kasyf el fikr volume 2, nomor 2, desember 2015 · 15-16 yang telah mengakhiri kekuasaan gereja dan...
TRANSCRIPT
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
1
ARGUMEN MORAL: KONSEPSI KETUHANAN ERA
PENCERAHAN
(Telaah atas pemikiran Immanuel Kant)
Oleh: Wiwin Siti Aminah R1
“sapere aude”, (berani mengetahui, berani menggunakan akal sendiri)
@Motto Pencerahan
Abstract
Immanuel Kant as one of the figures who greatly inspired the
Enlightenment influenced by an atmosphere of social, political,
intellectual and also the ethos of the Enlightenment which has two main
characteristics namely respect for human reason and autonomy as
individuals. All that led to Kant have thought quite a revolutionary and
unique in his time.
Rooted in his views on the structure of knowledge that comes from
reason and experience, then Kant compose moral philosophy as the basis
of the argument of the existence of God. According to Kant, we can not
know God. God is the supreme principle of all human endeavors in
morals. Only God can reward or punishment for one's actions. Kant belief
in God is rational because it is based on practical reason in which the
good will to act according to moral law. Through moral, human beings
believe in God.
Keyword: Concept of God, Renaissance, Etic
A. PENGANTAR
Revolusi ilmu (scientific revolution) yang terjadi pada abad ke
15-16 yang telah mengakhiri kekuasaan Gereja dan lazim disebut
renaissance, telah menjadikan manusia barat otonom, dan merdeka.
1 Staf di Lembaga INTERFIDEI (Interfaith Dialog) Yogyakarta dan juga
Dosen pada Institut Agama Islam Darussalam Ciamis Jawa Barat.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
2
Mereka sadar bahwa merekalah yang menjadi penentu kehidupan ini
dengan kekuatan rasionya. Renaissance yang bermula dari Itali
dengan cepat menyebar keseluruh daratan Eropa, khususnya Inggris,
Perancis dan tak terkecuali Jerman. Renaissence inilah yang
mengiring pada suatu era penting dalam perjalanan sejarah dunia
yakni era Pencerahan.
Pada masa Pencerahan (abad ke 18), muncul banyak tokoh-
tokoh filsafat Barat dengan alirannya masing-masing. Tokoh-tokoh
seperti John Locke, David Hume, Berkeley dan lain sebagainya adalah
para filosof Inggris yang terkenal di dalam filsafat Barat. Pemikiran
mereka telah mempengaruhi secara dominan corak filsafat Inggris
pada khususnya dan filsafat Barat pada umumnya, sejak abad ke 18
hingga pertengahan abad ke 19.
Jerman sebagai salah satu negara di Eropa juga telah banyak
melahirkan banyak tokoh pada era pencerahan. Tokoh yang paling
terkenal adalah Imanuel Kant. Filosof modern yang paling
berpengaruh terutama di bidang epistimologi, metafisika dan etika.
Tulisan ini mencoba menguraikan konsepsi Immanuel Kant
mengenai filsafat moral dan konsepsi ketuhanan, yang pada abad ke
18 menjadi salah satu topik sentral dalam percaturan filsafat.
B. BIOGRAFI SINGKAT IMMANUEL KANT DAN KARYANYA
Immanuel Kant lahir di Konigsberg, sebuah kota kecil di
Prussia Timur (yang sesudah Perang Dunia II dimasukkan ke Uni
Soviet dan diganti namanya menjadi Kaliningrad) pada tanggal 22
April 1724. Kant adalah anak keempat dari keluarga agamis. Seperti
juga ayahnya, Johan Georg (seorang pembuat pelana kuda), Kant
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
3
menganut Protestan dan mengikuti gerakan Peitisme2 yang
menekankan kesetiaan yang mendalam dari para pemeluknya, sebagai
perlawanan terhadap praktek Lutheran yang kuat pada saat itu.3
Namun demikian diakui oleh Kant sendiri bahwa Pietisme
dipengaruhi oleh ibunya.4
Kant memasuki pendidikan formal di Collegium Frediricinum
(yang juga menganut Pietism) pada usia 8 tahun dan mendalami
bahasa Latin, biasa yang biasa dipakai kalangan terpelajar saat itu.
Pada usia 16 tahun Kant masuk Universitas of Konigsberg. Di sini ia
mempelajari filsafat, matematika, fisika dan teologi. Ketika ayahnya
meninggal tahun 1746, Kant harus mengurusi kesulitan finansialnya
sendiri. Oleh karena itu, ia kuliah sambil bekerja sebagai guru privat
bagi beberapa keluarga kaya. Selama periode ini ia menyelesaikan
masternya yang pada gilirannya membawa Kant menjadi Dosen privat
tanpa gaji dari universitasnya.
Pada tahun 1755 Kant memperoleh gelar doctor dengan
disertasi meditationum Quarundum de Igne Succinta Delienatition
(penggambaran singkat dari sejumlah pemikiran mengenai Api) dan
2 Pietisme adalah sebuah gerakan keagamaan yang dipelopori oleh Spener
(1635-1705) dan Franke (1663-1727). Gerakan ini muncul sebagai reaksi atas teologi
yang sangat akademik dan rasional serta institusi gereja yang sangat kaku. Gerakan ini
ditujukan pada kehidupan kristiani secara murni. Ciri dari gerakan ini adalah penekanan
pada kesalehan hidup sehari-hari, sikap batin yang baik dan moralitas yang tinggi. Kaum
Pietis menyebut diri sebagai Eccelesiola in Ecclessia yang berarti Gereja kecil di dalam
Gereja. Lihat S.P. Lili Tjahjadi, Hukum Moral: Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan
Imperatif Katagoris, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hal. 31 3Mircea Eliade (ed. In chief), The Encyclopedia of Relegion, Jilid IV, (New
York: MacMillan, 1993), hal. 247. 4Immanuel Kant, Religion Within the limits of Reason Alone, trans. Theoderc
M. Greenc & Hoyt H. Hudson, (New York: Harper & Row, 1960), hal. Xxvii. Lihat juga
Harold H, Titus, dkk, Livving Issues in Philosophy, alih bahasa: H.M. Rasyidi
“Persoalan-persoalan Filsafat”, (Jakarta Bulan Bintang, 1984), hal. 151.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
4
lima tahun kemudian Kant memperoleh gelar professor dalam bidang
logika dan metafisika dari almamaternya dengan menyampaikan orasi
ilmiah berjudul On the Form and Principles of the sensible and
Intelligible Word (mengenai bentuk dan asas-asas dari dunia Indrawi
dan Budi).
Pemikiran Kant dapat dibagi dalam dua periode. Pertama
Periode Pra Kritisantara tahun 1746-1770 yang terdiri dari periode
pertama yakni ketika ia masih dipengaruhi Leibniz dan Wolf (sampai
tahun 1760) dan disebut sebagai tahapan rasionalistik dan periode
kedua (1760-1770) yang ditandai dengan semangat skeptisisme dan
dikenal dengan tahapan empiristik.Pada periode ini Kant menulis
tentang pelbagai masalah dari bidang ilmu alam, ilmu pasti dan
filsafat. Misalnya Kant menulis The False Subtely of The Four
Syllogistic Figures, The only Possible Ground for a Demontration of
God’s Existence (1762). Kemudian selama 11 tahun Kant tidak
menulis apa pun dan pada saat itulah pemikiran Kant mulai berubah.
Perubahan pemikirannya disebabkan pengaruh Hume yang membuat
Kant berangsur-angsurt meninggalkan rasionalisme. Kant sendiri
mengakui bahwa filsuf Skotlandia, David Hume-lah yang telah
membangunkan dari “tidur panjang dogmatismenya”.
Periode kedua yakni Periode Kritis yang dimulai dari muncul
disertasinya. Karya-karya orisinilnya muncul pada periode ini. The
Critique of Pure Reason (1781, Prolegomena to any Future
Methaphisich (1783), Idea for a Universal History (1784),
Foundation of The Methaphisics of Ethics, Fundamental Principles of
Methaphisics of Moral (1785), Methaphisical Foundations of Natural
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
5
Science (1786), Critique of Practical Reason (1787),dan Critique of
Judgement(1790).
Setelah itu (1790- meninggal 1804)Kant mulai mengalihkan
perhatiannya pada masalah-masalah religi dan problem-problem
sosial. Karyanya yang muncul pada periode ini ialah Riligion Within
The Limits of Reason Alone (1793), On Perpetual Peace (1797)dan
The Conflict of The Faculties (1798). Dalam periode Kritik ini Kant
mempunyai corak sendiri, sehingga tidak terlihat lagi adanya
pengaruh dari Martin Knuzten dan Wolf (pendahulu sekaligus
gurunya).
