kumpulan abstrak

Upload: lintang-teyita

Post on 12-Mar-2016

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Analisis keterkaitan ke depan dari usaha perikanan tangkap di wilayah pesisir Kota TegalPenulisWidyastuti, AnindyaPembimbing: Ir. Kawik Sugiana, M.Eng.,Ph.D

    ABSTRACT : Tegal city locates on the northern coast of Western part of Central Javawith a 7.5 km long coastline. Fish resources potential is dominated by catch-fishing activities in both on-shore and offshore areas. Java Sea is experiencing overfishing due to excessive exploitation and pollution from economic activities by inhabitants around the coastal area. This condition decreases fish production especially in terms of its quality. Consequently, it needs development of other activities than catch-fishery. This research aims to : 1) study of forward linkage of catch-fishery from small fishery business in Tegal coastal area; 2) study the factors enhancing small-scale fishery business development in relation with catchfishery in this area. It applies deductive-rationalistic approach. The research instrument includes questionnaire distributed to small-scale fishery business owners. Data analysis follows a descriptive analytical method, which aims to describe the linkage from fishery business. The result of production indicators and production factors analysis show that the average increase of catch-fishery production, which is 4.80% per year, has accelerate expansion of fish processing business unit as much as 11.05% per year. The production increase has also enhanced increase in fish processing as much as 20.85% and demand for raw material as much as 20.79%. the development of fish processing business has absorbed labour forces with an average increase of 16.80%. the increase owes to demands for processed fish, processed raw material, and simple production process. The analysis result reveals that fillet fish processing business has given better added value than ather smallscale fishery business. The factors enhancing small-scale fishery business include the governments role as coordinator in the economic development strategy decision. Some programs which the government has carried out to improve peoples living standard in coastal area by means of providing capital, tools, and training have not shown concrete outcome due to lack of result program implementation data for evaluation. It is because nothing post program implementation monitoring. The development of infrastructure to support fishery activities can accelerate fishery production at fish-bidding centre despite the fact that not all catches are brought to the bidding process. Key words : fishery business, forward linkage, fishery production

    INTISARI : Kota Tegal merupakan salah satu wilayah di pantai utara Jawa Tengah bagian barat yang memiliki garis pantai sepanjang 7,5 km. Potensi sumber daya perikanan didominasi oleh kegiatan penangkapan ikan yang beroperasi di wilayah perairan pantai dan lepas pantai. Perairan Laut Jawa telah mengalami kondisi overfishing karena pemanfaatan yang berlebihan dan pencemaran akibat aktivitas perekonomian masyarakat pesisir. Kondisi overfishing menyebabkan produksi perikanan mengalami penurunan terutama dari segi kualitas. Oleh sebab itu perlu pengembangan usaha perikanan selain usaha penangkapan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui keterkaitan ke depan (forward linkage) dari usaha perikanan tangkap pada kegiatan ekonomi usaha kecil perikanan di wilayah pesisir Kota Tegal; (2) Mengetahui faktor-faktor pendorong perkembangan ekonomi usaha kecil perikanan yang terkait dengan usaha penangkapan di wilayah pesisir Kota Tegal. Penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif rasionalistik. Instrumen penelitian berupa kuesioner, diberikan kepada para pemilik usaha kecil perikanan. Analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk menggambarkan keterkaitan dari usaha perikanan. Hasil analisis indikator-indikator produksi dan faktor produksi usaha perikanan menunjukkan bahwa peningkatan rata-rata produksi penangkapan sebesar 4,80% per tahun telah mendorong perkembangan unit usaha pengolahan ikan rata-rata sebesar 11,05% per tahun. Peningkatan produksi penangkapan tersebut juga mendorong peningkatan produksi usaha pengolahan ikan rata-rata sebesar 20,85%, sedangkan kebutuhan bahan baku meningkat rata-rata sebesar 20,79%. Perkembangan usaha pengolahan ikan tersebut telah menyerap tenaga kerja yang meningkat rata-rata sebesar

  • 16,80%. Peningkatan terjadi karena adanya permintaan produk olahan, bahan baku yang diolah dan proses produksi yang sederhana. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha pengolahan ikan fillet mempunyai nilai tambah yang lebih dibandingkan usaha kecil perikanan lainnya. Faktor-faktor pendorong perkembangan usaha kecil perikanan antara lain berupa peranan pemerintah sebagai koordinator dalam penetapan strategi pembangunan ekonomi masyarakat. Beberapa program yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka peningkatan taraf hidup masyarakat pesisir baik berupa bantuan modal, peralatan atau pelatihan, belum semuanya dapat menunjukkan hasil nyata karena tidak adanya data mengenai hasil pelaksanaan kegiatan yang mendukung untuk diadakannya evaluasi. Hal ini disebabkan tidak adanya kegiatan monitoring setelah pelaksanaan program. Penyediaan infrastruktur yang mendukung kegiatan perikanan dapat meningkatkan produksi perikanan di tempat pelelangan ikan, meskipun masih terdapat sejumlah produksi perikanan yang tidak melalui proses lelang. Kata kunci: usaha perikanan, keterkaitan ke depan, produksi perikanan

    Kata kunci Sumberdaya Perikanan,Usaha PerikananProgram Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah UGMNo Inventaris c.1 (2743-H-2006)Deskripsi xi, 151 p., bibl., ills., 30 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2006Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

    ========================

    Konflik kebijakan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir di IndonesiaPenulisNasution, Aminoel SiddiqPembimbing: Dr. Yeremias T. Keban

    ABSTRACT : Coastal management has been focusing to build the harmony, balance and sinergy of entire activities have been doing around coastal and ist effect, in order to optimize the utilization of coastal area for sustainable development should be considered about all natural resources to be safe and fine Regarding the implemented regulations on coastal resources in Indonesia, it is observed the tendency addressed that exploration of natural resources is disorganized well. In consequensly, coustal degradation is getting worst physically and unbeneficial for social economic aspecth. There are many reasons in declining awareness of stakeholders, wakeness of law enforcement and strengthen of ego among sectors. Decree of these related regulation on coastal management showed that disharmony between the content of legal aspect and among others. In this case, coastal management must be established the proper regulation which recently regulated for only some of them as local policy and produced misunderstanding interpretation. With this actual codition influenced conflict, either competent authority or management authority which finally will effect to the existing and quality of coastal resources cannot be utilize for sustainable development. Kaywords : Integrated coastal resources management has perposed to several goals and to avoid social and economic conflict.

    INTISARI : Dilihat dari perkembangan dan implementasi kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir di Indonesia ternyata terdapat kecenderungan pola pemanfaatan sumberdaya tersebut lebih mencerminkan sebagai suatu kegiatan eksploitasi sumberdaya alam yang dilakukan secara semena-mena. Dampaknya, berbagai fenomena kerusakan dan degradasi lingkungan pesisir semakin sering terjadi, baik yang bersifat fisik sosial ekonomi. Berbagai faktor menjadi penyebab hal ini, mulai dari rendahnya kesadaran pemangku kepentingan (stakeholders), lemahnya penegakan hukum, hingga tingginya ego sektoral. Di tingkat kebijakan p

  • erundang-undangan sebagai landasan hukum bagi proses pelaksanaan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir, permasalahan ini tampak dari adanya disharmonis pengaturan dalam bentuk kontradiksi internal maupun eksternal. Pada tataran perundang-undangan, upaya untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dihadapkan pada permasalahan kekosongan hokum, substansi pengaturan yang partial maupun dengan hokum adat, hingga substasi pengaturan yang masih mengandung peluang terjadinya penyalahgunaan penafsiran, yang pada akhirnya bermuara pada ketidak pastian hokum, timbulnya konflik kewenangan pengelolaan, konflik kepentingan. Kata Kunci : Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dapat mengakomodir berbagai kepentingan dan menghindari maupun

    Kata kunci Kebijakan Pemerintah,Konflik Pengelolaan,Sumberdaya Wilayah PesisirProgram Studi Magister Administrasi Publik UGMNo Inventaris c.1 (1041-H-2005)Deskripsi xiv, 195 p., bibl., ills., 29 cmBahasa InggrisJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2005Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

    ========================Model pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu (PWPT) berbasis masyarakat :: Kasus Kelurahah Purwahamba Kec. Surodadi dan Kelurahan Dampyak Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal Jawa TengahPenulisJati, RadityaPembimbing: Prof.Dr. H. Sutikno

    ABSTRACT : Tegal is located in the north of Java Sea, with high biodiversity and marine potential resources. Without the concept of Integrated Coastal Zone Management (ICZM) these potential resources will not be sustainable. The ICZM include of issues and solutions, planning processes, and actors that role in the coastal area. The goal of this research is to understand the issues based on the stakeholders and community; to understand the role of the stakeholders and community in coastal zone management; and to develop an intergrated coastal zone management based on the community. Research case in Purwahamba, known with its intensive beach erosion and in Dampyak is commonly known as the mangroves reforestration and land conversion to marine culture issues. Although other environmental issues might occurred. Participation research with PCRA and indepth interview are used, analyze in descriptive qualitative to precieve the goals. DPSIR (Driven force, Pressure, State, Impact, Response) is adopted as a tool to developed the planning model process for Tegal. Environmental issues in Tegal consist of beach erosion, sedimentation, mangroves destruction, sea water pollution, intrution, waste and sanitation, spatial planning, overfishing, conflict of interest, deforestration in the upper land. Commonly, the communitys role is not directly involved in the planning process of coastal zone. The ICZM model in Tegal should involved all stakeholders in local and regional level that provide approaches focusing on coordination, cooperation, and consultation among the stakeholde,. Plannning process used DPSIR as a guidance tha related to the abiotic, biotic, and cultural approaches. All planning process should considered as bottom-up planning within the regional and local comittee mechanism enhancement. Integrated approaches on problem solving should used the model and instrument of government policy, continous management, co-management, community based management, capacity building, traditional knowledge. These models should be sinergies to optimalized the goal of ICZM in Tegal.

