thomas raymond-skripsi-fpsikologi-naskah ringkas-2016

20
1 PERAN TRAIT KEPRIBADIAN SEBAGAI MODERATOR PENGARUH ANONIMITAS KEPADA PERILAKU CIVIL SAAT BERKOMENTAR DI INTERNET [Thomas Raymond P. S., Amarina Ashar Ariyanto] 1. Faculty of Psychology, Univesitas Indonesia 2. Social Psychology Department, Faculty of Psychology, Universitas Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Civility atau keadaban dapat digambarkan sebagai perilaku seseorang di tempat publik, yang sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di lingkungan tertentu. Penelitian ini bertujuan membuktikan efek negatif anonimitas kepada perilaku civil di internet dengan Trait kepribadian Conscientiousness diajukan sebagai moderator, apakah trait ini bisa menurunkan atau menaikkan pengaruh negatif anonimitas. Menggunakan metode penelitian eksperimental, penelitian dilakukan dengan mengukur perilaku civil seseorang saat berkomentar di situs berita internet dan membandingkan skor partisipan kelompok anonim dan kelompok tidak anonim, lalu kemudian tingkat trait Conscientiousness diukur menggunakan BFI-44. Penelitian dilakukan kepada partisipan rentang usia 18-27 di daerah Depok. Dengan partisipan berjumlah 71 orang tidak ditemukan dampak signifikan baik pengaruh anonimitas maupun trait Conscientiousness kepada perilaku civil seseorang (p = 0.481, p< 0.05), di mana peran moderasi kepribadian menjadi tidak bisa diketahui. Kata Kunci: Civility, Anonimitas, Trait Conscientiousness, Perilaku di Internet The Role of Personality Trait in the Effects of Anonymity on Civil Behavior in Online Article Comments Abstract Civility can be described when observing people’s behavior in public place, according to norms and laws applied in certain environment. This research purpose is to show the negatife effect of anonymity on civil internet behavior using Conscientiousness trait as the moderating variable, whether the trait has a role in the effects. Using experimental design, this research measured civil behavior when commenting in an online news site and compared the scores between anonymous and non-anonymous group, and then measured the participant’s Conscientiousness level using BFI-44. This research was done to participant aged between 18-27 years-old in Depok, Indonesia. With total number of participant 71, it is not found significant effect both anonymity and Conscientiousness on civil behavior (p = 0.481, p< 0.05), where the moderating effect could not be found. Keywords: Civility, Anonimity, Conscientiousness, Internet Behavior

Upload: thomas-raymond

Post on 14-Apr-2017

124 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

1

PERAN TRAIT KEPRIBADIAN SEBAGAI MODERATOR PENGARUH ANONIMITAS

KEPADA PERILAKU CIVIL SAAT BERKOMENTAR DI INTERNET

[Thomas Raymond P. S., Amarina Ashar Ariyanto]

1. Faculty of Psychology, Univesitas Indonesia

2. Social Psychology Department, Faculty of Psychology, Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Civility atau keadaban dapat digambarkan sebagai perilaku seseorang di tempat publik, yang sesuai

dengan norma dan aturan yang berlaku di lingkungan tertentu. Penelitian ini bertujuan membuktikan efek negatif

anonimitas kepada perilaku civil di internet dengan Trait kepribadian Conscientiousness diajukan sebagai

moderator, apakah trait ini bisa menurunkan atau menaikkan pengaruh negatif anonimitas. Menggunakan metode

penelitian eksperimental, penelitian dilakukan dengan mengukur perilaku civil seseorang saat berkomentar di situs

berita internet dan membandingkan skor partisipan kelompok anonim dan kelompok tidak anonim, lalu kemudian

tingkat trait Conscientiousness diukur menggunakan BFI-44. Penelitian dilakukan kepada partisipan rentang usia

18-27 di daerah Depok. Dengan partisipan berjumlah 71 orang tidak ditemukan dampak signifikan baik pengaruh

anonimitas maupun trait Conscientiousness kepada perilaku civil seseorang (p = 0.481, p< 0.05), di mana peran

moderasi kepribadian menjadi tidak bisa diketahui.

Kata Kunci: Civility, Anonimitas, Trait Conscientiousness, Perilaku di Internet

The Role of Personality Trait in the Effects of Anonymity on Civil Behavior in Online

Article Comments

Abstract

Civility can be described when observing people’s behavior in public place, according to norms and laws

applied in certain environment. This research purpose is to show the negatife effect of anonymity on civil internet

behavior using Conscientiousness trait as the moderating variable, whether the trait has a role in the effects. Using

experimental design, this research measured civil behavior when commenting in an online news site and compared

the scores between anonymous and non-anonymous group, and then measured the participant’s Conscientiousness

level using BFI-44. This research was done to participant aged between 18-27 years-old in Depok, Indonesia.

With total number of participant 71, it is not found significant effect both anonymity and Conscientiousness on

civil behavior (p = 0.481, p< 0.05), where the moderating effect could not be found.

Keywords: Civility, Anonimity, Conscientiousness, Internet Behavior

Page 2: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

2

Pendahuluan

Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa hidup berdampingan dengan orang

lain, baik itu keluarga, tetangga, rekan kerja, maupun orang lain yang mereka temui dalam

interaksi sehari-hari. Interaksi dengan orang-orang lain di sekitar kehidupan seorang manusia

memiliki batasan-batasan dan aturan-aturan tertentu yang berbeda dengan urusan pribadinya

(Meyer, 2000). Saat seseorang keluar dari ranah pribadinya dan berhadapan dengan orang-

orang lain mereka dianjurkan untuk mengikuti aturan-aturan tertentu untuk menjaga kedamaian

dan kepentingan bersama (Bannister & O’Sullivan, 2013). Selain aturan-aturan yang tertulis

yang dibuat oleh pemerintah di suatu wilayah, terdapat juga aturan-aturan tidak tertulis yang

mengatur bagaimana agar masyarakat dapat hidup berdampingan dengan damai. Aturan-aturan

berperilaku di masyarakat yang tidak tertulis tersebut hadir dalam upaya anggota masyarakat

sadar bahwa ada anjuran berperilaku di mana mereka tidak bisa bertingkah sesuka mereka

(Bejan, 2013). Upaya-upaya anggota masyarakat dalam menjaga ketertiban umum dan

kepentingan publik ini yang disebut dengan civility (Fyfe, Bannister, & Kearns, 2006).

Civility memiliki makna yang luas di mana banyak peneliti memiliki tafsiran sendiri.

Corroyer & Moser (2001) mengambil makna yang cukup bisa mencakup berbagai pengertian

civility dari peneliti lain; menurutnya civility merupakan sekumpulan aturan tak tertulis yang

mengatur perilaku sosial yang juga mengarahkan interaksi sosial. Boyd (2006)

menggambarkan civility lewat kata-kata yang dipakai oleh Hakim Agung Amerika Serikat

Potter Stewart sebagai sesuatu yang sulit didefinisikan tetapi bisa dilihat bentuk perilakunya.

White (2006) menambahkan bahwa civility bisa dideskripsikan sebagai sekumpulan praktik

yang melibatkan penerapan kontrol diri dan kepedulian kepada sesama. Secara umum banyak

peneliti menggambarkan civility sebagai keteraturan hidup bersama di ruang publik.

