian ini, kadar timbal pada kangkung yang mendapat perlakuan
air sungai memiliki kadar yang paling rendah diantara dua perlakuan lainnya.
Hasil pengukuran timbal dalam tanaman yang mendapat perlakuan penyiraman
dengan air PAM, air sungai dan air selokan ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kadar Timbal dalam Tanaman
Perlakuan Ulangan Kadar timbal (ppm)* Rata-rata Air PAM 1 5.34
4.02a 2 2.59 3 4.13 Air selokan 1 2.63
4.20a 2 4.79 3 5.16 Air sungai 1 3.75
3.55a 2 3.22 3 3.70
*)Batas Aman Timbal pada Tanaman Sebesar 3 ppm Angka Rata-Rata yang Diikuti Huruf yang Sama Tidak Berbeda Nyata Berdasarkan Uji Tukey dengan α ═ 0.05
Pada Tabel 6 menyajikan hasil uji statistik yang tidak berbeda nyata. Tidak
adanya beda nyata menunjukkan bahwa kadar timbal dalam air tidak
mempengaruhi kadar timbal dalam tanaman. Walaupun tidak nyata, pada tanaman
yang mendapat perlakuan air sungai mempunyai kadar timbal yang lebih rendah
dibandingkan dua perlakuan yang lain. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
letaknya yang sedikit lebih jauh dari jalan tol dibandingkan dengan perlakuan
lainnya (Gambar 1). Di samping itu penyerapan timbal oleh tanaman melalui akar
hanya terjadi sekitar 0.003% sampai 0.005% dari seluruh total timbal yang ada di
tanah (NRCC (1978) dalam Gehardsson (2004)). Hanya sedikit dari timbal yang
diserap dapat ditranslokasikan ke bagian atas tanaman. Penyerapan timbal oleh
tanaman melalui akar hanya terjadi apabila timbal yang terdapat di dalam tanah
berbentuk senyawa yang larut air.
Penyerapan timbal oleh tanaman melalui daun terjadi melalui stomata.
Melalui stomata sebagian dari partikulat timbal tersebut masuk ke dalam jaringan
daun kangkung, sebagian lainnya tetap berada di permukaan daun. Stomata
memiliki lebar celah antara 2-4 µm, sedangkan partikulat timbal memiliki
diameter rata-rata 0.2 µm. Karena ukuran partikulat timbal jauh lebih kecil dari
ukuran lebar celah stomata menyebabkan partikulat timbal dapat dengan mudah
masuk ke dalam jaringan daun melalui stomata. Di dalam jaringan daun timbal
diakumulasikan diantara jaringan tiang dan jaringan bunga karang (spons).
Penyerapan timbal melalui stomata bukan karena adanya kebutuhan
tanaman untuk menyerap timbal tetapi karena adanya perbedaan ukuran antara
partikulat timbal dengan stomata. Karena partikulat timbal yang berasal dari asap
kendaraan bermotor bersifat tidak larut air, maka penyerapan timbal yang terjadi
melalui daun.
Timbal Menurut Baku Mutu
Kangkung merupakan sayuran yang banyak dibudidayakan oleh petani
yang menetap di daerah perkotaan seperti Bekasi. Penurunan luas lahan pertanian
menyebabkan petani menggunakan lahan kosong yang ada untuk melakukan
kegiatan bercocok tanam. Penanaman kangkung yang dilakukan di daerah
bantaran kali memungkinkan terjadinya pencemaran oleh timbal yang berasal dari
asap kendaraan bemotor.
Berdasarkan hasil penghitungan yang dilakukan oleh penulis pada pukul
06.30 - 07.00 WIB dan pukul 17.00 - 17.30 WIB selama dua hari, jumlah
kendaraan bermotor yang melalui daerah pertanaman hortikultura sebanyak 6165
dan 5226. Kendaraan yang dihitung adalah kendaraan bermotor yang melalui jalan
di sekitar daerah pertanaman yang memiliki jarak antara lahan pertanaman dengan
jalan raya lebih kurang 30 m.
Menurut hasil pengukuran yang dilakukan pada sampel air menunjukkan
bahwa konsentrasi timbal pada air tidak terukur, sehingga penggunaan air selokan
dan air sungai untuk menyiram kangkung tidak menjadi masalah. Padatnya
kendaraan bermotor yang lewat di sekitar daerah pertanaman merupakan
penyebab pencemaran timbal yang mungkin terjadi.
Berdasarkan lampiran PP NO. 82 TAHUN 2001 TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN
AIR disebutkan kadar timbal dalam air untuk kelas I, II, III sebesar 0.003 ppm,
sedangkan kelas IV sebesar 1 ppm. Bagi pengolahan air minum secara
konvensional, kadar timbal ≤ 0.1 ppm.