    INTISARI : Potensi dan keanekaragaman hayati laut di Kabupaten Tegal tidak dapat berkelanjutan bila tidak ada Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu (PWPT)

  • yang komprehensif. Penelitian ini bertujuan mempelajari isu lingkungan berbasis pada pihak terkait dan masyarakat; mengetahui peranan pihak terkait dan masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir; dan menyusun model pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu berbasis masyarakat. Di Kelurahan Purwahamba mengalami erosi pantai yang intensif dan di Kelurahan Dampyak terjadi degradasi lahan mangrove. Metode yang digunakan adalah riset partisipatif dengan menggunakan PCRA dan indepth interview dengan analisis deskriptif kualitatif. Kerangka model perencanaan pengelolaan wilayah pesisir DPSIR (Driven force, Pressure, State, Impact, Response) digunakan sebagai acuan dalam menyusun model di Kabupaten Tegal. Isu lingkungan wilayah pesisir di daerah penelitian meliputi isu erosi dan sedimentasi pantai, degradasi lahan mangrove, pencemaran air laut, intrusi, sampah dan sanitasi, tata ruang, overfishing, konflik kepentingan, dan hutan yang ada di lahan atas habis. Peranan masyarakat selama ini belum banyak terlibat langsung dengan perencanaan dan PWPT. Model PWPT dari aspek kepeterpaduan pelaku, meliputi berbagai stakeholders di tingkat lokal dan regional dengan payung konsensus nasional dengan sistem koordinasi, kooperatif, dan konsultasi antar pihak terkait. Keterpaduan dari aspek perencanaan dapat menggunakan model DPSIR yang menyangkut aspek abiotik, biotik, dan cultur. Perencanaan sebaiknya dilaksanakan secara bottom-up dengan mekanisme komite tingkat lokal dan regional. Keterpaduan dari aspek penyelesaian masalah di lingkungan wilayah pesisir dapat dilakukan dengan berbagai model pendekatan dan instrumen kebijakan antara lain, model kebijakan pemerintah, model pengelolaan secara kontinu, model co-management, model community based management, model capacity building, model pengembangan pengetahuan tradisional. Semua bentuk model sebaiknya dilakukan secara bersinergi untuk mendapatkan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu yang optimal untuk daerah penelitian.

    Kata kunci Lingkungan Hidup,Pengelolaan Wilayah Pesisir,PWPTProgram Studi S2 Ilmu Lingkungan UGMNo Inventaris c.1 (1850-H-2005)Deskripsi xiii, 191 p., bibl., ills., 30 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2005Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

    ========================

    Pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat (Community Based Coastal Management) :: Di Desa Bugel Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon ProgoPenulisTrimulyo, TrenggonoPembimbing: Ir. Sudaryono, M.Eng.,Ph.D

    ABSTRACT : Coastal Management in Bugel Village Sub District of Panjatan The Regency of Kulon Progo pioneered local community as a form of natural resources management approach which put the environmental knowledge and awareness and root of community custom as the basic of management. The coastal management involves cooperation between local community, private sector and government in the form of cooperative management where the community of participate actively in process of planning to implementation. Coastal area of Bugel Village as common property resources and open access regime has a public or common function and enables everyone to use the coastal area for variety of interest. Coastal area of Bugel Village with its characteristics faces issues and problems related with space arrangement such as: 1) conflict of interest potency and overlapping between sectors and stakeholders in managing and using of coastal area, and 2) jurisdictional conflict potency in managing and using coastal area. The research focus on "Community Based Coastal Management: A Case Study In Bugel Village Sub District of Panjatan The Regency of Kulon Progo" is stressed on concepts of community based coastal management. Therefore this research is conducted descriptively and explorative

  • by using inductive qualitative phenomenological method. The successful of community based coastal management in Bugel Village is established by concepts of coastal area management as follows: 1) Community participation, 2) Government supports, 3) Management legalization, 4) Private sector contributions, 5) Bottom Up planning, 6) Decisions making by the community, 7) Coordination between government and the community, and 8) Local genuine or Local wisdom.

    INTISARI : Pengelolaan wilayah pesisir di Desa Bugel Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo dirintis oleh masyarakat setempat sebagai bentuk pendekatan pengelolaan sumber daya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan serta akar budaya masyarakat setempat sebagai dasar pengelolaannya. Pengelolaan wilayah pesisir tersebut melibatkan kerja sama antara masyarakat setempat, pihak swasta dan pemerintah dalam bentuk pengelolaan secara bersama dimana masyarakat berpartisipasi aktif baik dalam perencanaan sampai pada pelaksanaannya. Wilayah pesisir di Desa Bugel sebagai sumber daya milik bersama atau common property resources dan sebagai wilayah terbuka atau open access regime memiliki fungsi publik atau kepentingan umum dan memungkinkan siapa pun untuk memanfaatkan ruang wilayah pesisir untuk berbagai kepentingan. Wilayah pesisir di Desa Bugel menghadapi berbagai isu dan permasalahan terkait dengan penataan ruang antara lain: 1) Potensi konflik kepentingan (conflict of interest) dan tumpang tindih antar sektor dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir, dan 2) Potensi konflik kewenangan (jurisdictional conflict) dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir. Fokus penelitian tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat (Community Based Coastal Management) di Desa Bugel Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo ditekankan pada konsep-konsep pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat, yaitu untuk menjelaskan konsep-konsep pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat (Community Based Coastal Management) yang dilakukan secara deskriptif - eksploratif dengan metode induktif kualitatif fenomenologi. Adapun keberhasilan pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat (Community Based Coastal Management) di Desa Bugel Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo dibangun dengan konsep-konsep pengelolaan wilayah pesisir sebagai berikut : 1) Partisipasi Masyarakat, 2) Dukungan Pemerintah, 3) Legalisasi Pengelolaan, 4) Kontribusi Swasta, 5) Perencanaan Bottom - Up, 6) Pengambilan Keputusan oleh Masyarakat, 7) Koordinasi antara Pemerintah dan Masyarakat, dan 8) Kearifan Lokal.

    Kata kunci Wilayah Pesisir,PengelolaanProgram Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah UGMNo Inventaris c.1 (1321-H-2005)Deskripsi xiv, 173 p., bibl., ills., 30 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2005Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi========================

    Pengelolaan wilayah pesisir dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan di teluk AmbonPenulisSiauta, Roy CornelesPembimbing: Prof.Dr. Agus Dwiyanto

    ABSTRACT : The Indonesian sea and coastal area that rich and have various kind of its natural resources have to manage wisely because it is one of its development capital. For the coastal area community of Ambon Bay the coastal area ecosystem since early time was becoming source of life and even for many centuries to be the support of social economic life. Looking at the amount potential of coastal area resources, this area have good accessibility so that suitable for various development activity such as transportation, port, industrial, housing and tourism. But within its developing if does not arrange well, not consider all relate

  • d aspects particularly the sustainability among development level and the environment carrying capacity and development balance among areas, these development does not giving the optimal and continuous result for the community at the coastal area of Ambon Bay. This research has purpose to find out an empirical condition of coastal area management in Ambon Bay and the strategy/program influencing management process such as planning, organization, monitoring and evaluation and arrangement and space usage. To respond the research question is used qualitative research method with an intrinsic case study approach. Data was collected with observation, interview and documentation method. Data is analyzed, furthermore, in qualitative that include data reduction, data display, and finally the conclusion account. The success of the coastal area management is influenced as well by many factors, such as communication, natural resources, and community participation and space layout. The analysis result of research indicated that not all management activity is running well, such as the sea garbage management, the ship removal liquid waste is not settled, there is still present an excavation C mining even clearing away to the tourism areas. Similarly, the land usage is still not suitable with the allotment of land use like placement TPI in the tourism area which in this area has growth a good quality coral, which is possessed by Ambon Bay. The success can be observed only in the mangrove management in Passo and Old Country since the management involved the tradition community participation and NGO totally both organization or individual since the planning, implementation to control process. On the other hand the communication process have positive influence as the high awareness of the community to preserve the coastal area resources in Ambon Bay. Based on the result, the recommendation suggested are: (1) There is needed a cross sectional coordination on the coastal area management, not partial like have been taken place during the time. (2) There is necessary to the environment education as workshop on making policy to increase an understanding about the environment. (3) Supplying the means and infrastructure on garbage management like excavator and TPSS (Place for Temporary Garbage Disposal) (4) Increasing community participation through Sasi and Kewang role on coastal area management activity. (5) Shifting all of Pelni Line activities from Halong port in inside Ambon Bay to outside Ambon Bay, making Yos Sudarso function immediately at the first.

    INTISARI : Wilayah pesisir dan laut Indonesia yang kaya dan beragam sumber daya alamnya perlu dikelola secara arif dan bijaksana karena merupakan salah satu modal pembangunan. Bagi masyarakat pesisir Teluk Ambon ekosistem pesisir sejak dulu merupakan sumber kehidupan bahkan sejak berabad- abad telah menjadi pendukung bagi kehidupan sosial dan ekonomi. Melihat pada besarnya potensi sumberdaya pesisir maka kawasan ini memiliki aksesibilitas yang sangat baik sehingga cocok untuk berbagai kegiatan pembangunan seperti transportasi, pelabuhan, industri, perumahan dan pariwisata. Namun dalam pengembangannya apabila tidak ditata secara baik, dengan tidak memperhatikan segenap aspek terkait terutama aspek kesinambungan antara tingkat pembangunan dan daya dukung lingkungan serta keseimbangan pembangunan antara daerah maka pembangunan tersebut tidak akan memberikan hasil yang optimal dan berkelanjutan bagi masyarakat yang tinggal di pesisir Teluk Ambon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi empirik pengelolaan wilayah pesisir di Teluk Ambon serta strategi/ program yang mempengaruhi proses pengelolaan seperti perencanaan, organisasi, monitoring dan evaluasi serta penataan dan pemanfaatan ruang. Untuk menjawab pertanyaan penelitian digunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus intrinsik. Data penelitian dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya dianalisis secara kualitatif yang meliputi reduksi data, display data, dan terakhir penggambaran kesimpulan. Keberhasilan pengelolaan pesisir juga di pengaruhi oleh bebrapa faktor, seperti komunikasi, sumberdaya alam, partisipasi masyarakat dan tata ruang. Hasil analisis dari penelitian ini menunjukan tidak semua kegiatan pengelolaan berhasil dilaksanakan, seperti pengelolaan sampah dilaut, limbah cair buangan kapal belum ada penanganannya, penambangan galian C masih tetap eksis bahkan merambah lokasi- lokasi wisata. Begitu pula pemanfaatan lahan masih belum sesuai dengan peruntukan seperti penempatan TPI dikawasan wisata yang arealnya tumbuh terum

