penetapan parameter spesifik dan nonspesifik...
TRANSCRIPT
PENETAPAN PARAMETER SPESIFIK DAN
NONSPESIFIK SIMPLISIA INTI BIJI KEMIRI
(Aleurites moluccana (L.) Willd) ASAL SULAWESI
SELATAN
DETERMINATION OF SPECIFIC AND NONSPECIFIC
PARAMETERS OF CANDELNUT KERNEL SIMPLICIA
(Aleurites moluccana (L.) Willd) FROM SOUTH
SULAWESI
FITRI RUSTAM
N111 14 007
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
ii
PENETAPAN PARAMETER SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA INTI BIJI KEMIRI (Aleurites moluccana (L.) Willd)
ASAL SULAWESI SELATAN
DETERMINATION OF SPECIFIC AND NONSPECIFIC PARAMETERS OF CANDELNUT KERNEL SIMPLICIA
(Aleurites moluccana (L.) Willd) FROM SOUTH SULAWESI
SKRIPSI
Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
FITRI RUSTAM N111 14 007
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
iii
PENETAPAN PARAMETER SPESIFIK DAN NONSPESIFIK
SIMPLISIA INTI BIJI KEMIRI (Aleurites moluccana (L.) Willd)
ASAL SULAWESI SELATAN
FITRI RUSTAM
N111 14 007
Pada Tanggal, 11 Mei 2018
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama
Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. NIP. 19561011 198603 2 002
Pembimbing Pertama
Drs. Burhanuddin Taebe, M.Si., Apt. NIP. 19480727 197903 1 001
Pembimbing Kedua
Ismail, S,Si., M.Si., Apt. NIP. 19850805 201404 1 001
iv
PENETAPAN PARAMETER SPESIFIK DAN NONSPESIFIK SIMPLISIA INTI BIJI KEMIRI (Aleurites moluccana L. Willd) ASAL SULAWESI
SELATAN
DETERMINATION OF SPECIFIC AND NONSPECIFIC PARAMETERS OF CANDELNUT KERNEL SIMPLICIA (Aleurites moluccana L. Willd) FROM
SOUTH SULAWESI Disusun dan diajukan oleh :
FITRI RUSTAM N111 14 007
telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Pada tanggal : 11 Mei 2018
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Panitia Penguji Skripsi
1. Ketua : Subehan, S.Si., M.Pharm.Sc., Ph.D., Apt. …………….
2. Sekretaris : Nana Juniarti Natsir Djide, S.Si., M.Si., Apt ……...….....
3. Ex. Officio : Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. ………........
4. Ex. Officio : Drs. Burhanuddin Taebe, M.Si., Apt. ………........
5. Ex. Officio : Ismail, S.Si., M.Si., Apt ………........
6. Anggota : Prof. Dr. Asnah Marzuki, M.Si., Apt. …………….
Mengetahui,
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. NIP. 19641231 199002 1 005
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya
saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, 11 Mei 2018
Yang Menyatakan
Fitri Rustam
N111 14 007
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala
pemilik langit dan bumi serta yang ada di antara keduanya. Sang pemberi
rahmat, nikmat dan hidayah kepada seluruh hamba-Nya. Shalawat dan
salam juga tidak henti-hentinya penulis kirimkan kepada Rasulullah
Sallallahualaihi wassallam beserta para sahabat, yang telah membawakan
pelita sebagai sumber penerangan dalam kegelapan untuk meraih cahaya.
Puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan karena atas
berkat rahmat dan karuniaNya-lah sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan
pada Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak
hambatan yang dihadapi, namun dengan bantuan berbagai pihak skripsi ini
dapat diselesaikan. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis
mengungkapkan rasa hormat, penghargaan serta ungkapan rasa terima
kasih yang tulus dari lubuk hati yang terdalam kepada yang terhomat Ibu
Rosany Tayeb, M.Si., Apt. selaku pembimbing utama yang telah meluangkan
waktu dan pikirannya dalam mengarahkan penulis selama penyusunan
skripsi. Terima kasih kepada Bapak Burhanuddin Taebe, M.Si., Apt. selaku
pembimbing pertama yang telah banyak meluangkan waktunya selama ini
untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, menyumbangkan ide-ide
vii
kepada penulis, serta Bapak Ismail S.Si., M.Si., Apt. sebagai pembimbing
kedua yang dengan ikhlas dan tanpa pamrih senantiasa memberikan
arahan, nasehat serta motivasi dengan penuh kesabaran, serta bantuan
materil dalam melakukan penelitian hingga skripsi penulis selesai.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terima kasih kepada :
1. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Farmasi, seluruh staf pengajar, staf
pegawai dan laboran Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin yang
telah banyak membantu dalam proses menyelesaikan studi kami.
2. Bapak Aminullah, S.Si., M.Pharm.Sc., Apt., selaku penasehat akademik
yang telah dengan ikhlas memberikan bimbingan dan motivasi, menjadi
orang tua penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin.
3. Terima kasih untuk kedua orang tua tercinta kepada ayahanda Rustam
dan Ibunda Hermawati atas kasih saying dan ketulusan hati dalam
mendengarkan keluh kesah penulis. Terima kasih atas doa-doa yang
diperuntukkan kepada penulis, dukungan moril dan materil, juga kepada
saudara-saudara penulis Fadillah Rustam, Usnul Khotimah Rustam dan
Faid Alkahfi atas dukungan dan motivasi yang diberikan kepada penulis
dalam menyelesaikan pendidikan hingga ke tahap akhir.
4. Kepada rekan terbaik Astria Dewi Mahmuddin, Musfirah, Nurul Mukhlisa
Nasir, Yulfira Amalika dan Inda Pratiwi yang telah banyak bersabar
membantu segala proses penelitian penulis.
viii
5. Segenap anggota Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin KEMAFAR UH khususnya kepada saudara-saudaraku
HIOSIAMIN yang telah banyak menorehkan kenangan, air mata, dan
tawa, memberikan ilmu pengetahuan yang luas serta memberikan wadah
pengembangan diri untuk penulis.
6. Teman-teman seperjuangan penelitian penulis, Inda Pratiwi, Nursatriani
Sapada, Riri Nurfitasari, Isyrayanti, Sumi, Nurul Ilmi Yusuf, Ika Sartika,
terima kasih atas waktu, bantuan, dan dukungannya.
Adapun kekurangan dalam isi skripsi ini penulis mohon diampunkan
kepada Allah karena kelalaian tersebut. Kritik serta saran yang membangun
sangat penulis harapkan demi perbaikan kedepannya agar tidak terjadi
kesalahan yang sama. Semoga Allah meridhai karya ini agar bermanfaat
bagi pembaca sekalian. Amin
Makassar, 11 Mei 2018
Fitri Rustam
ix
ABSTRAK
FITRI RUSTAM. Penetapan Parameter Spesifik dan Nonspesifik Simplisia Inti Biji Kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) Asal Sulawesi Selatan (dibimbing oleh Rosany Tayeb, Burhanuddin Taebe, dan Ismail)
Telah dilakukan penelitian penetapan parameter spesifik dan
nonspesifik simplisia inti biji kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) yang
berasal dari tiga tempat berbeda untuk mewakili perbedaan kondisi geografis
yaitu Luwu, Maros, dan Sinjai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menentukan parameter standar mutu simplisia yang terdiri dari parameter
spesifik dan parameter nonspesifik. Parameter spesifik meliputi identitas
simplisia, organoleptis, mikroskopik, kadar sari larut air dan kadar sari larut
etanol, profil kromatogram, serta kadar kumarin total. Parameter nonspesifik
meliputi kadar susut pengeringan, kadar abu total dan kadar abu tidak larut
asam. Penetapan kadar sari larut air dan etanol dilakukan dengan metode
gravimetri, sedangkan penetapan kadar kumarin total dihitung sebagai
skopoletin dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Hasil penetapan
parameter spesifik: identitas simplisia yang digunakan berdasarkan data
determinasi adalah kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd). Pengamatan
mikroskopik menunjukkan tipe berkas pembuluh spiral, kalsium oksalat
berbentuk roset dan ditemukan tetesan minyak. Profil kromatografi lapis tipis
menggunakan eluen heksan:etil asetat:asam asetat glasial (3:6,5:0,6)
menunjukkan adanya bercak yang memiliki nilai Rf sama dengan baku
pembanding skopoletin yaitu 0,67. Kadar kumarin total dihitung sebagai
skopoletin tidak kurang dari 1,74±0,10%. Kadar sari larut air dan etanol tidak
kurang dari 7,50±1,03%, dan 47,96±1,82%. Hasil penetapan parameter
nonspesifik: kadar susut pengeringan tidak lebih dari 3,27± 0,11%, kadar abu
total tidak lebih dari 8,79±0,74%, dan kadar abu tidak larut asam tidak lebih
dari 3,53±0,70%.
