study of suitability and environmental carrying …

13
AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) (Vol 5 No. 2 Tahun 2017) STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING CAPACITY FOR BARRAMUNDI (Lates calcarifer. Bloch) CULTURE IN WATERS OF LEMUKUTAN ISLAND AND PENATA BESAR ISLAND, BENGKAYANG REGION, WEST KALIMANTAN Muhammad Zamhar Auli Shubhi 1* · Yohana S. Kusumadewi 2 · Denah Suswati 2 Ringkasan The aim of this research are to stu- dy location suitability for developing Asian Se- abass culture with floating cage culture system based on carrying capacity at Lemukutan Is- land and Penata Besar Island. The methods of this research include : field survey for as- sessing the biophysics characteristic of Lemu- kutan and Penata Besar Island, Geographycal Information System for suitability analyze and carrying capacity analyze which compare to Kepmen LH No. 51 Years 2004. The results in- dicated that all the water quality parameters mostly good and suitable to support Asian Se- abass culture. GIS results indicated that 1.564 Ha can be developed for Asian Seabass cultu- re on the floating net cage, or arround 14,44% from the total 10.830,7 Ha with depth about more than 6 metres and less than 25 metres. Limited factor are sheltered area from the wa- ve, wind and storm, current rate are generally more than 0,6 m/s and depth water some less than 6 m and more than 25 m. Keywords Suitability, Carrying Capacity, Asian Seabass, Lemukutan Island and Penata Besar Island Received : 26 Februari 2017 Accepted : 17 Maret 2017 1 )Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan Universitas Tanjungpura; 2 )Staf Pengajar Magister Ilmu Ling- kungan Universitas Tanjungpura E-mail: [email protected] PENDAHULUAN Ikan laut yang mulai banyak dibudidayakan de- ngan sistem karamba jaring apung (KJA) sela- in kerapu dan bawal bintang adalah ikan kakap putih (L. calcarifer, Bloch), karena ikan kakap putih yang dipelihara di KJA lebih diminati konsumen dibandingkan dengan yang dipeli- hara di tambak. Budidaya dengan sistem KJA merupakan sistem budidaya ikan yang cocok diterapkan di kawasan pesisir, dimana kawas- an pesisir merupakan perairan tergenang yang tidak dapat kering. Pertimbangan lainnya ada- lah fakta bahwa KJA merupakan sistem budi- daya yang berasal dari Negara-negara di Asia tenggara termasuk Indonesia, namun berhasil dikembangkan oleh Negara-negara Eropa dan Amerika Utara dengan ikan salmon sebagai ko- moditas utamanya (Phillipose et al., 2013). Kakap putih merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya laut (sea farming) yang mem- punyai prospek sangat cerah untuk dikembangk- an.Selain karena teknologi pemeliharaannya yang sudah dikuasai juga karena daging kakap putih ini cukup diminati masyarakat dunia terutama Negara-negara Eropa bagian utara dan selat- an (Ravisankar et al., 2010). Oleh karena itu, akhir-akhir ini semakin banyak industri yang bergerak dalam usaha budidaya kakap putih di Indonesia, seperti Fega Marikultura di Kepu- lauan Seribu, Indonesia Mariculture Industri- es di Kepulauan Riau, Fish farm milik group Japfa Comfeed di situbondo dan Bali, Philips Seafood serta Bali Barra di Bali. Selain itu, di

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING …

AQUASAINS(Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan)(Vol 5 No. 2 Tahun 2017)

STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTALCARRYING CAPACITY FOR BARRAMUNDI(Lates calcarifer. Bloch) CULTURE IN WATERS OFLEMUKUTAN ISLAND AND PENATA BESAR ISLAND,BENGKAYANG REGION, WEST KALIMANTAN

Muhammad Zamhar Auli Shubhi 1∗ · Yohana S. Kusumadewi2 · Denah Suswati 2

Ringkasan The aim of this research are to stu-dy location suitability for developing Asian Se-abass culture with floating cage culture systembased on carrying capacity at Lemukutan Is-land and Penata Besar Island. The methodsof this research include : field survey for as-sessing the biophysics characteristic of Lemu-kutan and Penata Besar Island, GeographycalInformation System for suitability analyze andcarrying capacity analyze which compare toKepmen LH No. 51 Years 2004. The results in-dicated that all the water quality parametersmostly good and suitable to support Asian Se-abass culture. GIS results indicated that 1.564Ha can be developed for Asian Seabass cultu-re on the floating net cage, or arround 14,44%from the total 10.830,7 Ha with depth aboutmore than 6 metres and less than 25 metres.Limited factor are sheltered area from the wa-ve, wind and storm, current rate are generallymore than 0,6 m/s and depth water some lessthan 6 m and more than 25 m.

Keywords Suitability, Carrying Capacity,Asian Seabass, Lemukutan Island and PenataBesar Island

Received : 26 Februari 2017

Accepted : 17 Maret 2017

1)Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan UniversitasTanjungpura; 2)Staf Pengajar Magister Ilmu Ling-kungan Universitas TanjungpuraE-mail: [email protected]

PENDAHULUAN

Ikan laut yang mulai banyak dibudidayakan de-ngan sistem karamba jaring apung (KJA) sela-in kerapu dan bawal bintang adalah ikan kakapputih (L. calcarifer, Bloch), karena ikan kakapputih yang dipelihara di KJA lebih diminatikonsumen dibandingkan dengan yang dipeli-hara di tambak. Budidaya dengan sistem KJAmerupakan sistem budidaya ikan yang cocokditerapkan di kawasan pesisir, dimana kawas-an pesisir merupakan perairan tergenang yangtidak dapat kering. Pertimbangan lainnya ada-lah fakta bahwa KJA merupakan sistem budi-daya yang berasal dari Negara-negara di Asiatenggara termasuk Indonesia, namun berhasildikembangkan oleh Negara-negara Eropa danAmerika Utara dengan ikan salmon sebagai ko-moditas utamanya (Phillipose et al., 2013).

Kakap putih merupakan salah satu komoditasperikanan budidaya laut (sea farming) yang mem-punyai prospek sangat cerah untuk dikembangk-an.Selain karena teknologi pemeliharaannya yangsudah dikuasai juga karena daging kakap putihini cukup diminati masyarakat dunia terutamaNegara-negara Eropa bagian utara dan selat-an (Ravisankar et al., 2010). Oleh karena itu,akhir-akhir ini semakin banyak industri yangbergerak dalam usaha budidaya kakap putih diIndonesia, seperti Fega Marikultura di Kepu-lauan Seribu, Indonesia Mariculture Industri-es di Kepulauan Riau, Fish farm milik groupJapfa Comfeed di situbondo dan Bali, PhilipsSeafood serta Bali Barra di Bali. Selain itu, di

Page 2: STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING …

476 Muhammad Zamhar Auli Shubhi 1∗ et al.

Kepulauan Yapen, Provinsi Papua Barat, seca-ra resmi telah dilakukan peletakan batu perta-ma pembangunan Hatchery dan Nursery ka-kap putih yang merupakan kerjasama antarapemerintah Indonesia dengan pihak Norwegiasebagai negara yang sangat berhasil menerapk-an teknologi untuk budidaya laut (Komunika-si pribadi dengan Borge Soraas, 12 Februari2016).

