stilistetika tahun iv volume 7, november 2015

Upload: anonymous-t4lnuzt

Post on 05-Jul-2018

306 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    1/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    i

    Pengantar Redaksi

    Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni merupakan salah satu institusi

    akademik yang berkonsentrasi pada ilmu pendidikan bahasa dan seni. Dinamika

    ilmu pendidikan bahasa dan seni amatlah pesat. Oleh karena itu diperlukan wadah

    untuk menghimpun dan menyosialisasikan perkembangan ilmu pendidikan bahasa

    dan seni tersebut. Berdasarkan kesadaran dan komitmen civitas akademika,

    Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni berhasil mewujudkan idealisme ilmiahnya

    melalui jurnal Stilistetika yang terbit dua kali setahun, yakni pada bulan Mei dan

     November. Apa yang ada di tangan pembaca budiman saat ini merupakan jurnal

    Stilistetika Tahun iv Volume 7, November 2015.

    Jurnal Stilistetika ini memiliki makna tersendiri. Penerbitan edisi ini selain

    disebarkan secara internal dalam kampus Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni,

     juga didistribusikan pada komunitas akademik yang lebih luas. Jurnal Stilistetika

    kali ini memuat empat buah artikel ilmiah yang dihasilkan oleh dosen Fakultas

    Pendidikan Bahasa dan Seni, satu buah artikel dari dosen Politeknik Negeri Bali,

    dua buah artikel ilmiah oleh mahasiswa Pascasarjana ISI Yogyakarta, dan tiga

     buah artikel ilmiah yang dihasilkan oleh mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa

    dan Seni. Adanya sumbangan tulisan dari luar Fakultas Pendidikan Bahasa dan

    Seni diharapkan memperluas cakrawala ilmiah komunitas akademik.

    Semoga penerbitan jurnal Stilistetika ini menjadi wahana yang baik untuk

    membangun atmosfer akademik. Akhirnya, sumbangan pemikiran, kritik, dan

    saran dari pembaca diharapkan dapat memperbaiki terbitan edisi selanjutya.

    R e d a k s i

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    2/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    ii

    Halaman

    Pengantar Redaksi ......................................................................................... iDaftar Isi ....................................................................................................... ii

     Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Tantri Perempuan yang

    Bercerita Karya Cok Sawitri

     Ni Komang Yuliani ........................................................................................ 1

    Learning Center (LC) dengan Pembelajaran Mandiri: Suatu Strategi untuk

    Meningkatkan Nilai TOEFL Mahasiswa

     A.A. Raka Sitawati dkk. ................................................................................. 12 

    Orientasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Bali: PenguatanPeran Sastra (Paribasa Bali) bagi Siswa Sekolah Menegah Atas

     I Nyoman Sadwika. ....................................................................................... 20 

    Analisis Contact Phonology Unsur Serapan Bahasa Inggris dalam Bahasa

    Indonesia

     Ni Luh Gede Liswahyuningsih, S.S., M.Hum. ............................................... 36 

    Kontraksi Dalam Deiksis Bahasa Bali: Sebuah Kajian Fonologi Generatif

     Ida Ayu Agung Ekasriadi .................................................................................. 44 

     Nilai Religius Hindu Dalam Seni Lukis I Gusti Nyoman Lempad

     Drs. I Komang Dewanta Pendit, M.Si. ......................................................... 72 

    Ekspresi Barong Dalam Lukisan: Sebagai Persepsi Budaya Bali Saat Ini

     I Gusti Agung Bagus Ari Maruta .................................................................. 87 

    Perubahan Lingkungan: Kesuburan dalam Kenangan

     I Wayan Putra Eka Pratama ......................................................................... 101

    Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk

    Meningkatkan Keterampilan Menarikan Tari Sekar Jepun dalamKegiatan Ekstrakurikuler Tari Siswa Smp Pancasila Canggu, Kuta Utara,

    Badung Tahun Pelajaran 2014/2015

     Ni Komang Orhitra Sari ............................................................................... 116

    Analisis Kesalahan Pemakaian Bahasa Indonesia Tataran Sintaksis pada

    Karangan Siswa Kelas V SD Negeri 10 Sumerta Kecamatan Denpasar

    Timur Tahun Pelajaran 2013/2014

     Ni Nyoman Prassini ...................................................................................... 127

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    3/143

    STILISTETIKA

    JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

    Penanggung Jawab

    Dekan FPBS IKIP PGRI Bali

    Redaksi :

    Ketua : Dr. Nengah Arnawa, M.Hum. (IKIP PGRI Bali)

    Sekretaris : Drs. Nyoman Astawan, M.Hum. (IKIP PGRI Bali)

    Bendahara : Dra. Ni Made Suarni, M.Si. (IKIP PGRI Bali)

    Anggota : 1. Prof. Dr. Nyoman Suarka, M.Hum. (Unud)

    2. Prof. Dr. Oktavianus, M.Hum. (Unand)

    3. Prof. Dr. I Nengah Suandi, M.Hum. (Undiksha)

    4. I Made Sujana, S.Sn., M.Si. (IKIP PGRI Bali)

    5. Gusti Ayu Puspawati, S.Pd., M.Si.(IKIP PGRI Bali)

    6. Dr. Anak Agung Gde Alit Geria, M.Si.(IKIP PGRI Bali)

    Penyunting Bahasa Indonesia:

    Drs. I Nyoman Suarsa, M.Pd.

    Ida Ayu Agung Ekasriadi, S.Pd., M.Hum.

    Penyunting Bahasa Inggris:

     Ni Luh Gede Liswahyuningsih, S.S., M.Hum.

    Komang Gede Purnawan, S.S.

    Sirkulasi:

    I Nyoman Sadwika, S.Pd., M.Hum.

    Putu Agus Permanamiarta, S.S., M.Hum.

    Administrasi :

    Luh De Liska, S.Pd., M.Pd.

     Ni Luh Purnama Dewi, S.Pd.

    Gusti Ngurah Okta Diana Putra

    Alamat : FPBS IKIP PGRI BALI

    Jalan Akasia, Sumerta, Denpasar Timur

    E-mail : [email protected] 

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    4/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    1

    NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL TANTRI

    PEREMPUAN YANG BERCERITA KARYA COK SAWITRI

    oleh

     Ni Komang Yuliani, NIM 2011.11.1.087

    Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah

    Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui struktur Novel Tantri Perempuanyang Bercerita dan (2) untuk mengetahui dan mendeskripsika nilai-nilai pendidikankarakter yang terdapat dalam Novel Tantri Perempuan yang Bercerita.

    Penelitian ini adalah penelitian deskrptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian iniadalah metode kepustakaan dengan teknik pengumpulan data menggunakan teknik kartuatau pencatatan. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metodedeskriptif analisis.

    Berdasarkan hasil analisis data, peneltian ini sampai pada simpulan bahwa NovelTantri Perempuan yang Bercerita mengandung delapan belas nilai-nilai pendidikan

    karakter yang sesuai dengan konsep Kemdiknas. Delapan belas nilai-nilai karaktertersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis,rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosialdan tanggung jawab.

    Kata kunci: nilai-nilai, pendidikan karakter, novel

     Abstract

    This study has 2 objectives. One is to know the structures of the novel Tantri Perempuan yang Bercerita, and the second is to know the values of the characterseducation in the novel Tantri Perempuan yang Bercerita.

    The method that used in this research is descriptive qualitative with pragmaticapproach. The method in data collection is used literature. The technique used in data

    collection is a card or recording technique and, to analyze data is descriptive analysis. Based on the results of data analysis, this study resulted in conclusions that novel

    Tantri Perempuan yang Bercerita has eighteen values of character education as state in Kemdiknas. The eighteen values of characters education are religious, honest, tolerate,discipline, hard work , creative, independent, nationalist, democratic, curiosity, love ofcountry, appreciation, friendly/communicative, love of peace, love to read, care ofenvironment, care of society, and responsibility.

    Keywords: values, character education, novel

    1 PENDAHULUAN

    Dalam bab ini, diuraikan tiga hal, yaitu (1) latar belakang, (2) landasan

    teori, dan (3) tujuan penelitian.

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    5/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    2

    1.1  LatarBelakang

    Indonesia dalam perkembangannya selama ini masih harus menghadapi

     berbagai macam permasalahan, seperti melemahnya kecintaan terhadap budaya,

    semakin memudarnya etika dan tatakrama dalam masyarakat terutama di kalangan

    remaja, maraknya perjudian, kriminal, dan kasus korupsi di kalangan pejabat

     pemerintahan, yang berakibat pada semakin merosotnya prestasi-prestasi di

    kancah persaingan dunia. Semua permasalahan tersebut disebabkan merosotnya

    nilai-nilai moral dan karakter dalam diri masnyarakat Indonesia. Olehkarenaitu,

     pendikan karakter menjadi sesuatu yang sangat penting untuk digencarkan di

    seluruh lapisan masyarakat.

    Presiden pertama Indonesia, Soekarno, menyatakan bahwa nation dan

    character building sebagai bagian dari integral pembangunan bangsa (Muslich,

    2013:5). Masyarakat membentuk karakter suatu bangsa dan karakter suatu bangsa berperan besar dalam mempertahankan eksistensi bangsa itu sendiri. Pendidikan

    karakter mengedepankan pembentukan sikap dan mental peserta didik. Seperti

    disebutkan dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,

     bahwasannya ada delapanbelas sikap yang perlu dikembangkan dalam diri peserta

    didik. Delapan belas butir sikap tersebut adalah jujur, toleransi, disiplin,

    kerjakeras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingintahu, semangat kebangsaan,

    cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar

    membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab

    Sastra merupakan salah satu komponen pembelajaran yang mampumemberikan sumbangan atau sebagai penopang terlaksananya penidikan karakter.

     Novel adalah salah satu bentuk sastra yang potensial sebagai media pendidikan

    karakter. Salah satu novel yang sesuai dengan pendidikan karakter adalah novel

    Tantri Perempuan yang Bercerita. Cerita yang ditulis dalam novel ini merupakan

    cerita yang melegenda di beberapa daerah khususnya di Bali. Cerita Tantri telah

    diterbitkan dalam bentuk buku dalam beberapa versi mengingat banyaknya nilai-

    nilai kehidupan luhur yang terkandung dalam cerita tersebut. Cerita Tantri

    mengandung banyak nilai-nilai kearifan lokal yang patut untuk dikembangkan.

