thomas raymond-skripsi-fpsikologi-naskah ringkas-2016
TRANSCRIPT
1
PERAN TRAIT KEPRIBADIAN SEBAGAI MODERATOR PENGARUH ANONIMITAS
KEPADA PERILAKU CIVIL SAAT BERKOMENTAR DI INTERNET
[Thomas Raymond P. S., Amarina Ashar Ariyanto]
1. Faculty of Psychology, Univesitas Indonesia
2. Social Psychology Department, Faculty of Psychology, Universitas Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Civility atau keadaban dapat digambarkan sebagai perilaku seseorang di tempat publik, yang sesuai
dengan norma dan aturan yang berlaku di lingkungan tertentu. Penelitian ini bertujuan membuktikan efek negatif
anonimitas kepada perilaku civil di internet dengan Trait kepribadian Conscientiousness diajukan sebagai
moderator, apakah trait ini bisa menurunkan atau menaikkan pengaruh negatif anonimitas. Menggunakan metode
penelitian eksperimental, penelitian dilakukan dengan mengukur perilaku civil seseorang saat berkomentar di situs
berita internet dan membandingkan skor partisipan kelompok anonim dan kelompok tidak anonim, lalu kemudian
tingkat trait Conscientiousness diukur menggunakan BFI-44. Penelitian dilakukan kepada partisipan rentang usia
18-27 di daerah Depok. Dengan partisipan berjumlah 71 orang tidak ditemukan dampak signifikan baik pengaruh
anonimitas maupun trait Conscientiousness kepada perilaku civil seseorang (p = 0.481, p< 0.05), di mana peran
moderasi kepribadian menjadi tidak bisa diketahui.
Kata Kunci: Civility, Anonimitas, Trait Conscientiousness, Perilaku di Internet
The Role of Personality Trait in the Effects of Anonymity on Civil Behavior in Online
Article Comments
Abstract
Civility can be described when observing people’s behavior in public place, according to norms and laws
applied in certain environment. This research purpose is to show the negatife effect of anonymity on civil internet
behavior using Conscientiousness trait as the moderating variable, whether the trait has a role in the effects. Using
experimental design, this research measured civil behavior when commenting in an online news site and compared
the scores between anonymous and non-anonymous group, and then measured the participant’s Conscientiousness
level using BFI-44. This research was done to participant aged between 18-27 years-old in Depok, Indonesia.
With total number of participant 71, it is not found significant effect both anonymity and Conscientiousness on
civil behavior (p = 0.481, p< 0.05), where the moderating effect could not be found.
Keywords: Civility, Anonimity, Conscientiousness, Internet Behavior
2
Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa hidup berdampingan dengan orang
lain, baik itu keluarga, tetangga, rekan kerja, maupun orang lain yang mereka temui dalam
interaksi sehari-hari. Interaksi dengan orang-orang lain di sekitar kehidupan seorang manusia
memiliki batasan-batasan dan aturan-aturan tertentu yang berbeda dengan urusan pribadinya
(Meyer, 2000). Saat seseorang keluar dari ranah pribadinya dan berhadapan dengan orang-
orang lain mereka dianjurkan untuk mengikuti aturan-aturan tertentu untuk menjaga kedamaian
dan kepentingan bersama (Bannister & O’Sullivan, 2013). Selain aturan-aturan yang tertulis
yang dibuat oleh pemerintah di suatu wilayah, terdapat juga aturan-aturan tidak tertulis yang
mengatur bagaimana agar masyarakat dapat hidup berdampingan dengan damai. Aturan-aturan
berperilaku di masyarakat yang tidak tertulis tersebut hadir dalam upaya anggota masyarakat
sadar bahwa ada anjuran berperilaku di mana mereka tidak bisa bertingkah sesuka mereka
(Bejan, 2013). Upaya-upaya anggota masyarakat dalam menjaga ketertiban umum dan
kepentingan publik ini yang disebut dengan civility (Fyfe, Bannister, & Kearns, 2006).
Civility memiliki makna yang luas di mana banyak peneliti memiliki tafsiran sendiri.
Corroyer & Moser (2001) mengambil makna yang cukup bisa mencakup berbagai pengertian
civility dari peneliti lain; menurutnya civility merupakan sekumpulan aturan tak tertulis yang
mengatur perilaku sosial yang juga mengarahkan interaksi sosial. Boyd (2006)
menggambarkan civility lewat kata-kata yang dipakai oleh Hakim Agung Amerika Serikat
Potter Stewart sebagai sesuatu yang sulit didefinisikan tetapi bisa dilihat bentuk perilakunya.
White (2006) menambahkan bahwa civility bisa dideskripsikan sebagai sekumpulan praktik
yang melibatkan penerapan kontrol diri dan kepedulian kepada sesama. Secara umum banyak
peneliti menggambarkan civility sebagai keteraturan hidup bersama di ruang publik.
White (2006) mengambil intisari dari beberapa penelitian sebelumnya mengenai
bentuk-bentuk perilaku apa saja yang perlu ditampilkan di ranah publik untuk menunjukkan
keadaban atau civility. Civility ditunjukkan melalui perilaku-perilaku civil atau beradab. White
menyebutkan bahwa perilaku-perilaku civil berupa kontrol diri terhadap kepentingan pribadi,
penunjukkan kepedulian kepada sesamanya, dan mempertahankan komitmen kepada
kepentingan publik yang berdasarkan pada dialog yang rasional. Barber (1984) mengatakan
bahwa civility wajib mempromosikan empati resiprokal (dua arah) dan respek bersama. Bentuk
perilaku empati dan respek yang dimaksudkan berupa toleransi untuk mengosiasikan
perbedaan secara adil dan masuk akal, selain juga tidak mendiskriminasikan pihak manapun di
dalam kegiatan masyarakat.
3
Perilaku civil anggota masyarakat jelas diperlukan untuk menjaga keteraturan publik
(Elias, 1939). Meski begitu, masih terdapat banyak kasus di mana ada anggota masyarakat
tidak menjaga perilakunya di depan publik dan mengganggu ketertiban umum. Penelitian
mengenai keadaan civility di Amerika Serikat oleh KRC Research (2014) menyebutkan bahwa
7 dari 10 warga Amerika Serikat menganggap bahwa setiap tahun tingkat civility di Amerika
Serikat semakin menurun. Isu-isu yang berkaitan dengan kegagalan seseorang menjaga
perilakunya di depan orang banyak atau di ruang publik orang seperti menyerobot antrian,
berkata-kata kasar di ruang publik, mengemudi ugal-ugalan di jalan, membuang sampah
sembarangan, merokok tidak pada tempatnya, dan lain sebagainya.
Fenomena perilaku incivil terutama banyak ditemukan di daerah perkotaan (Milgram,
1970), dan terdapat beberapa penelitian mengenai perilaku civil masyarakat di perkotaan,.