White (2006) mengambil intisari dari beberapa penelitian sebelumnya mengenai

bentuk-bentuk perilaku apa saja yang perlu ditampilkan di ranah publik untuk menunjukkan

keadaban atau civility. Civility ditunjukkan melalui perilaku-perilaku civil atau beradab. White

menyebutkan bahwa perilaku-perilaku civil berupa kontrol diri terhadap kepentingan pribadi,

penunjukkan kepedulian kepada sesamanya, dan mempertahankan komitmen kepada

kepentingan publik yang berdasarkan pada dialog yang rasional. Barber (1984) mengatakan

bahwa civility wajib mempromosikan empati resiprokal (dua arah) dan respek bersama. Bentuk

perilaku empati dan respek yang dimaksudkan berupa toleransi untuk mengosiasikan

perbedaan secara adil dan masuk akal, selain juga tidak mendiskriminasikan pihak manapun di

dalam kegiatan masyarakat.

Page 3: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

3

Perilaku civil anggota masyarakat jelas diperlukan untuk menjaga keteraturan publik

(Elias, 1939). Meski begitu, masih terdapat banyak kasus di mana ada anggota masyarakat

tidak menjaga perilakunya di depan publik dan mengganggu ketertiban umum. Penelitian

mengenai keadaan civility di Amerika Serikat oleh KRC Research (2014) menyebutkan bahwa

7 dari 10 warga Amerika Serikat menganggap bahwa setiap tahun tingkat civility di Amerika

Serikat semakin menurun. Isu-isu yang berkaitan dengan kegagalan seseorang menjaga

perilakunya di depan orang banyak atau di ruang publik orang seperti menyerobot antrian,

berkata-kata kasar di ruang publik, mengemudi ugal-ugalan di jalan, membuang sampah

sembarangan, merokok tidak pada tempatnya, dan lain sebagainya.

Fenomena perilaku incivil terutama banyak ditemukan di daerah perkotaan (Milgram,

1970), dan terdapat beberapa penelitian mengenai perilaku civil masyarakat di perkotaan,.

Penelitian oleh Corroyer & Moser (2001) mencoba membandingkan perilaku civil masyarakat

kota besar dengan kota berukuran relatif sedang di Perancis, yakni Paris (kota ukuran besar)

dan Nantes (kota ukuran sedang). Corroyer dan Moser membuat eksperimen di sebuah mall

(pusat perbelanjaan) di pusat masing-masing kota. Kedua peneliti mengobservasi perilaku

menahan pintu mall untuk menunggu pengguna pintu selanjutnya, di mana orang yang mau

menunggu menahan pintu untuk orang setelahnya dikategorikan sebagai perilaku civil dan jika

tidak mau menunggu menahan pintu dikategorikan sebagai perilaku incivil.

Di tempat publik di mana orang tidak bertemu langsung seperti di ranah cyberspace

(dunia internet) juga ditemukan perilaku incivil, seperti perilaku yang disebut flaming. Flaming

merupakan perilaku di mana seseorang melakukan penyerangan secara verbal dengan agresif,

seperti memberikan komentar-komentar kasar ketika berinteraksi sosial di internet (Lee, 2005).

Selain flaming, terdapat juga kasus seperti penipuan, pengancaman, cyberbullying, dan

cybersex yang merupakan bentuk perilaku incivil di internet . Sama seperti di ruang publik di

mana setiap orang menjaga ketertiban bersama, di internet juga terdapat aturan tidak tertulis

untuk menjaga agar interaksi antarpengguna internet tidak saling mengganggu satu sama lain.

Fenomena perilaku flaming cukup menjadi masalah dan merupakan fenomena paling

sering ditemukan di internet (Lee, 2005). Beberapa peneliti termasuk Lee mengkaji fenomena

tersebut, di mana banyak peneliti sebelumnya melakukan kajian perilaku flaming ini di dalam

situs diskusi Usenet. Debat-debat dan diskusi di dalamnya disebutkan banyak sekali terjadi

perilaku flaming yang mencakup munculnya ucapan sumpah serapah, mengejek, memberikan

nama julukan (name-calling) dan kata-kata rasis.

Terdapat beberapa penelitian yang mencoba memahami lebih dalam mengenai gejala

incivility selain flaming di internet. Sebuah penelitian mencoba melihat bagaimana anonimitas

Page 4: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

4

menurunkan kemungkinan seseorang berperilaku di internet secara civil atau beradab oleh

Papacharissi (2004). Penelitian oleh Papacharissi (2004) ini ingin melihat apabila diskusi

dilakukan langsung dengan tatap muka, diskusi yang ada tidak segar dan tidak banyak

membangun ide-ide politik yang baru dan cemerlang. Dengan metode studi komparatif

Papacharissi menemukan perilaku incivil atau tidak beradab meningkat di dalam diskusi

internet ketika dibandingkan dengan kondisi di mana identitas asli ditampilkan.

Penelitian serupa yang mendukung penelitian Papacharissi (2004) dilakukan oleh

Santana (2013).Hasil penelitian oleh Santana (2013) menunjukkan bahwa anonimitas

menaikkan jumlah perilaku incivil di dalam komentar seseorang. Santana membandingkan

komentar-komentar di situs berita online yang menggunakan kondisi anonim dengan yang

tidak anonim (pembaca diwajibkan mendaftar di situs dan nama mereka terpampang di papan

komentar situs). Disebutkan bahwa jumlah komentar yang bersifat incivil mencapai tiga kali

lipatnya jumlah komentar civil dalam kondisi anonim. Hal ini mendukung hipotesis bahwa

kondisi anonim berpengaruh dalam memunculkan perilaku incivil di dalam diskusi online.

Penelitian oleh Papacharissi (2004) dan Santana (2013) mencoba melihat kondisi

anonim sebagai salah satu faktor utama banyak terjadinya perilaku incivil di internet.

Anonimitas merupakan kondisi di mana seseorang sulit untuk dikenali dengan menampilkan

identitas palsu atau hanya sedikit atau tidak sama sekali menampilkan identitas asli (Wallace

1998). Kondisi anonim banyak terjadi dalam konteks online atau internet, di mana dalam

menampilkan identitas di dunia internet seseorang memiliki fleksibilitas dalam menyatakan

identitas aslinya. Internet memiliki fleksibilitas yang memungkinkan seseorang tidak mengisi

data-data pribadi saat mendaftar di suatu situs (Wang, 2014).

Wang (2014) memaparkan bentuk fleksibilitas berkaitan dengan identitas yang bisa

dimanipulasi seseorang di internet. Sebagai contoh, saat ingin mendaftar menjadi komentator

di sebuah situs berita, seseorang bisa saja menuliskan nama serta data pribadi lainnya bukan

sesuai data asli pribadi. Keadaan mengisi data memakai identitas buatan disebut sebagai

kondisi pseudonim. Kemungkinan lain adalah seseorang bisa hanya mengisi sebagian data

yang diperlukan saja sehingga tidak seluruh data pribadi akan terdaftar dan tertampilkan di

dalam situs tersebut (Gross & Acquisti, 2005). Kondisi ini memungkinkan seseorang untuk

menuliskan komentar-komentar negatif tanpa diketahui oleh orang lain maupun pemegang

kendali situs berita tersebut. Suler (2004) menyatakan juga bahwa seseorang bisa berperilaku

berbeda di dunia internet dibandingkan ketika berperilaku di dunia seseungguhnya. Dalam

sebuah penelitian oleh Rehm, Steinler, dan Lilli (1987) mereka menemukan bahwa semakin

Page 5: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

5

rendah kemungkinan seseorang diidentifikasi maka kondisi tersebut meningkatkan perilaku

tidak sesuai norma.