Satu diantara aspek penting yang harus diper-hatikan dalam pengembangan usaha budidayakakap putih adalah pemilihan lokasi. Pemilih-an lokasi yang tepat sangat terkait dengan fak-tor resiko, kemudahan dan ekologis. Faktor re-siko yang dimaksud berkaitan dengan masalahketerlindungan, masalah keamanan, dan masa-lah konflik. Keterlindungan dimaksudkan un-tuk menghindari kerusakan fisik sarana budi-daya laut, maka diperlukan lokasi yang terlin-dung dari pengaruh angin dan gelombang yangbesar. Lokasi yang terlindung biasanya dida-patkan di perairan teluk atau perairan terbukatetapi terlindung oleh adanya karang atau pu-lau di depannya (Phillipose et al., 2013). Satudiantara wilayah pesisir di Kalimantan Baratyang mempunyai potensi untuk dikembangk-an sebagai lokasi budidaya laut dengan sistemKJA adalah perairan di sekitar pulau Lemukut-an dan Penata Besar Kabupaten Bengkayang.Kawasan yang masuk ke dalam kecamatan Su-ngai Raya Kepulauan ini memiliki sekitar 12pulau terdiri dari pulau Penata Besar, PenataKecil, Seluas, Semesak, Kera, Baru, Batu Ra-kit, Tempurung, Kabung, Batu Payung, Lemu-kutan dan Randayan (BPS, 2014). Adanya gu-gusan pulau-pulau kecil ini menjadi pengha-lang angin, gelombang dan arus dimana me-rupakan beberapa faktor yang sangat pentingdalam pemilihan lokasi KJA.

Daya dukung lingkungan merupakan dasar per-timbangan utama dalam penentuan lokasi KJAsebagai indikasi untuk menunjukkan seberapabesar produksi yang bisa dihasilkan dan ber-kelanjutan. Budidaya ikan dalam KJA secaraintensif akan menghasilkan limbah yang da-pat memicu produktivitas dan merubah karak-teristik biotik dan abiotik perairan, sementa-ra budidaya semi intensif bisa menyebabkanblooming alga (overcropping algae) dan penu-runan produktivitas sehingga mengakibatkanrendahnya kelangsungan hidup ikan budidaya

(Phillipose et al., 2013). Oleh karena itu, per-timbangan dalam pemilihan lokasi KJA yangtepat sangat penting dilakukan sebelum me-lakukan kegiatan budidaya tesebut. Daya du-kung suatu spesies dalam lingkungan perairandilihat dari aspek biologis adalah jumlah popu-lasi dari spesies tersebut dapat mempertahank-an hidupnya tanpa batas, mendapatkan makan-an, tempat hidup, air dan kebutuhan lainnyatersedia di lingkungan tersebut. Daya dukungbervariasi tergantung pada aliran air, volume,temperature, oksigen terlarut, pH, ukuran danspesies ikan.Berdasarkan uraian di atas, makaperlu dikaji secara mendalam dan komprehen-sif mengenai kelayakan perairan sekitar pulauLemukutan dan pulau Penata besar sebagai lo-kasi budidaya laut khususnya ikan kakap pu-tih.Selain itu, perlu juga dikaji mengenai da-ya dukung lingkungan perairan sekitar pulaulemukutan dan pulau Penata Besar untuk me-nentukan keberlanjutan usaha budidaya laut.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di perairan sekitar Pu-lau Lemukutan dan Penata Besar KabupatenBengkayang Kalimantan Barat (Gambar 1) mu-lai bulan Maret 2016 sampai Agustus 2016.Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbang-an keterlindungan lokasi dan akses dari darat-an pulau Kalimantan, serta mulai berkembang-nya kegiatan marikultur dengan sistem KJA disekitar pulau Penata Besar.

Metode penelitian yang digunakan yaitu me-tode survey lapangan.Data yang dikumpulkanmeliputi data primer dan data sekunder. Dataprimer berupa analisis parameter kualitas airserta hasil wawancara dengan penduduk setem-pat, sedangkan data sekunder meliputi data kon-disi lingkungan dari data tertulis penelitian ma-upun data dari pemerintah setempat.

Analisis karakteristik sifat perairan merupak-an kajian mengenai kondisi biofisik dan kimiaperairan, meliputi kualitas perairan (fisika, ki-mia, dan biologi). Pengamatan kualitas air (Ta-bel 1) dilakukan untuk menentukan kelayak-an perairan bagi kehidupan ikan Kakap putih.Sampel air diambil pada 5 titik lokasi sam-pling (Gambar 1) dengan masing-masing 3 ulang-an.

Page 3: STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING …

Environment Suitability and Carrying Capacity White Snapper 477

Tabel 1 Parameter, alat/metode pengukuran, dan tem-pat pengamatan penelitian

Parameter Alat/MetodeKecerahan Secchi diskKedalaman EchosounderSubstrat Dasar SCUBA setKecepatan arus currentmeterSuhu termometerSalinitas Hand RefraktometerTSS GravimetripH pH meterDO DO MeterBOD Winkler azideNH3-N TitrasiNO3 TitrasiNO2 TitrasiOthopospat TitrasiLogam Pb SpektrofotometerTotal Colliform MPNKelimpahan Plankton Sedgewick Rafter

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

Kesesuaian lokasi budidaya tiap stasiun pene-litian dilakukan dengan membandingkan datahasil penelitian dengan standar lokasi budida-ya dengan cara skoring data sebagaimana pa-da Tabel 2 (Adibrata, 2011), sementara untukmengetahui luas lokasi berdasarkan kesesua-ian tersebut dilakukan menggunakan operasitumpang layer (Overlay operation).

Informasi mengenai daya dukung lingkunganperairan untuk budidaya kakap putih diperolehmelalui pendekatan data lapangan dengan nilaibaku mutu lingkungan mengacu pada KepmenLH No. 51 tahun 2004, tentang baku mutu airlaut untuk biota laut (Tabel 3).

Indeks analisis kesesuaian kawasan budidayaKakap Putih dengan sistem KJA di tiap stasiundiperoleh dari nilai total bobot kali skor untuk

9 parameter dengan nilai kelas sebagai berikut(Tabel 4).