  • bu karang yang berkualitas baik, yang dimiliki di Teluk Ambon. Keberhasilan hanya dapat dilihat pada pengelolaan mangrove di Passo dan Negeri Lama karena pengelolaannya melibatkan partisipasi masyarakat adat dan LSM secara total baik organisasi maupun individu mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasan. Dilain pihak proses komunikasi telah memberikan efek positif berupa kesadaran yang tinggi dikalangan masyarakat dalam melestarikan sumberdaya pesisir Teluk Ambon. Berdasarkan hasil penelitian, rekomendasi yang disampaikan antara lain: (1) Perlu adanya koordinasi lintas sektoral dalam upaya pengelolaan pesisir, bukan parsial seperti yang terjadi selama ini. (2) Perlunya pendidikan lingkungan berupa workshop buat pengambil kebijakan dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang lingkungan hidup. (3) Pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah seperti kapal pengeruk dan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS). (4) Meningkatkan peran serta masyarakat lokal lewat eksistensi Sasi dan Kewang dalam kegiatan pengelolaan pesisir. (5) Mengalihkan semua aktifitas kapal PELNI dari dermaga Lanal Halong di Teluk Ambon Dalam ke Teluk Ambon Luar, dengan segerah memfungsikan kembali dermaga Pelabuhan Yos Sudarso Ambon.

    Kata kunci Pembangunan Berkelanjutan,Pengelolaan Wilayah PesisirProgram Studi Magister Administrasi Publik UGMNo Inventaris c.1 (2222-H-2005)Deskripsi xvi, 204 p., bibl., ills., 29 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2005Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

    ========================Pengembangan wilayah pesisir sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten KendariPenulisMusaruddin, AndrianiPembimbing: Drs. Ahmad Jamli, MA

    ABSTRACT : This research is aimed first; to identify the subdistricts in coastal region that potentially become a growth centre; second to determine interaction between the districts as growth centre and its hinterlands; third to identify basic commodity which belongs to each subdistrict in coastal region. In analysing this, the tools utilized are scalogram analysis, gravitation analysis, and location quotient analysis. Secondary data are used in this research, comprises economic facilities, social facilities, and government facilities, population, the distance between districts, the gross domestic regional product of the Kendari Regency growth in 1999-2003, and output of dominant commodities in the farming sector of each subdistrict in Kendari coastal region in 2003. The scalogram analysis result identified three subdistricts that potentially become growth centres in coastal region, those are Lasolo, Soropia and Wawonii subdistricts. All of districts have hinterland. The hinterland of Lasolo is Sawa, Soropia has Bondoala as its hinterland, and Wawonii has Waworete as its hinterland. Each growth centres and hinterland have basic commodities. Lasolo and its developing region have clove, fisheries, coffee, and cashew as basic commodities. Soropia and its developing region have coffee, cashew, fisheries, clove, cacao, and chicken as basic commodities. Wawonii and its developing region have clove, cashew, chicken, and fisheries as basic commodities.

    INTISARI : Penelitian ini bertujuan pertama; untuk mengidentifikasi kecamatankecamatan di wilayah pesisir yang dapat dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kendari; kedua mengetahui interaksi antarkecamatan sebagai pusat pertumbuhan dan kecamatan lain sebagai pendukung (hinterland); ketiga mengidentifikasi komoditas unggulan yang dimiliki kecamatan-kecamatan di wilayah pesisir. Pendekatan yang digunakan adalah pertama; analisis Scalogram, kedua; analisis

  • gravitasi, ketiga; analisis Location Quotient (LQ). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi data fasilitas ekonomi, fasilitas sosial, dan fasilitas pemerintahan, jumlah penduduk, jarak antar kecamatan, perkembangan PDRB Kabupaten Kendari 1999-2003, data produksi komoditas dominan sektor pertanian tiap kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Kendari Tahun 2003. Hasil perhitungan dengan Scalogram diidentifikasi tiga kecamatan yang berpotensi menjadi pusat pertumbuhan di wilayah pesisir Kabupaten Kendari, yaitu Kecamatan Lasolo, Kecamatan Soropia, dan Kecamatan Wawonii. Adapun yang menjadi hinterland dari Kecamatan Lasolo adalah Kecamatan Sawa, Kecamatan Soropia yang menjadi hinterland adalah Kecamatan Bondoala, dan Kecamatan Wawonii yang menjadi hinterland adalah Kecamatan Waworete. Setiap wilayah pusat-pusat pertumbuhan didukung oleh wilayah pengembangan dengan komoditas dominan yang dapat dikategorikan sebagai komoditas unggulan. Untuk pusat pertumbuhan Kecamatan Lasolo dan wilayah pengembangannya memiliki komoditas unggulan yaitu cengkeh, perikanan, kopi, dan jambu mete. Kemudian pusat pertumbuhan Kecamatan Soropia dan wilayah pengembangannya memiliki komoditas unggulan yaitu komoditas kopi, jambu mete, perikanan, cengkeh, kakao, dan ayam buras, sedangkan untuk pusat pertumbuhan Kecamatan Wawonii dan wilayah pengembangannya memiliki komoditas unggulan yaitu cengkeh, jambu mete, ayam buras, dan perikanan.

    Kata kunci Pertumbuhan Ekonomi,Pengembangan Wilayah PesisirProgram Studi Magister Ekonomika Pembangunan UGMNo Inventaris c.1 (2307-H-2005)Deskripsi xiv, 58 p., bibl., ills., 30 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2005Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

    ========================Pengembangan wilayah pesisir sebagai pusat pertumbuhan di Kabupaten Lampung BaratPenulisNugroho, AriefPembimbing: Prof.Dr. Prasetyo Soepono, MA.,MBA

    ABSTRACT : This research aims to analyze how to develop a coastal region as a growth centre in West Lampung Regency. There are four focuses in this study: first, identify the district that potentially become a growth centre; second, to determine interaction between the district as a growth centre and its hinterlands, third, to identify dominant commodity that can play as a basic commodity; fourth, to identify supporting resources that can use to generate the economy growth. In analyzing this, the tools utilized are scalogram analysis, gravitation analysis, location quotient analysis, and local resources analysis. Secondary data are used in this research, such as economic facilities, social facilities, government facilities, population, the distance between districts, the gross domestic regional product of the West Lampung regency growth 1996-2001, and output of dominant commodities in the farming sector of each district in West Lampung coast region in 2002. The scalogram analysis identified two districts that potentially become growth centres, that is Pesisir Tengah and Bengkunat. Both of districts have hinterlands. The hinterlands of Pesisir Tengah are Pesisir Utara, Lemong, Karya Penggawa, and part of Pesisir Selatan district. Bengkunat has hinterland such as part of Pesisir Selatan and part of Semaka and Wonosobo districts in the Tanggamus regency. Each growth centres and hinterlands have basic commodities. Pesisir Tengah and its developing regions have paddy, cow, pepper, and coconut as basic commodities. Bengkunat and its developing regions have palm, pepper, and coconut as basic commodities. Besides that, the coastal region have much natural resources such as ocean, forestry, and tourism potency that can be developed. There are good infrastructures, especially transportation, power electricity, and tele

  • communication needed to develop the West Lampung coastal region as a growth centre. Keywords: growth centre, basic commodities, infrastructures

    INTISARI : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana mengembangkan wilayah pesisir sebagai pusat pertumbuhan di Kabupaten Lampung Barat dengan kajian permasalahan, pertama: mengidentifikasi kecamatan-kecamatan di wilayah pesisir yang dapat dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lampung Barat; kedua, mengetahui interaksi antara kecamatan-kecamatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dengan kecamatan-kecamatan sebagai pendukung (hinterland); ketiga, mengetahui komoditas unggulan yang dimiliki kecamatankecamatan di wilayah pesisir; keempat, mengetahui apa saja potensi yang dimiliki dalam mendukung wilayah pesisir sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Pendekatan yang digunakan adalah pertama, analisis Scalogram, kedua, analisis gravitasi, ketiga, analisis Location Quotient (LQ), dan keempat, analisis potensi daerah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi data fasilitas ekonomi, fasilitas sosial dan fasilitas pemerintahan, jumlah penduduk, jarak antarkecamatan, dan perkembangan PDRB Kabupaten Lampung Barat 19962001. Kemudian data produksi komoditas dominan sektor pertanian tiap kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat tahun 2002. Hasil perhitungan dengan scalogram diketahui terdapat dua kecamatan yang berpotensi menjadi pusat pertumbuhan di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat, yaitu Kecamatan Pesisir Tengah dan Kecamatan Bengkunat. Adapun yang menjadi hinterland dari Kecamatan Pesisir Tengah adalah Kecamatan Pesisir Utara, Lemong, Karya Penggawa, dan Pesisir Selatan (sebagian). Untuk Kecamatan Bengkunat yang menjadi hinterland-nya adalah Kecamatan Pesisir Selatan (sebagian) dan sebagian wilayah Kecamatan Semaka dan Wonosobo di Kabupaten Tanggamus. Setiap wilayah pusat-pusat pertumbuhan didukung oleh wilayah pengembangan dengan komoditas dominan yang dapat dikategorikan sebagai komoditas andalan. Untuk pusat pertumbuhan Kecamatan Pesisir Tengah dan wilayah pengembangannya memiliki komoditas dominan, yaitu padi, sapi, lada, dan kelapa dalam. Pusat pertumbuhan Kecamatan Bengkunat dengan wilayah pengembangannya memiliki komoditas dominan yaitu, sawit, lada, dan kelapa dalam. Selain itu, wilayah pesisir memiliki sumber daya alam yang potensial untuk dikembangkan, yaitu, potensi kelautan, hasil hutan, dan pariwisata. Namun demikian untuk pengembangannya dibutuhkan infrastruktur wilayah yang memadai, terutama untuk infrastruktur transportasi, energi, dan telekomunikasi. Kata kunci: pusat pertumbuhan, komoditas andalan, infrastruktur