Penelitian oleh Corroyer & Moser (2001) mencoba membandingkan perilaku civil masyarakat
kota besar dengan kota berukuran relatif sedang di Perancis, yakni Paris (kota ukuran besar)
dan Nantes (kota ukuran sedang). Corroyer dan Moser membuat eksperimen di sebuah mall
(pusat perbelanjaan) di pusat masing-masing kota. Kedua peneliti mengobservasi perilaku
menahan pintu mall untuk menunggu pengguna pintu selanjutnya, di mana orang yang mau
menunggu menahan pintu untuk orang setelahnya dikategorikan sebagai perilaku civil dan jika
tidak mau menunggu menahan pintu dikategorikan sebagai perilaku incivil.
Di tempat publik di mana orang tidak bertemu langsung seperti di ranah cyberspace
(dunia internet) juga ditemukan perilaku incivil, seperti perilaku yang disebut flaming. Flaming
merupakan perilaku di mana seseorang melakukan penyerangan secara verbal dengan agresif,
seperti memberikan komentar-komentar kasar ketika berinteraksi sosial di internet (Lee, 2005).
Selain flaming, terdapat juga kasus seperti penipuan, pengancaman, cyberbullying, dan
cybersex yang merupakan bentuk perilaku incivil di internet . Sama seperti di ruang publik di
mana setiap orang menjaga ketertiban bersama, di internet juga terdapat aturan tidak tertulis
untuk menjaga agar interaksi antarpengguna internet tidak saling mengganggu satu sama lain.
Fenomena perilaku flaming cukup menjadi masalah dan merupakan fenomena paling
sering ditemukan di internet (Lee, 2005). Beberapa peneliti termasuk Lee mengkaji fenomena
tersebut, di mana banyak peneliti sebelumnya melakukan kajian perilaku flaming ini di dalam
situs diskusi Usenet. Debat-debat dan diskusi di dalamnya disebutkan banyak sekali terjadi
perilaku flaming yang mencakup munculnya ucapan sumpah serapah, mengejek, memberikan
nama julukan (name-calling) dan kata-kata rasis.
Terdapat beberapa penelitian yang mencoba memahami lebih dalam mengenai gejala
incivility selain flaming di internet. Sebuah penelitian mencoba melihat bagaimana anonimitas
4
menurunkan kemungkinan seseorang berperilaku di internet secara civil atau beradab oleh
Papacharissi (2004). Penelitian oleh Papacharissi (2004) ini ingin melihat apabila diskusi
dilakukan langsung dengan tatap muka, diskusi yang ada tidak segar dan tidak banyak
membangun ide-ide politik yang baru dan cemerlang. Dengan metode studi komparatif
Papacharissi menemukan perilaku incivil atau tidak beradab meningkat di dalam diskusi
internet ketika dibandingkan dengan kondisi di mana identitas asli ditampilkan.
Penelitian serupa yang mendukung penelitian Papacharissi (2004) dilakukan oleh
Santana (2013).Hasil penelitian oleh Santana (2013) menunjukkan bahwa anonimitas
menaikkan jumlah perilaku incivil di dalam komentar seseorang. Santana membandingkan
komentar-komentar di situs berita online yang menggunakan kondisi anonim dengan yang
tidak anonim (pembaca diwajibkan mendaftar di situs dan nama mereka terpampang di papan
komentar situs). Disebutkan bahwa jumlah komentar yang bersifat incivil mencapai tiga kali
lipatnya jumlah komentar civil dalam kondisi anonim. Hal ini mendukung hipotesis bahwa
kondisi anonim berpengaruh dalam memunculkan perilaku incivil di dalam diskusi online.
Penelitian oleh Papacharissi (2004) dan Santana (2013) mencoba melihat kondisi
anonim sebagai salah satu faktor utama banyak terjadinya perilaku incivil di internet.
Anonimitas merupakan kondisi di mana seseorang sulit untuk dikenali dengan menampilkan
identitas palsu atau hanya sedikit atau tidak sama sekali menampilkan identitas asli (Wallace
1998). Kondisi anonim banyak terjadi dalam konteks online atau internet, di mana dalam
menampilkan identitas di dunia internet seseorang memiliki fleksibilitas dalam menyatakan
identitas aslinya. Internet memiliki fleksibilitas yang memungkinkan seseorang tidak mengisi
data-data pribadi saat mendaftar di suatu situs (Wang, 2014).
Wang (2014) memaparkan bentuk fleksibilitas berkaitan dengan identitas yang bisa
dimanipulasi seseorang di internet. Sebagai contoh, saat ingin mendaftar menjadi komentator
di sebuah situs berita, seseorang bisa saja menuliskan nama serta data pribadi lainnya bukan
sesuai data asli pribadi. Keadaan mengisi data memakai identitas buatan disebut sebagai
kondisi pseudonim. Kemungkinan lain adalah seseorang bisa hanya mengisi sebagian data
yang diperlukan saja sehingga tidak seluruh data pribadi akan terdaftar dan tertampilkan di
dalam situs tersebut (Gross & Acquisti, 2005). Kondisi ini memungkinkan seseorang untuk
menuliskan komentar-komentar negatif tanpa diketahui oleh orang lain maupun pemegang
kendali situs berita tersebut. Suler (2004) menyatakan juga bahwa seseorang bisa berperilaku
berbeda di dunia internet dibandingkan ketika berperilaku di dunia seseungguhnya. Dalam
sebuah penelitian oleh Rehm, Steinler, dan Lilli (1987) mereka menemukan bahwa semakin
5
rendah kemungkinan seseorang diidentifikasi maka kondisi tersebut meningkatkan perilaku
tidak sesuai norma.
Beberapa peneliti tertarik mencoba mencari faktor psikologis apa yang dalam diri
seseorang yang mendorong perilaku seseorang menjadi berperilaku incivil di dunia internet.
Dalam sebuah studi oleh Pinsoneault dan Heppel (1998) mencoba mencari faktor psikologis
yang mempengaruhi perilaku yang muncul ketika kondisi anonim hadir. Kedua peneliti
tersebut menemukan bahwa kondisi anonim membuat kontrol seseorang dalam berperilaku di
dunia online lebih rendah atau yang disebut sebagai disinhibisi. Disinhibisi terjadi ketika
seseorang melepaskan segala acuan moral atau aturan-aturan yang biasa dipegang dalam
perilaku sehari-hari. Dengan terlepasnya acuan-acuan moral dalam berperilaku, hal ini memicu
orang untuk berperilaku yang tidak sesuai norma seperti perilaku antisosial maupun perilaku
incivil di dunia internet.
Suler (2004) ingin menegaskan bahwa faktor kepribadian juga bisa menentukan efek
ketika berperilaku secara anonim di internet. Bahwa aspek kepribadian tertentu mungkin
memiliki pengaruh ke dalam perilaku orang ketika bertindak secara anonim. Peneliti tertarik
melihat kaitan kepribadian dengan perilaku ketika berinteraksi secara online, selain perilaku
muncul karena mendapat pengaruh dari konteks situasi. Mischel (1968) berpendapat bahwa
faktor situasi dan faktor kepribadian seseorang bisa memiliki peran yang seimbang dalam
munculnya suatu perilaku. Sisi kepribadian tertentu mungkin memiliki peran tertentu saat
berinteraksi secara online.
