thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · web viewresponden dari penelitian ini...

38
INFLUENCE THE LEVEL OF KNOWLEDGE AND ATTITUDES OF NURSES TOWARD IMPLEMENTATION OF STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) OF INFUSION IN RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL 1 Qurratul Aini, 2 Muhammad Firdaus Master of Hospital Management Muhammadiyah University of Yogyakarta ABSTRACT Most of action for infusion in the emergency department. Action of infusion more frequently performed by nurses and should be in accordance with standard operating procedures (SOP). The occurrence of plebitis incident, swollen, and trauma of due to repeated infusion is result of actions that do not prioritize of the patient safety. The purpose of research is knowing influence the level of knowledge and attitudes of nurses toward the implementation of Standard Operating Procedures in infusion. This research used descriptive quantitative research methods with cross sectional. The respondent of it is nurses working in the emergency department of RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data was collected using a questionnaires and observation. The analytical tool used are univariate, bivariate, and multivariate. Results is the level of knowledge most of nurses in good category (80,00%), the attitude of most of the nurses has a good category (53,33%) and the application of standard operating procedures infusion majority of categories has been implemented (53,33%). There is a relationship between the level of knowledge and the application of standard operating procedures (p<0,05). There is a relationship between the attitude and the application of standard operating procedures (p<0,05). The magnitude of the influence level of knowledge and attitudes of nurses toward the implementation of SOP for 53,4% (R Square) while the remaining 46,6% is explained by other variables. Conclusion is there is influence between knowledge and attitude toward the implementation of standard operating procedures of infusion in RS PKU Muhammadiyah Bantul. The suggestion is the hospital should be providing the instrument of infusion accordance 1

Upload: buituyen

Post on 30-Apr-2018

213 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

INFLUENCE THE LEVEL OF KNOWLEDGE AND ATTITUDES OF NURSES TOWARD IMPLEMENTATION OF STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) OF INFUSION IN RS PKU MUHAMMADIYAH

BANTUL

1Qurratul Aini, 2Muhammad Firdaus Master of Hospital Management

Muhammadiyah University of Yogyakarta

ABSTRACT

Most of action for infusion in the emergency department. Action of infusion more frequently performed by nurses and should be in accordance with standard operating procedures (SOP). The occurrence of plebitis incident, swollen, and trauma of due to repeated infusion is result of actions that do not prioritize of the patient safety. The purpose of research is knowing influence the level of knowledge and attitudes of nurses toward the implementation of Standard Operating Procedures in infusion. This research used descriptive quantitative research methods with cross sectional. The respondent of it is nurses working in the emergency department of RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data was collected using a questionnaires and observation. The analytical tool used are univariate, bivariate, and multivariate. Results is the level of knowledge most of nurses in good category (80,00%), the attitude of most of the nurses has a good category (53,33%) and the application of standard operating procedures infusion majority of categories has been implemented (53,33%). There is a relationship between the level of knowledge and the application of standard operating procedures (p<0,05). There is a relationship between the attitude and the application of standard operating procedures (p<0,05). The magnitude of the influence level of knowledge and attitudes of nurses toward the implementation of SOP for 53,4% (R Square) while the remaining 46,6% is explained by other variables. Conclusion is there is influence between knowledge and attitude toward the implementation of standard operating procedures of infusion in RS PKU Muhammadiyah Bantul. The suggestion is the hospital should be providing the instrument of infusion accordance with the principles of safety and alertness in the application of standard operating procedures of infusion.

Keyword: Level of Knowledge, Attitude, Implementation of Standard Operating Procedures of Infusion1. Lecture of Master Program of Hospital Management, Muhammadiyah

University of Yogyakarta2. Student of Master Program of Hospital Management, Muhammadiyah

University of Yogyakarta

1

Page 2: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP PENERAPAN STANDAR PROSEDUR

OPERASIONAL (SPO) PEMASANGAN INFUSDI RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

1Qurratul Aini, 2Muhammad Firdaus Pascasarjana Manajemen Rumah Sakit

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRAK

Tindakan paling banyak untuk pemasangan infus adalah di Instalasi Gawat darurat. Tindakan pemasangan infus lebih sering dilakukan oleh perawat dan harus sesuai dengan standart prosedur operasional (SPO).Terjadinya kejadian plebitis, bengkak, dan trauma akibat pemasangan infus yang berulang- ulang adalah akibat tindakan pemasangan infus yang tidak mengutamakan patient safety. Tujuan penelitian adalah mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan Standar Prosedur Operasional dalam pemasangan infus. Penelitian ini menggunakan penenlitian metode deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Responden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Alat analisis yang digunakan adalah univariat, bivariat dan multivariat. Hasil menunjukkan tingkat pengetahuan perawat sebagian besar dalam kategori baik (80,00%), sikap perawat sebagian besar mempunyai kategori baik (53,33%) dan penerapan SPO pemasangan infus sebagian besar mempunyai kategori telah melaksanakan (53,33%). Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan penerapan SPO pemasangan infus (p<0,05). Ada hubungan antara sikap dan penerapan SPO pemasangan infus (p<0,05). Besanya pengaruh tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan SPO sebesar 53,4% (R square) sedangkan sisanya sebesar 46,6% dijelaskan oleh variabel-variabel lain. Kesimpulannya terdapat pengaruh antara pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan standart prosedur operational (SPO) pemasangan infus di RS PKU Muhammadiyah Bantul. Sarannya adalah Rumah Sakit hendaknya menyediakan instrumen pemasangan infus sesuai ketentuan serta memperhatikan prinsip keselamatan dan kewaspadaan dalam penerapan SPO pemasangan infus.

Kata kunci: Tingkat pengetahuan, Sikap, SPO pemasangan infus1. Dosen Pascasarjana Program Manajemen Rumah Sakit, Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta2. Mahasiswa Pascasarjana Program Manajemen Rumah Sakit, Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

2

Page 3: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

PENDAHULUAN

Pelayanan keperawatan

dilakukan dalam upaya

meningkatkan derajat kesehatan,

mencegah penyakit, penyembuhan,

pemulihan, serta pemeliharaan

kesehatan dengan pelaksanaan pada

upaya pelayanan kesehatan utama

untuk memungkinkan setiap

penduduk mencapai kemampuan

hidup sehat dan produktif yang

dilakukan sesuai dengan wewenang,

tanggung jawab dan etika profesi

keperawatan1. Ciri utama pelayanan

keperawatan didasari ilmu

pengetahuan dengan menggunakan

metode pemecahan masalah yaitu

proses keperawatan yang meliputi

pengkajian (assesment), diagnosa

keperawatan (nursing diagnosis),

perencanaan (planning), pelaksanaan

(implementation), dan evaluasi

(evaluation).

Salah satu tindakan invasif

yang paling sering dilakukan di

rumah sakit ialah pemasangan infus.