Studi diet total oleh Food Drug and Administration (FDA) (dalam
Kristiono, 1999) (termasuk air minum tetapi tidak termasuk kerang) menyarankan
agar rata-rata asupan timbal setiap hari oleh masyarakat adalah sekitar 5-10
µg/orang/hari. Pada orang dewasa menyerap 5-15%, sedangkan pada anak-anak
menyerap sekitar 50% dari timbal yang masuk lewat saluran pencernaan.
Diusulkan timbal asupan timbal untuk anak-anak di bawah 10 tahun sebesar 6
µg/hari, untuk anak-anak berusia 7 tahun sebesar 15 µg/hari, untuk wanita hamil
sebesar 25 µg/hari dan untuk orang dewasa sebesar 75 µg/hari. Waktu paruh
timbal di dalam darah sekitar 35 hari, sedangkan di tulang dapat bertahan 5 tahun
sampai beberapa tahun.
Jika seseorang mengkonsumsi sebanyak 50 g kangkung dan di dalamnya
terkandung timbal sebesar 5 ppm, maka timbal yang masuk ke dalam tubuh
sebesar 0.005 g. Jika yang terserap sekitar 15 %, yang terserap ke dalam darah
sekitar 0.00075 g atau sebesar 0.75 mg atau sebesar 750 µg. Diusulkan timbal
yang diserap oleh orang dewasa sekitar 75 µg/hari. Jika kangkung dikonsumsi
pada tanggal 11 Januari, sebaiknya orang tersebut mengkonsumsi kangkung
kembali pada tanggal 21 Januari atau 10 hari kemudian. Berdasarkan hasil
perhitungan di atas tidak disarankan untuk mengkonsumsi kangkung dalam waktu
yang berdekatan.
Timbal tidak mengkontaminasi tanah pada konsentrasi kurang dari 20 ppm
(Davies, 1995). Menurut Suhendrayatna kadar timbal pada tumbuhan dalam
keadaaan normal berkisar antara 0.5-3 ppm.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, konsentrasi timbal dalam
tanaman kangkung rata-rata sebesar 3.55 - 4.20 ppm. Konsentrasi timbal yang
terkandung telah melebihi ambang batas aman untuk di konsumsi. Timbal organik
yang berasal dari asap kendaraan bermotor dapat menyebabkan encephalophaty,
tekanan Liqour Cerebrospinalis (LCS) tinggi, insomnia dan somnolence. Pada
keracunan akut dapat menyebabkan gejala meningitis, diikuti oleh stupor, coma
dan kematian. Selain menyebabkan penyakit di atas, timbal dalam tubuh dapat
masuk ke dalam sistem sirkulasi darah manusia dan di endapkan di dalam tulang.
Selama timbal masih terikat di dalam tulang tidak menimbulkan gejala toksisitas.
Nitrat dalam Air
Senyawa-senyawa nitrogen terdapat dalam keadaaan terlarut atau sebagai
bahan tersuspensi, merupakan senyawa yang sangat penting dan memegang
peranan yang sangat kuat dalam reaksi-reaksi biologis perairan. Pada penelitian
ini kadar nitrat yang terukur pada air selokan mempunyai konsentrasi yang lebih
rendah dibandingkan degan air sungai dan air PAM. Hasil pengukuran nitrat pada
tiga jenis air yang digunakan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Kadar Nitrat dalam Air
Perlakuan Ulangan Kadar Nitrat (ppm)* Rata-rata Air PAM 1 1.57
1.60a 2 1.69 3 1.53 Air selokan 1 0.60
0.87a 2 0.98 3 1.03 Air sungai 1 0.72
1.22a 2 0.97 3 1.98 *)Batas Aman Nitrat dalam Air Untuk Pertanian Sebesar 20 ppm Angka Rata-Rata yang Diikuti Huruf yang Sama Tidak Berbeda Nyata Berdasarkan Uji Tukey dengan α ═ 0.05
Berdasarkan uji statistik yang ditampilkan pada Tabel 7 terlihat tidak ada
perbedaan nyata kadar nitrat dalam air PAM, air sungai dan air selokan.
Walaupun demikian, kadar nitrat pada air selokan cenderung lebih rendah
dibandingkan kadar nitrat pada kedua air lainnya. Hal ini terjadi karena selokan
yang airnya digunakan untuk mengairi kangkung melewati gorong-gorong yang
berada di bawah jalan bebas hambatan, satu buah rumah sakit dan satu kompleks
perumahan, akibatnya sedikit dari sumber nitrat yang dilalui oleh selokan tersebut.