Kelas S1 yaitu tingkat Kelas Kesesuaian dariParameter Lingkungan Sangat sesuai, dimanakawasan tersebut sangat sesuai untuk budidayaikan Kakap Putih tanpa faktor pembatas yangberarti terhadap penggunaannya secara berke-lanjutan. Kelas S2 yaitu tingkat Cukup sesu-ai, dimana kawasan tersebut sesuai untuk me-nunjang kegiatan budidaya ikan Kakap Putihtetapi terdapat beberapa parameter lingkungansebagai faktor pembatas karena tidak beradapada kondisi optimum.Kelas S3 yaitu tingkatTidak sesuai, dimana kawasan perairan terse-but tidak sesuai untuk diusahakan bagi budi-daya ikan Kakap Putih karena memiliki faktorpembatas yang sangat berat. Budidaya KakapPutih dengan KJA biasanya direkomendasikanpada kelas S1 dan S2 yang selanjutnya disebutsebagai kawasan yang sesuai untuk budidayaKakap Putih.

Untuk mengetahui sebaran nilai parameter ku-alitas air di perairan sekitar puauLemukutandan Penata besar serta luas perairan yang ma-suk kategori S1,S2 dan S3 dilakukan pemetaanmenggunakan software Arc View GIS 3.2. Da-ta yang diperoleh berupa parameter lingkung-an dari setiap titik koordinat kemudian didi-gitasi dengan software ArcView Gis 3.2. Ha-silnya dalam bentuk spasial yaitu peta tema-tik seperti tema suhu, salinitas, dan sebagai-nya.Setelah basis data terbentuk, dilakukan ope-rasi tumpang susun (overlay operations) de-ngan software ArcGis 9.2 terhadap peta tema-tik tadi. Operasi tumpang susun dimulai darilayer yang paling penting ke yang kurang pen-ting sehingga diperoleh peta arahan kesesuai-an kawasan, layout dilakukan dengan softwa-re ArcView Gis 3.2. Data hasil penelitian la-innya yang berupa parameter kualitas air ak-an dianalisis secara deskriptif kemudian diban-dingkan dengan baku mutu air berdasarkan pa-da Kepmen LH No. 51 tahun 2004, tentang ba-ku mutu air laut untuk biota laut.

Page 4: STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING …

478 Muhammad Zamhar Auli Shubhi 1∗ et al.

Tabel 2 Skoring Data Kesesuaian Lokasi Budidaya

Parameter BobotS1 S2 S3

Kelas Skor Kelas Skor Kelas Skor

Keterlindungan 25 Sangat Terlindung 5 Terlindung 3 Terbuka 1

Kecepatan Arus (m/s) 25 0,2 – 0,4 5 0,1 - <0,2 atau >0,4-0,6 3 >0,6 1

Kedalaman 15 15 – 25 5 6 - <15 atau >25 – 40 3 <6 atau >40 1

Substrat 15 Pasir Berkarang 5 Pasir Berlumpur 3 Lumpur 1

Kecerahan (m) 10 > 5 5 3 – 5 3 < 3 1

Salinitas (ppt) 10 30 – 33 5 33 – 35 3 >35 1

Suhu (oC) 10 27 – 30 5 24 - <27 atau >30 – 34 3 <24 atau >34 1

Oksigen Terlarut (mg/L) 10 7 – 8 5 5 - <7 atau >8 – 10 3 <5 atau >10 1

pH 10 7,5 – 8 5 7 – <7,5 atau >8 – 8,5 3 <7 atau > 8,5 1

Total Bobot x Skor 650 390 130

Tabel 3 Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut (Ke-pmen LH No. 51 Tahun 2004)

Parameter Satuan Baku Mutu

Total Suspended Solid mg/L 20

Biological Oksigen Demand (BOD) mg/L 2.0

Ammonia total (NH3-N) mg/L 0.3

Fosfat (PO4-P) mg/L 0.015

Timbal (Pb) mg/L 0.008

Coliform MPN/100ml 1000

Total Plankton Sel/100ml Tidak bloom

Tabel 4 Kriteria Kesesuaian Lokasi Budidaya

Kelas Analisis Kesesuaian Skor

S1 Sangat Sesuai >520 – 650

S2 Cukup Sesuai 260 – 520

S3 Tidak Sesuai 130 - <260

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter Kesesuaian Lahan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keter-lindungan lokasi di sekitar perairan pulau Le-mukutan dan Penata besar pada tiap musim ti-dak sama, dimana pada musim angin Utara (De-sember – Februari) semua stasiun penelitianmasuk pada kategori S3 atau terbuka hal inibisa dilihat dari ketinggian gelombang dan ke-cepatan angin pada bulan-bulan tersebut. Se-mentara pada musim Timur (Maret – Mei) sta-siun 3 (Teluk Surau), 4 (Lemukutan selatan)dan 5 (timur Penata) bisa dikategorikan ke da-lam S1, dimana angin bertiup dari arah timur(daratan pulau Kalimantan) dan tertahan olehpulau-pulau yang ada di depannya. Stasiun 1(Teluk Cina) dan stasiun 2 (Teluk Melano) ma-suk ke dalam kategori S2 dimana angin lang-sung mengarah ke kedua stasiun tersebut tanpaadanya barrier di depannya.

Pada musim angin Selatan (Juni – Agustus) se-mua stasiun penelitian masuk ke dalam kate-gori S3 dimana angin bertiup dari arah timurpulau (Laut jawa) ke arah Laut China Selatan.Musim angin Barat (September – Nopember)angin bertiup dari arah barat pulau (laut Na-tuna), lokasi stasiun penelitian yang kesemu-anya berada di sebelah timur pulau relatif ter-lindung dan masuk ke dalam kategori S2, ha-nya saja pada musim barat ini berdasarkan in-formasi dari warga setempat angin terkadangberubah arah dan ketinggian gelombang tidakbisa diprediksi.

Ikan kakap putih merupakan ikan perenang ak-tif dan juga katadromous kondisi perairan yangbergelombang tidak akan terlalu mempengaru-hi kelangsungan hidup maupun pertumbuhanikan ini. Keterlindungan lokasi lebih erat ka-itannya dengan struktur dan ketahanan KJA,gelombang besar dan badai bisa menyebabk-an kerusakan struktur KJA maupun tali tema-li dan jangkar penahan KJA. Oleh karena itu,pertimbangan mengenai material penyusun KJA,diameter tali dan bobot jangkar harus disesua-ikan dengan kondisi rencana lokasi KJA. Sela-in itu, jika memperhatikan keterlindungan lo-kasi berdasarkan musim maka sebaiknya per-iode budidaya dilakukan hanya pada musim-musim selain musim angin utara (antara bulanMaret – Nopember) setiap tahunnya.

Hasil pengukuran arus di tiap stasiun cukupbervariasi dengan kisaran antara 19 cm/det sam-pai dengan 62 cm/det. Rata-rata kecepatan arusdi tiap stasiun ditunjukkan oleh Gambar 2.

Pengukuran kedalaman perairan dilakukan pa-da lokasi perairan dengan jarak rata-rata 0,25mil atau lebih dari bibir pantai, lokasi-lokasipengambilan sampel tersebut sebisa mungkin

Page 5: STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING …

Environment Suitability and Carrying Capacity White Snapper 479

Gambar 2 Grafik Kecepatan Arus di Tiap Stasiun

Gambar 3 Grafik Kedalaman Perairan di Tiap Stasiun

menghindari lokasi terumbu karang yang padaumumnya berada pada kedalaman 0 – 7 me-ter. Kedalaman perairan di setiap stasiun bera-da pada kisaran 5,8 – 22,9 meter. Secara leng-kap disajikan pada Gambar 4 dengan sebaran-nya digambarkan pada peta bathimetri (Gam-bar 3).