Diantara yang paling banyak karyanya, yang paling besar
adalah “Trio Kritik”-nya. Kritik pertama, The Critique of Pure
Reason, membicarakan tentang akal dan proses memperoleh
pengetahuan. Untuk menulis buku ini Kant menghabiskan waktu 15
tahun. Kritik kedua, Critique of Practical Reason, menjelaskan filsafat
moralnya dan kritik ketiga, Critique of Judgement, menyempurnakan
dua karangan sebelumnya.5
Semua komentar kehidupan Kant menggambarkan bahwa
hidupnya sangat teratur dan tanpa banyak selingan. Kant membujang
dan dia tidak pernah keluar dari kota ke propinsi kelahirannya.6 Tetapi
ia senang bersahabat dengan wanita. Selama hidupnya Kant menetap
5 Diantara sekian banyak karyanya yang paling besar adalah “ Trio Kritiknya “
–nya. Kritik pertama , The Critique of pure Reason, membicarakan tentang akal dan
proses memperoleh pengetahuan. Untuk menulis buku ini Kant menghabiskan waktu 15
Tahun. Kritik kedua, Critique of Pratical Reason, menjelaskan filsafat moralnya dan
kritik ketiga, Critique of Judgement menyempurnakan dua karangan sebelumnya . Lihat
Harold H. Titus, dkk., Living Issues in Philosophy………hal. 151 6 Bertrand Russel, History of Western Philosopy and it’s Connection with
Political and Social Circumstances from Earliest times to the Present day. ( London :
George Allen & Unwim Ltd,1961), hal. 679
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
6
di Prussia dan mengalami masa peperangan 7 tahun sewaktu Rusia
menaklukkan Prusis Timur. Ia juga hidup dalam masa revolusi
Perancis dan masa kejayaan Napoleon.7
Meskipun demikian, Ia memiliki pemikiran yang revolusioner
dan besar menurut ukuran zamannya, bahkan buah pikirannya hingga
kini masih menjadi topik hangat dalam pencaturan filosofis. Ia juga
merupakan satu-satunya filosof yang paling produktif saat itu. Banyak
pujian terhadapnya, seperti A.M. Quinton-seperti dikutip Wiliam
Reaper-bahwa Kant sampai pada titik terdekat yang dapat dilakukan
sesorang untuk mengkombinasiakan dalam dirinya sendiri keaslian
spekulatif Plato dengan ketelitian enslikopedis Aristoteles.8
Menjelang akhir hayatnya, Kant hampir buta dan kehilangan
kekuatan fisik serta intelektualnya. Ia meninggal pada 12 Februari
1804 dalam usia 80 tahun. Kant meninggal ketika budaya
Romantisme mulai bangkit. Salah satu perkataannya yang paling
banyak dikutip telah dipahatkan pada pusarannya di Konigsberg “dua
hal memenuhi pikiranku dengan keheranan dan ketakjuban yang
semakin besar, semakin sering dan semakin kuat aku
merenungkannya: langit berbintang di atasku dan hukum moral di
dalam diriku”.9
C. SETTING HISTORIS PEMIKIRAN KANT
7 Frederick SJ. Copleston. A Historyof Philosophy, ( London Search Press,
1960), hal. 180. 8 William Raeper (ed) , A Begginer’s Guide to idea, alih bahasa : P. Hardono
Hadi. “Ide-ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang”, (Yogyakarta: Kanisius 2000),hal.
194 9 Jastein Gaarder, Sophie’s World,alih bahasa: Rahmani Astuti,”Dunia
Sophie”. Cet.2, (Bandung; Mizan, 1996),hal. 366.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
7
Renaissance abad ke 15-16 merupakan akar dari munculnya
jaman baru pada abad berikutnya (abad 18) yang dikenal dengan
zaman pencerahan (Inggris: Enlightment, Jerman: Aufklarung) yang
berarti pencerahan, pengertian, mengadakan perhitungan dengan
tahayul, membuat perhitungan dengan purbasangka dan lain-lain,
dengan ukuran akal budi dan pengalaman yang jujur serta bebas.
Pencerahan bermula dari Inggris,karena menjelang akhir abad
17 di Inggris berkembang suatu tata negara yang liberal,sehingga
pencerahan berkembang menjadi keyakinan umum diantara para
intelektual.10
Dari Inggris gerakan ini dibawa ke Perancis dan dari
sana tersebar ke seluruh Eropa. Di Perancis gerakan ini secara sadar
dan terus terang bertentangan dengan keadaan masyarakat,
kenegaraan dan keagamaan pada waktu itu. Akhirnya Jerman
mengikuti jejak Perancis. Akan tetapi di sini gerakan pencerahan
berjalan lebih tenang dan serasi, tidak menampakkan pertentangan
antara Gereja dan masyarakat.11
Negara Jerman pada abadke 18 adalah negara yang suka
damai. Kalau pada saat itu dikatakan bahwa Inggris menguasai lautan
dan Perancis menguasai daratan, maka bangsa Jerman dikatakan suka
berhayal, karena Jerman saat itu terliput oleh meta fisika dan filsafat.
Keinginan seseorang saat itu adalah memberi sumbangan yang nyata
bagi perkembanganintelektual. Seseorang dikatakan berkebudayaan
10
Ada perbedaan mencolok antara abad ke 17 dan abad ke 18. Abad ke 17
membatasi diri pada usaha memberikan tafsiran baru terhadap kenyataan bendawi dan
rohani yaitu kenyataan mengenai manusia, dunia dan Tuhan. Akan tetapi abad ke 18
menganggap dirinya sebagai mendapat tugas untuk meneliti secara kritis segala yang ada
di semua bidang. Juga orang tidak takut untuk mengemukakan pendapatnya dalam bentuk
celaan yang kuran atau lebih tajam. Harun Hadiwijaya, Seri Sejarah Filsafat Barat 2,
(Yogyakarta: Kanisius, 1980), hal.47. 11
Harun Hadiwijaya. Seri Sejarah Filsafat Barat 2........ hal. 48.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
8
kalau orang itu mendapat pendidikan yang menyeluruh, dalam ilmu
pengetahuan dalam filsafat, kesenian dan mempunyai kehidupan yang
harmonis.12
Proses modernisasi yang terjadi di Eropa (yang dimulai sejak
abad ke 16) menimbulkan serangkaian perubahan di dunia Barat yakni
menggiringnya ke dalam industrialisasi dan transformasi pertanian,
pencerahan intelektual serta revolusi politik dan social. Secara
alamiah perubahan ini juga mempengaruhi cara manusia mempersepsi
diri dan mendorong manusia untuk meninjau kembali hubungan
antara manusia dengan Tuhan.13
Masyarakat modern yang
diperkenalkan Barat didasarkan pada harapan akan perkembangan dan
kemajuan yang terus menerus. Perubahan dilembagakan dan dianggap
keharusan.14
Tidak ada yang tetap kecuali perubahan itu sendiri.
Kepercayaan diri yang baru terhadap kekuatan alamiah
manusia mengandung arti bahwa orang mulai yakin bahwa mereka
mampu mencapai pencerahan lewat usaha mereka sendiri. Mereka tak
lagi merasa perlu untuk bersandar pada warisan tradisi, sebuah
institusi, sekelompok elit atau bahkan wahyu dari Tuhan untuk
menemukan kebenaran.15
Dengan demikian mereka menganggap
pentingnya sikap skeptis terhadap seluruh warisan yang ada dan
bahwa setiap orang harus menemukan jawabannya sendiri untuk
setiap pertanyaannya. Semangatnya adalah optimisme pada manusia
sendiri.
12
Endang Daruni Asdi.Imperatif Kategoris dalam Filsafat Moral Immanuel
Kant.(Yogyakarta: Lukman Ofset,1997), hal. 26. 13
Karen Amstrong, A History of God: The 4000-Year Quest of
Judaiesm,Christianity and Islam. Alih bahasa: Zainul Am, (Bandung: Mizan,2001), hal.
383. 14
Ibid., hal. 384. 15
Ibid,. hal. 386.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
9
Kebanyakan para filosof pencerahan seperti halnya para
Humanis pada jaman Yunani Kuno, misalnya Socrates dan kaum stoic
memiliki keyakinan yang kukuh pada akal manusia, sehingga jaman
itu disebut “jaman kejayaan akal”. Immanuel Kant sendiri
menjelaskan bahwa Jaman Pencerahan adalah jaman dimana orang
mulai keluar dari keadaan tidak akil balig yang dengannya ia sendiri
bersalah, karena keengganannya memanfaatkan rasionya sendiri. Atau
dengan kata lain Pencerahan adalah “bangkitnya manusia dari
ketidakdewasaannya yang diakibatkannya sendiri” dan “pembebasan
dirinya dari keterkungkungan dirinya sendiri atau dari kebersandaran
terhadap otoritas eksternal.16
Karena kenyataan saat itu bahwa orang
lebih suka bergantung pada otoritas eksternal.Karenakenyataan saat
itu bahwa orang lebih suka bergantung pada otoritas diluar dirinya
(guidance) seperti wahy nasihat orang orang pintar, ajaran gereja dan
lainnya.17
Dengan rasio manusia berkewajiban membangun landasan
moral, agama dan etikanya sesuai dengan akal manusia. Maka motto
pencerahan adalah “sapare aude”, (berani mengetahui,berani
menggunakan akal sendiri) yang dalam konteks ini berlaku khususnya
dalam bidang agama.18
Voltaire menyebut jaman ini sebagai “zaman
akal”.19
Pencerahan juga dimaknai sebagai gerakan intelektual pada
abad ke 18 yang umumnya menerapkan metode-metode ilmu-ilmu
baru, yang dirintis oleh Newton pada bidang-bidang pemikiran
16
William Raeper (ed), A Begginer’s Guide to Ideas.….., hal. 194. 17
Seperti di kutip Karen Amstrong, A History of God: The 4000-Year…… hal.