Beberapa peneliti tertarik mencoba mencari faktor psikologis apa yang dalam diri

seseorang yang mendorong perilaku seseorang menjadi berperilaku incivil di dunia internet.

Dalam sebuah studi oleh Pinsoneault dan Heppel (1998) mencoba mencari faktor psikologis

yang mempengaruhi perilaku yang muncul ketika kondisi anonim hadir. Kedua peneliti

tersebut menemukan bahwa kondisi anonim membuat kontrol seseorang dalam berperilaku di

dunia online lebih rendah atau yang disebut sebagai disinhibisi. Disinhibisi terjadi ketika

seseorang melepaskan segala acuan moral atau aturan-aturan yang biasa dipegang dalam

perilaku sehari-hari. Dengan terlepasnya acuan-acuan moral dalam berperilaku, hal ini memicu

orang untuk berperilaku yang tidak sesuai norma seperti perilaku antisosial maupun perilaku

incivil di dunia internet.

Suler (2004) ingin menegaskan bahwa faktor kepribadian juga bisa menentukan efek

ketika berperilaku secara anonim di internet. Bahwa aspek kepribadian tertentu mungkin

memiliki pengaruh ke dalam perilaku orang ketika bertindak secara anonim. Peneliti tertarik

melihat kaitan kepribadian dengan perilaku ketika berinteraksi secara online, selain perilaku

muncul karena mendapat pengaruh dari konteks situasi. Mischel (1968) berpendapat bahwa

faktor situasi dan faktor kepribadian seseorang bisa memiliki peran yang seimbang dalam

munculnya suatu perilaku. Sisi kepribadian tertentu mungkin memiliki peran tertentu saat

berinteraksi secara online.

Salah satu teori yang paling sering dipakai untuk menentukan kecenderungan trait

kepribadian seseorang adalah teori Big Five Factor Personality (Costa & McRae, 1985). Teori

oleh Big Five membahas mengenai trait dalam diri seseorang, bukan melihat tipe kepribadian.

Dalam teori Big Five Factor Personality terdapat lima trait dalam diri seseorang, yaitu Opennes

to Experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism. Dari kelima

trait tersebut, Conscientiousness merupakan trait yang paling bisa memprediksi kepatuhan

seseorang terhadap aturan di masyarakat (Organ & Lingl, 1995). Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Organ dan Lingl, kedua peneliti mencoba melihat peran trait kepribadian dalam

hubungan kepuasan kerja dengan OCB (Organizational Citizenship Behavior).

Pada awalnya Organ dan Lingl mengajukan dua variabel yang dianggap paling

mungkin memiliki peran dalam hubungan kepuasan kerja dan OCB, yakni Conscientiousness

dan Agreeableness. Hasil penemuan Organ dan Lingl (1995) adalah bahwa trait Agreeableness

berkorelasi dengan kepuasan kerja sementara trait Conscientiousness berkorelasi dengan OCB.

Page 6: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

6

Hal ini menunjukkan bahwa trait Conscientiousness sangat berkaitan dengan performa kerja

seseorang serta bagaimana seseorang memegang peraturan yang diterapkan di organisasi.

Sesuai deskripsi oleh Costa dan McRae (1985) bahwa seseorang dengan trait

Conscientiousness tinggi memiliki kecenderungan untuk sadar moral dan juga cenderung

berkomitmen terhadap suatu institusi dan taat aturan. Ditambah dengan penelitian oleh Organ

& Lingl (1995) bahwa trait Conscientiousness tinggi berkorelasi dengan ketaatan seseorang

pada aturan, hal ini bisa menjadi indikasi trait yang paling bisa menggambarkan perilaku civil

seseorang. Dengan menaati aturan, seseorang dapat dikatakan bersikap civil, dan hal ini bisa

dilihat dari tingkat Conscientiousness seseorang. Peneliti tertarik menghubungkan trait

kepribadian Conscientiousness ke dalam hubungan pengaruh kondisi anonim dengan perilaku

civil seseorang di internet, dengan mempertimbangkan bahwa anonimitas memiliki efek

negatif terhadap perilaku civil seseorang di internet dan apakah trait kepribadian

Conscientiousness dapat mengurangi atau bahkan menambah efek buruk anonimitas tersebut.

Tinjauan Teoritis

Civility

Konsep civility memiliki pemaknaan yang cukup banyak. Banyak ahli mencoba

menafsirkan konsep ini dan masing-masing peneliti menemukan makna yang cukup bervariasi.

Boyd (2006) menyebutkan bahwa civility merupakan konsep yang paradoksikal (berlawanan)

karena terdapat dalam pertemuan antara publik dan privat, norma sosial dan norma hukum,

serta nostalgia konservatif dan potensi demokrasi. Boyd menyebutkan bahwa terdapat reduksi

makna civility sebagai sikap, kesopanan, aturan-aturan, atau formalitas saat interaksi tatap

muka dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pandangan ini, untuk menjadi civil adalah dengan

berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang sopan, penuh respek, dan mampu

bersosialisasi.

Pandangan lain dari White (2006) mencoba mendefinisikan civility sebagai sesuatu

yang lebih dari sekadar ‘manner’. White menyebutkan peneliti sosial dan politik kontemporer

mendefinisikan civility sebagai representasi kebajikan sipil (civic virtues) seperti toleransi,

non-diskriminasi, dan kewajaran publik. Civility, selanjutnya, lebih dari sekadar ‘good

manners’, tetapi lebih sebagai sekumpulan praktik yang melibatkan perilaku diri yang

terkontrol (self-constraint) dan kepedulian kepada orang lain. Hal ini diekspresikan sebagai

bentuk aturan yang diorganisasikan oleh kewajaran dan prinsip-prinsip yang memungkinkan

seseorang menegosiasikan perbedaan dalam komunitas sipil secara adil dan wajar.

Page 7: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

7

White (2006) mengasosiasikan civility dengan kualitas-kualitas baik dalam diri

seseorang seperti kesopanan dan tata krama yang baik. White menyebutkan bagi peneliti-

peneliti kontemporer civility sebenarnya lebih dari itu, civility merepresentasikan virtue civil

seperti toleransi, ketiadaan diskriminasi, dan kewajaran publik. Ketiga hal ini bersama

kesopanan dan tata krama yang baik mengacu pada norma dan standar yang diciptakan oleh

masyarakat. Aturan-aturan dalam masyarakat dibentuk dari prinsip-prinsip yang

memungkinkan seseorang menegosiasi perbedaan-perbedaan dalam komunitas publik dengan

respek antarsesama dan empati. Oleh Barber (1984) aturan-aturan sosial yang dimaksud harus

bisa menjembatani interaksi sosial yang baik dan meminimalisasi konflik antaranggota publik.

Barber (1984) menyebutkan bahwa civility mempromosikan perilaku yang bersifat

empati resiprokal dan respek pada sesama karena ia bergantung pada kewajaran untuk

membantu warga menangani konflik dalam kehidupan publik. White (2006) menyatukan

pandangan dari beberapa ahli dengan menyebutkan bahwa civility berperan sebagai tes dasar

untuk kompetensi; civility mendorong warga untuk menerapkan kontrol diri (self-constraint),

untuk menunjukkan kepedulian kepada orang lain, dan dan untuk menjaga komitmen kepada

wacana sipil (civic discourse) yang berlandaskan pada dialog yang rasional.