    Cerita Tantri sangat inspiratif, tentang kepemimpinan, kedisiplinan, adu domba,

    keberanian, kesetiaan, dll, dihadirkan dengan agenda sistermatis .Melihat dari

    latar belakang tersebut penulis memilih novel Tantri Perempuan yang Bercerita

    sebagai novel yang layak untuk dijadikan bahan penelitian berkaitan dengan

     pendidikan karakter.

    1.2 LandasanTeori

    1.2.1 Novel

     Novel merupakan bagian dari cerita fiksi atau prosa naratif yang di

    dalamnya mengandung unsur-unsur seperti tema, alur, karakter, setting, sudut

     pandang, gaya, dan suasana. Novel yang baik haruslah memiliki criteria unity.

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    6/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    3

    Artinya, segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tema

    utama (Nurgiyantoro, 2010:14). Dalam hal ini, biasanya kita temui novel terdiri

    dari beberapa bagian cerita, namun masing-masing bagian cerita tersebut adalah

    saling berkaitan dan berkesinambungan. Oleh karena unsure pembangunnya,

    maka novel memilik kesamaan dengan cerpen yang juga merupakan bagian dari

    cerita fiksi. Oleh karena itu novel dan cerpen dapat dianalisis dengan pendekatan

    yang kurang lebih sama (Nurgiyantoro, 2010:10).

    1.2.2 Struktur Novel

    Struktur intrinsik novel yang dibahas disini adalah tema, tokoh, alur, latar

    dan amanat. Tema merupakan sejenis komentar terhadap subjek atau pokok

    masalah, baik secara eksplisit maupun implisit (Wiyatmi, 2008:42). Tema secara

    keseluruhan dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu (1) tema jasmaniah,

     berkaitan dengan keadaan jiwa seorang manusia, (2) tema organic, berhubungandengan moral, (3) tema sosial, berhubungan dengan masalah politik, propaganda

    dan pendidikan, (4) tema egoik, berhubungan dengan reaksi-reaksi pribadi yang

     pada umumnya menentang pengaruh sosial, dan (5) tema ketuhanan, yang

     berhubungan kondisi dan situasi manusia sebagai makhluk sosial.

    Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi (Wiyatmi,

    2008:30). Tokoh dalam sebuah cerita harus memiliki beberapa dimensi, yaitu (1)

    dimensi fisiologis, melipputi usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, cirri-ciri muka

    dan sebagainya, (2) dimensi sosiologis, yang meliputi status sosial, pekerjaan,

     jabatan, peranan dimasyarakat, pendidikan, agama, dll., (3) dimensi psikologis,yang meliputi mentalitas, ukuran moral, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan

    kelakuan, juga intelektualitasnya. Tokoh dalam fiksi dapat dibedakan menjadi

     beberapa jenis, yaitu (1) berdasarkan keterlibatan dalam cerita, ada tokoh sentral

    dan tokoh tambahan, (2) bedasarkan watak tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan

    menjadi tokoh sederhana dan tokoh kompleks.

    Alur pada dasarnya merupakan eretan peristiwa dalam hubungan logic dan

    kronologik saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku

    (Luxemburg dalam Wiyatmi, 2008:49). Secara garis besar alur dibagi dalam tiga

     bagian, yaitu awal, tengah dan akhir (Sayuti dalam Wiyatmi, 2008:36). Tiga

     bagian tersebut di awal mengandung instabilitas dan konflik, bagian tengahnya

    merupakan puncak atau klimaks dari konflik dan bagian akhirnya merupakan

    tahap penyelesaian. Dalam perancangan sebuah alur, ada beberapa kaidah yang

     perlu diperhatikan. Kaidah-kaidah tersebut diuraikan oleh Sayuti (dalam Wiyatmi,

    2008:37) yaitu  plausibilitas  (kemasukakalan),  surprise  (kejutan),  suspense, dan

    unity (keutuhan).

    Dalam fiksi, latar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu latar tempat,

    waktu dan sosial. Latar tempat berkaitan dengan masalah geografis. Di lokasi

    mana peristiwa terjadi, di desa apa, kota apa, dan sebagainya. Latar waktu

     berkaitan dengan masalah waktu, hari, jam, maupun historis. Latar sosial

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    7/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    4

     berkaitan dengan kehidupan masyarakat (Sayuti dalam Wiyatmi, 2008:40). Fungsi

    latar adalah untuk memberi konteks dalam cerita. Dengan demikian dapat

    dikatakan bahwa sebuah cerita terjadi dan dialami oleh tokoh di suatu tempat

    tertentu, pada suatu masa, dan lingkungan masyarakat tertentu (Wiyatmi,

    2008:40).

    Secara umum amanat merupakan kesan/pesan yang ingin disampaikan

    oleh pengarang kepada pembaca. Amanat yang disampaikan dalam karya sastra

     biasanya berupa pesan moral atau nilai-nilai luhur kehidupan. Amanat dalam

    karya sastra dapat disampaikan baik secara eksplisit maupun implisit. Untuk

    mengetahui amanat yang tertuang secara implisit dalam karya sastra, seorang

     perlu dengan seksama membaca dan merenungkan teks-teks dalam karya sastra

    tanpa judgement  terlebih dahulu terhadap karya sastra tersebut.

    1.2.3 Definisi Pendidikan KarakterKarakter menurut Kemdiknas tahun 2010 adalah watak, tabiat, akhlak atau

    kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan

    yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,

     bersikap, dan bertindak (Wibowo, 2013:13). Karakter juga sering dikaitkan

    dengan kepribadian, sehingga pembentukan katakter juga dihubungkan dengan

     pembentukan kepribadian. Kepribadian menurut Kartini Kartono dan Dali Gulo

    (dalam Nashir, 2013:11) adalah sifat dan tingkah laku khas seseorang yang

    membedakannya dengan orang lain; integrasi karakteristik dan struktur-struktur,

     pola tingkah laku, minat, pendirian, kemampuan dan potensi yang dimilikiseseorang; segala sesuatu mengenai diri sendiri sebagaimana diketahui oleh orang

    lain.

    Dalam KBBI, kata “pendidikan” diberikan arti proses pengubahan sikap

    dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan

    manusia melalui upaya pengajaran atau pelatihan (KBBI offline  versi 1.1).

    Mochtar Buchory yang dikutip oleh Sudewo dalam Nashir (2013:15) mengatakan

     bahwa pendidikan dalam kaitan pembentukan kemampuan manusia memiliki tiga

    tujuan khusus, yaitu: 1) agar peserta didik bisa menghidupi diri sendiri; 2) agar

     peserta didik bisa bermanfaat lebih dengan menghidupi orang lain; 3) untuk

    memuliakan kehidupan.

    Melihat dari pengertian karakter dan juga pengertian pendidikan, maka

     penulis menarik kesimpulan bahwa pendidikan karakter sesungguhnya adalah

     bagaimana menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai luhur yang

    sesungguhnya sudah ada dalam diri peserta didik itu sendiri sehingga mereka

    menyadari kembali adanya nilai-nilai luhur tersebut sehingga akan mampu untuk

    menerapkan dalam sikap dan tingkah laku dalam kehidupan mereka sebagai

    anggota keluarga, masyarakat dan warga negara.

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    8/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    5

    1.2.4 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

    Adapun nilai-nilai pendidikan karakter yang dimaksud dalam penelitian ini

    adalah delapa belas butir nilai pendidikan karakter berdasarkan Kemdiknas.

    Delapan belas butir nilai pendidikan karakter tersebut adalah sebagai berikut.

    1. 

    Religius

     Nilai religius yang dimaksud adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam

    melaksanakan agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah

    agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

    2.  Jujur

    Perilaku jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan

    dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,

    dan pekerjaan.

    3.  Toleransi

    Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan suku, etnis, agama, pendapat,sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

    4.  Disiplin

    Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

    ketentuan dan peraturan.

    5.  Kerja Keras

    Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi

     berbagai hambatan belajar dan tugas, serta mennyelesaikan tugas dengan

    sebaik-baiknya.

    6. 

    KreatifBerpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari

    sesuatu yang telah dimiliki.

    7.  Mandiri

    Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam

    menyelsaikan tugas-tugasnya.

    8.  Demokratis

    Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban

    dirinya dan orang lain.

    9.  Rasa Ingin Tahu

    Sikap dan tindakan yang berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan

    meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

    10.  Semangat Kebangsaan

    Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan

     bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

    11.  Cinta Tanah Air

    Cara berpikir, bersikap, berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian,

    dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial,

     budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    9/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    6

    12.  Menghargai Prestasi

    Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu

    yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati

    keberhasilan orang lain.

    13. 

    Bersahabat/Komunikatif

    Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja

    sama dengan orang lain.

    14.  Cinta Damai

    Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang

    dan aman atas kehadiran dirinya.

    15.  Gemar Membaca

    Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang

    memberikan kebajikan bagi dirinya.

    16. 

    Peduli LingkunganSikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada

    lingkungan alam disekitanya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk

    memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

    17.  Peduli Sosial

    Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan

    masyarakat yang membutuhkan.

    18.  Tanggung Jawab

    Sikap dan perilaku untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang

    seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,sosial, dan budaya), negara dan Tuhan yang Maha Esa.

    1.2.5 Ciri Pendidikan Karakter

    Menurut Foerster (dalam Muslich, 2013:127), ada empat ciri dasar

    dalam dalam pendidikan karakter, yaitu keteraturan interior, koherensi, otonomi,

    yang terakhir keteguhan dan kesetiaan. Keteraturan menurut Foerster dalam

    Muslich (2013:127), dimana setiap tindakan diukur berdasarkan nilai. Nilai

    dijadikan sebagai pedoman normatif setiap tindakan. Koherensi yang dimaksud

    oleh Foester (Muslich, 2013:127) adalah koherensi yang memberi keberanian,

    membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada

    situasi yang baru atau takut resiko. Ketiga, yaitu otonomi. Dalam tahap ini,

    individu yang bersangkutan menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi

    nilai-nilai bagi pribadi (Muslich, 2013:128). Ciri dasar keempat adalah keteguhan

    dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa

    yang dipandang baik; dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas

    komitmen yang dipilih (Muslich, 2013: 128).

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    10/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    7

    1.2.6 Pendidikan Karakter; Keseimbangan Antara Moral Knowing , Moral

    Feeling , dan Moral Action .