Salah satu teori yang paling sering dipakai untuk menentukan kecenderungan trait
kepribadian seseorang adalah teori Big Five Factor Personality (Costa & McRae, 1985). Teori
oleh Big Five membahas mengenai trait dalam diri seseorang, bukan melihat tipe kepribadian.
Dalam teori Big Five Factor Personality terdapat lima trait dalam diri seseorang, yaitu Opennes
to Experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism. Dari kelima
trait tersebut, Conscientiousness merupakan trait yang paling bisa memprediksi kepatuhan
seseorang terhadap aturan di masyarakat (Organ & Lingl, 1995). Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Organ dan Lingl, kedua peneliti mencoba melihat peran trait kepribadian dalam
hubungan kepuasan kerja dengan OCB (Organizational Citizenship Behavior).
Pada awalnya Organ dan Lingl mengajukan dua variabel yang dianggap paling
mungkin memiliki peran dalam hubungan kepuasan kerja dan OCB, yakni Conscientiousness
dan Agreeableness. Hasil penemuan Organ dan Lingl (1995) adalah bahwa trait Agreeableness
berkorelasi dengan kepuasan kerja sementara trait Conscientiousness berkorelasi dengan OCB.
6
Hal ini menunjukkan bahwa trait Conscientiousness sangat berkaitan dengan performa kerja
seseorang serta bagaimana seseorang memegang peraturan yang diterapkan di organisasi.
Sesuai deskripsi oleh Costa dan McRae (1985) bahwa seseorang dengan trait
Conscientiousness tinggi memiliki kecenderungan untuk sadar moral dan juga cenderung
berkomitmen terhadap suatu institusi dan taat aturan. Ditambah dengan penelitian oleh Organ
& Lingl (1995) bahwa trait Conscientiousness tinggi berkorelasi dengan ketaatan seseorang
pada aturan, hal ini bisa menjadi indikasi trait yang paling bisa menggambarkan perilaku civil
seseorang. Dengan menaati aturan, seseorang dapat dikatakan bersikap civil, dan hal ini bisa
dilihat dari tingkat Conscientiousness seseorang. Peneliti tertarik menghubungkan trait
kepribadian Conscientiousness ke dalam hubungan pengaruh kondisi anonim dengan perilaku
civil seseorang di internet, dengan mempertimbangkan bahwa anonimitas memiliki efek
negatif terhadap perilaku civil seseorang di internet dan apakah trait kepribadian
Conscientiousness dapat mengurangi atau bahkan menambah efek buruk anonimitas tersebut.
Tinjauan Teoritis
Civility
Konsep civility memiliki pemaknaan yang cukup banyak. Banyak ahli mencoba
menafsirkan konsep ini dan masing-masing peneliti menemukan makna yang cukup bervariasi.
Boyd (2006) menyebutkan bahwa civility merupakan konsep yang paradoksikal (berlawanan)
karena terdapat dalam pertemuan antara publik dan privat, norma sosial dan norma hukum,
serta nostalgia konservatif dan potensi demokrasi. Boyd menyebutkan bahwa terdapat reduksi
makna civility sebagai sikap, kesopanan, aturan-aturan, atau formalitas saat interaksi tatap
muka dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pandangan ini, untuk menjadi civil adalah dengan
berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang sopan, penuh respek, dan mampu
bersosialisasi.
Pandangan lain dari White (2006) mencoba mendefinisikan civility sebagai sesuatu
yang lebih dari sekadar ‘manner’. White menyebutkan peneliti sosial dan politik kontemporer
mendefinisikan civility sebagai representasi kebajikan sipil (civic virtues) seperti toleransi,
non-diskriminasi, dan kewajaran publik. Civility, selanjutnya, lebih dari sekadar ‘good
manners’, tetapi lebih sebagai sekumpulan praktik yang melibatkan perilaku diri yang
terkontrol (self-constraint) dan kepedulian kepada orang lain. Hal ini diekspresikan sebagai
bentuk aturan yang diorganisasikan oleh kewajaran dan prinsip-prinsip yang memungkinkan
seseorang menegosiasikan perbedaan dalam komunitas sipil secara adil dan wajar.
7
White (2006) mengasosiasikan civility dengan kualitas-kualitas baik dalam diri
seseorang seperti kesopanan dan tata krama yang baik. White menyebutkan bagi peneliti-
peneliti kontemporer civility sebenarnya lebih dari itu, civility merepresentasikan virtue civil
seperti toleransi, ketiadaan diskriminasi, dan kewajaran publik. Ketiga hal ini bersama
kesopanan dan tata krama yang baik mengacu pada norma dan standar yang diciptakan oleh
masyarakat. Aturan-aturan dalam masyarakat dibentuk dari prinsip-prinsip yang
memungkinkan seseorang menegosiasi perbedaan-perbedaan dalam komunitas publik dengan
respek antarsesama dan empati. Oleh Barber (1984) aturan-aturan sosial yang dimaksud harus
bisa menjembatani interaksi sosial yang baik dan meminimalisasi konflik antaranggota publik.
Barber (1984) menyebutkan bahwa civility mempromosikan perilaku yang bersifat
empati resiprokal dan respek pada sesama karena ia bergantung pada kewajaran untuk
membantu warga menangani konflik dalam kehidupan publik. White (2006) menyatukan
pandangan dari beberapa ahli dengan menyebutkan bahwa civility berperan sebagai tes dasar
untuk kompetensi; civility mendorong warga untuk menerapkan kontrol diri (self-constraint),
untuk menunjukkan kepedulian kepada orang lain, dan dan untuk menjaga komitmen kepada
wacana sipil (civic discourse) yang berlandaskan pada dialog yang rasional.
Untuk konteks perilaku civil dan incivil dalam penelitian ini akan dilihat dalam situasi
ketika berinteraksi secara online di internet. Papacharissi (2004) dan Santana (2013)
mengategorisasikan perilaku civil dalam interaksi online seperti memberikan komentar atau
pesan yang sopan, berargumentasi berdasarkan logika, serta menghargai pendapat atau
komentar sesama pengguna internet. Jika dikaitkan dengan perilaku empati maka bisa
dimasukkan juga bentuk perilaku melaporkan komentar bersifat negatif kepada admin situs
(Leavitt & Peacock, 2014). Sementara Leavitt dan Peacock (2014) mengkategorisasikan
perilaku incivil saat berinteraksi secara online seperti flaming, komentar bersifat menyerang
atau merendahkan, serta pemberian ancaman kepada pengguna lain.
Anonimitas
Konsep anonimitas sekarang ini sangat dikaitkan dengan perilaku di dunia maya, di
mana sampai derajat tertentu seseorang bisa menyembunyikan identitasnya dari orang lain
dalam komunitas maya. Wallace (1999) membuat penelitian mendalam mengenai konsep
anonimitas. Menurut Wallace (1999) untuk menjadi anonim adalah untuk menjadi tidak
dikenal dalam konteks tertentu. Secara umum, tujuan seseorang untuk menjadi anonim bisa
berupa tujuan positif ataupun negatif. Jika dilihat pada makna sederhananya, term anonymity
bermakna tak bernama. Nama bisa menjadi sebuah penanda bagi sebuah entitas. Meski begitu,
8
nama bukan merupakan merupakan sumber identifikasi utama dan bisa bersifat ambigu.