Untuk konteks perilaku civil dan incivil dalam penelitian ini akan dilihat dalam situasi

ketika berinteraksi secara online di internet. Papacharissi (2004) dan Santana (2013)

mengategorisasikan perilaku civil dalam interaksi online seperti memberikan komentar atau

pesan yang sopan, berargumentasi berdasarkan logika, serta menghargai pendapat atau

komentar sesama pengguna internet. Jika dikaitkan dengan perilaku empati maka bisa

dimasukkan juga bentuk perilaku melaporkan komentar bersifat negatif kepada admin situs

(Leavitt & Peacock, 2014). Sementara Leavitt dan Peacock (2014) mengkategorisasikan

perilaku incivil saat berinteraksi secara online seperti flaming, komentar bersifat menyerang

atau merendahkan, serta pemberian ancaman kepada pengguna lain.

Anonimitas

Konsep anonimitas sekarang ini sangat dikaitkan dengan perilaku di dunia maya, di

mana sampai derajat tertentu seseorang bisa menyembunyikan identitasnya dari orang lain

dalam komunitas maya. Wallace (1999) membuat penelitian mendalam mengenai konsep

anonimitas. Menurut Wallace (1999) untuk menjadi anonim adalah untuk menjadi tidak

dikenal dalam konteks tertentu. Secara umum, tujuan seseorang untuk menjadi anonim bisa

berupa tujuan positif ataupun negatif. Jika dilihat pada makna sederhananya, term anonymity

bermakna tak bernama. Nama bisa menjadi sebuah penanda bagi sebuah entitas. Meski begitu,

Page 8: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

8

nama bukan merupakan merupakan sumber identifikasi utama dan bisa bersifat ambigu.

Wallace (1999) menyebutkan penanda lain selain nama bisa berupa social security number

(nomor identitas sosial). Selanjutnya, sebagai sebuah konsep anonimitas harus diartikan

sebagai nonidentifiability (tidak dikenali) dibandingkan dengan namelessness (tak bernama).

Makna kata kedua lebih sebagai salah satu bentuk anonimitas.

Berdasar pada peninjauan oleh Scott (1998), anonimitas merupakan kondisi di mana

seseorang mungkin untuk tidak dikenali, di mana identitas diri seseorang menjadi krusial untuk

menentukan bahwa seseorang dapat dikenali atau tidak. Kondisi anonim menurut Scott bisa

dibuat ke dalam sebuah kontinum, di mana di satu sisi kontinum seseorang bisa sama sekali

tidak dikenali atau diketahui (complete unidentifiability) sampai ke sisi lainnya seseorang bisa

diketahui identitasnya secara keseluruhan (complete identifiability). Kondisi anonim

bergantung pada sampai sejauh mana seseorang dapat diidentifikasi. Wallace (1999)

menambahkan bahwa identifikasi yang dimaksud bisa merupakan identitas asli seseorang

seperti nama, asal daerah, usia, dan sebagainya yang berupa informasi personal seseorang.

Ketika seseorang berlindung dalam kondisi anonim, seseorang berharap untuk tidak dikenali

identitas aslinya.

Frisch dan Peirano (2011) membagi keadaan anonim di internet ke dalam dua tipe,

yakni anonim dan pseudonim. Keadaan anonim seperti telah disebutkan sebelumnya dapat

berupa suatu kontinum di mana pada satu sisi seluruh identitas seseorang dapat diketahui dan

pada sisi lainnya terdapat kondisi di mana seseorang atau suatu pihak tidak dapat dikenali sama

sekali (Scott, 1998). Sementara keadaan pseudonim merupakan keadaan di mana seseorang

memilih menggunakan identitas palsu untuk kepentingan tertentu (Palme & Berglund, 2002).

Faktor anonimitas di internet dapat dipicu oleh dua hal, yang pertama adalah Computer-

Mediated Communication (CMC) (Keisler, Siegel, & McGuire, 1984; Connolly, Jessup, &

Valacich, 1990). CMC berkaitan dengan komunikasi melalui media komputer (atau sekarang

ini internet). CMC memungkinkan komunikasi dengan tidak langsung, di mana komunikasi

diperantarai oleh media-media komunikasi menggunakan internet seperti telepon genggam,

tablet, komputer, dan perangkat teknologi lainnya. Ketika komunikasi dimediasi oleh

perangkat, di mana seseorang tidak bertemu langsung, kondisi anonim bisa muncul. Saat akan

memulai komunikasi di internet, seseorang wajib memasukkan identitas mereka. Pada

kesempatan memasukkan identitas mereka ke internet, seseorang bisa memilih untuk memakai

identitas aslinya atau tidak dan kondisi ini menciptakan anonimitas sampai titik tertentu.

Proses pemasukan (input) data pribadi di internet dapat menjadi faktor kedua pemicu

munculnya kondisi anonim (Suler, 2002). Pada saat akan berinteraksi di suatu situs tertentu di

Page 9: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

9

internet, misalnya Facebook, seseorang perlu mendaftar ke dalam situs tersebut. Dalam proses

pendaftaran ke dalam situs tersebut seseorang diminta memasukkan data pribadi yang akan

dapat ditampilkan kepada orang lain (Joinson, 2001). Pada proses ini seseorang memiliki

kendali penuh untuk memberikan data pribadi sepenuhnya atau hanya memberikan sebagian

data.

Joinson (1999) menyebutkan dampak buruk kondisi anonim ketika berinteraksi di

internet. Anonimitas disebutkan menyebabkan deindividuasi dan berkurangnya self-awareness

(kesadaran akan diri). Deindividuasi adalah keadaan di mana identitas diri seseorang melebur

ke dalam sebuah kelompok yang lebih besar (dalam hal ini sesama pengguna internet) dan

menyebabkan perilaku lebih karena apa yang kelompok besar tersebut lakukan dibandingkan

dengan pegangan norma dalam diri orang tersebut. Sementara berkurangnya self-awareness

menyebabkan berkurangnya regulasi diri dan standar internal. Hal ini dikarenakan self-

awareness muncul saat bertemu langsung dengan orang lain, di mana verbal cues (bahasa

tubuhdan bahasa verbal) oleh lawan bicara akan mempengaruhi self-awareness seseorang. Self-

awareness sangat berkaitan dengan munculnya perilaku-perilaku yang bersifat sadar moral dan

aturan serta penerapan kontrol diri seseorang.

Trait Kepribadian

Melalui teori kepribadian Big Five, di dalam kepribadian seseorang terdapat lima

dimensi atau trait utama yang kemudian di dalamnya terdapat subtrait atau facet (Costa &

McRae, 1985). Lima trait utama dalam Big Five adalah Openness to Experience,

Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism. Kelima trait ini secara

keseluruhan membentuk kepribadian seseorang yang utuh. Trait kepribadian disebutkan

merupakan karakteristik pribadi seseorang yang menetap dan muncul dalam berbagai situasi.

Kepribadian bersifat menetap dan tidak banyak berubah dalam kehidupan seseorang (Cervone

& Mischel).

Yang menjadi fokus penelitian ini adalah trait Conscientiousness. Trait kepribadian ini

disebut paling dapat memprediksi kepatuhan seseorang pada aturan bersama di publik yang

membentuk keadaban (Organ & Lingl, 1995). Conscientiousness dideskripsikan sebagai

kontrol impulsi seseorang oleh aturan atau norma sosial yang memfasilitasi perilaku yang

mengarah ke perilaku yang dilandaskan tujuan dan penyelesaian tugas (Costa & McRae, 1985).

