kasyf el fikr volume 2, nomor 2, desember 2015 · pdf file1dosen tetap stain kudus-mahasiswa...
TRANSCRIPT
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
PEMIKIRAN FILSAFAT MUHAMMAD IQBAL TENTANG
INSAN KAMIL
(Oleh: Nadhirin)1
Abstract
Like many thinkers of his generation he felt that Islam had suffered for
centuries under an "intellectual paralysis" that had allowed the West to
leave it behind. The task, then, was the reconstruction of religious thought:
"The task before the modern Muslim is, therefore, immense. He has to re-
think the whole system of Islam without completely breaking with the
past".
An important prerequisite for this re-thinking is a critical reception of
modern knowledge: "The only course open to us is to approach modern
knowledge with a respectful but independent attitude and to appreciate the
teachings of Islam in the light of that knowledge."
The careful balance here is not accidental. However Iqbal's emphatic
insistence on an independent attitude is something that tends, even
nowadays, to be overlooked. "No people can afford to reject their past
entirely, for it is their past that has made their personal identity. And in a
society like Islam the problem of a revision of old institutions becomes still
more delicate, and the responsibility of the reformer assumes a far more
serious aspect".
Keyword: philosophy thought, human perfect
A. Pendahuluan
Dalam beberapa abad terakhir ini, untuk tidak mengatakan
semuanya, negara negara Islam benar-benar dihadapkan pada kehidupan
yang kurang mencerminkan cita-cita Islam. Negara negara Islam
terutama di Timur tengah malah disibukkan dengan persoalan dan konflik
politik dan kekuasaan internal. Perang dengan sesama negara Islam,
yang pasti itu berdampak terhadap kehidupan sosial masyarakatnya.
1Dosen tetap STAIN Kudus-mahasiswa S3 PPS UNNES semarang
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
Perang selalu meninggalkan kepiluan bagi warganya, seperti
pengungsian, kemiskinan, aktifitas pendidikan terganggu, roda kehidupan
ekonomi terganggu, pasar, rumah sakit, ,masjid, gedung-gedung sekolah
yang rusak dan berbagai kekacauan kehidupan sosial lainnya. Bagaimana
Islam bisa memanifestasikan cita-citanya dalam keadaan yang kacau
seperti itu. Selain negara-negara Islam di Timur Tengah, negara-negara
Islam di benua Afrika dan Asia juga dihadapkan pada masalah-masalah
internal yang jauh dari kehidupan Islam yang dicita-citakan. Islam yang
mengajarkan kehidupan yang maju, cerdas, sejahtera ternyata masih api
jauh dari panggang. Kemisikinan, kebodohan, keterbelakangan,
perbudakan masih menjadi isu sentral kehidupan umat Islam. Mengapa
cita-cita Islam yang diajarkan dalam al-Qur’an dan sunnah begitu susah
untuk diwujudkan.
Di samping masalah-masalah internal, umat Islam diberbagai negara
Islam juga dihadapkan oleh tekanan idiologi sosial, ekonomi, politik
negara-negara Barat. Islam bagi negara-negara Eropa dan Amerika masih
didentik dengan teroris, musuh tata kehidupan dunia. Islamophobia masih
menjangkit pada masyarakat non Muslim. Dalam berbagai kampanye para
pemimpin negara di Amerika, issu Islam menjadi issu sentral. Pemimpin-
pemimpin dunia baru harus menyampaikan pandangan
kepemimimpinannya yang memberikan kepastian perlindungan terhadap
aksi brutal terorisme. Orang yang yang memiliki nama dari bahasa Arab
yang akan melakukan kunjungan internasional harus diinvestigasi sangat
ketat oleh petugas imigrasi di bandara-bandara internasional dengan tujuan
negara-negara Eropa dan Amerika. Dalam kehidupan sosial umat Islam
saat ini mengalami penyimpangan akhlaq dan kepribadian yang sangat
jauh. Kerudung, jilbab, sarung, pecis, majlis taklim, madrasah-madrasah
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
semuanya masih eksis, tetapi hanya tinggal simbol-simbol dan penanda
orang Islam saja. Minuman keras, free sex, narkoba, kekerasan rumah
tangga, pembiaran anak, traficking, korupsi merupakan kehidupan
sehari-hari yang sangat dekat dan menjadi kehidupan umat Islam. Seolah
saking seringnya tingkat penyimpangan, akhirnya masyarakat bersikap
permisif terhadap penyimpangan ahlak massif yang nampak lumrah dan
biasa.
Ada apa dengan kehidupan orang-orang Islam? apa yang salah
dengan apa yang dipahami dalam al-Quran dan sunnah Muhammad?
Apakah memang orang Islam ditakdirkan dengan kehidupan yang buruk,
miskin, kriminal, trouble maker dan hidup di bawah pengawasan orang
non muslim? Tentu para pemikir Islam sangat tidak setuju dengan lebel
negatif umat Islam. Tapi dunia Islam hampir 800 tahun terakhir benar-
benar hidup dalam bayang-bayang umat non muslim. Meskipun untuk
tidak bermaksud mengatakan semuanya. Padahal al-Quran sungguh-
sungguh dasar ajaran hidup yang melampaui kesempurnaan. Tetapi
mengapa sumber ajaran yang sempurna tetapi mengapa tidak mampu
mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Apakah al-Quran dan sunnah
hanya untuk kehidupan di akhirat? Tentunya tidak.