Wallace (1999) menyebutkan penanda lain selain nama bisa berupa social security number
(nomor identitas sosial). Selanjutnya, sebagai sebuah konsep anonimitas harus diartikan
sebagai nonidentifiability (tidak dikenali) dibandingkan dengan namelessness (tak bernama).
Makna kata kedua lebih sebagai salah satu bentuk anonimitas.
Berdasar pada peninjauan oleh Scott (1998), anonimitas merupakan kondisi di mana
seseorang mungkin untuk tidak dikenali, di mana identitas diri seseorang menjadi krusial untuk
menentukan bahwa seseorang dapat dikenali atau tidak. Kondisi anonim menurut Scott bisa
dibuat ke dalam sebuah kontinum, di mana di satu sisi kontinum seseorang bisa sama sekali
tidak dikenali atau diketahui (complete unidentifiability) sampai ke sisi lainnya seseorang bisa
diketahui identitasnya secara keseluruhan (complete identifiability). Kondisi anonim
bergantung pada sampai sejauh mana seseorang dapat diidentifikasi. Wallace (1999)
menambahkan bahwa identifikasi yang dimaksud bisa merupakan identitas asli seseorang
seperti nama, asal daerah, usia, dan sebagainya yang berupa informasi personal seseorang.
Ketika seseorang berlindung dalam kondisi anonim, seseorang berharap untuk tidak dikenali
identitas aslinya.
Frisch dan Peirano (2011) membagi keadaan anonim di internet ke dalam dua tipe,
yakni anonim dan pseudonim. Keadaan anonim seperti telah disebutkan sebelumnya dapat
berupa suatu kontinum di mana pada satu sisi seluruh identitas seseorang dapat diketahui dan
pada sisi lainnya terdapat kondisi di mana seseorang atau suatu pihak tidak dapat dikenali sama
sekali (Scott, 1998). Sementara keadaan pseudonim merupakan keadaan di mana seseorang
memilih menggunakan identitas palsu untuk kepentingan tertentu (Palme & Berglund, 2002).
Faktor anonimitas di internet dapat dipicu oleh dua hal, yang pertama adalah Computer-
Mediated Communication (CMC) (Keisler, Siegel, & McGuire, 1984; Connolly, Jessup, &
Valacich, 1990). CMC berkaitan dengan komunikasi melalui media komputer (atau sekarang
ini internet). CMC memungkinkan komunikasi dengan tidak langsung, di mana komunikasi
diperantarai oleh media-media komunikasi menggunakan internet seperti telepon genggam,
tablet, komputer, dan perangkat teknologi lainnya. Ketika komunikasi dimediasi oleh
perangkat, di mana seseorang tidak bertemu langsung, kondisi anonim bisa muncul. Saat akan
memulai komunikasi di internet, seseorang wajib memasukkan identitas mereka. Pada
kesempatan memasukkan identitas mereka ke internet, seseorang bisa memilih untuk memakai
identitas aslinya atau tidak dan kondisi ini menciptakan anonimitas sampai titik tertentu.
Proses pemasukan (input) data pribadi di internet dapat menjadi faktor kedua pemicu
munculnya kondisi anonim (Suler, 2002). Pada saat akan berinteraksi di suatu situs tertentu di
9
internet, misalnya Facebook, seseorang perlu mendaftar ke dalam situs tersebut. Dalam proses
pendaftaran ke dalam situs tersebut seseorang diminta memasukkan data pribadi yang akan
dapat ditampilkan kepada orang lain (Joinson, 2001). Pada proses ini seseorang memiliki
kendali penuh untuk memberikan data pribadi sepenuhnya atau hanya memberikan sebagian
data.
Joinson (1999) menyebutkan dampak buruk kondisi anonim ketika berinteraksi di
internet. Anonimitas disebutkan menyebabkan deindividuasi dan berkurangnya self-awareness
(kesadaran akan diri). Deindividuasi adalah keadaan di mana identitas diri seseorang melebur
ke dalam sebuah kelompok yang lebih besar (dalam hal ini sesama pengguna internet) dan
menyebabkan perilaku lebih karena apa yang kelompok besar tersebut lakukan dibandingkan
dengan pegangan norma dalam diri orang tersebut. Sementara berkurangnya self-awareness
menyebabkan berkurangnya regulasi diri dan standar internal. Hal ini dikarenakan self-
awareness muncul saat bertemu langsung dengan orang lain, di mana verbal cues (bahasa
tubuhdan bahasa verbal) oleh lawan bicara akan mempengaruhi self-awareness seseorang. Self-
awareness sangat berkaitan dengan munculnya perilaku-perilaku yang bersifat sadar moral dan
aturan serta penerapan kontrol diri seseorang.
Trait Kepribadian
Melalui teori kepribadian Big Five, di dalam kepribadian seseorang terdapat lima
dimensi atau trait utama yang kemudian di dalamnya terdapat subtrait atau facet (Costa &
McRae, 1985). Lima trait utama dalam Big Five adalah Openness to Experience,
Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism. Kelima trait ini secara
keseluruhan membentuk kepribadian seseorang yang utuh. Trait kepribadian disebutkan
merupakan karakteristik pribadi seseorang yang menetap dan muncul dalam berbagai situasi.
Kepribadian bersifat menetap dan tidak banyak berubah dalam kehidupan seseorang (Cervone
& Mischel).
Yang menjadi fokus penelitian ini adalah trait Conscientiousness. Trait kepribadian ini
disebut paling dapat memprediksi kepatuhan seseorang pada aturan bersama di publik yang
membentuk keadaban (Organ & Lingl, 1995). Conscientiousness dideskripsikan sebagai
kontrol impulsi seseorang oleh aturan atau norma sosial yang memfasilitasi perilaku yang
mengarah ke perilaku yang dilandaskan tujuan dan penyelesaian tugas (Costa & McRae, 1985).
Bentuk perilakunya antara lain berpikir sebelum bertindak, menunda mendapatkan reward atau
gratifikasi, mengikuti norma dan aturan, serta memprioritaskan tugas pribadi.
Dalam kaitan antara kepribadian dengan situasi untuk memprediksi munculnya suatu
perilaku dalam suatu konteks situasi spesifik tertentu, Cervone dan Mischel (2002) melakukan
10
pembahasan mengenai hal ini. Cervone dan Mischel sepakat bahwa perilaku seseorang bisa
bervariasi dalam berbagai situasi tertentu, tetapi variasi perilaku tersebut membentuk suatu
pola tertentu yang bersifat tetap. Konsistensi pola perilaku ini yang bisa dijadikan landasan
untuk mengetahui perilaku seseorang. Pada intinya munculnya suatu perilaku tertentu dalam
suatu konteks situasi spesifik sangat bergantung pada dinamika yang dialami dalam intrapsikis
seseorang.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental Randomized Two-Groups Post-
Test dengan membuat dua kelompok perlakuan, yakni kontrol (anonim) dan kondisi (tidak
anonim) untuk melihat pengaruh variabel independen (anonimitas) terhadap variabel dependen
(perilaku civil di internet). Desain penelitian berupa pengaruh anonimitas kepada perilaku civil
seseorang di internet dengan moderasi trait kepribadian. Penelitian ini memiliki formulasi 2
(kondisi anonim vs kondisi tidak anonim) x 1 (perilaku civil berkomentar di internet).