Kata Kunci : (Aleurites moluccana (L.) Willd), simplisia, skopoletin, standar mutu
x
ABSTRACT
FITRI RUSTAM. Determination of Specific and Nonspecific Parameters of Candelnut Kernel Simplicia (Aleurites moluccana (L.) Willd) from South Sulawesi (Supervised by Rosany Tayeb, Burhanuddin Taebe, and Ismail)
A study of determination of specific and nonspecific parameters of candlenut kernel simplicia (Aleurites moluccana (L.) Willd) from South Sulawesi has been done. Three different places (Luwu, Maros, and Sinjai) where chosen to represent different geographical. The aim of this study is to determine the standard quality parameter of simplicia including specific and nonspecific parameter. Specific parameters determined in this study included identity of simplicia, organoleptic and microscopic observation, water-soluble content and ethanol-soluble content, TLC (Thin Layer Chromatograpy) profile, and total coumarin content. Nonspecific parameters determined in this study included loss of drying, total ash level and acid-soluble ash content. The determination of water and ethanol soluble content was done by using gravimetric method, total coumarin content was determine by using spectrophotometer UV-Visible. Silmpicia was identified as candlenut (Aleurites moluccana (L.) Willd). Microscopic observation showed a spiral-vessel element, rosette-shaped calcium oxalate and oil drops. TLC-chromatogram profile carried by using hexane:ethyl acetate:glacial acetic acid (3:6.5:0.6) as mobile phase and silika gel F254 as stasionary phase indicated that simplicia contained scopoletin compounds with Rf of 0.67. Total coumarin determined as scopoletin content was not less than 1,74±0,10%. Water and ethanol soluble content of the simplicia where not less than 7,50±1,03 and 47,96±1,82 respectively. The result of determination of nonspecific parameters showed loss on drying was not more than 3,27± 0,11%, total-ash level was not more than 8,79±0,74%, and acid-soluble ash content was not more than 3,53±0,70%. Keywords: (Aleurites moluccana (L.) Willd), simplicia, scopoletin,
quality standard
xi
DAFTAR ISI
Halaman
UCAPAN TERIMA KASIH vi
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
II.1 Uraian Tanaman 5
II.1.1 Klasifikasi tanaman 5
II.1.2 Nama daerah 5
II.1.3 Morfologi tanaman 5
II.1.4 Kandungan kimia 7
II.1.5 Kegunaan tanaman 7
II.2. Simplisia 7
II.3. Standardisasi 7
II.3.1 Parameter spesifik 8
II.3.2 Parameter Nonspesifik 9
II.4 Kromatografi Lapis Tipis 11
xii
II.5 Spektrofotometri UV-Vis 15
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 17
III.1 Penyiapan Alat dan Bahan 17
III.2 Prosedur Penelitian 17
III.2.1 Penyiapan simplisia 18
III.2.2 Penetapan parameter spesifik 18
III.2.3 Penetapan parameter nonspesifik 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23
IV.1 Parameter spesifik simplisia 23
IV.1.1 Identitas simplisia 23
IV.1.2 Pengamatan organoleptis 23
IV.1.3 Pengamatan mikroskopik 25
IV.1.4 Kadar sari larut air 26
IV.1.5 Kadar sari larut etanol 26
IV.1.7 Profil kromatografi lapis tipis 27
IV.1.8 Kadar kumarin total 29
IV.2 Parameter nonspesifik simplisia 30
IV.2.1 penetapan susut pengeringan 30
IV.2.2 Kadar abu total dan tidak larut asam 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 32
V.1 Kesimpulan 32
V.2 Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 34
xiii
LAMPIRAN I 36
LAMPIRAN II 41
LAMPIRAN III 48
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data hasil pengamatan organoleptik 25
2. Hasil penetapak parameter spesifik 27
3. Hasil penetapak parameter nonspesifik 30
4. Data hasil pengukuran dan perhitungan kadar kumarin total 41
5. Data hasil penetapan dan perhitungan kadar sari larut air 43
6. Data hasil penetapan dan perhitungan kadar sari larut etanol 44
7. Data hasil penetapan dan perhitungan susut pengeringan 45
8. Data hasil penetapan dan perhitungan kadar abu total 46
9. Data hasil penetapan dan perhitungan kadar abu tidak larut asam 47
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pengamatan Organoleptis 24
2. Hasil pengamatan mikroskopok 26
3. Profil Kromatografi Lapis Tipis 28
4. Simplisia inti biji kemiri 48
5. Serbuk simplisia inti biji kemiri 48
6. Penimbangan baku 48
7. Penimbangan serbuk simplisia 48
8. Oven penetapan susut pengeringan dan kadar sari larut 49
9. Botol timbang penetapan susut pengeringan 49
10. Pembuatan kurva baku 49
11. Ayakan simplisia 49
12. Mikroskop 50
13. Penetapan kadar sari larut air dan larut etanol 50
14. Magnetic stirrer 50
15. Oven simplisia . 50
16. Profil Kromatografi Lapis Tipis 51
17. Baku Skopoletin 51
18. Uji Pendahuluan Kumarin 51
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Kerja 38
2. Tabulasi dan pengolahan data penelitian 43
3. Gambar Penelitian 48
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pemanfaatan bahan herbal dalam dunia kesehatan berkembang
dengan sangat pesat. Hal ini dapat diamati baik di negara yang sedang
berkembang sampai di negara maju. Negara maju seperti Amerika Serikat,
populasi penggunaan obat herbal mencapai 42%, sementara di negara
lainnya yaitu Kanada, penggunaan obat herbal bahkan mencapai 70%
(Kunle, 2012). Sedangkan sebagai negara berkembang, Indonesia tentunya
tidak diragukan lagi, perkembangan obat tradisional sangat didukung oleh
potensi tumbuhan yang secara turun temurun digunakan sebagai obat
tradisional (Ditjen PEN, 2014).
Obat tradisional Indonesia telah digunakan secara meluas oleh
masyarakat dalam rangka menjaga kesehatan dan mengatasi berbagai
macam penyakit sejak berabad-abad yang lalu. Mengingat telah meluasnya
pemanfaatan obat herbal di kalangan masyarakat Indonesia, maka ke
depannya diperlukan pengembangan dalam rangka pemanfaatan obat bahan
alam untuk memperoleh substansi ilmiah yang kuat. Upaya yang paling
memungkinkan untuk mendukung eksistensi obat tradisional ini tentu saja
dengan penelitian-penelitian dan standarisasi sehingga obat tradisional
Indonesia dapat diintegrasikan dalam sistem pelayanan kesehatan nasional
(WHO, 2002).
2
Saat ini, ada sekitar 7000 jenis tanaman yang telah dimanfaatkan
sebagai bahan untuk pengobatan, namun tidak lebih dari 300 jenis yang
telah digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi. Hal ini
melatarbelakangi prospek dan pekerjaan standarisasi bahan obat alam
menjadi isu besar dan tantangan besar hingga 20 tahun mendatang, baik di
tingkat perguruan tinggi sampai industri farmasi besar dan menengah
(Saifuddin, 2011).
Semua obat baik yang berasal dari tumbuhan maupun obat sintetis,
harus memenuhi persyaratan dasar agar aman dan efektif (EMEA, 2005).
Obat herbal biasanya mengandung banyak senyawa aktif secara
farmakologi. Dalam beberapa kasus, tidak diketahui kandungan senyawa
spesifik yang menghasilkan efek terapeutik tertentu. Oleh karena itu,
pengujian efek farmakologi untuk obat herbal jelas lebih kompleks dari pada
obat sintetis. Salah satu pendekatannya adalah dengan melihat semua
senyawa yang terdapat dalam ekstrak herbal sebagai komponen aktif. Untuk
mengoptimalkan reproduktivitas studi efikasi, terlebih dahulu ekstrak harus
dikarakterisasi (Ernst, 2004). Sebelum dilakukan standarisasi ekstrak, tentu
saja yang tak kalah penting adalah dengan melakukan standarisasi pada
bahan baku obat tradisional atau dikenal dengan standarisasi simplisia.
Biji kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) merupakan salah satu bahan
yang banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional dengan mengambil
minyaknya dan juga dijadikan rempah-rempah oleh masyarakat Indonesia
(Arlene, 2010). Sebagai obat tradisional, inti biji kemiri atau kernelnya secara
3
empiris oleh masyarakat lokal digunakan untuk mengobati panas dalam,
sariawan, dan untuk gangguan pencernaan. Minyak kemiri juga sering
digunakan untuk merawat rambut oleh masyarakat. Dalam penelitian
sebelumnya, ditemukan beberapa kandungan senyawa kimia seperti
gliserida, linoleat, protein, vitamin B1, flavonoid, tanin, kumarin, alkaloid,
steroid, triterpenoid dan polifenol yang diperoleh dari bagian tanaman
seperti biji, daun, dan kulit batang kemiri (Silva, 1997; Samah, 2010;
Prabowo, 2013). Sementara menurut Julaiha (2003), fraksi petroleum eter
ekstrak etanolik biji kemiri mengandung asam palmitat, asam arakidat, asam
oleat, asam linoleat, serta sterol atau triterpena bebas yang menunjukkan
adanya aktivitas pertumbuhan terhadap rambut kelinci putih jantan.