Infus sebagai salah satu terapi

intravena merupakan prosedur yang

paling sering dilakukan di seluruh

rumah sakit di dunia2. Peran perawat

dalam pemasangan infus terutama

dalam melakukan tugas delegasi,

dapat bertindak sebagai care giver,

dimana mereka harus memiliki

pengetahuan tentang bidang praktik

keperawatan yang berhubungan

dengan pengkajian, perencanaan,

implementasi, dan evaluasi dalam

pemasangan infus. Pemasangan infus

diinstruksikan oleh dokter tetapi

perawatlah yang bertanggung jawab

pada pemberian serta

mempertahankan terapi tersebut pada

pasien3. Peran perawat dalam

pemasangan infus bukan hanya untuk

pemberian agen medikasi, tetapi

lebih luas meliputi pemasangan alat

akses IV, perawatan, monitoring, dan

yang paling penting adalah

pencegahan infeksi4.

Keterlibatan perawat dalam

pemasangan infus memiliki implikasi

tanggung jawab dalam mencegah

terjadinya komplikasi plebitis dan

ketidaknyamanan pada pasien,

terutama dalam hal keterampilan

pemasangan kanula secara aseptik

dan tepat, sehingga mengurangi

risiko terjadinya kegagalan

pemasangan, selain itu juga harus

menguasai tentang regimen

pengobatan. Oleh karena itu, perawat

3

Page 4: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

harus memiliki kompetensi klinik

dari semua aspek terapi infus5.

Royal College of

Nursing/RCN6 memberikan standar

tentang teori dan praktek terapi infus

yang harus dikuasai oleh perawat

meliputi: aspek legal dan profesional

pemasangan infus; anatomi fisiologi

akses vaskuler; farmakologi cairan

dan obat intravena; komplikasi lokal

dan sistemik; prinsip pengendalian

infeksi; penggunaan peralatan terapi

infus; prosedur pemasangan infus;

perawatan infus; pencegahan

komplikasi; pengelolaan komplikasi.

Dengan pengetahuan pengetahuan

tersebut, maka perawat diharapkan

mempunyai critical thinking dalam

pengambilan keputusan berkaitan

dengan tindakannya.

Berbagai intervensi atau

tindakan yang harus dilakukan untuk

mencegah terjadinya infeksi

nosokomial plebitis pada pasien yang

akan atau sudah terpasang infus

merupakan suatu bentuk dari

perilaku. Perilaku itu sendiri

dipengaruhi oleh faktor

predispoding, faktor enabling, dan

faktor reinforcing. Faktor

predisposing yaitu meliputi

pengetahuan, sikap, tradisi, dan nilai.

Faktor enabling terdiri dari

ketersediaan sarana prasarana,

sedangkan faktor reinforcing berupa

peraturan, UU, sikap dan perilaku

tenaga kesehatan lain7. Apabila

perilaku didasari oleh pengetahuan,

kesadaran serta sikap yang positif

maka perilaku tersebut akan bersifat

langgeng7. Kurangnya pengetahuan

terhadap suatu objek tertentu karena

kurangnya informasi yang

didapatkan.

Selain pengetahuan tentang

penatalaksanaan, yang paling penting

yang harus dimiliki oleh perawat

adalah pengetahuan tentang

keselamatan pasien (patient safety).

Pengetahuan ini berkaitan dengan

bagaimana mencegah terjadinya

kerugian bagi pasien selama

pengobatan dan perawatan. Salah

satu tindakan patient safety dalam

penatalaksanaan infus adalah

melakukan tindakan pemasangan

infus berdasarkan Standar

Operasional Prosedur (SOP) yang

sudah ditetapkan. Terjadinya

komplikasi plebitis, bengkak, dan

trauma akibat pemasangan infus

yang berulangulang, adalah akibat

4

Page 5: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

tindakan pemasangan infus yang

tidak mengutamakan patient safety.

Hal ini menyebabkan pasien akan

dirugikan, karena rentang waktu

rawat inap pasien akan bertambah

panjang5.

Hal-hal yang

direkomendasikan untuk dilakukan

dan tidak dilakukan berkaitan dengan

pemasangan infus yang meliputi

mengikuti pendidikan dan pelatihan

mengenai terapi infus, kebersihan

tangan, pemilihan lokasi vena,

mempertahankan teknik aseptik

selama insersi kateter, monitoring

area dipasangnya infus, dan

penggantian infus serta balutan.

Penting bagi para petugas kesehatan

khusunya perawat untuk mengetahui

tindakan-tindakan spesifik untuk

mencegah infeksi plebitis8.

Berdasarkan hasil studi

pendahuluan yang peneliti lakukan di

IGD RS PKU Muhammadiyah

Bantul pada tanggal 4 Desember

2012, bahwa data yang peneliti

temukan dari Tim Pengendalian dan

Pencegahan Infeksi (PPI) Rumah

Sakit pada tahun 2011 yaitu angka

kejadian plebitis sebesar 0,6% tetapi

setelah didapatkan data terbaru pada

tahun 2013 dari Tim Pengendalian

dan Pencegahan Infeksi (PPI) Rumah

Sakit PKU Muhammadiyah Bantul

didapatkan angka kejadian plebitis

sebesar 2,3%9. Angka ini berada di

atas standar yang telah ditetapkan

oleh Menteri Kesehatan RI yaitu

1,5%10.

Pada penelitian ini, indikator

pengetahuan yang terdiri dari 6

(enam) tingkatan yaitu: Tahu

(Know), Memahami

(comprehension), Aplikasi

(Aplication), Analisis (analysis),

Sintesis (Synthesis), dan Evaluasi

(Evaluation)7.

Untuk sikap menggunakan

indikator yang terdiri dari 3

komponen pokok yaitu (1)

Kepercayaan (keyakinan), ide dan

konsep terhadap suatu obyek. (2)

Kehidupan emosional atau evaluasi

emosional terhadap suatu obyek dan

(3) Kecenderungan untuk bertindak

(trend to behave). Ketiga komponen

ini secara bersama-sama membentuk

sikap yang utuh (total attitude)7.

Sedangkan SPO Pemasangan Infus

yang digunakan menurut RS PKU

Muhammadiyah Bantul (2009)11.

5

Page 6: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

BAHAN DAN CARA

Rancangan penelitian adalah

cross-sectional yaitu Analitik

kuantitatif dengan pendekatan cross

sectional dimana data yang

bersangkutan diambil dalam waktu

bersamaan dengan alat ukur berupa

kuesioner dan observasi. Penelitian

ini dilaksanakan pada bulan Oktober

2013 di RS PKU Muhammadiyah

Bantul di ruang IGD RSU PKU

Muhammadiyah Bantul. Populasi

penelitian adalah tindakan

pemasangan infus yang dilakukan

oleh perawat yang bertugas di ruang

Instalasi Gawat Darurat RS PKU

Muhammadiyah Bantul.

