simulasi dispersi gas karbon monoksida (co) dalam gardu ... · momentum gerbang tol bogor merupakan...
TRANSCRIPT
18
Body force : 0,5
Momentum : 0,4
Modified turbulent viscosity : 0,3
Turbulent viscosity : 0,3
Turbulent dissipation rate : 0,3
CO : 0,5
Energi : 0,5 Jam ke-4
Pressure velocity coupling : SIMPLE
Under Relactation Factor
Pressure : 0,2
Density : 0,2
Body force : 0,2
Momentum : 0,1
Modified turbulent viscosity : 0,09
Turbulent viscosity : 0,09
Turbulent dissipation rate : 0,09
CO : 0,3
Energi : 0,5 Diskretisasi pada jam ke-1 dan jam ke-4
Pressure :second order upwind
Momentum :second order upwind
Modified
turbulent
viscosity :second order upwind
CO :second order upwind
Energi : first order upwind
5. Inisialisasi medan aliran
Inisialisasi adalah hipotesa awal pada
kondisi batas saat memulai perhitungan.
Sebelum memulai perhitungan atau
menjalankan program, hal yang harus
dilakukan terlebih dahulu adalah dengan
melakukan inisialisasi. Pada penelitian ini,
kondisi batas yang diinisialisasi adalah
jendela Inlet.
6. Melakukan iterasi
Pada proses perhitungan harus ditentukan
terlebih dahulu kriteria konvergensi kasus
yang akan dihitung. Kriteria konvergensi
adalah kesalahan atau perbedaan antara
dugaan awal dan hasil akhir dari iterasi yang
dilakukan berdasarkan persamaan yang
digunakan.
7. Hasil tampilan simulasi
Hasil akhir yang dapat ditampilkan dapat
berupa kontur, vektor, pathline serta plot
XY. Pada penelitian ini visualisasi output
akan ditampilkan dalam bentuk kontur 3D.
Diagram alir penelitian pada Langkah
GAMBIT dan Fluent dapat terlihat pada
Lampiran 15.
3.7 Asumsi yang digunakan pada Model
Penelitian ini memiliki berbagai
keterbatasan sehingga perlu digunakan
beberapa asumsi diantaranya ;
Simulasi dilakukan pada kondisi steady
state,
Data kosentrasi polutan yang teukur pada
Geometri B diasumsikan sama dengan
Geometri A.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Kepadatan Lalu Lintas
Gerbang Tol
Gerbang tol Bogor merupakan salah satu
bagian gerbang tol Jagorawi yang dikelola
oleh PT. Jasa Marga. Gerbang tol Bogor
memiliki sembilan gardu tol yang terdiri dari
empat gar-du sebagai loket tiket (Entrance)
dan empat gardu sebagai loket pembayaran
(Exit) serta satu gardu cadangan yang dapat
berfungsi sebagai loket tiket maupun loket
pembayaran (Entrance/ Exit). Berdasarkan
data rekapan lalu lintas PT. Jasa Marga, total
volume lalu lintas yang memasuki kota
Bogor setiap tahunnya mencapai 9 hingga 11
juta unit dari gerbang tol Bogor (data dapat
terlihat pada Lampiran 11). Sementara rata-
rata jumlah kendaraan yang melewati satu
gardu tol per satu jam adalah sebanyak 270
unit.
Pada Gambar 7 dapat terlihat bahwa
terjadi fluktuasi jumlah kendaraan bermotor
yang memasuki kota Bogor dari tahun 2005
hingga 2010. Pada tahun 2006 hingga 2009,
trend jumlah kendaraan yang masuk ke kota
Bogor melalui gerbang tol Bogor terus
mengalami peningkatan, tetapi mengalami
penurunan kembali pada tahun 2010.
Pembukaan tol dalam kota untuk wilayah
Sentul Barat merupakan salah satu penyebab
jumlah kendaraan menurun pada gerbang tol
Bogor tahun 2010. Hal ini dikarenakan
gerbang tol tersebut digunakan sebagai jalan
tol alternatif menuju kota Bogor.
Gambar 7 Jumlah kendaraan bermotor/tahun
pada gerbang tol Bogor (2005-2010).
19
(a) (b)
(c) (d) Gambar 8 Jumlah kendaraan bermotor per Minggu (2011): (a) Januari; (b) Februari; (c) Maret; (d) April
(Wi = minggu ke-i).
Selanjutnya pada Gambar 8, dapat
terlihat bahwa jumlah kendaraan yang
melewati gerbang tol (Bogor) pada hari kerja
lebih sedikit bila dibandingkan dengan hari
libur. Puncak kepadatan jumlah
kendaraaanyang memasuki kota Bogor
melalui kedua gerbang tol tersebut relatif
terjadi pada akhir pekan yakni hari Sabtu
serta pada hari-hari libur nasional. Hal ini
dapat ditunjukkan pada Gambar 8 (a), (b),
(c) dan (d), yang mana trend kenaikan
jumlah kendaraan pada bulan Januari,
Februari, Maret, April pada tahun 2011
memiliki pola yang sama. Secara konsisten
dapat terlihat pada grafik bahwa jumlah
kendaraan cenderung stabil pada saat hari
kerja dan meningkat pada akhir pekan yakni
Jumat dan Sabtu, dan kemudian mengalami
penurunan kembali pada saat hari Minggu.
Sementara itu, kepadatan antrian di gerbang
tol ini juga dapat terjadi jika terdapat hari
libur nasional.
Pada akhir pekan, total rata-rata
kendaraan yang tercatat melewati gardu tol
Exit pada gerbang tol Bogor dapat mencapai
25.000 hingga 30.000 unit. Sementara pada
hari kerja total rata-rata kendaraan hanya
mencapai sekitar 20.000 hingga 25.000 unit.
Pada umumnya, kepadatan lalu lintas yang
terjadi pada hari libur disebabkan oleh
aktivitas wisata keluarga dengan daerah
tujuan utama kota Bogor. Berbeda halnya
dengan hari kerja dimana jumlah kendaraan
relatif konstan karena hanya didominasi oleh
aktivitas perkantoran yang melalui lintas
antarkota yakni Jakarta-Bogor.