Air PAM yang digunakan untuk menyiram kangkung, mempunyai
kandungan nitrat yang paling tinggi jika dibandingkan dengan air sungai dan air
selokan. Lebih tingginya kadar nitrat yang terukur disebabkan penggunaan nitrat
sebagai penghilang nitrogen pada proses pengolahan air buangan. Penghilangan
nitrogen dalam air buangan dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan nitrat
sebagai penerima elektron, dengan cara membiarkan ion nitrat mengoksidasi
metanol melalui media bakteri di bawah keadaan kekurangan oksigen. Reaksi
yang terjadi sebagai berikut :
5 CH3OH + 6 NO3- + 6 H+ ↔ 5CO2 + 3 N2 ↑ + 12 H2O
Nitrat dalam Tanah
Nitrat dalam tanah mempunyai konsentrasi jauh lebih tinggi dibandingkan
nitrat dalam air. Hasil pengukuran nitrat pada tanah yang mendapat perlakuan
penyiraman dengan air PAM, air sungai dan air selokan ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Kadar Nitrat dalam Tanah
Perlakuan Ulangan Kadar Nitrat (ppm) Rata-rata Air PAM 1 2551.11
2291.18a 2 2600.76 3 1721.67 Air selokan 1 2923.02
2539.59ab 2 2333.37 3 2362.39 Air sungai 1 3042.06
3195.97b 2 3347.85 3 3198.01
Angka Rata-Rata yang Diikuti Huruf yang Sama Tidak Berbeda Nyata Berdasarkan Uji Tukey dengan α ═ 0.05
Berdasarkan Tabel 8 terdapat beda nyata antara perlakuan tanah yang
disiram oleh air PAM dengan air sungai. Pada tanah yang mendapat perlakuan air
sungai didapat hasil pengukuran nitrat yang paling tinggi ditengarai akibat
pemberian pupuk yang tidak merata. Keberadaan nitrat dalam tanah selain
dipengaruhi oleh konsentrasi nitrat dalam air, dipengaruhi juga oleh pupuk.
Pengambilan sampel tanah dilakukan 1 minggu setelah pemupukan dilakukan.
Pada tanah masam (pH tanah pada lokasi percobaan berkisar antara 5,1–5,6) yang
beraerasi baik, nitrat yang berasal dari urea akan lebih banyak terbentuk
dibandingkan amonium. Di dalam tanah urea terurai oleh enzim urease yang
menghasilkan amonium karbamat yang kemudian terurai menjadi amonia dan air.
Proses ini dikenal dengan nama aminisasi. Aminisasi adalah pembebasan amina-
amina dan asam amino. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
CO(NH2)2 + H2O → H2NCOONH4 → 2 NH3 + CO2
Setelah aminisasi proses selanjutnya yang terjadi adalah amonifikasi.
Amonifikasi adalah pemanfaatan amina-amina dan asam-asam amino oleh bakteri
heterotof dan membebaskan amonium. Amonium yang dihasilkan dari proses
amonifikasi akan mengalami proses nitrifikasi dalam keadaan aerob dan terbentuk
nitrat. Nitrifikasi merupakan proses perubahan amonium menjadi nitrat. Proses
oksidasi biologis ini melibatkan dua tahap, yaitu perubahan amonium menjadi
nitrit dan perubahan nitrit menjadi nitrat. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
2 NH4+ + 3 O2 → 2 NO2
- + 4 H+ + H2O
2 NO2+ + O2 → 2 NO3
-
Pada tanah-tanah yang memiliki pH agak masam dan memiliki aerasi baik
maka kecepatan oksidasi nitrit menjadi nitrat lebih cepat dibandingkan dengan
amonium menjadi nitrit. Sebagai akibat peristiwa tersebut menyebabkan
terjadinya akumulasi nitrat di dalam tanah.
Tabel 9. Pengaruh Penggunaan Lahan untuk Pertanian Selama 10 Tahun Terhadap Konsentrasi Nitrat dalam Tanah
Perlakuan Ulangan Kadar nitrat (ppm) Rata-Rata
Tanah yang disiram selama 10 tahun 1 208.43 200.87 2 197.06
3 197.12 Tanah yang tidak disiram selama 10 tahun 1 96.36
91.91 2 88.71 3 90.65
Tabel 9 menyajikan perbedaan kadar nitrat berdasarkan penggunaan lahan.
Pada lahan 10 tahun tidak digunakan untuk budidaya tanaman hortikultura
memiliki konsentrasi nitrat yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan lahan
yang selama 10 tahun digunakan untuk budidaya hortikultura.