Penelitian ini membagi partisipan ke dalam dua kelompok setara, sehingga memiliki desain
Randomized Two Groups Design, dengan metode pengukuran post-test. Tipe instrumen
penelitian menggunakan skenario hipotetikal di mana instruksi yang diberikan dalam
instrumen penelitian menjadi pegangan bagi artisipan dalam mengerjakan instrumen penelitian
dan berguna memberikan perlakuan manipulasi di dalamnya
Terdapat dua masalah operasional yang akan diterangkan melalui analisis statistika
hipotesis. Berikut merupakan masalah operasional penelitian.
a. Apakah trait kepribadian Conscientiousness signifikan secara statistik menurunkan
efek anonimitas dalam pengaruh anonimitas kepada perilaku civil seseorang saat
berkomentar di situs berita online?
b. Apakah trait kepribadian Conscientiousness signifikan secara statistik menaikkan efek
anonimitas dalam pengaruh anonimitas kepada perilaku civil seseorang saat
berkomentar di situs berita online?
Randomisasi dilakukan dengan cara partisipan diminta untuk memilih di antara dua
opsi yang lebih mereka sukai, yakni antara telor ceplok atau telor dadar. Partisipan yang
memilih telor ceplok akan mendapatkan instrumen dengan perlakuan anonim dan partisipan
yang memilih telor dadar akan medapatkan instrumen dengan perlakuan tidak anonim. Dalam
penelitian ini kondisi anonim sebagai Independent Variable (IV) dijadikan dua bentuk
manipulasi, yakni kondisi anonim dan kondisi non-anonim. Kondisi anonim dijadikan
11
kelompok kontrol dan ditampilkan dengan kondisi bahwa partisipan yang ingin berkomentar
atau melaporkan komentar di dalam ilustrasi tidak perlu mendaftar ke situs dan bisa langsung
memberikan komentar. Identitas yang tertampilkan adalah urutan komentar partisipan. Misal
jika partisipan merupakan komentator kedua, maka identitas yang akan muncul adalah
‘Komentator 2’.
Sementara untuk kondisi non-anonim dijadikan kelompok kondisi. Dalam instrumen
jika partisipan ingin membuat atau melaporkan suatu komentar di ilustrasi maka partisipan
harus login (mendaftar) ke dalam situs menggunakan akun Gmail atau Facebook. Akun Gmail
dan Facebook mengandung data pribadi masing-masing penggunanya, sehingga jika partisipan
ingin berkomentar atau melaporkan komentar data pribadi mereka akan masuk ke dalam situs
berita di ilustrasi dan konsekuensinya data diri partisipan bisa diketahui oleh komentator lain
di dalam ilustrasi situs berita tersebut.
Dalam penelitian ini perilaku civil atau incivil akan ditampilkan dalam bentuk respon
yang dipilih subyek penelitian berdasarkan opsi yang diberikan. Terdapat dua opsi civil dan
dua opsi incivil. Opsi civil berupa melaporkan komentar negatif kepada Admin Situs dan
mengingatkan komentator lain untuk berkomentar dengan lebih sopan. Sementara opsi incivil
berupa ikut memberikan komentar bernada ejekan/kritik/negatif/rasisme dan menyerang
komentator lain. Terdapat pula opsi ‘Lainnya’ yang dapat diisi oleh partisipan dan kemudian
akan dikategorikan sebagai civil, incivil, atau netral berdasarkan keputusan rater. Ilustrasi yang
ditampilkan berupa judul berita dengan kolom komentarnya, di mana terdapat beberapa
komentator lain yang memberikan komentar-komentar bernada negatif (menciptakan situasi
incivil).
Pengukuran trait kepribadian Conscientiousness menggunakan BFI-44 yang
merupakan versi singkat dari Big Five Ocean oleh Costa & McRae (1985) berjumlah total 44
item. Dari 44 item tersebut hanya diambil 9 item yang mengukur trait Conscientiousness saja.
Partisipan mengisi kuesioner kepribadian ini berdasarkan pada kesesuaian pernyataan pada
kepribadian partisipan. Berikut di bawah ini merupakan contoh item dan hasil uji coba
reliabilitas alat ukur trait kepribadian Conscientiousness dari BFI-44.
Kelompok perlakuan anonim pada awal penelitian akan diberikan instruksi jika ingin
memberikan atau melaporkan komentar oleh komentator lain di dalam ilustrasi, maka
partisipan dapat langsung melakukannya tanpa harus mendaftar ke situs. Ketidakharusan
mendaftar ke dalam situs memberi implikasi bahwa identitas partisipan sebagai pemberi
komentator atau pelapor komentator tetap tidak diketahui oleh komentator lain atau anonim.
Sementara kelompok yang mendapatkan perlakuan tidak anonim pada awal penelitian akan
12
diberikan instruksi bahwa jika partisipan ingin memberikan atau melaporkan suatu komentar
maka partisipan wajib mendaftar ke dalam situs menggunakan akun Gmail atau Facebook
mereka. Hal ini memberi implikasi bahwa identitas mereka dapat diketahui oleh orang lain jika
ingin berespon terhadap situasi di dalam ilustrasi tersebut.
Selanjutnya kedua kelompok akan diberi enam ilustrasi yang menggambarkan berbagai
kondisi incivility yang mungkin muncul di dalam papan komentar suatu situs berita online.
Kondisi incivility yang ditampilkan adalah komentator-komentator yang berkata, kata kasar,
komentator-komentator memberikan komentar rasis, komentator-komentator memberi
koemntar gosip dan fitnah, serta komentator yang memberikan ancaman kepada komentator
lainnya. Kondisi incivility ini didasarkan oleh alat ukur civility online oleh Clark (2012).
Partisipan lalu kemudian diminta untuk memberi respon berdasarkan situasi-situasi tersebut,
yang kemudian respon tersebut akan dinilai sebagai perilaku civil, incivil, atau netral.
Penelitian ini menggunakan konteks perilaku berkomentar di dalam situs berita sebagai
situasinya. Sampel penelitian ini akan difokuskan kepada pemakai internet usia minimal remaja
akhir. Penelitian dilaksanakan di Depok dengan partisipan mengikuti penelitian di wilayah
Kampus UI, Depok dengan sampel penelitian adalah orang dengan usia minimal berusia 18
tahun dan pernah berkomentar di situs online. Usia minimal 18 tahun dimaksudkan sebagai
usia termuda yang masuk dalam kategori millenial (Leavitt & Peacock, 2014)). Usia dalam
kategori millenial lahir pada era 1990-an di mana orang-orang yang lahir pada era tersebut
merupakan pengguna utama media internet (Pew Research Center, 2013). Syarat pernah
berkomentar di situs online adalah agar partisipan yang mengikuti penelitian ini familiar
dengan cara kerja berkomentar di sebuah situs online.