Bentuk perilakunya antara lain berpikir sebelum bertindak, menunda mendapatkan reward atau

gratifikasi, mengikuti norma dan aturan, serta memprioritaskan tugas pribadi.

Dalam kaitan antara kepribadian dengan situasi untuk memprediksi munculnya suatu

perilaku dalam suatu konteks situasi spesifik tertentu, Cervone dan Mischel (2002) melakukan

Page 10: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

10

pembahasan mengenai hal ini. Cervone dan Mischel sepakat bahwa perilaku seseorang bisa

bervariasi dalam berbagai situasi tertentu, tetapi variasi perilaku tersebut membentuk suatu

pola tertentu yang bersifat tetap. Konsistensi pola perilaku ini yang bisa dijadikan landasan

untuk mengetahui perilaku seseorang. Pada intinya munculnya suatu perilaku tertentu dalam

suatu konteks situasi spesifik sangat bergantung pada dinamika yang dialami dalam intrapsikis

seseorang.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental Randomized Two-Groups Post-

Test dengan membuat dua kelompok perlakuan, yakni kontrol (anonim) dan kondisi (tidak

anonim) untuk melihat pengaruh variabel independen (anonimitas) terhadap variabel dependen

(perilaku civil di internet). Desain penelitian berupa pengaruh anonimitas kepada perilaku civil

seseorang di internet dengan moderasi trait kepribadian. Penelitian ini memiliki formulasi 2

(kondisi anonim vs kondisi tidak anonim) x 1 (perilaku civil berkomentar di internet).

Penelitian ini membagi partisipan ke dalam dua kelompok setara, sehingga memiliki desain

Randomized Two Groups Design, dengan metode pengukuran post-test. Tipe instrumen

penelitian menggunakan skenario hipotetikal di mana instruksi yang diberikan dalam

instrumen penelitian menjadi pegangan bagi artisipan dalam mengerjakan instrumen penelitian

dan berguna memberikan perlakuan manipulasi di dalamnya

Terdapat dua masalah operasional yang akan diterangkan melalui analisis statistika

hipotesis. Berikut merupakan masalah operasional penelitian.

a. Apakah trait kepribadian Conscientiousness signifikan secara statistik menurunkan

efek anonimitas dalam pengaruh anonimitas kepada perilaku civil seseorang saat

berkomentar di situs berita online?

b. Apakah trait kepribadian Conscientiousness signifikan secara statistik menaikkan efek

anonimitas dalam pengaruh anonimitas kepada perilaku civil seseorang saat

berkomentar di situs berita online?

Randomisasi dilakukan dengan cara partisipan diminta untuk memilih di antara dua

opsi yang lebih mereka sukai, yakni antara telor ceplok atau telor dadar. Partisipan yang

memilih telor ceplok akan mendapatkan instrumen dengan perlakuan anonim dan partisipan

yang memilih telor dadar akan medapatkan instrumen dengan perlakuan tidak anonim. Dalam

penelitian ini kondisi anonim sebagai Independent Variable (IV) dijadikan dua bentuk

manipulasi, yakni kondisi anonim dan kondisi non-anonim. Kondisi anonim dijadikan

Page 11: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

11

kelompok kontrol dan ditampilkan dengan kondisi bahwa partisipan yang ingin berkomentar

atau melaporkan komentar di dalam ilustrasi tidak perlu mendaftar ke situs dan bisa langsung

memberikan komentar. Identitas yang tertampilkan adalah urutan komentar partisipan. Misal

jika partisipan merupakan komentator kedua, maka identitas yang akan muncul adalah

‘Komentator 2’.

Sementara untuk kondisi non-anonim dijadikan kelompok kondisi. Dalam instrumen

jika partisipan ingin membuat atau melaporkan suatu komentar di ilustrasi maka partisipan

harus login (mendaftar) ke dalam situs menggunakan akun Gmail atau Facebook. Akun Gmail

dan Facebook mengandung data pribadi masing-masing penggunanya, sehingga jika partisipan

ingin berkomentar atau melaporkan komentar data pribadi mereka akan masuk ke dalam situs

berita di ilustrasi dan konsekuensinya data diri partisipan bisa diketahui oleh komentator lain

di dalam ilustrasi situs berita tersebut.

Dalam penelitian ini perilaku civil atau incivil akan ditampilkan dalam bentuk respon

yang dipilih subyek penelitian berdasarkan opsi yang diberikan. Terdapat dua opsi civil dan

dua opsi incivil. Opsi civil berupa melaporkan komentar negatif kepada Admin Situs dan

mengingatkan komentator lain untuk berkomentar dengan lebih sopan. Sementara opsi incivil

berupa ikut memberikan komentar bernada ejekan/kritik/negatif/rasisme dan menyerang

komentator lain. Terdapat pula opsi ‘Lainnya’ yang dapat diisi oleh partisipan dan kemudian

akan dikategorikan sebagai civil, incivil, atau netral berdasarkan keputusan rater. Ilustrasi yang

ditampilkan berupa judul berita dengan kolom komentarnya, di mana terdapat beberapa

komentator lain yang memberikan komentar-komentar bernada negatif (menciptakan situasi

incivil).

Pengukuran trait kepribadian Conscientiousness menggunakan BFI-44 yang

merupakan versi singkat dari Big Five Ocean oleh Costa & McRae (1985) berjumlah total 44

item. Dari 44 item tersebut hanya diambil 9 item yang mengukur trait Conscientiousness saja.

Partisipan mengisi kuesioner kepribadian ini berdasarkan pada kesesuaian pernyataan pada

kepribadian partisipan. Berikut di bawah ini merupakan contoh item dan hasil uji coba

reliabilitas alat ukur trait kepribadian Conscientiousness dari BFI-44.

Kelompok perlakuan anonim pada awal penelitian akan diberikan instruksi jika ingin

memberikan atau melaporkan komentar oleh komentator lain di dalam ilustrasi, maka

partisipan dapat langsung melakukannya tanpa harus mendaftar ke situs. Ketidakharusan

mendaftar ke dalam situs memberi implikasi bahwa identitas partisipan sebagai pemberi

komentator atau pelapor komentator tetap tidak diketahui oleh komentator lain atau anonim.

Sementara kelompok yang mendapatkan perlakuan tidak anonim pada awal penelitian akan

Page 12: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

12

diberikan instruksi bahwa jika partisipan ingin memberikan atau melaporkan suatu komentar

maka partisipan wajib mendaftar ke dalam situs menggunakan akun Gmail atau Facebook

mereka. Hal ini memberi implikasi bahwa identitas mereka dapat diketahui oleh orang lain jika

ingin berespon terhadap situasi di dalam ilustrasi tersebut.

Selanjutnya kedua kelompok akan diberi enam ilustrasi yang menggambarkan berbagai

kondisi incivility yang mungkin muncul di dalam papan komentar suatu situs berita online.

Kondisi incivility yang ditampilkan adalah komentator-komentator yang berkata, kata kasar,

komentator-komentator memberikan komentar rasis, komentator-komentator memberi

koemntar gosip dan fitnah, serta komentator yang memberikan ancaman kepada komentator

lainnya. Kondisi incivility ini didasarkan oleh alat ukur civility online oleh Clark (2012).

Partisipan lalu kemudian diminta untuk memberi respon berdasarkan situasi-situasi tersebut,

yang kemudian respon tersebut akan dinilai sebagai perilaku civil, incivil, atau netral.