    Kata kunci Pertumbuhan Ekonomi,Pengembangn WilayahProgram Studi Magister Ekonomika Pembangunan UGMNo Inventaris c.1 (2121-H-2004)Deskripsi xiv, 68 p., bibl., ills., 30 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2004Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

    ========================Evaluasi Program Peningkatan Ekonomi Masyarakat Pesisir melalui Proyek Penyediaan Kapal Ikan di Kabupaten Flores Timur :: Studi kasus kelompok nelayanPenulisHallan, Markus AkbPembimbing: Dr. Akhmad Makhfatih, MA

    ABSTRACT : The territorial coast East Flores Regency is a potential location for pelagis catching. It significantly contributes the gross regional domestic product rate in fishery section for some years. During the last 6 years, there was significant fluctuation happened in fishery sector product showed by the decrease of tunas and cakalangs product especially in 2004-2006 therefore this research objective is to value the economical benefit of the vessel supply to the community, to estimate the credit return time, and to compare the target product with t

  • he real product. There are some important factors applied in analyzing this research finding, they are; the evaluation of the project implementation by using the benefit ratio criteria toward cost (B/C ratio) and the internal rate of return (IRR) through NPV method, estimation of the credit return time with z deviation method and the real product rate calculation through difference of two mean method. The research analysis shows that those factors significant affect the project sustainability which relates to the effectiveness of the project for coming years. The research finding shows that in 2001-2004 the vessel supply for the community gives valuable economical benefits effectively, where the mean of B/C is more than 1 and the estimation of the NPV the tenth year is more than 0. During the credit return time, there are 14 groups of fisherman as the representatives have accrued fishermen have possibility to pay the credit return in time. The mean of cakalangs products decrease until 50.877,85 kg and tunas 10.312,91 kg make the fishery product 2006 fail to meet the target product. The decrease of the product affect the income of each fisherman groups that is categorized as low rate national per capita income though it is higher than the regional per capita income. Therefore the hypothesis that claims the vessel supply project as alternative is to empower the community income as well as to increase the fishermen income in East Flores Regency is rejected.

    INTISARI : Potensi penangkapan ikan pelagis cukup besar di sekitar perairan Kabupaten Flores Timur, sehingga mempengaruhi kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB cukup signifikan dari tahun ke tahun. Produksi ikan pada 6 tahun terakhir mengalami fluktuasi yang cukup tajam. Di mana pada tahun 2004-2006 tingkat produksi ikan tuna dan cakalang semakin menurun. Maka tujuan penelitian ini untuk menilai manfaat ekonomi dari proyek penyediaan kapal ikan, memperkirakan waktu pengembalian kredit, dan membandingkan tingkat produksi ikan antara target dengan riil. Ada beberapa faktor penting dalam menganalisis hasil penelitian ini yaitu evaluasi pelaksanaan proyek melalui kriteria rasio manfaat terhadap biaya (B/C ratio) dan kriteria hasil usaha (IRR) melalui metode NPV, teknik mengestimasi target waktu pengembalian kredit metode deviasi z dan mengkaji tingkat produksi antara target dan riil melalui metode pengujian beda dua rata-rata. Faktor-faktor yang dianalisis tersebut sangat mempengaruhi kelangsungan proyek, yang berkaitan dengan efektif tidaknya pada tahun-tahun yang akan datang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat ekonomi dari kelompok pengadaan kapal dari tahun 2001-2004 cukup efektif atau layak, di mana rata-rata B/C di atas 1 dan estimasi dari NPV pada tahun ke-10 positif atau di atas 0. Kurun waktu pengembalian kredit di mana ada sekitar 14 kelompok nelayan yang terwakili kemungkinan mengalami ketunggakan, sedangkan sisanya 11 kelompok nelayan yang terwakili kemungkinan tepat waktu dalam pengembalian kredit. Tidak tercapainya target produksi pada tahun 2006, sehingga rata-rata penurunan untuk produksi ikan cakalang sebesar 50.877,85kg dan rata-rata penurunan produksi ikan tuna sebesar 10.312,91kg. Penurunan produksi pada tahun 2006 tersebut akan mempengaruhi penerimaan pendapatan setiap anggota kelompok nelayan. Besarnya pendapatan tersebut dapat dikatagorikan masih di bawah pendapatan per kapita nasional walaupun di atas pendapatan per kapita regional. Oleh karena itu, hipotesis yang mengatakan bahwa proyek pengadaan kapal ikan sebagai alternatif memperkuat ekonomi rakyat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan kelompok nelayan di Kabupaten Flores Timur, disimpulkan sebaiknya ditolak.

    Kata kunci Pengelolaan Wilayah Pesisir,Peningkatan Ekonomi MasyarakatProgram Studi Magister Ekonomika Pembangunan UGMNo Inventaris c.1 (2299-H-2007)Deskripsi xvii, 68 p., bibl., ills., 30 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2007Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

    ========================

  • Pengembangan wilayah pesisir :: Studi kebijakan pengembangan rumput laut dan penangkapan ikan di Kota Bau-BauPenulisRahmawatiPembimbing: Prof. Dr. Muhadjir Darwin

    ABSTRACT : Bau-Bau City has potency and various fishery yields in which there was 6,040,565 ton in 2007. In addition, its strategic geographical location, the transit district between East and West Indonesia area, the economy gate for the biggest sea yield in Indonesia. But such condition have not specifically support the growth of fisherman community income and generally Bau-Bau City, even at three year later have stagnation and decreased on the sea yield. Such condition have caused the decrease of seaweed fisherman community income between 500,000,- to 1,000,000,- each harvest, for the catch fish fisherman about 15,000,- to 30,000 each days and for the District Original Income (PAD) from sub sector fishery. The PAD development record of sub sectors fishery between 2006/2007 shows -22.4% and -7.5%, have decreased from the former years (not reach the target). Similarly its contribution toward total PAD from target 2005 about 600,000,000,- and being realized about 281, 770,502,- (1.873%) and in 2005 about 650,000,000,- and being realized about 369,722,296,- (31,2%) was not reach the target from year to year. The cause of decrease on total community income and identified district that influence the decrease of total income were: (1) The lack of government building to management aspect (seaweed and catch fish), (2) The lack of professional human resources on the maritime field, (3) Unavailability the supporting facility and post harvest management. Based on the problems, through study and observation there are three (3) alternative policies that may help to solve the problems, namely: (1) The policy alternative on government building improvement toward management aspect (seaweed and catch fish) in 2008 2017. (2) The policy alternative on a professional human resources improvement in the maritime field in 2008 2017, (3) The policy alternative on supporting facility improvement and post harvest management in 2008 2017. After analyzed through public policy method, Bardachs Typology, positive impact and another prerequisite and consideration. The policy have to apply immediately (first rank) to accelerate the export valued commodity as well as the income from this sub sector can be mainstay for district and community income, that is the policy on improving facility and assure post harvest management followed by another strategically activity such as the policy alternative of order from 1, 2 and 3. The establishment of Fisherman Economy Institution, and partnership with the big company that drive in the fishery industry and strengthening a professional human resources through training and education, giving permit to study, studying task for preparing good fishery services. Key words: Management Policy, seaweed and catch fish.

    INTISARI : Kota Bau-Bau memiliki potensi dan hasil perikanan yang beraneka ragam terdapat 6.040,565 ton per tahun 2007, ditambah lokasi geografis yang strategis, yang merupakan daerah transit antara wilayah Indonesia Timur dan Barat, yang merupakan pintu gerbang perekonomian hasil laut terbesar di Indonesia. Namun kenyataan kondisi demikian belum mendukung pertumbuhan pendapatan masyarakat nelayan secara khusus dan Kota Bau-Bau secara umum, bahkan cenderung 3 tahun terakhir mengalami stagnan bahkan penurunan hasil laut. Keadaan demikian, menyebabkan turunnya pendapatan masyarakat nelayan rumput laut antara 500.000,- sampai 1.000.000,- per panennya untuk nelayan ikan tangkap sebesar 15.000,- sampai 30.000,- per hari dan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sub sektor perikanan. Catatan perkembangan PAD sub sektor Perikanan antara tahun 2006/2007 - 22,4% dan -7,5% mengalami penurunan dari tahun sebelumnya (tidak mencapai target). Begitupun kotribusinya terhadap PAD total dari target 2004 adalah 600.000.000,- yang terealisasi sebesar 281.770.502,(1.873%), dan tahun 2005 adalah 650.000.000,- yang terealisasi sebesar 369.722.296,- (31,2%) juga tidak mencapai target dari tahun ke tahun. Penyebab terjadinya penurunan jumlah pendapatan masyarakat dan daerah yang mempengaruhi terhadap penurunan jumlah pendapatan tersebut teridentifikasi yaitu ; (1) Kurangnya pembinaan pemerintah terhadap aspek pengelolaan (rumput laut & ik

  • an tangkap), (2) Kurangnya sumber daya manusia yang profesional dalam bidang kelautan, (3) Belum memadainya fasilitas pendukung dan penanganan pascapanen. Berdasarkan permasalahan tersebut, melalui kajian dan pengamatan terdapat 3 alternatif kebijakan yang dinilai dapat membantu memecahkan masalah, yaitu: (1) Alternatif kebijakan peningkatan pembinaan pemerintah terhadap aspek pengelolaan (rumput laut & ikan tangkap) tahun 2008 - 20017, (2) Alternatif kebijakan peningkatan sumber daya manusia yang profesional dalam bidang kelautan tahun 2008 - 20017, (3) Alternatif kebijakan peningkatan fasilitas pendukung dan penanganan pascapanen 2008 20017. Setelah dianalisis melalui metode kebijakan publik (Bardachs Typologi, Dampak positif dan prasyarat serta pertimbangan lainnya. Kebijakan yang harus segera diterapkan (rangking pertama) agar dapat mengakselerasi komoditas yang bernilai ekspor sekaligus pendapatan dari sub sektor ini dapat menjadi andalan pendapatan masyarakat dan daerah, yaitu kebijakan meningkatkan fasilitas dan menjamin penanganan pascapanen diikuti kegiatan lain yang strategis seperti alternatif kebijakan urutan ke 1, 2 dan 3. Pembentukan Lembaga Ekonomi Nelayan, dan kemitraan dengan perusahaan besar yang bergerak di industri perikanan serta perkuat SDM yang profesional melalui diklat, pemberian ijin belajar, tugas belajar dalam rangka pelayanan perikanan yang baik. Kata Kunci : Kebijakan Pengeloaan, Rumput Laut dan Ikan Tangkap.