Dalam proses standarisasi simplisia inti biji kemiri, diperlukan bahan
baku yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam monografi
terbitan resmi Departemen Kesehatan, Materia Medika Indonesia dan
Farmakope Herbal Indonesia, namun dalam hal ini simplisia inti biji kemiri
belum tertera dalam monografi tersebut.
Oleh karena itu, telah dilakukan penelitian penetapan parameter
spesifik dan nonspesifik simplisia inti biji kemiri yang diharapkan dapat
memberikan informasi untuk dijadikan acuan serta rujukan ilmiah untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.
4
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana standar parameter spesifik dan nonspesifik simplisia inti
biji kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd)?
I.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data standardisasi meliputi
parameter spesifik dan nonspesifik simplisia inti biji kemiri (Aleurites
moluccana (L.) Willd) yang diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan
ilmiah dalam penetapan mutu simplisia.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
II.1.1 Klasifikasi Tumbuhan
Kerajaan : Plantae
Anak kerajaan : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida/Dikotil
Anak kelas : Rosidae
Bangsa : Euphorbiales
Suku : Euphorbiaceae
Marga : Aleurites
Jenis : Aleurites moluccana (L.) Willd
II.1.2 Nama Daerah
Nama daerah tanaman ini adalah buah koreh (Minangkabau), engas
(Ambon), muncang (Sunda), kereh (Aceh), kameri (Bali), kemiri (Melayu,
Jawa), sakete (Ternate) dan sapiri (Makassar).
II.1.3 Morfologi Tumbuhan
Kemiri merupakan pohon yang tingginya mencapai 20 meter dengan
diameter hingga 0,9 meter. Percabangan pohon kemiri membentang lebar,
6
tidak teratur, dan berliku sehingga secara umum memiliki tajuk yang lebar.
Kulit batangnya bertekstur agak halus, berwarna abu-abu cokelat dengan
pola garis garis vertikal (Elevitch, 2006).
Daun kemiri memiliki bentuk yang khas seperti delta atau oval yang
pada saat masih muda berwarna putih mengilap seperti perak dan akan
berubah menjadi hijau pucat sampai hijau tua seiring bertambahnya umur
pohon, memiliki tepi daun bergelombang dengan panjang 10-20 cm dan
permukaan bawah daunnya berbulu halus dan mengilap (Elevitch, 2006).
Bunga kemiri merupakan bunga yang berkelamin ganda atau terdapat
bunga jantan dan betina dalam satu pohon, tersusun dalam sejumlah
gugusan sepanjang 10-15 cm dimana bunga betina dikelilingi oleh bunga
jantan yang kecil. Bunga kemiri berwarna putih kehijauan dengan 5 kelopak
bunga berwarna putih kusam (krem), berbentuk lonjong dengan panjang 1,3
cm (Elevitch, 2006).
Buah kemiri berwarna hijau sampai kecoklatan, berbentuk oval
sampai bulat dengan panjang 5–6 cm dan lebar 5–7 cm . Satu buah kemiri
umumnya berisi 2–3 biji, tetapi pada buah jantan kemungkinan hanya
ditemukan satu biji. Biji terdiri dari kulit biji dan inti biji atau isi biji. Inti biji
berwarna putih kecokelatan yang dilindungi kulit biji kemiri di bagian luarnya.
Kulit biji kemiri bertekstur kasar, cokelat sampai hitam, keras dan berbentuk
bulat agak lonjong berukuran sekitar 2,5–3,5 cm (Elevitch, 2006).
7
II.1.4 Kandungan Kimia
Beberapa kandungan senyawa kimia seperti gliserida, linoleat,
protein, vitamin B1, flavonoid, tanin, kumarin, alkaloid, steroid, triterpenoid
dan polifenol yang diperoleh dari bagian tanaman seperti biji, daun, dan kulit
batang kemiri (Silva, 1997; Samah, 2010; Prabowo, 2013).
II.1.5 Kegunaan Tanaman
Sebagai obat tradisional, inti biji kemiri atau kernelnya secara empiris
oleh masyarakat lokal digunakan untuk mengobati panas dalam, sariawan,
dan untuk gangguan pencernaan. Minyak kemiri juga sering digunakan untuk
merawat rambut oleh masyarakat. Kulit batang kemiri digunakan sebagai
obat untuk diare (Wiart, 2006), tumor dan sebagai alternatif pengobatan
untuk berbagai penyakit infeksi. Daun kemiri digunakan untuk mengobati
demam, sakit kepala, ulcer, dan kencing bernanah (gonorrhoea), selain itu
getah segar dari kemiri juga digunakan untuk sariawan dan kandidiasis
(Krisnawati, 2010), (Scott, 2000).
II.2 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan untuk pengobatan
yang belum mengalami proses pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain
suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60oC (Depkes RI, 2010).
II.3 Standardisasi
Standardisasi metupakan suatu rangkaian proses yang di dalamnya
melibatkan metode analisis fisik, kimia dan mikrobiologi berdasarkan data
8
farmakologis dan toksikologi (kriteria umum keamanan) terhadap suatu
bahan alam atau tumbuhan obat. Standardisasi secara umum bertujuan
untuk memberikan efikasi yang terukur secara farmakologis dan menjamin
keamanan konsumen. Standardisasi obat herbal meliputi 2 aspek penting,
yaitu aspek parameter spesifik dan parameter non spesifik (Saifuddin, 2011).
II.3.1 Parameter Spesifik
Aspek parameter spesifik difokuskan pada senyawa aktif yang
bertanggung jawab dalam memberikan efek farmakologis. Parameter spesifik
ditinjau secara universal artinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lain. Analisis parameter spesifik ditujukan untuk mengidentifikasi secara
kualitatif maupun secara kuantitatif suatu senyawa aktif yang berperan dalam
suatu bahan alam. Parameter spesifik meliputi (Saifuddin, 2011):
a. Organoleptis
Pengamatan organoleptis meliputi parameter yang dapat dideskripsikan
dengan sederhana menggunakan panca indera meliputi warna, bau, rasa
dan bentuk yang seobjektif mungkin.
b. Identitas simplisia
Identitas simplisia meliputi deskripsi tata nama tumbuhan, nama lain
tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan (daun, akar, biji, dan lain-
lain) dan nama Indonesia tumbuhan.
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan simplisia dengan pelarut tertentu yaitu air dan alkohol untuk
mengetahui jumlah senyawa kandungan yang terlarut secara gravimetrik.
9
Untuk mengetahui atau memberikan gambaran awal sifat senyawa
kandungan bahan alam.
d. Uji kandungan kimia simplisia :
Uji kandungan kimia ekstrak meliputi pola kromatogram dan kandungan
kimia tertentu. Pola kromatogram bertujuan untuk memberikan gambaran
awal profil kromatografi suatu senyawa (komposisi kandungan kimia)
dengan dibandingkan dengan senyawa baku atau standar. Sedangkan
kadar kandungan kimia tertentu dapat berupa senyawa aktif yang
bertanggung jawab dalam memberikan efek farmakologis, senyawa
identitas yaitu senyawa yang khas, unik, eksklusif, yang terdapat pada
tumbuhan obat tertentu, senyawa major yaitu senyawa yang paling
banyak secara kuantitatif dalam tumbuhan dan senyawa aktual yaitu
senyawa apapun yang terdapat dalam bahan yang dianalisis.
II.3.2 Parameter Nonspesifik
Aspek parameter non spesifik difokuskan pada aspek kimiawi, fisik,
dan mikrobiologi yaitu yang berperan dalam keamanan konsumen secara
langsung. Parameter non spesifik bertanggung jawab atas kualitas dan
keamanan suatu bahan alam. Adapun parameter non spesifik diantaranya
yaitu :
a. Susut pengeringan
Susut pengeringan berhubungan dengan kandungan air dalam suau
bahan alam atau simplisia, yang ditetapkan dengan pengukuran sisa zat
setelah pengeringan pada suhu 105oC menggunakan botol timbang yang
10
berisi simplisia yang akan ditetapkan kadar susut pengeringannya.