    Menurut Lickona (Muslich, 2013:133), dalam pendidikan karakter ada

    tiga komponen karakter yang baik yang perlu ditekankan, yaitu: moral knowing  

    (pengetahuan tentang moral), moral  feeling   (perasaan tentang moral), dan moral

    action  (perbuatan moral). Moral knowing   dikatakan penting untuk ditanamkan.

    Moral knowing ini terdiri dari enam hal, yaitu: (1) moral awareness  (kesadaran

    moral), (2) knowing moral values  (mengetahui nilai-nilai moral), (3)  perspective

    taking , (4) moral reasoning , (5) decision making , dan (6)  self knowledge

    (Muslich, 2013:133).

    Moral  feeling  merupakan energi untuk seseorang bertindak sesuai dengan

     prinsip-prisip moral. Hal-hal yang perlu ditanamkan berkaitan dengan moral

    feeling ini adalah: (1) conscience  (nurani), (2)  self esteem  (percaya diri), (3)

    empathy  (merasakan penderitaan orang lain), (4) loving the good   (mencintaikebenaran), (5)  self control   (mampu mengontrol diri), dan (6) humility 

    (kerendahan hati) (Muslich, 2013:134). Moral action  adalah bagaimana

    mewujudkan pengetahuan moral menjadi tindakan nyata.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

    1.  Untuk mengetahui struktur dari novel Tantri Perempuan yang Bercerita.

    2.  Untuk mengetahui dan mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter

    yang terdapat dalam novel Tantri Perempuan yang Bercerita.

    2  METODE PENELITIAN

    Adapun metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah (1) metode

     pengumpulan data, (2) teknik pengumpulan data, (3) metode analisis data, dan (4)

    metode penyajian hasil analisis data.

    1.2 Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    metode kepustakaan. Yang dimaksud dengan metode kepustakaan adalah suatu

    metode yang digunakan untuk memperoleh data yang bersifat konkret dengan cara

    mengumpulkan sumber-sumber buku yang berkaitan dengan penelitian yang

    dilakukan.Metode yang digunakan untuk memperoleh data dari novel TPB ini

    adalah: 1) membaca dengan seksama novel lembar-perlembar novel Tantri

     Perempuan yang Bercerita, 2) memberi tanda dan kode pada kutipan-kutipan

    yang akan digunakan sebagai data penelitian, 3) mencatat kutipan-kutipan yang

    telah diberi tanda, dan 4) menganalisis dan mengklasifikasikan kutipan-kutipan

    tersebut ke dalam 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yang telah tertera pada

     bab 2 penelitian ini.

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    11/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    8

    2.2. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah teknik kartu

    atau pencatatan. Dalam kartu data berisikan kutipan pernyataan atau kata-kata

    sulit dan sumber kepustakaan yang meliputi pengarang, tahun terbit buku, judul

     buku, kota penerbit, penerbit, dan halaman kutipan. Kartu data dibuat dengan cara

    membaca terlebih dahulu teks yang akan diteliti, kemudian setelah menemukan

    kutipan-kutipan yang berkaitan dengan penelitian, kutipan tersebut dicatat. Teknik

    ini digunakan agar data yang berhasil dikumpulkan terjamin kebenarannya dan

     berfungsi menghindari terjadinya kesalahan akibat faktor kelupaan, mengingat

    terbatasnya kemampuan daya ingat penulis.

    2.3 Metode Analisis Data

    Metode analsis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

    deskriptif analisis yang dilakukan dengan cara mendeskriptifkan fakta-fakta yangkemudian disusul dengan analisis.

    Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data penelitian ini

    adalah sebagai berikut:

    1.  Menganalisis struktur dasar novel

    2.  Mencatat dan mengelompokan masing-masing bagian struktur novel

    3.  Menganalisis pesan yang disampaikan dalam kutipan,

    4.  Mencatat dan mengelompokkan data sesuai dengan nilai-nilai yang

    terkandung dalam kutipan,

    5. 

    Menguraikan dan memberi pemahaman untuk setiap kutipan.

    2.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

    Penyajian data dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode formal

    dan metode informal. Metode formal menurut Sudaryanto (dalam Muhammad,

    2014:265) merupakan perumusan kaidah atau kaidah-kaidah dengan

    menggunakan tanda, dan lambang-lambang. Sedangan metode informal dimana

    metode ini menggunakan kata-kata biasa untuk merumuskan kaidah sesuai dengan

    domainnya, konstrain, dan hubungan antar kaidah (Muhammad, 2014:288).

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode informal, sementara

    metode formal bersifat mendukung.

    3  HASIL PENELITIAN

    Berdasarkan hasil penelitian terhadap novel Tantri Perempuan yang

    Bercerita, diketahui bahwa novel ini mengangkat tema social. Dikatatakan

    mengangkat tema sosial karena cerita dalam novel mengandung unsur politik,

     propaganda dan juga pendidikan. Novel TPB menggunakan tokoh manusia dan

     banyak tokoh binatang yang berjumlah lebih dari lima puluhan. Akan tetapi dari

     banyak tokoh tersebut dapat ditemukan tokoh-tokoh yang penting yang muncul

    dari awal cerita dan mempunyai peran besar dalam cerita, seperti Ni Diah Tantri

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    12/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    9

    dan Raja Eswaryadala yang menjadi tokoh utama dalam cerita, Mahapatih

     bandeswara, raja singa Candapinggala, Lembu Nandaka, dan Patih Sambada.

    Secara garis besar, alur yang dipakai adalah alur maju. Akan tetapi, jenis cerita

    yang berbingkai dimana tokoh-tokoh dalam cerita juga bercerita makan lebih tepat

    disebut menggunakan alur campuran.

    Sesuai dengan jenis cerita yang menyerupai fabel maka untuk memberi

    konteks cerita, seting atau latar dalam novel TPB ini menggunakan latar istana

     pada jaman kerajaan, hutan, pedesaan, telaga dan laut. Novel TPB mengandung

     banyak sekali amanat-amanat sebagai pesan untuk para pembaca dan amanat-

    amanat tersebut, dalam penelitian ini diuraikan menjadi delapan belas butir nilai-

    nilai pendidikan karakter.

     Novel karya Cok Sawitri ini cukup kuat untuk mempresentasikan nilai-

    nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam

    novel TPB ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan tindakan dalam

    kehidupan sehari-hari, untuk memperbaiki sikap yang salah dan untuk melatih

    karakter-karakter baik yang perlu dikembangkan.

    Berdasarkan hasil penelitian, novel TPB mengandung nilai-nilai

     pendidikan karakter dan dari data yang telah diuraikan di bab empat terdapat

    delapan belas nilai-nilai pendidikan karakter, yaitu nilai religius, jujur, toleransi,disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat

    kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta

    damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

    4  SIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa novel Tantri

     perempuan yang Bercerita mengangkat tema sosial yang didukung oleh beberapa

    tema minor. Tokoh dalam novel berjumlah lebih dari lima puluhan dengan

    karakter masing-masing. Beberapa tokoh sentral dalam novel ini adalah Tantri,

    Raja Eswaryadala, Mahapatih Bandeswara, Lembu Nandaka, Raja Singa

    Candapinggala, dan Patih Sambada. Alur yang digunakan dalam novel adalah alur

    campuran. Latar yang dipakai dalam novel menunjang cerita yang diangkat, yaitu

    latar istana, hutan, desa, telaga dan laut. Sedangkan amanat diuraikan dalam butir-

     butir nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel.

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    13/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    10

    Berdasarkan hasil penelitian, novel Tantri Perempuan yang Bercerita 

    mengandung nilai-nilai pendidikan karakter dan dari data yang telah diuraikan di

     bab empat terdapat delapan belas nilai-nilai pendidikan karakter, yaitu nilai

    religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa

    ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,

     bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli

    sosial, dan tanggung jawab.

    Beberapa saran yang disampaikan kepada masyarakan dan peneliti

    selanjutnya. Pertama, pembaca bisa membaca novel TPB ini untuk mawas diri,

     bercermin, mengintropeksi diri, bagaimana selama ini kita dalam berhubungan

    dengan orang lain dan bersikap pada diri sendiri. Bagaimanapun, sebagai manusia

    dalam kehidupan kita tidak lepas dari berhubungan dengan makhluk lainnya.

    Harus diingat bahwa masing-masing dari kita memiliki perasaan dan harga diri.

    Sikap mawas diri dan kritis perlu dikembangkan guna terhindar dari hasutan atau

    tindakan yang tidak berdasarkan kebenaran.

    Kedua, selain untuk memahami diri sendiri dan orang lain, novel TPB ini

     juga dapat digunakan sebagai tambahan materi dan acuan dalam mendidik

    karakter anak di sekolah bagi yang berprofesi sebagai guru mengingat bahwa

     pendidikan karakter saat ini seperti menjadi sesuatu yang harus mendapat

     penanganan serius dan menyeluruh. Selain itu para orang tua juga dapat

    menggunakan cerita-cerita dalam novel ini sebagai dongeng pengantar tidur anak-

    anak mengingat ceritanya yang banyak mengangkat tokoh binatang dan sangat

    mudah untuk menemukan pesan-pesan dalam masing-masing cerita.

    Ketiga, untuk pengembangan peneliti selanjutkan bisa menganalisis

    novel TPB karya Cok Sawitri ini dengan mengkaji bentuk analisi yang berbedadengan menggunakan metode yang berbeda, atau bisa meneliti nilai yang berbeda

    yang terdapat dalam novel TPB, seperti nilai moralitas, nilai keagamaan, nilai

     budi pekerti yang luhur, dan nilai sosial.

    DAFTAR RUJUKAN

    Muslich, Masnur. 2013.  Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis

     Multidimensional. Jakarta. PT. Bumi Aksara.

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    14/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    11

     Nashir, Haedar. 2013.  Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Kebudayaan. 

    Yogyakarta: Multi Presindo.

     Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.

    Sawitri, Cok. 2011. Tantri Perempuan yang Bercerita.  Jakarta. PT. Kompas

    Media Nusantara

    Setiawan, Ebta. 2010.  KBBI Offline Versi 1.1. Pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi.

    Pusat Bahasa.

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

     Pendidikan Nasional . (Daring). Tersedia di:  http://www.unpad.ac.id/wp-

    content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdf  

    Wibowo, Agus. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Yogyakarta: Pustaka

    Pelajar.