Secara umum, semua stasiun penelitian mem-punyai rata-rata kedalaman yang sesuai untukbudidaya kakap putih dengan sistem KJA. Ke-dalaman ideal untuk budidaya ikan kakap pu-tih ini adalah minimal dua kali kedalaman ja-ring yang digunakan diukur pada saat surut ter-endah. Hal ini dimaksudkan agar sirkulasi airterjadi baik dari arah samping maupun bawahKJA. Semakin dalam sampai dengan kedalam-an tertentu lebih menguntungkan bagi pembu-didaya maupun ikan itu sendiri karena sisa pak-an dan feses ikan akan berada jauh di dasarperairan sehingga diharapkan tidak terlalu mem-pengaruhi kualitas air di atasnya. Budidaya ik-an yang biasa dilakukan oleh masyarakat padaumumnya berada dekat dengan pantai dengan

kedalaman antara 5 – 10m, sementara budida-ya yang dilakukan secara intensif oleh pihakswasta skala industri biasanya akan memilihlokasi dengan kedalaman antara 15 – 30m. jikamelihat peta sebaran kedalaman di atas, makaperairan sekitar pulau Lemukutan baik untukdijadikan lokasi budidaya rakyat maupun ska-la industri.

Hasil pengamatan di setiap stasiun menunjukk-an bahwa substrat dasar perairan berupa pasirberlumpur dengan persentase berbeda dimanapada sasiun 1, 3 dan 4 secara visual persenta-se pasir lebih tinggi daripada lumpur sementa-ra stasiun 2 dan 5 hampir terlihat sama kom-posisi antara pasir dengan lumpurnya. Loka-si budidaya ikan kakap putih yang ideal seba-iknya mempunyai dasar perairan berupa cam-puran antara pasir dan lumpur, hal ini sesuaidengan pendapat Phillipose et al. (2013) yangmenyatakan bahwa sebaiknya lokasi budidayauntuk ikan kakap putih mempunyai dasar per-airan berupa campuran antara kerikil halus, pa-sir dan lumpur.

Lokasi KJA dengan substrat dasar batuan mem-butuhkan biaya lebih mahal terutama dalam halpembuatan dan penempatan jangkar, demikianpula jika substrat dasar perairan berupa lumpurdapat merugikan usaha budidaya karena akanberpengaruh terhadap kecerahan perairan, ok-sigen terlarut dan terakumulasinya sisa pakandan feses di dasar perairan. Dimana, suatu saatendapan tersebut bisa berubah menjadi toksikdan menjadi sumber penyakit serta parasit.

Kecerahan perairan mempunyai peranan pen-ting dalam produktivitas perairan karena ber-pengaruh terhadap fotosintesis tumbuhan airmaupun fitoplankton dan juga kadar oksigenterlarut. Hasil pengukuran kecerahan di perair-an sekitar pulau Lemukutan dan Penata Besarberkisar antara 7 – 8,1 meter diukur pada sa-at surut terendah dengan kedalaman perairanrata-rata >10m. untuk lebih jelasnya, hasil pe-ngamatan terhadap kecerahan ini disajikan pa-da gambar 4.

Jika dibandingkan dengan kriteria baku mutuperairan untuk biota laut berdasarkan KepmenLH No. 51 Tahun 2004, maka nilai kecerahanyang terukur berada jauh di atas ambang batasyang disyaratkan (>5m). Artinya secara umumjika dilihat dari parameter kecerahan perairan

Page 6: STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING …

480 Muhammad Zamhar Auli Shubhi 1∗ et al.

Gambar 4 Kecerahan Perairan di Tiap Stasiun

lokasi penelitian sangat sesuai untuk mendu-kung kegiatan budidaya perikanan dengan sis-tem KJA, demikian pula halnya dengan ikanKakap putih.

Perairan laut yang jauh dari daratan biasanyamempunyai tingkat kestabilan salinitas yangtinggi karena kecilnya pengaruh masuknya airtawar ke dalam perairan. Berbeda halnya de-ngan perairan laut yang berada di sekitar pan-tai dan muara sungai, ketika hujan turun danair tawar masuk ke dalam perairan maka sali-nitas akan menurun, hal ini bisa dijumpai pa-da perairan-perairan muara dan tambak. Per-ubahan salinitas ini akan berpengaruh terha-dap berat jenis dan tekanan osmotik organismeakuatik sehingga dapat mempengaruhi kelang-sungan hidup dan pertumbuhannya. Hasil pe-nelitian menunjukkan bahwa salinitas di per-airan sekitar pulau Lemukutan dan penata be-sar yang berkisar antara 30 – 32 ppt (Gambar5) sangat ideal untuk mendukung pertumbuh-an ikan kakap putih.Ikan kakap putih meru-pakan ikan euryhaline, artinya ikan ini sangattoleran terhadap perbedaan salinitas dan da-pat hidup pada kondisi perairan dengan salini-tas rendah mupun tinggi. Selain itu kakap pu-tih merupakan ikan katadromous, dimana pa-da saat akan memijah induk ikan kakap putihakan mencari perairan dengan salinitas antara30-34 ppt (air laut), dan ketika sudah memi-jah anakan ikan kakap putih akan berenang kearah muara dan masuk ke dalam sungai men-cari perairan dengan salinitas 0 – 15 (muaradan sungai). Hal ini sesuai dengan hasil peneli-tian Phillipose et al. (2013) bahwa ikan kakapputih mempunyai toleransi yang tinggi terha-dap salinitas, ikan ini dapat hidup dan berkem-

Gambar 5 Grafik Salinitas di Tiap Stasiun

bangbiak pada kisaran salinitas 0 – 33ppt de-ngan salinitas optimum tambak sekitar 15 pptdan KJA 15 – 30ppt.

Temperatur perairan merupakan salah satu fak-tor penting yang perlu diperhitungkan dalampenentuan lokasi budidaya ikan dengan sys-tem KJA karena berpengaruh langsung terha-dap metabolisme dan aktivitas ikan. Dimanasetiap peningkatan suhu sebesar 10oC akan me-ningkatkan reaksi sebesar dua kali lipat. Per-airan tropis mempunyai sebaran suhu yang re-latif merata dan stabil, rata-rata suhu permuka-an laut di Indonesia berkisar antara 27 – 32oC,artinya kondisi ini sangat baik untuk mendu-kung kehidupan organisme akuatik laut tropisHasil pengamatan temperatur perairan di seti-ap lokasi penelitian bekisar antara 29,5oC s/d31,8oC (Gambar 6). Hasil pengukuran tersebutmenunjukkan variasi yang relatif kecil meski-pun waktu pengambilannya berbeda, artinya kon-disi perairan sekitar pulau Lemukutan dan Pe-nata Besar mempunyai temperature yang cu-kup stabil dan baik untuk mendukung kelang-sungan hidup ikan Kakap putih.