Penetapan susut pengeringan bertujuan untuk memberikan gambaran
rentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.
b. Bobot jenis
Bobot jenis terkait dengan kontaminasi atau kemurnian ekstrak. Tujuan
dari penentuan bobot jenis adalah untuk memberikan gambaran besarnya
massa per satuan volume sebagai parameter khusus ekstrak cair sampai
ekstrak pekat yang masih dapat dituang. Bobot jenis juga terkait dengan
kemurnian dari ekstrak dan kontaminasi.
c. Kadar abu
Penetapan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran terkait
karakteristik sisa kadar abu monorganik seteah pengabuan. Kadar abu
juga dapat dijadikan sebagai pencirian suatu spesies obat karena setiap
tanaman memiliki sisa abu secara spesifik (Saifuddin, 2011).
d. Kadar air
Parameter penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar residu
air setelah pengeringan atau proses pengentalan ekstrak. Kadar air
menentukan kualitas dan stabilitas ekstrak dalam bentuk sediaan
selanjutanya. Kadar air yang cukup beresiko adalah di atas 10 %
(Saifuddin, 2011).
e. Sisa pelarut organik
Tujuan dari penetapan sisa pelarut organik adalah untuk mengetahui sisa
pelarut etanol setelah pengeringan. Etanol dijadikan sebagai pelarut
11
karena memiliki toksisitas yang lebih rendah dibanding dengan pelarut
lain seperti methanol, kloroform, heksan, dll (Saifuddin, 2011). Bahan
alam yang aman dan berkualitas harus dipastikan di dalamnya tidak
terdapat sisa pelarut organik.
f. Cemaran mikroba
Aspek cemaran mikroba bertujuan untuk menentukan keberadaan
mikroba yang sifatnya dapat merusak ekstrak sehingga dapat dilakukan
upaya untuk mencegah kontaminasi atau menghilangkan kontaminasinya
sesuai dengan persyaratan cemaran mikroba yang diperbolehkan.
g. Cemaran logam berat
Parameter penetapan logam berat erat kaitannya dengan kualitas dan
keamanan dari suatu bahan obat alam atau simplisia. Pemeriksaan
cemaran logam dapat menjamin suatu bahan dan ekstrak tidak
mengandung logam berat tertentu seperti Cd, Hg, Pb, dan logam berat
lainnya.
II.4 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu pemisahan secara cepat
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan
serba rata pada lempeng kaca, plastik atau logam. Lempengan yang dilapis
dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan
didasarkan pada adsorpsi (penjerapan), partisi (pemisahan) atau kombinasi
kedua efek, yang dipengaruhi jenis lempeng, cara pembuatan, dan jenis
pelarut yang digunakan. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan
12
2 bercak dengan harga Rf dan ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan
intensitas bercak dapat digunakan untuk menggambarkan atau
memperkirakan kadar. Penetapan kadar yang lebih teliti dapat dilakukan
dengan metode densitometri atau dengan mengambil bercak yang terdapat
pada lempeng kemudian dipreparasi dengan pelarut yang sesuai lalu diukur
serapannya menggunakan spektrofotometer (Saifuddin, 2011).
Aspek penetapan profil dengan KLT terpilih sebagai metode pertama
karena cukup mudah dan murah sehingga tidak menyulitkan aplikasinya
dibanding kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Penentuan profil KLT suatu
tanaman adalah analisis kualitatif pendahuluan bahwa tanaman yang kita
tetapkan adalah otentik menurut aspek kimiawi berdasarkan pada
kemunculan senyawa marker tertentu pada suatu lempeng kromatografi.
Keberhasilan melakukan KLT juga merupakan pembuka jalan untuk
melakukan analisis kuantitatif lebih lanjut. Kegagalan memunculkan senyawa
marker di dalam suatu tanaman menghentikan upaya penentuan secara
kuantitatif (Saifuddin, 2011).
Keberhasilan memunculkan profil senyawa target dipengaruhi oleh
ketepatan sistem kromatografi yang digunakan yakni fase diam, fase gerak,
jenis pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak kembali, jumlah
perbandingan sampel dan metode visualisasi yang dipilih (Saifuddin, 2011).
13
a. Sistem kromatografi
Sistem kromatografi yang dimaksud adalah masalah fase diam dan fase
gerak. Fase diam yang umum digunakan untuk KLT adalah silica gel
GF254. Bahan ini bisa memisahkan mayoritas golongan kimia yang
artinya jika tidak dinyatakan lain maka lempeng jenis ini yang kita
gunakan. Jika fase normal gagal memberikan pemisahan, maka fase
diam diganti dengan fase terbalik nonpolar yang terbuat dari C18 yang
terikat silika. Fase gerak yang digunakan disesuaikan dengan fase
diamnya. Jika pemisahan kurang tajam, bisa ditambahkan asam lemah
seperti asam formiat beberapa mikro liter yaitu 1-3 tetes.
b. Kesesuaian pelarut terhadap senyawa target
Jenis pelarut yang digunakan memegang peranan penting di dalam
mengambil senyawa target. Meskipun ketentuan umum ekstrak adalah
ekstrak etanol maka kita tidak bisa memaksa senyawa target di dalamnya
akan terlarut dalam etanol dengan jumlah yang cukup. Bisa jadi senyawa
target tidak nampak karena kadarnya terlalu rendah. Sehingga pemilihan
pelarut harus dengan cermat dipilih sehingga kadar yang terambil cukup
untuk divisualisasikan atau dideteksi dengan sinar visible atau UV.
c. Jumlah perbandingan sampel
Sering kali senyawa marker memiliki kadar yang sangat rendah di dalam
sampel atau larutan uji. Selain faktor ketidaksesuaian jenis pelarut di
atas, senyawa target tidak muncul pada lempeng mungkin juga
disebabkan karena kadarnya terlalu rendah sehingga dengan stok
14
ekstrak tertimbang dengan bobot kecil ketika ditotolkan tidak tampak.
Maka solusinya adalah jumlah kita menotolkan lebih banyak.
d. Pemilihan metode visualisasi yang tepat
Penggunaan cahaya UV adalah detector umum yang selanjutnya bisa
diarahkan pada reagen khusus. Secara umum senyawa berantai ganda
cukup akan tampak pada penyinaran di bawah UV. Sebagaimana prinsip
teknik fitokimiawi dalam penggunaan sinar UV, sinar UV pada panjang
gelombang 254 nm akan memadamkan fluoresensi senyawa dengan
gugus kromofor. Bercak bercak pemadaman akan berwarna gelap
dengan latar belakang lempeng berwarna hijau muda akibat fluoresensi
dari MgSO4 yang ditambahkan pada silika. Namun ada beberapa
pengecualian yakni di bawah sinar ini beberapa senyawa justru
mengalami fluoresensi sebagaimana terjadi pada kumarin atau
eurikumanol. Sinar dengan panjang gelombang 366 nm secara umum
akan membuat senyawa kimia berfluoresensi dengan berbagai warna.
II.5. Spektrofotometri
Spektrofotometer UV-Vis merupakan suatu instrumentasi pengukuran
kadar suatu senyawa yang memiliki daerah spektrum ultraviolet dan sinar
tampak atau visibel. Spektrofotometer terdiri atas suatu sistem optik dengan
kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang
gelombang 200-800 nm.
Ada beberapa hal yag harus diperhatikan dalam analisis menggunakan
spektrofotometri UV-Vis, yaitu (Gholib, 2007):
15
a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis.
Hal ini beraku apabila senyawa yang akan dianalisis tidak menyerap
pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah
menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan perekasi tertentu. Pereaksi
yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu bersifat selektif
dan sensitif, reaksinya cepat, kuantitatif, dan reproduksibel, serta hasil reksi
yang stabil dalam jangka waktu yang lama.
b. Waktu Operational (Operating Time)
Operating time tujuannya yaitu untuk mengetahui waktu pengukuran
yang stabil. Waktu operational ditentukan dengan mengukur hubungan
antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan. Pada saat awal reaksi
absorbansi senyawa berwarna akan meningkat sampai waktu tertentu hingga
diperoleh absorbansi yang stabil. Semakin lama waktu pengukuran maka
ada kemungkinan senyawa yang berwarna tersebut menjadi rusak atau
terurai. Karena alasan ini maka untuk pengukuran senyawa berwarna (hasil
suatu reaksi kimia) harus dilakukan pada saat waktu operational.
c. Pemilihan panjang gelombang.
Penentuan panjang gelombang maksimal dilakukan dengan membuat
hubungan kurva absorbansi dengan panjang gelombang pada konsentrasi
tertentu. Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang
yang mempunyai absorbansi maksimal.
Ada beberapa alasan mengapa harus menentukan panjang gelombang
maksimal, yaitu (Gholib, 2007):
16
1. Pada panjang gelombang maksimal kepekaan juga maksimal, karena
pada panjang gelombang maksimal tersebut perubahan absorbansi
untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
2. Disekitar panjang gelombang maksimal bentuk kurva absorbansi datar
dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
3. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika
digunakan panjang gelombang maksimal.
d. Pembuatan Kurva Baku
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi.
e. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan.
Absorban yang baik pada pengukuran dengan spektrofotometri adalah
diantara 0,2-0,8 atau 15% sampai 70% apabila dibaca dengan transmittan.
Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T
adalah 0,005 atau 0,5%.