314. 18
William Raeper (ed), A Begginer’s Guide to Ideas.….., hal. 195. 19
Harun Hadiwijaya. Seri Sejarah Filsafat Barat 2........ hal. 47.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
10
filosofis dan intelektual. Sering meskipun tidak selalu, Pencerahan
bersifat berpikir dan anti-agama.20
Memang sejak Renaissance hingga pencerahan telah terjadi
gugatan terhadap agama dan konsep di dalamnya. Namun, bukan
berarti pada Zaman-zaman itu manusia tidak beragama. Sikap
Pencerahan terhadap agama wahyu pada umumnya dapat dikatakan
memusuhi atau paling tidak mencurigainya. Sikap itu diungkapkan
dalam usaha orang untuk mengganti agama Kristen dengan “ agama
alamiah”.21
Gerakan pencerahan mendapat respon yang
berbeda.pencerahan di Perancis yang kemudian menjadi akar Revolusi
Perancis dan Inggris yang kemudian mengantar Inggris pada Revolusi
Industri ditandai oleh berbagai gejolak dan protes. Sedangkan di
Jerman sendiri berlangsung cukup tenang tanpa disertai penolakan
terhadap Gereja atau monarki sebagai pusat wibawa. Hal ini karena di
sana Pencerahan berlangsung tanpa disertai tuntutan melakukan
perubahan secara radikal. Keadaan itu sangat berpengaruh pada Kant,
sehingga ia menjadi pemikir yang bebas dan saleh dalam menjalankan
agamanya.
Di samping suasana Aufklarung di atas, yang berpengaruh
besar dalam membentuk pemikiran filsafat Kant adalah suasana
ketegangan antara Rasionalisme dan Empirisme. Empirisme Inggris
dibangun oleh filosof Inggris dan Skotlandia seperti Thomas Hobbes
(1558-1679), John Locke (1632-1704), George Berkeley (1685-1753)
dan David Hume (1711-1776), sedangkan Rasionalisme Kontinental
20
William Raeper (ed), A Begginer’s Guide to Ideas.….., hal. 194. 21
Harun Hadiwijaya. Seri Sejarah Filsafat Barat 2........ hal. 48.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
11
disokong oleh Rene Descartes (1596-1650), Gottfried Leibniz (1646-
1716) dan Cristian Wolf (1679-1754).
Kant sendiri belajar filsafat dari pendukung Leibniz dan
Wolf, akan tetapi kemudian ia menghargai pentingnya empirisme,
khususnya teori Hume tentang idea. Poin pokok dalam perdebatan
antara kaum rasionalis dan kaum empiris saat itu adalah teori tentang
idea.22
Jadi Leibniz sangat rasionalis dan Hume yang empiris
mempunyai pengaruh besar dalam membentuk epistimologi Kant.
Keduanya adalah representasi dari dua aliran pemikiran filosof yang
kuat melanda Eropa saat itu.
Jadi karyanya mengenai teori pengetahuan (yang akan
diuraikan selanjutnya) dihasilkan pada waktu terdapat ketegangan
antara pendekatan kontinental yang menekankan pemikiran rasional
dan aliran Inggris yang menekankan aliran indrawi sebagai dasar
pengetahuan.23
Pemikirannya dimaksudnya untuk mendamaikan dua
aliran diatas.
Pengaruh lain datang dari Rousseau. Begitu tertariknya Kant
padanya sehingga ia perlu membaca karya Rosseau emilesampai
berkali-kali. Newton juga mempunyai tempat yang istimewa dalam
filsafat Kant.24
Jalan pikiran Kant mendapat inspirasi besar dan
dipengaruhi oleh Copernican Revolution.25
Dapat dikatakan bahwa pemikiran filsafat Kant dibentuk dari
berbagai pengaruh baik pendidikan keluarga maupun lingkungannya.
22
Mircea Eliade ( ed in chief ),The Encyclopedi of Religion. Jilid IV, (New
York: Mac Millan, 1993), hal. 247. 23
William Raeper (ed.), A Bagginer’s Guide to Ideas………, hal. 195. 24
Endang Daruni Asdi .Imperatif Kategoris dalam Filsafat Moral……..hal. 26. 25
M. Amin Abdullah. “ Konsepsi Etika Ghazali dan Immanuel Kant: Kajian
Kritis Konsepsi Etika Mistik dan Rasional” dalam Al-Jami’ah. No. 45 Th 1991. hal. 7.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
12
Dari keluarganya Kant mendapat pendidikan agama yang sangat kuat,
meskipun demikian ia bukan seorang yang fanatik. Dapat dikatakan
juga bahwa Kant tumbuh dan berkembang sebagai pemikiran yang
brilian pada saat yang tepat dalam situasi maupun kondisinya. Dari
situlah ia melakukan kritik-kritik terhadap pemikiran yang
berkembang pada saat itu.
D. POKOK-POKOK PEMIKIRAN KANT
1. TENTANG ILMU PENGETAHUAN
Untuk mengetahui konsepsi ketuhanan menurut Kant, kita
harus mengetahui dulu pokok-pokok pemikiran tentang ilmu
pengetahuan sebagai dasar epistimologinya.Ada tiga pertanyaan
penting dalam filsafat Kant yakni “apa yang bisa kita ketahui”
(berhubungan dengan filsafat ilmu pengetahuan/epistimologi), “apa
yang mungkin kita harapkan” (berhubungan dengan agama dan
teologi) dan “apa yang wajib kita lakukan” (bidang etika). Sehingga
Kant mempelajari logical processes of thought,the external world dan
the reality of things.26
Pertanyaan pertama bersifat spekulatif,
pertanyaan kedua bersifat praktis dan pertanyaan ketiga bersifat
praktis sekaligus spekulatif karena yang praktis pada dasarnya hanya
merupakan jawaban atas pertanyaan yang spekulatif.27
Logika Transendental : Teori Pengetahuan Kant
Dengan maksud menjembatani dus aliran di atas, yakni
Empirisme28
dan Rasionalisme29
Kant berpendapat bahwa sumber
26
Harold H Titus, dkk. Living Issues in Philosophy …… hal. 151. 27
Endang Daruni Asdi .Imperatif Kategoris dalam Filsafat…….. hal. 32. 28
Dalam pandangan Empirisme, pengetahuan diperoleh dengan perantaraan
panca indera yang menangkap kesan-kesan dari apa yang ada di alam nyata yang
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
13
ilmu pengetahuan adalah indra dan akal. Keduanya harus diselidiki
seberapa jauh indra dan akal itu dapat memuat pengertian a priori.
Akal adalah kemampuan berpikir sedangkan indra memberi
pengamatan-pengamatan.
Dalam mendapatkan pengetahuan, indra dan akal bekerja
sama. Indra memberikan pengamatan-pengamatan yang telah diatur
oleh bentuk-bentuk a priori.Ini merupakan bahan bagi akal yang
kemudian dihubung-hubungkan menjadi pengertian-pengertian.
Pengertian-pengertian ini dihubungkan menjadi keputusan. Kedua
sumber pengetahuan itu bekerja sendiri-sendiri, tetapi keduanya tidak
dapat dipisahkan. Tugas yang satu tidak dapat digantikan oleh yang
lain.Hanya kalau keduanya bersatu dapat muncul ilmu pengetahuan.
Bagi Kant, baik Rasionalisme maupun Empirisme belum
berhasil membimbing kita untuk memperoleh pengetahuan yang pasti,
berlaku umum dan terbukti dengan jelas (yang menurut Kant
merupakan syarat ilmu pengetahuan). Kant beranggapan bahwa kedua
pandangan itu sama-sama benar separuh tapi juga sama-sama salah
separuh. Artinya setuju dengan kaum empiris. Kant menyatakan
bahwa seluru pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indra kita
kemudian tersusun menjadi pengetahuan (melalui pengalaman). John Locke sebagai
bapak Empirisme memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan yang secara
pasif menerima hasil-hasil pengindraan. David Hume berpendapat bahwa pengalaman
lebih memberi keyakinan dibanding kesimpulan logika atau kemestian sebab akibat.
Hume sampai pada kesimpulan bahwa akal tidak bisa bekerja tanpa bantuan pengalaman.
Jadi menurut empirisme sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data
empiris yang diperoleh dari panca indra. Akal tidak berfungsi banyak, kalau ada hanya
sebatas idea yang kabur. 29
Rasionalisme berpandangan bahwa sumber pengetahuan adalah akal.
Akallah yang menghubungkan data (yang diperoleh panca indra) satu sama lain sehingga
ada pengetahuan. Descartes, pelopor Rasionalisme, kebenaran menurutnya adalah dia
tidak ragu bahwa dia ragu semboyannya terkenal cogito ergo sum (saya ragu maka saya
ada) Amsal Bahtiar, Filsafat Agama 1,( Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 45.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
14
tapi ia juga setuju dengan rasionalis bahwa dalam akal kita juga
terdapat faktor-faktor pasti ( a priori ) yang menentukan bagaimana
kita memandang dunia disekitar kita. Dengan kata lain ada kondisi-
kondisi tertentu dalam pikiran yang ikut menentukan konsepsi kita
tentang dunia.30
Ibarat memakai kacamata, segala sesuatu yang kita
lihat adalah bagian dari dunia di sekeliling kita, tapi bagaimana kita
melihatnya ditentukan oleh kacamata yang kita pakai.31
Bagi Kant yang pertama kali harus dilakukan adalah
menganalisis secara kritis sumber pengetahuan manusia.32
Kant
menggunakan metode analitis yang kemudian membuka kemungkinan
lebih luas untuk membuat bangunan ilmu pengetahuan yang setepat-
tepatnya untuk menganalisis tidak hanya problem inti dari etika, tetapi
juga implikasinya terhadap sistem etika dalam ilmu pengetahuan dan
kehidupan sosial. 33
Metode analitis digunakan Kant untuk
menjelaskan bagaimana sesungguhnya akal kita bekerja.34
Metode Kant dinamakan metode kritis karena metode ini
memandang bahwa akal mempunyai kemampuan yang tinggi, namun
kemampuan akal ini ada batas-batasnya. Kant menamakan metodenya
dengan “metode transcendental” atau ada yang menyebut “idealism
transcendental” yakni suatu metode yang ingin membuktikan bahwa
ada pengetahuan yang tidak berasal dari pengalaman, yaitu
pengetahuan yang a priori.35
30
Jastein Gaarder, Sophie’s World. Alih bahasa: Rahmani Astuti. “Dunia
Sophie”, cet. 2, (Bandung Mizan, 1996), hal. 353. 31
Ibid., hal. 354. 32
M.Amin Abdullah , The Idea of Universality of Ethical Norms in Ghazali
and Kant, (Ankara: Turkiye Diyanet Vakfi, 1992), hal. 54. 33
Ibid., hal. 68. 34
Ibid., hal. 208. 35
Frederick Sj. Copleston. A History of Philosophy……. hal. 216-217.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
15
Dengan teorinya Kant ingin mempertahankan sifat objektifitas
ilmu. Agar maksud itu tercapai seseorang harus menghindarkan diri
dari sifat sepihak rasionalisme dan sifat sepihak empirisme.
