stilistetika tahun iv volume 7, november 2015
TRANSCRIPT
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
1/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
i
Pengantar Redaksi
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni merupakan salah satu institusi
akademik yang berkonsentrasi pada ilmu pendidikan bahasa dan seni. Dinamika
ilmu pendidikan bahasa dan seni amatlah pesat. Oleh karena itu diperlukan wadah
untuk menghimpun dan menyosialisasikan perkembangan ilmu pendidikan bahasa
dan seni tersebut. Berdasarkan kesadaran dan komitmen civitas akademika,
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni berhasil mewujudkan idealisme ilmiahnya
melalui jurnal Stilistetika yang terbit dua kali setahun, yakni pada bulan Mei dan
November. Apa yang ada di tangan pembaca budiman saat ini merupakan jurnal
Stilistetika Tahun iv Volume 7, November 2015.
Jurnal Stilistetika ini memiliki makna tersendiri. Penerbitan edisi ini selain
disebarkan secara internal dalam kampus Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni,
juga didistribusikan pada komunitas akademik yang lebih luas. Jurnal Stilistetika
kali ini memuat empat buah artikel ilmiah yang dihasilkan oleh dosen Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Seni, satu buah artikel dari dosen Politeknik Negeri Bali,
dua buah artikel ilmiah oleh mahasiswa Pascasarjana ISI Yogyakarta, dan tiga
buah artikel ilmiah yang dihasilkan oleh mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa
dan Seni. Adanya sumbangan tulisan dari luar Fakultas Pendidikan Bahasa dan
Seni diharapkan memperluas cakrawala ilmiah komunitas akademik.
Semoga penerbitan jurnal Stilistetika ini menjadi wahana yang baik untuk
membangun atmosfer akademik. Akhirnya, sumbangan pemikiran, kritik, dan
saran dari pembaca diharapkan dapat memperbaiki terbitan edisi selanjutya.
R e d a k s i
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
2/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
ii
Halaman
Pengantar Redaksi ......................................................................................... iDaftar Isi ....................................................................................................... ii
Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Tantri Perempuan yang
Bercerita Karya Cok Sawitri
Ni Komang Yuliani ........................................................................................ 1
Learning Center (LC) dengan Pembelajaran Mandiri: Suatu Strategi untuk
Meningkatkan Nilai TOEFL Mahasiswa
A.A. Raka Sitawati dkk. ................................................................................. 12
Orientasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Bali: PenguatanPeran Sastra (Paribasa Bali) bagi Siswa Sekolah Menegah Atas
I Nyoman Sadwika. ....................................................................................... 20
Analisis Contact Phonology Unsur Serapan Bahasa Inggris dalam Bahasa
Indonesia
Ni Luh Gede Liswahyuningsih, S.S., M.Hum. ............................................... 36
Kontraksi Dalam Deiksis Bahasa Bali: Sebuah Kajian Fonologi Generatif
Ida Ayu Agung Ekasriadi .................................................................................. 44
Nilai Religius Hindu Dalam Seni Lukis I Gusti Nyoman Lempad
Drs. I Komang Dewanta Pendit, M.Si. ......................................................... 72
Ekspresi Barong Dalam Lukisan: Sebagai Persepsi Budaya Bali Saat Ini
I Gusti Agung Bagus Ari Maruta .................................................................. 87
Perubahan Lingkungan: Kesuburan dalam Kenangan
I Wayan Putra Eka Pratama ......................................................................... 101
Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk
Meningkatkan Keterampilan Menarikan Tari Sekar Jepun dalamKegiatan Ekstrakurikuler Tari Siswa Smp Pancasila Canggu, Kuta Utara,
Badung Tahun Pelajaran 2014/2015
Ni Komang Orhitra Sari ............................................................................... 116
Analisis Kesalahan Pemakaian Bahasa Indonesia Tataran Sintaksis pada
Karangan Siswa Kelas V SD Negeri 10 Sumerta Kecamatan Denpasar
Timur Tahun Pelajaran 2013/2014
Ni Nyoman Prassini ...................................................................................... 127
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
3/143
STILISTETIKA
JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
Penanggung Jawab
Dekan FPBS IKIP PGRI Bali
Redaksi :
Ketua : Dr. Nengah Arnawa, M.Hum. (IKIP PGRI Bali)
Sekretaris : Drs. Nyoman Astawan, M.Hum. (IKIP PGRI Bali)
Bendahara : Dra. Ni Made Suarni, M.Si. (IKIP PGRI Bali)
Anggota : 1. Prof. Dr. Nyoman Suarka, M.Hum. (Unud)
2. Prof. Dr. Oktavianus, M.Hum. (Unand)
3. Prof. Dr. I Nengah Suandi, M.Hum. (Undiksha)
4. I Made Sujana, S.Sn., M.Si. (IKIP PGRI Bali)
5. Gusti Ayu Puspawati, S.Pd., M.Si.(IKIP PGRI Bali)
6. Dr. Anak Agung Gde Alit Geria, M.Si.(IKIP PGRI Bali)
Penyunting Bahasa Indonesia:
Drs. I Nyoman Suarsa, M.Pd.
Ida Ayu Agung Ekasriadi, S.Pd., M.Hum.
Penyunting Bahasa Inggris:
Ni Luh Gede Liswahyuningsih, S.S., M.Hum.
Komang Gede Purnawan, S.S.
Sirkulasi:
I Nyoman Sadwika, S.Pd., M.Hum.
Putu Agus Permanamiarta, S.S., M.Hum.
Administrasi :
Luh De Liska, S.Pd., M.Pd.
Ni Luh Purnama Dewi, S.Pd.
Gusti Ngurah Okta Diana Putra
Alamat : FPBS IKIP PGRI BALI
Jalan Akasia, Sumerta, Denpasar Timur
E-mail : [email protected]
mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
4/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
1
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL TANTRI
PEREMPUAN YANG BERCERITA KARYA COK SAWITRI
oleh
Ni Komang Yuliani, NIM 2011.11.1.087
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah
Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui struktur Novel Tantri Perempuanyang Bercerita dan (2) untuk mengetahui dan mendeskripsika nilai-nilai pendidikankarakter yang terdapat dalam Novel Tantri Perempuan yang Bercerita.
Penelitian ini adalah penelitian deskrptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian iniadalah metode kepustakaan dengan teknik pengumpulan data menggunakan teknik kartuatau pencatatan. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metodedeskriptif analisis.
Berdasarkan hasil analisis data, peneltian ini sampai pada simpulan bahwa NovelTantri Perempuan yang Bercerita mengandung delapan belas nilai-nilai pendidikan
karakter yang sesuai dengan konsep Kemdiknas. Delapan belas nilai-nilai karaktertersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis,rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosialdan tanggung jawab.
Kata kunci: nilai-nilai, pendidikan karakter, novel
Abstract
This study has 2 objectives. One is to know the structures of the novel Tantri Perempuan yang Bercerita, and the second is to know the values of the characterseducation in the novel Tantri Perempuan yang Bercerita.
The method that used in this research is descriptive qualitative with pragmaticapproach. The method in data collection is used literature. The technique used in data
collection is a card or recording technique and, to analyze data is descriptive analysis. Based on the results of data analysis, this study resulted in conclusions that novel
Tantri Perempuan yang Bercerita has eighteen values of character education as state in Kemdiknas. The eighteen values of characters education are religious, honest, tolerate,discipline, hard work , creative, independent, nationalist, democratic, curiosity, love ofcountry, appreciation, friendly/communicative, love of peace, love to read, care ofenvironment, care of society, and responsibility.
Keywords: values, character education, novel
1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini, diuraikan tiga hal, yaitu (1) latar belakang, (2) landasan
teori, dan (3) tujuan penelitian.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
5/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
2
1.1 LatarBelakang
Indonesia dalam perkembangannya selama ini masih harus menghadapi
berbagai macam permasalahan, seperti melemahnya kecintaan terhadap budaya,
semakin memudarnya etika dan tatakrama dalam masyarakat terutama di kalangan
remaja, maraknya perjudian, kriminal, dan kasus korupsi di kalangan pejabat
pemerintahan, yang berakibat pada semakin merosotnya prestasi-prestasi di
kancah persaingan dunia. Semua permasalahan tersebut disebabkan merosotnya
nilai-nilai moral dan karakter dalam diri masnyarakat Indonesia. Olehkarenaitu,
pendikan karakter menjadi sesuatu yang sangat penting untuk digencarkan di
seluruh lapisan masyarakat.
Presiden pertama Indonesia, Soekarno, menyatakan bahwa nation dan
character building sebagai bagian dari integral pembangunan bangsa (Muslich,
2013:5). Masyarakat membentuk karakter suatu bangsa dan karakter suatu bangsa berperan besar dalam mempertahankan eksistensi bangsa itu sendiri. Pendidikan
karakter mengedepankan pembentukan sikap dan mental peserta didik. Seperti
disebutkan dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
bahwasannya ada delapanbelas sikap yang perlu dikembangkan dalam diri peserta
didik. Delapan belas butir sikap tersebut adalah jujur, toleransi, disiplin,
kerjakeras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingintahu, semangat kebangsaan,
cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab
Sastra merupakan salah satu komponen pembelajaran yang mampumemberikan sumbangan atau sebagai penopang terlaksananya penidikan karakter.