Puncak kepadatan antrian pada gardu
Exit selama hari kerja pada umumnya terjadi
pada saat sore hari sekitar pukul 17.00-
19.00. Kondisi kepadatan antrian pada jam
jam tersebut biasanya dipengaruhi oleh
waktu keluar perkantoran. Sementara untuk
hari libur pada umunya terjadi sekitar pukul
11.00-13.00. Di sisi lain, jenis kendaraan
yang paling dominan melalui gardu tol
adalah kendaraan pribadi. Setelah itu diikuti
oleh truk kecil, bus kecil, bus besar dan truk
besar.
Pada penelitian ini jumlah unit kendaraan
yang tercatat selama satu jam adalah
sebanyak 285 unit. Hal ini menunjukkan
bahwa pada saat penelitian dilakukan,
jumlah kendaraan berada dalam kondisi
padat karena tercatat melebihi rata-rata/jam
pada setiap gardu tol. Padatnya volume
kendaraan yang terjadi di sekitar gardu tol
sangat berpengaruh terhadap jumlah emisi
gas buang yang dihasilkan dari suatu
kendaraan bermotor.
20
4.2 Simulasi Dispersi Gas CO
menggunakan Computational Fluid
Dynamics (CFD)
Kepadatan antrian kendaraan bermotor
merupakan sumber utama dalam
permasalahan pencemaran udara di sekitar
gardu tol. Hal ini dikarenakan penggunaan
bahan bakar untuk kendaraan bermotor dapat
mengemisikan zat-zat pencemar ke udara,
seperti CO, NOx, SOx, HC, TSP serta Pb.
Sehingga potensi udara yang tercemar oleh
polutan baik yang berada di sekitar gardu
maupun di dalam gardu cukup besar dan
dapat menyebabkan gangguan kesehatan
baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
Proses pencemaran tersebut juga tidak
terlepas dari beberapa faktor seperti, faktor
meteorologi, jumlah kendaraan bermotor dan
desain bangunan gardu. Sementara zat
pencemar yang menjadi fokus objek
penelitian ini adalah karbon monoksida atau
CO. Pada peneilitian ini, penggunaan CFD
dapat dilakukan untuk melihat sebaran
polutan CO di dalam gardu tol yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor di atas serta
untuk mengetahui potensi keterpaparan
reseptor terhadap polutan CO tersebut.
4.3 Pengaruh Kecepatan Angin terhadap
Dispersi Polutan CO
Kecepatan dan arah angin (aliran) sangat
berperan dalam persebaran polutan di udara
terutama udara di dalam gardu tol. Besarnya
nilai kecepatan angin akan berpengaruh
terhadap besarnya turbulensi. Menurut Oke
(1987), semakin kuat pergerakan turbulensi
yang terjadi di dalam gardu tol maka
semakin besar kemungkinan polutan dapat
bercampur dengan udara di sekelilingnya
sehingga konsentrasi zat pencemar di dalam
gardu tersebut akan berkurang. Begitu pula
sebaliknya, pengenceran akan lebih sulit
terjadi dan membuat konsentrasi zat
pencemar tetap tinggi apabila kecepatan
angin atau pergerakan turbulensinya sangat
kecil.
Pada penelitian ini, parameter input yang
disimulasikan pada Fluent hanya parameter
input yang terukur pada jam ke-1 dan jam
ke-4 (yaitu pada pukul 11.00-12.00 dan
14.50-15.50), seperti parameter angin yang
terukur pada jam ke-1 sebesar 0,7 m/s dan
0.5 m/s pada jam ke-4. Selanjutnya,
pengaruh angin pada kedua geometri cukup
berbeda, hal ini dikarenakan adanya
perbedaan letak Outflow dan besarnya
volume geometri. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya pada metodologi
bahwa volume Geometri A lebih kecil
daripada volume Geometri B. Sementara
Velocity Inlet adalah kondisi batas dalam
Fluent yang dipilih sebagai daerah input
untuk data profil angin, suhu dan konsentrasi
polutan. Sedangkan Outflow adalah kondisi
batas dalam Fluent yang dipilih sebagai
aliran keluar. Pada penelitian ini hanya
terdapat satu Outflow yaitu HV-AC.
Pada dasarnya pemilihan HV-AC sebagai
Outflow adalah karena prinsip kerja HV-AC
yakni menghisap udara yang berada di dalam
ruangan melalui kipas sentrifugal yang
terdapat pada mesin HV-AC. Sehingga suhu
udara dalam ruang menjadi lebih dingin
dibandingkan suhu udara di luar ruangan.
Hal ini terkait dengan perpindahan panas
yang menyebabkan suhu udara dalam
ruangan relatif dingin dari daripada di luar
ruangan. Selain itu besarnya angin dan
masuknya udara kering yang dihasilkan atau
dikeluarkan oleh HV-AC melalui kisi-kisi
relatif konstan atau seragam sehingga tidak
diperhitungkan dalam kasus ini.
Pada penelitian ini akan dibandingkan
pengaruh faktor angin terhadap dua geometri
yang berbeda dengan masing-masing nilai
kecepatan yang berbeda pula. Analisis lebih
lanjut mengenai distribusi angin yang terjadi
pada kedua Geometri akan diuraikan pada
sub bab selanjutnya.
4.3.1 Distribusi Angin pada Geometri A
Pada simulasi Fluent, visualisasi output
profil kecepatan angin difokuskan pada satu
titik yaitu pada keberadaan reseptor atau
petugas tol ketika sedang bekerja. Sehingga,
pada penelitian ini dibuat beberapa plane,
masing-masing pada bidang x (tampak atas),
y (tampak samping) z (tampak depan) dan
xyz (tampak isometrik/3D) yang dapat
mewakili profil kecepatan angin di sekitar
petugas tol serta agar distribusi angin di
sekitar area tersebut dapat terlihat jelas.
Masing-masing plane tersebut dapat
diinterpretasikan sesuai dengan gradasi
warna dan skala kecepatan angin. Selain itu,
nilai kecepatan kontur dari hasil simulasi
Fluent ditunjukkan pada bagian kontur
sebelah kiri yang dapat dibedakan melalui
gradasi warna. Pada gambar terlihat bahwa
semakin merah warna kontur maka semakin
besar nilai kecepatan anginnya dan semakin
biru warna kontur maka semakin kecil nilai
kecepatan angin.