Salah satu penyebab kemunduran berbagai kehidupan kehidupan
umat Islam menurut penulis adalah umat Islam tidak mau sungguh-
sungguh belajar sejarah kehidupan negara dan umat Islam sebelumnya.
Kehidupan Islam pada masa lalu, masa sekarang dan cita-cita Islam di
masa depan adalah harus dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh.
Sehingga mata rantai pertama, Islam pada Nabi Muhammad realitas
Islam pada masa sekarang tidak mengalami penyempalan. Dengan
pandangan seperti itu, cita-cita ideal Islam pada masa depan dapat
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
ditegakkan. Diantara berbagai tinggalan sejarah Islam, kita bisa
mempelajari warisan pemikir Islam yang sangat terkenal di Asia kecil,
India, yaitu Sir Muhammad Iqbal. Beliau pemikir Islam yang sangat
revolusioner, modern, educated, akademis dan terbuka. Pemikirannya
bahkan sampai melahirkan sebuah negara Islam Pakistan di India. Beliau
di samping seorang ahli filsafat, juga seorang satrawan, politikus, dan ahli
hukum. Banyak pemikiran besar Muhammad Iqbal tentang dunia Islam di
berbagai bidang, termasuk pendidikan, politik, filsafat Islam, hukum dan
moral. Dalam tulisan yang sederhana dan singkat ini, penulis akan
memaparkan sedikit sisi pemikiran Muhammad Iqbal tentang insan
kamil.
B. Biografi dan Karya Pemikiran Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal merupakan seorang filsuf yang ahli di bidang
hukum, politik, penyair dan seorang reformis muslim yang dominan
dikalangan umat Islam abad ke-20. Muhammad Iqbal lahir di Sialkot
pada tanggal 09 November 1877 M tetapi ada yang mengatakan lahir
pada Tanggal 22 Februari 1873 Matau pada bulan Dzulhijjah 1289 H.2
Ayahandanya bernama Syaikh Nur Muhammad, beliau memiliki
kedekatan dengan kalangan Sufi. Karena kesalehan dan kecerdasannya,
penjahit yang cukup berhasil ini dikenal memiliki perasaan mistis yang
2 Ada sedikit perbedaan berkaitan dengan kelahiran M. Iqbal, Khalifat Abd
Hakim mencatat kelahiran Iqbal Tanggal 9 November 1877 M, lihat Khalifat Abd Hakim,
“Renaissance In Indo-Pakistan: dalam M.M. Syarif(Ed.) A History of Muslim Philosophy,
( Jerman: Otto Horrosswitz, 1996), Vol. II. Hal. 1614, begitu juga menurut Hafiz Malik
(ed.), Iqbal, Poet Philosopher of Pakistan, (Newyork-London: Colombia Univerity Press,
19710, hal. 3. Penelitian yang terakhir membuktikan bahwa kelahiran Iqbal adalah
Tanggal 9 Nopember 1877, lihat A. Syafii Maarif dalam Pendahuluan buku Iqba,
Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), hal.xi, lihat
juga Abdul Wahab Azzam dalam Danusiri (Ed.), Epistimologi dalam Tasawuf Iqbal
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 17
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
dalam serta rasa keingintahuan ilmiah yang tinggi. Tak heran, jika Nur
Muhammad dijuluki kawan-kawannya dengan sebutan “Sang Filosof”.3
Ibunda Iqbal juga dikenal sangat religius. Ia membekali kelima
anaknya, tiga putri dan dua putra, dengan pendidikan dasar dan disiplin
keislaman yang kuat. Di bawah bimbingan kedua orangtuanya yang taat
inilah Iqbal tumbuh dan dibesarkan. Kelak di kemudian hari, Iqbal sering
berkata bahwa pandangan dunianya tidaklah dibangun melalui spekulasi
filosofis, tetapi diwarisi.4 Pendidikan Muhammad Iqbal dimulai sejak
kanak-kanak, beliau belajar kepada ayahnya yang dikenal pula sebagai
seorang ulama.5 Kemudian Iqbal mengikuti pelajaran al-Quran dan
pendidikan Islam lainnya secara klasik di sebuah surau. Selanjutnya Iqbal
dimasukan ayahnya ke Scotch Mission College di Sialkot agar ia
mendapatkan bimbingan dari Maulawi Mir Hasan (teman ayahnya yang
ahli bahasa Persia dan Arab).6 Pada tahun 1985 ia pergi Lahore, salah
satu kota di India yang menjadi pusat kebudayaan, pengetahuan dan
seni. Di kota inilah Iqbal bergabung dengan para sastrawan yang sering
diundang Mu’syawarah, yaitu sebuah pertemuan di mana para penyair
membacakan sajak-sajaknya.7 Hal ini merupakan tradisi yang masih
berkembang di kota Lahore Iqbal melanjutkan pendidikan sarjananya
dan mengajar di Goverment College. Pada tahun 1897 Iqbal memperoleh
gelar B.A., kemudian ia mengambil program M.A dalam bidang
3 Abdul wahab Azzam, Filsafat dan Puisi Iqbal, Terj. Ahmad Rofi’I Utsman,
(Bandung: Pustaka, 1985), hal. 13 4 Wilfred Contwell Smith, Modern Islam in India, A Social Analysis, (New
Delhi: Usha Publication, 1979), hal. 116-117. 5 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta; Gaya Media Pratama, 1999),
hal. 182 6 Didin Saefuddin, Pemikiran Modern dan Post modern dalam Islam, (Jakarta;
Grasindo, 2003), hal. 45 7 Mohammad Iqbal, Sisi Insanwi Iqbal, terj. Ihsan Ali Fauzi dan Nurul
Agustina, (Bandung: Mizan, 1992), hal. 27
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
filsafat.8 Pada saat itulah ia bertemu dengan Sir Thomas Arnold (orientalis
Inggris yang terkenal) yang mengajarkan filsafat di College tersebut.