Singkatnya Kant berpendapat bahwa ada dua jenis idea yakni
yang berasal dari perasaan (a posteriori) dan yang satunya berasal
dari pikiran (a priori). Keduanya tidak bisa dipisahkan dalam
pengetahuan manusia. Kant menegaskan salingketergantungan antara
perasaan dan pikiran: “pengertian tanpa konsep adalah buta dan
konsep tanpa pengertian adalah kosong/sia-sia”36
demikian Kant.
Kant mengambil jalan tengah antara cara berpikir kedua
aliran tersebut, dan ia menyebutnya dengan idealism transcendental.
Karena Kant menyebut sesuatu dalam dirinya sendiri dengan objek
transcendental atau noumenon. Transendental yang dimaksud adalah
dalam dasar semua pengalaman.37
Kant melukiskan idealism transcendental sebagai keyakinan
bahwa kita mempunyai pengetahuan hanya mengenai
“penampakan/penampilan” (fenomena) dan bukan mengenai “ benda
sebagaimana adanya” (noumena/thing in-itself). Atau dengan kata
lain penampilan diketahui melalui pengalaman, tetapi “bendanya
sendiri” tidak dapat diketahuisama sekali, sebabtidak ada sesuatu pun
yang dapat diketahui pikiran tanpa kita mengalaminya. Menurut Kant,
fenomena adalah benda sebagaimana kita alami sedangkan nomena
adalah benda dalam dirinya sendiri terlepas dari cara mereka dialami.
Tidak seperti fenomena, nomena tidak terletak dalam ruang dan
36
Mircea Eliade (ed. In chief ),The Encyclopedia of Religion….. hal. 248. 37
Diane Collinson ,Fifty Major Philosphers, alih bahasa: Ilzamuddin Ma’mur
dan Mufti Ali, “Lima Puluh Filosof Dunia yang Menggerakkan” , (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), hal.133.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
16
waktu, itu juga diberi sebagai objek dari perasaan. Dia adalah
realitassupersensible.38
Dalam idealisme transcendental ada dua bentuk pengertian
yang a priori yaitu ruang dan waktu.39
Ruang dan waktu dalam
konsepsi Kant adalah murni intuitif. Keduanya juga bukan konsep.40
Waktu dan ruang termasuk pada kondisi manusia. Ruang dan waktu
terutama adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik.41
Jadi kita tidak akn pernah bisa mengetahui realitas yang
sebenarnya tetapi hanya penampakannya saja. Sehingga kita
mempunyai pengetahuan noumena, tetapi itu pun bukan berarti kita
mengetahui dunia nomena karena tidak ada jalan untuk menentukan
kebenaran dan kepalsuannya. Ilmu pengetahuan hanya mampu
menjangkau dunia fenomena.42
Sumbangan terbesar yang diberikan
Kant pada filsafat adalah garis pembatas yang ditariknya antara benda
–benda itu sendiri das ding an sich dan benda-benda
sebagaimanayang tampak dimata kita.43
Kant menyatakan bahwa bukan hanya pikiran yang
menyesuaikan dengan segala sesuatu tapi segala sesuatu itu sendiri
38
`Mircea Aliade (ed. In chief), The Encyclopedia…..hal. 284.Lihat juga
Harold H. Titus, dkk., Living Issues in Philosophy………hal. 88. 39
Kaum empiris menganggap ruang dan waktu ini termasuk dalam
pengalaman. Kant menganggap ruang dan waktu itu ada di luar pengalaman. Karena
ruang dan waktu itu suatu keharusan dan juga berlaku umum. Ruang dan waktu tidak bisa
dihilangkan dalam hubungannya dengan sesuatu benda,meskipun ruang dan waktu
menyebabkan kemungkinan adanya pengalaman. Pengertian ruang tidak didapat dari
pengalaman, tetapi semua pengalaman ditentukan oleh ruang. Sehingga pengertian
tentang ruang adalah a priori. 40
Justus Hartnack. Kant’s Theory of Knowledge. (New York: Harcout,Brace &
World Inc., 1967), hal. 18-30. Lihat juga Bertrand Russel. History of Western Philosophy
and it’s Connection with………hal. 681. 41
Jostein Gaarder.Sophie’s World……. hal .355.
42
Mircea Eliade (ed. In chief). The Encyclopedia of Religion…….hal. 248. 43
Jastein Gaarder.Sophie’s World……. hal. 356
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
17
menyesuaikan diri dengan pikiran. Jadi sebelum Kant,filsafat lebih
dipandang sebagai sebuah proses berpikir dimana subjek (manusia)
mengarahkan diri pada objek (benda/dunia). Sejak Kant arah itu
diubah justru objeklah yang kini menghadirkan diri kepada subjek
untuk diproses menjadi pengetahuan. Sehingga perubahan ini
dinamakan Pemutarbalikkan Kopernikan.44
2. KONSEPSI KANT TENTANG TUHAN DAN KETUHANAN
a. Kewajiban dan Kehendak Bebas sebagai Dasar Tindakan
Filsafat moral Kant mempunyai tiga prinsip yakni prinsip
universalitas, seseorang harus bertindak menurut maksim sendiri
yang sekaligus maksim itu harus bersifat universal. Kedua
humanitas, manusia bukan merupakan alat melainkan tujuan.
Ketiga otonomi, tindakan moral harus datang dari diri sendiri.
Menurut Kant moralitas menyangkut hal baik dan buruk,
yakni apa yang baik pada dirinya sendiri, yang baik tanpa pembatas
sama sekali, yakni baik secara mutlak. Dan kebaikan seperti itu
hanyalah satu yakni kehendak baik. Seseorang berkehendak baik
kalau kehendak itu yang mau melakukan kewajiban meski harus
berhadapan dengan segala macam tarikan dan dorongan indrawi
dan alami.45
Ada tiga kemungkinan orang memenuhi kewajibannya.
Pertama Karena hal itu menguntungkan, karena merasa langsung
terdorong dalam hatinya atau memenuhi kewajiban demi
44
S.P. Lili Tjahjadi, Hukum Moral: Ajaran Immanuel Kant….. hal. 27. 45
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, (Yogyakarta: Kanisius, 1997). hal.
143-144.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
18
kewajibannya itu. Dan menurut Kant hanya nomer tiga-lah
kehendak yang betul-betul moralis.Dua pertama disebut legalitas
dan terakhir disebut moralitas.46
Menurut Kant moralitas adalah hal keyakinan dan sikap
batin, bukan sekedar penyesuaian terhadap aturan dari
luar,(agama,Negara,dan adat istiadat). Kant memastikan bahwa
kriteria mutu moral, juga dihadapkan Tuhan, adalah kesetiaan
terhadap suatu hati sendiri. Jadi setiap orang berkewajiban
mengikuti hati nurani-nya.47
Untuk mengukur moralitas
seseorang, kita tidak boleh melihat pada hasil perbuatan. Hasil
perbuatan adalah baik tidakmebuktikan adanya kehendak yang
baik. Jadi perbuatan manusia menjadi baik karena kehendak
pelaku yang memahami bahwa perbuatan itu merupakan
kewajibannya. Kant menegaskan bahwa kehendak baik itu bukan
sekedar keinginan melainkan mencakup pengarahan semua sarana
yang perlu agar kehendak itu terlaksana.48
Menurut Kant, tiap manusia mempunyai akal praktis yaitu
kecerdasan yang memberi kita kemampuan untuk memahami apa
yang benar dan apa yang salah dan itu adalah kodrat sehingga kita
mempunyai akses pada hukum moral universal yang sama. Ia
mendahului setiap pengalaman, artinya tidak terikat pada situasi
46
Ibid., hlm. 144 lebih lanjut S.P. Lili Tjahjadi,Hukum Moral: Ajaran
Immanuel…… hal. 47-49. 47
S.P. Lili Tjahjadi,Hukum Moral: Ajaran Immanuel Kant…… hal. 11. 48
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika…… hal. 145.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
19
pilihan moral tertentu.49
Kant merumuskan hukum moral sebagai
suatu perintah pasti berlaku untuk semua situasi.
Kant sangat menekankan kewajiban yang ada dalam diri
manusia dalam bentuk yang tidak memaksa. Wajib ini merupakan
suatu perintah yang datang dari hati nurani manusia oleh karena itu
oleh Kant dikatakan sebagai sebuah imperatif. Manusia dapat
bertindak sesuai dengan imperatif kategoris berdasarkan otonomi
kehendak. Kant menjadikan ini sebagai prinsip dasar seluruh etika.
Seseoarang yang otonom adalah orang yang mempunyai
hukumnya sendiri dan menaati hukum yang dibuatnya sendiri.
Otonomi kehendak itu merupakan kemampuan untuk diatur oleh
budi (hati nurani).