21
Distribusi Angin pada Geometri A pada
jam ke-1
Hasil simulasi Fluent untuk profil
kecepatan angin yang terjadi di dalam gardu
tol (Geometri A) pada jam ke-1tersaji pada
Gambar 9. Nilai kecepatan angin yang
terukur pada jam ke-1 adalah 0,7 m/s.
Sementara skala distribusi kecepatan angin
dalam geometri ini berkisar antara 0,01
hingga 1 m/s.
Pada Gambar 9 (a), dapat terlihat bahwa
pergerakan angin yang masuk melalui Inlet
cukup terdistribusi secara merata ke seluruh
bagian ruangan. Namun pada Gambar 9 (b);
(c); dan (d), dapat terlihat bahwa pada saat
angin masuk ke dalam gardu melalui inlet
tidak langsung terjadi proses turbulensi, hal
ini ditunjukkan oleh gradasi warna hijau dan
kuning (disekitar area Inlet). Sementara
bagian lain di dalam gardu cukup didominasi
oleh gradasi biru, yang berarti bahwa setelah
angin terdistribusi ke seluruh ruangan maka
terjadi proses turbulensi, yang kemudian
akan berpengaruh terhadap proses
pendispersian polutan.
Distribusi angin di dalam gardu ini
sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin dan
banyaknya properti di dalam ruangan.
Semakin banyak properti yang berada di
dalam ruangan maka akan semakin besar
gesekan yang terjadi sehingga aliran yang
terjadi semakin turbulen atau acak. Besarnya
luasan Inlet dan Outflow pada gardu tol juga
turut mempengaruhi seberapa besar udara
yang masuk dan keluar dari ruangan.
Secara teknis, terjadi beberapa proses
ketika angin masuk ke dalam ruangan
melalui Inlet, diantaranya distribusi angin
akan menyebar mengikuti arah dan
kecepatan angin, kemudian akan mengalami
gesekan dengan properti (yang telah
didefinisikan sebagai Wall) yang berada di
dalam ruangan sehingga menyebabkan
terjadinya proses turbulensi. Hal inilah yang
menyebabkan sebagian angin tidak langsung
membawa baik udara maupun polutan untuk
segera keluar melalui Outflow. Di sisi lain
besarnya volume gardu juga turut
mempengaruhi seberapa lama udara kotor
berada dalam ruangan.
Gambar 9 Profil kecepatan angin untuk Geometri A pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak
depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.
22
Gambar 10 Profil kecepatan angin untuk Geometri A pada jam ke-4: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak
depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.
Distribusi Angin pada Geometri A pada
jam ke-4 Pada Geometri A, hasil simulasi Fluent
untuk profil kecepatan angin pada jam ke-4
tersaji pada Gambar 10. Seperti pada jam ke-
1, skala distribusi angin pada jam ke-4 juga
berkisar antara 0,01 hingga 1 m/s. Namun,
nilai kecepatan angin yang terukur pada jam
ke-4 adalah 0,5 m/s, lebih kecil daripada
kecepatan angin pada jam ke-1. Besar
kecilnya nilai kecepatan angin yang masuk
ke dalam gardu akan berpengaruh terhadap
seberapa cepat angin akan terdistribusi ke
seluruh bagian ruangan.
Pada Gambar 10 dapat terlihat bahwa
ketika angin masuk ke dalam ruangan, maka
banyak aliran turbulen yang terbentuk.
Namun pada beberapa bagian tepi Wall dari
hasil simulasi terlihat gradasi warna merah,
hal ini menunjukkan adanya residu yang
dihasilkan dari proses perhitungan dan tidak
terlalu berpengaruh sehingga dapat
diabaikan. Bila dibandingkan dengan
Gambar 9, aliran turbulen yang terlihat pada
Gambar 10 sedikit lebih banyak dan lebih
acak, padahal perbedaan nilai kecepatan
angin antara jam ke-1 dan ke-4 hanya 0,2
m/s. Penentuan kriteria solusi kontrol yang
digunakan dalam simulasi Fluent pada jam
jam ke-4 memang jauh lebih kecil dan
membutuhkan waktu komputasi yang lebih
lama.
4.3.2 Distribusi Angin pada Geometri B
Pada Geometri B visualisasi output profil
kecepatan angin juga difokuskan pada satu
titik yaitu pada keberadaan reseptor atau
petugas tol ketika sedang bekerja. Sehingga,
pada simulasi ini juga dibuat beberapa plane,
masing-masing pada bidang x, y, z dan xyz
(3D). Selanjutnya, nilai kecepatan kontur
dari hasil simulasi Fluent ditunjukkan pada
bagian kontur sebelah kiri yang dapat
dibedakan melalui gradasi warna. Pada
gambar terlihat bahwa semakin merah warna
kontur maka semakin besar nilai kecepatan
anginnya dan semakin biru warna kontur
maka semakin kecil nilai kecepatan
anginnya.
Distribusi Angin pada Geometri B pada
jam ke-1
Profil kecepatan angin yang terjadi di
dalam gardu tol (Geometri B) pada jam ke-1
tersaji pada Gambar 11. Nilai kecepatan
angin yang terukur pada jam ke-1 untuk
Geometri ini adalah 0,7 m/s, seperti yang
telah dijelaskan pada asumsi sebelumnya
bahwa parameter input yang digunakan
untuk kedua Geometri Adalah sama .
Sementara skala distribusi angin dalam
geometri ini juga sama yaitu skala 0,01
hingga 1 m/s Pada prinsipnya, faktor-faktor
yang mempengaruhi distribusi angin pada
gardu ini (Geometri B) sama dengan faktor-
faktor yang mempengaruhi distribusi angin
pada Geometri A. Hanya saja terdapat
23
Gambar 11 Profil kecepatan angin untuk Geometri B pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak
depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.
perbedaan pada letak Outflow dan volume
geometri. Pada gardu ini, letak Outflow
berada agak jauh dengan Inlet dan volume
pada Geometri B lebih besar daripada
volume Geometri A.