Kandungan oksigen terlarut dalam perairan ti-dak pernah konstan, karena dipengaruhi olehbeberapa faktor seperti salinitas, suhu, aktivi-tas biologis, arus dan gerakan massa air sertadifusi oksigen. Hasil pengukuran oksigen ter-larut di setiap stasiun penelitian berkisar anta-ra 6,1 s/d 7,9 (Gambar 7), artinya kondisi inisangat sesuai untuk mendukung kegiatan bu-didaya ikan kakap putih yang memerlukan ok-sigen terlarut >5 ppm. Konsumsi oksigen tiapjenis ikan berbeda-beda, ikan-ikan pelagis se-perti kakap merah dan kakap putih memerluk-an DO yang lebih tinggi dibandingkan ikan-

Page 7: STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING …

Environment Suitability and Carrying Capacity White Snapper 481

Gambar 6 Temperatur perairan di Tiap Stasiun

Gambar 7 Grafik DO di Tiap Stasiun

ikan demersal seperti kerapu. Pada ummnyaDO harus berada pada kisaran 5 ppm atau le-bih dan tidak boleh kurang dari 4ppm untukikan pelagis atau 3 ppm untuk ikan demersalyang dibudidayakan di KJA (Phillipose et al.,2013).

Air laut mempunyai kemampuan yang sangatbaik dalam mempertahankan keseimbangan asamdan basa atau menyangga pH perairan. Sehing-ga perubahan sedikit saja terhadap pH ini bi-sa dijadikan indikator terganggunya suatu per-airan. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi olehfluktuasi kadar oksigen terlarut dan karbondi-oksida. Hasil pengukuran pH berkisar antara7,5 – 8,21 (Gambar 8) menunjukkan bahwalokasi penelitian masih baik dan masuk keda-lam kategori sangat sesuai serta bisa mendu-kung kegiatan budidaya ikan. Hal ini sesuaidengan pernyataan Boyd et al. (1982), bahwapH yang baik untuk hampir semua jenis ik-an berkisar antara 6,5 – 8,5. Pada umumnyaorganisme akuatik sensitive terhadap perubah-an pH dan sebagian besar menyukai pH anta-

Gambar 8 Grafik pH di Tiap Stasiun

ra 7,5 – 8,5 Effendi (2003). Jika dibandingkandengan Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 ten-tang baku mutu air laut untuk biota laut, pHyang disarankan adalah 7 – 8,5, artinya jika di-tinjau berdasarkan parameter ini, lokasi pene-litian masih berada di dalam baku mutu yangdisyaratkan.

Nilai pH sangat mempengaruhi proses bioki-miawi perairan, misalnya proses nitrifikasi ak-an berakhir jika pH rendah dan logam berat se-makin larut pada kondisi asam. pH juga mem-pengaruhi toksisitas senyawa kimia seperti pa-da Amonium, senyawa ini bersifat Innocousatau tidak toksik akan tetapi pada suasana ba-sa (alkali) lebih banyak ditemukan ammoniayang tidak terionisasi yang bersifat toksik ka-rena lebih mudah diserap oleh organisme aku-atik dibandingkan dengan ammonium. Selainitu pH juga berpengaruh terhadap kelimpahanplankton di suatu perairan, penurunan nilai pHke kondisi asam akan menurunkan kelimpah-an, biomassa serta produktivitas plankton danbentos (Effendi, 2003).

Karakterisasi Parameter Daya Dukung Ling-kungan

Total padatan tersuspensi sangat erat kaitan-nya dengan kecerahan dan kekeruhan perairan,semakin tinggi padatan tersuspensi akan me-nyebabkan meningkatnya kekeruhan dan ter-halangnya penetrasi sinar matahari ke dalamperairan. Hal ini akan mengakibatkan tergang-gunya aktifitas fotosintesis organisme akuatikdan tidak meratanya penyebaran organisme ter-

Page 8: STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING …

482 Muhammad Zamhar Auli Shubhi 1∗ et al.

Gambar 9 Sebaran TSS di lokasi Penelitian

sebut dalam perairan sehingga akan berdam-pak terhadap organisme lainnya.

Hasil pengukuran TSS di Laboratorium dari ti-ap stasiun berkisar antara 50 – 58 mg/L, jikadibandingkan dengan baku mutu yang disya-ratkan oleh Kepmen LH untuk biota laut (20mg/L) maka perairan di sekitar lokasi peneliti-an memiliki kandungan TSS yang cukup ting-gi dan melebihi ambang batas yang disyaratk-an. Pengaruh TSS terhadap ikan budidaya di-antaranya adalah ikan akan rentan terkena pe-nyakit parasitic dan akhirnya terinfeksi bak-teri. Ikan kakap putih yang dibudidayakan diKepulauan Riau, Singapura dan Penang Ma-laysia dilaporkan mengalami peningkatan se-rangan parasit Benedenea ketika TSS mening-kat dan kecerahan perairan menurun, terutamapada bulan Desember hingga Februari. Sebar-an nilai TSS di lokasi penelitian disajikan padaGambar 9.

BOD merupakan jumlah oksigen yang dibu-tuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraibahan organik di dalam perairan.Bahan orga-nic yang masuk ke dalam perairan pada umum-nya berasal dari kegiatan industri, pertambang-an, pertanian dan limbah rumahtangga. Olehkarena itu, pada umumnya nilai BOD di seki-tar pemukiman padat penduduk dan area in-dustri lebih tinggi jika dibandingkan denganwilayah perairan yang jauh dari pemukiman.Hasilpengukuran BOD di tiap stasiun berkisar anta-ra 1,69 s/d 3,6 mg/L (Gambar 17). Nilai BODdi stasiun 1, 2 dan 3 cenderung lebih tinggi di-bandingkan stasiun 4 dan 5, hal tersebut terjadikarena stasiun 1 – 3 merupakan lokasi pemu-kiman penduduk (P. Lemukutan) sementara distasiun 5 (P. Penata) tidak terlalu banyak ak-

Gambar 10 BOD di Tiap Stasiun

Gambar 11 Sebaran BOD di Lokasi Penelitian

tifitas masyarakat. Untuk mengetahui sebaranBOD bisa dilihat pada Gambar 10 dan 11.

Timbal dalam perairan ditemukan dalam ben-tuk terlarut dan tersuspensi, kelarutan timbalini cukup rendah sehingga kadar timbal dalamair relatif kecil. Sumber alami timbal berasaldari galena (PbS), Gelesite (PbSO4) dan Cer-rusite (PbCO3). Hasil pengukuran timbal di La-boratorium dari tiap stasiun sebesar 0 mg/Lmenunjukkan bahwa kadar timbal dalam per-airan sekitar lokasi penelitian sangat kecil atautidak terdeteksi.