Penjabaran di atas menjelaskan bahwa sampel tanah awal yang
ditampilkan pada Tabel 9 mempunyai konsentrasi nitrat jauh lebih rendah
dibandingkan sampel tanah akhir secara keseluruhan yang ditampilkan pada
Tabel 8. Selain akibat proses di atas, perbedaan konsentrasi nitrat antara tanah
awal dengan tanah akhir disebabkan juga oleh pengambilan sampel awal
dilakukan pada saat pemberaan. Pemberaan menyebabkan proses penguapan dan
proses pencucian nitrat terjadi secara maksimum. Pada Tabel 9 pada tanah yang
digunakan untuk budidaya hortikultura nitrat dalam tanah tetap lebih rendah dari
Tabel 8, tetapi tetap lebih tinggi dari tanah yang tidak digunakan untuk budidaya
hortikultura. Adanya akumulasi nitrat pada tanah kemungkinan dipengaruhi oleh
aktivitas manusia.
Pada Tabel 9 juga ditampilkan perbedaan konsentrasi antara lahan yang
selama 10 tahun digunakan untuk budidaya tanaman hortikultura dengan lahan
yang selama 10 tahun tidak digunakan untuk budidaya tanaman hortikultura.
Perbedaan konsentrasi tersebut selain disebabkan oleh proses akumulasi nitrat
yang terjadi akibat penambahan pupuk seperti yang dijabarkan di atas juga
disebabkan oleh adanya proses penguapan, pencucian dan digunakan oleh
mikroba tanah. Proses penguapan, pencucian dan penggunaan nitrat oleh mikroba
tanah bukannya tidak terjadi pada sampel tanah akhir, hanya saja proses tersebut
terjadi dalam jumlah kecil dibandingkan dengan jumlah akumulasi nitrat yang
terjadi. Selain itu faktor-faktor di atas, tidak adanya penambahan sumber nitrat
pada lahan yang selama 10 tahun tidak digunakan untuk budidaya tanaman
hortikultura menyebabkan rendahnya konsentrasi nitrat pada lahan tersebut.
Walaupun tidak adanya penambahan sumber nitrat tetapi nitrat tetap
terukur pada tanah yang tidak digunakan untuk budidaya hortikultura. Kondisi ini
disebabkan keberadaan partikel liat yang cukup tinggi pada tanah menyebabkan
nitrat yang terlarut menjadi tertahan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian
dimana tekstur tanah yang terukur pada lokasi percobaan adalah liat.
Nitrat dalam Tanaman
Atmosfer dan tanah merupakan sumber nitrogen untuk tanaman. Di
atmosfer, senyawa nitrogen tersedia dalam jumlah banyak, dengan unsur minor
berupa gas amonia dan ikatan gas nitrogen lainnya. Pada penelitian ini ditemukan
kadar nitrat pada kangkung yang diberi parlakuan air selokan memiliki
konsentrasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya.
Hasil pengukuran nitrat pada tanaman yang mendapat perlakuan penyiraman
dengan air PAM, air sungai dan air selokan ditampilkan pada Tabel 10.
Tabel 10. Kadar Nitrat dalam Tanaman
Perlakuan Ulangan Kadar Nitrat (ppm) Rata-rata Air PAM 1 44700.39
44073.46ab 2 39492.45 3 48027.55 Air selokan 1 49724.93
50819.50b 2 47810.61 3 54922.95 Air sungai 1 39622.24
41713.81a 2 41114.78 3 44404.40
Angka Rata-Rata yang Diikuti Huruf yang Sama Tidak Berbeda Nyata Berdasarkan Uji Tukey dengan α ═ 0.05
Berdasarkan hasil pengukuran nitrat dalam tanaman yang ditampilkan
pada Tabel 10, terdapat beda nyata antara perlakuan tanaman mendapat perlakuan
air PAM dengan air selokan. Pada tanaman terdapat konsentrasi nitrat yang sangat
tinggi dibandingkan dengan konsentrasi nitrat pada tanah dan air. Selain berasal
dari air, nitrat dalam tanaman berasal dari pupuk kandang dan urea. Nitrat sudah
mulai diserap oleh tanaman pada saat tanaman masih berupa biji. Pada saat
penanaman kangkung, biji kangkung ditanam dengan cara di larikan kemudian
permukaan tanahnya ditutup oleh pupuk kandang dan dilakukan penyiraman oleh
perlakuan. Selain dari pupuk, penyiraman yang dilakukan sebanyak dua kali
dalam satu hari menyebabkan konsentrasi nitrat dalam tanaman meningkat.