Pada Gambar 11 (a) dapat terlihat bahwa
pengaruh jarak antara Outflow dan Inlet serta
volume yang lebih besar menunjukkan
distribusi angin pada masing-masing plane
masih cukup tinggi. Hal ini berarti bahwa
semakin kecil dan sedikit proses turbulensi
yang terjadi. Selanjutnya pada Gambar 11
(b) (c), (d), juga dapat terlihat bahwa
turbulensi di sekitar area reseptor atau
petugas di dalam gardu ini (Geometri B)
cukup kecil bila dibandingkan turbulensi
yang terjadi pada Geometri A untuk jam ke-
1. Sehingga dengan proses turbulensi yang
kecil akibat letak Outflow yang cukup jauh
dari Inlet serta volume gardu yang lebih
besar makabaik udara maupun polutan akan
cenderung dapat bertahan lebih lama di
dalam ruangan.
Distribusi Angin pada Geometri B pada
jam ke-4 Profil kecepatan angin yang terjadi di
dalam gardu tol (Geometri B) berdasarkan
hasil simulasi Fluent pada jam ke-4 tersaji
pada Gambar 12. Seperti jam ke-1, skala
distribusi angin pada jam ke-4 juga berkisar
antara 0,01 hingga 0,5 m/s. Namun, nilai
kecepatan angin yang terukur pada jam ke-4
adalah 0,5 m/s, lebih kecil daripada
kecepatan angin pada jam ke-1. Besar
kecilnya nilai kecepatan angin yang masuk
ke dalam gardu akan berpengaruh terhadap
seberapa cepat angin akan terdistribusi ke
seluruh bagian ruangan.
Pada Gambar 12 (a), dapat terlihat bahwa
pergerakan angin yang masuk melalui Inlet
cukup terdistribusi secara merata ke seluruh
bagian ruangan, kecuali pada bagian dekat
inlet. Di sisi lain pada Gambar 12 (b), (c),
dan (d); dapat terlihat bahwa pada saat angin
masuk ke dalam gardu melalui inlet tidak
langsung terjadi proses turbulensi, hal ini
ditunjukkan oleh gradasi warna hijau dan
kuning (di sekitar area Inlet). Sementara
bagian lain di dalam gardu cukup didominasi
oleh gradasi biru, yang berarti bahwa setelah
angin terdistribusi ke seluruh ruangan maka
terjadi proses turbulensi, yang kemudian
akan berpengaruh terhadap proses
pendispersian polutan.
Pola aliran turbulen yang terjadi dalam
Geometri B pada jam ke-4 ini ternyata tidak
jauh berbeda dengan pola aliran yang terjadi
dalam Geometri A pada jam ke-1. Padahal
kedua geometri memiliki besar volume
gardu dan letak Outflow yang berbeda, serta
nilai kecepatan angin yang terukur juga
bukan pada jam yang sama. Selisih antara
nilai kecepatan angin pada jam ke-1 dan jam
ke-4 adalah sebesar 0.2 m/s. Hal ini berarti
bahwa distribusi angin dengan pola aliran
turbulen yang hampir sama dapat terjadi
pada geometri yang berbeda.
24
Gambar 12 Profil kecepatan angin untuk Geometri B pada jam ke-4: (a) tampak isometrik/3D; (b) tampak
depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.
4.4 Konsentrasi Karbon Monoksida (CO)
Sumber polutan CO dalam penelitian ini
didominasi oleh kendaraan bermotor jenis
mobil pribadi. Hal ini disebabkan
pengukuran dilakukan bukan pada gardu tol
khusus kendaraan dengan muatan besar (truk
atau bus) sehingga kendaraan yang melewati
gardu tol tersebut didominasi oleh jenis
kendaraan biasa dan diasumsikan sebagai
mobil pribadi yang sebagian besar
mengkonsumsi bahan bakar bensin seperti
premium atau pertamax.
Hasil pengukuran yang terdapat pada
Lampiran 7 dan 8 menunjukkan bahwa
konsentrasi karbon monoksida (CO) yang
terukur pada tanggal 15 Mei 2011 pukul
11.00-15.50 selama empat kali pengukuran
cukup bervariasi. Pada jam ke-1 hingga jam
ke-3 nilai konsentrasi CO yang terukur
berada pada kisaran 1 hingga 7 ppm,
sedangkan pada jam ke-4 hasil konsentrasi
CO yang diperoleh mencapai hingga 68
ppm. Berdasarkan Baku Mutu Udara
Ambien (BMUA), nilai konsentrasi karbon
monoksida (dalam waktu satu jam) yang
terukur pada jam ke-4 berada jauh di atas
ambang batas yang telah ditetapkan,
sedangkan hasil konsentrasi CO yang terukur
selama tiga jam pertama masih berada di
bawah ambang batas yang telah ditetapkan
menurut KLH (2002) yakni sebesar 10 ppm.
Sementara berdasarkan Standar Nasional
Indonesia Nilai Ambang Batas (SNI NAB)
untuk zat CO adalah sebesar 25 ppm.
Beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap tingkat keberadaan polutan di udara
dalam gardu tol adalah bentuk gardu dan
faktor meteorologi seperti, arah dan
kecepatan angin yang turut berperan dalam
pengurangan konsentrasi di dekat daerah
sumber atau inlet. Sementara tingkat
konsentrasi polutan dari kendaraan bermotor
dipengaruhi oleh jumlah kendaraan yang
melewati gardu tol per satuan waktu
termasuk bahan bakar yang digunakan, usia
kendaraan, dan tipe kendaraan.
Berdasarkan faktor meteorologi,
kecepatan angin rata-rata tertinggi terukur
pada jam ke-1 dan jumlah kendaraan
terbanyak terjadi pada jam ke-4. Selisih nilai
kecepatan angin antara jam ke-1 dan jam ke-
4 adalah 0,4 m/s, sementara selisih jumlah
kendaraan pada kedua jam tersebut adalah
19 unit. Namun perbedaan nilai konsentrasi
CO yang terukur pada jam ke-4 jauh lebih
besar hingga sembilan kali lipat dari jam ke-
1. Selain karena jumlah kendaraan jam ke-4
(304 unit) lebih padat dari jam ke-1 (285
unit), tingginya konsentrasi CO bisa terjadi
akibat bahan bakar yang digunakan, usia
kendaraan, dan tipe kendaraan yang
melewati gardu tol pada masing-masing jam
pengukuran.