Novel adalah salah satu bentuk sastra yang potensial sebagai media pendidikan
karakter. Salah satu novel yang sesuai dengan pendidikan karakter adalah novel
Tantri Perempuan yang Bercerita. Cerita yang ditulis dalam novel ini merupakan
cerita yang melegenda di beberapa daerah khususnya di Bali. Cerita Tantri telah
diterbitkan dalam bentuk buku dalam beberapa versi mengingat banyaknya nilai-
nilai kehidupan luhur yang terkandung dalam cerita tersebut. Cerita Tantri
mengandung banyak nilai-nilai kearifan lokal yang patut untuk dikembangkan.
Cerita Tantri sangat inspiratif, tentang kepemimpinan, kedisiplinan, adu domba,
keberanian, kesetiaan, dll, dihadirkan dengan agenda sistermatis .Melihat dari
latar belakang tersebut penulis memilih novel Tantri Perempuan yang Bercerita
sebagai novel yang layak untuk dijadikan bahan penelitian berkaitan dengan
pendidikan karakter.
1.2 LandasanTeori
1.2.1 Novel
Novel merupakan bagian dari cerita fiksi atau prosa naratif yang di
dalamnya mengandung unsur-unsur seperti tema, alur, karakter, setting, sudut
pandang, gaya, dan suasana. Novel yang baik haruslah memiliki criteria unity.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
6/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
3
Artinya, segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tema
utama (Nurgiyantoro, 2010:14). Dalam hal ini, biasanya kita temui novel terdiri
dari beberapa bagian cerita, namun masing-masing bagian cerita tersebut adalah
saling berkaitan dan berkesinambungan. Oleh karena unsure pembangunnya,
maka novel memilik kesamaan dengan cerpen yang juga merupakan bagian dari
cerita fiksi. Oleh karena itu novel dan cerpen dapat dianalisis dengan pendekatan
yang kurang lebih sama (Nurgiyantoro, 2010:10).
1.2.2 Struktur Novel
Struktur intrinsik novel yang dibahas disini adalah tema, tokoh, alur, latar
dan amanat. Tema merupakan sejenis komentar terhadap subjek atau pokok
masalah, baik secara eksplisit maupun implisit (Wiyatmi, 2008:42). Tema secara
keseluruhan dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu (1) tema jasmaniah,
berkaitan dengan keadaan jiwa seorang manusia, (2) tema organic, berhubungandengan moral, (3) tema sosial, berhubungan dengan masalah politik, propaganda
dan pendidikan, (4) tema egoik, berhubungan dengan reaksi-reaksi pribadi yang
pada umumnya menentang pengaruh sosial, dan (5) tema ketuhanan, yang
berhubungan kondisi dan situasi manusia sebagai makhluk sosial.
Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi (Wiyatmi,
2008:30). Tokoh dalam sebuah cerita harus memiliki beberapa dimensi, yaitu (1)
dimensi fisiologis, melipputi usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, cirri-ciri muka
dan sebagainya, (2) dimensi sosiologis, yang meliputi status sosial, pekerjaan,
jabatan, peranan dimasyarakat, pendidikan, agama, dll., (3) dimensi psikologis,yang meliputi mentalitas, ukuran moral, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan
kelakuan, juga intelektualitasnya. Tokoh dalam fiksi dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis, yaitu (1) berdasarkan keterlibatan dalam cerita, ada tokoh sentral
dan tokoh tambahan, (2) bedasarkan watak tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan
menjadi tokoh sederhana dan tokoh kompleks.
Alur pada dasarnya merupakan eretan peristiwa dalam hubungan logic dan
kronologik saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku
(Luxemburg dalam Wiyatmi, 2008:49). Secara garis besar alur dibagi dalam tiga
bagian, yaitu awal, tengah dan akhir (Sayuti dalam Wiyatmi, 2008:36). Tiga
bagian tersebut di awal mengandung instabilitas dan konflik, bagian tengahnya
merupakan puncak atau klimaks dari konflik dan bagian akhirnya merupakan
tahap penyelesaian. Dalam perancangan sebuah alur, ada beberapa kaidah yang
perlu diperhatikan. Kaidah-kaidah tersebut diuraikan oleh Sayuti (dalam Wiyatmi,
2008:37) yaitu plausibilitas (kemasukakalan), surprise (kejutan), suspense, dan
unity (keutuhan).
Dalam fiksi, latar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu latar tempat,
waktu dan sosial. Latar tempat berkaitan dengan masalah geografis. Di lokasi
mana peristiwa terjadi, di desa apa, kota apa, dan sebagainya. Latar waktu
berkaitan dengan masalah waktu, hari, jam, maupun historis. Latar sosial
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
7/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
4
berkaitan dengan kehidupan masyarakat (Sayuti dalam Wiyatmi, 2008:40). Fungsi
latar adalah untuk memberi konteks dalam cerita. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sebuah cerita terjadi dan dialami oleh tokoh di suatu tempat
tertentu, pada suatu masa, dan lingkungan masyarakat tertentu (Wiyatmi,
2008:40).
Secara umum amanat merupakan kesan/pesan yang ingin disampaikan
oleh pengarang kepada pembaca. Amanat yang disampaikan dalam karya sastra
biasanya berupa pesan moral atau nilai-nilai luhur kehidupan. Amanat dalam
karya sastra dapat disampaikan baik secara eksplisit maupun implisit. Untuk
mengetahui amanat yang tertuang secara implisit dalam karya sastra, seorang
perlu dengan seksama membaca dan merenungkan teks-teks dalam karya sastra
tanpa judgement terlebih dahulu terhadap karya sastra tersebut.
1.2.3 Definisi Pendidikan KarakterKarakter menurut Kemdiknas tahun 2010 adalah watak, tabiat, akhlak atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan
yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,
bersikap, dan bertindak (Wibowo, 2013:13). Karakter juga sering dikaitkan
dengan kepribadian, sehingga pembentukan katakter juga dihubungkan dengan
pembentukan kepribadian. Kepribadian menurut Kartini Kartono dan Dali Gulo
(dalam Nashir, 2013:11) adalah sifat dan tingkah laku khas seseorang yang
membedakannya dengan orang lain; integrasi karakteristik dan struktur-struktur,
pola tingkah laku, minat, pendirian, kemampuan dan potensi yang dimilikiseseorang; segala sesuatu mengenai diri sendiri sebagaimana diketahui oleh orang
lain.
Dalam KBBI, kata “pendidikan” diberikan arti proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran atau pelatihan (KBBI offline versi 1.1).
Mochtar Buchory yang dikutip oleh Sudewo dalam Nashir (2013:15) mengatakan
bahwa pendidikan dalam kaitan pembentukan kemampuan manusia memiliki tiga
tujuan khusus, yaitu: 1) agar peserta didik bisa menghidupi diri sendiri; 2) agar
peserta didik bisa bermanfaat lebih dengan menghidupi orang lain; 3) untuk
memuliakan kehidupan.
Melihat dari pengertian karakter dan juga pengertian pendidikan, maka
penulis menarik kesimpulan bahwa pendidikan karakter sesungguhnya adalah
bagaimana menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai luhur yang
sesungguhnya sudah ada dalam diri peserta didik itu sendiri sehingga mereka
menyadari kembali adanya nilai-nilai luhur tersebut sehingga akan mampu untuk
menerapkan dalam sikap dan tingkah laku dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga, masyarakat dan warga negara.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
8/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
5
1.2.4 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Adapun nilai-nilai pendidikan karakter yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah delapa belas butir nilai pendidikan karakter berdasarkan Kemdiknas.
Delapan belas butir nilai pendidikan karakter tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Religius
Nilai religius yang dimaksud adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan suku, etnis, agama, pendapat,sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta mennyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
6.
KreatifBerpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelsaikan tugas-tugasnya.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan
meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap, berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian,
dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
9/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
6
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
13.
Bersahabat/Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang
dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
16.
Peduli LingkunganSikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam disekitanya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,sosial, dan budaya), negara dan Tuhan yang Maha Esa.
1.2.5 Ciri Pendidikan Karakter
Menurut Foerster (dalam Muslich, 2013:127), ada empat ciri dasar
dalam dalam pendidikan karakter, yaitu keteraturan interior, koherensi, otonomi,
yang terakhir keteguhan dan kesetiaan. Keteraturan menurut Foerster dalam
Muslich (2013:127), dimana setiap tindakan diukur berdasarkan nilai. Nilai
dijadikan sebagai pedoman normatif setiap tindakan. Koherensi yang dimaksud
oleh Foester (Muslich, 2013:127) adalah koherensi yang memberi keberanian,
membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada
situasi yang baru atau takut resiko. Ketiga, yaitu otonomi. Dalam tahap ini,
individu yang bersangkutan menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi
nilai-nilai bagi pribadi (Muslich, 2013:128). Ciri dasar keempat adalah keteguhan
dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa
yang dipandang baik; dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas
komitmen yang dipilih (Muslich, 2013: 128).
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
10/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
7
1.2.6 Pendidikan Karakter; Keseimbangan Antara Moral Knowing , Moral
Feeling , dan Moral Action .
Menurut Lickona (Muslich, 2013:133), dalam pendidikan karakter ada
tiga komponen karakter yang baik yang perlu ditekankan, yaitu: moral knowing
(pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral
action (perbuatan moral). Moral knowing dikatakan penting untuk ditanamkan.
Moral knowing ini terdiri dari enam hal, yaitu: (1) moral awareness (kesadaran
moral), (2) knowing moral values (mengetahui nilai-nilai moral), (3) perspective
taking , (4) moral reasoning , (5) decision making , dan (6) self knowledge
(Muslich, 2013:133).