Bakteri koliform merupakan bakteri gram ne-gatif yang biasa dijadikan indikator suatu per-airan dinyatakan tercemar atau tidak (Faghriet al., 1984). Melalui pengamatan bakteri ini diperairan kita bisa mengetahui ada atau tidak-nya patogen yang berasal dari virus, bakteri,protozoa dan mikroorganisme parasitik lain-nya. Hasil pengamatan terhadap total koliformdi tiap stasiun menunjukkan nilai 0 atau tidakterdeteksi. Hal tersebut di duga karena bakte-ri koliform yang ada di perairan sangat sedi-

Page 9: STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING …

Environment Suitability and Carrying Capacity White Snapper 483

Gambar 12 Sebaran Timbal di Lokasi Penelitian

kit jumlahnya sehingga pada saat pengamatandi laboratorium tidak ditemukan. Berdasarkanhasil penelitian tersebut dan dibandingkan de-ngan baku mutu perairan untuk biota laut Ke-pmen LH No. 51 Tahun 2004 maka perairandilokasi penelitian masih baik dan berada dibawah ambang batas yang disyaratkan.

Kelimpahan plankton merupakan salah satu pa-rameter yang bisa diamati untuk menentukankesuburan dan kestabilan suatu perairan. Sela-in kelimpahan ini yang bisa diamati adalah in-deks keanekaragaman dan Indeks dominansi-nya. Berdasarkan hasil pengamatan pada 5 sta-siun kelimpahan plankton ini tidak sama yaituberkisar antara 774 – 963 ind/L dengan jumlahgenera yang berbeda tiap stasiunnya (23 – 26genera). Meskipun lokasi perairan berdekatan,sumber dan massa airnya sama akan memili-ki keragaman yang berbeda baik dari jumlahmaupun jenisnya, hal ini disebabkan oleh fak-tor arus, angin, upwelling, temperatur, zat ha-ra, dan lain sebagainya.

Jika dilihat dari indeks keanekaragaman yangberkisar antara 2,6813 – 2,8589, perairan di se-kitar lokasi penelitian ini masih baik dan stabilserta bisa mendukung kegiatan budidaya, in-deks keanekaragaman plankton pada perairanyang stabil dengan keragaman yang cukup be-sar akan berada pada kisaran 1,00 – 3,00. De-mikian pula jika dilihat dari Indeks dominansisebesar 0,0716 – 0,1799 berarti bahwa perair-an ini tidak terjadi dominansi salah satu spesi-es plankton, sebagaimana pendapat Odum (1998)bahwa perairan yang stabil akan mempunyainilai indeks dominansi mendekati 0 dan tidakada individu yang lebih dominan dari individulainnya.

Gambar 13 Pendapat Masyarakat Mengenai Kesesu-aian Lokasi

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa di lo-kasi penelitian terdapat 20 genera fitoplank-ton yaitu Ceratium, Ditylium, Synedra, Biddu-lphia,Planktoniella, Chaetoceros, Rhizosolenia,Gelang, Hemiaulus, Stauroneis, Ampiphora, As-terionella, Dinophisis, Pleurozygma, Bacteri-astru, Nitzhia, Oscillatoria, Suriella, Dissodi-nium, Diatomae.Sementara untuk zooplanktonyang teridentifikasi terdapat 7 genera yaitu Na-uplius, Foraminifera, Cyclops, Lemnadia, Sten-tor, Spiratella, Phacus.

Persepsi Masyarakat Sekitar Lokasi Penelitian

Untuk mengetahui pendapat masyarakat meng-enai kesesuaian lokasi penelitian dilakukan wa-wancara kepada 40 orang masyarakat pulau Le-mukutan yang tersebar di 4 dusun, 10 orang diTeluk Cina, 10 orang di Teluk Melano, 8 orangdi Teluk Surau dan 12 orang di Teluk Meru-hum batu barat. Berdasarkan hasil wawanca-ra sebanyak 86,67% masyarakat mengetahuimengenai budidaya perikanan secara umum se-mentara hanya 40% yang mengetahui budida-ya ikan dengan sistem KJA dan 0% yang meng-etahui budidaya ikan kakap putih (Gambar 13).

Sebanyak 66,67% masyarakat menyatakan bah-wa perairan sekitar pulau Penata baik untuk di-jadikan Lokasi budidaya dan 73,3% juga me-nyatakan perairan pulau Lemukutan cocok un-tuk lokasi budidaya. 90% responden menya-takan bahwa arus di perairan sekitar lemukut-an dan penata baik untuk mendukung kegiat-an budidaya sementara hanya 43,3% yang me-nyatakan bahwa gelombang juga baik untuk

Page 10: STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING …

484 Muhammad Zamhar Auli Shubhi 1∗ et al.

Gambar 14 Pendapat Masyarakat Mengenai Keting-gian Gelombang

mendukung usaha budidaya ikan. Secara umum,sebanyak 63,3% responden menyatakan bah-wa perairan disekitar kedua pulau bisa dijadik-an lokasi budidaya ikan, 15,64% menyatakantidak cocok dan 21,03% tidak tahu.

Kesesuaian Lokasi Budidaya

Penentuan luas perairan yang sesuai untuk bu-didaya ikan kakap putih dengan system KJAdilakukan dengan menggunakan aplikasi Sis-tem Informasi Geografis dengan operasi tum-pang susun (overlay) dari masing-masing petatematik parameter-parameter yang telah diten-tukan. Sedangkan untuk mengetahui kesesuai-an di tiap stasiun penelitian dilakukan melaluimetode pembobotan (scoring method).Hasil pe-nilaian kesesuaian lokasi dari setiap stasiun di-sajikan pada Tabel 5 dan 6.

Lokasi penelitian tidak seluruhnya terlindungdari angin dan gelombang, oleh karena itu re-kapitulasi kesesuaian lokasi ini dibagi menjadidua tabel sesuai dengan arah angin tiap mu-simnya. Faktor keterlindungan dan kecepatanarus mempunyai skor paling tinggi (25 point)dibandingkan parameter lainnya karena memangpengaruhnya sangat signifikan terutama untukstruktur KJA dan pergerakan massa air yangakan mempengaruhi parameter-parameter la-innya.

Berdasarkan data pada tabel di atas bisa dili-hat bahwa keterlindungan lokasi dan kecepat-an arus mendapatkan skor 1 di semua stasiunhal ini disebabkan karena pada bulan Juni –

Agustus angin bertiup dari arah selatan pulauLemukutan sehingga semua stasiun penelitianterkena imbas langsung dari tiupan angin inidemikian pula dengan tinggi gelombang dankecepatan arus. Sementara pada musim anginutara (Desember-Februari) terjadi sebaliknya.Parameter lainnya sebagian besar mendapatk-an skor 5 atau sangat sesuai dan hanya bebera-pa yang mendapat skor 3. Meskipun demikiansetelah di rekap, semua stasiun penelitian ma-suk ke dalam kategori S2 atau cukup sesuai un-tuk dijadikan lokasi budidaya ikan Kakap Pu-tih. Hal ini di dukung oleh pendapat masyara-kat bahwa pada musim angin selatan meskipunangin langsung menuju perairan sekitar lokasipenelitian akan tetapi kecepatan angin ini ma-sih wajar dan tidak menimbulkan gelombangbesar maupun arus yang bisa merusak bagan-bagan ikan milik masyarakat. Demikian hal-nya jika melihat hasil survey terhadap masya-rakat mengenai ketinggian gelombang dan ke-cepatan arus, 83,33% menyatakan bahwa ke-cepatan arus dan ketinggian gelombang hanyaterjadi pada musim utara sementara hanya 16,67%yang menyatakan terjadi juga pada musim anginselatan dan 0% yang menyatakan terjadi se-panjang tahun (Gambar 14).