    Kata kunci Kebijakan pengembamgan rumput laut,Penangkapan ikan,Peningkatan pendapatan masyarakatProgram Studi S2 Magister Ilmu Studi Administrasi Negara UGMNo Inventaris c.1 (3190-H-2008)Deskripsi xiv, 196 p., bibl., ills., 29 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2008Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

    ========================KEDUDUKAN DAN FUNGSI RENCANA TATA RUANG KAWASAN PANTAI SELATAN

    (RTR KAWASAN PANSELA)

    OLEH : SUMADI, SH, MH

    Dasar Pembentukan Perda

    Amanat Perundang-undangan yang lebih tinggi Penyelenggaraan Urusan Otonomi/Pembantuan Melaksanakan kebijakan khusus daerah

    Kedudukan Raperda RTR Pansela

    - Amanat Pasal 24 (1) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi

    Amanat Pembentukan Peraturan:

    UUD 1945 aturan pelaksananya Undang-Undang UU aturan pelaksanannya Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah

  • Perda -- boleh mengamanatkan pembentukan sejenis dengan Perda Perda -- Aturan pelaksanaannya. Pergub

    FUNGSI RTR PANSELA

    Dari Aspek Substansi

    1. Dasar perencanaan pembangunan kawasan Pansela

    2. Dasar pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Pansela

    3. Keterpaduan, keterkaitan , keserasian dan keseimbangan antar sektor di Kawasan Pansela

    4. Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah, swasta dan masyarakat

    5. Pedoman penyusunan rencana pengelolaan Kawasan Pansela

    Dari aspek Hukum

    Undan-undang Nomor 12 Tahun 2011 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pasal 7 ayat (1), menyebutkan jenis hirarki Peraturan Perundang-Undangan sebagai berikut:

    1. UUD 1945

    2. Ketetapan MPR

    3. UU / PERPU

    4. Peraturan Pemerintah

    5. Perda Provinsi

    6. Perda kabupaten/Kota

    Pasal 7 ayat (2) Kekuatan Hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    Artinya Perda Provinsi menjadi pedoman dan acuan bagi Perda Kabupaten/Kota. Terhadap Kabupaten yang belum menyusun, mengacu dan berpedoman pada Perda Provinsi dan untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun untuk menyesuaikan dengan Perda Provinsi :

    1. Perda Nomor 2 Tahun 2010

    2. Perda Nomor 16 Tahun 2011

    3. Perda RTR Pansela

    Cari

  • RancanganPeraturan

    Raperda Mihol BrHk.pdf (153.5KB)Raperda Minuman Beralkohol Oplosan.pdf

    Mohon masukan dan saran dari para pembaca, dikirimkan ke email: [email protected] atau [email protected]' ========================Pengelolaan wilayah pesisir pulau-pulau kecil untuk pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Halmahera UtaraPenulisHangewa, Anthonius EPembimbing: Dr. M. Baiquni, MA

    ABSTRACT : The research was held in North Halmahera, the aim of the research are : 1) to explore the potential of the tourism object of small islands in North Halmahera; 2) to analyze perception and the role of the people toward the development of coastal tourism especially its social economics and environment aspect; 3) to classify the direction of management and the strategy of coastal tourism development according to the potential and the uniqueness of the object. Five tourism object were taken as the samples are : Kupa-Kupa beach, Luari beach, Kumo island, Kakara island and Tagalaya island. 50 tourists and 37 natives were choosen as the respndents. Data was collected by interviewing and observing. Data analysis technique using qualitative descriptives and frequency tables in description with the picture of the object. While the data attraction, accomodation, accessibility, social economic and environment estetic being clasiffy and being scored. The management strategi was using SWOT analysis. The resulf of the research demonstrated that the coastal of the islands in North Halmahera have the high potential to be developed as coastal tourism. The perception and the role of visitors in tourism object management, the attraction, accomodation and accessibility was low especially in managing the electricity, clean water, toilet, the bench, the road to the object, and restaurant. The low category of environment aesthetic includes mangrove forest cutting, the destruction of the reef, rubbish, the design of the building and parking area. The role of native in the coastal tourism development is low, because the education level of the people is also low. The policy of the coastal tourism development consists of three concepts : 1) to achieve the economic growth of the native through tourism activities; 2) to equip and to restore the infrastructure, facility of coastal tourism and to develop the human resources quality; 3) to elaborate and to develop the coastal tourism based on the environment view according to the management and conservation principles. Keyword : Management, Small Island, Coastal Tourism.

    INTISARI : Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Halmahera Utara yang bertujuan untuk : (1) mengetahui potensi objek wisata pesisir pulau-pulau kecil yang terdapat di Kabupaten Halmahera utara; (2) menganalisis persepsi dan peranserta masyarakat terhadap pengembangan pariwisata bahari khususnya aspek sosial ekonomi dan lingkungan; (3) merumuskan arahan pengelolaan dan strategi pengembangan pariwisata bahari yang sesuai dengan potensi dan daya tarik yang dimiliki. Lima objek wisata dipilih sebagai sampel yaitu : Pantai Kupa-Kupa, Pantai Luari, Pulau Kumo, Pulau Kakara dan Pulau Tagalaya. Sejumlah 50 wisatawan dan 37 masyarakat lokal dipilih sebagai responden. Data dikumpulkan dengan cara wawancara dan observasi. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif maupun dengan tabel frekuensi yaitu dalam bentuk uraian deskriptif yang disertai gambar objek. Adapun data atraksi, akomodasi, aksesibilitas, sosial ekonomi dan estetika lingkungan diklasifikasi dan dibobot. Arahan strategi pengelolaan dilakukan dengan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukan bahwa kawasan pesisir pulau-pulau kecil di Halmahera Utara mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk pengembangan pariwisata bahari. Persepsi dan peranserta wisatawan dalam hal pengelolaan objek wisata (atraksi, akomodasi dan aksesibilitas) masih rendah terutama air bersih, wc, listrik, alat re

  • nang, jalan menuju objek, tempat duduk/istirahat dan warung makan. Estetika lingkungan, juga termasuk dalam kategori rendah terutama penebangan hutan bakau, perusakan terumbu karang, sampah, tata bangunan dan tempat parkir. Sebagian masyarakat memanfaatkan peluang usaha dari aktivitas wisata sehingga mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga. Peranserta masyarakat dalam pengembangan pariwisata bahari termasuk rendah, disebabkan rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan. Kebijakan pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Halmahera Utara mencakup tiga konsep strategi, yaitu : (1) mencapai pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan pariwisata; (2) melengkapi dan memperbaiki infrastruktur, fasilitas sarana dan prasarana pariwisata bahari serta meningkatkan kualitas sumberdaya manusia; (3) memajukan dan mengembangkan parisiwata bahari yang berwawasan lingkungan dengan tetap berpedoman pada prinsip-prinsip pengelolaan dan konservasi. Kata Kunci : Pengelolaan, Pesisir Pulau-Pulau Kecil, Pariwisata Bahari.

    Kata kunci Pengelolaan wisata,Pesisir pulau,pulau kecil,Pariwisata bahariProgram Studi S2 Geografi UGMNo Inventaris c.1 (0632-H-2010)Deskripsi xvi, 143 p., bibl., ills., 29 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2010Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

    ========================Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) di wilayah pesisir Kabupaten Bantul :: Studi Implementasi Program PEMP pada Dinas Peternakan Kelautan dan Perikanan Kabupaten BantulPenulisSahudiyonoPembimbing: Dr. Agus Heruanto Hadna; M.Si

    ABSTRACT : The long-term targets of the PEMP program are 1) The development of the self-reliance of coastal society through economic activity development, the increase of the quality of human resources, social participation, reinforcement of capital and economic institution of coastal society (2) The development of the ability of coastal society to manage and exploit the coastal and sea resources optimally, sustainably according to environmental continuity norm, and (3) The development of the social-partnership of coastal society with the private sector and governmental institution. Darwin ( 2007:3) states, there are five pillars in National Strategy of Poorness Prevention, namely opportunity extension, empowerment of society institution, development of social protection capacities and global partnership settlement. This research is conducted to find out and to describe the implementation of PEMP program in Bantul regency. The type of the research is qualitative with the descriptive method which uses the case study approach. Data collecting is done with the interview method, observation and the use of secondary data. Interview is conducted by using guidance interview, informal discussion and opened permanent interview. PEMP Program in Bantul started in 2001 by distribution of the Productive Economic Fund by LEPP-M3 cooperation. It was followed by the forming of economic and social-cultural empowering institutions and it also facilitates to form its user society groups covering fishermen group, fish merchants, fish manufactures and restaurants. Program implementation analysis is conducted from two perspectives, there are the individual perspective consists of social participation, capacity development, self-reliance, and the community perspective includes the reinforcement of institution and partnership. The results of analysis show (1) society participation is differenciated in two levels, namely real participation and quasi-participation, (2) the result of some training program really can be felt and give benefits, however there are still also a training which does not give any results and benefits. The really useful trai