Moral feeling merupakan energi untuk seseorang bertindak sesuai dengan
prinsip-prisip moral. Hal-hal yang perlu ditanamkan berkaitan dengan moral
feeling ini adalah: (1) conscience (nurani), (2) self esteem (percaya diri), (3)
empathy (merasakan penderitaan orang lain), (4) loving the good (mencintaikebenaran), (5) self control (mampu mengontrol diri), dan (6) humility
(kerendahan hati) (Muslich, 2013:134). Moral action adalah bagaimana
mewujudkan pengetahuan moral menjadi tindakan nyata.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui struktur dari novel Tantri Perempuan yang Bercerita.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter
yang terdapat dalam novel Tantri Perempuan yang Bercerita.
2 METODE PENELITIAN
Adapun metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah (1) metode
pengumpulan data, (2) teknik pengumpulan data, (3) metode analisis data, dan (4)
metode penyajian hasil analisis data.
1.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kepustakaan. Yang dimaksud dengan metode kepustakaan adalah suatu
metode yang digunakan untuk memperoleh data yang bersifat konkret dengan cara
mengumpulkan sumber-sumber buku yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan.Metode yang digunakan untuk memperoleh data dari novel TPB ini
adalah: 1) membaca dengan seksama novel lembar-perlembar novel Tantri
Perempuan yang Bercerita, 2) memberi tanda dan kode pada kutipan-kutipan
yang akan digunakan sebagai data penelitian, 3) mencatat kutipan-kutipan yang
telah diberi tanda, dan 4) menganalisis dan mengklasifikasikan kutipan-kutipan
tersebut ke dalam 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yang telah tertera pada
bab 2 penelitian ini.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
11/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
8
2.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah teknik kartu
atau pencatatan. Dalam kartu data berisikan kutipan pernyataan atau kata-kata
sulit dan sumber kepustakaan yang meliputi pengarang, tahun terbit buku, judul
buku, kota penerbit, penerbit, dan halaman kutipan. Kartu data dibuat dengan cara
membaca terlebih dahulu teks yang akan diteliti, kemudian setelah menemukan
kutipan-kutipan yang berkaitan dengan penelitian, kutipan tersebut dicatat. Teknik
ini digunakan agar data yang berhasil dikumpulkan terjamin kebenarannya dan
berfungsi menghindari terjadinya kesalahan akibat faktor kelupaan, mengingat
terbatasnya kemampuan daya ingat penulis.
2.3 Metode Analisis Data
Metode analsis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis yang dilakukan dengan cara mendeskriptifkan fakta-fakta yangkemudian disusul dengan analisis.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis struktur dasar novel
2. Mencatat dan mengelompokan masing-masing bagian struktur novel
3. Menganalisis pesan yang disampaikan dalam kutipan,
4. Mencatat dan mengelompokkan data sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam kutipan,
5.
Menguraikan dan memberi pemahaman untuk setiap kutipan.
2.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Penyajian data dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode formal
dan metode informal. Metode formal menurut Sudaryanto (dalam Muhammad,
2014:265) merupakan perumusan kaidah atau kaidah-kaidah dengan
menggunakan tanda, dan lambang-lambang. Sedangan metode informal dimana
metode ini menggunakan kata-kata biasa untuk merumuskan kaidah sesuai dengan
domainnya, konstrain, dan hubungan antar kaidah (Muhammad, 2014:288).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode informal, sementara
metode formal bersifat mendukung.
3 HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap novel Tantri Perempuan yang
Bercerita, diketahui bahwa novel ini mengangkat tema social. Dikatatakan
mengangkat tema sosial karena cerita dalam novel mengandung unsur politik,
propaganda dan juga pendidikan. Novel TPB menggunakan tokoh manusia dan
banyak tokoh binatang yang berjumlah lebih dari lima puluhan. Akan tetapi dari
banyak tokoh tersebut dapat ditemukan tokoh-tokoh yang penting yang muncul
dari awal cerita dan mempunyai peran besar dalam cerita, seperti Ni Diah Tantri
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
12/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
9
dan Raja Eswaryadala yang menjadi tokoh utama dalam cerita, Mahapatih
bandeswara, raja singa Candapinggala, Lembu Nandaka, dan Patih Sambada.
Secara garis besar, alur yang dipakai adalah alur maju. Akan tetapi, jenis cerita
yang berbingkai dimana tokoh-tokoh dalam cerita juga bercerita makan lebih tepat
disebut menggunakan alur campuran.
Sesuai dengan jenis cerita yang menyerupai fabel maka untuk memberi
konteks cerita, seting atau latar dalam novel TPB ini menggunakan latar istana
pada jaman kerajaan, hutan, pedesaan, telaga dan laut. Novel TPB mengandung
banyak sekali amanat-amanat sebagai pesan untuk para pembaca dan amanat-
amanat tersebut, dalam penelitian ini diuraikan menjadi delapan belas butir nilai-
nilai pendidikan karakter.
Novel karya Cok Sawitri ini cukup kuat untuk mempresentasikan nilai-
nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam
novel TPB ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan tindakan dalam
kehidupan sehari-hari, untuk memperbaiki sikap yang salah dan untuk melatih
karakter-karakter baik yang perlu dikembangkan.
Berdasarkan hasil penelitian, novel TPB mengandung nilai-nilai
pendidikan karakter dan dari data yang telah diuraikan di bab empat terdapat
delapan belas nilai-nilai pendidikan karakter, yaitu nilai religius, jujur, toleransi,disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta
damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
4 SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa novel Tantri
perempuan yang Bercerita mengangkat tema sosial yang didukung oleh beberapa
tema minor. Tokoh dalam novel berjumlah lebih dari lima puluhan dengan
karakter masing-masing. Beberapa tokoh sentral dalam novel ini adalah Tantri,
Raja Eswaryadala, Mahapatih Bandeswara, Lembu Nandaka, Raja Singa
Candapinggala, dan Patih Sambada. Alur yang digunakan dalam novel adalah alur
campuran. Latar yang dipakai dalam novel menunjang cerita yang diangkat, yaitu
latar istana, hutan, desa, telaga dan laut. Sedangkan amanat diuraikan dalam butir-
butir nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
13/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
10
Berdasarkan hasil penelitian, novel Tantri Perempuan yang Bercerita
mengandung nilai-nilai pendidikan karakter dan dari data yang telah diuraikan di
bab empat terdapat delapan belas nilai-nilai pendidikan karakter, yaitu nilai
religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa
ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung jawab.
Beberapa saran yang disampaikan kepada masyarakan dan peneliti
selanjutnya. Pertama, pembaca bisa membaca novel TPB ini untuk mawas diri,
bercermin, mengintropeksi diri, bagaimana selama ini kita dalam berhubungan
dengan orang lain dan bersikap pada diri sendiri. Bagaimanapun, sebagai manusia
dalam kehidupan kita tidak lepas dari berhubungan dengan makhluk lainnya.
Harus diingat bahwa masing-masing dari kita memiliki perasaan dan harga diri.
Sikap mawas diri dan kritis perlu dikembangkan guna terhindar dari hasutan atau
tindakan yang tidak berdasarkan kebenaran.
Kedua, selain untuk memahami diri sendiri dan orang lain, novel TPB ini
juga dapat digunakan sebagai tambahan materi dan acuan dalam mendidik
karakter anak di sekolah bagi yang berprofesi sebagai guru mengingat bahwa
pendidikan karakter saat ini seperti menjadi sesuatu yang harus mendapat
penanganan serius dan menyeluruh. Selain itu para orang tua juga dapat
menggunakan cerita-cerita dalam novel ini sebagai dongeng pengantar tidur anak-
anak mengingat ceritanya yang banyak mengangkat tokoh binatang dan sangat
mudah untuk menemukan pesan-pesan dalam masing-masing cerita.
Ketiga, untuk pengembangan peneliti selanjutkan bisa menganalisis
novel TPB karya Cok Sawitri ini dengan mengkaji bentuk analisi yang berbedadengan menggunakan metode yang berbeda, atau bisa meneliti nilai yang berbeda
yang terdapat dalam novel TPB, seperti nilai moralitas, nilai keagamaan, nilai
budi pekerti yang luhur, dan nilai sosial.
DAFTAR RUJUKAN
Muslich, Masnur. 2013. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta. PT. Bumi Aksara.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
14/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
11
Nashir, Haedar. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Kebudayaan.
Yogyakarta: Multi Presindo.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.
Sawitri, Cok. 2011. Tantri Perempuan yang Bercerita. Jakarta. PT. Kompas
Media Nusantara
Setiawan, Ebta. 2010. KBBI Offline Versi 1.1. Pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi.