Berdasarkan data-data tersebut bisa disimpulk-an bahwa meskipun pada musim selatan danutara masing-masing mempunyai nilai kesesu-aian lokasi yang sama akan tetapi melihat kon-disi riil di lapangan pada bulan Desember – Fe-bruari, pendapat masyarakat dan hasil surveydi atas, maka sebaiknya kegiatan budidaya ti-dak dilakukan pada musim angin utara. Seba-liknya kegiatan budidaya masih memungkink-an untuk dilakukan pada musim angin selatan(Juni – Agustus).

Musim angin timur dijuluki musim kedamai-an oleh masyarakat pulau Lemukutan, karenapada bulan-bulan ini angin bertiup dari arah ti-mur (daratan pulau Kalimantan) dengan tiupanyang tidak kencang, selain juga terhalang olehpulau-pulau yang ada di depannya. Pada mu-sim ini hasil tangkapan nelayan juga biasanyameningkat baik nelayan bubu, pancing mau-pun bagan. Kondisi arus, angin dan gelombangjuga cukup bersahabat. Demikian halnya keti-ka angin bertiup dari arah barat, lokasi pene-litian (sebelah timur P. Lemukutan) relatif te-nang dan baik untuk mendukung kegiatan bu-

Page 11: STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING …

Environment Suitability and Carrying Capacity White Snapper 485

Tabel 5 Rekapitulasi Kesesuaian Lokasi pada Musim Angin Selatan dan Utara

Parameter BobotST1 ST2 ST3 ST4 ST5

Skor B x S Skor B x S Skor B x S Skor B x S Skor B x SKeterlindungan 25 1 25 1 25 1 25 1 25 1 25Kecepatan arus 25 1 25 1 25 1 25 1 25 1 25Kedalaman 15 5 75 5 75 5 75 5 75 5 75Substrat 15 3 45 3 45 3 45 3 45 3 45Kecerahan 10 5 50 5 50 5 50 5 50 5 50Salinitas 10 5 50 5 50 5 50 5 50 5 50Suhu 10 5 50 3 30 3 30 5 50 5 50DO 10 5 50 3 30 5 50 5 50 5 50pH 10 5 50 3 30 5 50 5 50 5 50

Jumlah 420 380 400 420 420Kategori S2 S2 S2 S2 S2

Tabel 6 Rekapitulasi Kesesuaian Lokasi pada Musim Angin Timur dan Barat

Parameter BobotST1 ST2 ST3 ST4 ST5

Skor B x S Skor B x S Skor B x S Skor B x S Skor B x SKeterlindungan 25 3 75 3 75 1 25 3 75 1 25Kecepatan arus 25 1 25 1 25 1 25 3 75 3 75Kedalaman 15 5 75 5 75 5 75 5 75 5 75Substrat 15 3 45 3 45 3 45 3 45 3 45Kecerahan 10 5 50 5 50 5 50 5 50 5 50Salinitas 10 5 50 5 50 5 50 5 50 5 50Suhu 10 5 50 3 30 3 30 5 50 5 50DO 10 5 50 3 30 5 50 5 50 5 50pH 10 5 50 5 50 5 50 5 50 5 50

Jumlah 470 430 400 520 470Kategori S2 S2 S2 S2 S2

didaya ikan. Hasil rekapitulasi terhadap kese-suaian lokasi menunjukkan bahwa pada mu-sim tersebut semua stasiun penelitian masukdalam kategori S2 (cukup sesuai).

Berdasarkan hasil analisis spasial menggunak-an Sistem Informasi Geografis (SIG) melaluisoftware Arc View dan survey lapangan dipe-roleh total luasan area penelitian sebesar ± 10.830,7ha. Penentuan luas kesesuaian lahan untuk bu-didaya ikan kakap putih dengan sistem KJAdilakukan melalui tahapan meliputi : (1) peni-laian berdasarkan hasil analisis parameter ku-alitas air yang disajikan dalam bentuk tabel,kemudian dilakukan pembobotan dan skor pa-da masing-masing parameter tersebut, (2) da-ta parameter tersebut dimasukkan ke tiap-tiapstasiun pengamatan sehingga diperoleh peta-peta tematik, (3) proses tumpang tindih (over-lay) dari tiap peta tematik tersebut sesuai de-ngan nilai dari masing-masing kriteria para-meter kesesuaian, (4) total nilai akhir dicocokk-an dengan masing-masing kelas kesesuaian. Ha-sil analisis spasial kesesuaian lahan untuk bu-didaya kakap putih dengan sistem KJA dibagi

Gambar 15 Peta Luasan Kesesuaian Lokasi

menjadi 3 kelas kesesuaian yaitu kelas 1 (sa-ngat sesuai) dengan luas lahan sebesar 392,3Ha (3,62%), kelas 2 (cukup sesuai) dengan lu-as lahan sebesar 1.171,7 ha (10,82%), dan ke-las 3 (tidak sesuai) sebesar 9.266,7 Ha (85,56%).Meskipun demikian, mengingat area sebelahbarat pulau Lemukutan berhadapan langsungdengan perairan terbuka maka sebaiknya loka-si budidaya hanya di area sebelah timur pulauLemukutan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihatpada Gambar 15.

Page 12: STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING …

486 Muhammad Zamhar Auli Shubhi 1∗ et al.

Pada gambar di atas bisa kita lihat bahwa lo-kasi yang sesuai (S1 dan S2) berada di sekitarpulau Lemukutan yaitu di sekitar stasiun 1, 2dan 3. Stasiun 4 dan 5 jika berdasarkan petadi atas masuk ke dalam kategori S3 atau tidaksesuai disebabkan karena ada beberapa faktorpembatas terutama arus, dimana berdasarkanpeta kecepatan arus (Gambar 3) stasiun 4 dan5 mempunyai kisaran arus >0,6 - >2,4 m/s se-hingga sangat beresiko untuk dijadikan loka-si budidaya kakap putih dengan sistem KJA.Faktor pembatas berikutnya yaitu kedalaman,jika dilihat pada peta kedalaman (Gambar 4)stasiun 4 dan 5 relatif lebih dangkal (<5 – 10m) jika dibandingkan dengan stasiun lainnya.