Instrumen dalam bentuk

kuesioner dan lembar observasi

disebarkan kepada responden

penelitian yang terdiri dari sejumlah

pertanyaan dengan alternatif pilihan

jawaban yang telah disusun. Sebelum

digunakan sebagai instrumen

penelitian, pertanyaan dalam

kuesioner terlebih dahulu diuji

validitas dan reliabilitas. Uji validitas

menggunakan rumus korelasi

product moment (Sugiyono11)

sedangkan uji reliabilitas dengan

melihat nilai Cronbach Alpha> 0,60

12. Uji validitas dilakukan pada 30

perawat pelaksana yang bertugas di

ruang rawat jalan di RS PKU

Muhammadiyah Bantul.

Pada penelitian ini peneliti

mengolah data dengan menggunakan

komputer dengan Software

”Statistical Products and Solution

Services 20” for Windows biasa

disingkat dengan SPSS 20 for

Windows, sedangkan untuk

menganalisis data penelitian ini

menggunakan uji regresi logistik

yaitu untuk menganalisa pengaruh

tingkat pengetahuan dan sikap

dengan penerapan standar SPO.

HASIL

Uji Validitas dan Reliabilitas

Hasil dari uji validitas yang

dilakukan terhadap semua item

pertanyaan dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa ada beberapa

item pertanyaan pada tiap-tiap

variabel gugur atau tidak valid

karena nilai r hitung lebih kecil dari r

tabel (0,361), sedangkan hasil dari

uji reliabilitas menunjukkan bahwa

nilai cronbach alfa > 0,60 sehingga

dapat dikatakan item-item

pertanyaan pada tiap variabel

dinyatakan andal (reliabel).

6

Page 7: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

Pengujian Hipotesis

Hasil Analisis Univariat

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa bahwa tingkat pengetahuan

perawat kategori baik (80,00%) lebih

banyak dibandingkan kategori buruk

(20,0%). sikap perawat sebagian

besar mempunyai kategori baik

(53,33%) kemudian diikuti kategori

sangat baik (33,33%) dan terakhir

kategori buruk (13,33%). Sikap

perawat untuk kategori sangat buruk

tidak ada. Sedangkan untuk

penerapan SPO pemasangan infus

sebagian besar mempunyai kategori

telah melaksanakan (53,33%)

sementara itu yang tidak

melaksanakan relatif sedikit

(46,67%).

Hasil Analisis Multivariat

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa besarnya nilai statistik

Hosmer and Lemeshow Goodness of

fit adalah 11,147 dengan tingkat

signifikan 0,084 yang nilainya diatas

0,05. Angka tingkat signifikan > 0,05

sehingga Ho diterima. Hal ini berarti

model regresi layak dipakai untuk

analisa selanjutnya, karena tidak ada

perbedaan yangnyata antara

klasifikasi yang diprediksi dengan

klasifikasi yang diamati. Sedangkan

hasil koefesien regresi variabel

tingkat pengetahuan menunjukkan

nilai koefisien positif sebesar 1,331

dengan probabilitas sebesar 0,011

(p<0,05). Hal ini mengandung arti

bahwa tingkat pengetahuan

mempunyai pengaruh terhadap

penerapan SPO pemasangan

infus.Variabel sikap menunjukkan

nilai koefisien positif sebesar 0,295

dengan probabilitas sebesar 0,006 (p

<0,05). Hal ini mengandung arti

bahwa sikap mempunyai pengaruh

terhadap penerapan SPO

pemasangan infus.

PEMBAHASAN

Tingkat pengetahuan perawat

Berdasarkan Tabel 4.6,

tingkat pengetahuan perawat di ruang

IGD RS PKU Muhammadiyah

Bantul kategori baik (80,00%) lebih

banyak dibandingkan kategori buruk

(20,0%). Hasil penelitian ini sesuai

dengan penelitian mengenai tingkat

pengetahuan perawat tentang isap

lendir/suction di Ruang ICU RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto sebagian besar dalam

kategori tinggi (68,2%) dan paling

sedikit pada kategori rendah

7

Page 8: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

(4,5%)13. Hal ini menunjukkan

bahwa sebagian besar perawat telah

mempunyai pengetahuan yang cukup

tinggi sehingga diharapkan dapat

mengambil tindakan medis sesuai

dengan standar prosedur yang ada.

Apabila tingkat pengetahuan

dihubungkan dengan jenis kelamin

responden, kategori baik 80,0%

terdiri dari laki-laki 46,67% dan

perempuan 33,33%. Sementara itu

untuk pengetahuan buruk 20,0%

terdiri dari laki-laki 6,67% dan

perempuan 13,33%. Hasil ini tidak

dapat dibuat kesimpulan bahwa

tingkat pengetahuan berhubungan

dengan jenis kelamin, apabila

dicermati tingkat pengetahuan baik

tersebar pada perawat laki-laki

maupun perempuan demikian juga

tingkat pengetahuan buruk tersebar

pada perawat laki-laki maupun

perempuan. Hasil penelitian ini

sesuai dengan pendapat Wahyunah5

bahwa faktor-faktor yang yang

mempengaruhi tingkat pengetahuan

yaitu tingkat pendidikan, informasi,

sosial budaya, pengalaman, sosial

ekonomi dan umur, sehingga jenis

kelamin tidak berpengaruh.

Apabila tingkat pengetahuan

dihubungkan dengan tingkat

pendidikan responden, kategori baik

80,0% terdiri dari S1 6,67% dan D3

73,33%. Sementara itu untuk

pengetahuan buruk 20,0% semuanya

berpendidikan D3. Apabila dilihat

tingkat pengetahuan buruk yang

semuanya berpendidikan D3 bisa

dinyatakan bahwa tingkat

pengetahuan berhubungan dengan

pendidikan. Namun demikian data

pendidikan S1 sangat kecil yaitu 1

orang maka tidak dapat diambil

kesimpulan bahwa tingkat

pengetahuan berhubungan dengan

pendidikan. Salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan adalah pendidikan,

sehingga apabila sebagian besar

pendidikan perawat sudah cukup

tinggi maka tingkat pengetahuan

sebagian besar dalam kategori baik

merupakan sesuatu kewajaran saja7.

Apabila tingkat pengetahuan

dihubungkan dengan usia responden,

kategori baik 80,0% terdiri dari usia

kurang 30 tahun 20,0%, usia 30

sampai 35 tahun 46,67% dan usia

lebih dari 35 tahun 13,33%.

Sementara itu untuk pengetahuan

8

Page 9: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

buruk 20,0% terdiri dari usia kurang

30 tahun 13,33% dan usia 30 sampai

35 tahun 6,67%. Hasil ini

mengindikasikan bahwa tingkat

pengetahuan berhubungan dengan

usia, semakin tinggi usia perawat

makin tinggi pula pengetahuannya.