Nitrat dan amonium merupakan sumber nitrogen anorganik utama yang
diserap oleh akar tanaman tingkat tinggi. Sebagian besar amonium akan
bergabung membentuk senyawa nitrogen organik di dalam akar, sedang nitrat
bersifat mobil di xilem dan dapat disimpan di dalam vakuola, tunas dan organ
penyimpanan. Nitrat yang terakumulasi di vakuola berfungsi untuk mengatur
keseimbangan kation-anion dan untuk regulasi osmotik (osmoregulation). Selain
untuk disimpan di dalam vakuola tanaman, ion nitrat diserap oleh tanaman dari
tanah untuk mengubah glukosa hasil fotosintesis menjadi asam-asam amino yang
nantinya akan digunakan untuk mensintesis protein.
Angiospermae merupakan tanaman yang memiliki kemampuan untuk
tumbuh dengan baik pada daerah yang tergenang ataupun pada daerah kering yang
memiliki akumulasi nitrat. Kebanyakan spesies ini dapat tumbuh dengan baik
apabila nitrat dan amonium yang optimum, tetapi tumbuh lebih baik lagi jika
nitrogen dalam bentuk nitrat terdapat dalam jumlah yang terbatas. Spinasia
merupakan tanaman yang dapat mengakumulasikan nitrat dalam jumlah besar di
dalam tubuhnya. Kangkung merupakan tanaman Angiospermae dan spinasia, oleh
karena itu tidak heran jika nitrat ditemukan dalam jumlah besar.
Nitrat Menurut Baku Mutu
Penyiraman kangkung menggunakan air selokan menyebabkan terjadinya
kontaminasi nitrat yang berasal dari limbah domestik yang langsung di buang ke
badan air tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Namun ternyata tidak hanya
air limbah yang menyebabkan konsentrasi nitrat tinggi pada kangkung, pemberian
pupuk juga menyebabkan konsentrasi nitrat pada kangkung tinggi.
Pada tanah yang beraerasi buruk, laju denitrifikasi berjalan dengan cepat
dan menyebabkan kehilangan nitrat menjadi lebih tinggi jika dibandingkan
kehilangan nitrat karena pencucian. Pada tanah dengan aerasi baik dan memiliki
kisaran pH netral, aktivitas bakteri nitrifier meningkat dan menyebabkan nitrat
tersedia dalam jumlah besar sebagai sumber nitrogen. Pada kondisi ini dapat
dikatakan nitrat merupakan sumber nitrogen utama.
Berdasarkan lampiran PP NO. 82 TAHUN 2001 TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN
AIR disebutkan kadar nitrat dalam air sebesar 10 ppm untuk kelas I dan II, 20
ppm untuk kelas III dan IV.
Hasil pengukuran nitrat yang dilakukan terhadap sampel air menunjukkan
bahwa konsentrasi rata-rata nitrat yang terukur masih berada pada tingkat aman
untuk digunakan sebagai air irigasi untuk tanaman. Hasil pengukuran nitrat pada
tanaman menunjukkan konsentrasi nitrat dalam tanaman yang terukur sangat
tinggi dan berada di atas ambang batas aman untuk dikonsumsi.
Beberapa sumber menyebutkan keberadaan nitrat dalam jumlah besar di
dalam tubuh manusia dapat menimbulkan gangguan GI (gastrointestinal), diare
bercampur darah, disusul oleh coma dan bila tidak ditolong dapat menyebabkan
kematian. Nitrat juga dapat menyebabkan kanker lambung dan
methemoglobinemia pada bayi atau yang biasa dikenal sebagai penyakit blue
babies.
Methemoglobinemia pada bayi atau yang biasa dikenal sebagai penyakit
blue babies terjadi jika nitrat masuk ke dalam saluran percernaan dalam jumlah
besar. Di dalam saluran pencernaan, nitrat diubah menjadi nitrit oleh sejenis
bakteri di lambung. Adanya nitrit menyebabkan terbentuknya methemoglobin dan
jika terjadi dalam jumlah besar menyebabkan methemoglobinemia.
Methemoglobin terjadi karena hemoglobin yang seharusnya berikatan dengan
oksigen ternyata berikatan dengan nitrit yang berada di dalam saluran pencernaan.
Akibatnya tubuh kekurangan oksigen dan mengakibatkan gagal pernafasan.