Dengan dukungan Arnold, Iqbal terkenal sebagai salah satu pengajar
yang berbakat dan penyair Lahore sehingga sajak-sajaknya banyak
diminati.9 Pada tahun 1905, ia studi di Cambridge pada R. A Nicholshon
yaitu seorang spesialis dalam sufisme dan seorang Neo-Hegelian, yaitu
John M.E. McTaggart.10
Iqbal kemudian belajar di Heidelberg dan
Munich. Di Munich, ia menyelesaikan doktornya pada tahun 1908
dengan disertasi yang berjudul The Development of Metaphysic in
Persia. Disertasi ini kemudian diterbitkan dalam bentuk buku di
London, lalu Iqbal menghadiahkan buku tersebut kepada gurunya yaitu
Sir Thomas Arnold.11
Setelah mendapatkan gelar doktor, ia kemudian kembali ke London
untuk belajar keadvokatan sambil mengajar bahasa dan kesustraan Arab
di Universitas London. Tidak jemu-jemunya Muhammad Iqbal
mengadakan perbincangan tentang persoalan keilmuan dan filsafat.
Disamping itu, Iqbal memberikan ceramah di berbagai kesempatan tentang
Islam, dan kajiannya tersebut diterbitkan dalam surat kabar. Pada tahun
1908, Iqbal kembali ke Lahore dan mengajar di Goverment College dalam
mata kuliah filsafat dan sastra Inggris.12
Untuk beberapa tahun, ia
menjabat sebagai Dekan Fakultas Kajian-Kajian Ketimuran dan ketua
jurusan Kajian-kajian Filosofis. Selain itu, Iqbal pun menjadi anggota
8Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah, Pemikiran dan
Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hal. 190 9 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Arruz, 2006), hal 281.
10 Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1991), hal. 118 11
Ibid, hal. 191, lihat juga Khalifat Abdul Halim, Renaissance……, hal 1615,
dan juga Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam…., hal. 182 12
Yunasril Ali, loc. Cit. hal. 119
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
dalam komisi-komisi yang meneliti masalah perbaikan pendidikan di
India. Akan tetapi hal ini tidak berlangsung lama, Iqbal beralih profesi
dalam bidang Hukum. Profesi ini berlangsung sampai ia sering sakit
yaitu pada tahun 1934, empat tahun sebelum ia meninggal.
Dalam bidang politik, Iqbal juga mengambil bagian, bahkan
menjadi tulang punggung partai Liga Muslim India. Pada tahun 1926 ia
terpilih menjadi anggota Majelis Legislatif di Punjab, sementara itu,
kegiatannya di Liga Muslim India tidak berhenti. Pada tahun 1930 ia
menjadi presiden Liga Muslim India. Ketika konferensi tahunan Liga
Muslim India di Allahabad tanggal 29 Desember 1930, Iqbal adalah orang
yang pertama kali menyerukan dibaginya India, sehingga kaum Muslim
mempunyai negara otonom., hal itu tidak bertentangan dengan kaum
muslim dan pan-islam. Dengan pemikiran tersebut Iqbal dikenal dengan
Bapak Pakistan.13
Pada tahun 1931 dan 1932, Iqbal mengikuti konferensi Meja
Bundar di London, pada konferensi tersebut membahas tentang konstitusi
baru bagi India. Pada tahun berikutnya ia mengikuti konferensi Meja
Bundar ke-3 yang pada saat itu ketika ia kembali, ia lewat spanyol untuk
menyaksikan peninggalan-peninggalan umat Islam di tempat tersebut.