Teknik pengambilan sampel adalah incidental atau convenience sampling, di mana
peneliti mencari partisipan yang mudah didapat (Gravetter & Forzano, 2012) tetapi masih
masuk dalam kriteria partisipan. Keterbatasan peneliti dalam mengadministrasikan penelitian
membuat pencarian partisipan yang sesuai dengan kriteria tidak bisa terlalu jauh dari lokasi
peneliti menetap, yakni wilayah Kampus UI, Depok. Peneliti meminta calon partisipan untuk
menjalankan penelitian di tempat yang ditentukan oleh peneliti.
Pada instrumen penelitian terdapat 6 ilustrasi untuk menggambarkan masing-masing
bentuk incivility apa yang yang akan menjadi bahan respon partisipan. Dari masing-masing
ilustrasi, partisipan akan diberikan pertanyaan, “Bila saat Anda sedang membaca artikel berita
Anda menemukan situasi seperti yang tergambarkan di ilustrasi di atas, apa yang akan Anda
lakukan?” Partisipan kemudian akan menjawab sesuai pilihan yang tersedia dan kemudian
diminta untuk menuliskan alasan pemilihan jawaban. Pilihan jawaban terdiri dari 2 perilaku
13
civil dan 2 perilaku civil berserta pilihan lainnya yang akan dinilai oleh rater apakah masuk
sebagai perilaku civil, netral, atau incivil.
Tabel 3.6.3. Ilustrasi Pertanyaan Civility
Pertanyaan Opsi Jawaban
Bila saat Anda sedang membaca sebuah artikel
menemukan pengguna lain memberikan komentar
seperti tertera dalam ilustrasi di atas, apa yang akan
Anda lakukan?
A. Ikut memberi komentar
bernada ejekan/kritik/rasisme
B.Melaporkan komentar-komentar
tersebut ke Admin Situs
C.Menyerang salah satu
komentator
D.Mengingatkan Komentator lain
untuk memberi komentar dengan
lebih sopan
E.Lain-lain (sebutkan):___
Mengapa Anda melakukan hal tersebut? Jawaban:____
Pilihan A. dan C. merupakan pilihan respon perilaku civil, sementara pilihan B. dan D.
merupakan pilihan respon perilaku incivil. Terdapat pilihan ‘E. Lainnya (sebutkan)’ di mana
partisipan dapat mengisi sendiri pilihan jawaban di luar kemungkinan keempat pilihan tersebut.
Opsi jawaban lainnya akan dinilai oleh rater (penilai) independen untuk masuk ke dalam
kategori ‘civil’, ‘incivil’, atau ‘netral’. Rater akan menilai opsi-opsi tersebut melalui panduan
yang diberikan oleh peneliti. Sistem skoring yang dibuat untuk masing-masing kategori adalah:
Civil : 2
Netral : 1
Incivil : 0
Pilihan jawaban A. dan C sebagai perilaku civil akan dinilai 2 dalam sistem penilaian
perilaku civil. Sementara untuk pilihan B. dan D. akan dinilai 0 dalam sistem penilaian. Pada
akhirnya, semakin tinggi nilai civility masing-masing partisipan akan menunjukkan tingkat
civility partisipan yang tinggi pula (semakin tinggi skor semakin dinilai civil).
14
Ilustrasi yang dipakai di dalam penelitian menggunakan headline suatu berita nasional
yang sedang populer. Keenam judul berita tersebut berasal dari berbagai tema, seperti politik,
keamanan, selebritas, dan kosmopolitan. Pemilihan judul berita dipilih dari berbagai tema agar
diusahakan dapat mencakup seluruh minat dari partisipan dan isu yang dibahas oleh judul berita
memang diketahui dan dipahami oleh seluruh partisipan. Jumlah ilustrasi yang dipakai enam
karena berdasarkan alat ukur Clark (2012) terdapat enam situasi incivility yang bisa ditemukan
saat berkomentar di internet dan keenam situasi tersebut setara. Perilaku-perilaku incivil dalam
berkomentar di internet tersebut adalah menghina, mengucapkan kata-kata kasar, berperilaku
rasis, serta mengancam sesama komentator.
Dalam alat ukur civility terdapat opsi ‘Lainnya’ di luar empat opsi utama. Opsi
‘Lainnya’ ini dapat diisi oleh partisipan menggunakan kata-kata partisipan sendiri dan
kemudian menyertakan alasannya. Opsi ‘Lainnya’ ini akan dinilai secara kuantitatif oleh 3
orang rater (penilai) untuk dikategorikan sebagai perilaku ‘civil’, ‘incivil’, atau ‘netral’ seperti
telah dijelaskan sebelumnya. Analisis reliabilitas alat ukur trait kepribadian Conscientiousness
menggunakan Cronbach-Alpha. Sementara pengukuran peran moderasi trait kepribadian
Conscientiousness ke dalam pengaruh variabel independen (anonimitas) kepada variabel
dependen (perilaku civil) menggunakan teknik statistik Regresi dalam Prosesor Macro Hayes
SPSS.
Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang diambil dari hasil penelitian didapatkan skor civility
antarkelompok perlakuan. Skor civility semakin tinggi menunjukkan tingkat civility partisipan
yang semakin tinggi pula. Di bawah ini terdapat tabel yang menjelaskan perbedaan mean skor
civility kelompok yang mendapatkan perlakuan anonim dengan kelompok yang mendapatkan
perlakuan tidak anonim. Kelompok anonim mendapatkan mean skor yang lebih tinggi yakni
8.91 dibandingkan dengan mean skor kelompok tidak anonim sejumlah 8.47 pada n total
sejumlah 71.
Tabel 4.2. Perbandingan Mean Skor Civility Antarkelompok Perlakuan
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Anonim 37 8.9189 2.68099 .44075
Non-Anonim 34 8.4706 2.46472 .42270
15
Dengan menggunakan analisis statistik Regresi lewat aplikasi Macro Hayes di SPSS
didapatkan hasil yang tergambarkan dalam Tabel 4.3.1.
Tabel 4.3.1. Hasil Analisis Statistik Variabel Independen dan Dependen dengan Moderasi
Variabel Kepribadian
Summary of Regression Analysis for Civility Scores (N=71)
Variable coeff se t Sig. (p) LLCI ULCI
constant 8.7838 .3240 27.1067 .0000 8.1370 9.4306
Keprib -.0075 .0585 -.1290 .8977 -.1243 .1092
Anonim -.4599 .6492 -.7084 .4812 -1.7557 .8359
int_1 .0962 .1177 .8168 .4169 -.1388 .3312
Note.
R-sq= .0183
Dari tabel di atas dapat diketahui sejumlah kesimpulan sebagai berikut. Skor
signifikansi pengaruh variabel anonimitas terhadap skor civility rendah (tidak signifikan) pada
angka .4812 di mana batas signifikansi adalah tidak lebih dari .05. Dari sini dapat
diinterpretasikan bahwa pengaruh anonimitas pada kedua kelompok perlakuan tidak berbeda
jauh dan selanjutnya dapat dikatakan bahwa perlakuan anonimitas dalam penelitian ini tidak
mempengaruhi civility partisipannya. Nilai signifikansi trait kepribadian Conscientiousness
sebagai prediktor perilaku civil adalah .8977 dengan batas signifikansi tidak lebih dari .05. Hal
ini berarti variabel trait kepribadian Conscientiousness tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku civil seseorang di internet.