  • ning are trainings which are applicable and/or productive like management training and fish manufacture training, whereas the useful training that does not applicable and unproductive is the training of navigation, because the lessons in this training is projected for fishermen who operate motor ship with power of 10 GT minimum whereas fishermen in Bantul only operate the speed boat patch (PMT) with power 15 House Power maximum. (3) the society self-reliance can be seen in the case of choosing the profession or the type of business, in doing the investment and capital and also entrepreneurship culture, (4) institution reinforcement in the meaning of institution (manufacture) and also institution in social norm meaning. The institutions which show the reinforcement marking are LKM Swamitra Mina, Kedai Pesisir, and Fisherman Group Mina Bahari 45, and also Society of Coastal Woman, the inforcement LEPP-M3 still has the be continuously done. There are two institutions namely P3MP and Business Clinic, which their existences still require to be re-evaluated (5) the partnership cooperation is still in the form of the intra business scale partnership, whereas mutualism-partnership is still in the exploratory level. Specific recommendation of this research are (1) the continuous or non-stopped socialization has to be conducted to develop the high participation, (2) the traning programs have to be adapted to a society requirement, (3) the institution is instructed to grow and develop the spirit of entrepreneurship, and (4) the partnership cooperation is extended on the basis of mutual consideration in profit for both parties (mutualism partnership). Keyword : empowering, participation, reinforcement, partnership. capacity development, self-reliance, institution

    INTISARI : Tujuan jangka panjang program PEMP adalah: (1) Peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), partisipasi masyarakat, penguatan modal dan penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir yang dibangunnya, (2) Peningkatan kemampuan masyarakat pesisir untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan, dan (3) Pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan pemerintah. Darwin (2007:3) mengatakan ada lima pilar di dalam Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan, yakni perluasan kesempatan, pemberdayaan kelembagaan masyarakat, peningkatan kapasitas perlindungan sosial dan penataan kemitraan global. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mendeskripsikan pelaksanaan program PEMP di kabupaten Bantul. Jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif menggunakan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dengan metode wawancara, observasi dan penggunaan data sekunder. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara, pembicaraan informal dan wawancara baku terbuka. Program PEMP di kabupaten Bantul dimulai tahun 2001 dengan penyaluran Dana Ekonomi Produktif oleh koperasi LEPP-M3 diikuti pembentukan lembaga-lembaga pemberdayaan bidang ekonomi dan bidang sosial budaya serta memfasilitasi dibentuknya kelompok-kelompok masyarakat pemanfaat yang meliputi kelompok nelayan, pedagang ikan, pengolah ikan dan pengusaha warung makan. Analisis pelaksanaan program dilakukan dari dua perspektif, yakni dari perspektif individual meliputi partisipasi masyarakat, peningkatan kapasitas, kemandirian, dan dari perspektif komunitas mencakup penguatan kelembagaan dan kemitraan. Hasil analisis menunjukkan (1) partisipasi masyarakat dibedakan dalam dua tingkatan yakni partisipasi nyata dan partisipasi semu, (2) beberapa program pelatihan benar-benar dapat dirasakan hasil dan manfaatnya, namun demikian masih ada juga pelatihan yang tidak menampakkan hasil dan kemanfaatannya. Pelatihan yang benar-benar bermanfaat adalah pelatihan yang bersifat aplicable dan/atau produktif seperti pelatihan manajemen usaha dan pelatihan mengolah ikan, sedangkan pelatihan yang bermanfaat tetapi tidak tidak aplicable dan tidak produktif adalah pelatihan kenavigasian karena materi dalam pelatihan ini diproyeksikan bagi nelayan yang mengoperasikan kapal motor berkekuatan minimal 10 GT ke atas sementara nelayan Bantul hanya mengoperasikan perahu motor tempel (PMT) berkekuatan maksimal 15 PK. (3) kemandirian masyarakat nampak dalam hal memilih profesi atu jenis usaha, dalam berinvestasi dan permodalan usaha serta kultur kewirausahaan, (4) penguatan kelembagaan terjadi dalam arti institusi maupun kelembagaan dalam arti pranata sosial. Institusi yang sudah menunjukkan tanda-tan

  • da penguatan yaitu LKM Swamitra Mina, Kedai Pesisir, dan Kelompok Nelayan Mina Bahari 45, serta Paguyuban Perempuan Pesisir, sedangkan LEPP-M3 masih harus terus diupayakan penguatannya. Dua lembaga yakni P3MP dan Klinik Bisnis, keberadaanya masih perlu dievaluasi kembali (5) kerjasama kemitraan masih berbentuk kemitraan antar skala usaha, kemitraan mutualistik (mutualism-partnership) masih dalam taraf penjajagan. Rekomendasi spesifik penelitian ini adalah (1) sosialisasi berkelanjutan perlu terus dilakukan untuk menumbuhkan partisipasi yang tinggi, (2) diklat harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, (3) kelembagaan diarahkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan jiwa entrepreneurship, dan (4) kerjasama kemitraan diperluas atas dasar pertimbangan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak (mutualism partnership). Kata kunci : pemberdayaan, partisipasi, peningkatan kapasitas, kemandirian, penguatan kelembagaan, kemitraan.

    Kata kunci Pemberdayaan,Partisipasi,Peningkatan kapasitas,Kemandirian,Penguatan kelembagaan,KemitraanProgram Studi S2 Administrasi Negara UGMNo Inventaris c.1 (2859-H-2009)Deskripsi xvi, 322 p., bibl., ills., 29 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2009Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

    ========================Konflik antar stakeholders dalam pemanfaatan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Kulon ProgoPenulisSusilo, BambangPembimbing: Dr. R. Rijanta, M.Sc

    ABSTRACT : Kulon Progo coastal area is identified as sandy, barren and infertile land. Since 1990s, the people, the private sector and the government of Kulon Progo exploited the sandy land optimally. There are a lot of plans to develop the area. These plans stimulate conflict between the people who worked on the land and the other stakeholders. The research aims to identify various conflicts and the causes of the conflict occur among stakeholders in exploiting the land and conflict resolution resolved. The research conducted in descriptive qualitative method using inductive approach in the explorative-phenomenological paradigm. The researcher is the main instrument of the research to collect the data by in-depth interview method. The triangulation technique used to check the validity of the data, in the meantime the data analysis conducted by induction method to formulate the concept. The research result shows that there are types of conflict such as; conflict amongst people in the society, conflict between society and private sector, conflict between society and government and the last, conflict between private sector and government. The conflict of land exploitation in Kulon Progo is still in latent phase to conflict without insurrection. The manifestation of the conflict are; complaint, delivering letter of objection, demonstration, street banning, establishing agency of demonstration, creating demonstration poster, intimidating the Regent of Kulon Progo dan the Head of People Representative Council to assign a letter of declining the mining and the last, social sanction in the society.. The causes of the conflict are; (1) People are worried to lose their land they worked on for the last decades, (2) A misperception about the status of the coastal land between government and society. (3) The government is not optimally manage the exploitation of coastal area. (4) The people are worried about the impact of the iron seed mining, (5) There is a environment pollution as a result of private and peoples exploitation to the land. The main cause of the conflict is mostly because of the status of the land. The resolution conflict conducted by government and private sector are: (1) Negotiation, (2). Parceling of land, (3) Providing free fertilizer, (4) Land compensation and (5) Implemen

  • ting Pilot Project Program. Keywords : coastal area, conflict, land exploitation

    INTISARI : Wilayah pesisir Kabupaten Kulon Progo merupakan lahan tanah berpasir yang tandus dan gersang. Mulai tahun 1990-an masyarakat, swasta dan pemerintah banyak melakukan pemanfaatan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Kulon Progo. Banyak perencanaan pembangunan berskala besar akan dilaksanakan di wilayah tersebut. Dengan adanya hal tersebut menyebabkan timbulnya konflik dengan masyarakat yang telah lama menggarap lahan pesisir. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keragaman konflik dan penyebab konflik yang terjadi antar stakeholders dalam pemanfaatan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Kulon Progo, serta mengetahui resolusi konflik yang telah dilakukan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif di bawah paradigma fenomenologi yang bersifat ekploratif. Peneliti merupakan instrumen utama penelitian untuk mengumpulkan data dengan metode wawancara mendalam. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi dan analisis data dilakukan dengan metode induksi untuk mendapatkan konsep. Temuan hasil penelitian adanya tipologi konflik yaitu konflik antar sesama masyarakat, konflik antara masyarakat dengan swasta, konflik antara masyarakat dengan pemerintah dan konflik antara swasta dengan pemerintah. Konflik pemanfaatan lahan di wilayah pesisir Kulon Progo masih berupa tahapan konflik laten sampai dengan konflik tanpa kekerasan. Wujud konflik yang bisa ditemukan antara lain berupa keluhan, penyampaian surat protes, unjuk rasa, pemblokiran jalan, pembuatan posko dan spanduk penentangan, pemaksaan kepada Bupati dan Ketua DPRD untuk menandatangani surat penolakan penambangan dan intimidasi serta sanksi sosial di masyarakat. Penyebab terjadinya konflik antara lain: (1) Masyarakat takut kehilangan lahan pertanian di wilayah pesisir yang menjadi sumber penghidupan petani, (2) Adanya perbedaan pemahaman status kepemilikan lahan pesisir antara pemerintah dan masyarakat, (3) Pemerintah kurang optimal melakukan pengelolaan pemanfaatan lahan pesisir, (4) Masyarakat khawatir akan terjadi kerusakan lingkungan hidup dan bencana alam akibat penambangan pasir besi, (5) Adanya pencemaran lingkungan akibat usaha-usaha dari swasta maupun masyarakat. Akar permasalahan konflik pemanfaatan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Kulon Progo, banyak yang disebabkan karena status tanah pesisir yang belum mempunyai landasan hukum yang kuat. Untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di wilayah lahan pesisir, langkah-langkah resolusi konflik yang ditempuh oleh pemerintah dan swasta antara lain: (1) Negosiasi dan musyawarah, (2) Pemberian kapling tanah, (3) Pemberian pupuk kandang gratis, (4) Pemberian kompensasi ganti rugi, (5) Pelaksanaan pilot project. Kata Kunci : wilayah pesisir, konflik, dan pemanfaatan lahan.