17
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Penyiapan Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat-alat gelas
(Pyrex®), alat destilasi (Pyrex®), ayakan mesh 6/18, botol timbang, deck
glass, kaca preparat, cawan krus silikat, lampu UV 254 nm dan UV 366 nm,
lumpang dan alu, mikroskop, oven, pipet mikro, spektrofotometer UV-Vis
(Shimadzu®), dan timbangan analitik (Sartorius®), dan timbangan gram
(Ohaus®).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain air jenuh
kloroform, air suling, asam klorida encer LP, baku skopoletin (Wako®), etanol
P, floroglusin LP, kloralhidrat LP, lempeng KLT GF254 (E Merck), natrium
hidroksida 2,5 N, sampel inti biji kemiri dan toluen jenuh air.
III.2 Prosedur Penelitian
III.2.1 Penyiapan Simplisia
Biji Kemiri dikumpulkan dari 3 tempat yang berbeda yaitu Luwu, Maros,
dan Sinjai melalui tahapan penyiapan simplisia. Tahapan penyiapan simplisia
meliputi pencucian dengan air mengalir, kemudian inti biji kemiri dipisahkan
dengan membuka cangkangnya, lalu dikeringkan menggunakan oven
simplisia dengan suhu 50OC sampai sampel kering dengan baik. Simplisia
inti biji kemiri diserbukkan menggunakan blender kasar lalu diayak. Setelah
18
itu serbuk disimpan dalam tempat yang kering pada suhu ruangan dan
terlindung dari cahaya.
III.2.2 Penetapan Parameter Spesifik
III.2.2.1 Identitas Simplisia
Pemeriksaan identitas simplisia meliputi determinasi simplisia, nama
latin simplisia, nama Indonesia simplisia dan bagian tanaman yang
digunakan.
III.2.2.2 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik meliputi pemeriksaan organoleptik yaitu
warna, rasa, bau dan penampakan dengan pengamatan mata telanjang.
III.2.2.3 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik mencakup pengamatan terhadap fragmen
pengenal simplisia seperti tipe berkas pembuluh, kalsium oksalat dan tetesan
menjak. Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan menggunakan serbuk
simplisia. Serbuk simplisia dibuat preparat dengan ditempatkan di atas kaca
objek lalu ditamabahkan reagen kloralhidrat dan fluoroglusin kemudian
ditutup dengan deck glass lalu difiksasi. Preparat kemudian diamat di bawah
mikroskop dengan perbesaran 40x.
III.2.2.4 Penetapan Kadar Sari Larut Air
Serbuk simplisia kering ditimbang saksama sebanyak 5 g dimasukkan
ke dalam erlenmeyer bersumbat dan ditambahkan100 mL air jenuh
19
kloroform. Erlenmeyer yang berisi simplisia kemudian dikocok selama 6 jam
pertama, kemudian didiamkan selama 18 jam dan disaring, filtrat sebanyak
20 mL diuapkan hingga kering dalam cawan porselen yang telah dipanaskan
105oC dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar
sari larut air dihitung dalam % b/b.
III.2.2.5 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
Serbuk simplisia kering ditimbang saksama sebanyak 5 g dimasukkan
ke dalam lerlenmeyer bersumbat dan ditambahkan100 mL etanol.
Erlenmeyer yang berisi simplisia kemudian dikocok selama 6 jam pertama,
kemudian didiamkan selama 18 jam dan disaring, filtrat sebanyak 20 mL
diuapkan hingga kering dalam cawan porselen yang telah dipanaskan 105oC
dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Hitung
kadar sari larut etanol dihitung dalam % b/b.
III.2.2.6 Profil Kromatografi Lapis Tipis
Ditimbang saksama lebih kurang 1 g simplisia lalu masing-masing
diekstraksi dengan pelarut etanol 70% dilakukan pengocokan selama 15
menit kemudian disaring untuk mendapatkan larutan uji. Larutan uji yang
dibuat terdiri dari baku pembanding skopoletin dan larutan uji simplisia inti biji
kemiri dari daerah Luwu, Maros, dan Sinjai. Larutan uji ditotolkan pada
lempeng KLT GF254 dengan jarak 2 cm dari tepi bawah lempeng, dengan
jarak 1,5 cm antar totolan larutan uji, biarkan mengering. Tempatkan
lempeng ke dalam bejana kromatografi dengan posisi tempat penotolan di
20
sebelah bawah. Larutan pengembang dalam bejana harus mencapai tepi
bawah lapisan penjerap, totolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup
bejana pada tempatnya dan biarkan sistem hingga fase gerak merambat
sampai batas jarak rambat. Lempeng dikeluarkan dari bejana kromatografi
setelah eluen sampai pada batas atas lempeng yang berjarak 1 cm dari tepi
atas. Dikeringkan di udara, amati bercak pada sinar tampak, sinar UV 254
nm kemudian sinar UV 366 nm. Tiap bercak yang muncul diukur dan catat
jaraknya dari titik penotolan lalu tentukan harga Rf. setelah itu, lempeng
disemprot dengan pereaksi penampak bercak H2SO4 10% dan diamati
secara visibel setelah dipanaskan.
III.2.3 Penetapan Kadar Kumarin Total
III.2.3.1 Penetapan panjang gelombang maksimum
Larutan stok skopoletin dipipet kedalam dalam labu tentuukur 5 mL,
ditambahkan natrium hidroksida 2,5 N sebanyak 500 µL dimudian volume
dicukupkan hingga batas tanda menggunakan aquadest. Absorbansi diukur
pada panjang gelombang 200-400 nm.
III.2.3.2 Pembuatan kurva baku
Baku skopoletin ditimbang sebanyak 10 mg lalu ditambahkan dengan
etanol PA sampai tanda dalam labu tentukur 10 mL sehingga diperoleh
larutan stok dengan konsentrasi 1000 bpj. Dari larutan stok, dibuat seri
konsentrasi 10 bpj, 20 bpj, 30 bpj, 40 bpj, dan 50 bpj dengan memipet larutan
21
stok berturut-turut 50 µl, 100 µL, 150 µL, 200 µL, dan 250 µL. diukur pada
panjang gelombang maksimum 298 nm.
III.2.3.3 Pembuatan larutan uji
Pembuatan larutan uji dilakukan dengan menimbang seksama 5 g
serbuk simplisia inti biji kemiri lalu ditambahkan 25 mL etanol PA dalam
erlenmeyer bersumbat, kemudian didiamkan selama 24 jam lalu dikocok
dengan kecepatan 1500 rpm selama 30 menit. Disaring menggunakan kertas
wattman, dicukupkan dengan etanol sampai tanda dalam labu tentukur 25
mL, kemudian dipipet sebanyak 2500 µL lalu ditambahkan natrium
hidroksida 2,5 N, cukupkan dengan aquades sampai batas di dalam labu
tentukur 5 mL. Larutan uji tiap sampel dari daerah Luwu, Maros, dan Sinjai
dibuat dalam 3 replikasi. Diukur pada panjang gelombang maksimum 298
nm. Kadar dihitung dengan membandingkan bobot praktek dengan bobot
teori dalam % b/b.
III.2.3 Penerapan Parameter Non Spesifik
III.2.3.1 Penetapan Susut Pengeringan
Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah
dikeringkan dengan cara yang telah ditetapkan. Kecuali dinyatakan lain
dalam masing-masing monografi, simplisia harus dalam bentuk serbuk, suhu
pengeringan 105oC dan susut pengeringan ditetapkan sebagai berikut :
timbang saksama 1 sampai 2 g simplisia dalam botol timbang dangkal
tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan dan
22
ditara. Ratakan bahan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol,
hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 sampai 10 mm, masukkan
dalam ruang pengeringan, buka tutupnya, keringkan pada suhu penetapan
hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam
keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu ruang. Kadar susut
pengeringan dihitun gsalam % b/b.
III.2.3.2 Penetapan Kadar Abu Total
Simplisia yang telah dihaluskan ditimbang saksama 2 sampai 3 g dan
masukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dan timbang.
Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air
panas, aduk, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas saring
beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam
krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total dihitung
terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b.
III.2.3.3 Penetapan Kadar Abu tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan
25 mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak
larut dalam asam, saring melalui kertas bebas abu, cuci dengan air panas,
pijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam
asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b.
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data terkait parameter
spesifik dan parameter nonspesifik simplisia inti biji kemiri yang kemudian
diharapkan dapat menjadi rujukan ilmiah dalam penetapan mutu simplisia.