Pusat Bahasa.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional . (Daring). Tersedia di: http://www.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdf
Wibowo, Agus. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Wiyatmi. 2008. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.
http://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdfhttp://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdfhttp://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdfhttp://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdfhttp://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdf
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
15/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
12
LEARNING CENTER (LC) DENGAN PEMBELAJARAN MANDIRI: SUATU
STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN NILAI TOEFL MAHASISWA
A.A. Raka Sitawati, I Nyoman Rajin Aryana, I M. Rai Jaya Widanta,I Wayan Dana Ardika
Politeknik Negeri Bali
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Learning Center (LC) sebagai suatu
tempat untuk belajar dan melatih mengerjakan TOEFL (Test of English as a Foreign
Language). Pengembangan ini didasari atas hasil studi penelusuran tentang
kebutuhan para mahasiswa dan dosen di lima universitas pada saat pembelajaran
TOEFL yang menyatakan bahwa LC sangat perlu untuk dikembangkan untukmendukung pembelajaran TOEFL. Sebagai tempat pembelajaran mandiri, LC
dilengkapi dengan beberapa fasilitas, di antaranya sepuluh modul ajar dan latihan
TOEFL, materi listening , lembar jawaban, CD player, kartu pencatat nilai, kartu
anggota LC, kartu petunjuk dan SOP. Agar menjadi perangkat yang berterima, modul
ajar dan latihan divalidasi baik menyangkut isi, disain, uji perorangan dan uji
kelompok kecil. Para tim validasi diminta untuk mengisi angket untuk mengomentari
model tersebut. Uji lapangan dengan melibatkan satu kelas mahasiswa dilakukan
untuk melihat efektifitas modul tersebut dilakukan paling akhir. Dalam
implementasinya, sekelompok mahasiswa tersebut diberikan kesempatan untuk
mempelajari salah satu modul TOEFL secara mandiri. Tes TOEFL yang ada dibagian
belakang modul kemudian dikerjakan secara individu. Hasil tes tersebut kemudian
dibandingkan dengan hasil tes awal mereka yang dilakukan sebelum pembelajaran
mandiri ini dilakukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata capaian siswa
antara tes 1 dan tes 2 adalah berturut-turut 367.26 dan 416.17. Peningkatan nilai
peserta dari tes 1 ke tes 2 adalah 48.91 dengan rerata peningkatan 13.32. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa model LC yang dikembangkan adalah efektif untuk
digunakan sebagai tempat pembelajaran TOEFL secara mandiri.
Kata kunci: Pengembangan model, Learning Center , pembelajaran mandiri, TOEFL
Abstract
This paper describes development of Learning Center (LC) as a place to learn and
practice TOEFL (Test of English as a Foreign Language). The idea for development
of LC was pursuant to the result of tracer study to see needs of assistance of students
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
16/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
13
and lecturers in five universities in Bali in learning TOEFL, who agreed that LC
shall be developed. As a self-directed learning site, LC is completed with a number of
facilities, including ten learning and practice test modules, listening materials in
form of CD, answer sheet, CD player, point card, membership card and directory
sheet and SOP. To be appropriate devices, the modules had been finalized through
some validation including content, design, individual, and a small group test. They
were required to fill questionnaire to comment on the modules. The field test to see
effectiveness of modules was done at the end. Thus, a group of student as sample
group was given a self-directed learning for one session by using one of the modules
and practice test at the end of the session. The result of the test was then compared
with that of the test prior to the learning. The result showed that the mean of
students’ achievement between test 1 and test 2 were respectively 367.26 and 416.17.
The mean of increase of both tests was 48.91 with percentage of increase 13.32. In
conclusion, the developed model was said to be effective considering the result of
statistical analysis.
Key words: Development of model, Learning Center, Self-directed learning, TOEFL
I. Pendahuluan
Self-directed learning (SDL) telah banyak digunaan di berbagai belahan dunia.
Model pembelajaran ini digunaan karena telah terbukti memberiakan dampak nyata.
Selain memberikan dampak positif terhadap rasa percaya diri, inisiatif, keuletan dan
kepuasan hidup pelajar, model ini juga mampu menurunkan kadar kemungkinan
bahwa siswa akan merasa menderita dari beban panjang pelajaran yang memaksa.
SDL juga menyediakan kesempatan yang jauh lebih banyak di mana pelajar bisa
menunjuuan minatnya dibandingkan dengan seolah pada umumnya serta mampu
memacu olaborasi di dalam, dan di luar keluarga.
SDL merupakan pembelajaran mandiri yang cocok untuk berbagai tingkat pada
setiap orang dan situasi belajar. Hal ini disebabkan karena SDL melibatan berbagai
kegiatan dan sumber daya, seperti membaca mandiri, pemagangan, yang efektif bagi
guru memancing berfikir kritis siswa (Hiemstra, 1994). Ini merupakan cara untuk
mengimplementasikan informasi ke dalam kehidupan seseorang (Altuger-Genc,
2013). SDL juga mampu membangun pemahaman kita tentang pembelajaran dengan
mengidentifikasi suatu bentuk pembelajaran
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
17/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
14
orang dewasa dan menyediakan pandangan tentang proses, tantangan serta
karakteristik pelajar dewasa serta memperluas pemikiran tentang pembelajaran
formal (Caffarella, 1993). Selain itu, SDL, khususnya untuk pelajar dewasa lebih
menguntungkan karena mampu memacu pelajar utnuk belajar, lebih efektif, kreatif,
inisiatif, mandiri serta berorientasi pada masa depan (Knowles, 1975; Gugilielmo,
1977; Tylor, 1981)
Model ini digunakan sebagai dasar untuk mengembangan LC sebagai tempat
mempelajari dan berlatih TOEFL. TOEFL dipilih sebagai alat ukur kompetensi
bahasa Inggris mahasiswa Politeknik Negeri Bali karena alat ukur ini diakui sebagai
alat ukur standar yang telah mendunia (Pedoman Pendidian Politeknik Negeri Bali,
2006, ayat 6). Merujuk pernyataan tersebut dan dengan memperetimbangkan
pentingnya keberadaan alaj uji tersebut, beberapa model pembelajaran dengan SDL
telah dikembangkan untuk memfasilitasi mahasiswa agar mampu meningkatkan
prestasi akademisnya (Widanta, 2008; Widanta, 2012).
LC dikembangkan di Politeknik Negeri Bali untuk menyediakan siswa suatu
tempat di mana mereka bisa belajar grammar, serta strategi-strategi untuk menjawab
dan latihan TOEFL. Dalam mengembangan LC, ada beberapa langkah telah
dilakukan, seperti menganalisis kebutuhan pengguna, mengembangkan modul ajar,
dan mengukur efektivitas modul.
Model LC yang dikembangan ini masih bersifat konvensional karena masih
dilakukan dengan cara sederhana, manual dan materi ajar masih disediakan dalam
bentuk buku. Dengan perkembangan tenologi yang semakin pesat, pengembangan LC
ini diharapkan akan berbantukan piranti komputer sehingga pembelajaran akan lebih
menarik.
Ada sejumlah tilik kaji tentang pembelajaran mandiri berbantuan komputer telah
dilakukan oleh para pakar pembelajaran, seperti yang dilakukan O’Donnell (2006).
Dia menyelidiki efektifitas penggunaan program CALL (computer-assisted language
learning ) untuk pembelajaran bahasa Inggris sebagai b bahasa kedua di Korea. Di
pihak lain, K. Lee (2000) menyarankan bahwa teknologi berbasis jaringan cocok
digunakan untuk pelajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (ESL) karena dapat
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
18/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
15
memberikan pengalaman langsung yang dapat meningkatkan maotivas belajar dan
meningkatkan prestasi mereka. Hasil kajian Kannan and MacKnish (2000) juga
menyatakan bahwa agar siswa mampu mempraktekkan keahlian mereka,
mengenalkan mereka komputer, serta menyediakan mereka teman dan lingkungan
belajar alternatif, mereka harus menggunakan pembelajaran online. Model
pembelajaran itu mampu mengurangi tingkat stress siswa, khususnya ketika
pembelajaran tersebut diberikan di lab multimedia, karena mereka mampu
bervisualiasai tentang situasi topik pembelajaran (Huang & Liu, 2000). Model
pembelajaran itu juga berguna dalam berbagai situasi pembelajaran lainnya karena
siswa mendapatkan balikan secara langsung (Atikson & Davies, 2005).
II. Metodologi, Hasil, dan Pembahsan
Pengembangan LC untuk pembelajaran TOEFL ini dilakukan berdasarkan hasil
kajian penelusuran yang dilakukan di lima universitas dan sekolah tinggi di Bali
(Widanta, 2013). Kajian tersebut berfokus pada empat aktivitas, seperti (1)
mengetahui kompetensi bahasa Inggris dasar mahasiswa di kelima tempat tersebut;
(2) mengetahui respon para dekan dan ketua jurusan terhadap pengembangan LC; (3)
mengetahui respon para dosen terhadap pengembangan LC; dan (4) mengetahui
respond an harapan mahasiswa di lima perguruan tinggi tersebut tentang
pembelajaran TOEFL. Karena hasil kajian penelusuran tersebut menunjukkan
renspon positif, pengembangan LC untuk pembelajaran TOEFL kemudian
dilakukan.
Ada sejumlah langkah yang telah dilakukan dalam pengembangan ini, yaitu (1)
mengembangkan modul TOEFL, (2) mengembangkan instrumen validasi, (3)
memvalidasi modul, (4) memberikan tes awal (pre-test), (5) mengimplementasikan
pembelajaran mandiri dengan modul yang telah divalidasi, dan (6) memberikan tes
akhir (post-test).
Modul TOEFL memuat dua bagian, yaitu modul belajar dan modul tes. Ada 10
(sepuluh) modul diembangkan untuk memfasilitasi LC. Modul tersebut digradasi dari
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
19/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
16
tingkat kesultitan tererndah hingga tertinggi. Peserta harus mengerjakan modul
tersebut secara hirarkis dari modul 1 hingga 10.
Instrumen validasi modul dibuat setelah modul selesai dibuat. Ada lima jenis
instrumen validasi yang dibuat untuk memvalidasi model LC, yaitu validasi isi,
disain, uji kelompok perorangan, uji kelompok kecil dan uji lapangan. Setiap
instrumen memuat kuesioner untuk dijawab, dinilai serta dikomentari oleh para ahli
dan mahasiswa.
Validasi dilakuan setelah semua instrumen disiapkan. Validasi isi dilaukan oleh
pakar dan dosen senior dari Universitas Pendidikan Ganesha yang latar belakang
pendidikannya adalah adalah pendidikan bahasa Inggris. Validasi disain modul
dilakukan oleh seorang dosen senior dari fakultas Pendidikan Fisika Universitas
Pendidikan Ganesha yang telah mengembangkan berbagai model pembelajaran.