Usia mempunyai peran dalam

memperoleh pengetahuan karena

daya ingatan seseorang itu salah

satunya dipengaruhi oleh umur14.

Semakin cukup usia, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang

akan lebih matang dalam berfikir dan

bekerja. Makin tua usia seseorang

maka proses–proses perkembangan

mentalnya bertambah baik, akan

tetapi pada usia tertentu

bertambahnya proses perkembangan

ini tidak secepat ketika berusia

belasan tahun.

Seorang perawat idealnya

harus memiliki dasar pengetahuan

tentang berbagai teori yang berkaitan

dengan terapi infus. Hal ini akan

mempengaruhi dalam perilakunya,

terutama tentang prinsip-prinsip yang

berkaitan dengan protokol

pelaksanaan serta implementasi

untuk pencegahan komplikasi.

Perawat harus memiliki pengetahuan

mendalam tentang prinsip-prinsip

teknik aseptik, stabilitas,

penyimpanan, pelabelan, interaksi,

dosis dan perhitungan dan peralatan

yang tepat sehingga dapat

memberikan terapi infus dengan

aman kepada pasien. Pengetahuan

merupakan salah satu aspek penting

yang harus dimiliki oleh seorang

perawat karena dapat mempengaruhi

keterampilan tertentu5. Seperti yang

ditegaskan oleh RCN6, mengatakan

bahwa seorang perawat yang akan

melakukan pemasangan atau

pemberian terapi infus harus

memiliki pengetahuan sebagai

berikut: pengertian, tujuan, dan

indikasi terapi infus; anatomi

fisiologi akses vaskuler; farmakologi

cairan dan obat intravena; komplikasi

lokal dan sistemik; prinsip

pengendalian infeksi; penggunaan

peralatan terapi infus; prosedur

pemasangan infus; perawatan infus;

pencegahan komplikasi; dan

pengelolaan komplikasi.

Pengetahuan ini harus di aplikasikan

dalam perilaku saat perawat

melakukan pemasangan dan

perawatan infus.

9

Page 10: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

Tindakan pemasangan infus

paling banyak ada di IGD dan IGD

RSU PKU Muhammadiyah Bantul

menyelenggarakan pelayanan gawat

darurat secara terus menerus selama

24 jam. Perawat yang bekerja di IGD

haruslah perawat yang mempunyai

pengetahuan dan keterampilan yang

baik terhadap pemasangan infus.

Pengetahuan merupakan domain

yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang.

Pengetahuan diperlukan sebagai

dorongan pikir dalam menumbuhkan

kepercayaan diri maupun dorongan

sikap dan perilaku, sehingga dapat

dikatakan bahwa pengetahuan

merupakan stimuli terhadap tindakan

seseorang. Seorang perawat dapat

mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya dan

menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Pengetahuan yang telah

dimiliki tersebut menjadikan

seseorang memiliki kemampuan

untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau

kondisi sebenarnya.

Pengetahuan merupakan

dasar untuk mengerjakan sesuatu

atau bertindak serta terkait dengan

pengalaman dan pendidikan.

Pengetahuan yang baik sangat

mungkin sampai pada penerapan di

lapangan sehingga pengetahuan

dapat berhubungan dengan

penerapan SPO pemasangan infus.

Pengetahuan dapat diperoleh melalui

proses belajar, secara terstruktur

dengan pendidikan dan pelatihan7.

Pelatihan merupakan proses

membantu para tenaga kerja untuk

memperoleh efektifitas dalam

pekerjaan mereka yang sekarang atau

yang akan datang melalui

pengembangan kebiasaan tentang

pikiran, tindakan, kecakapan,

pengetahuan, dan sikap yang layak15.

Hasil penelitian Machira G et al16

menunjukkan bahwa pelatihan

dengan melaui Pain Management

Programme (PMP) dapat

meningkatkan pengetahuan dan sikap

perawat di Kenya. Peneltian tersebut

memberikan informasi tentang

pengetahuan dan sikap perawat

dalam kaitannya dengan manajemen

nyeri secara optimal. Nyeri

merupakan faktor yang paling umum

10

Page 11: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

pasien untuk mencari bantuan dari

tenaga medis dan perawat

menghabiskan sebagian besar waktu

kontak dengan pasien tersebut.

Sikap perawat

Sikap perawat di IGD RSU

PKU Muhammadiyah Bantul

sebagian besar mempunyai kategori

baik (53,33%) kemudian diikuti

kategori sangat baik (33,33%) dan

terakhir kategori buruk (13,33%).

Sikap perawat untuk kategori sangat

buruk tidak ada.

Menurut para ahli psikologis,

sikap adalah suatu bentuk evaluasi

atau reaksi perasaan. Sikap seseorang

terhadap suatu obyek adalah

perasaan mendukung atau memihak

(favourable) maupun perasaan tidak

mendukung atau memihak

(unfavourable) pada obyek tersebut.

Sikap perawat terhadap pemasangan

infus muncul dari berbagai bentuk

penilaian yang banyak didapatkan

dari pengalaman17. Sikap perawat

tersebut juga merupakan hasil belajar

sosial dari lingkungannya, apabila

ada rekan sesama perawat yang

menerapkan SPO lebih berhasil dan

mudah maka petani tersebut juga

akan menerapkan SPO.

Apabila sikap perawat

dihubungkan dengan jenis kelamin

responden, kategori sangat baik

33,0% terdiri dari laki-laki 20,00%

dan perempuan 13,33%. Sementara

itu untuk sikap perawat baik 53,33%

terdiri dari laki-laki 33,33% dan

perempuan 20,00%. Sikap perawat

buruk 13,33% semuanya adalah

perempuan. Hasil ini

mengindikasikan bahwa ada

kecenderungan sikap perawat laki-

laki lebih baik dibandingkan

perempuan, namun demikian tidak

dapat diambil kesimpulan bahwa

sikap perawat berhubungan dengan

jenis kelamin. Hal tersebut

sependapat dengan Robbin18 yang

menyatakan tidak ada perbedaan

antara laki-laki dan perempuan

dalam memecahkan masalah,

keterampilan analisis, motivasi

bersaing maupun kemampuan

belajar.

Apabila sikap perawat

dihubungkan dengan tingkat

pendidikan responden maka kategori

sangat baik 33,33% semuanya

berpendidikan D3. Sementara itu

untuk sikap perawat kategori baik

53,33% terdiri dari S1 6,67% dan D3

11

Page 12: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

46,67%, sedangkan sikap perawat

kategori buruk 13,33% semuanya

berpendidikan D3. Apabila dilihat

sikap perawat kategori buruk yang

semuanya berpendidikan D3 ada

kecenderungan sikap perawat

berhubungan dengan pendidikan.