    Wiyatmi. 2008. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.

    http://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdfhttp://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdfhttp://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdfhttp://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdfhttp://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdf

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    15/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    12

    LEARNING CENTER  (LC) DENGAN PEMBELAJARAN MANDIRI: SUATU

    STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN NILAI TOEFL MAHASISWA

    A.A. Raka Sitawati, I Nyoman Rajin Aryana, I M. Rai Jaya Widanta,I Wayan Dana Ardika

    Politeknik Negeri Bali

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan  Learning Center (LC) sebagai suatu

    tempat untuk belajar dan melatih mengerjakan TOEFL (Test of English as a Foreign

     Language). Pengembangan ini didasari atas hasil studi penelusuran tentang

    kebutuhan para mahasiswa dan dosen di lima universitas pada saat pembelajaran

    TOEFL yang menyatakan bahwa LC sangat perlu untuk dikembangkan untukmendukung pembelajaran TOEFL. Sebagai tempat pembelajaran mandiri, LC

    dilengkapi dengan beberapa fasilitas, di antaranya sepuluh modul ajar dan latihan

    TOEFL, materi listening , lembar jawaban, CD player, kartu pencatat nilai, kartu

    anggota LC, kartu petunjuk dan SOP. Agar menjadi perangkat yang berterima, modul

    ajar dan latihan divalidasi baik menyangkut isi, disain, uji perorangan dan uji

    kelompok kecil. Para tim validasi diminta untuk mengisi angket untuk mengomentari

    model tersebut. Uji lapangan dengan melibatkan satu kelas mahasiswa dilakukan

    untuk melihat efektifitas modul tersebut dilakukan paling akhir. Dalam

    implementasinya, sekelompok mahasiswa tersebut diberikan kesempatan untuk

    mempelajari salah satu modul TOEFL secara mandiri. Tes TOEFL yang ada dibagian

     belakang modul kemudian dikerjakan secara individu. Hasil tes tersebut kemudian

    dibandingkan dengan hasil tes awal mereka yang dilakukan sebelum pembelajaran

    mandiri ini dilakukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata capaian siswa

    antara tes 1 dan tes 2 adalah berturut-turut 367.26 dan 416.17. Peningkatan nilai

     peserta dari tes 1 ke tes 2 adalah 48.91 dengan rerata peningkatan 13.32. Hasil

    tersebut menunjukkan bahwa model LC yang dikembangkan adalah efektif untuk

    digunakan sebagai tempat pembelajaran TOEFL secara mandiri.

    Kata kunci: Pengembangan model, Learning Center , pembelajaran mandiri, TOEFL 

    Abstract

    This paper describes development of Learning Center (LC) as a place to learn and

     practice TOEFL (Test of English as a Foreign Language). The idea for development

    of LC was pursuant to the result of tracer study to see needs of assistance of students

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    16/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    13

    and lecturers in five universities in Bali in learning TOEFL, who agreed that LC

     shall be developed. As a self-directed learning site, LC is completed with a number of

     facilities, including ten learning and practice test modules, listening materials in

     form of CD, answer sheet, CD player, point card, membership card and directory

     sheet and SOP. To be appropriate devices, the modules had been finalized through

     some validation including content, design, individual, and a small group test. They

    were required to fill questionnaire to comment on the modules. The field test to see

    effectiveness of modules was done at the end. Thus, a group of student as sample

     group was given a self-directed learning for one session by using one of the modules

    and practice test at the end of the session. The result of the test was then compared

    with that of the test prior to the learning. The result showed that the mean of

     students’ achievement between test 1 and test 2 were respectively 367.26 and 416.17.

    The mean of increase of both tests was 48.91 with percentage of increase 13.32. In

    conclusion, the developed model was said to be effective considering the result of

     statistical analysis.

     Key words: Development of model, Learning Center, Self-directed learning, TOEFL

    I. Pendahuluan

    Self-directed learning (SDL) telah banyak digunaan di berbagai belahan dunia.

    Model pembelajaran ini digunaan karena telah terbukti memberiakan dampak nyata.

    Selain memberikan dampak positif terhadap rasa percaya diri, inisiatif, keuletan dan

    kepuasan hidup pelajar, model ini juga mampu menurunkan kadar kemungkinan

     bahwa siswa akan merasa menderita dari beban panjang pelajaran yang memaksa.

    SDL juga menyediakan kesempatan yang jauh lebih banyak di mana pelajar bisa

    menunjuuan minatnya dibandingkan dengan seolah pada umumnya serta mampu

    memacu olaborasi di dalam, dan di luar keluarga.

    SDL merupakan pembelajaran mandiri yang cocok untuk berbagai tingkat pada

    setiap orang dan situasi belajar. Hal ini disebabkan karena SDL melibatan berbagai

    kegiatan dan sumber daya, seperti membaca mandiri, pemagangan, yang efektif bagi

    guru memancing berfikir kritis siswa (Hiemstra, 1994). Ini merupakan cara untuk

    mengimplementasikan informasi ke dalam kehidupan seseorang (Altuger-Genc,

    2013). SDL juga mampu membangun pemahaman kita tentang pembelajaran dengan

    mengidentifikasi suatu bentuk pembelajaran

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    17/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    14

    orang dewasa dan menyediakan pandangan tentang proses, tantangan serta

    karakteristik pelajar dewasa serta memperluas pemikiran tentang pembelajaran

    formal (Caffarella, 1993). Selain itu, SDL, khususnya untuk pelajar dewasa lebih

    menguntungkan karena mampu memacu pelajar utnuk belajar, lebih efektif, kreatif,

    inisiatif, mandiri serta berorientasi pada masa depan (Knowles, 1975; Gugilielmo,

    1977; Tylor, 1981)

    Model ini digunakan sebagai dasar untuk mengembangan LC sebagai tempat

    mempelajari dan berlatih TOEFL. TOEFL dipilih sebagai alat ukur kompetensi

     bahasa Inggris mahasiswa Politeknik Negeri Bali karena alat ukur ini diakui sebagai

    alat ukur standar yang telah mendunia (Pedoman Pendidian Politeknik Negeri Bali,

    2006, ayat 6). Merujuk pernyataan tersebut dan dengan memperetimbangkan

     pentingnya keberadaan alaj uji tersebut, beberapa model pembelajaran dengan SDL

    telah dikembangkan untuk memfasilitasi mahasiswa agar mampu meningkatkan

     prestasi akademisnya (Widanta, 2008; Widanta, 2012).

    LC dikembangkan di Politeknik Negeri Bali untuk menyediakan siswa suatu

    tempat di mana mereka bisa belajar  grammar, serta strategi-strategi untuk menjawab

    dan latihan TOEFL. Dalam mengembangan LC, ada beberapa langkah telah

    dilakukan, seperti menganalisis kebutuhan pengguna, mengembangkan modul ajar,

    dan mengukur efektivitas modul.

    Model LC yang dikembangan ini masih bersifat konvensional karena masih

    dilakukan dengan cara sederhana, manual dan materi ajar masih disediakan dalam

     bentuk buku. Dengan perkembangan tenologi yang semakin pesat, pengembangan LC

    ini diharapkan akan berbantukan piranti komputer sehingga pembelajaran akan lebih

    menarik.

    Ada sejumlah tilik kaji tentang pembelajaran mandiri berbantuan komputer telah

    dilakukan oleh para pakar pembelajaran, seperti yang dilakukan O’Donnell (2006).

    Dia menyelidiki efektifitas penggunaan program CALL (computer-assisted language

    learning ) untuk pembelajaran bahasa Inggris sebagai b bahasa kedua di Korea. Di

     pihak lain, K. Lee (2000) menyarankan bahwa teknologi berbasis jaringan cocok

    digunakan untuk pelajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (ESL) karena dapat

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    18/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    15

    memberikan pengalaman langsung yang dapat meningkatkan maotivas belajar dan

    meningkatkan prestasi mereka. Hasil kajian Kannan and MacKnish (2000) juga

    menyatakan bahwa agar siswa mampu mempraktekkan keahlian mereka,

    mengenalkan mereka komputer, serta menyediakan mereka teman dan lingkungan

     belajar alternatif, mereka harus menggunakan pembelajaran online. Model

     pembelajaran itu mampu mengurangi tingkat stress siswa, khususnya ketika

     pembelajaran tersebut diberikan di lab multimedia, karena mereka mampu

     bervisualiasai tentang situasi topik pembelajaran (Huang & Liu, 2000). Model

     pembelajaran itu juga berguna dalam berbagai situasi pembelajaran lainnya karena

    siswa mendapatkan balikan secara langsung (Atikson & Davies, 2005).

    II. Metodologi, Hasil, dan Pembahsan

    Pengembangan LC untuk pembelajaran TOEFL ini dilakukan berdasarkan hasil

    kajian penelusuran yang dilakukan di lima universitas dan sekolah tinggi di Bali

    (Widanta, 2013). Kajian tersebut berfokus pada empat aktivitas, seperti (1)

    mengetahui kompetensi bahasa Inggris dasar mahasiswa di kelima tempat tersebut;

    (2) mengetahui respon para dekan dan ketua jurusan terhadap pengembangan LC; (3)

    mengetahui respon para dosen terhadap pengembangan LC; dan (4) mengetahui

    respond an harapan mahasiswa di lima perguruan tinggi tersebut tentang

     pembelajaran TOEFL. Karena hasil kajian penelusuran tersebut menunjukkan

    renspon positif, pengembangan LC untuk pembelajaran TOEFL kemudian

    dilakukan.

    Ada sejumlah langkah yang telah dilakukan dalam pengembangan ini, yaitu (1)

    mengembangkan modul TOEFL, (2) mengembangkan instrumen validasi, (3)

    memvalidasi modul, (4) memberikan tes awal (pre-test), (5) mengimplementasikan

     pembelajaran mandiri dengan modul yang telah divalidasi, dan (6) memberikan tes

    akhir (post-test).

    Modul TOEFL memuat dua bagian, yaitu modul belajar dan modul tes. Ada 10

    (sepuluh) modul diembangkan untuk memfasilitasi LC. Modul tersebut digradasi dari

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    19/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    16

    tingkat kesultitan tererndah hingga tertinggi. Peserta harus mengerjakan modul

    tersebut secara hirarkis dari modul 1 hingga 10.