Simplisia yang digunakan berasal dari Sulawesi Selatan yaitu Luwu, Maros,
dan Sinjai. Pemilihan 3 daerah yang berbeda didasarkan pada perbedaan
kondisi geografisnya, sehingga simplisia yang digunakan diharapkan dapat
mewakili tiap-tiap kondisi geografis daerah Sulawesi Selatan. Pada penelitian
ini dilakukan penetapan parameter spesifik yang meliputi pengamatan
identitas simplisia, pengamatan organoleptis, pengamatan mikroskopik,
penetapan kadar sari larut pada pelarut tertentu (air dan etanol), dan
penetapan kadar kumarin total yang dihitung sebagai skopoletin. Sedangkan
parameter non spesifik meliputi penetapan susut pengeringan, penetapan
kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam.
IV.1 Parameter Spesifik Simplisia
IV.1.1 Identitas Simplisia
Parameter spesifik simplisia dilakukan untuk memastikan identitas
simplisia secara objektif yang meliputi nama tumbuhan, nama simplisia dan
nama bagian tanaman yang digunakan. Berdasarkan studi literatur yang
dilakukan, tumbuhan yang digunakan yaitu kemiri dengan nama latin
Aleurites moluccana (L.) Wild. Pada pembuatan simplisia, bagian tanaman
24
yang digunakan yaitu inti biji kemiri, sehingga berdasarkan aturan penamaan
simplisia, maka simplisia yang digunakan pada penelitian ini adalah
Aleurites semen.
Gambar 1. Simplisia inti biji kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd)
IV.1.2 Pengamatan Organoleptis
Pengamatan organoleptis dilakukan dengan pemeriksaan bau, bentuk
rasa dan warna simplisia menggunakan mata telanjang. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan, simplisia inti biji kemiri memiliki bentuk yang
bulat melonjong atau oval hingga tidak beraturan dengan ukuran panjang ±
2,5 cm dan lebar ± 2 cm, warna putih kecokelatan dengan tekstur agak kasar
pada bagian luar sedangkan pada bagian dalam berwarna kuning
kecokelatan dengan tekstur licin mengkilap, memiliki bau yang khas dan
tidak berasa. Hasil pengamatan organoleptis dapat dilihat pada tabel 1.
25
Tabel 1. Data hasil pengamatan organoleptik
Daerah Parameter Organoleptik
Bau Warna Tekstur Rasa
Luwu Khas Putih
Kecokelatan
licin mengkilap (bagian dalam)
Kasar (bagian luar)
Tidak berasa
Maros Khas Putih
kecokelatan
licin mengkilap (bagian dalam)
Kasar (bagian luar)
Tidak berasa
Sinjai Khas Putih
kecokelatan
licin mengkilap (bagian dalam)
Kasar (bagian luar)
Tidak berasa
IV.1.3 Pengamatan Mikroskopik
Pengamatan mikroskopik dilakukan untuk mengenali fragmen pengenal
dari serbuk simplisia. Dalam pembuatan preparat serbuk simplisia,
penambahan reagen kloralhidrat bertujuan untuk meluruhkan zat warna hijau
pada sampel sehingga tidak mengganggu pada saat proses pengamatan,
sedangkan penambahan floroglusin bertujuan untuk memberi warna merah
pada jaringan lignin atau kayu dalam hal ini jaringan yang dimaksud adalah
jaringan xilem atau pembuluh kayu agar mudah dikenali saat diamati di
bawah mikroskop. Adapun fragmen pengenal yang diperoleh dari
pengamatan mikroskopik serbuk simplisia inti biji kemiri antara lain
penebalan berkas pembuluh xilem yang memiliki tipe spiral, kristal kalsium
oksalat berbentuk roset, dan adanya tetes minyak. Hasil pengamatan
mikroskopik simplisia inti biji kemiri dapat dilihat pada gambar 2.
26
Gambar 2. Pengamatan mikroskopik : A = tipe penebalan xylem (spiral), B = tetes minyak, C = Kristal kalsium oksalat (roset)
IV.1.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam pelarut tertentu
Penetapan kadar sari larut dalam pelarut tertentu menggambarkan
presentasi senyawa yang larut dalam pelarut polar maupun senyawa yang
larut dalam pelarut non polar. Pada penetapan kadar sari larut pelarut
tertentu dilakukan dengan menggunakan 2 pelarut yaitu air dan etanol. Hasil
yang diperoleh yaitu kadar sari larut air tidak kurang dari 7,50±1,03%
sedangkan kadar sari larut etanol tidak kurang dari 47,96±1,82%. Hal ini
menunjukkan bahwa presentasi senyawa yang bersifat non polar lebih
banyak dibandingkan dengan senyawa yang polar pada simplisia inti biji
kemiri. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 2.
A B
C
27
Tabel 2. Hasil penetapan parameter spesifik simplisia inti biji kemiri
Parameter Spesifik
Simplisia Rata-Rata
kadar kumarin (%)
Rata-Rata kadar sari larut air
(%)
Rata-Rata kadar sari larut etanol
(%)
Luwu 2,25± 0,27 9,66±1,30 47,96±1,82
Maros 3,63±0,07 7,50±1,03 48,20±1,70
Sinjai 1,74±0,10 9,83±0,18 48,39±1,57
IV.1.7 Profil Kromatografi Lapis Tipis
Profil kromatografi lapis tipis dari simplisia inti biji kemiri dibuat dengan
membandingkan larutan uji simplisia dengan baku skopoletin. Baku
skopoletin dan simplisia dari daerah Luwu, Maros, dan Sinjai ditotol dalam
satu lempeng silica gel GF254 dan dielusi dengan eluen heksan:etil:asam
asetat glasial dengan perbandingan 3 : 6,5 : 0,5 mL. Bercak yang muncul
pada ketiga sampel dari tiga daerah yang berbeda sejajar dan memiliki nilai
Rf yang sama dengan bercak yang muncul pada baku skopoletin yaitu 0,6.
Metode visualisasi yang digunakan yaitu pada sinar tampak atau visible dan
sinar UV. Secara umum senyawa berantai ganda cukup akan nampak pada
penyinaran di bawah UV. Sinar UV pada panjang gelombang 254 nm akan
memadamkan fluoresensi senyawa dengan gugus kromofor. Bercak-bercak
pemadaman akan berwarna gelap dengan latar belakang lempeng berwarna
hijau muda akibat fluoresensi dari MgSO4 yang ditambahkan pada silika.
Berdasarkan pustaka, ada beberapa pengecualian yakni di bawah sinar ini
beberapa senyawa justru mengalami fluoresensi sebagaimana terjada salah
satunya pada kumarin. Namun pada pengamatan profil KLT di bawah sinar
28
UV 254 untuk simplisia inti biji kemiri (lihat gambar 2), fluoresensi bercak
skopoletin tidak nampak dengan jelas, hal ini dapat disebabkan karena
rendahnya konsentrasi senyawa yang terkandung dalam sampel, begitu pula
dengan baku pembanding yang tidak nampak jelas di UV 254, namun
nampak dengan jelas berfluoresensi pada penotolan sebelum baku
diencerkan (lihat gambar 16). Sedangkan pengamatan UV dengan panjang
gelombang 366 dipilih karena secara umum akan membuat senyawa kimia
berfluoresensi dengan berbagai warna. Dari profil KLT simplisia inti biji
kemiri, bercak yang muncul pada pengamatan di bawah UV 366 berwarna
biru, hal ini sejalan dengan pustaka yang mengatakan bahwa penampakan
skopoletin di bawah UV 366 yaitu bercak berwarna biru. Berdasarkan hasil
tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa secara kualitatif simplisia inti
biji kemiri untuk ketiga daerah mengandung senyawa kimia skopoletin.
Penampakan profil KLT simplisia inti biji kemiri dapat dilihat pada gambar 3.
(a) (b) (c)
Gambar 3. Profil kromatografi lapis tipis (a) pengamatan UV 254, (b) pengamatan UV 366, (c) disemprot H2SO4. B = baku skopoletin, L = Luwu, M= Maros, S = Sinjai
B L M S
1
2
3
4
29
IV.1.8 Penetapan Kadar Kumarin Total
Penetapan kadar kumarin total dihitung sebagai skopoletin. Pemilihan
kadar kumarin total didasarkan pada kriteria pemilihan senyawa marker yang
mana salah satunya adalah senyawa aktual. Senyawa aktual meliputi
senyawa apa saja yang terdapat dalam tanaman yang dianalisis. Senyawa
aktual digunakan jika senyawa aktif, senyawa utama, dan senyawa identitas
belum dilaporkan atau minimnya informasi terkait ketiganya. Di sisi lain,
senyawa utama dan senyawa identitas tidak banyak diketahui dan masih
sangat terbatas penelitiannya. Oleh karena itu berdasarkan kriteria yang ada,
salah satu senyawa yang diketahui terdapat di dalam kemiri yaitu skopoletin,
maka penetapan kadar dilakukan dengan memilih kumarin total sebagai
senyawa marker aktual yang dihitung sebagai skopoletin. Pemilihan senyawa
marker ini juga didasarkan pada profil KLT simplisia inti biji kemiri yang
menunjukkan adanya senyawa skopoletin dalam sampel secara kualitatif.