Pembahasan
Dari 101 partisipan yang mengikuti penelitian, 71 partisipan berhasil lolos
manipulation check identitas baik yang di dalam kelompok anonim maupun tidak anonim yang
berarti perlakuan yang diberikan dalam penelitian dapat diasumsikan bekerja pada partisipan.
Hal ini dapat dibuktikan dengan kemampuan partisipan menjawab pertanyaan yang berkaitan
dengan identitas mereka di dalam tiap ilustrasi penelitian. Keberhasilan menjawab pertanyaan-
16
pertanyaan tersebut akan mengindikasikan bahwa manipulasi bekerja pada partisipan. Data
sejumlah 71 buah yang berhasil lolos manipulation check identitas menjadi data yang dipakai
dalam analisis.
Sampai pada tahap ini peneliti cukup yakin bahwa perlakuan yang diberikan kepada
partisipan yang berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan manipulation check dengan benar
bekerja pada partisipan. Yang menjadi kelemahan terkait dengan kondisi anonim penelitian
adalah bahwa partisipan diminta untuk mengisi beberapa data diri di awal penelitian. Hal ini
mengurangi situasi anonim bagi kelompok yang mendapatkan perlakuan anonim dan turut
membantu mengurangi perlakuan yang diberikan. Hal ini salah satunya yang mungkin
menyebabkan skor civility kelompok anonim dan kelompok tidak anonim tidak berbeda jauh.
Berkaitan dengan kondisi partisipan saat penelitian diadministrasikan, kondisi ideal
yang diinginkan adalah penelitian dilakukan dengan keadaan partisipan tidak terganggu oleh
faktor eksternal apapun seperti kebisingan atau berkomunikasi dengan orang lain sehingga
mengurangi fokus partisipan saat mengerjakan. Pada penerapan langsung di lapangan,
administrasi penelitian yang diadakan di Kantin Lama (Kanlam) serta Selasar Gedung D
Psikologi UI ternyata dapat memberi gangguan eksternal tersebut kepada partisipan. Saat
penelitian diadakan di tempat-tempat tersebut, beberapa partisipan berkomunikasi dengan
teman-temannya ataupun menggunakan alat komunikasi telepon genggam sehingga bisa saja
konsentrasinya tidak penuh dalam menjalankan penelitian.
Kelemahan metodologis lain juga terdapat pada judul berita dalam tiap ilustrasi. Saat
analisis data dilakukan cukup banyak ditemukan partisipan memilih jawaban ‘Lainnya’ dengan
jawaban kualitatif yang menyebutkan bahwa mereka cenderung untuk tidak peduli atau
mengabaikan situasi yang tergambarkan di dalam ilustrasi karena menurut mereka judul berita
tidak menarik (lihat Tabel 4.2.2. dan Tabel 4.2.4.). Judul-judul berita yang digunakan
merupakan headline berita nasional sehingga diasumsikan mencakup minat kebanyakan warga
Indonesia. Meski begitu ternyata masih banyak ditemukan kekurangan minat kepada berita
dalam ilustrasi sehingga kurang tertampilkan respon positif atau negatif mereka karena perilaku
mereka cenderung netral.
Berkaitan dengan repon yang diberikan oleh partisipan yang banyak menunjukkan
keengganan berperilaku civil atau tidak civil, hal ini bisa terjadi karena opsi yang diberikan
berupa pilihan ganda di mana partisipan diminta memilih salah satu dari berbagai opsi yang
disediakan oleh peneliti. Dengan asumsi bahwa partisipan tertarik memberi respon civil atau
incivil, akan lebih baik apabila partisipan bisa mencantumkan sendiri apa yang akan dilakukan
jika tertarik merespon situasi di dalam ilustrasi tersebut. Dengan begitu partisipan tidak terbatas
17
menjawab hanya yang disediakan oleh peneliti di mana hal ini bisa menunjukkan social
desirability tertentu oleh partisipan dan tidak bisa menggambarkan dengan pasti respon
sebenarnya yang ingin ditampilkan oleh partisipan.
Dalam penelitian ini pemilihan judul artikel berita dalam tiap ilustrasi didasarkan pada
popularitas isu berita yang sedang marak dibahas oleh media-media nasional. Peneliti juga
mencoba mengimbangi tema artikel berita yang dipakai dalam ilustrasi agar tidak monoton,
yakni politik, keamanan, selebritas, dan kriminalitas agar bisa menjangkau minat berbagai latar
belakang partisipan. Setelah melihat gambaran umum respon partisipan didapatkan kesimpulan
bahwa partisipan cenderung lebih mau bereaksi (baik positif maupun negatif) pada judul berita
yang mereka minati atau mengerti. Pada artikel di luar minat mereka partisipan akan cenderung
berespon diam saja atau tidak peduli. Hal ini bisa menjadi salah satu alasan mengapa skor
civility partisipan dalam kedua kelompok sama.
Kesimpulan
Setelah melalui proses analisis statistika didapatkan kesimpulan bahwa hipotesis
alternatif tidak diterima karena pengaruh variabel independen (anonimitas) tidak signifikan
terhadap variabel dependen (perilaku civil di internet), sehingga tidak bisa dilihat peran
moderasi oleh trait kepribadian Conscientiousness. Kesimpulan yang dapat diambil adalah
variabel anonimitas dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku civil
partisipan karena mean skor kedua kelompok tidak berbeda jauh. Meski lolos manipulation
check ternyata tetap saja pengaruh perlakuan anonim dalam penelitian ini rendah dan tidak
menimbulkan perbedaan dengan kelompok tidak anonim.
Saran
Jika melihat bahwa hasil penelitian tidak signifikan maka belum dapat diambil
kesimpulan secara teoretik. Jika memang hasil penelitian signifikan maka penelitian ini
mungkin dapat melihat peran moderasi trait kepribadian Conscientiousness dalam pengaruh
anonimitas kepadaa perilaku civil di internet. Berangkat dari ini maka peneliti akan dapat
melihat bahwa salah satu dari kelima trait kepribadian dapat memiliki peran tertentu dalam
perilaku seseorang saat berinteraksi di internet. Penelitian selanjutnya mungkin dapat melihat
peran moderasi dari trait kepribadian yang lain dari empat dimensi lain Big Five Factor
Personality Costa dan McRae (1985) yang mungkin dapat memberikan efek moderasi tertentu.
Penelitian ini dilakukan dengan mayoritas sampel adalah mahasiswa. Penelitian
selanjutnya yang ingin membahas mengenai hal serupa bisa menggunakan kriteria sampel yang
lebih luas agar dapat menggali lebih banyak kesimpulan. Mayoritas sampel mahasiswa belum
18
dapat menggambarkan keadaan nyata di internet bahwa perilaku incivil masih sangat banyak
terjadi di sana terlepas dari kondisi situs baik anonim maupun tidak anonim saat seseorang
berinteraksi di dalamnya.