    Kata kunci Pemanfaatan lahan,Konflik,Wilayah pesisirProgram Studi S2 MPKD UGMNo Inventaris c.1 (2178-H-2008)Deskripsi xv, 188 p., bibl., ills., 29 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2008Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi========================

    Pengaruh penataan ruang terhadap perubahan pola hidup masyarakat pesisir :: Kasus Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten MunaPenulisSyarifuddin, Hikmah NilawatiPembimbing: Ir. Bakti Setiawan, MA.,Ph.D

    ABSTRACT : Coastal areas are poverty spots for which development policy targeted to optimize the developing efforts and processes for the community. This research was aimed at: (1) knowing to what extent the road construction has changed the coastal community life pattern; (2) understanding how the coastal community faces their life pattern change. This research employed survey method with qualita

  • tive descriptive approach. The primary data sourced in field survey and interview with the people who either experienced the changes or not. While the secondary data were obtained from government authorities such as Bappeda (Local Development Council) of Muna Regency, DPU (Public Works Services) of Muna Regency, and BPS (Statistics Center Bureau) of Muna Regency. The result showed that the road development, connecting the Raha city and the Lagasa village had caused physical, social, cultural, and economical changes. The physical changes were that the on-the-water settlement had moved to land. Facilities, like electrical circuitry, telephone and drinking water networks, education, health, and sports, have been available today. The socio-cultural changes are that the formerly main earnings, as fishermen, have now changed to be peddlers, motorcycle drivers, craftsmen, building workers, pedicab drivers, and crab collectors as well as those without any job. More than a few of people faced difficulties in changing their earnings; even they often performed one occupation and changed to another. As a result, some of the population increases their income, but many face their income drop off. Likewise, their expenses vary, depending on how much they earn. Not only for basic requirements, now they also spent their income for the secondary ones. Due to the physical, social, cultural, and economical changes of the Lagasa population, their life subsequently do, too. Rooted from the findings, it is recommended that the government of the Muna Regency should recognize and consider any possible impacts of the developments. Keywords: Spatial Planning, Community, Life Pattern.

    INTISARI : Wilayah / desa pesisir merupakan kantong-kantong kemiskinan, sehingga kebijakan pembangunan diarahkan untuk mengoptimalkan usaha dan proses pembangunan masyarakat di wilayah pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui seberapa jauh pengaruh pembangunan jalan merubah pola hidup masyarakat pesisir; (2) melihat bagaimana masyarakat pesisir tersebut dalam mengahadapi perubahan pola hidupnya. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data primer di peroleh dari survei lapangan dan wawancara dengan masyarakat baik yang mengalami perubahan maupun yang tidak. Sedang data sekunder diperoleh dari Instansi pemerintah seperti : Bappeda Kabupaten Muna, Dinas PU Kabupaten Muna dan BPS Kabupaten Muna. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan adanya pembangunan jalan yang menghubungkan Kota Raha dengan Desa Lagasa menyebabkan perubahan pada fisik, sosial, budaya dan ekonomi. Perubahan pada fisik berupa perubahan pemukiman yang tadinya berada diatas air kini di darat, fasilitas pun mulai ada seperti jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan air bersih, sarana pendidikan, saran kesehatan dan sarana olah raga. Pada perubahan sosial budaya berupa perubahan pada mata pencaharian yang dulunya sebagai nelayan kini sebagian berubah menjadi pedagang, tukang ojek, tukang kayu, tukang batu, tukang becak dan pengumpul kepiting, namun ada juga yang tidak bekerja (pengangguran). Dalam merubah mata pencaharian tidak sedikit dari masyarakat yang mengalami kesulitan, bahkan ada yang merubah mata pencahariannya sampai beberapa kali. Akibat dari perubahan mata pencaharian ini sebagian masyarakat mengalami peningkatan penghasilan, namun banyak juga dari mereka yang mengalami penurunan penghasilan. Pengeluaran mereka pun bervariasi tergantung besarnya penghasilan mereka. Penghasilan mereka saat ini digunakan tidak hanya untuk kebutuhan primer , namun sebagian digunakan untuk membeli barang-barang sekunder. Akibat terjadi perubahan pada fisik, sosial, budaya dan ekonomi pada masyarakat Desa Lagasa, maka terjadi pula perubahan pada pola hidupnya. Berdasarkan hasil temuan, diharapkan agar pemerintah Kabupaten Muna dalam melaksanakan pembangunan harus memperhatikan dan mempertimbangkan dampak yang akan timbul dari kegiatan pembangunan tersebut. Kata Kunci : Penataan Ruang, Masyarakat, Perubahan Pola Hidup

    Kata kunci Penataan Ruang,Wilayah Pesisir,Pola Hidup MasyarakatProgram Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah UGMNo Inventaris c.1 (2737-H-2005)Deskripsi xii, 113 p., bibl., ills., 30 cmBahasa IndonesiaJenis Tesis

  • Penerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2005Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

    ========================evaluasi penggunaan lahan untuk pemanfaatan ruang di sebagian Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi TengahPenulisWidyastutiPembimbing: Dr. H. Suratman Woro, M.Sc

    ABSTRACT : The research aims to evaluate land capability, to identify land use change that is irrelevant with the guideline of spatial use function, and to provide guideline of land use in some regions in Donggala regency, Central Sulawesi Province. Land unit is a mapping unit based on an overlap between land shape, slope, and land use. The research uses data sources in the forms of ETM+ Landsat images and digital data processing using LCLP (Land Classification and Land Use Planning) and SIG (Sistem Informasi Geografis) as well as field work. The research results give the class size of land capability in the research location as in the following: Class I 12.16 km2, class II 342.11 km2, class III 271.90 km2, class IV 711.51 km2 and class VI 1209.42 km2. The land use that is irrelevant with spatial use function can be identified from the percentage of size of its appropriate use. The proper use for reserve is 29.06%, and for cultivation 54.44%, while the irrelevant use for cultivation is 5.68% and for reserve 10.82%. There are settlement, plantations, rice-fields, bushes, and open spaces in the reserve. The guideline of land use for natural reserve is that it is urgent to maintain the existing size of reserve and to control cultivation activities within the reserve. In addition, for the reserve bordering rural areas, urban areas or other areas, it needs a type of land use relevant with the land potential. For the disaster-prone area, it needs a type of land use in the form of plantation or extensive agriculture. For the cultivation area bordering the reserve, it needs a buffer area.

    INTISARI : Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kemampuan lahan, mengetahui perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan arahan fungsi pemanfaatan ruang serta memberikan arahan tata guna lahan di sebagian Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah. Satuan lahan merupakan satuan pemetaan yang diperoleh berdasarkan tumpangsusun antara peta bentuklahan, lereng dan penggunaan lahan. Penelitian ini memanfaatkan sumber data berupa citra Landsat ETM+ serta pengolahan data dilakukan secara digital menggunakan LCLP (Land Classification and Land Use Planning) dan SIG (Sistem Informasi Geografis) disertai kerja lapangan. Hasil penelitian diperoleh luas kelas kemampuan lahan di daerah penelitian yaitu: kelas I seluas 12,16 km2, kelas II 342,11 km2, kelas III 271,90 km2, kelas IV 711,51 km2 dan kelas VI 1.209,42 km2. Adanya penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi pemanfaatan ruang, dapat diketahui dengan persentase luas kesesuaiannya. Kategori sesuai dengan kawasan lindung sekitar 29,06 %, sesuai dengan kawasan budidaya 54,44 %, tidak sesuai dengan kawasan budidaya 5,68 % dan tidak sesuai dengan kawasan lindung 10,82 %. Pada kawasan lindung terdapat permukiman, perkebunan, persawahan, semak/belukar, dan tanah terbuka. Arahan tata guna lahan pada kawasan lindung, yaitu: perlu dipertahankan luas kawasan lindung yang ada serta mengendalikan kegiatan budidaya yang ada di kawasan lindung. Selain itu pada kawasan lindung yang berdekatan dengan kawasan perdesaan, perkotaan atau kawasan tertentu, dipilih jenis penggunaan lahan yang sesuai dengan potensi lahannya. Selain itu kawasan rawan bencana dipilih jenis penggunaan berupa tegalan/ladang atau pertanian ekstensif. Pada kawasan budidaya yang berdekatan dengan kawasan lindung dikembangkan kawasan penyangga.

    Kata kunci Geografi Fisik,Tata Guna Lahan,Penataan RuangProgram Studi S2 Geografi UGM

  • No Inventaris c.1 (0124-H-2006)Deskripsi xii, 195 p., bibl., ills., 30 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2005Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

    ========================Kebijakan pemerintah daerah di sektor perhubungan :: Studi kasus penataan arus lalu lintas angkutan umum dan barang di wilayah Kota WonosariPenulisSuhardonoPembimbing: Prof.Dr. Mudiyono

    ABSTRACT : The effort to a better policy is not an easy way. Implementation as a public decision maker, mixing any kind of importance, especially a big changes implication. Gnungkidul District Government establishes a policy about transportation. This research use descriptive survey method. This research just gives a precise sketch and its main target is precise measurement about one or more variable in a population or the population sample. The response and perception were known by data. The data were taken from interview result to 50 respondents. Respondents are 10 urban and commodities transportation drivers, 25 passengers, 7 businessmen, 1 reporter, 2 Dinhub employees, 2 DPU employees, 2 cops, and 1 DPRD Gunungkidul District. This research results are government policy implementation was done cause of busy traffic, high risk of accident and to rising up the society economic growth. Society response about this policy is positive, but there are lacks of this policy implementation. Key Words: Policy, Response, Effect.