    Instrumen validasi modul dibuat setelah modul selesai dibuat. Ada lima jenis

    instrumen validasi yang dibuat untuk memvalidasi model LC, yaitu validasi isi,

    disain, uji kelompok perorangan, uji kelompok kecil dan uji lapangan. Setiap

    instrumen memuat kuesioner untuk dijawab, dinilai serta dikomentari oleh para ahli

    dan mahasiswa.

    Validasi dilakuan setelah semua instrumen disiapkan. Validasi isi dilaukan oleh

     pakar dan dosen senior dari Universitas Pendidikan Ganesha yang latar belakang

     pendidikannya adalah adalah pendidikan bahasa Inggris. Validasi disain modul

    dilakukan oleh seorang dosen senior dari fakultas Pendidikan Fisika Universitas

    Pendidikan Ganesha yang telah mengembangkan berbagai model pembelajaran.

    Uji perorangan, kelompok kecil, dan uji coba lapangan dilakukan dengan

    mengundangan siswa di jurusan Teknik Sipil untuk memberikan tanggapan terhadap

    modul itu. Kelompok siswa ini dipilih secara acak. Satu orang siswa dengan tingkat

    kemampuan yang tidak diukur dipilih untuk memberikan tanggapan. Setelah uji

     perorangan, tiga orang mahasiswa dengan masing-masing tingkat kemahiran rendah,

    sedang, dan tinggi dipilih untuk memberikan komentar dan masukan terhadap modul.

    Mereka diberikan kuesioner untuk diisi. Penentuan tingkat kemahiran tersebut adalah

     berdasarkan nilai rata-rata bahasa Inggris mereka serta dengan saran dari dosen

     pengajar bahasa Inggris merea. Segala saran, komentar dan masukan yang diberikan

    oleh para ahli dan mahasiswa kemudian diiventarisasi untuk dijadikan sebagai dasar

    untu merevisi modul. Revisi dilakukan setelah masukan tersebut dirangkum.

    Setelah revisi modul selesai, modul tervalidasi ini kemudian digunakan untuk

    menyelenggarakan uji coba lapangan. Pada saat uji coba lapangan, satu kelas

    mahasiswa jurusan Teknik Sipil digunakan sebagai sampel. Pada saat pembelajaran

    tersebut, mahasiswa dibagikan modul untuk dipelajari secara mandiri. Dosen pengajar

     bahasa Inggris di kelas tersebut yang telah dilatih dengan cara menyelenggarakan

     program LC ini diberikan kesempatan untuk melakukan pembelajaran tersebut.

    Mahasiswa sampel tersebut diberikan satu jam untuk mempelajari modul satu

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    20/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    17

    kemudian disuruh mengerjakan tes pada halaman berikutnya. Tes dilakukan selama

    dua jam. Tes tersebut dimulai dengan listening, kemudian  structure and written

    expression, dan terakhir reading comprehension. Untuk melihat efektivitas model

     pembelajaran TOEFL dengan LC ini, kedua hasit tes ( Pre-test   dan  Post-test )

    dibandingkan dan dianalis dengan statistik deskriptif.

    Pre-

    Test

    Post-Test

    Rata-rata 367.26 416.17

    Kenaikan rata-rata - 48.91

    Persentase Kenaikan - 13.32Median 363.00 420.00

    Standar Deviasi 31.04 45.29

    Varians 963.66 2050.88

    Hasil uji statistik menunjukan bahwa rata-rata tes awal adalah 367.26 dan rata

    rata tes akhir adalah 416.17. Peningatan persentase adalah 48.91. Peningkatan ini

    signifikan. Peningkatan ini berarti dapat memberian fata bahwa LC dengan

     pemeblajaran TOEFL mandiri efektif. Walaupun LC dilakukan secara konvensional

    yang tidak menggunakan teknologi komputer terbukti mampu memacu dan

    memotivasi mahasiswa untuk belajar lebih baik. Dan walaupun mahasiswa diajarkan

    dengan watu yang relatif singkat, mereka mampu meraih prestasi yang baik. Di

    samping itu, mahasiswa tersebut tampa lebih termotivasi untuk belajar dan berlatih.

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    21/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    18

    III. Simpulan dan Saran

    Pengembangan LC yang masih bersifat konvensional ini terbukti efektif mampu

    meningkatkan prestasi mahasiswa di bidang TOEFL. Hal ini sangat perlu

    diimplementasikan untuk mata kuliah lainnya di Politenik Negeri Bali atau di

     perguruan tinggi lainnya. Untuk mengintegrasikannya dengan perkembangan

    teknologi saat ini, program LC ini perlu dibantu dengan memanfaatkan teknologi

    komputer. Untuk hal itu, modul-modul belajar TOEFL serta modul tes TOEFL ini

     perlu dimasukkan dalam piranti lunak sehingga akan lebih praktis. Mahasiswa akan

    hanya perlu mampu mengoperasikan komputer untuk mengikuti program LC. Dengan

    melakukan SDL mahasiswa menemukan bahwa mengalami bahwa cara memecahkan

    masalah dengan secara mandiri seperti ini sangat menguntungkan.

     Namun, usaha untuk suatu mewujudan pembelajaran yang lebih baik dengan

    memberdayakan teknologi-teknologi baru seperti komputer harus selalu diupayakan

    dan dirancang. LC yang masih bersifat konvensional ini perlu dikembangkan menjadi

    model LC berbantuan komputer sehingga lebih praktis dan memotivasi mahasiswa.

    Daftar Pustaka

    Atikson, T & Davies, G. 2005. Computer-Aided Assessment (CAA) and languagemearning, Module 4.1 Information and communications Technology for Language

    Teachers. Retrieved June 17, 2005 from http://www.ict4lt.org/en/en_mod4-

    l.htm#introduction. 

    Altuger-Genc, G. 2013. Design and development of a self-directed learning

    component for a mechanical engineering technology course. SUNY Farmingdale

    State College.

    Caffarella, R. S. 1993. Self-directed learning. In S.B. Marriam (ed), An Update on

    adult learning theory, no.57.San Francisco: Jossey-Bass.

    Hiemstra, R. 1994. Self-directed learning. In T. Husen & T.N. Postlethwaite (Eds.),

    The International Encyclopedia of Education (second edition), Oxford: Pergamon

    Presss.,Retrieved May 31, 2006 from

    http://home.twcny.rr.com/hiemstra/sdlhdbk.html. 

    http://www.ict4lt.org/en/en_mod4-l.htm#introductionhttp://www.ict4lt.org/en/en_mod4-l.htm#introductionhttp://www.ict4lt.org/en/en_mod4-l.htm#introductionhttp://home.twcny.rr.com/hiemstra/sdlhdbk.htmlhttp://home.twcny.rr.com/hiemstra/sdlhdbk.htmlhttp://home.twcny.rr.com/hiemstra/sdlhdbk.htmlhttp://www.ict4lt.org/en/en_mod4-l.htm#introductionhttp://www.ict4lt.org/en/en_mod4-l.htm#introduction

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    22/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    19

    Huang, S.J. & Liu, H.F. 2000. Communicative Language Teaching in a MultimediaLanguage Lab. The Internet TESL Journal, 6 (2). Retrieved May 23, 2005, from

    http://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.html 

    Kannan, J. & Macknish C. 2000. Issues Affecting On-line ESL Learning : A

    Singapore Case Study . The Internet TESL Journal, 6 (11). Retrieved May 16, 2005

    from http://itslj.org/Articles/Kannan-OnlineESL.html 

    Knowles, M.S. 1975. Self-directed Learning. New York: Association Press.

    Lee, K. 2000. English Teachers’ Barriers to the Use of Computer -assissted LanguageLearning.  The internet TESL Journal, 6 (12). Retrieved May 23 2005 from

    http://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.html 

    O’Donnell, Timonthy J. 2006. Learning Engish as a foreign language in Korea: Does

    CALL have a place? Asian EFL Journal. The EFL Professional’ Writen Forum.

    Retrieved April 2006. Fom http://www-asian-efl-journal.com/pta-April06-TJO 

    Taylor, M. 1981. The Social Dimension of Adult Learning. In: Salter L (ed.).

    Communication Studies in Canada Butterworth. Toronto, Ontario, 133-146.

    Widanta. I. M. R. J. 2008. Pengembangan model pembelajaran mandiri berbasisTOEIC di bidang teknologi, Politeknik Negeri Bali. Laporan penelitian hibah

     bersaing Dikti 2008.

    Widanta. I. M. R. J. 2012. Pengembangan model pembelajaran mandiri berorientasi

    TOEFL Untuk meningkatkan nilai TOEFL mahasiswa Politeknik Negeri Bali.

    Laporan penelitian hibah bersaing Dikti 2012.

    Widanta. I. M. R. J. 2013. Studi empiris tentang kebutuhan mahasiswa, dosen, dekandan ketua jurusan di empat universitas di Bali terhadap pengembangan learning

    center (LC) berbasis TOEFL. Laporan penelitian hibah unggulan perguruan tinggi

    (HUPT) Dikti 2013.

    http://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.htmlhttp://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.htmlhttp://itslj.org/Articles/Kannan-OnlineESL.htmlhttp://itslj.org/Articles/Kannan-OnlineESL.htmlhttp://itslj.org/Articles/Kannan-OnlineESL.htmlhttp://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.htmlhttp://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.htmlhttp://www-asian-efl-journal.com/pta-April06-TJOhttp://www-asian-efl-journal.com/pta-April06-TJOhttp://www-asian-efl-journal.com/pta-April06-TJOhttp://www-asian-efl-journal.com/pta-April06-TJOhttp://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.htmlhttp://itslj.org/Articles/Kannan-OnlineESL.htmlhttp://itslj.org/Articles/Lee-CALLbarriers.html

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    23/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    20

    ORIENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL

    BALI: PENGUATAN PERAN SASTRA (PARIBASA BAL I ) BAGI SISWA

    SEKOLAH MENEGAH ATAS

    oleh

    I Nyoman Sadwika

    Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah

    Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

    IKIP PGRI BALI

    Abstrak

    Karya sastra Bali ( Paribasa Bali) mempunyai potensi yang sangat besar

    dalam upaya pembentukan karakter anak didik, sehingga anak didik memiliki

    karakter yang kokoh berakar pada nilai-nilai budaya. Karya sastra ( Paribasa Bali)

    adalah salah satu karya sastra yang dapat dijadikan acuan dalam pendidikankarakter. Paribasa Bali yang mengandung kearifan lokal diharapkan dapat

    memberikan kontribusi tersendiri dalam membentuk karakter-karakter anak didik.