Pengukuran spektrofotometri dilakukan pada panjang gelombang maksimum
298 nm, yang diperoleh dari hasil pencarian lamda maksimal. Menurut
pustaka, pengukuran kadar kumarin menggunakan instrumen
spektofotometer dilakukan pada panjang gelombang maksimal sekitar 330,
akan tetapi adanya beberapa faktor seperti perbedaan kepekaan alat atau
sensitifitas instrumen dapat memengaruhi pembacaan lamda maksimal, oleh
karena itu pencarian lamda maksimal dilakukan untuk memperoleh panjang
gelombang dimana terjadi pembacaan absorbansi yang maksimal. Kadar
kumarin total simplisia inti biji kemiri tidak kurang dari 1,74±0,10
30
sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan data yang diperoleh,
kadar kumarin total dari masing-masing darah berbeda. Hal ini dapat terjadi
karena adanya faktor perbedaan kondisi geografis, tempat tumbuh dan waktu
pemanenan terhadap kandungan kimia suatu tanaman.
IV.2 Parameter Nonspesifik Simplisia
Tabel 3. Hasil penetapan parameter nonspesifik
Parameter Nonspesifik
Simplisia
Rata-Rata Susut
pengeringan (%)
Rata-Rata kadar abu total
(%)
Rata-Rata kadar abu tidak larut
asam (%)
Luwu 3,27± 0,11 5,53±0,44 2,30±0,71
Maros 3,07±0,21 8,79±0,74 3,53±0,70
Sinjai 3,14±0,20 6,12±0,36 1,49±0,39
Penetapan parameter non spesifik simplisia dilakukan dengan
beberapa parameter yaitu penetapan susut pengeringan, penetapan kadar
abu total dan kadar abu tidak larut asam.
IV.2.1 Penetapan Susut Pengeringan
Penetapan susut pengeringan bertujuan untuk memberikan gambaran
batasan maksimal senyawa yang hilang atau senyawa yang menguap
selama proses pengeringan simplisia. Susut pengeringan simplisia inti biji
kemiri tidak lebih dari 3,27± 0,11. Berdasarkan hasil yang diperoleh, kadar
susut pengeringan sampel dari daerah Luwu, Maros, dan Sinjai berbeda-
beda dikarenakan prinsip dari penetapan susut pengeringan yaitu
pengurangan jumlah zat yang terkandung selama proses pengeringan.
31
Adapun zat yang dimaksud seperti air, senyawa yng larut pada pelarut lain,
minyak atsiri, yang mana ketiga sampel yang berasal dari daerah yang
berbeda memiliki variasi konsentrasi kandungan yang berbeda pula.
IV.2.2 Penetapan Kadar Abu
Parameter penetapan kadar abu secara umum bertujuan untuk
memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang
berasal dari awal proses hingga akhir proses. Hasil penetapan kadar abu
total simplisia inti biji kemiri tidak lebih dari 8,79±0,74 dan ini menunjukkan
sisa anorganik yang terdapat pada simplisa tersebut. Hasil penetapan kadar
abu total dapat dilihat pada tabel 3.
Hasil dari kadar abu tidak larut asam menggambarkan besarnya
kontaminasi dari pengotor seperti pasir dan tanah yang mungkin terjadi pada
saat proses awal hingga penetapan kadar abu tidak larut asam. Dapat dilihat
pada tabel 3, hasil penetapan kadar abu tidak larut asam, menunjukkan
kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 3,53±0,70. Adanya kandungan
abu tidak larut dalam asam yang tinggi mungkin menunjukkan adanya
kontaminasi pasir atau kotoran yang lain selama proses penyiapan simplisia.
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian penetapan parameter spesifik dan non
spesifik simplisia inti biji kemiri, dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan penetapan parameter non spesifik simplisia didapatkan hasil
penetapan susut pengeringan tidak lebih dari 3,27± 0,11, kadar abu total
tidak lebih dari 8,79±0,74 dan kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari
3,53±0,70.
2. Berdasarkan penetapan parameter spesifik, simplisia inti biji kemiri
berbentuk bulat melonjong atau oval dengan ukuran panjang ± 2,5 cm
dan lebar ± 2 cm, warna putih kecokelatan dengan tekstur agak kasar
pada bagian luar dan memiliki tekstur yang licin mengkilap pada bagian
dalam, memiliki bau khas dan tidak berasa. Pada pengamatan
mikroskopik memiliki fragmen pengenal yaitu berkas pembuluh tipe spiral,
tetes minyak dan kristal kalsium oksalat berbentuk roset. Profil
kromatogram menunjukkan bahwa inti biji kemiri mengandung senyawa
skopoletin. Kadar kumarin total simplisia tidak kurang dari 1,74±0,10 yang
dihitung sebagai skopoletin, kadar sari larut air tidak kurang dari
7,50±1,03 dan kadar sari larut etanol tidak kurang dari 47,96±1,82.
33
V.2 Saran
1. Perlu dilakukan penentuan senyawa marker dan kadar senyawa marker
Aleurites semen, untuk melengkapi data Aleurites semen yang
terstandar.
2. Disarankan untuk melakukan penetapan parameter mutu lain seperti
penentuan cemaran aflatoksin, penentuan residu pestisida, kadar air,
dan penentuan cemaran logam.
34
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Material Medika Indonesia Jilid 5 & 6. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta. 1989.
Arlene, A., Suharto, I., & N.R,J., 2010. Pengaruh Temperatur dan Ukuran Biji
Terhadap Perolehan Minyak Kemiri pada Ekstraksi Biji Kemiri dengan
Penekanan Mekanis. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
"Kejuangan", F04-1 - F04-6.
Depkes RI. 2010. Farmakope Herbal Indonesia. Suplemen I. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Depkes RI. 2011. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Suplemen II. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Ditjen PEN. 2014. Warta Ekspor-Obat Herbal Tradisional. Ditjen
PEN/MJL/005/9/2014 September. Hal.2.
EMEA. 2005. Guidelines on Quality of Herbal Medicinal Products/Traditional
Medicinal Products, EMEA/CVMP/814OO Review. European Agency
for the Evaluation of Medicinal Products (EMEA), London.
Ernst, Edzard. 2004. Prescribing Herbal Medications Appropriately. Journal
of Family Practice.. Vol. 53. No. 12. Hal. 985-986.
Elevitch, C.R. dan Manner, H.I. 2006 Traditional tree initiative: species
profiles for Pacific Islands agroforestry. http://www.agroforestry.net/tti/ Aleurites-kukui.pdf
Gholib, Ibnu dan Abdul Rahma. 2015. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Julaiha, S., 2003, Pengaruh Fraksi PE Ekstrak Etanolik Biji Kemiri (Aleuritis
moluccana, (L.) Willd) terhadap Kecepatan Pertumbuhan Rambut
Kelinci Jantan dan Uji Kualitatif Kandungan Asam Lemak dan Sterolnya,
Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
J.R. Hutapea. 1994. Inventaris tanaman obat Indonesia, Departemen
Kesehatan RI dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Jakarta.
35
Krisnawati H. 2010. Ecology, silviculture and productivity Aleurites
moluccana (L.) Wildd. Center for International Forest Science; 2 (4); 68.
Kunle, Oluyemisi Folashade. 2012. Standardization of Herbal Medicines- A
Review. Departement of Medicinal Plant Research and Traditional
Medicine, National Institute for Pharmaceutical Research and
Development (NIPRD), Tianjin, China. Hal. 102.
Prabowo Wisnu Cahyo, Wirasutisna Komar Ruslan, Insanu Muhammad.
2013. Isolation and Characterization of 3-Acetyl Aleuritolic Acid and
Scopoletin from Steam Bark of Aleurites moluccana (L.) Willd.
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Vol 5.
Hal. 851-853.
Saifuddin, Azis., Rahayu, Viesa., Teruna, Hilwan Yuda. 2011. Standardisasi
Bahan Obat Alam. Jakarta : Graha Ilmu.
Samah O.A., Razar R.M. 2010. Antibacterial Activity of A. moluccana
(Euphorbiaceae) Againts Some Clinical Isolates, Res. J. of Biotec., 5
(3):1.
Silva C.M., Mora T.C., Santos A., Soares R. 1997. A Triterpene and A
Flavonoid C-Glycoside from A. moluccana L Willd (Euphorbiaceae).
Acta Farmaceutika Bonaerense, 3: 169-172.
Scott S, Craig T. 2000. Poisonous Plants of Paradise (First Air and Medical
Treatmen of Injuries from Hawai’s Plants). University of Hawai Press.
WHO. 2002. Traditional Medicine–Growing Needs and Potential.Geneva.
Wiart C. 2006. Medicinal Plants of The Asia Pasific, Drugs for The Future.
World Scientific Publishing;337.