Sesuai dengan pengaruh faktor angin
yang telah dibahas selanjutnya, pada
penelitian ini akan dibandingkan simulasi
dispersi gas CO pada setiap model yaitu
untuk Geometri A dan B dengan masing-
masing nilai konsentrasi CO yang berbeda
pula. Analisis lebih lanjut mengenai dispersi
gas CO yang terjadi pada kedua Geometri
akan diuraikan pada sub bab selanjutnya.
25
4.5 Simulasi Dispersi Gas CO pada Setiap
Model (Geometri A dan B)
Hasil simulasi dispersi konsentrasi
karbon monoksida (CO) pada Fluent untuk
kedua geometri gardu tol cukup berbeda.
Meskipun input data yang digunakan pada
kedua Geometri adalah sama. Hal ini telah
didasarkan pada asumsi yang telah dibuat
sebelumnya yaitu kedua geometri hanya
memiliki perbedaan pada volume gardu,
yang mana Geometri B memiliki volume
lebih besar daripada Geometri A. Sementara
semua properti yang berada di dalam gardu
serta tata letaknya tidak memiliki perbedaan
kecuali pada letak AC atau Outflow.
Pada penelitian ini akan dibandingkan
pola pendispersian gas CO terhadap dua
geometri yang berbeda dengan masing-
masing nilai konsentrasi yang berbeda pula.
Analisis lebih lanjut mengenai dispersi gas
CO yang terjadi pada kedua Geometri Akan
diuraikan pada sub bab selanjutnya.
4.5.1 Simulasi Dispersi Gas CO pada
Geometri A
Pada penelitian ini, visualisasi output
simulasi dispersi Gas CO difokuskan pada
satu titik yaitu pada keberadaan petugas tol
ketika sedang bekerja sama halnya profil
kecepatan angin. Sehingga, pada penelitian
ini dibuat beberapa plane, masing-masing
pada bidang x (tampak atas), y (tampak
samping) z (tampak depan) dan xyz (tampak
isometrik/3D) yang dapat mewakili profil
kecepatan angin di sekitar petugas tol serta
agar distribusi angin di sekitar area tersebut
dapat terlihat jelas. Masing-masing plane
tersebut dapat diinterpretasikan sesuai
dengan gradasi warna dan skala konsentrasi
CO. Selanjutnya nilai konsentrasi CO juga
dapat terlihat pada plot di sepanjang garis
(line) pada masing-masing sumbu x, y dan z
dengan titik pusat reseptor (1,5, 1,2, 0,3m).
Selain itu, nilai konsentrasi CO dari hasil
simulasi Fluent ditunjukkan pada bagian
kontur sebelah kiri yang dapat dibedakan
melalui gradasi warna. Pada gambar akan
terlihat bahwa semakin merah warna kontur
maka semakin besar nilai konsentrasi CO
dan semakin biru warna kontur maka
semakin kecil nilai konsentrasi CO.
Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri
A pada jam ke-1 Simulasi dispersi gas CO berdasarkan
hasil Fluent untuk Geometri A pada jam ke-1
tersaji pada Gambar 13. Skala dispersi
konsentrasi polutan dalam geometri ini
berada pada kisaran 2 hingga 7,5 ppm. Pada
kasus ini, polutan atau zat pencemar yang
diemisikan dari setiap kendaraan bermotor
(sumber bergerak) pasti akan tersebar di
dalam gardu melalui suatu proses dispersi,
difusi, transformasi, dan transport. Di sisi
lain, akibat adanya pergerakan dan dinamika
atmosfer itu sendiri, polutan yang masuk ke
dalam atmosfer dan telah mengalami proses-
proses tadi akan dapat berpindah dari sumber
menuju ke arah lain. Sehingga dalam
permasalahan ini, daerah sumber yang
dimaksud adalah daerah luar di sekitar gardu
tol, sedangkan daerah yang menerima
pancaran setelah polutan yang diemisikan
dari sumbernya adalah ruangan di dalam
gardu.
Pada gambar 13 (a), terlihat bahwa dalam
gardu ini konsentrasi dapat terdispersi
hingga 2 ppm dari hasil konsentrasi CO yang
terukur sebesar 7,5 ppm. Pada kasus ini,
peran turbulensi cukup besar dalam
mengurangi konsentrasi pencemar di dalam
ruangan. Gradasi warna merah di sekitar
bagian inlet menunjukkan bahwa konsentrasi
CO masih cukup tinggi sesuai dengan hasil
pengukuran CO yang terukur. Namun, secara
keseluruhan, konsentrasi CO di dalam gardu
tersebar merata yang ditunjukkan oleh
gradasi warna merah dan oranye, terutama
tampak dengan cukup jelas pada Gambar 13
(d). Kemudian pada Gambar 13 (b) dan (c),
terlihat bahwa konsentrasi terendah terdapat
pada area di sekitar Outflow yang
ditunjukkan oleh gradasi warna biru, hijau
dan kuning.
Selanjutnya, ketika polutan masuk ke
dalam ruangan, faktor angin sangat berperan
terutama dalam proses transport atau
pengangkutan zat pencemar ke udara secara
horizontal sesuai arah angin, dalam hal ini
nilai kecepatan angin yang dimasukkan
hanya pada sumbu x dan z (sumbu y
merupakan arah vertikal sehingga proses
yang terjadi adalah konveksi). Simulasi
dispersi gas CO pada gardu tol ini juga dapat
disesuaikan dengan Gambar 9. Pada kedua
gambar (Gambar 9 dan 13) terdapat korelasi
yang menunjukkan bahwa faktor kecepatan
angin akan berpengaruh terhadap besar
kecilnya turbulensi, dan proses turbulensi
akan berperan dalam mengurangi
keberadaan zat pencemar di udara.
Selama proses dispersi, atmosfer
berperan dalam menentukan arah transport,
jarak jangkau, bentuk persebaran dan
26
Gambar 13 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri A pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3D; (b)
tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.
kecepatan difusi setelah zat pencemar
diemisikan ke dalam udara. Seluruh proses
tersebut tidak terlepas dari kondisi fisis dan
dinamis atmosfer yang ditunjukkan oleh nilai
input (karakteristik udara dan CO) yang
digunakan pada Fluent. Di samping itu,
polutan yang berada di udara juga akan
mengalami transformasi kimia yang
dipengaruhi oleh banyaknya uap air, dan
proses difusi baik secara molekuler maupun
turbulensi. Pada kasus ini, karbon monoksida
akan teroksidasi menjadi CO2, proses
transformasi tersebut dapat berlangsung
secara cepat ataupun lambat.