    Masalah yang dibahas dalam penelitin ini adalah (1) bagaimanakah konsep

    kearifan lokal Bali ( Paribasa Bali) mengajarkan pendidikan karakter kepada pesertadidik. (2) jenis-jenis pendidikan karakter apa saja yang ditemukan dalam  Paribasa

     Bali. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Digunakan juga

    strategi survey bertujuan untuk mengumpulkan besar variabel melaui alat pengukur

    wawancara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui konsep dan jenis-jenis pendidikan karakter yang dapat diajarkan kepada anak didik melalui karya

    sastra khususnya Paribasa Bali.

    Kata kunci : Orientasi, Paribasa Bali, Nilai karakter

    Abstract

     Bali literary works (Paribasa Bali) has a huge potential in establishing the

    character of the students, so that students have a strong character rooted in cultural

    values. Literary works (Paribasa Bali) is one of the literary works that can be used asa reference in character education. Paribasa Bali containing local wisdom was

    expected to contribute in shaping the character of the students.

    The problems discussed in this experiment were (1) how the concept of local

    knowledge Bali (Bali Paribasa) teaches character education to students. (2) the types

    of education any character found in Paribasa Bali. The method used is descriptive

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    24/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    21

    qualitative method. It was also used survey strategy aims to collect large variable

     gauges through interviews. The aim of this study was to determine the concept andthe types of character education can be taught to the students through literature,

    especially Paribasa Bali.

     Keywords: Orientation, Paribasa Bali, character Value

    PENDAHULUAN

    Pergeseran etika dan moral masyarakat telah dirasakan sangat drastis pada era

    globalisasi belakangan ini. Beberapa peristiwa yang dialami dan dilakukan kalangan

    anak-anak, remaja, dan orang dewasa telah menunjukkan terjadinya degradasi moral,

    distorsi, disintegrasi, dan disharmoni seperti yang diindikasikan oleh aneka konflik,

    eksploitasi sumberdaya, kesenjangan sosial ekonomi, konversi lahan, dan berbagai

    sisi gelap lainnya. Kekerasan sepertinya menunjukkan bahwa kata-kata atau bahasa

    telah kehilangan kekuatannya sebagai sarana berkomunikasi. Fenomena

    memburukknya hubungan antara sesama manusia dalam kondisi tertentu (saling

    menghina, menghujat dan menuding), semakin ramainya pejabat dan dan para

     petinggi pemerintah yang korupsi, dekadensi moral dikalangan remaja berbentuk

    tawuran, penggunaan narkoba, sex bebas, demonstrasi yang berakhir ricuh,

     penyerangan sekelompok warga berdalih agama, mutilasi dan lain-lain.

    Memang ironis bahwa bangsa dan negara Indonesia yang sejatinya adalah

     bangsa dan negara yang berbudaya yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa.

    Tetapi sikap dan prilakunya tidak mencerminkan peradaban. Karena itu, revitalisasi

     budaya melalui berbagaai langakah pengkajian sangat dibutuhkan untuk membangun

    karakter bangsa yang kokoh. Masalah pendidikan karakter akhir-akhir ini menjadi

    topik yang sangat menarik diperbincangakan oleh karena kondisi masyarakat yang

    sangat memperihatinkan. Isu pendidikan karakter dicanangkan kembali secara resmi

    oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2

    Mei 2010. Substansinya adalah pemerintah ingin memperoleh dukungan sepenuhnya

    dari seluruh rakyat Indonesia. Di era globalisasi ini konsep pendidikan karakter yang

     berbasis  paribasa Bali  yang berisi kearifan lokal diharapkan dapat memberikan

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    25/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    22

    kontribusi tersendiri dalam membentuk karakter seseorang sejak dini. Salah satu

    unsur budaya Bali yang dikaji dalam kesempatan ini adalah  Paribasa Bali  sebagi

    genre sastra lisan Bali tradisional.  Paribasa Bali merupakan permainan kata-kata dan

     bunyi yang digunakan dalam praktik berbahasa masyarakat Bali untuk memperindah

     bahasa dengan tujuan membangkitkan rasa senang, memotivasi, dan menyadarkan

     bahkan menyindir lawan bicara.

    Orientasi pembentukan karakter positif sejak dini dikalangan masyarakat dan

     pendidikan karakter positif diberikan secara kontinyu diharapkan dapat memberikan

     penyadaran, khususnys pada generasi muda tentang etika berprilaku baik di dalam

    keluarga, masyarakat, dan terhadap lingkungan.

    PEMBAHASAN

    Konsep Pendidikan Karakter

    Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati,

     jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,

    watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan

     berwatak. Penguatan pendidikan moral atau pendidikan karakter dalam kontekssekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di Negara

    Indonesia. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas,

    maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman,

     pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalah gunaan obat-obatan, pornografi,

    kolusi, korupsi nepotisme dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah

    sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Oleh karena itu betapa

     pentingnya pendidikan karakter.

    Banyak sarana yang bisa mempengaruhi kepribadian seseorang sejak dalam

    kandungan, ketika lahir, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apa yang dilihat,

    dirasakan, dialami, dan dikerjakan akan terekam dengan baik dalam ingatan

    seseorang. Rekaman tersebut merupakan bekal dalam membentuk kepribadian.

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    26/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    23

    Semua masyarakat tentu menginginkan hidup aman, sehat sejahtera, menginginkan

    generasi yang baik, bukan yang buruk. Tetapi kadang-kadang harapan dan kenyataan

    tidak sesuai dengan yang diinginkan. Akibat dari unsur negatif yang tanpa disadari

    menjadi unsur pembentuk kepribadian, karakter, dan akhlak manusia. Di dalam

     berbagai budaya di Indonesia setiap suku tentu ada bentuk-bentuk pendidikan yang

    dapat dijadikan, rujukan dan refrensi untuk membentuk manusia menjadi manusia

    yang terhormat. Tetapi akibat kurangnya pengenalan terhadap budaya khususnya

    tentang sastra paribasa Bali, dan karena generasi sekarang lebih banyak

    diperkenalkan dengan media elektronik yang serba gampang dan instan, sehingga

     pembentukan karakter dalam kehidupan sehari-hari menjadi sangat berkurang. Rasa

    toleransi, rasa persaudaraan, kebersamaan, kerukunan, kejujuran, kreativitas,

    semangat, dan tolong menolong sudah semakin menipis.

    Begitu pula dengan nilai-nilai pendidikan lainnya yang berhubungan dengan

    sifat, sikap moral, etika, tatakrama dan sebagainya semakin tidak tersampaikan.

    Didalam undang-undang Sisdiknas tahun 2003, disebutkan bahwa: Pendidikan adalah

    usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

     pembelajaran agar peserta didik secra aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

    memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

     Negara.

     Nilai-nilai karakter yang dikembangakan disekolah, menurut  Indonesia

     Heritage Foundation  (IHF) dalam Gunawan (2014 : 42) merumuskan sebilan

    karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter, yaitu ; (1) cinta pada Allah

    dan semesta beserta isinya, (2) tanggung jawab disiplin dan mandiri, (3) jujur, (4)

    hormat dan antun, (5) kasih sayang, peduli, dan kerjasama, (6) percaya diri, kreatif,

    kerja keras, dan pantang menyerah (7) keadilan dan kepemimipinan, (8) baik dan

    rendah hati, (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan.

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    27/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    24

    Lebih lanjut, Kemendiknas (2010) melansir bahwa berdasarkan kajian nilai-

    nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-

     prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan

    menjadi lima, yaitu; (1) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan

    sesama manusia, (2) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan

    kebangsaan, (3) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang

    Maha Esa, (4) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri,

    serta (5) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan. Hal

    inilah yang digunakan acuan dalam penelitian ini.

    Jenis - Jenis Pendidikan Karakter dalam Ungkapan dan Paribasa Bali

    Pendidikan karakter dimaksudkan sebagai pembentukan karakter, usaha

     pendidikan dan pembentukan karakter yang dimaksud tidak terlepas dari pendidikan

    dan penanaman moral atau nilai-nilai luhur pada siswa. Pendidikan karakter itu

    sendiri merupakan sebuah proses pembelajaran untuk menanamkan nilai-nilai luhur,

     budi pekerti, akhlak mulia yang berakar pada ajaran agama, adat istiadat, dan nilai-

    nilai keIndonesiaan dalam rangka mengembangkan kepribadian siswa supaya

    menjadi manusia yang bermartabat, menjadi warga bangsa yang berkarakter sesuai

    dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama ( Suyanto, 2011:76). Tujuan pendidikan

    karakter adalah agar siswa menjadi orang yang bermartabat, orang yang terpuji, dan

    sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious,

    menanamkan jiwa kepemimipinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi

     penerus bangsa, mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang

    mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan, dan mengembangkan lingkungan

    kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan

     persahabatan. Sebagai suatu kearifan lokal yang berasal dari pandangan hidup dan

    sudah menjadi tradisi turun temurun, maka kearifan local dikaitkan dengan

     pendidikan karakter bangsa mempunyai fungsi-fungsi, agar fungsi tersebut dapat

    maksimal maka makna dalam ungkapan tradisional seperti dalam  Paribasa  Bali

    tersebut perlu diinfrensikan agar selaras dengan perkembangan jaman. Mengingat

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    28/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    25

    degradasi moral melanda Indonesia maka Kementrian Pendidikan Nasional

    mencanangkan delapan belas pendidikan karakter, yang dituangkan pada setiap

     bidang ilmu dalam pembelajaran di sekolah-sekolah. Dari pernyataan tersebut dapat

    dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, proses pendidikan

    yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

     pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya. Akhir dari proses

     pendidikan adalah kemampuan peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

     pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

    diperlukan dalam mengarungi kehidupan (Sanjaya, 2007:2). Pemaksimalan makna

    akan mengembangkan fungsi kearifan local sebagai pandangan, acuan, dan tauladan,

    dalam menjaga karakter bangsa.