    INTISARI : Upaya menuju ke arah sebuah kebijakan yang baik bukanlah suatu usaha yang mudah dan mulus. Implementasi, sebagaimana halnya dengan pembuatan kebijakan publik itu sendiri, melibatkan berbagai macam kepentingan, apalagi untuk sebuah kebijakan yang membawa implikasi perubahan yang begitu besar. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka menata kota Wonosari yang bersih, aman dan tertib telah menetapkan kebijakan mengenai transportasi Penelitian ini merupakan penelitian survai deskriptif, yaitu penelitian yang semata-mata untuk memberikan gambaran yang tepat dari suatu gejala dan pokok perhatiannya adalah pengukuran secara cermat dari satu atau lebih variabel terikat dalam suatu kelompok penduduk tertentu atau dalam sampel dari kelompok penduduk itu. Respon dan persepsi masyarakat dengan adanya implementasi kebijakan ini dapat diketahui dari data yang diberikan masyarakat yang diwakili oleh para responden. Data yang diambil adalah melalui hasil wawancara dengan responden sebanyak 50 orang. Responden tersebut tersebar dengan rincian pengendara kendaraan umum dan barang pengguna jalan sebanyak 10 orang. Pengendara kendaraan umum dan barang pengguna jalan yang dimaksud adalah sopir bus AKAP/AKDP sebanyak 2 orang, sopir Angkutan Kota sebanyak 2 orang, sopir Angkutan Pedesaan sebanyak 2 orang, sopir truk sebanyak 2 orang, penarik becak sebanyak 1 orang, penarik ojek 1 orang. Responden pengguna kendaraan umum sebanyak 25 orang, yaitu Pegawai Negeri Sipil sebanyak 10 orang, pelajar sebanyak 10 orang dan pedagang sebanyak 5 orang. Responden lainnya sebanyak 15 orang yaitu masyarakat di wilayah pinggiran Kota wonosari yang berprofesi wiraswasta sebanyak 7 orang, wartawan 1 orang, Pegawai Dinas Perhubungan sebanyak 2 orang, Pegawai Dinas Pekerjaan Umum sebanyak 2 orang, Kepolisian sebanyak 2 orang dan anggota DPRD Kabupaten Gunungkidul 1 orang. Dari penelitian ini dapat diketahui, bahwa implementasi kebijakan Pemerintah Daerah di bidang Perhubungan dilakukan dilakukan karena kondisi arus lalu lintas yang padat, dengan tingkat kerawanan kecelakaan yang tinggi, implementasi kebijakan ini juga dilakukan untuk memekarkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, respon masyarakat terhadap implementasi kebijakan ini sangat positif dan Masih ada kekurangan-kekurangan dari pelaksanaan kebijakan ini yang masih harus dibenahi. Kata kunci: Kebijakan, Respon, Dampak.

  • Kata kunci Sosiologi Pemerintahan,Kebijakan Pemda TkII,Penataan Lalu LintasProgram Studi S2 Sosiologi UGMNo Inventaris c.1 (1976-H-2004)Deskripsi xiv, 104 p., bibl., ills., 30 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2004Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

    ========================MPKD Sya pPengaruh penataan ruang terhadap perubahan pola hidup masyarakat pesisir :: Kasus Desa Lagasa Kecamatan Duruka Kabupaten MunaPenulisSyarifuddin, Hikmah NilawatiPembimbing: Ir. Bakti Setiawan, MA.,Ph.D

    ABSTRACT : Coastal areas are poverty spots for which development policy targeted to optimize the developing efforts and processes for the community. This research was aimed at: (1) knowing to what extent the road construction has changed the coastal community life pattern; (2) understanding how the coastal community faces their life pattern change. This research employed survey method with qualitative descriptive approach. The primary data sourced in field survey and interview with the people who either experienced the changes or not. While the secondary data were obtained from government authorities such as Bappeda (Local Development Council) of Muna Regency, DPU (Public Works Services) of Muna Regency, and BPS (Statistics Center Bureau) of Muna Regency. The result showed that the road development, connecting the Raha city and the Lagasa village had caused physical, social, cultural, and economical changes. The physical changes were that the on-the-water settlement had moved to land. Facilities, like electrical circuitry, telephone and drinking water networks, education, health, and sports, have been available today. The socio-cultural changes are that the formerly main earnings, as fishermen, have now changed to be peddlers, motorcycle drivers, craftsmen, building workers, pedicab drivers, and crab collectors as well as those without any job. More than a few of people faced difficulties in changing their earnings; even they often performed one occupation and changed to another. As a result, some of the population increases their income, but many face their income drop off. Likewise, their expenses vary, depending on how much they earn. Not only for basic requirements, now they also spent their income for the secondary ones. Due to the physical, social, cultural, and economical changes of the Lagasa population, their life subsequently do, too. Rooted from the findings, it is recommended that the government of the Muna Regency should recognize and consider any possible impacts of the developments. Keywords: Spatial Planning, Community, Life Pattern.

    INTISARI : Wilayah / desa pesisir merupakan kantong-kantong kemiskinan, sehingga kebijakan pembangunan diarahkan untuk mengoptimalkan usaha dan proses pembangunan masyarakat di wilayah pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui seberapa jauh pengaruh pembangunan jalan merubah pola hidup masyarakat pesisir; (2) melihat bagaimana masyarakat pesisir tersebut dalam mengahadapi perubahan pola hidupnya. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data primer di peroleh dari survei lapangan dan wawancara dengan masyarakat baik yang mengalami perubahan maupun yang tidak. Sedang data sekunder diperoleh dari Instansi pemerintah seperti : Bappeda Kabupaten Muna, Dinas PU Kabupaten Muna dan BPS Kabupaten Muna. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan adanya pembangunan jalan yang menghubungkan Kota Raha dengan Desa Lagasa menyebabkan perubahan pada fisik, sosial, budaya dan ekonomi. Perubahan pada fisik berupa perubahan pemukiman yang tadinya berada diatas air kini di darat,

  • fasilitas pun mulai ada seperti jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan air bersih, sarana pendidikan, saran kesehatan dan sarana olah raga. Pada perubahan sosial budaya berupa perubahan pada mata pencaharian yang dulunya sebagai nelayan kini sebagian berubah menjadi pedagang, tukang ojek, tukang kayu, tukang batu, tukang becak dan pengumpul kepiting, namun ada juga yang tidak bekerja (pengangguran). Dalam merubah mata pencaharian tidak sedikit dari masyarakat yang mengalami kesulitan, bahkan ada yang merubah mata pencahariannya sampai beberapa kali. Akibat dari perubahan mata pencaharian ini sebagian masyarakat mengalami peningkatan penghasilan, namun banyak juga dari mereka yang mengalami penurunan penghasilan. Pengeluaran mereka pun bervariasi tergantung besarnya penghasilan mereka. Penghasilan mereka saat ini digunakan tidak hanya untuk kebutuhan primer , namun sebagian digunakan untuk membeli barang-barang sekunder. Akibat terjadi perubahan pada fisik, sosial, budaya dan ekonomi pada masyarakat Desa Lagasa, maka terjadi pula perubahan pada pola hidupnya. Berdasarkan hasil temuan, diharapkan agar pemerintah Kabupaten Muna dalam melaksanakan pembangunan harus memperhatikan dan mempertimbangkan dampak yang akan timbul dari kegiatan pembangunan tersebut. Kata Kunci : Penataan Ruang, Masyarakat, Perubahan Pola HidupKata kunci Penataan Ruang,Wilayah Pesisir,Pola Hidup MasyarakatProgram Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah UGMNo Inventaris c.1 (2737-H-2005)Deskripsi xii, 113 p., bibl., ills., 30 cmBahasa IndonesiaJenis TesisPenerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2005Lokasi Perpustakaan Pusat UGMFile Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi========================

    PENATAAN ULANG WILAYAH KERJA RESORT MENGGUNAKAN SPATIAL MULTI-CRITERIA ANALYSIS (Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Ciremai)PenulisNova Indri HapsariPembimbing: Dr. Ir. Lies Rahayu W.F., MP.

    ABSTRACT: The first step of effectiveness national park using resort-based management (RBM) system is structuring management unit area. The goal of RBM is to run management of national park effectively and more systematic by dividing the area into management units which is support staff of national park working profesionals in fixed area. RBM applied in Gunung Ciremai Natioanl Park (GCNP) since 2009 however the system not support management optimally. Based on evaluation management effectiveness in presenting low value with score of effectiveness 38 from the highes score 100, shows that implementation management not yet affect optimaly, for the reason management of TNGC need evaluation of RBM implementation. Step of RBM implementation including improvement management unit area, strengthening institutional and developing national park system information. This study focuses at improvement management unit are as fundamental aspect in resort-based management (RBM). To improvement resort management unit area require various criteria such as of the region's natural resources, social and economic aspects as well as aspects of resource management organization. National park is a common pool of resources with unique characteristics where the interests of the various parties, and ecological interests also included in the national park ecosystem. For the some reasons the study using multi-criteria analysis with Spatial AHP method. The methods integrates the physical characteristics of the region and important aspects of park management to make decision. The result present five criteria to improvement management area unit of GCNP and the criteria consisting of physical criteria, potential threats, ecological, economic and socio-cultural. The result of spatial-AHP analysis from experts judgment comparison presenting the weight for each criteria was: physical (0.29), threat (0.36), ecology (0.14), the economy (0.07), and social (0 , 13). Evaluation of management unit area in GCNP

  • based on the weight of each criteria presenting revision number and extent of the work area from 11 to 5 area with various extents as follows: Resort Pasawahan (4112 ha); Resort Cilimus (3891.6 ha); Resort Cigugur (2054.3 ha); Resort Sangiang (1913.7 ha), and the Resort Argalingga (3024.5 ha).

    INTISARI: Pengelolaan taman nasional berbasis resort atau resort based management (RBM) bertujuan menyelenggarakan pengelolaan taman nasional dengan sistematis dan efektif, dengan membagi kawasan menjadi unit-unit pengelolaan sehingga memberikan kepastian wilayah kerja bagi petugas/staf lapangan dan pembagian beban kerja secara proporsional. Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) menerapkan RBM selama 3 tahun sejak tahun 2009 namun demikian hasil evaluasi pengelolaan kawasan menunjukkan nilai efektivitas rendah, yaitu 38 dari nilai total 100. Untuk itu perlu adanya evaluasi tentang penerapan pengelolaan taman nasional dengan sistem RBM di kawasan TNGC. Tahapan pelaksanaan pengelolaan taman nasional berbasis resort meliputi penataan wilayah resort, penguatan kelembagaan, dan pembangunan sistem informasi kawasan. Penelitian ini mengambil satu topik mendasar dalam konteks pengelolaan taman nasional berbasis resort, yaitu penataan wilayah kerja resort. Metode penataan wilayah resort di taman nasional membutuhkan pendekatan berbagai kriteria seperti aspek sumberdaya alam kawasan, aspek sosial dan ekonomi masyarakat serta aspek sumberdaya organisasi pengelola. Hal ini dikarenakan karakteristik khas taman nasional yang merupakan common pool resources dimana kepentingan berbagai pihak dan juga kepentingan ekologi terdapat dalam satu kesatuan ekosistem taman nasional. Untuk itu penelitian digunakan menggunakan spatial-mult