Menurut Kant, moralitas berkaitan erat dengan tugas dan
kewajiban seseorang dan tergantung keberadaannya sebagai pelaku
bebas yang tidak dipaksa untuk melakukan sesuatu. Hanya bahwa
seseorang memahami bahwa ia harus menaati hukum karena ada
kewajiban moral untuk melakukannya, dialah seorang yang
bermoral secara asli.50
Kant menyatakan dua dorongan utama bagi tindakan
manusia: kehendak dan kecenderungan. Kecenderungan berkaitan
dengan keinginan dan perasaan yang menjadi subjek dari hukum
sebab akibat dalam dunia fenomena, sedangkan kehendak adalah
fakultas rasional bagi tindakan moral. Kant menyebut dunia
49
Jastein Gaarder.Sophie’s World……. hal. 363. 50
William Raeper (ed.), A Bagginer’s Guide to Ideas………, hal. 198.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
20
nomenal sebagai domain kebebasan dan dunia fenomena sebagai
domain kebutuhan.51
Bertentangan dengan otonomi adalah
heteronomi yakni tindakan yang dilakukan karena adanya pengaruh
dari luar kehendak kita sendiri.
b. Imperatif Kategoris
Menurut Kant, kriteria kewajiban moral adalah imperatif
kategoris, yang berprinsip “bertindaklah semata-semata menurut
prinsip (maksim)52
yang dapat sekaligus kau kehendaki menjadi
hukum umum”.Kant memakaikata imperatif bukan bagi segala
macam permintaan atau komando, melainkan untuk
mengungkapkan sebuah keharusan (sollen). Perintah dalam arti ini
adalah rasional. Jadi perintah yang Kant maksud adalah hanyalah
perintah yang berdasarkan suatu keharusan objektif (kewajiban
universal). Imperatif ini juga disebut “prinsip penguniversalisasian
“.53
Karena penguniversalisasian iniciri hakiki dari kewajiban
moral.
Menurut Kant imperatif itu terbagi dua yakni Imperatif
Hipotesis dan Imperatif Kategoris. Imperatif hipotesis adalah
imperatif atau keharusan bersyarat, sedangkan imperatif kategoris
adalah keharusan yang tanpa syarat, melainkan mutlak, yang
51
Mircea Eliade (ed. In chief). The Encyclopedia of Religion…….hal. 248. 52
Maksim adalah suatu prinsip yang mendasari suatu perbuatan bersifat
personal. Oleh karena itu ia subjektif yang mendasri dan menyebabkan suatu objek
bertindak. Maksim adalah dasar saya dan dasar dia, sedangkan hukum berlaku bagi siapa
saja. Maksim adalah prinsip subjektif dalam bertindak, sikap dasar hati orang dalam
mengambil sikap-sikap dan tindakan –tindakan konkrit. Jadi maksim itu dapat baik dan
juga tidak baik. Maksim itu yang menjadi dasar penilaian moral terhadap orang lain.
Etika yang mendasarkan maksim memperhatikan hati nurani sebagai sumber perbuatan. 53
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika….. hal. 148.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
21
berlaku tanpa kekecualian, secara niscaya, berlaku dimana saja,
kapan saja dalam situasi apa saja.54
Sehingga apakah tindakan kita
baik atau tidak tergantung pada dasar tindakan kita apakah
imperatif kategoris atau imperatif hipotesis.55
Imperatif hipotesis
adalah suatu perbuatan itu relatif baik, apabila perbuatan itu
berhasil mencapai tujuan tertentu. Sedang impertif kategoris hanya
membicarakan bentuk perbuatan dan bukan akibat perbuatan itu.
Perintah kategoris semacam itu juga pada gilirannya
mengandaikan asumsi “maka bertindaklah terhadap manusia dalam
setiap hal sebagai tujuan,jangan hanya sebagai sarana”. Ini
merupakan cara lain untuk mengatakan “lakukanlah terhadap orang
lain seperti anda menghendaki mereka lakukan terhadap anda”.
Kita harus memperlakukan orang lain sebagai tujuan dalam dirinya
sendiri,bukan hanya sebagai alat untuk mencapai apa yang kita
kehendaki.
Metode Kant adalah murni apriori yakni tanpa
mempergunakan data-data realitas, misalnya pandangan orang,
kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai budaya, lembaga-lembaga,
perkembangan sejarah, struktur sosial dan sebagainya. Jadi metode
Kant murni deduktif, tanpa perhatian kepada unsur-unsur empiris.
Menurut Kant, prinsip-prinsip moralitas tidak tergantung pada
pengalaman sama sekali.56
Dengan anggapan bahwa manusia dapat
bertindak sesuai dengan impertif kategoris, menurut Kant kehendak
54
Lebih detail lihat S.P. Lili Tjahjadi,Hukum Moral: Ajaran Immanuel
Kant…… hal. 49-50, 73-78. Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika…… hal.. 146-147. 55
Endang Daruni Asdi .Imperatif Kategoris dalam Filsafat Moral Immanuel
Kant…… hal. 101. 56
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika…… hal. 142.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
22
manusia ini tentunya bebas secara transendental, dalam arti tidak
dikuasi oleh dorongan indera manusia.57
c. Argumen Moral tentang Eksistensi Tuhan
Argumen bagi eksistensi adanya Tuhan biasanya dibagi
menjadi dua argumen, argument a posteriori yang berprinsip
bahwa Tuhan bisa diketahui hanya oleh pemaknaan terhadap
pengalaman kita di dunia dan argumen a priori yang berprinsip
bahwa Tuhan bisa diketahui tidak tergantung pada pengalaman kita
di dunia, tetapi dengan merefleksikan dan memahami alam.58
Dalam pandangan klasik (sebelum Kant), paling tidak ada tiga59
argumen tentang adanya
Tuhan.Yakni argument antologis,60
kosmologis61
dan teleologis62
atau Kant menyebutnya sebagai argumen Physicotheological.63
57
Endang Daruni Asdi .Imperatif Kategoris dalam Filsafat Moral Immanuel
Kant…… hal. 75. 58
William L. Rowe, Philosophy of Religion: an Introduction, (California:
Wadsworth Publishing Company, 1993) hal. 16. 59
Ibid.,hal. 16-53.David Truelblood, Philosophy of Religion,alih
Bahasa:H.M.Rasjidi,” Filsafat Agama”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1965), hal. 49-52 Lihat
Harun Nasution ,Falsafat Agama…….hal. 51-67. Bandingkan dengan Stephen C. Evans,
Philosophy of Religion,(Illinois: InterVarsity Press, 1982), hal. 45-74. 60
Argumen ontologis dipelopori oleh Plato (428-384 SM) dengan teori
ideanya. Menurutnya tiap-tiap yang ada di ala mini mesti ada ideanya yakni definisi atau
konsep universal dari sesuatu. Idea inilah yang merupakan hakikat dari sesuatu itu. Idea-
idea berada dalam alam tersndirk yaitu alam idea. Benda-benda yang dapat ditangkap
dengan panca indra dan selalu berubah bukanlah benda-benda yang asli, bukan
hakikatnya tetapi hanya bayangannya. Benda-benda berwujud karena idea-idea yang
merupakan tujuan dan sebab dari wujud benda –benda. Idea-idea ini menyatu dalam
sebuah idea tertinggi yang diberi nama idea kebaikan ( the absolute Good, yang mutlak
baik) dan disebut Tuhan. Jadi alam bersumber dari sesuatu yang mutlak baik itu. Tokoh
selanjutnya adalah St. Agustinus (354-430 M) yang berpendapat bahwa manusia
mengetahui dari pengalamannya dalam hidup bahwa dalam ala mini ada kebenaran dan
diatas kebenaran ada suatu kebenaran tetap, kebenaran yang tidak berubah-ubah.
Kebenaran mutlak itulah yang disebut Tuhan. Tokoh yang lainnya adalah St. Anselm dari
Canterburry (1033-1109 M) yang berpendapat bahwa manusia dapat memikirkan sesuatu
yang kebesarannya tidak dapat melebihi dan diatasi oleh sesuatu pun, yang maha
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
23
Argumen yang diajukan Kant sendiri disebut Argumen
Moral. Argumen ini yang terpenting dan terkuat. Menurut Kant,
ketiga argumen di atas mempunyai kelemahan dan tidak dapat
membawa pada keyakinan tentang adanya Tuhan.