Uji perorangan, kelompok kecil, dan uji coba lapangan dilakukan dengan
mengundangan siswa di jurusan Teknik Sipil untuk memberikan tanggapan terhadap
modul itu. Kelompok siswa ini dipilih secara acak. Satu orang siswa dengan tingkat
kemampuan yang tidak diukur dipilih untuk memberikan tanggapan. Setelah uji
perorangan, tiga orang mahasiswa dengan masing-masing tingkat kemahiran rendah,
sedang, dan tinggi dipilih untuk memberikan komentar dan masukan terhadap modul.
Mereka diberikan kuesioner untuk diisi. Penentuan tingkat kemahiran tersebut adalah
berdasarkan nilai rata-rata bahasa Inggris mereka serta dengan saran dari dosen
pengajar bahasa Inggris merea. Segala saran, komentar dan masukan yang diberikan
oleh para ahli dan mahasiswa kemudian diiventarisasi untuk dijadikan sebagai dasar
untu merevisi modul. Revisi dilakukan setelah masukan tersebut dirangkum.
Setelah revisi modul selesai, modul tervalidasi ini kemudian digunakan untuk
menyelenggarakan uji coba lapangan. Pada saat uji coba lapangan, satu kelas
mahasiswa jurusan Teknik Sipil digunakan sebagai sampel. Pada saat pembelajaran
tersebut, mahasiswa dibagikan modul untuk dipelajari secara mandiri. Dosen pengajar
bahasa Inggris di kelas tersebut yang telah dilatih dengan cara menyelenggarakan
program LC ini diberikan kesempatan untuk melakukan pembelajaran tersebut.
Mahasiswa sampel tersebut diberikan satu jam untuk mempelajari modul satu
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
20/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
17
kemudian disuruh mengerjakan tes pada halaman berikutnya. Tes dilakukan selama
dua jam. Tes tersebut dimulai dengan listening, kemudian structure and written
expression, dan terakhir reading comprehension. Untuk melihat efektivitas model
pembelajaran TOEFL dengan LC ini, kedua hasit tes ( Pre-test dan Post-test )
dibandingkan dan dianalis dengan statistik deskriptif.
Pre-
Test
Post-Test
Rata-rata 367.26 416.17
Kenaikan rata-rata - 48.91
Persentase Kenaikan - 13.32Median 363.00 420.00
Standar Deviasi 31.04 45.29
Varians 963.66 2050.88
Hasil uji statistik menunjukan bahwa rata-rata tes awal adalah 367.26 dan rata
rata tes akhir adalah 416.17. Peningatan persentase adalah 48.91. Peningkatan ini
signifikan. Peningkatan ini berarti dapat memberian fata bahwa LC dengan
pemeblajaran TOEFL mandiri efektif. Walaupun LC dilakukan secara konvensional
yang tidak menggunakan teknologi komputer terbukti mampu memacu dan
memotivasi mahasiswa untuk belajar lebih baik. Dan walaupun mahasiswa diajarkan
dengan watu yang relatif singkat, mereka mampu meraih prestasi yang baik. Di
samping itu, mahasiswa tersebut tampa lebih termotivasi untuk belajar dan berlatih.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
21/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
18
III. Simpulan dan Saran
Pengembangan LC yang masih bersifat konvensional ini terbukti efektif mampu
meningkatkan prestasi mahasiswa di bidang TOEFL. Hal ini sangat perlu
diimplementasikan untuk mata kuliah lainnya di Politenik Negeri Bali atau di
perguruan tinggi lainnya. Untuk mengintegrasikannya dengan perkembangan
teknologi saat ini, program LC ini perlu dibantu dengan memanfaatkan teknologi
komputer. Untuk hal itu, modul-modul belajar TOEFL serta modul tes TOEFL ini
perlu dimasukkan dalam piranti lunak sehingga akan lebih praktis. Mahasiswa akan
hanya perlu mampu mengoperasikan komputer untuk mengikuti program LC. Dengan
melakukan SDL mahasiswa menemukan bahwa mengalami bahwa cara memecahkan
masalah dengan secara mandiri seperti ini sangat menguntungkan.
Namun, usaha untuk suatu mewujudan pembelajaran yang lebih baik dengan
memberdayakan teknologi-teknologi baru seperti komputer harus selalu diupayakan
dan dirancang. LC yang masih bersifat konvensional ini perlu dikembangkan menjadi
model LC berbantuan komputer sehingga lebih praktis dan memotivasi mahasiswa.
Daftar Pustaka
Atikson, T & Davies, G. 2005. Computer-Aided Assessment (CAA) and languagemearning, Module 4.1 Information and communications Technology for Language
Teachers. Retrieved June 17, 2005 from http://www.ict4lt.org/en/en_mod4-
l.htm#introduction.
Altuger-Genc, G. 2013. Design and development of a self-directed learning
component for a mechanical engineering technology course. SUNY Farmingdale
State College.
Caffarella, R. S. 1993. Self-directed learning. In S.B. Marriam (ed), An Update on
adult learning theory, no.57.San Francisco: Jossey-Bass.
Hiemstra, R. 1994. Self-directed learning. In T. Husen & T.N. Postlethwaite (Eds.),
The International Encyclopedia of Education (second edition), Oxford: Pergamon
Presss.,Retrieved May 31, 2006 from
http://home.twcny.rr.com/hiemstra/sdlhdbk.html.
http://www.ict4lt.org/en/en_mod4-l.htm#introductionhttp://www.ict4lt.org/en/en_mod4-l.htm#introductionhttp://www.ict4lt.org/en/en_mod4-l.htm#introductionhttp://home.twcny.rr.com/hiemstra/sdlhdbk.htmlhttp://home.twcny.rr.com/hiemstra/sdlhdbk.htmlhttp://home.twcny.rr.com/hiemstra/sdlhdbk.htmlhttp://www.ict4lt.org/en/en_mod4-l.htm#introductionhttp://www.ict4lt.org/en/en_mod4-l.htm#introduction
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
22/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
19
Huang, S.J. & Liu, H.F. 2000. Communicative Language Teaching in a MultimediaLanguage Lab. The Internet TESL Journal, 6 (2). Retrieved May 23, 2005, from
http://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.html
Kannan, J. & Macknish C. 2000. Issues Affecting On-line ESL Learning : A
Singapore Case Study . The Internet TESL Journal, 6 (11). Retrieved May 16, 2005
from http://itslj.org/Articles/Kannan-OnlineESL.html
Knowles, M.S. 1975. Self-directed Learning. New York: Association Press.
Lee, K. 2000. English Teachers’ Barriers to the Use of Computer -assissted LanguageLearning. The internet TESL Journal, 6 (12). Retrieved May 23 2005 from
http://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.html
O’Donnell, Timonthy J. 2006. Learning Engish as a foreign language in Korea: Does
CALL have a place? Asian EFL Journal. The EFL Professional’ Writen Forum.
Retrieved April 2006. Fom http://www-asian-efl-journal.com/pta-April06-TJO
Taylor, M. 1981. The Social Dimension of Adult Learning. In: Salter L (ed.).
Communication Studies in Canada Butterworth. Toronto, Ontario, 133-146.
Widanta. I. M. R. J. 2008. Pengembangan model pembelajaran mandiri berbasisTOEIC di bidang teknologi, Politeknik Negeri Bali. Laporan penelitian hibah
bersaing Dikti 2008.
Widanta. I. M. R. J. 2012. Pengembangan model pembelajaran mandiri berorientasi
TOEFL Untuk meningkatkan nilai TOEFL mahasiswa Politeknik Negeri Bali.
Laporan penelitian hibah bersaing Dikti 2012.
Widanta. I. M. R. J. 2013. Studi empiris tentang kebutuhan mahasiswa, dosen, dekandan ketua jurusan di empat universitas di Bali terhadap pengembangan learning
center (LC) berbasis TOEFL. Laporan penelitian hibah unggulan perguruan tinggi
(HUPT) Dikti 2013.
http://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.htmlhttp://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.htmlhttp://itslj.org/Articles/Kannan-OnlineESL.htmlhttp://itslj.org/Articles/Kannan-OnlineESL.htmlhttp://itslj.org/Articles/Kannan-OnlineESL.htmlhttp://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.htmlhttp://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.htmlhttp://www-asian-efl-journal.com/pta-April06-TJOhttp://www-asian-efl-journal.com/pta-April06-TJOhttp://www-asian-efl-journal.com/pta-April06-TJOhttp://www-asian-efl-journal.com/pta-April06-TJOhttp://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.htmlhttp://itslj.org/Articles/Kannan-OnlineESL.htmlhttp://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.html
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
23/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
20
ORIENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL
BALI: PENGUATAN PERAN SASTRA (PARIBASA BAL I ) BAGI SISWA
SEKOLAH MENEGAH ATAS
oleh
I Nyoman Sadwika
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
IKIP PGRI BALI
Abstrak
Karya sastra Bali ( Paribasa Bali) mempunyai potensi yang sangat besar
dalam upaya pembentukan karakter anak didik, sehingga anak didik memiliki
karakter yang kokoh berakar pada nilai-nilai budaya. Karya sastra ( Paribasa Bali)
adalah salah satu karya sastra yang dapat dijadikan acuan dalam pendidikankarakter. Paribasa Bali yang mengandung kearifan lokal diharapkan dapat
memberikan kontribusi tersendiri dalam membentuk karakter-karakter anak didik.