Daya Dukung Lingkungan

Penentuan lokasi budidaya sebaiknya juga mem-perhatikan parameter-parameter lain yang ber-hubungan dengan daya dukung lingkungan itusendiri. Hal ini bertujuan agar keberlangsung-an usaha budidaya bisa terjaga selain itu jugakelestarian lingkungan tetap terpantau. Sum-berdaya alam yang ada pemanfaatannya harustetap mengikuti kaidah-kaidah Sustainable agardi kemudian hari tidak terjadi degradasi ling-kungan yang pada akhirnya juga akan meng-akibatkan terhentinya usaha dalam memanfa-atkan sumberdaya tersebut.

Hasil pengamatan terhadap parameter-parameterpendukung menunjukkan bahwa Total padat-an tersuspensi (TSS) di lokasi penelitian su-dah melebihi ambang batas yang di syaratkan.Tingginya nilai TSS ini di duga karena lokasipenelitian masih cukup dekat dari daratan pu-lau Kalimantan, sehingga limpasan dari daratterbawa hingga ke perairan di lokasi peneliti-an. TSS akan berpengaruh terhadap penetrasicahaya matahari dan mengganggu proses foto-sintesis, selain itu padatan ini juga bisa menja-di sarang maupun tempat menempelnya mik-roorganisme parasitik, sehingga akan mempe-ngaruhi kesehatan dan kelangsungan hidup ik-an kakap putih.

Salah satu parasit yang sering menyerang ik-an kakap putih diantaranya adalah Benedenea,parasit ini biasanya akan menempel pada si-sik dan insang ikan, jika didiamkan akan me-

nyebabkan luka selanjutnya ikan akan terin-feksi oleh bakteri yang biasanya berupa bakte-ri Tennacibaculum maritimum dan bakteri Vi-brio sp. Selain berakibat terhadap kelangsung-an hidup ikan, TSS juga berpengaruh terhadapkebersihan jaring dan sarana budidaya lainnya(tali, KJA, Pelampung), perairan dengan kadarTSS tinggi lebih cepat membuat jaring kotordan harus dibersihkan atau dicuci. Di perairanterbuka tidak ada treatmen yang benar-benarefektif untuk menurunkan nilai TSS ini, mes-kipun demikian melihat nilai TSS sebagaima-na di atas dan membandingkannya dengan ni-lai kecerahan (>5m) maka parameter ini buk-an merupakan hambatan utama dalam budida-ya KJA, antisipasi yang bisa dilakukan adalahtreatment terhadap sarana budidaya dan ikanyang dibudidayakan itu sendiri.

Parameter lainnya yang melebihi ambang ba-tas adalah BOD, nilai BOD antara 3,0 – 5,0 di-kategorikan perairan tercemar ringan (Lee et al.,1978). tingginya nilai BOD ini disebabkan olehtingginya limbah organik yang biasanya bera-sal dari limbah rumah tangga dan industri. Lo-kasi penelitian yang masih terhitung dekat daridaratan Kalimantan dan terkadang masih ter-pengaruh oleh kualitas perairan dari sungai-sungai di daratan Kalimantan di duga menja-di penyebab tingginya nilai BOD seperti yangdigambarkan pada peta sebaran BOD di subbab sebelumnya. Adanya kegiatan budidaya dimasa yang akan datang secara logika akan me-nyumbang limbah organik pada perairan dise-kitarnya dan akan meningkatkan nilai BOD,sehingga pengaturan terhadap jumlah KJA, po-pulasi ikan budidaya dan musim pemelihara-an harus diperhitungkan agar nilai BOD tidakmeningkat hingga melebihi kisaran 3,0 – 5,0.

Hasil pengukuran terhadap timbal, koliform to-tal dan kelimpahan plankton masih berada dibawah ambang batas yang disarankan. Seca-ra lengkap data-data hasil pengukuran terse-but disajikan pada Tabel 7. Secara umum, lo-kasi penelitian masih bisa dikatakan baik un-tuk kegiatan budidaya ikan dengan sistem KJAdan masih bisa mendukung kelangsungan hi-dup ikan kakap putih.

Page 13: STUDY OF SUITABILITY AND ENVIRONMENTAL CARRYING …

Environment Suitability and Carrying Capacity White Snapper 487

Tabel 7 Hasil Pengukuran Parameter Daya DukungLingkungan di Lokasi Penelitian

Parameter Baku Mutu ST1 ST2 ST3 ST4 ST5

TSS (mg/L) 20 50 50 50 58 58

BOD (mg/L) 2.0 3.55 3.6 3.12 2.09 1.69

Coliform - 0 0 0 0 0

Timbal (mg/L) 0.008 0 0 0 0 0

Plankton (ind/L) Tidak Bloom 911 963 796 774 874

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dengan luas per-airan study sebesar 10.830,7 Ha terdapat 392,3Ha (3,62%) lokasi yang masuk kategori sangatsesuai, 1.171,7 ha (10,82%) masuk kategori cu-kup sesuai, dan sisanya 9.266,7 Ha (85,56%)tidak sesuai untuk lokasi pengembangan budi-daya kakap putih dengan faktor pembatas ber-upa musim, keterlindungan, kecepatan arus dankedalaman perairan. Secara umum lingkung-an di lokasi penelitian masih bisa untuk men-dukung kegiatan budidaya, namun harus tetapmemperhatikan dan memantau nilai TSS danBOD karena kedua parameter ini berada da-lam kisaran nilai yang masuk dalam kategoritercemar ringan.

Pustaka

Adibrata, S. (2011). Daya dukung lingkunganuntuk budidaya kerapu (famili serranidae)di perairan pulau pongok kabupaten bang-ka selatan. Jurnal Pesisir dan Pulau-pulauKecil., 2(2):43–58.

Boyd, C. E. et al. (1982). Water quality mana-gement for pond fish culture. Elsevier Sci-entific Publishing Co.

BPS (2014). Kecamatan sungai raya kepulau-an dalam angka.

Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air, bagipengelolaan sumber daya dan lingkunganperairan. Kanisius.

Faghri, M. A., Pennington, C. L., Cronholm,L. S., and Atlas, R. M. (1984). Bacteriaassociated with crabs from cold waters wi-th emphasis on the occurrence of potentialhuman pathogens. Applied and environmen-tal microbiology, 47(5):1054–1061.

Lee, C. D., wang, S. B., and Kuo, C. L. (1978).Bhentic and fish as biological indicator of

water quality with references of water pollu-tion control in developing countries. bang-kok.

Odum, E. (1998). Dasar-dasar ekologi. edisiketiga. terjemahan t. samingan.

Phillipose, K. K., Loka, J., Sharma, K. S. R.,and Damodoran, D. (2013). Hand book onopen sea cage culture. central marine fishe-ries research institut. karwar research cen-tre. india.

Ravisankar, T., Thirunavukkarasu, A., et al.(2010). Market prospects of farmed asianseabass lates calcarifer (bloch). Indian J Fi-sh, 57(3):49–53.