Kunjungannya memberikan inspirasi dan ia mengubah sajak-sajaknya dan
salah satu sajaknya yang terkenal adalah di mesjid Kordova. Pada tahun
1922 seorang wartawan Inggris mengusulkan kepada pemerintahannya
untuk memberikan gelar Sir kepada Iqbal. Iqbal pun mendapat undangan
penguasa Inggris untuk pertama kalinya, meski pada mulanya Iqbal
menolak undangan tersebut.14
13
H. A. Musthofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 331 14
Robert D Lee, Mencari Islam Autentik dari nalar Puitis Iqbal Hingga Nalar
Kritis Arkoun, (Bandung: Mizan, 2000), hal. 441.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
Saat Pakistan masih memerlukan karya-karayanya, pada tahun
1935 isterinya meninggal dunia. Musibah ini membekas sangat mendalam
dan membawa kesedihan berlarut-larut kepada Iqbal. Akhirnya berbagai
penyakit menimpa kepada Iqbal sehingga kondisi fisiknya semakin
melamah.15
Akan tetapi semangatnya dalam menuliskan pemikiran-
pemikirannya tidak pernah turun. Pada tahun 1938 sakitnya bertambah
parah, ia merasa ajalnya sangat dekat, namun Iqbal menyempatkan diri
berpesan kepada sahabat-sahabatnya. “Katakanlah kepadamu tanda
seorang Mu’min, jika maut datang akan merekah senyum di bibir”.
Ketika fajar 21 April 1938, dalam usia 60 tahun menurut kalender masehi
atau 63 tahun dalam kalender hijriah, Iqbal berpulang ke rahmatullah.16
Beberapa karya pemikiran Muhammad Iqbal yang mengilhami pemikir –
pemikir Islam saat ini diantaranya yaitu: (1)„Ilm Al-Iqtishad,(1903) (2)
Development of Methapyisic in Persia : A Contribution to The History of
Muslim philoshopy (1908)(3) Islam as a Moral and Political Ideal, (1909)
(4) Asrar-i Khudi [Rahasia Pribadi], (1915)(5) Rumus-i Bekhudi [Rahasia
Peniadaan Diri], (1918)(6) Payam Masyriq [Pesan dari timur] (1923)(7)
Bang-i Dara [Seruan dari perjalanan], (1924)(8) Self The Light of
relativity Speeches and Statements of Iqbal, (1925)(9) Zahoor-i Ajam
[Kidung Persia10) Khusal Khan Khatak, (1928) (11) A Plea for Deeper
study of Muslim Scientific, (1929) (12)Presendential], (1927) (Addres to
the All India Muslim Leaque (1930).17
15
Rosihan Anwar dan Abdur Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia,
2001), hal. 220 16
M. Syafii Maarif dalam Pendahuluan Muhammad Iqbal, Rekonstruksi
Pemikiran Agama dalam Islam, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008),terjemahan Ali Audah,
dkk. hal. viii 17
M. Iqbal, Amarghan-I-Hijaz, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hal. 26. Lihat
juga di Didin Saefuddin, pemikiran Modern dan Post Modern Islam, (Jakarta: Grasindo:
2003), hal. 44.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
C. Pemikiran Muhammad Iqbal tentang Insan Kamil
Pandangan Iqbal tentang konsep manusia sempurna terinspirasi
oleh kehidupan nyata umat Islam waktu itu yang penuh dengan
kemunduran, terbelakang dan miskin, taqlid dan cenderung mistik dan
eksklusif. Sebaliknya orang non muslim justru hidup penuh dengan
penemuan, kesejahteraan, terpelajar dan mampu merubah kehidupan
dunia. Sementara Islam mengajari manusia menjadi pribadi yang unggul,
seimbang, berpribadi merubah, maju dan dalam ketaatan kepada hukum
hukum Allah. Manusia dalam pandangan Islam sangat mendapatkan posisi
yang utama. Islam diturunkan untuk mengatur kehidupan manusia agar
menjadi pribadi yang paripurna dan sempurna. Tidak ada satu dasar
ajaran yang mampu membentuk manusia yang unggul kecuali al-Quran
dan sunnah nabi Muhammad. Islam sebagai agama juga mengajarkan
berbagai keutamaan dan penerapan nilai-nilai utama universal untuk
terbentuk pribadi yang paripurna (insan kamil). Secara umum insan kamil
dipahami sebagai pribadi yang telah mengalamai pematangan fisik, batin,
pikiran dan moral spiritual dengan telah mengalami keseimbangan antara
kesadaran pribadi, kesadaran dengan dunianya dan kesadaran dengan
Tuhan.18
Dari awal perkembangan pemikiran Islam hingga sampai
sekarang pengertian, pemahaman dan penerapan insan kamil mengalami
dinamika dan perkembangan sesuai konteks sosial, budaya, politik yang
melingkupinya. Pada Masa kejayaan pemikiran Filsafat dalam Islam,
Islam kamil dipahami sebagai sebuah pribadi yang telah mengalami
puncak pemikiran dengan akal fikirannya sehingga menemukan
pemahaman yang memuaskan tentang dirinya, lingkungannya, alam dan
18
Danusiri, Epistimologi dalam Tasawuf….., hal. Hal. 134
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
Tuhan.19
Namun dalam dinamika pemikiran Tasawuf insan kamil
dipahami sebagai pribadi yang telah mengalami puncak pengalaman
spiritual dan penyatuan antara dirinya dan Tuhannya, bahkan insan kamil
baru akan diperoleh jika kehidupan manusia telah kehilangan
keterikatannya dengan semua kehidupan duniawi.