36
LAMPIRAN 1
Skema kerja
- pencucian dengan air
- dikeringkan menggunakan oven
listrik pada 40-60oC sampai
sampel kering dengan baik
- diserbukkan menggunakan
blender
Serbuk biji kemiri
Penetapan parameter spesifik
Identitas simplisia
Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan mikroskopik
Kadar sari larut air dan etanol
Profil KLT
Penetapan parameter non spesifik
Kadar susut pengeringan
Kadar abu total
Kadar abu tidak larut asam
Data
Pembahasan dan kesimpulan
Penetapan kadar kumarin total
Sampel biji kemiri (Aleurites moluccana (L.)
Willd)
37
1.1 Pengamatan Mikroskopik
Simplisia inti biji kemiri
Serbuk simplisia
Diserbukkan dengan blender
Preparat
Diletakkan di atas kaca objek Ditambahkan kloralhidrat dan fluoroglusin
Berkas pembuluh, kalsium
oksalat, tetesan menyak
Diamati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 40x
38
1.2 Penetapan kadar sari larut etanol
Serbuk simplisia
Filtrat
Sisa filtrat
Diserbukkan dengan blender
Ditambahkan 100 ml etanol
Dikocok selama 6 jam dan didiamkan 18
jam lalu disaring
Filtrat sebanyak 20 ml diuapkan
Dikeringkan hingga bobot konstan
Bobot konstan
39
1.3 Penetapan kadar sari larut air
Serbuk simplisia
Filtrat
Sisa filtrat
Diserbukkan dengan blender
Ditambahkan 100 ml toluene jenuh air
Dikocok selama 6 jam dan didiamkan 18
jam lalu disaring
Filtrat sebanyak 20 ml diuapkan
Dikeringkan hingga bobot konstan
Bobot konstan
40
1.4 Penetapan kadar Kumarin total
1.4.1 Pembuatan Larutan Stok
1.4.2 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum
LAMPIRAN II
1.4.3 Pembuatan kurva baku
baku skopoletin 150 µL
Panjang gelombang maksimum
Dimasukkan dalam labu tentukur 5
mltentukur 110 ml +NaOH 2,5 N 500 µL
+aquades sampai tanda
Diukur pada panjang gelombang
200-400 nm
10 mg skopoletin
Stok 1000 ppm
Labu tentuukur 10 ml +etanol PA
Larutan stok skopoletin
(1000 bpj)
Dibuat seri pengenceran dengan
memipet 50 µl, 100 µl, 150 µl,
200 µl, dan 250 µl
10 bpj 20 bpj 30 bpj 40 bpj 50 bpj
Kurva baku skopoletin
Dimasukkan dalam labu tentukur 5 ml
+NaOH 2,5 N 500 µl
+aquades sampai tanda
Diukur pada panjang gelombang
maksimal 298 nm
41
LAMPIRAN 2
Tabulasi dan pengolahan data penelitian
2.1 Pengukuran kadar kumarin total
Gambar 4. Grafik kurva baku skopoletin
Tabel 4. Data hasil pengukuran dan perhitungan kadar kumarin total
Sampel Konsentrasi Absorbansi Konsentrasi
(Nilai X) Kadar
(%) Rata-Rata
Luwu 1 20,90 0,33 20,96 2,10
2,25 Luwu 2 25,54 0,39 25,61 2,56
Luwu 3 21,001 0,33 21,03 2,10
Maros 1 35,42 0,54 35,54 3,55
3,63 Maros 2 36,36 0,55 36,46 3,65
Maros 3 36,89 0,56 37,02 3,70
Sinjai 1 17,42 0,28 17,44 1,74
1,74 Sinjai 2 16,30 0,26 16,39 1,64
Sinjai 3 18,35 0,29 18,43 1,84
0
0.211
0.332
0.442
0.594
0.747
0.885
y = 0.0142x + 0.0313 R² = 0.9948
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0 10 20 30 40 50 60 70
42
Contoh perhitungan sampel Luwu 1 :
Ekuivalen skopoletin
43
2.2 Penetapan kadar sari larut air simplisia inti biji kemiri
Tabel 5. Data hasil penetapan dan perhitungan kadar sari larut air
Sampel Bobot Sampel
(S) Bobot cawan konstan (C)
Bobot C+S konstan
kadar sari (%)
Rata-rata (%)
Luwu
5.03 40.83 40.94 11.16
9.66 5.08 43.01 43.10 8.76
5.06 57.66 57.75 9.07
Maros
5.01 56.34 56.42 7.58
7.50 5.001 46.81 46.88 6.44
5.02 31.44 31.53 8.50
Sinjai
5.01 58.19 58.30 10.05
9.83 5.02 41.17 41.27 9.73
5.006 31.45 31.54 9.73
Contoh perhitungan sampel Luwu 1:
= ( ) ( )
x
x100
= ( ) ( )
x
x100
= 11.161 %
44
2.3 Penetapan kadar sari larut etanol simplisia inti bij kemiri
Tabel 6. Data hasil penetapan dan perhitungan kadar sari larut etanol
Jenis Sampel
Bobot Sampel
Bobot cawan
konstan
Bobot C+S
konstan
kadar sari (%)
Rata-rata (%)
Luwu
5.02 43.02 43.49 45.88
47.96 5.01 56.36 56.85 48.76
5.01 57.67 58.17 49.23
Maros
5.01 57.66 58.15 49.31
48.20 5.01 56.34 56.80 46.23
5.003 55.62 56.11 49.05
Sinjai
5.02 55.60 56.09 48.52
48.39 5.03 37.95 38.46 49.89
5.02 46.81 47.28 46.76
Contoh perhitungan sampel Luwu 1:
= ( ) ( )
x
x100
= ( ) ( )
x
x100
= 45.8776 %
45
2.4 Penetapan susut pengeringan simplisia inti biji kemiri
Tabel 7. Data hasil penetapan dan perhitungan susut pengeringan
Jenis Sampel
Bobot Sampel
Bobot botol
timbang
Bobot B.T+S
konstan
kadar sari (%)
Rata-rata (%)
Luwu
2.004 22.15 22.22 3.39
3.27 2.007 21.53 21.59 3.24
2.01 22.47 22.54 3.18
Maros
2.008 22.31 22.37 3.31
3.07 2.009 22.06 22.12 2.93
2.007 21.53 21.59 2.97
Sinjai
2.007 21.68 21.74 2.90
3.14 2.01 22.16 22.22 3.26
2.001 22.30 22.37 3.25
Contoh perhitungan sampel Luwu 1:
= ( ) ( )
x 100
=
x
= 3.3921%
46
2.5 Penetapan kadar abu simplisia inti biji kemiri
Tabel 7. Data hasil penetapan dan perhitungan kadar abu total
Jenis Sampel
Bobot Sampel
Bobot cawan krus
Bobot B.T+S
konstan
kadar sari (%)
Rata-rata (%)
Luwu
2.95 28.34 28.51 5.80
5,53 2.95 25.66 25.81 5.02
2.94 26.93 27.10 5.79
Maros
2.98 27.59 27.82 8.01
8,79 2.93 29.20 29.48 9.48
2.81 29.12 29.37 8.89
Sinjai
2.94 26.86 27.03 5.75
6,12 2.98 32.31 32.49 6.15
2.87 29.38 29.57 6.47
Contoh perhitungan sampel Luwu 1:
= ( ) ( )
x 100
=
x
= 5.7965%
47
Tabel 8. Data hasil penetapan dan perhitungan kadar abu tidak larut asam
Jenis Sampel
Bobot Sampel
Bobot cawan krus
Bobot B.T+S
konstan
kadar sari (%)
Rata-rata (%)
Luwu
2.95 28.34 28.42 2.78
2.30 2.95 25.66 25.74 2.65
2.94 26.93 26.97 1.48
Maros
2.98 27.67 27.79 3.90
3,53 2.93 29.20 29.43 3.97
2.81 28.34 29.28 2.73
Sinjai
2.94 26.86 26.91 1.70
1,49 2.98 32.31 32.34 1.03
2.87 29.38 29.43 1.74
Contoh perhitungan sampel Sinjai 1:
= ( ) ( )
x 100
=
x
= 1.6985%
48
LAMPIRAN 3
Gambar penelitian
Gambar 4 Simplisia inti biji kemiri
(Aleurites moluccana (L.) Willd
Gambar 5 Serbuk inti biji kemiri
Gambar 6 Timbangan kasar
Gambar 7 Timbangan halus
49
Gambar 8 Oven
Gambar 9 Botol timbang
Gambar 10 Deret konsentrasi baku
skopoletin
Gambar 11 Ayakan
50
Gambar 12 Mikroskop
Gambar 13 Erlenmeyer bersumbat
Gambar 15 Oven simplisia
Gambar 14 Magnetic stirer
51
Gambar 16 Penampakan profil KLT di bawah UV 254 dan 366
Gambar 17 Baku skopoletin
Gambar 18 Uji Pendahuluan KOH 5% (+) biru kumarin UV 366
52