Sementara itu plot untuk melihat nilai
konsentrasi di sepanjang garis (line) pada
masing-masing sumbu x, y dan z, dapat
ditunjukkan pada Gambar 14. Pada Gambar
14 (a) dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi
nilai konsentrasi CO terhadap sumbu y dan z
atau dengan kata lain line pada sumbu x.
Gambar atau plot tersebut menunjukkan
bahwa nilai konsentrasi CO terus berkurang
hingga posisi sekitar 1 hingga 1,25 m
kemudian mengalami peningkatan kembali
hingga pada akhirnya konstan pada posisi
sekitar 1,6m dengan nilai sebesar 7,5 ppm.
Sedangkan konsentrasi terendah sepanjang
garis pada line x tersebut adalah sebesar 7
ppm
Selanjutnya Gambar 14 (b) menunjukkan
bahwa nilai konsentrasi CO terus meningkat
sampai pada ketinggian sekitar 1.5m dengan
nilai konsentrasi sebesar 7,45 ppm kemudian
berkurang hingga konsentrasi terendah
sebesar 6,8 ppm pada ketinggian sekitar 2m
dan cenderung mengalami peningkatan
kembali. Sementara itu pada Gambar 14 (c)
dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi CO
terus seiring dengan garis yang semakin
jauh dari inlet. Konsentrasi CO di dekat
sumber (inlet) pada line z ini mencapai 7,5
ppm dan berkurang hingga 5 ppm.
Pada kondisi tersebut, maka nilai
konsentrasi CO yang berada pada titik pusat
reseptor yang ditunjukkan oleh ketiga plot
line sama dengan hasil konsentrasi CO yang
terukur. Hal ini dikarenakan titik pusat
reseptor berada dekat dengan inlet, sehingga
secara tidak langsung reseptor cenderung
akan menerima udara yang lebih kotor
dibandingkan dengan bagian ruangan
lainnya.
27
(a) (b)
(c)
Gambar 14 Plot nilai konsentrasi CO untuk Geometri A pada jam ke-1: (a) line x; (b) line y; (c) line z.
Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri
A pada jam ke-4 Hasil simulasi dispersi gas CO pada
Fluent untuk Geometri A pada jam ke-4
tersaji pada Gambar 15. Skala dispersi
konsentrasi polutan dalam geometri ini
berada pada kisaran 68 hingga 33 ppm.
Konsentrasi yang terukur jauh lebih besar
hingga sembilan kali lipat. Seperti yang telah
di jelaskan sebelumnya bahwa hasil
konsentrasi yang terukur pada jam ke-4,
selain karena jumlah kendaraan yang jauh
lebih padat, tingginya konsentrasi CO bisa
terjadi akibat bahan bakar yang digunakan,
usia kendaraan, dan tipe kendaraan yang
melewati gardu tol pada masing-masing jam
pengukuran.
Pada Gambar 15 terlihat bahwa di sekitar
area inlet, konsentrasi CO yang ditunjukkan
oleh warna merah masih lebih tinggi
Gambar 15 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri A pada jam ke-4: (a) tampak isometrik/3D; (b)
tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.
28
dibandingkan dengan area lain di dalam
gardu. Hal ini disebabkan, CO membutuhkan
suatu proses turbulensi agar udara dapat
bercampur dengan polutan (dalam hal ini
adalah CO) sehingga konsentrasi CO dapat
berkurang karena akan teroksidasi menjadi
CO2. Namun, ketika udara yang membawa
polutan masuk ke dalam gardu tol melalui
inlet, pengaruh faktor angin belum terlalu
besar dalam proses terjadinya turbulensi.
Tingkat konsentrasi yang tinggi di dalam
gardu dapat menyebabkan keterpaparan bagi
para reseptor, terlebih konsentrasi yang
terukur pada jam ke-4 jauh diambang batas
yang telah ditetapkan oleh KLH (2002). Hal
ini berbeda dengan hasil pengukuran
konsentrasi CO tiga jam sebelumnya, yang
masih berada di bawah ambang batas. Selain
itu, proses turbulensi yang terjadi dalam
gardu ini juga tidak menyebabkan
konsentrasi berkurang hingga mencapai nilai
ambang batas. Sehingga tingkat kualitas
udara dalam gardu tol pada jam ke-4 dapat
dikatakan berbahaya, dan dapat merugikan
kesehatan yang serius bagi para petugas
gerbang tol.
Selanjutnya plot untuk melihat nilai
konsentrasi di sepanjang garis (line) pada
masing-masing sumbu x, y dan z, juga dapat
ditunjukkan pada Gambar 16. Pada Gambar
16 (a) dan (b) dapat terlihat bahwa terjadi
fluktuasi nilai konsentrasi CO terhadap line
pada sumbu x dan y. Gambar atau plot pada
line x menunjukkan bahwa nilai konsentrasi
CO sedikit berkurang hingga posisi sekitar
1,25m kemudian meningkat hingga
mencapai konsentrasi CO tertinggi sebesar
68 ppm pada posisi sekitar 2,25m dan pada
akhirnya relatif turun sampai pada
konsentrasi CO terendah dengan nilai
sebesar 30 ppm.
Sementara line y menunjukkan bahwa
nilai konsentrasi CO menurun hingga
mencapai konsentrasi terendah pada
ketinggian sekitar 0,75m dengan nilai
konsentrasi sebesar 1,5 ppm kemudian
meningkat secara signifikan hingga
mencapai konsentrasi tertinggi sebesar 68
ppm pada ketinggian sekitar 1,25m dan
cenderung mengalami penurunan kembali.
Sementara itu pada Gambar 14 (c) dapat
terlihat bahwa nilai konsentrasi CO terus
mengalami penurunan seiring dengan posisi
yang semakin jauh dari inlet. Konsentrasi
CO di dekat sumber (inlet) pada line z ini
mencapai 68 ppm dan berkurang hingga 32,5
ppm.
(a) (b)
(c)
Gambar 16 Plot nilai konsentrasi CO untuk Geometri A pada jam ke-4: (a) line x; (b) line y; (c) line z.