Methemoglobinemia sering dijumpai pada bayi karena sistem pencernaan yang
belum terbentuk sempurna, sebagai akibatnya muka bayi akan berwarna biru
karena kekurangan oksigen.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Joel Petersson, seorang
ilmuwan Swedia disebutkan bahwa dengan mengkonsumsi banyak nitrat dapat
mempertebal lapisan mukus lambung. Penebalan mukus lambung dan usus
melindungi lambung dan usus dari asam hidroklorat yang terdapat di lambung.
Menurut Joel Petterson (dalam Soetrisno (1999)), bakteri mulut memiliki
peranan penting, karena bakteri mulut yang terdapat dalam saliva mengubah nitrat
menjadi nitrit. Setelah tertelan, nitrit direduksi menjadi oksida nitrat oleh asam
lambung. Oksida nitrat yang nantinya akan mempertebal mukus lambung. Selain
mempertebal mukus lambung, oksida nitrat dan asam nitrat dapat mengkontrol
pertumbuhan Salmonella di dalam usus.
Nitrat dan nitrit yang diberikan secara oral akan diabsorpsi oleh traktus
digestivus bagian atas dan dipindahkan ke dalam darah. Di dalam darah, nitrit
mengubah hemoglobin menjadi metheglobin yang kemudian teroksidasi kembali
menjadi nitrat. Normalnya methemoglobin akan langsung diubah menjadi
hemoglobin kembali menjadi proses enzimatik. Nitrat tidak diakumulasikan di
dalam tubuh. Nitrat kemudian di distribusikan ke cairan-cairan tubuh seperti urin,
air liur, asam lambung dan cairan usus. Sekitar 60% dari nitrat oral disekresikan
melalui urin. Sisanya belum diketahui, tetapi metabolisme bakteri endogen
mengeliminasi sisanya. Mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Joel
Petersson dapat di tarik kesimpulan bahwa nitrat dalam jumlah tinggi aman untuk
dikonsumsi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Air selokan ataupun air sungai yang digunakan untuk menyiram kangkung
tidak mengandung timbal seperti yang dikhawatirkan. Timbal justru berasal dari
partikulat-partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor yang lalu lalang.
Partikulat timbal yang berada di udara akan langsung menempel pada daun yang
sebagian besar disimpan di antara jaringan tiang dan jaringan bunga karang,
sedangkan yang terdapat di tanah langsung diakumulasikan pada bagian atas
tanah.
Air selokan, air sungai dan air PAM mengandung nitrat dalam jumlah
yang tidak terlalu besar, tetapi akibat penyiraman yang intensif menyebabkan
banyaknya nitrat yang terserap oleh kangkung. Selain berasal dari air yang
digunakan untuk menyiram kangkung, nitrat juga berasal dari penggunaan pupuk
kandang dan urea. Penggunaan pupuk menyebabkan ketersediaan nitrat pada
tanah meningkat.
Kangkung merupakan tanaman yang tidak bersifat selektif dan mampu
mengakumulasikan nitrat dalam jumlah besar, sehingga nitrat yang berasal dari air
dan pupuk dapat terserap secara maksimum dan menyebabkan nitrat yang terukur
besar. Penggunaan air sungai maupun air selokan yang berasal dari limbah
domestik untuk penyiraman kangkung tidak menimbulkan bahaya, selama
kangkung yang ditanam tidak berada di dekat jalan raya. Kangkung yang disiram
dengan menggunakan air selokan ataupun air sungai aman untuk dimakan.
Saran
Pada tulisan ini telah dibahas bahwa penggunaan air selokan dan air sungai
untuk mengairi kangkung tidak menimbulkan bahaya pada tubuh selama areal
pertanamannya tidak berada di sekitar jalan raya. Penulis menyarankan agar
dilakukan penelitian yang menguji kembali hasilnya agar argumen yang
dihasilkan lebih valid.
Penulis juga menyarankan untuk mencuci sayuran sebelum dimasak
dengan air yang mengalir karena dapat mengurangi kadar timbal yang berada di
permukaan daun dan melakukan pergiliran menu agar memberikan kesempatan
kepada tubuh untuk mengeluarkan nitrat yang jumlahnya berlebihan di dalam
tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, M. 1961. Introduction to Soil Microbiology. John Wiley & Sons, Inc. USA.
Andayani, Utami. 2002. Kandungan Timbal pada Kangkung. Tesis. Ilmu Lingkungan. Program Pasca Sarjana UI.
Anonimuos. 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 18th Edition. Washington, DC : American Public Health Association.
Anonimuos. 1990. Standar Nasional Indonesia Bidang Pekerjaan Umum Mengenai Kualitas Air Edisi Akhir. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.