Masalah yang dibahas dalam penelitin ini adalah (1) bagaimanakah konsep
kearifan lokal Bali ( Paribasa Bali) mengajarkan pendidikan karakter kepada pesertadidik. (2) jenis-jenis pendidikan karakter apa saja yang ditemukan dalam Paribasa
Bali. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Digunakan juga
strategi survey bertujuan untuk mengumpulkan besar variabel melaui alat pengukur
wawancara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui konsep dan jenis-jenis pendidikan karakter yang dapat diajarkan kepada anak didik melalui karya
sastra khususnya Paribasa Bali.
Kata kunci : Orientasi, Paribasa Bali, Nilai karakter
Abstract
Bali literary works (Paribasa Bali) has a huge potential in establishing the
character of the students, so that students have a strong character rooted in cultural
values. Literary works (Paribasa Bali) is one of the literary works that can be used asa reference in character education. Paribasa Bali containing local wisdom was
expected to contribute in shaping the character of the students.
The problems discussed in this experiment were (1) how the concept of local
knowledge Bali (Bali Paribasa) teaches character education to students. (2) the types
of education any character found in Paribasa Bali. The method used is descriptive
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
24/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
21
qualitative method. It was also used survey strategy aims to collect large variable
gauges through interviews. The aim of this study was to determine the concept andthe types of character education can be taught to the students through literature,
especially Paribasa Bali.
Keywords: Orientation, Paribasa Bali, character Value
PENDAHULUAN
Pergeseran etika dan moral masyarakat telah dirasakan sangat drastis pada era
globalisasi belakangan ini. Beberapa peristiwa yang dialami dan dilakukan kalangan
anak-anak, remaja, dan orang dewasa telah menunjukkan terjadinya degradasi moral,
distorsi, disintegrasi, dan disharmoni seperti yang diindikasikan oleh aneka konflik,
eksploitasi sumberdaya, kesenjangan sosial ekonomi, konversi lahan, dan berbagai
sisi gelap lainnya. Kekerasan sepertinya menunjukkan bahwa kata-kata atau bahasa
telah kehilangan kekuatannya sebagai sarana berkomunikasi. Fenomena
memburukknya hubungan antara sesama manusia dalam kondisi tertentu (saling
menghina, menghujat dan menuding), semakin ramainya pejabat dan dan para
petinggi pemerintah yang korupsi, dekadensi moral dikalangan remaja berbentuk
tawuran, penggunaan narkoba, sex bebas, demonstrasi yang berakhir ricuh,
penyerangan sekelompok warga berdalih agama, mutilasi dan lain-lain.
Memang ironis bahwa bangsa dan negara Indonesia yang sejatinya adalah
bangsa dan negara yang berbudaya yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa.
Tetapi sikap dan prilakunya tidak mencerminkan peradaban. Karena itu, revitalisasi
budaya melalui berbagaai langakah pengkajian sangat dibutuhkan untuk membangun
karakter bangsa yang kokoh. Masalah pendidikan karakter akhir-akhir ini menjadi
topik yang sangat menarik diperbincangakan oleh karena kondisi masyarakat yang
sangat memperihatinkan. Isu pendidikan karakter dicanangkan kembali secara resmi
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2
Mei 2010. Substansinya adalah pemerintah ingin memperoleh dukungan sepenuhnya
dari seluruh rakyat Indonesia. Di era globalisasi ini konsep pendidikan karakter yang
berbasis paribasa Bali yang berisi kearifan lokal diharapkan dapat memberikan
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
25/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
22
kontribusi tersendiri dalam membentuk karakter seseorang sejak dini. Salah satu
unsur budaya Bali yang dikaji dalam kesempatan ini adalah Paribasa Bali sebagi
genre sastra lisan Bali tradisional. Paribasa Bali merupakan permainan kata-kata dan
bunyi yang digunakan dalam praktik berbahasa masyarakat Bali untuk memperindah
bahasa dengan tujuan membangkitkan rasa senang, memotivasi, dan menyadarkan
bahkan menyindir lawan bicara.
Orientasi pembentukan karakter positif sejak dini dikalangan masyarakat dan
pendidikan karakter positif diberikan secara kontinyu diharapkan dapat memberikan
penyadaran, khususnys pada generasi muda tentang etika berprilaku baik di dalam
keluarga, masyarakat, dan terhadap lingkungan.
PEMBAHASAN
Konsep Pendidikan Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan
berwatak. Penguatan pendidikan moral atau pendidikan karakter dalam kontekssekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di Negara
Indonesia. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas,
maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman,
pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalah gunaan obat-obatan, pornografi,
kolusi, korupsi nepotisme dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah
sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Oleh karena itu betapa
pentingnya pendidikan karakter.
Banyak sarana yang bisa mempengaruhi kepribadian seseorang sejak dalam
kandungan, ketika lahir, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apa yang dilihat,
dirasakan, dialami, dan dikerjakan akan terekam dengan baik dalam ingatan
seseorang. Rekaman tersebut merupakan bekal dalam membentuk kepribadian.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
26/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
23
Semua masyarakat tentu menginginkan hidup aman, sehat sejahtera, menginginkan
generasi yang baik, bukan yang buruk. Tetapi kadang-kadang harapan dan kenyataan
tidak sesuai dengan yang diinginkan. Akibat dari unsur negatif yang tanpa disadari
menjadi unsur pembentuk kepribadian, karakter, dan akhlak manusia. Di dalam
berbagai budaya di Indonesia setiap suku tentu ada bentuk-bentuk pendidikan yang
dapat dijadikan, rujukan dan refrensi untuk membentuk manusia menjadi manusia
yang terhormat. Tetapi akibat kurangnya pengenalan terhadap budaya khususnya
tentang sastra paribasa Bali, dan karena generasi sekarang lebih banyak
diperkenalkan dengan media elektronik yang serba gampang dan instan, sehingga
pembentukan karakter dalam kehidupan sehari-hari menjadi sangat berkurang. Rasa
toleransi, rasa persaudaraan, kebersamaan, kerukunan, kejujuran, kreativitas,
semangat, dan tolong menolong sudah semakin menipis.
Begitu pula dengan nilai-nilai pendidikan lainnya yang berhubungan dengan
sifat, sikap moral, etika, tatakrama dan sebagainya semakin tidak tersampaikan.
Didalam undang-undang Sisdiknas tahun 2003, disebutkan bahwa: Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secra aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.
Nilai-nilai karakter yang dikembangakan disekolah, menurut Indonesia
Heritage Foundation (IHF) dalam Gunawan (2014 : 42) merumuskan sebilan
karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter, yaitu ; (1) cinta pada Allah
dan semesta beserta isinya, (2) tanggung jawab disiplin dan mandiri, (3) jujur, (4)
hormat dan antun, (5) kasih sayang, peduli, dan kerjasama, (6) percaya diri, kreatif,
kerja keras, dan pantang menyerah (7) keadilan dan kepemimipinan, (8) baik dan
rendah hati, (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
27/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
24
Lebih lanjut, Kemendiknas (2010) melansir bahwa berdasarkan kajian nilai-
nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-
prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan
menjadi lima, yaitu; (1) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan
sesama manusia, (2) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan
kebangsaan, (3) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang
Maha Esa, (4) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri,
serta (5) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan. Hal
inilah yang digunakan acuan dalam penelitian ini.
Jenis - Jenis Pendidikan Karakter dalam Ungkapan dan Paribasa Bali
Pendidikan karakter dimaksudkan sebagai pembentukan karakter, usaha
pendidikan dan pembentukan karakter yang dimaksud tidak terlepas dari pendidikan
dan penanaman moral atau nilai-nilai luhur pada siswa. Pendidikan karakter itu
sendiri merupakan sebuah proses pembelajaran untuk menanamkan nilai-nilai luhur,
budi pekerti, akhlak mulia yang berakar pada ajaran agama, adat istiadat, dan nilai-
nilai keIndonesiaan dalam rangka mengembangkan kepribadian siswa supaya
menjadi manusia yang bermartabat, menjadi warga bangsa yang berkarakter sesuai
dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama ( Suyanto, 2011:76). Tujuan pendidikan
karakter adalah agar siswa menjadi orang yang bermartabat, orang yang terpuji, dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious,
menanamkan jiwa kepemimipinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi
penerus bangsa, mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan, dan mengembangkan lingkungan
kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan
persahabatan. Sebagai suatu kearifan lokal yang berasal dari pandangan hidup dan
sudah menjadi tradisi turun temurun, maka kearifan local dikaitkan dengan
pendidikan karakter bangsa mempunyai fungsi-fungsi, agar fungsi tersebut dapat
maksimal maka makna dalam ungkapan tradisional seperti dalam Paribasa Bali
tersebut perlu diinfrensikan agar selaras dengan perkembangan jaman. Mengingat
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
28/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
25
degradasi moral melanda Indonesia maka Kementrian Pendidikan Nasional
mencanangkan delapan belas pendidikan karakter, yang dituangkan pada setiap
bidang ilmu dalam pembelajaran di sekolah-sekolah. Dari pernyataan tersebut dapat
dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, proses pendidikan
yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya. Akhir dari proses
pendidikan adalah kemampuan peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dalam mengarungi kehidupan (Sanjaya, 2007:2). Pemaksimalan makna
akan mengembangkan fungsi kearifan local sebagai pandangan, acuan, dan tauladan,
dalam menjaga karakter bangsa.