Muhammad Iqbal adalah pemikir Islam modern Asia pada abad
XX dari India yang melihat pendefinisian dan pengamalan konsep-
konsep insan kamil yang kurang komprehensip dan dipandangnya
sebagai konsep yang pincang dan lemah. Sebagai seorang reformis
pemikiran Islam dengan latar pendidikan Eropa di abad Modern dan di
saat negaranya sedang dijajah Inggris serta Islam di tempat negaranya
didominasi oleh kehidupan agama Hindhu. M. Iqbal India yang masih
muda, dinamis dan revolusioner pemikirannya berusaha untuk
membangun kehidupan beragama dan bernegara yang lebih cerdas dan
maju. Di sisi lain secara umum keberagamaan Islam pada saat itu lebih
bercorak mistik. Muhammad Iqbal ingin melakukan pencerahan
kepada umat Islam dan dunia pada umumnya untuk memahami kembali
pengertian insan kamil dengan memadukan pemahaman Islam secara
normatif dan menghidupkannya dalam kehidupan yang nyata serta
dengan melihat dan menyesuaikan pemahaman Islam dengan dinamika
perkembangan ilmu pengetahuan.
Iqbal menafsirkan insan kamil atau manusia utama, setiap
manusia potensial adalah suatu mikrokosmos, dan bahwa insan yang
telah sempurna kerohaniannya menjadi cermin dari sifat-sifat Tuhan,
20sehingga orang suci dia menjadi khalifah atau wakil Tuhan. Manusia
19
Toto, loc.cit, hal. 13 20
Danusiri, loc.cit. hal. 134
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
dengan segala kelemahannya masih lebih tinggi derajatnya
dibandingkan alam, karena manusia mengemban suatu amanah yang
sangat luar biasa, sehingga ada manusia yang diberi nama Insan
Kamil. Iqbal mengatakan, bahwa manusia merupakan suatu pribadi atau
ego yang berdiri sendiri, tetapi belumlah dia menjadi pribadi yang utama.
Dia yang dekat kepada Tuhan adalah yang utama. Semakin dekat semakin
utama. Sedangkan semakin jauh jaraknya dengan Tuhan, berkuranglah
bobot kepribadiannya. Pribadi sejati bukanlah pribadi yang menguasai
tentang alam benda, akan tetapi pribadi yang yang dilingkupi sifat-sifat
Tuhan dalam khudinya.21
Adapun tentang kehidupan, Iqbal
mengatakan bahwa proses yang terus menerus maju ke depan dan
esensinya ialah penciptaan terus menerus dari gairah dan cita-cita.
Penciptaan gairah-gairah baru dan cita-cita yang baru tentulah
selamanya mewujudkan ketegangan-ketegangan yang konstan.22
Hal-hal yang dapat memperkuat pribadi menurut Iqbal,23
ialah
(1) Cinta kasih (2) Semangat atau keberanian, termasuk bekerja kreatif dan
orisinal, artinya asli dari hasil kreasinya sendiri dan mandiri,
(3)Toleransi (4) Faqr, artinya tidak mengharapkan imbalan dan
ganjaran-ganjaran yang diberikan disana. Empat unsur di atas sungguh
sangat elegant dan sangat relevan dengan usaha untuk mencapai
pribadi kaffah. Betapa tidak manusia yang memiliki rasa cinta terhadap
sesama sesuai dengan koredor dan mencintai keharmonisan dan jauh dari
21
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam,
(Yogyakarta: Jalasutra, 2008), terjemahan Ali Audah, dkk. hal. 129-130 22
Ibid, hal. 131 23
KG. Saiyidain, Percikan Filsafat Iqbal Mengenai Pendidikan (Iqbql‟s
Education Philosophy), terj. M.I. Soelaiman, (Bandung: CV. Diponegoro, 1981), hal 23-
31.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
konflik dan perang.24
Manusia yang kejam, bengis dan ahli kejahatan
adalah jauh dari cita-cita manusia kamil. Unsur mental berani, bermental
merubah untuk lebih baik, menciptakan tata kehidupan baru yang
berkembang adalah juga syarat untuk menjadi manusia menduduki
insan kamil. Manusia tanpa perubahan adalah lebih rendah dari
benda-benda mati di alam. Manusia dikaruniai akal pikiran yang sangat
mahal dibandingkan dengan mahluk lain harus dimanfaatkan untuk
merubah dunia. Dunia adalah sebuah kehidupan yang berisi berbagai
ragam tipikal manusia dan bangsa yang komplek. Agar terhidar dari
kerusakan kehidupan, terhindari dari konflik dan perang, manusia yang
bijak adalah manusia yang bisa bersikap toleran terhadap berbagai
perbedaan. Jiwa toleransi dalam manusia akan menjadikan pribadi emas
yang membuat kehidupan ini menjadi dinamis, saling melengkapi
kekurangan satu sama lain. Jiwa toleransi dibutuhkan manusia kamil.