Anonimuos. 2006. Kangkung. http ://setetes-embunpagi.blogspot.com /2006/03/kangkung.html (Maret 2006)
Anonimuos. 2008. Tetra-ethyl Lead. www.wikipedia.com (April 2008)
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dn Pencemaran, Hubungannya Dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta : UI Press.
Davies, B E. 1995. Heavy Metals in Soil 2nd Edition. United Kingdom : Chapman and Hall.
Depkes RI. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Jakarta : Depkes
Gehardsson, Lars. 2004. Elements and Their Compounds in the Environment 2nd Edition. Wiley VCH Verlag Gmbh & Co.
Kementerian Lingkungan Hidup PP NO. 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2005. Pedoman Penanggulangan Limbah Cair Domestik dan Tinja.
Kristiono. 1999. Kadar Cemaran Pb Pada Anggur di Kios Buah. Tesis. Ilmu Lingkungan. Program Pasca Sarjana UI.
Lewis, O A M. 1986. Plants and Nitrogen. Southampon. The Camelot Press, Ltd.
Mc Kee, H S. 1962. Nitrogen In Metabolism In Plants. Clarendon Press.
National Research Council Canada. 1978. Effect Of Lead in the Canadian Environment. NRCC No. 16736
Patnaik, Pradyot. 1999. A Comprehensif Guide to the Hazardous Properties of Chemical Substance 2nd Edition. John Wiley & Sons, Inc. USA.
Saeni, M S. 1989. Kimia Lingkungan. PAU Ilmu Hayat IPB : Bogor.
Slamet, J S. 1994. Kesehatan Lingkungan. Jogjakarta : UGM Press.
Soetrisno. Bayam Bisa Mengurangi Resiko Radang Usus. www.chemes-try.org
Sumali. 1997. Kandungan Timbal dalam Air Hujan, Aliran Permukaan dan Daun Teh di Sekitar Jalan Raya di Perkebunan Gunung Mas Bogor. Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Suhendrayatna. Bioremoval Logam dengan Menggunakan Mcroorganisme : Suatu Kajian Kepustakaan ( Heavy Metals Bioremoval by Microorgamisms : A Literatur Study). Departement Of Applied Chemistry and Chemical Engineering Faculty of Engineering, Kogoshima University.
Utama, Harry Wahyudhy. 2007. Keracunan Nitrit Nitrat. www.wordpress.com (21 Februari 2007)
Yatim, Wildan. 2000. www.kompas.com ( Juli 2000)
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Tabel 1. Kisaran pH Tanah
Perlakuan Ulangan pH Air PAM 1 5.1 2 5.1 3 5.4 Air selokan 1 5.6 2 5.1 3 5.3 Air sungai 1 5.2 2 5.3 3 5.4 Tanah yang disiram selama 10 tahun 1 5.9 2 5.9 3 6.0 Tanah yang tidak disiram selama 10 tahun 1 6.5 2 6.5 3 6.6
.
Tabel 2. Tekstur Tanah
Perlakuan Ulangan % Pasir %Debu % Liat TeksturTanah yang disiram selama 10 tahun 1 34.29 13.44 52.27 liat
2 24.90 19.37 55.73 liat 3 24.84 22.61 53.56 liat Tanah yang tidak disiram selama 10 tahun 1 20.10 19.31 60.59 liat
2 26.25 31.02 42.73 liat 3 26.20 25.15 48.65 liat
Lampiran 2
One-way ANOVA: timbal dalam tanah dengan perlakuan Sumber DF SS MS F P perlakuan 2 543 272 0.83 0.480 Error 6 1957 326 Total 8 2500 S = 18.06 R-Sq = 21.73% R-Sq(adj) = 0.00% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -----+---------+---------+---------+---- g 3 16.36 8.19 (------------*------------) p 3 34.46 19.59 (------------*------------) x 3 30.47 22.97 (------------*------------) -----+---------+---------+---------+---- 0 20 40 60 Pooled StDev = 18.06 Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of perlakuan Individual confidence level = 97.80% perlakuan = g subtracted from: perlakuan Lower Center Upper ------+---------+---------+---------+--- p -27.14 18.11 63.35 (--------------*--------------) x -31.13 14.12 59.36 (--------------*--------------) ------+---------+---------+---------+--- -30 0 30 60 perlakuan = p subtracted from: perlakuan Lower Center Upper ------+---------+---------+---------+--- x -49.24 -3.99 41.26 (--------------*--------------) ------+---------+---------+---------+--- -30 0 30 60