Adapun fungsi ungkapan dalam Paribasa Bali tersebut antara lain:
1. Kepedulian terhadap Sesama
a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yakni sadar akan hak
dan kewajiban diri dan orang lain ini tercermin dalam sesonggan
(pepatah). Buka sepite, pedaduanan tatuekne buka anake menyama tuah
ajake dadua ‘Seperti sepit (penjepit) selalu berduaan atau berpasangan.
Yang memiliki makna sehebat apaun kita tanpa dibantu oleh orang lain
akan tidak berarti apa-apa, janganlah kita merasa mampu bekerja
sendirian tanpa bantuan orang lain. Infrensi dari arti tersebut adalah
orang yang arogan dan sombong karena merasa diri hebat bisa
melakukan segala-galanya, orang yang demikian cendrung
mengabaikan orang lain, tidak menghormati pemikiran dan sikap orang
lain karena merasa diri serba bisa. Orang tersebut sesungguhnya tidak
tahu apa-apa yang seharusnya dikerjakan. Memahami hak dan
kewajiban sangat dibutuhkan dalam kehidupan siswa. Nilai karakter ini
tampaknya sejak dulu sudah mendapat perhatian dari leluhur kita,
sebagaimana dapat dicermati misalnya, dalam sesonggan, “ geng yasa
geng goda”, besar jasa besar pula godaannya, gede kayune gede
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
29/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
26
papahne, besar pohonnya besar pula rantingnya, serta dalam
sesenggakan ,” buka benange suba kadung maceleban” seperti benang
terlanjur basah, sesonggan “geng yasa geng goda” mendidik kita untuk
tabah, bertanggung jawab akan hak dan kewajiban semakin besar hasil
yang didapat (hak) semakin besar pula kewajiban kita membayar pajak
pada negara. Disamping itu siswa juga harus diajarkan bertanggung
jawab, ulet, tekun, tabah, dan selalu berpikir positf mana hak dan mana
kewajiban yang harus dikerjakan seperti, seseng gakan “buka benange
suba kadung maceleban” sebagai siswa harus bekerja sampai tuntas
tidak boleh setengah-setengah meskipun hak yang di terima kurang
sesuai dengan harapan.
b. Nilai karakter patuh kepada aturan-aturan sosial, sikap menurut dan taat
terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan
umum, terdapat dalam Sesonggan (Pepatah) Caruk gong, muah aud
kelor , ‘semua perangkat gamelan atau menarik daun kelor dari
batangnya’ yang memiliki mak na di ibaratkan seperti siswa yang sudah
terjun ke masyarakat apabila ada kegiatan apapun semuanya ikut
bekerja tanpa terkecuali. Dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan
manapun berada diharapkan dapat hidup saling tolong menolong berat
dan ringan harus ditopang bersama-sama demi kemajuan bersama. Nilai
karakter patuh pada aturan aturan-aturan sosial dengan cara bersikap
dan bertindak dalam menghadapi masalah dengan menghindari sikap
lupa diri, terburu-buru, ceroboh, dan bertindak berdasarkan
pertimbangan yang matang. Niali karakter ini tercermin pula dalam
beberapa sesonggan, antara lain, “gangsaran tinda kuangan daya”,
bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu “dija kadena langite endep”,
jangan mengira ada langit yang rendah, sangat baik dipakai untuk
menasehati dan mendidik anak-anak yang kurang bisa mengendalikan
diri atau cendrung bersifat ceroboh serta terburu-buru sehngga tidak
mentaati aturan-aturan yang berlaku. Sikap ceroboh, dan terburu-buru
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
30/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
27
tersebut dalam mengambil suatu keputusan sangat merugikan dalam
kehidupan.
c. Nilai karakter menghargai karya dan prestasi orang lain, sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati
keberhasilan orang lain terkandung dalam sesonggan (pepatah) Aduk
sera aji keteng tatuekne, karusakang baan anak padidi sane tiosan.
‘Makanan yang dicampur dengan terasi berlebihan maknanya,
diibaratkan seperti pekerjaan yang sudah dilakukan oleh masyarakat
dengan baik tetapi hasil akhirnya dirusak oleh satu orang’. Artinya
perbuatan apapun yang dilakukan harus selalu berhati-hati apalagi
menyangkut orang banyak persatuan dan kesatuan harus dikedepankan.
Nilai karakter sikap menghargai karya dan prestasi orang lain yang
berhubungan dengan sifat, sikap menghargai yang berbeda atau
bertentangan dengan pendirian sendiri. Nilai karakter ini dapat
dicermati pula dalam sloka, “buka slokane tusing ada lemete elung” tak
ada sesuatu yang lentur itu patah, nilai yang terkandung dalam sloka itu
menandakan adanya bentuk kompromi dan tidak melakukan hal balas
dendam dalam menyelesaikan masalah, selalu menghargai karya orang
lain sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan Suarka (dalam
jurnal Aksara 2010 : 103).
d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yakni, santun, sifat
halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata prilakunya
kesemua orang, tersurat dalam sesawangan (perumpamaan) Kemikane
luir madu juruh, tatuekne, kemikane manis nyunyur. ‘Suaranya manis
bagaikan madu gula, maknanya suaranya sangat manis, pintar, jujur,
sopan, santun.’ Siswa yang baik adalah Siswa yang memegang teguh
kata-kata yang diucapakan (santun, satya wacana). Nilai tatakrama dan
santun berhubungan dengan sikap hormat kepada orang lain yang patut
dihormati dengan penuh kesadaran dan prilaku sopan dalam bertindak
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
31/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
28
serta santun dalam berbahasa di kehidupan sehari-hari, nilai sopan
santun tampak tercermin pula dalam dibalik makna sesonggan “kuping
ngliwatin tanduk”, “ degag delem”, makecuh mulet menek ”, dan dibalik
makna sesenggakan ; “ buka guake ngadanin iba” , buka jangkrike
galak di bungut, buka naar krupuku gedenan kriak ” mengandung
makna durhaka, sombong, dan angkuh. Karena itu sesonggan tersebut
dipakai menasehati anak-anak agar tidak berbuat durhaka, sombong,
dan angkuh tetapi menghormati orang yang patut dihormati.
e. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yaitu demokratis
terdapat dalam sesenggakan (ibarat) Buka ngae bajune, sikutang
keraga, tatuekne, buka melaksana, makeneh, wiadin ngomong yan
tibakang marep teken anak len, patut imbangang malu ka deweke
padidi. ‘seperti membuat baju ukur dulu pada diri sendiri, maknanya
seperti berbuat berpikir, maupun berbicara kalau di terapkan pada orang
lain harus sesuaikan dulu dengan diri sendiri, artinya siswa dalam
berbuat, berpikir, maupun berbicara harus disesuaikan dengan situasi
dan kondisi, memiliki rasa demokrasi cara berpikir, bersikap, dan
bertindak menilai sama hak dan kewajiban diri sendiri dengan orang
lain.
2. Nilai kebangsaan
a. Nilai karakter Nasionalis yakni cara berpikir, bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik
bangsanya terkandung dalam sesenggakan (ibarat) buka sumangahe,
ngutgut kanti mati, tatuekne buka anak ane nindihin kenehne diastun
ngemasin mati. ‘seperti semut merah menggigit sampai mati, maknanya,
seperti seseorang yang membela tanah air sepenuh jiwa dan raga
mempertaruhkan nyawanya. Hendaknya siswa mentauladani sikap
tersebut sebagai generasi muda penerus bangsa.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
32/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
29
b. Nilai karakter menghargai keberagaman yakni sikap memberikan
respek/kehormatan terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk
fisik, sifat, adat istiadat, budaya, suku, dan agama terkandung dalam
wewangsalan (tamsil) belahan pane belahan paso, selebingkah beten
biu tatuekne ade kene ada keto, gumi linggah ajak liu. ‘pecahan
gerabah, pecahan baskom, dibawah pohon pisang, maknanya ada yang
seperti ini ada yang seperti itu, dunia ini milik kita bersama’.
Maksudnya, sebagai siswa harus saling hormat menghormati, harga
menghargai, sehingga tercipta kerukunan walaupun ada perbedaan satu
sama lain. Cara lain yang ditawarkan pula dalam mencermati
keberagaman tersebut dituangkan dalam bentuk sesenggakan “buka
besine teken sangiane” ibarat besi dengan batu asah yakni terjadi sikap
saling mengalah satu sama lain demi tujuan bersama. sebagaimana
diketahui Indonesia dicirikan oleh keberagaman dalam berbagai aspek,
seperti suku, ras, agama, bahasa daerah, ideologi, tatakrama, karena itu
pemahaman terhadap keberagaman dan perbedaan itu perlu ditanamkan
sejak dini sehingga tercipta suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan
keberagaman masyarakat kita tetap memiliki satu kedudukan yang sama
saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya. .
3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa
(Religius)
Berkaitan dengan nilai karakter yang berhubungan dengan Tuhan
Yang Maha Esa, pikiran, perkataan, dan tidakan seseorang yang
diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan atau ajaran
agamanya terdapat dalam bebladbadan (metafora), I Made Molog mula
kereng mawang putihin timpalne, tatuekne mamisunayang , I Made Molog
memang suka membawang putihkan temannya’ maknaya memfitnah.