Penelitian ini menggunakan konteks perilaku berkomentar di dalam situs berita sebagai

situasinya. Sampel penelitian ini akan difokuskan kepada pemakai internet usia minimal remaja

akhir. Penelitian dilaksanakan di Depok dengan partisipan mengikuti penelitian di wilayah

Kampus UI, Depok dengan sampel penelitian adalah orang dengan usia minimal berusia 18

tahun dan pernah berkomentar di situs online. Usia minimal 18 tahun dimaksudkan sebagai

usia termuda yang masuk dalam kategori millenial (Leavitt & Peacock, 2014)). Usia dalam

kategori millenial lahir pada era 1990-an di mana orang-orang yang lahir pada era tersebut

merupakan pengguna utama media internet (Pew Research Center, 2013). Syarat pernah

berkomentar di situs online adalah agar partisipan yang mengikuti penelitian ini familiar

dengan cara kerja berkomentar di sebuah situs online.

Teknik pengambilan sampel adalah incidental atau convenience sampling, di mana

peneliti mencari partisipan yang mudah didapat (Gravetter & Forzano, 2012) tetapi masih

masuk dalam kriteria partisipan. Keterbatasan peneliti dalam mengadministrasikan penelitian

membuat pencarian partisipan yang sesuai dengan kriteria tidak bisa terlalu jauh dari lokasi

peneliti menetap, yakni wilayah Kampus UI, Depok. Peneliti meminta calon partisipan untuk

menjalankan penelitian di tempat yang ditentukan oleh peneliti.

Pada instrumen penelitian terdapat 6 ilustrasi untuk menggambarkan masing-masing

bentuk incivility apa yang yang akan menjadi bahan respon partisipan. Dari masing-masing

ilustrasi, partisipan akan diberikan pertanyaan, “Bila saat Anda sedang membaca artikel berita

Anda menemukan situasi seperti yang tergambarkan di ilustrasi di atas, apa yang akan Anda

lakukan?” Partisipan kemudian akan menjawab sesuai pilihan yang tersedia dan kemudian

diminta untuk menuliskan alasan pemilihan jawaban. Pilihan jawaban terdiri dari 2 perilaku

Page 13: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

13

civil dan 2 perilaku civil berserta pilihan lainnya yang akan dinilai oleh rater apakah masuk

sebagai perilaku civil, netral, atau incivil.

Tabel 3.6.3. Ilustrasi Pertanyaan Civility

Pertanyaan Opsi Jawaban

Bila saat Anda sedang membaca sebuah artikel

menemukan pengguna lain memberikan komentar

seperti tertera dalam ilustrasi di atas, apa yang akan

Anda lakukan?

A. Ikut memberi komentar

bernada ejekan/kritik/rasisme

B.Melaporkan komentar-komentar

tersebut ke Admin Situs

C.Menyerang salah satu

komentator

D.Mengingatkan Komentator lain

untuk memberi komentar dengan

lebih sopan

E.Lain-lain (sebutkan):___

Mengapa Anda melakukan hal tersebut? Jawaban:____

Pilihan A. dan C. merupakan pilihan respon perilaku civil, sementara pilihan B. dan D.

merupakan pilihan respon perilaku incivil. Terdapat pilihan ‘E. Lainnya (sebutkan)’ di mana

partisipan dapat mengisi sendiri pilihan jawaban di luar kemungkinan keempat pilihan tersebut.

Opsi jawaban lainnya akan dinilai oleh rater (penilai) independen untuk masuk ke dalam

kategori ‘civil’, ‘incivil’, atau ‘netral’. Rater akan menilai opsi-opsi tersebut melalui panduan

yang diberikan oleh peneliti. Sistem skoring yang dibuat untuk masing-masing kategori adalah:

Civil : 2

Netral : 1

Incivil : 0

Pilihan jawaban A. dan C sebagai perilaku civil akan dinilai 2 dalam sistem penilaian

perilaku civil. Sementara untuk pilihan B. dan D. akan dinilai 0 dalam sistem penilaian. Pada

akhirnya, semakin tinggi nilai civility masing-masing partisipan akan menunjukkan tingkat

civility partisipan yang tinggi pula (semakin tinggi skor semakin dinilai civil).

Page 14: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

14

Ilustrasi yang dipakai di dalam penelitian menggunakan headline suatu berita nasional

yang sedang populer. Keenam judul berita tersebut berasal dari berbagai tema, seperti politik,

keamanan, selebritas, dan kosmopolitan. Pemilihan judul berita dipilih dari berbagai tema agar

diusahakan dapat mencakup seluruh minat dari partisipan dan isu yang dibahas oleh judul berita

memang diketahui dan dipahami oleh seluruh partisipan. Jumlah ilustrasi yang dipakai enam

karena berdasarkan alat ukur Clark (2012) terdapat enam situasi incivility yang bisa ditemukan

saat berkomentar di internet dan keenam situasi tersebut setara. Perilaku-perilaku incivil dalam

berkomentar di internet tersebut adalah menghina, mengucapkan kata-kata kasar, berperilaku

rasis, serta mengancam sesama komentator.

Dalam alat ukur civility terdapat opsi ‘Lainnya’ di luar empat opsi utama. Opsi

‘Lainnya’ ini dapat diisi oleh partisipan menggunakan kata-kata partisipan sendiri dan

kemudian menyertakan alasannya. Opsi ‘Lainnya’ ini akan dinilai secara kuantitatif oleh 3

orang rater (penilai) untuk dikategorikan sebagai perilaku ‘civil’, ‘incivil’, atau ‘netral’ seperti

telah dijelaskan sebelumnya. Analisis reliabilitas alat ukur trait kepribadian Conscientiousness

menggunakan Cronbach-Alpha. Sementara pengukuran peran moderasi trait kepribadian

Conscientiousness ke dalam pengaruh variabel independen (anonimitas) kepada variabel

dependen (perilaku civil) menggunakan teknik statistik Regresi dalam Prosesor Macro Hayes

SPSS.

Hasil Penelitian

Berdasarkan data yang diambil dari hasil penelitian didapatkan skor civility

antarkelompok perlakuan. Skor civility semakin tinggi menunjukkan tingkat civility partisipan

yang semakin tinggi pula. Di bawah ini terdapat tabel yang menjelaskan perbedaan mean skor

civility kelompok yang mendapatkan perlakuan anonim dengan kelompok yang mendapatkan

perlakuan tidak anonim. Kelompok anonim mendapatkan mean skor yang lebih tinggi yakni

8.91 dibandingkan dengan mean skor kelompok tidak anonim sejumlah 8.47 pada n total

sejumlah 71.

Tabel 4.2. Perbandingan Mean Skor Civility Antarkelompok Perlakuan

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Anonim 37 8.9189 2.68099 .44075

Non-Anonim 34 8.4706 2.46472 .42270

Page 15: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

15

Dengan menggunakan analisis statistik Regresi lewat aplikasi Macro Hayes di SPSS

didapatkan hasil yang tergambarkan dalam Tabel 4.3.1.

Tabel 4.3.1. Hasil Analisis Statistik Variabel Independen dan Dependen dengan Moderasi

Variabel Kepribadian

Summary of Regression Analysis for Civility Scores (N=71)

Variable coeff se t Sig. (p) LLCI ULCI

constant 8.7838 .3240 27.1067 .0000 8.1370 9.4306

Keprib -.0075 .0585 -.1290 .8977 -.1243 .1092

Anonim -.4599 .6492 -.7084 .4812 -1.7557 .8359

int_1 .0962 .1177 .8168 .4169 -.1388 .3312

Note.