One-way ANOVA: timbal dalam tanaman dengan perlakuan Source DF SS MS F P perlakuan 2 0.65 0.33 0.25 0.784 Error 6 7.71 1.28 Total 8 8.36 S = 1.133 R-Sq = 7.78% R-Sq(adj) = 0.00% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev +---------+---------+---------+--------- g 3 4.193 1.366 (---------------*---------------) p 3 4.020 1.378 (---------------*---------------) x 3 3.557 0.293 (---------------*---------------) +---------+---------+---------+--------- 2.0 3.0 4.0 5.0 Pooled StDev = 1.133 Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of perlakuan Individual confidence level = 97.80% perlakuan = g subtracted from: perlakuan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-- p -3.013 -0.173 2.666 (-------------*-------------) x -3.476 -0.637 2.203 (-------------*-------------) -------+---------+---------+---------+-- -2.0 0.0 2.0 4.0 perlakuan = p subtracted from: perlakuan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-- x -3.303 -0.463 2.376 (--------------*-------------) -------+---------+---------+---------+-- -2.0 0.0 2.0 4.0
One-way ANOVA: nitrat dalam air dengan perlakuan Source DF SS MS F P perlakuan 2 0.792 0.396 2.34 0.177 Error 6 1.015 0.169 Total 8 1.807 S = 0.4112 R-Sq = 43.85% R-Sq(adj) = 25.13% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ----+---------+---------+---------+----- g 3 0.8700 0.2352 (----------*-----------) p 3 1.5967 0.0833 (-----------*-----------) x 3 1.2233 0.6671 (----------*-----------) ----+---------+---------+---------+----- 0.50 1.00 1.50 2.00 Pooled StDev = 0.4112 Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of perlakuan Individual confidence level = 97.80% perlakuan = g subtracted from: perlakuan Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+- p -0.3037 0.7267 1.7570 (------------*------------) x -0.6770 0.3533 1.3837 (-----------*------------) --------+---------+---------+---------+- -0.80 0.00 0.80 perlakuan = p subtracted from: perlakuan Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+- x -1.4037 -0.3733 0.6570 (------------*------------) --------+---------+---------+---------+- -0.80 0.00 0.80
One-way ANOVA: nitrat dalam tanah dengan perlakuan Source DF SS MS F P perlakuan 2 1311195 655597 5.21 0.049 Error 6 755450 125908 Total 8 2066645 S = 354.8 R-Sq = 63.45% R-Sq(adj) = 51.26% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ----+---------+---------+---------+----- g 3 2539.6 332.4 (---------*---------) p 3 2291.2 493.8 (---------*---------) x 3 3196.0 152.9 (---------*---------) ----+---------+---------+---------+----- 2000 2500 3000 3500 Pooled StDev = 354.8 Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of perlakuan Individual confidence level = 97.80% perlakuan = g subtracted from: perlakuan Lower Center Upper--------+---------+---------+---------+- p -1137.5 -248.4 640.7 (--------*-------) x -232.7 656.4 1545.5 (--------*-------) --------+---------+---------+---------+- -1000 0 1000 perlakuan = p subtracted from: perlakuan Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+- x 15.7 904.8 1793.9 (--------*--------) --------+---------+---------+---------+- -1000 0 1000 2000
One-way ANOVA: nitrat dalam tananam dengan perlakuan Source DF SS MS F P perlakuan 2 133990536 66995268 5.28 0.047 Error 6 76076103 12679350 Total 8 210066638 S = 3561 R-Sq = 63.78% R-Sq(adj) = 51.71% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev -------+---------+---------+---------+-- g 3 50819 3680 (---------*---------) p 3 44073 4302 (---------*---------) x 3 41714 2447 (---------*---------) -------+---------+---------+---------+-- 40000 45000 50000 55000 Pooled StDev = 3561 Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of perlakuan Individual confidence level = 97.80% perlakuan = g subtracted from: perlakuan Lower Center Upper ---+---------+---------+---------+------ p -15668 -6746 2176 (-----------*----------) x -18028 -9106 -183 (-----------*----------) ---+---------+---------+---------+------ -16000 -8000 0 8000 perlakuan = p subtracted from: perlakuan Lower Center Upper ---+---------+---------+---------+------ x -11282 -2360 6563 (----------*----------) ---+---------+---------+---------+------ -16000 -8000 0 8000
Lampiran 3
Gambar 1. Denah Kebun
Gambar 2. Penanaman Kangkung Konvensional
Lampiran 4
Gambar 3. Pertumbuhan Kangkung
Gambar 4. Jalan Tol yang Berada di Selatan Lokasi Penelitian
Lampiran 5
Gambar 5. Air Sungai untuk Penyiraman
Gambar 6. Air Selokan untuk Penyiraman
Lampiran 6
Gambar 7. Lokasi Penanaman
Gambar 8. Pengambilan Tanah Awal