    Adapun fungsi ungkapan dalam  Paribasa Bali tersebut antara lain:

    1.  Kepedulian terhadap Sesama

    a.   Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yakni sadar akan hak

    dan kewajiban diri dan orang lain ini tercermin dalam  sesonggan 

    (pepatah). Buka sepite, pedaduanan tatuekne buka anake menyama tuah

    ajake dadua ‘Seperti sepit (penjepit) selalu berduaan atau berpasangan.

    Yang memiliki makna sehebat apaun kita tanpa dibantu oleh orang lain

    akan tidak berarti apa-apa, janganlah kita merasa mampu bekerja

    sendirian tanpa bantuan orang lain. Infrensi dari arti tersebut adalah

    orang yang arogan dan sombong karena merasa diri hebat bisa

    melakukan segala-galanya, orang yang demikian cendrung

    mengabaikan orang lain, tidak menghormati pemikiran dan sikap orang

    lain karena merasa diri serba bisa. Orang tersebut sesungguhnya tidak

    tahu apa-apa yang seharusnya dikerjakan. Memahami hak dan

    kewajiban sangat dibutuhkan dalam kehidupan siswa. Nilai karakter ini

    tampaknya sejak dulu sudah mendapat perhatian dari leluhur kita,

    sebagaimana dapat dicermati misalnya, dalam  sesonggan, “ geng yasa

    geng goda”, besar jasa besar pula godaannya, gede kayune gede

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    29/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    26

     papahne, besar pohonnya besar pula rantingnya, serta dalam

     sesenggakan ,” buka benange suba kadung maceleban” seperti benang

    terlanjur basah, sesonggan “geng yasa geng goda” mendidik kita untuk

    tabah, bertanggung jawab akan hak dan kewajiban semakin besar hasil

    yang didapat (hak) semakin besar pula kewajiban kita membayar pajak

     pada negara. Disamping itu siswa juga harus diajarkan bertanggung

     jawab, ulet, tekun, tabah, dan selalu berpikir positf mana hak dan mana

    kewajiban yang harus dikerjakan seperti,  seseng  gakan “buka benange

     suba kadung maceleban” sebagai siswa harus bekerja sampai tuntas 

    tidak boleh setengah-setengah meskipun hak yang di terima kurang

    sesuai dengan harapan.

     b.   Nilai karakter patuh kepada aturan-aturan sosial, sikap menurut dan taat

    terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan

    umum, terdapat dalam  Sesonggan (Pepatah) Caruk gong, muah aud

    kelor , ‘semua perangkat gamelan atau menarik daun kelor dari

     batangnya’ yang memiliki mak na di ibaratkan seperti siswa yang sudah

    terjun ke masyarakat apabila ada kegiatan apapun semuanya ikut

     bekerja tanpa terkecuali. Dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan

    manapun berada diharapkan dapat hidup saling tolong menolong berat

    dan ringan harus ditopang bersama-sama demi kemajuan bersama. Nilai

    karakter patuh pada aturan aturan-aturan sosial dengan cara bersikap

    dan bertindak dalam menghadapi masalah dengan menghindari sikap

    lupa diri, terburu-buru, ceroboh, dan bertindak berdasarkan

     pertimbangan yang matang. Niali karakter ini tercermin pula dalam

     beberapa  sesonggan, antara lain,  “gangsaran tinda kuangan daya”, 

     bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu  “dija kadena langite endep”, 

     jangan mengira ada langit yang rendah, sangat baik dipakai untuk

    menasehati dan mendidik anak-anak yang kurang bisa mengendalikan

    diri atau cendrung bersifat ceroboh serta terburu-buru sehngga tidak

    mentaati aturan-aturan yang berlaku. Sikap ceroboh, dan terburu-buru

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    30/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    27

    tersebut dalam mengambil suatu keputusan sangat merugikan dalam

    kehidupan. 

    c.   Nilai karakter menghargai karya dan prestasi orang lain, sikap dan

    tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang

     berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati

    keberhasilan orang lain terkandung dalam  sesonggan  (pepatah)  Aduk

     sera aji keteng tatuekne, karusakang baan anak padidi sane tiosan.

    ‘Makanan yang dicampur dengan terasi berlebihan maknanya,

    diibaratkan seperti pekerjaan yang sudah dilakukan oleh masyarakat

    dengan baik tetapi hasil akhirnya dirusak oleh satu orang’. Artinya

     perbuatan apapun yang dilakukan harus selalu berhati-hati apalagi

    menyangkut orang banyak persatuan dan kesatuan harus dikedepankan.

     Nilai karakter sikap menghargai karya dan prestasi orang lain yang

     berhubungan dengan sifat, sikap menghargai yang berbeda atau

     bertentangan dengan pendirian sendiri. Nilai karakter ini dapat

    dicermati pula dalam sloka, “buka slokane tusing ada lemete elung” tak

    ada sesuatu yang lentur itu patah, nilai yang terkandung dalam sloka itu

    menandakan adanya bentuk kompromi dan tidak melakukan hal balas

    dendam dalam menyelesaikan masalah, selalu menghargai karya orang

    lain sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan Suarka (dalam

     jurnal Aksara 2010 : 103).

    d.   Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yakni, santun, sifat

    halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata prilakunya

    kesemua orang, tersurat dalam  sesawangan  (perumpamaan)  Kemikane

    luir madu juruh, tatuekne, kemikane manis nyunyur.  ‘Suaranya manis

     bagaikan madu gula, maknanya suaranya sangat manis, pintar, jujur,

    sopan, santun.’ Siswa  yang baik adalah Siswa yang memegang teguh

    kata-kata yang diucapakan (santun, satya wacana). Nilai tatakrama dan

    santun berhubungan dengan sikap hormat kepada orang lain yang patut

    dihormati dengan penuh kesadaran dan prilaku sopan dalam bertindak

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    31/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    28

    serta santun dalam berbahasa di kehidupan sehari-hari, nilai sopan

    santun tampak tercermin pula dalam dibalik makna  sesonggan  “kuping

    ngliwatin tanduk”, “ degag delem”, makecuh mulet menek ”, dan dibalik

    makna  sesenggakan  ;  “ buka guake ngadanin iba” , buka jangkrike

     galak di bungut, buka naar krupuku gedenan kriak ” mengandung

    makna durhaka, sombong, dan angkuh. Karena itu sesonggan tersebut

    dipakai menasehati anak-anak agar tidak berbuat durhaka, sombong,

    dan angkuh tetapi menghormati orang yang patut dihormati.

    e.   Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama yaitu demokratis

    terdapat dalam  sesenggakan  (ibarat)  Buka ngae bajune, sikutang

    keraga, tatuekne, buka melaksana, makeneh, wiadin ngomong yan

    tibakang marep teken anak len, patut imbangang malu ka deweke

     padidi. ‘seperti membuat baju ukur dulu pada diri sendiri, maknanya

    seperti berbuat berpikir, maupun berbicara kalau di terapkan pada orang

    lain harus sesuaikan dulu dengan diri sendiri, artinya siswa dalam

     berbuat, berpikir, maupun berbicara harus disesuaikan dengan situasi

    dan kondisi, memiliki rasa demokrasi cara berpikir, bersikap, dan

     bertindak menilai sama hak dan kewajiban diri sendiri dengan orang

    lain.

    2.  Nilai kebangsaan

    a.   Nilai karakter Nasionalis yakni cara berpikir, bersikap, dan berbuat

    yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi

    terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik

     bangsanya terkandung dalam  sesenggakan (ibarat) buka sumangahe,

    ngutgut kanti mati, tatuekne buka anak ane nindihin kenehne diastun

    ngemasin mati. ‘seperti semut merah menggigit sampai mati, maknanya,

    seperti seseorang yang membela tanah air sepenuh jiwa dan raga

    mempertaruhkan nyawanya. Hendaknya siswa mentauladani sikap

    tersebut sebagai generasi muda penerus bangsa.

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    32/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    29

     b.   Nilai karakter menghargai keberagaman yakni sikap memberikan

    respek/kehormatan terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk

    fisik, sifat, adat istiadat, budaya, suku, dan agama terkandung dalam

    wewangsalan  (tamsil) belahan pane belahan paso, selebingkah beten

    biu tatuekne ade kene ada keto, gumi linggah ajak liu. ‘pecahan

    gerabah, pecahan baskom, dibawah pohon pisang, maknanya ada yang

    seperti ini ada yang seperti itu, dunia ini milik kita bersama’.

    Maksudnya, sebagai siswa harus saling hormat menghormati, harga

    menghargai, sehingga tercipta kerukunan walaupun ada perbedaan satu

    sama lain. Cara lain yang ditawarkan pula dalam mencermati

    keberagaman tersebut dituangkan dalam bentuk  sesenggakan  “buka

    besine teken sangiane” ibarat besi dengan batu asah yakni terjadi sikap

    saling mengalah satu sama lain demi tujuan bersama. sebagaimana

    diketahui Indonesia dicirikan oleh keberagaman dalam berbagai aspek,

    seperti suku, ras, agama, bahasa daerah, ideologi, tatakrama, karena itu

     pemahaman terhadap keberagaman dan perbedaan itu perlu ditanamkan

    sejak dini sehingga tercipta suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan

    keberagaman masyarakat kita tetap memiliki satu kedudukan yang sama

    saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya. .

    3.  Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa

    (Religius)

    Berkaitan dengan nilai karakter yang berhubungan dengan Tuhan

    Yang Maha Esa, pikiran, perkataan, dan tidakan seseorang yang

    diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan atau ajaran

    agamanya terdapat dalam bebladbadan  (metafora),  I Made Molog mula

    kereng mawang putihin timpalne, tatuekne mamisunayang , I Made Molog

    memang suka membawang putihkan temannya’  maknaya memfitnah.

    Dalam agama siswa diajarkan tidak boleh memfitnah teman, dan

    menjatuhkan teman untuk kepentingan sendiri sehingga merugikan orang

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    33/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    30

    lain perbuatan tersebut sangat melanggar ajaran agama. Selain itu nilai

    karakter dalam wujud keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa dituangkan

    dalam bentuk sesapaan, misalnya ketika orang-orang melakukan

     pembicaraan dan ada suara cecak terdenganr, maka mereka mengucapkan

    sesapaan “turun Saraswati” maksudnya apa yang diucapkan diberkati

    Tuhan (dalam manifestasinya sebagai dewi Saraswati). Begitu pula, ketika

    masyarakat Bali kencing disuatu tempat atau bukan di WC umpamanya

    atau mungkin ditegalan yang tak dikenal mereka mengucapkan,  jero-jero

    megingsir jebos tiang manyuh maksudnya minta ijin supaya yang tinggal

    didaerah tempat kencing itu yang tidak dapat dilihat secara kasat mata

     pergi sejenak sehingga apa yang kita lakukan terberkati.