Namun demikian data pendidikan S1

sangat kecil yaitu 1 orang maka tidak

dapat diambil kesimpulan bahwa

sikap perawat berhubungan dengan

pendidikan. Orang berpendidikan

tinggi akan lebih rasional dan kreatif

serta terbuka dalam menerima

adanya bermacam usaha

pembaharuan, ia juga akan lebih

dapat menyesuaikan diri terhadap

berbagai perubahan. Perawat yang

mempunyai pendidikan lebih tinggi

cenderung bersikap yang baik

dibandingkan dengan perawat

dengan pendidikan lebih rendah19.

Apabila sikap perawat

dihubungkan dengan usia responden,

kategori sangat baik 33,0% terdiri

dari usia kurang 30 tahun 13,33%,

usia 30 sampai 35 tahun 13,33% dan

usia lebih dari 35 tahun 6,67%.

Sementara itu untuk sikap perawat

kategori baik 20,0% terdiri dari usia

kurang 30 tahun 13,33% , usia 30

sampai 35 tahun 33,33% dan usia

lebih dari 35 tahun 6,67%. Sikap

perawat kategori buruk 13,3% terdiri

dari usia kurang 30 tahun 6,67% dan

usia 30 sampai 35 tahun 6,67%.

Hasil ini mengindikasikan bahwa

sikap perawat berhubungan dengan

usia, semakin tinggi usia perawat

makin baik pula sikapnya. Hasil ini

sejalan dengan Siagian20 yang

menyatakan bahwa usia terkait

dengan kedewasaan dalam

melakukan pekerjaan maupun

kematangan psikologisnya, sehingga

perawat sikap perawat akan

berhubungan dengan usia.

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa sikap perawat

kategori sangat baik mempunyai

tingkat pengetahuan yang baik

(33,33%). Sementara itu sikap

perawat kategori baik terdiri dari

perawat dengan tingkat pengetahuan

baik 46,67% dan tingkat

pengetahuan buruk 6,67%. Sikap

perawat kategori cukup terdiri dari

perawat mempunyai tingkat

pengetahuan buruk 13,33%

(Lampiran). Hasil ini dapat

mengindikasikan bahwa sikap

perawat berhubungan dengan tingkat

12

Page 13: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

pengetahuan. Semakin tinggi

pengetahuan perawat maka semakin

baik pula sikap perawat, demikian

pula sebaliknya semakin buruk

pengetahuan perawat maka semakin

buruk pula sikap perawat.

Pengetahuan yang kurang akan

memberikan dampak yang negatif

terhadap perawat, hal ini dapat

menyebabkan pelayanan diberikan

kurang baik. Hasil penelitian ini

sesuai dengan pendapat Sadiman21

yang menyatakan bahwa

pengetahuan akan membutuhkan

kepercayaan yang selanjutnya akan

memberikan dasar bagi

pengembangan selanjutnya dan

menentukan sikap terhadap objek.

Perubahan sikap individu

dipengaruhi oleh adanya faktor

internal perawat (pengetahuan dan

motivasi) dan faktor eksternal antara

lain: adanya kebijakan, standart,

prosedur juga lingkungan dimana

individu berada (Instalasi Perawatan

Intensif).

Penerapan SPO pemasangan infus

RS PKU Muhammadiyah

Bantul merupakan salah satu rumah

sakit swasta yang telah memiliki

standart ISO 2001:2008, salah satu

isu yang pernah ada adalah kejadian

nursing error. Rumah sakit ini mulai

menerapkan patient safety sejak

tahun 2006 dan telah diperbaharui

dengan diadakan pelatihan patient

safety pada tanggal 13-15 Oktober

2011. Implementasi dari patient

safety salah satunya pemasangan

infus yang sesuai dengan Standar

Prosedur Operasional (SPO) baik di

IGD, rawat inap maupun ruang

lainnya. SPO sendiri merupakan tata

cara atau tahapan yang harus dilalui

dalam suatu proses kerja tertentu,

yang dapat diterima oleh seorang

yang berwenang atau yang

bertanggungjawab untuk

mempertahankan tingkat penampilan

atau kondisi tertentu sehingga suatu

kegiatan dapat diselesaikan secara

efektif dan efisien22. Penerapan SPO

pemasangan infus di IGD RSU PKU

Muhammadiyah Bantul sebagian

besar mempunyai kategori

melaksanakan SPO yaitu 73,33% dan

kategori tidak melaksakan SPO

sebesar 26,67%. Penerapan SPO

pemasangan infus untuk kategori

sangat baik dan kurang tidak ada.

Apabila dilihat dari

penerapan SPO pemasangan infus

13

Page 14: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

yang baik berarti perawat di IGD

RSU PKU Muhammadiyah Bantul

telah sesuai dengan anjuran

pemerintah tentang peningkatan

mutu asuhan keperawatan. Apabila

pemasangan infus tidak sesuai

dengan SPO dapat mengakibatkan

kejadian phlebitis, bengkak, dan

trauma akibat pemasangan infus

yang berulang- ulang sehingga

pasien akan banyak dirugikan

akibatnya rentang waktu rawat inap

pasien akan bertambah panjang.

Berdasarkan kebijakan dari

Depkes. RI22, bahwa program

peningkatan mutu asuhan

keperawatan diselenggarakan melalui

kegiatan-kegiatan studi dokumentasi

asuhan keperawatan, persepsi pasien

terhadap mutu asuhan keperawatan

dan evaluasi pelaksanaan tindakan

keperawatan berdasarkan SPO.

Persiapan pemasangan infus

yang sering tidak diperhatikan oleh

perawat di yaitu mempersiapkan

perlak, bengkok dan kantung plastik,

kassa steril, gunting perban, handuk

bersih, betadine dan alkohol, salep

antibiotik, sarung tangan steril, dan

larutan kloril 0,5%. Pelaksanaan

pemasangan infus yang sering tidak

diperhatikan oleh perawat yaitu

melakukan komunikasi dengan

pasien atau keluarga, memasang

perlak dibawah area inserti,

meletakkan kassa yang sudah diberi

salep serta atur pengaturan tetesan

infus. Tindakan pemasangan infus

dapat saja dilakukan perawat setelah

adanya pelimpahan wewenang dari

dokter yang bertanggung jawab

mengobati pasien. Tindakan

pemasangan infus lebih sering

dilakukan oleh perawat dan dalam

pemasangan infus harus sesuai

dengan SPO dan apabila tidak sesuai

standar dapat mengakibatkan infeksi

dan mengancam keselamatan pasien

itu sendiri.

Apabila penerapan SPO

pemasangan infus dihubungkan

dengan jenis kelamin responden

kategori melaksanakan SPO

sebanyak 73,33% terdiri dari laki-

laki 40,00% dan perempuan 33,33%.