Unsur lain yang menjadikan pribadi sempurna, menurut Iqbal adalah
dipersyaratkannya mental faqr. Memiliki mental faqr tidak diartikan
sebagai berkepribadian miskin, kere dan pengemis. Faqr adalah kondisi
mental yang merasa cukup dan tidak rakus dan tamak seperti beberapa
pribadi muslim Indonesia yang korup dan serakah. Mungkin secara
lahiriah seseorang berharta benda yang banyak, tetapi pemiliknya
memandangnya sebagai harta yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya
bagi kehidupan sesama yang lebih baik. Sifat faqr sungguh begitu sulit
ditemukan dalam kehidupan umat Islam saat ini. Kenyataannya yang ada
adalah fakir dalam arti benar-benar secara lahiriah miskin dan banyak
24
Ibid, hal. 71-85
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
orang muslim yang nyatanya berlimpah harta tetapi orangnya korup,
serakah dan bermental tidak pernah cukup.25
Sedangkan hal-hal yang dapat melemahkan pribadi adalah takut,
suka minta-minta, perbudakan dan sombong. Dalam pusinya Javid
Namah, Iqbal menyatakan bahwa hidup yang baik adalah hidup yang
penuh dengan usaha perjuangan, bukan suatu cara hidup yang menarik
diri dan memencikan diri, bukan yang malas dan menganggap remeh
kehidupan ini. Manusia sepanjang hayatnya hendaklah berusaha
sungguh-sungguh untuk selalu maju dan bersifat kreatif. Dari
beberapa komponen untuk memperkuat diri, Iqbal menyatakan bahwa
Faqr merupakan komponen yang terpenting. Jiwa faqr membuat
manusia menjadi semacam pejuang rohani yang gigih. Ia merupakan juga
semacam perisai yang melindungi pemegannya dalam setiap langkahnya,
karena terus menerus berusaha sifat-sifat Tuhan dalam dirinya.
Iqbal tidak setuju dengan makna Faqr yang menyebabkan sikap
isolasi diri, menhindar dan melarikan diri dari kenyataan. Mengenai
semangat dan keberanian, tidaklah hanya untuk menguatkan jasmani saja,
akan tetapi untuk menguatkan rohani yaitu bahaya dari kehilangan iman
dan kehilangan nilai-nilai kita sendiri disaat segala sesuatu tidak berjalan
beres. Dengan sikap toleransi, memungkinkan manusia mukmin atau
manusia sejati untuk mengembangkan dirinya dan memperkokoh
individualitas memlalui kontak yang aktif dengan lingkungannya.
Manakala sang mukmin menguasai dunia, ia tetap tangguh dengan
landasan moral insaninya. Harga dirinya memberikan kesanggupan dan
keberanian untuk menjelajahi kehidupan baru, toleransi serta
25
Ibid. hal. 71-85
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
penghormatannya terhadap hak dan pribadi orang lain membuatnya peka
terhadap tuntutan sesama manusia.
Pemikiran manusia sempurna dalam pandangan sangat
dipengaruhi oleh kehidupan minoritas masyarakat muslim di tengah
mayoritas Hindhu India. Menurutnya, manusia yang utama adalah manusia
yang memiliki pribadi yang dinamis, bebas dan bertanggung jawab.26
Bebas dan tanggung jawab adalah monodualistik, integratif. Bebas bagi
manusia adalah sunnatullah. Bebas adalah konsekwensi akal yang
diberikan kepada manusia, dan tanggung jawab adalah konsekwensi logis
kausatif atas kebebasan yang dimilikinya.27
Kebebasan pikiran manusia
bukanlah kebebasan kehidupan rimba, tetapi kebebasan yang berada
dalam koridor hukum agama. Islam yang stagnan bahkan mundur
adalah karena sebuah pandangan saat itu yang mengisaratkan Islam
telah selesai, telah sempurna. Ini pandangan yang split, sebuah
pemahaman yang tanpa metodologis. Secara normatif al-Quran dan sunnah
sudah sempurna memang tidak salah, tetapi ketika Islam dilihat dari
dinamika singularitas faktualitas yang dinamis dan berubah tidak
mengenal sempurna dan selesai. Hidup selalu berproses dan mengalir
dengan tanpa batas selesai.28
Sebagaimana pernyataan Iqbal bahwa stagnasi intelektual umat
Islam termasuk juga komunitas muslim India adalah salah dalam
memahami dinamika kebebasan. Pemikiran Iqbal tentang konsep Ego dan
keabadian juga terkait dengan konsep manusia kamil. Menurutnya,
kebebasan manusia merupakan dasar adanya pertanggung jawaban. Ia
26
MM. Syarif, Iqbal: Tentang Tuhan dan Keindahan, terj. Yusuf Jamil,
(Bandung: Mizan, 1993), hal 37 27
Ibid, hal. 37 28
Ibid, hal. 38
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
memandang ego sebagai “a free personal causality”,29
yang dengan
demikian ia menolak faham jabariyah, selanjutnya Iqbal mengemukakan
bahwa faham tertutupnya pintu ijtihad sebagai “purification, Sebagai
semata-mata fiksi, karena ijtihad itu sebenarnya merupakan jalan vital
bagi dinamika Islam, tentu penutupan pintu ijtihad itu sama sekali tidak
dapat dicarikan dasar legitimatifnya. Iqbal melihat adanya kominasi
kaum konsertatif terhadap faham rasionalis dengan cara menggunakan
otoritas syariat untuk membuat umat tunduk dan diam, sebagai salah satu
sebab terjadinya kebekuan hukum Islam yang pada gilirannya
menjadikan ijtihad sebagai suatu yang terlarang. Hal itu dilakukan semata-
mata demi stabilitas sosial untuk mendukung kesatuan politik. Dalam
kaitan dengan ini, upaya yang ditempuh oleh Ibn Taimiyah menolak
pendirian bahwa keempat mazhab telah membahas semua persoalan
yang dengan demikian ijtihad tidak diperlukan lagi, menarik minat
Iqbal. Jadi, Manusia kamil menurut Iqbal menuntut pribadi yang aktif
dalam melihat internal dirinya dan proporsional melihat lingkungan
eksternalnya.