Menurut Kant, imperative kategoris yang telah dijelaskan di
atas, idealnya membawa manusia pada kebahagiaan dan Kebaikan
Tertinggi (summum bonum).64
Tetapi dalam praktek kadang
terjadi kontradiksi. Dari kontradiksi itu lalu membawa pada
pandangan adanya kehidupan setelah dunia ini. Pada kehidupan
itulah perbuatan-perbuatan yang belum mendapat balasan baik dan
sempurna dan itu tiada lain adalah Tuhan. Tuhan tidak seperti pulau dan benda lainnya ia
adalah zat yang dibutuhkan. 61
Argumen Kosmologis (argument sebab akibat) yang berangkat dari
eksistensi alam atau kosmos. Argumen ini berpendapat bahwa alam adalah akibat pasti
adasebabnya. Zat yang menyebabkan ala mini tidak mungkin alam itu sehingga harus ada
zat yang sempurna yaitu Tuhan sebagai sebab utama. Dia adalah yang awal dan yang
akhir. Argumen kosmologis berasal dari Aristoteles (384-322 SM) yang pandangannya
kemudian dikembangkan oleh Thomas Aquinas (1225-1274 M). Ia berpendapat bahwa
eksistensi Tuhan bisa diketahui lewat rasio dengan 5 argumen yakni berdasarkan pada
sifat gerak alam, kausalitas, konsep kemungkinan dan kemestian, konsep gradasi dan
keteraturan dunia. 62
Argumen Teologis dalam banyak hal adalah juga argument kosmologi yang
sama-sama dimulai dengan eksisitensi kosmos, Teologis (telos berarti tujuan,teleologis
berarti serba tujuan) yaitu alam yang diatur menurut suatu tujuan tertenru. Ala mini dalam
keseluruhannya berevolusi dan beredar menuju suatui tujuan tertentu. Tokohnya adalah
William Paley (1743-1805) teologi inggris yang menganalogkan alam dengan jam. Begitu
juga dengan alam yang penuh dengan keteraturan. Dan di atas semua itu ada pencipta
yang maha kuasa, yakni Tuhan. Fakta bahwa alam ini muncul menunjukkan adanya
tujuan dan oleh karena itu harus ada perumus tujuan yang cerdas. 63
Paul Edwards (ed in chief), The Encyclopedia of Phiosophy, Vol IV, (New
York MacMillan, 1972), hlm. 316. Lihat juga Bertrand Russel, History of Western…..
hal. 682. 64
Penalaran moral menuntut bahwa seseorang diberi imbalan sesuai dengan
kebaikan atau keutamaan mereka. Tetapi di dalam hidup kita sehari-hari, orang-orang
baik atau saleh sering tidak sebahagia atau sesukses orang lain, maka ia mengatakan
harus ada eksistensi lain, di mana orang-orang yang melakukan kebajikan atau kejahatan
menerima imbalan mereka yang adil. Ini membawa Kant pada kesimpulan bahwa
eksistensi Allah dan keabadian merupakan ketetapan-ketetapan budi praktis. Jadi Allah
merupakan ketetapan perlu bagi adanya moralitas.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
24
sebaliknya akan mendapatkannya disana. Pembalasan itu tidak
datang begitu saja, akan tetapi mesti berasal dari suatu zat yang
Maha Adil dan itulah Tuhan. Jadi kalau akal memberi kebebasan
bagimanusia untuk percaya atau tidak pada adanya Tuhan, hati
sanubari memberi perintah kepadanya untuk percaya bahwa Tuhan
itu ada.65
Argumen itu dapat diurai sebagai berikut bahwa tanpa
adanya Tuhan tidak akan ada yang secara objektif mengikat
kewajiban moral. Bahwa ada yang secara objektif mengikat
kewajiban moral dan bahwa oleh karena itu ada Tuhan.66
Dalam pemikirannya mengenai eksistensi Tuhan, Kant
menekankan pentingnya suatu filsafat yang merangkum baik
perasaan maupun iman. Ia menulis: “Mutlak pentinglah untuk
meyakini eksistensi Allah,tidak sama pentingnya untuk
mendemonstrasikannya. Hal yang baik bahwa kita tidak
mengetahui, tetapi percaya, bahwa Allah ada”.67
Tapi menurut
Kant orang yang tidak percaya kepada Tuhan bukanlah immoral,
tetapi eksistensi Tuhan adalah suatu aksioma yang akan membuat
hidup kita menjadi hidup yang berarti.68
Menurut Kant, Allah tidak bisa dibuktikan oleh akal budi
murni. Namun mungkinlah mempercayainya atas dasar iman.69
Pandangan ini dimungkinkan karena Kant adalah protestan dan
sejak reformasi ajaran protestan selalu bercirikan oleh tekanannya
pada iman.70
Menurut Kant, tugas orang Kristen adalah
65
Harun Nasution,Falsafat Agama…….. hal. 54-55. 66
Stephen C. Evans, Philosophy of Religion…….. hal. 69. 67
William Raeper (ed.), A Bagginer’s Guide to Ideas………, hal. 197. 68
Endang Daruni Asdi, Imoeratif Kategoris dalam……… hal. 118. 69
Jostein Gaarder,Sophie’s World,……. hal. 360-361. 70
Ibid, hal. 360.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
25
menemukan Allah bagi diri mereka sendiri, melalui pilihan-pilihan
mereka sendiri, dan demi alasan praktis mereka sendiri. Otoritas
iman tidak berada di luar manusia, baik di dalam kitab suci ataupun
wahyu, melainkan di dalam diri orang yang percaya. Berbeda
dengan Marthin Luther yang mengatakan bahwa “orang tidak
berdiri di atas kitab suci dan menilainya, melainkan ia ada di
bawah kitab suci untuk mendengarkan dan menaatinya. Kant justru
menganjurkan agar kita berdiri di atas kitab suci dan menilainya
sendiri. Kita sendirilah yang memutuskan untuk memberikan
kepada kitab suci suatu otoritas atas diri kita.71
Dalam pandangan Kant, Tuhan tidak berdiri sebagai
kekuatan yang mempunyai hukum dan perintah tersendiri berbeda
dari hukum moral. Melaksanakan kehendak Tuhan juga berarti
melaksanakan tugas-tugas dari perintah moral. Menjadi religious
berarti menjadi moralis dan sebaliknya. Selama berkaitan dengan
tindakan manusia, moralitas dan agama secara fungsional identik
dan ini terangkum dalam statemen Kant bahwa agama dan Tuhan
adalah bagian dari moralitas.
Dalam pandangan Kant, kesalahan pemahaman terhadap
Tuhan sebelumnya karena bersifat eksternalisme yang
menganggap Tuhan seperti seseorang yang sangat kuat dan
membutuhkan pelayanan dan ketaan kita. Miskonsepsi inilah yang
pada gilirannya menjadikan agama-agama sebagai cultus externus
(agama-agama itu menentukan ketaatan mereka dengan
serangkaian kewajiban yang terdiri dari sembahyang, ritual,
71
Lihat William Raeper (ed.), A Bagginer’s Guide to Ideas………, hal. 196.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
26
pelayanan dan berbagai larangan dengan perantaraan iman).72
Kant
berpendapat bahwa cultus externus tidak menjadikan siapapun
memahami dengan benar Tuhan sebagai sesuatu yang sempurna
dan di atas semua itu yang mempunyai kesempurnaan moral.
Menurut Kant, Tuhan tidak membutuhkan sembahyang kita untuk
menemukan apa yang kita butuhkan.73
Singkatnya cultus externus
tidak dapat memenuhi fungsi keagamaan sebagaimana mestinya.
Selanjutnya Kant menyebut “agama alami” untuk
menunjuk pandangannya tentang agama, karena ia dapat diperoleh
seluruhnya oleh pemikiran manusia, tidak membutuhkan wahyu.
Tetapi Kant menyatakan bahwa agama alami memelihara semua
cirri-ciri utama agama tradisional. Dalam pandangan Kant semua
cirri utamanya adalah atribut dan fungsi moral dari realitas
tertinggi sebagai pemberi hukuman, penentu kebijakan dan hakim
yang adil.74
Kant kurang menghargai praktek-praktek keagamaan
seperti berdoa, baik sendiri maupun jamaah. Tapi bukan berarti
Kant menolak gereja Kristen.75
Selanjutnya Kant menentang
pandangan bahwa hanya Kristen-lah yang merupakan agama
moral, sementara yang lain sebagai agama yang lain lebih rendah.76
Dalam bukunya Religion within the Limits of Reason Alone,
Kant menawarkan interpretasi moralnya terhadap dogma Kristen.
72
Mircea Eliade (ed. In chief), The Encyclopedia of Religion,…….., hal. 249. 73
Ibid., hal. 250. 74
Ibid., hal. 250. 75
Frederick S.J. Copleston, A History of Philosophy,……..,hal. 344. Baginya
gereja yang riil hanyalah merupakan perwujudan mengenai gereja yang tidak nampak dan
yang universal ini mungkin merupakan kumpulan semua roh manusia dalam kebajikan
untuk mengabdi secara moral kepada Tuhan. 76
Mircea Eliade (ed. In chief), The Encyclopedia of Religion,…….., hal. 250.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
27
Misalnya Kant menafsirkan inkarnasi Tuhan dalam Yesus bukan
sebagai keajaiban/mu’jizat dari perintah supernatural, tetapi
sebagai manifestasi dari ideal moral dan menurutnya dogma
Trinitas itu secara teoritis tidak dapat dipahami dan secara praktis
tidak berguna.77
Menurutnya, anak Tuhan itu sebagai model
praktek kita yang melekat sebagai esensial dalam semua manusia
dan semua manusia yang berusaha mencapai kesempurnaan moral
dapat disebut sebagai anak Allah.
Menurut Kant, moral tidak mengandaikan agama. Manusia
menerima adanya agama tidak karena manusia patuh kepada
perintah Tuhan. Moral mengantarkan manusia kepada agama
karena adanya harapan untuk bahagia yang diharapkan dapat
tercapai dengan pertolongan Tuhan.78
Jadi melalui pengertian
tentang Kebaikan Tertinggi, moralitas akan menuju ke pemahaman
agama. Jadi agama dijabarkan dari ketentuan-ketentuan duniawi.
Menurut Kant agama diartikan sebagai pengakuan
kewajiban-kewajiban kita sebagai perintah Ilahi. Jadi bagi Kant
agama pertama kali adalah soal moralitas, maka jelas bahwa
moralitas mendahului agama. Moralitas tidak mengandaikan
agama,malahan sebaliknya agamalah yang mengandalkan
moralitas.79
Jadi ada atau tidak ada agama, moralitas akan tetap
ada.Agama menurutnya semata-mata muncul dari ciri sosial tujuan
tertinggi manusia (yang mengandung aspek komunitas moral dan
hukum publik).80
77
Ibid,….hal. 250. 78
Endang Daruni Asdi, Imoeratif Kategoris dalam Filsafat ……… hal. 114. 79
S.P. Lili Tjahjadi,Hukum Moral: Ajaran Immanuel Kant…… hal. 56. 80
Ibid., hal. 58-59.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
28
Kant menolak pandangan bahwa wahyu mempunyai
otoritas untuk menemukan dan membuktikan kebenaran
supernatural yang tidak dapat dicapai oleh kecerdasan manusia.