29
4.5.2Simulasi Dispersi Gas CO pada
Geometri B
Seperti halnya simulasi Fluent pada
Geometri A, nilai konsentrasi CO dari hasil
simulasi Fluent ditunjukkan pada bagian
kontur sebelah kiri yang dapat dibedakan
melalui gradasi warna. Pada gambar terlihat
bahwa semakin merah warna kontur maka
semakin besar nilai kecepatan anginnya dan
semakin biru warna kontur maka semakin
kecil nilai kecepatan anginnya. Selain itu,
nilai konsentrasi CO juga dapat terlihat pada
plot di sepanjang garis (line) pada masing-
masing sumbu x, y dan z dengan titik pusat
reseptor (1,5, 1,2, 0,3m). Kemudian
parameter input yang digunakan untuk
simulasi Fluent pada Geometri B sama
dengan parameter input yang digunakan
untuk simulasi Fluent pada Geometri A,
sehingga pada simulasi ini akan dibahas
mengenai seberapa besar pengaruh
perbedaan volume geometri dan letak
Outflow pada kedua geometri ketika
memiliki parameter input yang sama.
Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri
B pada jam ke-1 Simulasi Fluent untuk profil sebaran
polutan yang terjadi di dalam gardu tol
(Geometri B) tersaji pada Gambar 17. Pada
gardu ini, konsentrasi CO hanya dapat
terdispersi hingga 6 ppm saja, (dari hasil
konsentrasi CO yang terukur sebesar 7,5
ppm). Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, nilai konsentrasi dan
karakteristik yang digunakan untuk kedua
geometri pada jam ke-1 adalah sama.
Sehingga, pada gambar 15 (a) dapat terlihat
bahwa sebaran polutan di dalam gardu ini
hampir sama dengan gardu atau Geometri A,
yang mana konsentrasi CO di dalam gardu
cukup tersebar merata yang ditunjukkan oleh
gradasi warna merah, terutama tampak
dengan cukup jelas pada Gambar 17 (d).
Namun, pada Gambar 17 (b) dan (c), terlihat
bahwa konsentrasi terendah terdapat pada
area di sekitar Outflow yang ditunjukkan
oleh gradasi warna biru, hijau dan kuning.
Pada prinsipnya, konsep dari proses
sebaran CO di dalam gardu ini (Geometri B)
sama dengan konsep sebaran yang terjadi
pada Geometri A, yang mana polutan atauzat
pencemar yang diemisikan dari setiap
kendaraan bermotor pasti akan tersebar di
dalam gardu melalui suatu proses dispersi,
difusi, transformasi, dan transport. Hanya
saja jika dibandingkan dengan Geometri
A,pengaruh turbulensi pada Geometri B
tidak terlalu besar, karena konsentrasi
polutan tidak berkurang secara signifikan.
Meskipun konsentrasi yang terukur pada
gardu ini masih berada di bawah ambang
batas, namun potensi keberadaan udara kotor
pada gardu ini cenderung dapat bertahan
lebih lama dibandingkan dengan Geometri
A. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah letak
Outflow yang agak jauh dari Inlet serta
volume gardu yang lebih besar.
Gambar 17 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri B pada jam ke-1: (a) tampak isometrik/3D; (b)
tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.
30
(a) (b)
(c)
Gambar 18 Plot nilai konsentrasi CO untuk Geometri B pada jam ke-1: (a) line x; (b) line y; (c) line z.
Seperti halnya Geometri A, pada
Geometri B plot untuk melihat nilai
konsentrasi di sepanjang garis (line) pada
masing-masing sumbu x, y dan z, dapat
ditunjukkan pada Gambar 18. Pada Gambar
18 (a) dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi
nilai konsentrasi CO line x. Gambar atau
plot tersebut menunjukkan bahwa nilai
konsentrasi CO relatif konstan dengan nilai
sebesar 7,5 ppm hingga posisi sekitar 1,75m
dan kemudian berkurang secara signifikan
hingga mencapai konsentrasi terendah
sebesar 5,7 ppm. Hal ini berkebalikan
dengan plot line x pada Geometri A jam ke-
1, nilai konsentrasi CO justru relatif konstan
setelah pada posisi sekitar 1,6m.
Sementara Gambar 18 (b) menunjukkan
bahwa nilai konsentrasi CO terus meningkat
sampai pada ketinggian sekitar 1,25m tepat
pada titik reseptor dengan nilai konsentrasi
sebesar 7,48 ppm kemudian berkurang
hingga konsentrasi terendah sebesar 7,3 ppm
pada ketinggian sekitar 2m. Kemudian pada
Gambar 18 (c) dapat terlihat bahwa nilai
konsentrasi CO terus berkurang dari inlet
menuju outflow. Konsentrasi CO di dekat
sumber (inlet) pada line z ini mencapai 7,5
ppm dan berkurang hingga 7,34 ppm.
Tidak jauh berbeda dengan Geometri A
jam ke-1, pada Geometri B jam ke-1 nilai
konsentrasi CO yang berada pada titik pusat
reseptor yang terlihat oleh ketiga plot line
juga hampir mendekati hasil konsentrasi CO
yang terukur. Akan tetapi, pada kasus ini
nilai konsentrasi CO tidak berkurang secara
signifikan, sehingga meskipun memiliki pola
fluktuasi yang sama tetapi nilai konsentrasi
CO terendah pada geometri ini relatif lebih
tinggi bila dibandingkan dengan Geometri B.
Simulasi Dispersi Gas CO pada Geometri
B pada jam ke-4 Hasil simulasi dispersi gas CO pada
Fluent untuk Geometri B pada jam ke-4
tersaji pada Gambar 19. Skala dispersi
konsentrasi polutan dalam Geometri B sama
dengan skala pada Geometri A yakni berada
pada kisaran 68 hingga 33 ppm. Sehingga
dengan skala yang sama, dapat dibandingkan
secara jelas bentuk pendispersian CO yang
terjadi di dalam kedua gardu.