R-sq= .0183

Dari tabel di atas dapat diketahui sejumlah kesimpulan sebagai berikut. Skor

signifikansi pengaruh variabel anonimitas terhadap skor civility rendah (tidak signifikan) pada

angka .4812 di mana batas signifikansi adalah tidak lebih dari .05. Dari sini dapat

diinterpretasikan bahwa pengaruh anonimitas pada kedua kelompok perlakuan tidak berbeda

jauh dan selanjutnya dapat dikatakan bahwa perlakuan anonimitas dalam penelitian ini tidak

mempengaruhi civility partisipannya. Nilai signifikansi trait kepribadian Conscientiousness

sebagai prediktor perilaku civil adalah .8977 dengan batas signifikansi tidak lebih dari .05. Hal

ini berarti variabel trait kepribadian Conscientiousness tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap perilaku civil seseorang di internet.

Pembahasan

Dari 101 partisipan yang mengikuti penelitian, 71 partisipan berhasil lolos

manipulation check identitas baik yang di dalam kelompok anonim maupun tidak anonim yang

berarti perlakuan yang diberikan dalam penelitian dapat diasumsikan bekerja pada partisipan.

Hal ini dapat dibuktikan dengan kemampuan partisipan menjawab pertanyaan yang berkaitan

dengan identitas mereka di dalam tiap ilustrasi penelitian. Keberhasilan menjawab pertanyaan-

Page 16: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

16

pertanyaan tersebut akan mengindikasikan bahwa manipulasi bekerja pada partisipan. Data

sejumlah 71 buah yang berhasil lolos manipulation check identitas menjadi data yang dipakai

dalam analisis.

Sampai pada tahap ini peneliti cukup yakin bahwa perlakuan yang diberikan kepada

partisipan yang berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan manipulation check dengan benar

bekerja pada partisipan. Yang menjadi kelemahan terkait dengan kondisi anonim penelitian

adalah bahwa partisipan diminta untuk mengisi beberapa data diri di awal penelitian. Hal ini

mengurangi situasi anonim bagi kelompok yang mendapatkan perlakuan anonim dan turut

membantu mengurangi perlakuan yang diberikan. Hal ini salah satunya yang mungkin

menyebabkan skor civility kelompok anonim dan kelompok tidak anonim tidak berbeda jauh.

Berkaitan dengan kondisi partisipan saat penelitian diadministrasikan, kondisi ideal

yang diinginkan adalah penelitian dilakukan dengan keadaan partisipan tidak terganggu oleh

faktor eksternal apapun seperti kebisingan atau berkomunikasi dengan orang lain sehingga

mengurangi fokus partisipan saat mengerjakan. Pada penerapan langsung di lapangan,

administrasi penelitian yang diadakan di Kantin Lama (Kanlam) serta Selasar Gedung D

Psikologi UI ternyata dapat memberi gangguan eksternal tersebut kepada partisipan. Saat

penelitian diadakan di tempat-tempat tersebut, beberapa partisipan berkomunikasi dengan

teman-temannya ataupun menggunakan alat komunikasi telepon genggam sehingga bisa saja

konsentrasinya tidak penuh dalam menjalankan penelitian.

Kelemahan metodologis lain juga terdapat pada judul berita dalam tiap ilustrasi. Saat

analisis data dilakukan cukup banyak ditemukan partisipan memilih jawaban ‘Lainnya’ dengan

jawaban kualitatif yang menyebutkan bahwa mereka cenderung untuk tidak peduli atau

mengabaikan situasi yang tergambarkan di dalam ilustrasi karena menurut mereka judul berita

tidak menarik (lihat Tabel 4.2.2. dan Tabel 4.2.4.). Judul-judul berita yang digunakan

merupakan headline berita nasional sehingga diasumsikan mencakup minat kebanyakan warga

Indonesia. Meski begitu ternyata masih banyak ditemukan kekurangan minat kepada berita

dalam ilustrasi sehingga kurang tertampilkan respon positif atau negatif mereka karena perilaku

mereka cenderung netral.

Berkaitan dengan repon yang diberikan oleh partisipan yang banyak menunjukkan

keengganan berperilaku civil atau tidak civil, hal ini bisa terjadi karena opsi yang diberikan

berupa pilihan ganda di mana partisipan diminta memilih salah satu dari berbagai opsi yang

disediakan oleh peneliti. Dengan asumsi bahwa partisipan tertarik memberi respon civil atau

incivil, akan lebih baik apabila partisipan bisa mencantumkan sendiri apa yang akan dilakukan

jika tertarik merespon situasi di dalam ilustrasi tersebut. Dengan begitu partisipan tidak terbatas

Page 17: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

17

menjawab hanya yang disediakan oleh peneliti di mana hal ini bisa menunjukkan social

desirability tertentu oleh partisipan dan tidak bisa menggambarkan dengan pasti respon

sebenarnya yang ingin ditampilkan oleh partisipan.

Dalam penelitian ini pemilihan judul artikel berita dalam tiap ilustrasi didasarkan pada

popularitas isu berita yang sedang marak dibahas oleh media-media nasional. Peneliti juga

mencoba mengimbangi tema artikel berita yang dipakai dalam ilustrasi agar tidak monoton,

yakni politik, keamanan, selebritas, dan kriminalitas agar bisa menjangkau minat berbagai latar

belakang partisipan. Setelah melihat gambaran umum respon partisipan didapatkan kesimpulan

bahwa partisipan cenderung lebih mau bereaksi (baik positif maupun negatif) pada judul berita

yang mereka minati atau mengerti. Pada artikel di luar minat mereka partisipan akan cenderung

berespon diam saja atau tidak peduli. Hal ini bisa menjadi salah satu alasan mengapa skor

civility partisipan dalam kedua kelompok sama.

Kesimpulan

Setelah melalui proses analisis statistika didapatkan kesimpulan bahwa hipotesis

alternatif tidak diterima karena pengaruh variabel independen (anonimitas) tidak signifikan

terhadap variabel dependen (perilaku civil di internet), sehingga tidak bisa dilihat peran

moderasi oleh trait kepribadian Conscientiousness. Kesimpulan yang dapat diambil adalah

variabel anonimitas dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku civil

partisipan karena mean skor kedua kelompok tidak berbeda jauh. Meski lolos manipulation

check ternyata tetap saja pengaruh perlakuan anonim dalam penelitian ini rendah dan tidak

menimbulkan perbedaan dengan kelompok tidak anonim.

Saran

Jika melihat bahwa hasil penelitian tidak signifikan maka belum dapat diambil

kesimpulan secara teoretik. Jika memang hasil penelitian signifikan maka penelitian ini

mungkin dapat melihat peran moderasi trait kepribadian Conscientiousness dalam pengaruh

anonimitas kepadaa perilaku civil di internet. Berangkat dari ini maka peneliti akan dapat

melihat bahwa salah satu dari kelima trait kepribadian dapat memiliki peran tertentu dalam

perilaku seseorang saat berinteraksi di internet. Penelitian selanjutnya mungkin dapat melihat

peran moderasi dari trait kepribadian yang lain dari empat dimensi lain Big Five Factor

Personality Costa dan McRae (1985) yang mungkin dapat memberikan efek moderasi tertentu.

Penelitian ini dilakukan dengan mayoritas sampel adalah mahasiswa. Penelitian

selanjutnya yang ingin membahas mengenai hal serupa bisa menggunakan kriteria sampel yang

lebih luas agar dapat menggali lebih banyak kesimpulan. Mayoritas sampel mahasiswa belum

Page 18: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

18

dapat menggambarkan keadaan nyata di internet bahwa perilaku incivil masih sangat banyak

terjadi di sana terlepas dari kondisi situs baik anonim maupun tidak anonim saat seseorang

berinteraksi di dalamnya.