Dalam pemilihan judul berita yang akan dipakai dalam ilustrasi penelitian, peneliti
mencari topik-topik yang sedang hangat dibahas oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan
serta memilih untuk memberi variasi terhadap tema berita dalam ilustrasi. Ternyata hal ini
belum cukup membuat semua partisipan mau memberikan respon baik positif maupun negatif
terhadap artikel berita. Yang bisa disarankan untuk penelitian terkait selanjutnya adalah
perlunya survey terhadap minat isu berita yang akan dipakai dalam penelitian agar partisipan
lebih mau memberikan reaksi terhadap stimulus yang diberikan dalam instrumen penelitian.
Pada mayoritas partisipan mereka masih berhasil lolos manipulation check yang
diberikan peneliti, di mana peneliti dapat mengasumsikan bahwa perlakuan yang diberikan ke
dalam masing-masing kelompok penelitian bekerja. Meski begitu peneliti menyarankan untuk
menggunakan instrumen di mana partisipan tidak hanya membayangkan tetapi benar-benar
berperilaku dalam keadaan anonim ataupun tidak anonim. Mungkin bisa dibuat dalam metode
aplikasi di mana seseorang dapat benar-benar berinteraksi membahas suatu masalah dalam
keadaan anonim atau tidak anonim dan dilihat perilakunya akan cenderung lebih civil atau
incivil. Peneliti menyarankan menggunakan instrumen penelitian di mana ada interaksi nyata
dengan orang lain dalam kelompok perlakuan yang sama dibandingkan hanya membayangkan
suatu situasi tertentu.
Daftar Referensi
Bannister, J. & O’Sullivan, A. (2013). Civility, Community Cohesion and Antisocial
Behaviour: Policy and Social Harmony. Jnl Soc. Pol., 42, 1, 91–110
Barber, B. R. (1984). Strong Democracy: Participatory Politics for a New Age. Berkeley:
University of California Press.
Bejan, T. M. (2013). Mere Civility: Toleration and its Limits in Early Modern England and
America. ProQuest
Boyd, R. (2006). The value of Civility. Urban Studies, Vol. 43, Nos 5/6, 863-878
Cervone, D. & Mischel, W. (2002). Advances in Personality Science. New York: The Guilford
Press
Connolly, T., Jessup, L. M., & Valacich, J. S. (1990). Effects of Anonymity and Evaluative
Tone on Idea Generation in Computer-Mediated Groups. Management Science, Vol. 36,
No. 6, pp. 689-703
19
Costa, P. T., & McCrae, R. R. (1985). The NEO Personality Inventory manual. Odessa, FL:
Psychological Assessment Resources.
Elias, N. (1939). The Civilizing Process. Oxford: Blackwell
Frisch, B. & Peirano, D. J. (2011). Mask of Technology: How the Perceived Anonymity of
Technology Affects Ethical Decisions. Ethics in an Age of Technology ECS 188
Fyfe, N., Bannister, J., and Kearns, A. (2006). (In)civility and the City. Urban Studies, Vol.
43, Nos 5/6, 853–861
Gravetter, F. J., Forzano, L. B. (2012). Research Methods for the Behavioral Sciences 4th
Edition. Belmont, CA: Cengage Learning
h, R. & Acquisti, A. (2005). Information Revelation and Privacy in Online Social
Networks. Workshop on Privacy in the Electronic Society (WPES)
Keisler, S., Siegel, J., & McGuire, T. W. (1984). Social Psychological Aspects of Computer-
Mediated Communication. American Psychologist. Vol. 39, No. 10, 1123-1134
KRC Research. (2014). Civility in America. Retrieved from
https://www.webershandwick.com/uploads/news/files/civility-in-america-2014.pdf
Joinson, A. N. (2001). Self-disclosure in computer-mediated communication:
The role of self-awareness and visual anonymity. European Journal of Social
Psychology Eur. J. Soc. Psychol. 31, 177±192
Joinson, A. N. (1999). Social Desirability, Anonymity, and Internet-based questionnaires.
Behavior Research Methods, Instruments and Computers, 1999, Vol 31, 3, pp.433-438
Leavitt, P. & Peacock, C. (2014). Civility, Engagement, and Online Discourse: A Review of
Literature. National Institute for Civil Discourse
Lee, H. (2005). Behavioral Strategies for Dealing with Flaming in an Online Forum. Source:
The Sociological Quarterly, Vol. 46, No. 2
McCrae, R. R., & Costa, P. T., Jr. (1987). Validation of the five-factor model of personality
across instruments and observers. Journal of Personal and Social Psychology, 52, 81-
90.
Meyer, M. J. (2000). Liberal civility and the civility of etiquette: Public ideals and personal
lives. Social Theory and Practice; Spring 26, 1: 69
Milgram, S. (1970). The experience of living in cities. Science, 167, 1461-1468.
Mischel, W. (1968). Personality and assessment. New York: Wiley
Moser, G. & Corroyer, D. (2001). Politeness in the Urban Environment is City Life Still
Synonymous With Civility? Environment and Behavior, Vol. 33 No. 5, 611-625
20
Organ, D. W. & Lingl, A. (1995) Personality, Satisfaction, and Organizational Citizenship
Behavior. The Journal of Social Psychology, 135:3, 339-350
Palme, J. and Berglund, M. (2002). Anonymity on the Internet. Information Systems Security
9.4: 04–12.
Papacharissi, Z. (2004). Democracy online: Civility, politeness, and the democratic potential
of online political discussion groups. New media & society, Vol6(2):259–283
Pew Research Center. (2013). Amid criticism, media’s ‘watchdog’ Role stands out. Retrieved
From http://www.people--‐press.org/2013/08/08/amid--‐criticism--‐support--‐for--‐
medias--‐watchdog--‐role--‐stands--‐out/
Pinsoneault, A. & Heppel, N. (1998). Anonymity in Group Support Systems Research: A
New Conceptualization, Measure, and Contingency Framework. Journal of
Management Information Systems, Vol. 14, No. 3
Rehm, J. R., Steinleitner, M., & Lilli, W. (1987). Wearing uniforms and aggression: A field
experiment. European Journal of Social Psychology, 17, 357-360.
Santana, A. D. (2013). Virtuous or Vitriolic: The effect of anonymity on online newspaper
reader comment boards. Journalism Practice
Scott, C. R. (1998). Reveal or not to reveal: A theoretical model of anonymous communication.
Communication Theory, 8, 381-407.
Suler, J. R. (2004). The Online Disinhibition Effect. Cyberpsychology & Behavior: 7 (3)
Suler, J. R. (2002). Identity Management in Cyberspace. Journal of Applied Psychoanalytic
Studies, Vol. 4 (4), 455-459
Wallace, K. A. (1999). Anonymity. Ethics and Information Technology:1, 1
Wang, G., Wang, B., Wang, T., Nika, A., Zheng, H., & Zhao, B. Y. (2014). Whispers in the
dark: Analyzing an anonymous social network. In Proceedings of the 2014 conference
on Internet measurement conference. ACM.
White, M. (2006). An Ambivalent Civility. Canadian Journal of Sociology: 31, 4