Sementara itu untuk penerapan SPO

pemasangan infus kategori tidak

melaksanakan SPO sebanyak 26,67%

terdiri dari laki-laki 13,34% dan

perempuan 13,33%. Berdasarkan

hasil tersebut mengindikasikan

bahwa tidak ada kecenderungan

14

Page 15: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

penerapan SPO pemasangan infus

laki-laki lebih baik dibandingkan

perempuan ataupun sebaliknya

perempuan lebih baik dibandingkan

laki-laki. Dengan demikian dapat

diambil kesimpulan bahwa

penerapan SPO pemasangan infus

tidak berhubungan dengan jenis

kelamin. Robbin18 menyatakan tidak

ada perbedaan antara laki-laki dan

perempuan dalam memecahkan

masalah, keterampilan analisis,

motivasi bersaing maupun

kemampuan belajar. Hal ini

menunjukkan bahwa jenis kelamin

tidak berpengaruh terhadap

penerapan SPO pemasangan infus.

Berdasarkan penerapan SPO

pemasangan infus dihubungkan

dengan tingkat pendidikan

responden, kategori melaksanakan

sebanyak SPO 73,33% terdiri dari

66,67% lulusan D3 dan 6,66%

lulusan S1. Sementara itu untuk

kategori tidak melaksanakan SPO

sebanyak 26,67% semuanya lulusan

D3. Hasil ini tidak mengindikasikan

bahwa penerapan SPO pemasangan

infus lulusan D3 lebih baik

dibandingkan S1. Hasil ini berbeda

pendapat Notoadmodjo7 yang

menyatakan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuan adalah pendidikan.

Perbedaaaan ini bisa dikarenakan

jumlah sampel perawat

berpendidikan S1 hanya satu orang.

Penerapan penerapan SPO

pemasangan infus akan berkaitan erat

dengan pengetahuan perawat

terhadap SPO, dengan demikian

secara tidak langsung penerapan

SPO pemasangan infus berhubungan

dengan pendidikan.

Berdasarkan data didapatkan

bahwa sebagian besar perawat IGD

telah menerapkan pemasangan infus

dengan baik. Perawat IGD bertindak

sesuai dengan langkah-langkah atau

prosedur operasional pemasangan

infus yang berlaku di Rumah Sakit

dalam melaksanakan pemasangan

infus pada pasien. Penyebab lain

yang dapat menjelaskan mengapa

sebagian besar tindakan dilakukan

perawat IGD dengan baik adalah

usia. Penerapan SPO pemasangan

infus dengan usia responden,

kategori melaksanakan sebanyak

SPO 73,33% terdiri usia kurang 30

tahun 20,00%, usia 30 sampai 35

tahun 40,00% dan usia lebih dari 35

15

Page 16: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

tahun 13,33%. Sementara itu untuk

penerapan SPO pemasangan infus

kategori tidak melaksanakan SPO

sebanyak 26,67% terdiri dari usia

kurang 30 tahun 13,33% dan usia 30

sampai 35 tahun 13,34%. Hasil ini

dapat mengindikasikan bahwa

penerapan SPO pemasangan infus

berhubungan dengan usia, semakin

tinggi usia perawat makin baik pula

penerapan SPO pemasangan

infusnya. Robbins18 menyatakan ada

hubungan antara umur dengan

kinerja, dimana terdapat suatu

keyakinan meluas bahwa

produktifitas merosot dengan makin

bertambahnya usia seseorang.

Penerapan SPO pemasangan infus

dapat diartikan sebagai sebuah

kinerja dari seorang perawat

sehingga pada penelitian ini dapat

dikatakan bahwa usai berpengaruh

terhadap kinerja. Lain halnya dengan

Gibson23, menyatakan bahwa makin

bertambah umur seseorang akan

semakin bertambah kedewasaannya

dan semakin menyerap informasi

yang akan mempengaruhi kinerjanya.

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa perawat dengan

penerapan SPO pemasangan infus

kategori melaksanakan semuanya

mempunyai tingkat pengetahuan

yang baik. Sementara itu perawat

dengan penerapan SPO pemasangan

infus kategori tidak melaksanakan

SPO 26,67% terdiri dari perawat

dengan pengetahuan kategori baik

6,67% dan pengetahuan yang buruk

20,00%. Hasil ini dapat

mengindikasikan bahwa tingkat

pengetahuan perawat berhubungan

dengan penerapan SPO pemasangan

infus, yang ditunjukkan dengan nilai

probabilitas sebesar 0,011 atau p <

0,05. Semakin tinggi pengetahuan

perawat maka semakin baik pula

penerapan SPO pemasangan infus,

demikian pula sebaliknya semakin

buruk pengetahuan perawat maka

semakin buruk pula penerapan SPO

pemasangan infus.

Hasil penelitian ini juga

menunjukkan bahwa perawat dengan

penerapan SPO pemasangan infus

kategori melaksanakan terdiri dari

perawat dengan sikap sangat baik

33,33% dan sikap baik 40,00%.

Sementara itu perawat dengan

penerapan SPO pemasangan infus

kategori tidak melaksanakan terdiri

dari perawat dengan sikap baik

16

Page 17: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

13,33% dan sikap cukup 13,33%.

Hasil ini dapat mengindikasikan

bahwa sikap perawat mempunyai

hubungan dengan penerapan SPO

pemasangan infus, yang ditunjukkan

dengan nilai probabilitas sebesar

0,006 atau p < 0,05. Semakin baik

sikap perawat maka semakin baik

pula penerapan SPO pemasangan

infus, demikian pula sebaliknya

semakin kurang sikap perawat maka

semakin buruk pula penerapan SPO

pemasangan infus.

Penerapan pemasangan infus

yang sesuai dengan SPO dapat

ditingkatkan melalui pelatihan

ataupun training. Pelatihan

merupakan bagian suatu proses

pendidikan yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan atau

keterampilan khusus7. Latihan adalah

penyempurnaan potensi tenaga-

tenaga yang ada dengan mengulang-

ulang aktivitas tertentu. Baik latihan

maupun pembiasaan terutama terjadi

dalam taraf biologis, tetapi apabila

selanjutnya berkembang dalam tahap

psikis maka kedua gejala itu akan

menjadikan proses kesadaran sebagai

proses ketidaksadaran yang bersifat

biologis disebut proses otomatisme.

Proses tersebut menghasilkan

tindakan yang tanpa disadari, cepat

dan tepat. Diperlukan adanya

training sebagai salah satu kegiatan

yang bermaksud untuk memperbaiki

dan mengembangkan sikap, tingkah

laku, keterampilan dan pengetahuan

staf sesuai keinginan instansi yang

bersangkutan24.