Menurutnya wahyu adalah sebagai alat mempermudah manusia
untuk menemukan kebenaran sejati.81
Etika keagamaan menurut Kant adalah relatif yang pada
gilirannya tidak memungkinkan diuniversalkan. Etika agama bagi
Kant tidak diragukan lagi sebagai sumber moralitas, tetapi etika
keagamaan yang khusus tetap dalam partikularitasnyajika akal
tidak berfungsi secara penuh dan sebagaimana mestinya.82
Sehingga Kant menganjurkan supaya kita mempunyai perspektif
yang lebih luas dan universal, seorang yang beragama harus
mencerahkan dirinya sendiri dengan memberikan perhatian lebih
besar terhadap aspek rasio dari etika keagamaan. Dimensi
kausalitas dalam moralitas juga harus diakui agar membuat akal
manusia lebih aktif dalam menemukan esensi dari moralitas,
jangan hanya menunggu rahmat dari Tuhan.83
Kant menentang pandangan tradidional tentang rahmat.
Rahmat menurut Kant berarti pertolongan Tuhan yang
mensyaratkan kelemahan, ketergantungan dan heteronomy manusia.
Orang-orang pietist yang mempengaruhi Kant menekankan
kebutuhan yang besar akan rahmat dan cenderung menimbulkan
sikap pasiv dalam hidup. Kant menolak sifat pasif ini dan memuji
nilai positif dari usaha aktif dalam kehidupan moral. Namun
demikian menurut Kant, dia mengakui bahwa meskipun kita
81
Mircea Eliade (ed. In chief), The Encyclopedia of Religion,…….., hal. 250. 82
M. Amin Abdullah, The idea of Universality of Ethical……..hal. 189. 83
Ibid., hal. 190.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
29
melakukan usaha yang terbaik, tapi tidak mungkin memperoleh
kesempurnaan moral dalam hal ini Kant menyatakan bahwa kita bisa
berharap bahwa kehendak Tuhan yakni dalam kebaikan dan
kebijaksanaan-Nya, dapat mengisi kelemahan kita.84
Jadi menerima keberadaan Tuhan adalah tuntutan moral.85
Oleh karena itu Kant mempunyai kepercayaan yang besar terhadap
Tuhan, hanya kehadirannya di Gereja sangat terbatas pada hari-hari
besar agama saja.86
Kant memberikan nilai sedikit terhadap
praktek-praktek keagamaan misalnya terhadap ibadah baik public
maupun privat.87
E. KRITIK TERHADAP PEMIKIRAN KANT
Ada banyak kritik yang telah dilontarkan terhadap pemikiran
Kant di atas. Misalnya bahwa pemikiran etika Kant tidak menolong
bila ada konflik kewajiban. Misalnya kewajiban mengatakan anda
harus membayar pajak anda tetapi bila anda percaya bahwa pajak
yang ada merugikan kaum miskin atau bahwa melanggar keadilan
manusiawi, anda menemukan konflik kewajiban. Kewajiban yang satu
terhadap hukum dan yan lain terhadap kemanusiaan. Maka mungkin
ada situasi di mana kita secara moral wajib tidak menaati kewajiban.88
Franz Magnis suseno menyatakan bahwa etika Kant bukan
tanpa problematika. Frederich Schiller dan Benjamin Constant
menuduh bahwa Kant jatuh ke dalam Riogorisme, artinya kekerasan
hukum yang tidak mengakui pengecualian terhadap prinsip moral
84
Mircea Eliade (ed. In chief), The Encyclopedia of Religion,…….., hal. 251. 85
Ian G. Barbour, Issue in Science and Religion…….. hal.76. 86
Endang Daruni Asdi, Imoeratif Kategoris ……… hal. 16. 87
M. Amin Abdullah, The idea of Universality of Ethical Norms……..hal. 150. 88
William Raeper (ed.), A Bagginer’s Guide to Ideas………, hal. 199.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
30
yakni bersikap keras dan kaku dalam bidang moral. Hegel mengkritik
bahwa Kant melepaskan moralitas dari lingkungan sosial, Scheler dan
Nicoli Hartmann menolak formalisme nya dan Scheler juga menuduh
bahwa etika Kant hanya memperhatikan sikap batin dan melalaikan
pelaksanaannya. Bahkan etika kewajiban Kant juga dianggap biang
keladi “ketaatan Prussia” yang menjadi ciri khas angkatan bersenjata
dan korps pegawai negara Prussia. Roberty Spaemen (Filosof Jerman)
bertitik tolak dari filsafat Plato dan memperlihatkan bahwa kesadaran
kewajiban dan kebahagiaan menyatu dalam cinta yang merupakan
puncak penghayatan etika. Sedang filsuf Irlandia, Alasdair Maclntyre
mangangkat kembali etika Aristoteles yang memperlihatkan bahwa
suatu etika di luar konteks suatu komunitas menjadi kosong.89
Kritik lain adalah bahwa imperative kategoris dalam rumusan
Kant bersifat formal dan tidak mampu menentukan apa yang menjadi
isi kewajiban kita. Itulah tuduhan formalisme, karena ia mencari
prinsip-prinsip moral yang baik atau yang jahat secara inheren, tanpa
memandang kepada keadaan.90
Menekankan kewajiban tanpa
menghubungkannya dengan nilai berarti mengosongkan moralitas dari
makna. Tapi Kant sendiri menyatakan bahwa nilai itu adalah
kebebasan atau otonomi. Di sinilah kemodernan Kant terlihat.
Baginya kebebasan adalah nilai tertinggi bagi manusia. Manusia
dihina apabila ia tunduk ataupun taat kepada suatu keharusan yang
tidak diyakininya sendiri. Itulah nilai inti Kant.91
Catatannya adalah
bahwa tidak semua prinsip yang dapat diuniversalisasikan merupakan
prinsip moral.
89
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika…… hal. 141-156. 90
Harold H.Titus, dkk., Living Issues in Philosophy……… hal. 150. 91
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika…… hal. 157.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
31
F. SUMBANGAN KANT BAGI FILSAFAT, AGAMA DAN
KEHIDUPAN SOSIAL
Dalam sistem etikanya Kant menempatkan manusia sebagai
subjek atau pelaku yang aktif, dinamis, kreatif dan otonom, tanpa
harus mengesampingkan nilai kedalaman religiusitas seseorang.
Rumusan seperti ini adalah rumusan yang unik dan sangat modern dan
mempunyai implikasi sosial yang sangat besar. Kant menurut Amin
Abdullah telah merubah pandangan yang dialektis-spekulatif kearah
praktis-konstruktif. Faktor manusia menjadi sangat krusial untuk
menemukan dan merumuskan hukum kausalitas lewat hasil kerja
keras tanpa kehilangan nuansa kedalaman nilai religiusnya.92
Adalah Kant yang memulai perjalanan intelektualnya dengan
terlebih dahulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya.
Filsafat sebelum kritisisme dianggap sebagai dogmatisme, sebab
filsafat itu percaya mentah-mentah pada kemampuan akal tanpa
penyelidikan terlebih dahulu.93
Sehingga sumbangan Kant sangat
besar terhadap bidang filsafat ilmu pengetahuan.
Arti paling dasar etika Kant adalah bahwa ia memasukkan ke
dalam filsafat moralsuatu model alternatif terhadap model etika
sebelumnya. Etika pra-Kant bersifat eudemonistic, yang mempunyai
92
M. Amin Abdullah, “Konsepsi Etika Ghazali dan Immanuel Kant: Kajian
Kritis Konsepsi Etika Mistik dan Rasional” dalam Al-Jami’ah,…….. hal.8. 93
Dogmatisme ialah filsafat yang mendasarkan pandangannya kepada
pengertian-pengertian yang telah ada tentang substansi, tuhan tanpa menghiraukan
apakah rasio telah memiliki pengertian tentang hakikatnya sendiri, luas dan batas
kemampuannya. Filsafat yang bersifat dogmatis menerima kebenaran-kebenaran asasi
agama dan dasar ilmu pengetahuan begitu saja (taken for granted) tanpa
mempertanggungjawabkannya secara kritis S.P. Lili Tjahjadi, Hukum Moral: Ajaran
Immanuel……… hal. 27.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
32
pertanyaan etika “bagaimana saya dapat bahagia dan bagaimana hidup
saya menjadi bermakna? (Aristotelian). Kant menyatakan bahwa
pertanyaan itu sendiri sudah salah. Meski wajar tapi pertanyaan itu
tidak mengenai inti permasalahan moral. Kant menuduh pertanyaan
itu menyeleweng dari hakikat moraitas.94
Mengusahakan kebahagiaan
bukan suatu yang buruk, tetapi pra moral!,95
demikian Kant.