Dalam pemilihan judul berita yang akan dipakai dalam ilustrasi penelitian, peneliti

mencari topik-topik yang sedang hangat dibahas oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan

serta memilih untuk memberi variasi terhadap tema berita dalam ilustrasi. Ternyata hal ini

belum cukup membuat semua partisipan mau memberikan respon baik positif maupun negatif

terhadap artikel berita. Yang bisa disarankan untuk penelitian terkait selanjutnya adalah

perlunya survey terhadap minat isu berita yang akan dipakai dalam penelitian agar partisipan

lebih mau memberikan reaksi terhadap stimulus yang diberikan dalam instrumen penelitian.

Pada mayoritas partisipan mereka masih berhasil lolos manipulation check yang

diberikan peneliti, di mana peneliti dapat mengasumsikan bahwa perlakuan yang diberikan ke

dalam masing-masing kelompok penelitian bekerja. Meski begitu peneliti menyarankan untuk

menggunakan instrumen di mana partisipan tidak hanya membayangkan tetapi benar-benar

berperilaku dalam keadaan anonim ataupun tidak anonim. Mungkin bisa dibuat dalam metode

aplikasi di mana seseorang dapat benar-benar berinteraksi membahas suatu masalah dalam

keadaan anonim atau tidak anonim dan dilihat perilakunya akan cenderung lebih civil atau

incivil. Peneliti menyarankan menggunakan instrumen penelitian di mana ada interaksi nyata

dengan orang lain dalam kelompok perlakuan yang sama dibandingkan hanya membayangkan

suatu situasi tertentu.

Daftar Referensi

Bannister, J. & O’Sullivan, A. (2013). Civility, Community Cohesion and Antisocial

Behaviour: Policy and Social Harmony. Jnl Soc. Pol., 42, 1, 91–110

Barber, B. R. (1984). Strong Democracy: Participatory Politics for a New Age. Berkeley:

University of California Press.

Bejan, T. M. (2013). Mere Civility: Toleration and its Limits in Early Modern England and

America. ProQuest

Boyd, R. (2006). The value of Civility. Urban Studies, Vol. 43, Nos 5/6, 863-878

Cervone, D. & Mischel, W. (2002). Advances in Personality Science. New York: The Guilford

Press

Connolly, T., Jessup, L. M., & Valacich, J. S. (1990). Effects of Anonymity and Evaluative

Tone on Idea Generation in Computer-Mediated Groups. Management Science, Vol. 36,

No. 6, pp. 689-703

Page 19: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

19

Costa, P. T., & McCrae, R. R. (1985). The NEO Personality Inventory manual. Odessa, FL:

Psychological Assessment Resources.

Elias, N. (1939). The Civilizing Process. Oxford: Blackwell

Frisch, B. & Peirano, D. J. (2011). Mask of Technology: How the Perceived Anonymity of

Technology Affects Ethical Decisions. Ethics in an Age of Technology ECS 188

Fyfe, N., Bannister, J., and Kearns, A. (2006). (In)civility and the City. Urban Studies, Vol.

43, Nos 5/6, 853–861

Gravetter, F. J., Forzano, L. B. (2012). Research Methods for the Behavioral Sciences 4th

Edition. Belmont, CA: Cengage Learning

h, R. & Acquisti, A. (2005). Information Revelation and Privacy in Online Social

Networks. Workshop on Privacy in the Electronic Society (WPES)

Keisler, S., Siegel, J., & McGuire, T. W. (1984). Social Psychological Aspects of Computer-

Mediated Communication. American Psychologist. Vol. 39, No. 10, 1123-1134

KRC Research. (2014). Civility in America. Retrieved from

https://www.webershandwick.com/uploads/news/files/civility-in-america-2014.pdf

Joinson, A. N. (2001). Self-disclosure in computer-mediated communication:

The role of self-awareness and visual anonymity. European Journal of Social

Psychology Eur. J. Soc. Psychol. 31, 177±192

Joinson, A. N. (1999). Social Desirability, Anonymity, and Internet-based questionnaires.

Behavior Research Methods, Instruments and Computers, 1999, Vol 31, 3, pp.433-438

Leavitt, P. & Peacock, C. (2014). Civility, Engagement, and Online Discourse: A Review of

Literature. National Institute for Civil Discourse

Lee, H. (2005). Behavioral Strategies for Dealing with Flaming in an Online Forum. Source:

The Sociological Quarterly, Vol. 46, No. 2

McCrae, R. R., & Costa, P. T., Jr. (1987). Validation of the five-factor model of personality

across instruments and observers. Journal of Personal and Social Psychology, 52, 81-

90.

Meyer, M. J. (2000). Liberal civility and the civility of etiquette: Public ideals and personal

lives. Social Theory and Practice; Spring 26, 1: 69

Milgram, S. (1970). The experience of living in cities. Science, 167, 1461-1468.

Mischel, W. (1968). Personality and assessment. New York: Wiley

Moser, G. & Corroyer, D. (2001). Politeness in the Urban Environment is City Life Still

Synonymous With Civility? Environment and Behavior, Vol. 33 No. 5, 611-625

Page 20: Thomas Raymond-Skripsi-FPsikologi-Naskah Ringkas-2016

20

Organ, D. W. & Lingl, A. (1995) Personality, Satisfaction, and Organizational Citizenship

Behavior. The Journal of Social Psychology, 135:3, 339-350

Palme, J. and Berglund, M. (2002). Anonymity on the Internet. Information Systems Security

9.4: 04–12.

Papacharissi, Z. (2004). Democracy online: Civility, politeness, and the democratic potential

of online political discussion groups. New media & society, Vol6(2):259–283

Pew Research Center. (2013). Amid criticism, media’s ‘watchdog’ Role stands out. Retrieved

From http://www.people--‐press.org/2013/08/08/amid--‐criticism--‐support--‐for--‐

medias--‐watchdog--‐role--‐stands--‐out/

Pinsoneault, A. & Heppel, N. (1998). Anonymity in Group Support Systems Research: A

New Conceptualization, Measure, and Contingency Framework. Journal of

Management Information Systems, Vol. 14, No. 3

Rehm, J. R., Steinleitner, M., & Lilli, W. (1987). Wearing uniforms and aggression: A field

experiment. European Journal of Social Psychology, 17, 357-360.

Santana, A. D. (2013). Virtuous or Vitriolic: The effect of anonymity on online newspaper

reader comment boards. Journalism Practice

Scott, C. R. (1998). Reveal or not to reveal: A theoretical model of anonymous communication.

Communication Theory, 8, 381-407.

Suler, J. R. (2004). The Online Disinhibition Effect. Cyberpsychology & Behavior: 7 (3)

Suler, J. R. (2002). Identity Management in Cyberspace. Journal of Applied Psychoanalytic

Studies, Vol. 4 (4), 455-459

Wallace, K. A. (1999). Anonymity. Ethics and Information Technology:1, 1

Wang, G., Wang, B., Wang, T., Nika, A., Zheng, H., & Zhao, B. Y. (2014). Whispers in the

dark: Analyzing an anonymous social network. In Proceedings of the 2014 conference

on Internet measurement conference. ACM.

White, M. (2006). An Ambivalent Civility. Canadian Journal of Sociology: 31, 4