Selanjutnya Iqbal melihat kezuhudan juga turun bertanggung
jawab terhadap kemunduran umat, karena umat akan terbawa pada
penolakan hidup materi untuk semata mencurahkan seluruh potensi pada
ritus-ritus keagamaan semata, Dalam kaitannya dengan ini tampaknya
kezuhudan yang berpengaruh di India juga dipersubur oleh faham –
faham keagamaan di luar Islam seperti faham agama Budha, yang
penganjur utamanya yaitu Ghautama jelas-jelas telah melepas kehidupan
materialnya dalam upaya untuk menemukan hakikat hidup nirwana.
Bagaimana bisa menjadi manusia yang kamil, kalau kita tidak mampu
29
Iqbal, Rekonstruksi, op.cit, hal.117
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
mengemban tugas sebagai khalifah di bumi. Alam semesta ini ada adalah
karena ada manusia. Manusia adalah sentral di alam semesta. Jabariyah
adalah sebuah madhab pemikiran yang memandang alam dan kehidupan
ini bersifat tetap. Keteraturan alam semesta memang telah Allah
tetapkan hukum-hukum makro dan absolut. Dengan hukum hukum
makro yang merupakan takdir (hukum alam), manusia dengan
kemampuan pikirannya, diberi kesempatan untuk menentukan hukum-
hukum turunan yang bersifat mikro dan relatif. Bahkan manusia diberi
ruang untuk menciptakan hukum-hukum sosial dalam mengatur
kehidupannya yang lebih baik yang sesuai dengan lingkup dan sosial
kultural di mana manusia itu tinggal dengan tidak keluar dari hukum
makro sebagaimana yang termaktub dalam al-Quran.30
Sejarah Jatuhnya kota Baghdad, menurut Iqbal merupakan puncak
penyebab kebekuan intelektual kaum muslimin. Seperti diketahui
Baghdad merupakan pusat kemajuan pemikiran. Islam sampai
pertengahan abad ketiga hijriyah. Ditambah lagi adanya sikap kaum
konservatif menolak negara untuk pembaharuan dalam bidang hukum
Islam untuk kemudian berpegang teguh pada produk ijtihad ulama
pada masa dahulu, benar – benar mempunyai peranan besar terhadap
terjdinya stagnasi intelektual tersebut. Terapi yang diberikan oleh Iqbal
ialah menghidupkan kembali upaya ijtihad secara bebas. Lebih jauh
Iqbal mengemukakan pentingnya pemindahan otoritas ijtihad dari wakil –
wakil mazhab kepada dewan Islam, dan ia menyatakan inilah
kemungkinan ijma` dewasa ini dapat terjadi.
Manusia kamil adalah manusia yang mampu melakukan hukum
perubahan, menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda sesuai dengan
30
Iqbal, Rekonstruksi…hal. 173
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
alam kehidupan sosial yang dihadapinya. Ini yang dinamakan ijtihad.
Ijtihad berarti upaya mencurahkan segenap kemampuan intelektual, dan
ini berarti menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Bahkan
menurut Iqbal ijtihad merupakan “the principle of movement in the
structure of islam”.31
Dengan demikian dalam konsep ijtihad terdapat
pula aspek perubahan, karena dengan adanya perubahan itulah ijtihad
perlu dilakukan. Dengan adanya perubahan, sekaligus perkandungan
dinamika kehidupan umat manusia, bahkan juga dinamika alam semesta.
Dari sinilah Iqbal amat cerdik sekali menemukan ajaran dinamisme. Ia
menangkap adanya prinsip dinamika hampir pada semua segi, termasuk
jatuh bangunnya suatu umat juga tidak terlepas dari prinsip dinamika ini.
Dalam syair-syairnya sebagaimana dinyatakan oleh Harun
Nasution, Iqbal mendorong umat Islam supaya bergerak dan jangan
tinggal diam, intisari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup ialah
menciptakan, maka Iqbal berseru kepada umat Islam supaya bangun dan
menciptakan dunia baru.32
Untuk keperluan ini umat Islam harus
menguasai ilmu dan teknologi, dengan catatan agar mereka belajar dan
mengadopsi ilmu dari barat tanpa harus mengulangi kesalahan barat
memuja kekuatan materi yang menyababkan lenyapnya aspek etika dan
spiritual. Bahkan dalam satu pernyataannya, M Iqbal menyatakan bahwa
orang kafir yang produktif lebih baik dari pada orang Islam yang hanya
menghabiskan untuk tidur, bermalas-malasan dan taqlid. Ini sebuah
pernyataan yang sekilas sangat kontroversial karena bagaimanapun
kesalehan seseorang yang tidak beriman tentunya tidak serta merta
31
M. Iqbal, Membangun Kembali Alam Pemikiran Islam, terj. Osman Raliby,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hal. 172 32
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah pemikiran dan
Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hal. 191
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
diangkat martabatnya melebihi orang beriman yang malas. Meskipun
keimanan menuntut amal nyata. Ini bentuk pernyataan Iqbal kepada
sesama saudaranya yang mengaku berikrar sebagai muslim, tetapi fakta
kehidupannya sungguh tidak mencerminkan pribadi muslim. Ini hanya
bahasa hiperbolis dan bersifat korektif dan motivatif terhadap instropektif
terhadap kehidupan muslim untuk tergugah dan bangkit membangun
kehidupan umat Islam dan tata kehidupan dunia sesuai dengan
dinamika dunia yang semakin berubah dengan tidak berubah dari
koridor al-Quran dan sunnah nabi.