Menurut Amin Abdullah konsepsi Kant tentang etika rasional
memiliki dua nilai strategis yakni: “Pertama ia mampu mendorong
pemikiran manusia untuk mempelajari fenomena alam, manusia dan
kehidupan sosial tanpa dibayangi oleh rintangan skeptifitas berupa
rintangan psikologi. Dan kedua ia mampu mengakui secara rendah
hati keterbatasan akal, sehingga ia mampu membuka pintu untuk
memberikan dalil eksistensi Tuhan dan keabadian jiwa”.96
Immanuel Kant sangat berperan dalam membentuk era
pemikiran baru pada awal abad ke 19. Rumusannya tentang fungsi
pure practical reason dalam kaitannya dengan dunia ide dan dunia
empiris sangat berharga dan memberi inspirasi yang kuat pada para
pemikir sosial berikutnya. Kant dapat menyusun teori tentang struktur
bangunan kehidupan etika manusia dengan bangunan yang kokoh.97
Para filosof Pencerahan tidak menolak gagasan tentang Tuhan,
yang mereka tolak adalah konsepsi Tuhan kaum ortodoks yang kejam,
94
Hakikat moralitas menurut Kant adalah kesadaran akan kewajiban,
kewajiban yang mutlak. Menurut Kant pertanyaan tentang kebahagiaan adalah masalah
kebijaksanaan, bukan moralitas. Lihat Franz Magnis Suseno,13 Tokoh Etika………. hal.
154. 95
Franz Magnis Suseno,13 Tokoh Etika………. hal. 155. 96
M. Amin Abdullah, The idea of Universality of Ethical Norms……..hal. 96.
97
M. Amin Abdullah, “Konsepsi Etika Ghazali dan Immanuel Kant: Kajian
Kritis Konsepsi Etika Mistik dan Rasional” dalam Al-Jami’ah,…….. hal.15.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
33
yang mengancam manusia dengan api neraka. Yang mereka tolak
adalah doktrin-doktrin misterius tentang Tuhan yang tidak dapat
diterima akal. Namun keyakinan mereka terhadap wujud tertinggi
tetap terjaga.98
Kant termasuk orang pertama di Barat yang meragukan
keabsahan bukti-bukti tradisional tentang Tuhan dan menunjukkan
bahwa semua itu tidak membuktikan apa-apa.
Diakui bahwa sejak masa Pencerahan ini terdapat gagasan
bahwa setiap orang harus menemukan Tuhannya dengan cara masing-
masing dan yang demikian ini berarti bahwa agama-agama yang
berbeda sama nilainya. Perbedaan yang ada sekedar menyangkut
keadaan lahiriah di dalam sejarah, sedangkan pada hakikatnya agama-
agama tersebut satu juta.99
Jadi ada konsep “kesatuan iman”.
Sumbangan lain adalah dengan filsafat kritisismenya Kant
bermaksud memugar sifat objektifitas dunia dan ilmu pengetahuan.100
Kant juga telah menyediakan pendekatan baru untuk mendamaikan
antara ilmu pengetahuan dan agama.101
Filsafat Kant adalah respon
terhadap sains dan agama yang menjadi persoalan epistimologis
terbesar saat itu. Bahkan dikatakan bahwa sejarah filsafat abad ke 19
sebagian besar merupakan sejarah pengolahan, pengembangan dan
pemahaman kembali ide-ide Kant.102
Kant dianggap sebagai filosof
modern terbesar.103
Dengan pemikirannya yang cemerlang itu, Kant disejajarkan
dengan plato dan Aristoteles sebagai seorang filosof paling penting
98
Karen Amstrong, A History of God: The 4000-Year Quest of…….hal. 403. 99
Bernard Delfgaauw, de Wijsbegeerte van de 20e EEUW. Alih bahasa:
Soejono Soemargono, “Filsafat Abad 20”. Yogyakarta: Tiara Wacana,1998), hal. 11. 100
Harun Hadiwijaya. Seri Sejarah Filsafat Barat 2…… hal. 65. 101
Ian G. Barbour, Issue in Science and Religion ……. hal. 74. 102
Endang Daruni Asdi, Imoeratif Kategoris dalam fisafat ……… hal. 16. 103
Bertrand Russel, History of Western Philosophy and it’s …… hal. 677.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
34
dalam kebudayaan Barat.104
Karyanya sangat orisinil dan
jangkauannya sangat luas.
G. PENUTUP
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsepsi Tuhan
dan ketuhanan pada era pencerahan seperti juga peran utamanya
adalah bersifat rasional, Immanuel Kant sebagai salah satu tokoh era
Pencerahan yang sangat terinspirasi terpengaruh oleh suasana
sosial,politik, intelektual dan juga etos pada era Pencerahan yang
memiliki dua cirri utama yakni penghargaan terhadap akal dan
otonomi manusia sebagai individu. Semua itu menyebabkan Kant
mempunyai pemikiran yang cukup revolusioner dan unik pada
masanya.
Berakar dari pandangannya tentang struktur ilmu pengetahuan
yang berasal dari akal dan juga pengalaman, maka Kant menyusun
filsafat moral sebagai basis dari argument akan eksistensi Tuhan.
Menurut Kant Tuhan tidak dapat kita ketahui. Tuhan adalah prinsip
yang tertinggi dari semua usaha manusia dalam moral. Hanya
Tuhanlah yang dapat memberikan penghargaan atau hukuman atas
tindakan seseorang. Kepercayaan Kant kepada Tuhan adalah rasional
karena berdasar pada akal budi praktis yaitu kehendak baik untuk
bertindak sesuai dengan hukum moral. Melalui moral manusia
percaya kepada Tuhan.
Pandangan moral terhadap eksistensi Tuhan yang
meniscayakan adanya kewajiban universal dan otonomi manusia
untuk memilih mengikutinya atau tidak, mempunyai dampak yang
104
Diane Collinson, Fifty Major…... hal. 130.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
35
sangat signifikan bagi cara pandang manusia terhadap manusia yang
lain yang lebih humanis, perlakuan terhadap akal pikiran yang kritis
dan juga terhadap teks keagamaan dan agama itu sendiri. Pengaruh
Kant terhadap filsafat sangat besar. Ia menolak setiap usaha untuk
mengklaim suatu bentuk absolutisme pengetahuan yang berusaha
bebas dari pengalaman dan tekanannya pada keunggulan hati nurani
mempunyai pengaruh hebat terhadap filsafat Barat.
Wallahu A’lam bi as-sawab
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
36
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bahtiar, Filsafat Agama 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997.
Bertrand Russel, History of Western Philosophy and it’s
Connection with political and Social Circumstances from Earliest times to
the Present day,London: George Allen & Unwim Ltd, 1961.
David Truelblood, Philosophy of Religion,alih bahasa:
H.M.Rasyidi,” Filsafat Agama”, Jakarta:Bulan Bintang, 1965.
Endang DaruniAsdi, Imperatif Kategoris dalam falsafat Moral
Immanuel Kant,Yogyakarta: Lukman Ofset, 1997.
Frederick Copleston SJ., A Histiry of Philosophy, London: Search
Press, 1960.
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, Yogyakarta: Kanisius,
1997.
Harold Titus, dkk., Living Issues in Philosophy, alih bahasa:
H.M.Rasyidi, “ Persoalan-persoalan Filsafat”, Jakarta: Bulan Bintang,
1984.
Howard Curzer, Ethical Theory and Moral Problems, Canada:
Wadsworth Publishing Company, 1999.
Harun Hadiwijaya, Seri Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta:
Kanisius, 1980.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
37
Harun Nasution, Filsafat Agama, cet.5, Jakarta: Bulan Bintang,
1985.
Ian G Barbour, Issues in Science and Religion, New York: Harper
Torchbooks, 1996.
Immanuel Kant, Critique of Judgment, trans. J.H.Bernard, New
York: Hafner Press, 1951.
_____, Critique of pure Reason, trans. J.M.D. Meiklejohn, New
York: Prometheus Books, 1990.
_____, Religion Within the Limits of Reason Alone,trans. Theodore
M. Greene & Hoyt H. Hudson, New York: Harper & Row, 1960.
Jastein Gaarder, Sophie’s World, alih bahasa: Rahmani Astuti,
“Dunia Sophie”, cet. 2, Bandung: Mizan, 1996.
Justus Hartnack, Kant’s Theory of Knowledge, New York:
Harcout, Brace & World Inc., 1967.
Karen Armstrong, A History of God: The 4000-Year Quest of
Judaism, Christianity and Islam, alih bahasa: Zainul Am, Bandung:
Mizan, 2001.
M. Amin Abdullah, “Konsepsi Etika Ghazali dan Immanuel Kant:
Kajian Kritis Konsepsi Etika Mistik dan Rasional” dalam Al-Jami’ah, No.
45 Th. 1991.
_______, The Idea of Universality of Ethical Norms in Ghazali and
Kant, Ankara: Turkiye Diyanet Vakfi, 1992.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
38
Mircea Eliade, (ed. In chief) The Encyclopedia of Philosophy,
New York: Mac Millan, 1982, Jilid IV.
Paul Delfgaauw, de Wijsbegeerte van de 20e EEUW, alih bahasa:
Soejono Soemargono, “Filsafat Abad 20” , Yogyakarta: Tiara Wacana,
1998.
Paul Edwards, (ed. In chief) The Encyclopedia of Philosophy,
New York: Mac Millan, 1972, Jilid IV.
Robert Cummins and David Owen(ed), Central Reading in the
History of Modern Philosophy: Descartes to Kant, Kanada: Wadsworth
Publishing Company, 1999.
Stephen C Evans,., Philosophy of Religion,Illinois: Inter Varsity
Press, 1982.
S.P.Lili Tjahjadi, Hukum Moral:Ajaran Immanuel Kant tentang
Etika dan Imperatif Kategoris, Yogyakarta:Kanisius, 1991.
William Raeper, (ed.), A Begginer’s Guide to Ideas, alih bahasa:
P.Hardono Hadi, “Ide-ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang”,
Yogyakarta: Kanisius 2000.
William Rowe, Philosophy of Religion: an Introduction,
California: Wadsworth Publishing Company, 1993.