    4.  Nilai karakter dalam hubungan dengan diri sendiri meliputi;

    a.  Jujur

    Merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

    sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,

    dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain. Terdapat dalam

     sesawangan  (perumpamaan), munyine jangih kadi sunarine tempuh

    angin, tatuekne, jangih, ngulangunin, tur lengut pisan. ‘tutur bahasanya

    nyaring bagai sunari yang di hembus angin, maknanya halus, merdu,

    dan indah sekali. Siswa yang jujur adalah siswa yang memilki tutur

    kata, tindakan, pekerjaan yang baik, halus, dapat dipercaya, dan

    dipertanggung jawabkan.

     b.  Bertanggung jawab

    Merupakan sikap dan prilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan

    kewajibannya sebagaimana yang seharusnya siswa lakukan, terhadap

    diri sendiri, masyarakat, lingkungan, (alam, sosial, dan budaya), negara

    dan Tuhan Yang Maha Esa. Terdapat dalam sesonggan (pepatah), sekah

     gelah nyen man tunden maktinin, tatuekne, gumi Indonesia ene mula

    iraga ngelah, iraga patut ngutamayang , ‘tempat dewa-dewi (dalam

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    34/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    31

    agama hindu) siapa yang disuruh menyembahnya, sama halnya dengan

     bumi Indonesia yang tercinta ini memang kita yang memiliki harus kita

    yang menjaganya. Sebagai siswa yang bertanggung jawab harus

    melaksanakan tugas dan kewajiban terhadap Tuhan, nusa dan bangsa.

    c.  Kerja keras

    Merupakan suatu prilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh

    dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas

    (belajar/bekerja) dengan sebaik-baiknya. Terdapat dalam  sesonggan 

    (pepatah),  sapuntul-puntulan besine yening sangih dadi mangan,

    tatuekne, lamun apa je belogne yening malajah pasti lakar dueg ,

    ‘setumpul-tumpulnya besi apabila diasah pasti akan tajam,’maknanya

    sebodoh bodohnya siswa apabila mau sungguh-sungguh dalam

    mengatasi permasalahan, pekerjaan maupun belajar pasti akan berhasil

    dan pintar,dalam menanamkan nilai kerja keras dalam paribasa dapat

    dilakukan juga melalui pujian atau cara sopan dalam sindiran. Nilai

     prilaku upaya sungguh-sungguh dalam bekerja dalam  paribasa  Bali

    disampaikan secara sopan dalam paribasa Bali dapat tercermin dalam

     sesonggan, seperti, “cenik-cenikan punyan sotong ”, keci-kecilan pohon

     jambu biji, “ yeh ngetel bisa molongin batu” setetes air dapat melobangi

     batu,  sesenggakan, seperti, “buka petapan ambengane”, ibarat alang-

    alang,  sesonggan dan  sesenggakan  tersebut dipakai untuk menasehati,

    mendidik anak-anak agar memiliki sikap kerja keras, prilaku yang

    sungguh-sungguh, belajar yang kuat seperti pohon jambu kecil tapi

    kuat, begitu juga dengan setetes air lama-lama bisa melobangi batu .

    Semua manusia memiliki potensi yang baik. Manusia harus belajar dari

    kecil karena pada usia muda, pikiran, konsentrasi dan kecerdaasan anak-

    anak sangat tajam serta sudah tua akan dijadikan sebagai pengayom

    inilah yang diumpamakan seperti alang-alang. Siswa sangat perlu

    diberikan nasehat paribasa Bali ini supaya mampu mengerjakan dan

    menyelesaikan tugas dan kewajiban dengan baik.

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    35/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    32

    d.  Percaya diri

    Merupakan sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap

     pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. Terdapat

    dalam bladbadan (metafora),  prakpak balok kaden sundih, awak belog

    ngaku ririh,’  bara balok dikira api lampu templek, dirinya bodoh

    mengaku pintar’ maknanya sebagai siswa harus memiliki sikap percaya

    diri, keyakinan dan kemampuan diri sendiri sehingga dapat bersaing

    dalam kehidupan sehari-hari, meskipun ilmu yang dimiliki kurang

    memadai tetapi kalau sudah memiliki keyakinan, percaya diri niscaya

    semuanya dapat teratasi. Adakalanya dalam masyarakat Bali,

     pengakuan sikap, prilaku bijaksana dan percaya diri seseorang

    terindikasi melalui sikap rendah hati seseorang. Karena itu, sikap rendah

    hati dan percaya diri menjadi indikator bagi tingkah laku manusia Bali,

    sebagai mana tercermin dalam ungkapan “eda ngaden awak bisa

    depang anake ngadanin”,  sikap percaya diri berkaitan dengan sikap

    tidak menyombongkan diri meskipun dipuji, suka menerima saran atau

    kritikan untuk meningkatkan prestasi.

    e.  Cinta ilmu

    Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunujukkan kesetiaan,

    kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.

    Terdapat dalam sesonggan (pepatah) song beduda buin titinin, tatuekne,

    buka anake ane plapan melaksana, ngidepang ilmu pengetahuan di

     sahananing laksana.’ Lobang beduda (semacam serangga yang sering

     buat lubang ditanah) dibuatkan jembatan, hal ini sangat baik diajarkan

     pada siswa dalam berbuat, berbicara, harus selalu berdasarkan

     pengetahuan yang dimiliki sehingga apa yang dicita-citakan dapat diraih

    dan berhasil.

    f. 

    Berpkir logis, kritis, kreatif, dan inovatif

    Berpikir dan melakukan sesuatu cara kenyataan atau logika untuk

    menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    36/143

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    37/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    34

     Nilai karakter ini maknanya dapat dilihat dalam sindiran berikut,

     sesonggan, ngalih baling ngaba alutan, buta tumben ngedat, takut ngetel

     payu makebios, sau kerep dungki langah, mengandung makna tidak mampu

    mengelola kekayaan alam dengan baik (berhasil guna, tepat sasaran)

    menyebabkan hidup ini hancur berantakan (takut ngetel payu makebios),

    cendrung boros tidak mau lagi menanam hutan hanya menebang saja

    sehingga banjir dan pemanasan global terjadi (sau kerep dungki langah),

    membuat hidup menjadi menderita, pas-pasan (ngalih balang ngaba

    alutan), sesonggan tersebut sering digunakan menyindir sikap dan tingkah

    laku orang yang angkuh, sombong, dan conkak, dengan tujuan untuk

    menyadarkan orang tersebut bahwa kepentingan pribadi yang dilakukan

    untuk memperkaya diri sendiri dengan cara merusak lingkungan sangat

    merugikan orang banyak. 

    KESIMPULAN

    Ungkapan-ungkapan tradisional yang merupakan mutiara kata dari nenek

    moyang mengandung pesan moral yang dapat berlaku sepanjang jaman. Ungkapan-ungkapan tradisional tersebut dibuat sebagai petuah, nasehat yang disampaikan secara

    tersirat dengan memperhatikan estetika bahasa yang tinggi. Seiring dengan

    tergerusnya akar budaya maka perlu adanya penguatan karakter bangsa. Lebih lanjut

    karakter bangsa perlu dijaga agar tetap terjaga paribasa bali merupakan genre sastra

    lisan Bali tradisional yang sangat kaya dengan nilai-nilai karakter. Nilai-nilai

    karakter tersebut memiliki kontribusi strategis dalam pembentukan karakter bangsa.

    Manusia berkarakter adalah manusia yang memiliki kesehimbangan dan

    keharmonisan dalam hal rasa. Untuk itu revitalisasi budaya melalui pengkajian

    sebagai aset budaya termasuk paribasa Bali, merupakan upaya penting dan strategis

    dalam rangka penguatan dan ketahanan budaya. 

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    38/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    35

    Karakter-karakter yang tampak kental pada ungkapan-ungkapan paribasa Bali

    adalah pembentukan karakter, hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan

    dengan diri sendiri, hubungan dengan sesama, hubungan dengan lingkungan, dan

    nilai kebangsaan. Untuk memahami ungkapan dalam paribasa Bali tersebut perlu

    adanya orientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal upaya pengembangan

    makna sesuai dengan konteks dapat maksimal, lebih lanjut siswa dapat menerima dan

    mengaplikasikan dalam tutur dan tindakan untuk pembelajaran karakter baik bagi diri

    sendiri, orang lain, maupun bangsa dan negara.

    DAFTAR PUSTAKA 

    Ginarsa, Ketut t. th. Paribasa Bali. Denpasar: CV. Kayumas.

    Gunawan, Heri. 2012.  Pendidikan Karakter, Konsep, dan Implementasi. Bandung:

    Penerbit Alfabeta.

    Kementrian Pendidikan Nasional. 2010.  Buku Pedoman Pendidikan Karakter di

    Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Jendral Mandikdasmen,

    Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

    Kementrian Pendidikan Nasional. 2010.  Desain Induk Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Nasional . Jakarta: Direktorat JendralMandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

    Kementrian Pendidikan Nasional. 2010.  Kerangka Acuan Pendidikan Karakter

     Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010. Jakarta: Direktorat JendralMandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

    Suarka, I Nyoman. 2010.  Aksara Jurnal Bahasa dan Sastra. Balai Bahasa Denpasar. Nomor 36, TH XXII, Desember 2010

    Suyanto. 2011. “ Pendidikan Karakter di Sekolah Perlu Direvitalisasi” Majalah Diknas Kementerian Pendidikan Nasional RI Jakarta.

    Yudhoyono, Susilo Bambang. 2011. “ Mari Kita Kerja Keras melalui Jalur

     Pendidikan” Majalah Diknas Kementerian Pendidikan Nasional RI Jakarta.

  • 8/15/2019 Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

    39/143

    Stilistetika Tahun IV Volume 7, November 2015

     ISSN 2089-8460

    36

    ANALISIS CONTACT PHONOLOGY UNSUR SERAPAN

    BAHASA INGGRIS DALAM BAHASA INDONESIA

    Oleh:

     Ni Luh Gede Liswahyuningsih, S.S., M.Hum.

    FPBS, IKIP PGRI Bali

    Abstrak

    Dalam fonol