Pada Gambar 19 terlihat bahwa di sekitar
area inlet, konsentrasi CO yang ditunjukkan
oleh warna merah masih lebih tinggi
dibandingkan dengan area lain di dalam
gardu. Namun berbeda dengan Geometri A,
sebaran CO pada gardu ini di dominasi oleh
gradasi warna oranye dan hijau. Hal ini
berarti bahwa pengaruh proses turbulensi
yang terjadi pada geometri ini tidak terlalu
besar seperti halnya pada Gometri A,
sehingga dapat dikatakan tingkat kualitas
udara dalam Geometri B pada jam ke-4 lebih
berbahaya dan dapat merugikan kesehatan
31
Gambar 19 Output visual dispersi gas CO untuk Geometri B pada jam ke -4: (a) tampak isometrik/3D; (b)
tampak depan; (c) tampak atas; (d) tampak samping.
bagi para reseptor (petugas gerbang tol)
karena potensi keberadaan udara kotor pada
gardu ini cenderung dapat bertahan lebih
lama dibandingkan dengan Geometri A.
Plot untuk melihat nilai konsentrasi di
sepanjang garis (line) pada masing-masing
sumbu x, y dan z, tersaji pada Gambar 20.
Pada seluruh gambar tersebut dapat terlihat
bahwa terjadi fluktuasi nilai konsentrasi CO
terhadap line x, y dan z. Gambar atau plot
pada line x yang tersaji pada Gambar 20 (a)
menunjukkan bahwa nilai konsentrasi CO
mengalami peningkatan hingga posisi sekitar
1,5m (titik reseptor) kemudian relatif
konstan dengan nilai konsentrasi sebesar 68
ppm dan berkurang setelah berada pada
posisi 2,5m.
(a) (b)
(c)
Gambar 20 Plot nilai konsentrasi CO untuk Geometri B pada jam ke-4: (a) line x; (b) line y; (c) line z.
32
Sementara plot line y yang tersaji pada
Gambar 20 (b) menunjukkan bahwa nilai
konsentrasi CO mengalami peningkatan dan
penurunan yang cukup signifikan sehingga
dapat dikatakan sangat berfluktuasi. Plot line
y untuk titik reseptor berada pada ketinggian
1,2m, dan pada titik tersebut nilai
konsentrasi CO adalah sebesar 66 ppm.
Sedangkan pada Gambar 20 (c) dapat terlihat
bahwa nilai konsentrasi CO terus mengalami
penurunan seiring dengan posisi yang
semakin jauh dari inlet, meskipun cenderung
mengalami peningkatan kembali.
Konsentrasi CO di dekat sumber (inlet) pada
line z ini mencapai 61 ppm dan berkurang
hingga 32,5 ppm.
Sedikit berbeda dengan kondisi pada jam
ke-1, nilai konsentrasi CO pada jam ke-4
secara keseluruhan lebih fluktuatif. Hal ini
dapat terlihat dari perbedaan pola nilai
konsentrasi yang terlihat oleh ketiga plot line
x, y dan z. Hal ini disebabkan pada tingginya
konsentrasi CO yang terukur pada Geometri
ini serta proses pendispersian berbeda karena
sangat dipengaruhi oleh besarnya volume
gardu dan letak outflow yang lebih jauh dari
inlet.
V SIMPULAN
Sebaran polutan CO yang terlihat dari
hasil simulasi menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan distribusi angin dan dispersi
polutan pada jam ke-1 dan jam ke-4 baik
pada Geometri A maupun pada Geometri B.
Berdasarkan hasil pengukuran, nilai
kecepatan angin pada jam ke-1 lebih besar
daripada nilai kecepatan angin pada jam ke-
4. Sebaliknya, hasil konsentrasi CO yang
terukur pada jam ke-4 jauh lebih besar
hingga sembilan kali lipat daripada hasil
konsentrasi yang terukur pada jam ke-1.
Hasil simulasi Fluent pada jam ke-1
menunjukkan bahwa distribusi kecepatan
angin dan dispersi gas CO pada Geometri A
jauh lebih baik daripada Geometri B. Jika
dibandingkan dengan Geometri A, pengaruh
turbulensi pada Geometri B tidak terlalu
besar, karena konsentrasi polutan tidak
berkurang secara signifikan. Meskipun nilai
konsentrasi CO yang terukur pada jam ke-1
masih berada di bawah ambang batas, namun
potensi keberadaan udara kotor pada
Geometri B dapat bertahan lebih lama
dibandingkan dengan Geometri A.
Sementara hasil simulasi Fluent pada jam
ke-4, menunjukkan bahwa proses distribusi
angin dengan nilai kecepatan angin yang
lebih rendah dan proses dispersi gas CO
dengan tingkat konsentrasi CO yang jauh
lebih tinggi melebihi ambang batas baik
pada Geometri A maupun pada Geometri B
tidak jauh berbeda, yang mana pengaruh
turbulensi di dalam kedua gardu ini juga
tidak menyebabkan konsentrasi CO
berkurang hingga mencapai nilai ambang
batas. Selain itu, tingkat kualitas udara
dalam gardu tol pada jam ke-4 untuk kedua
Geometri cenderung lebih berbahaya, dan
dapat merugikan kesehatan yang serius bagi
para petugas gerbang tol terutama dalam
jangka panjang.
VI SARAN
Pada penelitian ini disarankan perlu
adanya sedikit upaya perbaikan atau
penambahan properti yang dapat dilakukan
agar dapat meminimalisir dampak yang
dapat ditimbulkan seperti penambahan
Exhaust fan atau kipas angin dan
penambahan ventilasi pada sisi atas gardu
tol. Upaya penambahan tersebut bertujuan
untuk mempercepat proses distribusi udara
beserta proses zat pencemar yang berada di
dalam ruangan, sehingga konsentrasi polutan
dapat segera terencerkan. Di sisi lain perlu
adanya penelitian lebih lanjut untuk
membuat modifikasi lokasi inlet dan outflow
agar udara yang membawa polutan dapat
terdispersi secara ideal di dalam gardu tol.
DAFTAR PUSTAKA
Arya S P. 1999. Air Pollution Meteorology
and Dispersion. New York: Oxford
University Press.
Benarie MM. 1980. The Simple Box Model
Simplified. [J. of Atm Pollution].
New-York: Elsevier Scientific
Publishing Company.
Budiraharjo E. 1991. Pencemaran Udara.
Widyapura No.5 Tahun VII Januari
1995.
Brimblecombe P. 1986. Air Compotition and
Chemistry. Geat Britain: Cambridge
University Press.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2005.
Nilai Ambang Batas (NAB) Zat
Kimia di Udara Tempat Kerja.
Standar Nasional Indonesia: SNI
19-0232-2005.