Faktor-faktor pemungkin

(enabling factors) merupakan salah

satu faktor yang dapat

mempengaruhi penerapan SPO

pemasangan infus. Faktor pendukung

yaitu tersedianya sumber-sumber

atau sarana pelayanan kesehatan dan

kemudahan untuk mencapainya.

Fasilitas adalah sarana untuk

melancarkan pelaksanaan fungsi

kemudahan. Depkes RI22 menyatakan

bahwa untuk dapat terlaksananya

pelayanan yang sesuai dengan

standar tentunya harus didukung

pengetahuan, kemampuan dan

ketrampilan yang memadai dari

SDM yang ada. Disamping harus

pula ditunjang dengan fasilitas dan

sarana rumah sakit yang memadai

sehingga pelayanan menjadi

berkualitas dan berdampak besar

terhadap citra pelayanan rumah sakit

17

Page 18: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

yang pada akhirnya dapat

memuaskan masyarakat. Apabila

rumah sakit sudah memberikan

pelayanan sesuai dengan

pengetahuan dan standar yang telah

ditetapkan,maka pelayanan

kesehatan sudah dapat

dipertanggungjawabkan.

Pengetahuan, sikap perawat dan

penerapan SPO pemasangan infus

Berdasarkan uji koefisien,

analisis regresi logistik tingkat

pengetahuan mempunyai pengaruh

signifikan terhadap penerapan SPO

pemasangan infus (probabilitas =

0,011 atau p < 0,05). Nilai koefisien

regresi pada sikap perawat (1,331)

adalah positif sehingga apabila

tingkat pengetahuan meningkat maka

penerapan SPO pemasangan infus

juga akan meningkat, namun apabila

tingkat pengetahuan menurun maka

penerapan SPO pemasangan infus

juga akan menurun. Terdapat enam

tingkatan pengetahuan, yaitu tahu,

memahami, aplikasi, analisis, sintesis

dan evaluasi. Pengetahuan yang.

dimiliki responden dapat termasuk

dalam salah satu tingkat pengetahuan

tersebut sesuai tingkat pertanyaan

pada variabel pengetahuan tentang

prosedur tindakan7. Jadi,

pengetahuan yang baik sangat

mungkin harus sampai pada

penerapan di lapangan sehingga

pengetahuan dapat berhubungan

dengan tingkat kepatuhan mengikuti

prosedur tindakan. Pengetahuan

dapat diperoleh melalui proses

belajar, secara terstruktur dengan

pendidikan dan pelatihan. Hal ini

sesuai dengan teori yang

diungkapkan oleh Keraf25 bahwa

secara umum pengetahuan seseorang

dipengaruhi oleh pengalaman hidup

(pengetahuan sejati), tingkat

pendidikan (semakin tinggi

pendidikan seseorang semakin tinggi

pula pengetahuannya), kesehatan

fisik terutama kesehatan panca indra,

usia (berhubungan dengan daya

tangkap dan ingatan terhadap suatu

materi), dan media masa/buku

(sebagai sumber informasi). Hasil

penelitian Bird dan Wallis26

menunjukkan para perawat memiliki

basis pengetahuan yang baik dapat

bekerja dengan baik tetapi dalam

pengambilan keputusan klinis kurang

cepat. Perawat yang memiliki

pengalaman cenderung lebih cepat

dalam pengambilan keputusan klinis.

18

Page 19: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

Hasil penelitian tersebut

menunjukkan ada hubungan yang

lemah antara pengetahuan dan

kinerja.

Berdasarkan uji koefisien

analisis regresi logistik, sikap

perawat mempunyai pengaruh

signifikan terhadap penerapan SPO

pemasangan infus (probabilitas =

0,006 atau p < 0,05). Nilai koefisien

regresi pada sikap perawat (0,295)

adalah positif sehingga apabila sikap

perawat meningkat maka penerapan

SPO pemasangan infus juga akan

meningkat, namun apabila sikap

perawat menurun maka penerapan

SPO pemasangan infus juga akan

menurun. Sikap profesional perawat

dapat dilihat dari kemampuannya

dalam menerapkan karakteristik

sikap profesional yaitu mandiri

dalam berpikir, kerendahan hati

(humility), keberanian, ketekunan,

empati, tidak berat sebelah, dan

eksplorasi pikiran dan perasaan27.

Sikap adalah keadaan mental dan

saraf dan kesiapan yang diatur

melalui pengalaman yang

memberikan pengaruh dinamis atau

terarah terhadap respon individu

pada semua obyek dan situasi yang

berkaitan dengannya. Perubahan

sikap dapat disebabkan oleh faktor

adanya imbalan dan hukuman

dimana individu mengasosiasikan

reaksinya yang disertai imbalan dan

hukuman, stimulus mengandung

harapan bagi individu sehingga dapat

terjadi perubahan dalam sikap serta

stimulus mengandung prasangka

bagi individu yang mengubah sikap

semula28. Perawat sebagai tenaga

ujung tombak dan berhubungan

langsung dengan pasien selama 24

jam, harus dapat mengaktualisasikan

diri secara fisik, emosional, dan

spiritual untuk merawat orang yang

mengalami penyakit kritis. Asuhan

keperawatan khususnya di IGD

membutuhan kemampuan untuk

menyesuaikan situasi kritis dengan

kecepatan dan ketepatan yang tidak

selalu dibutuhkan pada situasi

keperawatan lain. Perawat harus

dapat mengambil sikap yang tepat

berkenaan dengan kondisi pasien,

demikian halnya dengan pemasangan

infus yang sesuai dengan penerapan

SPO.

Hasil penelitian ini juga

menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh tingkat pengetahuan dan

19

Page 20: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

sikap perawat terhadap penerapan

SPO pemasangan infus. Besarnya

pengaruh tingkat pengetahuan dan

sikap perawat terhadap penerapan

SPO sebesar 53,4% (R square)

sedangkan sisanya sebesar 46,6%

dijelaskan oleh variabel-variabel lain

diluar variabel bebas yang digunakan

dalam penelitian. Faktor kejenuhan

atau frustasi terhadap sistem yang

ada atau adanya pekerjaan yang

kurang variasi berdampak pada

penurunan produktivitas18. Perawat

yang bekerja di IGD secara terus

menurus tidak secara otomatis

meningkatan kesadaran untuk patuh

rnaupun meningkat dari segi

motivasi, pengetahuan, sikap dan

persepsi yang baik terhadap prosedur

tindakan. Selain itu lama kerja

merupakan salah satu indikator

pengalaman dan mempengaruhi

tingkat kewaspadaan.Penerapan SPO

pemasangan infus di IGD termasuk

dalam kategori baik hal ini ada

perawat senior bersedia untuk

mentransfer nilai-nilai positif dalam

memberikan pelayanan keperawatan

kepada pasien kepada perawat-

perawat baru terutama dalam

pemasangan infus. Disamping itu

penghargaan dan kesejahteraan yang

dirasakan perawat tidak begitu

berpengaruh terhadap penerapan

SPO pemasangan infus.