Dalam agama siswa diajarkan tidak boleh memfitnah teman, dan
menjatuhkan teman untuk kepentingan sendiri sehingga merugikan orang
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
33/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
30
lain perbuatan tersebut sangat melanggar ajaran agama. Selain itu nilai
karakter dalam wujud keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa dituangkan
dalam bentuk sesapaan, misalnya ketika orang-orang melakukan
pembicaraan dan ada suara cecak terdenganr, maka mereka mengucapkan
sesapaan “turun Saraswati” maksudnya apa yang diucapkan diberkati
Tuhan (dalam manifestasinya sebagai dewi Saraswati). Begitu pula, ketika
masyarakat Bali kencing disuatu tempat atau bukan di WC umpamanya
atau mungkin ditegalan yang tak dikenal mereka mengucapkan, jero-jero
megingsir jebos tiang manyuh maksudnya minta ijin supaya yang tinggal
didaerah tempat kencing itu yang tidak dapat dilihat secara kasat mata
pergi sejenak sehingga apa yang kita lakukan terberkati.
4. Nilai karakter dalam hubungan dengan diri sendiri meliputi;
a. Jujur
Merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain. Terdapat dalam
sesawangan (perumpamaan), munyine jangih kadi sunarine tempuh
angin, tatuekne, jangih, ngulangunin, tur lengut pisan. ‘tutur bahasanya
nyaring bagai sunari yang di hembus angin, maknanya halus, merdu,
dan indah sekali. Siswa yang jujur adalah siswa yang memilki tutur
kata, tindakan, pekerjaan yang baik, halus, dapat dipercaya, dan
dipertanggung jawabkan.
b. Bertanggung jawab
Merupakan sikap dan prilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya sebagaimana yang seharusnya siswa lakukan, terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan, (alam, sosial, dan budaya), negara
dan Tuhan Yang Maha Esa. Terdapat dalam sesonggan (pepatah), sekah
gelah nyen man tunden maktinin, tatuekne, gumi Indonesia ene mula
iraga ngelah, iraga patut ngutamayang , ‘tempat dewa-dewi (dalam
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
34/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
31
agama hindu) siapa yang disuruh menyembahnya, sama halnya dengan
bumi Indonesia yang tercinta ini memang kita yang memiliki harus kita
yang menjaganya. Sebagai siswa yang bertanggung jawab harus
melaksanakan tugas dan kewajiban terhadap Tuhan, nusa dan bangsa.
c. Kerja keras
Merupakan suatu prilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas
(belajar/bekerja) dengan sebaik-baiknya. Terdapat dalam sesonggan
(pepatah), sapuntul-puntulan besine yening sangih dadi mangan,
tatuekne, lamun apa je belogne yening malajah pasti lakar dueg ,
‘setumpul-tumpulnya besi apabila diasah pasti akan tajam,’maknanya
sebodoh bodohnya siswa apabila mau sungguh-sungguh dalam
mengatasi permasalahan, pekerjaan maupun belajar pasti akan berhasil
dan pintar,dalam menanamkan nilai kerja keras dalam paribasa dapat
dilakukan juga melalui pujian atau cara sopan dalam sindiran. Nilai
prilaku upaya sungguh-sungguh dalam bekerja dalam paribasa Bali
disampaikan secara sopan dalam paribasa Bali dapat tercermin dalam
sesonggan, seperti, “cenik-cenikan punyan sotong ”, keci-kecilan pohon
jambu biji, “ yeh ngetel bisa molongin batu” setetes air dapat melobangi
batu, sesenggakan, seperti, “buka petapan ambengane”, ibarat alang-
alang, sesonggan dan sesenggakan tersebut dipakai untuk menasehati,
mendidik anak-anak agar memiliki sikap kerja keras, prilaku yang
sungguh-sungguh, belajar yang kuat seperti pohon jambu kecil tapi
kuat, begitu juga dengan setetes air lama-lama bisa melobangi batu .
Semua manusia memiliki potensi yang baik. Manusia harus belajar dari
kecil karena pada usia muda, pikiran, konsentrasi dan kecerdaasan anak-
anak sangat tajam serta sudah tua akan dijadikan sebagai pengayom
inilah yang diumpamakan seperti alang-alang. Siswa sangat perlu
diberikan nasehat paribasa Bali ini supaya mampu mengerjakan dan
menyelesaikan tugas dan kewajiban dengan baik.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
35/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
32
d. Percaya diri
Merupakan sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap
pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. Terdapat
dalam bladbadan (metafora), prakpak balok kaden sundih, awak belog
ngaku ririh,’ bara balok dikira api lampu templek, dirinya bodoh
mengaku pintar’ maknanya sebagai siswa harus memiliki sikap percaya
diri, keyakinan dan kemampuan diri sendiri sehingga dapat bersaing
dalam kehidupan sehari-hari, meskipun ilmu yang dimiliki kurang
memadai tetapi kalau sudah memiliki keyakinan, percaya diri niscaya
semuanya dapat teratasi. Adakalanya dalam masyarakat Bali,
pengakuan sikap, prilaku bijaksana dan percaya diri seseorang
terindikasi melalui sikap rendah hati seseorang. Karena itu, sikap rendah
hati dan percaya diri menjadi indikator bagi tingkah laku manusia Bali,
sebagai mana tercermin dalam ungkapan “eda ngaden awak bisa
depang anake ngadanin”, sikap percaya diri berkaitan dengan sikap
tidak menyombongkan diri meskipun dipuji, suka menerima saran atau
kritikan untuk meningkatkan prestasi.
e. Cinta ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunujukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
Terdapat dalam sesonggan (pepatah) song beduda buin titinin, tatuekne,
buka anake ane plapan melaksana, ngidepang ilmu pengetahuan di
sahananing laksana.’ Lobang beduda (semacam serangga yang sering
buat lubang ditanah) dibuatkan jembatan, hal ini sangat baik diajarkan
pada siswa dalam berbuat, berbicara, harus selalu berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki sehingga apa yang dicita-citakan dapat diraih
dan berhasil.
f.
Berpkir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu cara kenyataan atau logika untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
36/143
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
37/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
34
Nilai karakter ini maknanya dapat dilihat dalam sindiran berikut,
sesonggan, ngalih baling ngaba alutan, buta tumben ngedat, takut ngetel
payu makebios, sau kerep dungki langah, mengandung makna tidak mampu
mengelola kekayaan alam dengan baik (berhasil guna, tepat sasaran)
menyebabkan hidup ini hancur berantakan (takut ngetel payu makebios),
cendrung boros tidak mau lagi menanam hutan hanya menebang saja
sehingga banjir dan pemanasan global terjadi (sau kerep dungki langah),
membuat hidup menjadi menderita, pas-pasan (ngalih balang ngaba
alutan), sesonggan tersebut sering digunakan menyindir sikap dan tingkah
laku orang yang angkuh, sombong, dan conkak, dengan tujuan untuk
menyadarkan orang tersebut bahwa kepentingan pribadi yang dilakukan
untuk memperkaya diri sendiri dengan cara merusak lingkungan sangat
merugikan orang banyak.
KESIMPULAN
Ungkapan-ungkapan tradisional yang merupakan mutiara kata dari nenek
moyang mengandung pesan moral yang dapat berlaku sepanjang jaman. Ungkapan-ungkapan tradisional tersebut dibuat sebagai petuah, nasehat yang disampaikan secara
tersirat dengan memperhatikan estetika bahasa yang tinggi. Seiring dengan
tergerusnya akar budaya maka perlu adanya penguatan karakter bangsa. Lebih lanjut
karakter bangsa perlu dijaga agar tetap terjaga paribasa bali merupakan genre sastra
lisan Bali tradisional yang sangat kaya dengan nilai-nilai karakter. Nilai-nilai
karakter tersebut memiliki kontribusi strategis dalam pembentukan karakter bangsa.
Manusia berkarakter adalah manusia yang memiliki kesehimbangan dan
keharmonisan dalam hal rasa. Untuk itu revitalisasi budaya melalui pengkajian
sebagai aset budaya termasuk paribasa Bali, merupakan upaya penting dan strategis
dalam rangka penguatan dan ketahanan budaya.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
38/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
35
Karakter-karakter yang tampak kental pada ungkapan-ungkapan paribasa Bali
adalah pembentukan karakter, hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan
dengan diri sendiri, hubungan dengan sesama, hubungan dengan lingkungan, dan
nilai kebangsaan. Untuk memahami ungkapan dalam paribasa Bali tersebut perlu
adanya orientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal upaya pengembangan
makna sesuai dengan konteks dapat maksimal, lebih lanjut siswa dapat menerima dan
mengaplikasikan dalam tutur dan tindakan untuk pembelajaran karakter baik bagi diri
sendiri, orang lain, maupun bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Ginarsa, Ketut t. th. Paribasa Bali. Denpasar: CV. Kayumas.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter, Konsep, dan Implementasi. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Buku Pedoman Pendidikan Karakter di
Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Jendral Mandikdasmen,
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Desain Induk Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Nasional . Jakarta: Direktorat JendralMandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter
Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010. Jakarta: Direktorat JendralMandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
Suarka, I Nyoman. 2010. Aksara Jurnal Bahasa dan Sastra. Balai Bahasa Denpasar. Nomor 36, TH XXII, Desember 2010
Suyanto. 2011. “ Pendidikan Karakter di Sekolah Perlu Direvitalisasi” Majalah Diknas Kementerian Pendidikan Nasional RI Jakarta.
Yudhoyono, Susilo Bambang. 2011. “ Mari Kita Kerja Keras melalui Jalur
Pendidikan” Majalah Diknas Kementerian Pendidikan Nasional RI Jakarta.
-
8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
39/143
Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015
ISSN 2089-8460
36
ANALISIS CONTACT PHONOLOGY UNSUR SERAPAN
BAHASA INGGRIS DALAM BAHASA INDONESIA
Oleh:
Ni Luh Gede Liswahyuningsih, S.S., M.Hum.
FPBS, IKIP PGRI Bali
Abstrak
Dalam fonol