D. Kesimpulan
1. Manusia menurut Muhammad Iqbal adalah manusia yang seimbang
antara kehidupan lahir dan batin, seimbang dunia dan akhirat,
seimbang akal dan batinnya.
2. Insan kamil menurut Iqbal adalah manusia yang bebas dalam
menggunakan akal pikirannya dengan bertanggung jawab atas
kebebasan yang telah dipilihnya.
3. Insan kamil menurut Iqbal harus memiliki empat unsur sebagai
pondasi bangunan pribadinya, yaitu memiliki unsur cinta kasih,
berjiwa kreatif, toleran dan berjiwa cukup (fakir).
4. Insan kamil adalah bukanlah konsep pengalaman ketuhanan para
sufi atau pengalaman puncak pemikiran filsafat, insan kamil adalah
keseimbangan akal dalam meraih kebenaran sesuai dengan hukum
akal dan juga mampu memperoleh pengalaman spiritual keagamaan
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
sesuai dengan pengalaman pribadi keagamaan seseorang dalam
menghamba kepada ketuhanannya.
5. Muhammad Iqbal sangat cinta akan pendidikan, tampak dari latar
belakang pendidikannya yang dimulai sejak masa kanak-kanak
sampai beliau wafat. Beliau meraih gelar B.A di Lahore, lalu
beliau menyelesaikan gelar doktornya di Munich. Beliau juga
mengabdi di college tempat meraih gelar B.A-nya.
6. Sekitar kurang lebih 21 karya yang beliau keluarkan selama
hidupnya. Salah satu karyanya yang terkenal adalah The
Reconstruction of Religious Thought in Islam [Pembangunan
Kembali Pemikiran Keagamaan dalam Islam]
7. Moral dan Insan Kamil merupakan satu keterkaitan dimana dengan
moral yang baik maka Insan Kamil akan terwujud. Manusia menjadi
insan kamil bukanlah manusia yang mengetahui alam benda akan
tetapi manusia yang dilingkupi sifat-sifat Tuhan. Semakin dekat
dengan Tuhan, maka akan semakin dekat pula kepada insan kamil
begitupun sebaliknya, jika semakin jauh dengan Tuhan, maka
semakin turun bobot kepribadiannya.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Azzam, Filsafat dan Puisi Iqbal, Terj. Ahmad Rofi’I
Utsman, Bandung: Pustaka, 1985.
Hafiz Malik (ed.), Iqbal, Poet Philosopher of Pakistan, Newyork-
London: Colombia Univerity Press, 1971
Danusiri, Epistimologi dalam Tasawuf Iqbal, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996
Didin Saefuddin, Pemikiran Modern dan Post modern dalam
Islam, Jakarta; Grasindo, 2003
H. A. Musthofa, Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah, Pemikiran
dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1990
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta; Gaya Media
Pratama, 1999.
Khalifat Abd Hakim, “Renaissance In Indo-Pakistan: dalam M.M.
Syarif(Ed.) A History of Muslim Philosophy, ( Jerman: Otto Horrosswitz,
1996), Vol. II.
KG. Saiyidain, Percikan Filsafat Iqbal Mengenai Pendidikan
(Iqbal‟s Education Philosophy), terj. M.I. Soelaiman, (Bandung: CV.
Diponegoro, 1981.
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam,
Yogyakarta: Jalasutra, terjemahan Ali Audah, dkk, 2008.
-----------------------, Amarghan-I-Hijaz, Jakarta: Bulan Bintang,
1976.
-----------------------, Membangun Kembali Alam Pemikiran Islam,
terj. Osman Raliby, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986
-----------------------, Sisi Insani Iqbal, terj. Ihsan Ali Fauzi dan
Nurul Agustina, Bandung: Mizan, 1992
Robert D Lee, Mencari Islam Autentik dari nalar Puitis Iqbal
Hingga Nalar Kritis Arkoun, Bandung: Mizan, 2000
Rosihan Anwar dan Abdur Rozak, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka
Setia, 2001
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Arruz, 2006
Wilfred Contwell Smith, Modern Islam in India, A Social Analysis,
(New Delhi: Usha Publication, 1979.
Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam,
Jakarta: Bumi Aksara, 1991
MM. Syarif, Iqbal: Tentang Tuhan dan Keindahan, terj. Yusuf
Jamil, (Bandung: Mizan, 1993