SPO sendiri merupakan tata

cara atau tahapan yang dibakukan

dan yang harus dilalui untuk

menyelesaikan suatu proses kerja

tertentu. Adanya SPO ini perawat

dapat menjaga konsistensi dan

tingkat kinerja petugas atau tim

dalam organisasi atau unit, agar

mengetahui dengan jelas peran dan

fungsi tiap-tiap posisi dalam

organisasi, memperjelas alur tugas,

wewenang dan tanggung jawab dari

petugas terkait, melindungi

organisasi dan staf dari mal praktek

atau kesalahan administrasi lainnya

dan untuk menghindari

kegagalan/kesalahan, keraguan,

duplikasi dan inefisiensi. Penerapan

SPO pemasangan infus tidak saja

melindungi pasien tetapi juga

melindungi perawat dari kesalahan

ataupun keselamatannya sendiri.

Apabila perawat telah memenuhi

SPO pemasangan infus maka apabila

terjadi kejadian diluar perkiraan

maka perawat tersebut tidak begitu

saja dapat disalahkan.

20

Page 21: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

KESIMPULAN

Pengetahuan perawat

berpengaruh terhadap penerapan

standart prosedur operational (SPO)

pemasangan infus di RS PKU

Muhammadiyah Bantul.

Sikap perawat terhadap

penerapan standar prosedur

operational (SPO) pemasangan infus

di RS PKU Muhammadiyah Bantul.

Pengetahuan dan sikap perawat

terhadap penerapan standart prosedur

operational (SPO) pemasangan infus

di RS PKU Muhammadiyah Bantul.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gaffar, LJ. (1999). Pengantar

Keperawatan Professional. EGC,

Jakarta.

2. Uslusoy, Esin & Mete, Samiye.

Predisposing factors to phlebitis

in patients with peripheral

intravenous catheters: A

descriptive study. Journal of the

American Academy of Nurse

Practitioners 20. 4 (Apr 2008):

172-80.

3. Perry dan Potter (2005). Buku

Saku Keterampilan dan Prosedur

Dasar. Edisi 5. Jakarta EGC.

4. Scales, K. (2009). Intravenous

Therapy: The Legal And

Professional Aspects Of Practice

Nursing Standard, 23 (33), 51-57.

5. Wahyunah (2011). Hubungan

Pengetahuan Perawat tentang

Terapi Infus dengan Kejadian

Plebitis danKenyamanan Pasien

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD)

Kabupaten Indramayu, Tesis

Magister Ilmu Keperawatan, UI,

Jakarta.

6. Royal College of Nursing.

(2005). Standard for Infusion

Therapy, RCN IV Therapy

Forum, London.

7. Notoadmojo (2010). Metodologi

Penelitian Kesehatan, Ed. Rev,

Rineka Cipta, Jakarta.

8. Aditi, SG, Agustina, HR,

Amarullah, AA. (2010).

Pengetahuan Dan Sikap

Mahasiswa Akper Terhadap

Pencegahan Infeksi Nosokomial

Flebitis. Hasil Penelitian,

Universitas Padjajaran, Bandung.

9. Tim PPI RS PKU

Muhammadiyah Bantul. (2011).

Angka Kejadian Flebitis Di

Instalasi Gawat Darurat RS PKU

Muhammadiyah Bantul.

21

Page 22: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

10. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia. 2008.

Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor :

129/Menkes/SK/II/2008 Tentang

Standar Pelayanan Minimal

Rumah Sakit Menteri Kesehatan

Republik Indonesia.

11. Ghozali, I 2005, ‘Aplikasi Analisis

Multivariate dengan program

SPSS’, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro,

Semarang.

12. Paryanti S, Haryati W dan

Hartati. (2007). Hubungan

Tingkat Pengetahuan Perawat

dengan Ketrampilan

Melaksanakan Prosedur Tetap

Isap Lendir / Suction di Ruang

ICU RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto. Jurnal

Keperawatan Soedirman (The

Soedirman Journal of Nursing),

Volume 2, No.1.

13. Nursalam, (2006). Manajemen

Keperawatan: Aplikasi dalam

Praktik Keperawatan Profesional,

edk 1, Salemba Medika, Jakarta.

14. Sastrohadiwiryo, S.B. (2002).

Manajemen Tenaga Kerja

Indonesia : Pendekatan

Administrasi dan Operasional,

Bumi Aksara, Jakarta.

15. Machira G, Kariuki H and

Martindale L, (2013). Impact of

an Educational Pain Management

Programme on Nurses’ Pain

Knowledge and Attitudes in

Kenya. International Journal of

Palliative Nursing, Vol 19, No 7.

16. Osgood, C (1990). Language,

Meaning, and Culture: The

Selected Paper of C.E Osgood.

Edited by Oliver C. Tzeng, New

York, Praeger Publisher.

17. Robbins, S.P. (2007). Perilaku

Organisasi. Edisi Lengkap,

Macanan Jaya Cemerlang,

Jakarta.

18. Maltis, Robert. (2000).

Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta: Salemba.

19. Siagian, S.P. (2002). Kiat

Meningkatkan Produktivitas

Kerja, PT Rineka Cipta, Jakarta.

20. Sadiman, A (2002). Media

Pendidikan Pengertian,

Pengembangan dan

Pemanfaatannya, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

21. Depkes RI. (1995). Poko-pokok

Pemantapan dan Pengembangan

22

Page 23: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t35617.docx · Web viewResponden dari penelitian ini adalah perawat yang bekerja di IDG RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data dikumpulkan dengan

Sistem Informasi Kesehatan,

Jakarta.

22. Gibson; J. (2000). Organisasi:

Perilaku, Struktur, Proses,

Erlangga, Jakarta.

23. Darajat, A., (2005). Faktor-faktor

yang Berhubungan dengan

Kinerja Tenaga Pengajar dalam

Proses Pembelajaran di Dua

Akademi Keperawatan Swasta di

Kabupaten Serang Tahun 2005.

Jakarta: Tesis. Program

Pascasarjana Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat, UI.

24. Keraf, S (2001). Fakta, Nilai,

Peristiwa Tentang Hubungan

Antara Ilmu Pengetahuan dan

Etika, Gramedia, Jakarta.

25. Bird and Wallis (2002). Nursing

Knowledge and Assessment Skills

in The Management of Patients

Receiving Analgesia Via Epidural

Infusion. Journal of Advanced

Nursing, 40(5), 522–531.

26. Kozier and Oliveri. R. (1995)

Fundamental of Nursing:

Concepts, Proces and Practice,

Addison Wesley Publishing

Company, inc, California.

27. Hidayat, A (2004). Pengantar

Konsep Dasar Asuhan

Keperawatan, Salemba Medika,

Jakarta.

23