digilib.unmuhjember.ac.iddigilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/75/umj-1x... · web viewuniversitas...

45
PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP TINDAKAN AGRESIF PAJAK (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2015) KHOLIFATUL JANNAH Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRACT This study aimed to examine the effect of good corporate governance and disclosure csr against aggressive action taxes. This study proposed a hypothesis: 1) good corporate governance affect the aggressive action taxes, 2) the disclosure csr towards the aggressive action pajak.populasi influential research using manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange 2012-2015 period, research sample a number of 15 companies the selected method sampling.metode purpose of analysis in this study uses linear regression berganda.hasil this study menemikan that good corporate governance negatively affect the aggressive actions of tax and disclosure csr positive effect on aggressive actions taxes. Keywords : Corporate Governance, Social Responsibility Disclosure, Aggressive Action Taxes. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengujai pengaruh good corporete governance dan pengungkapan corporate socual responsibility terhadap tindakan agresif pajak.

Upload: duongtram

Post on 04-May-2018

214 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP

TINDAKAN AGRESIF PAJAK(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia Tahun 2012-2015)

KHOLIFATUL JANNAH

Universitas Muhammadiyah Jember

ABSTRACT

This study aimed to examine the effect of good corporate governance and

disclosure csr against aggressive action taxes. This study proposed a hypothesis:

1) good corporate governance affect the aggressive action taxes, 2) the disclosure

csr towards the aggressive action pajak.populasi influential research using

manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange 2012-2015 period,

research sample a number of 15 companies the selected method sampling.metode

purpose of analysis in this study uses linear regression berganda.hasil this study

menemikan that good corporate governance negatively affect the aggressive

actions of tax and disclosure csr positive effect on aggressive actions taxes.

Keywords : Corporate Governance, Social Responsibility Disclosure, Aggressive

Action Taxes.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengujai pengaruh good corporete

governance dan pengungkapan corporate socual responsibility terhadap tindakan

agresif pajak. Penelitian ini mengajukan hipotesis : 1) Good Corporete

Governance berpengaruh terhadap tindakan agresif pajak, 2) pengungkapan

Corporete Social Responsibility berpengaruh terhadap tindakan agresif pajak.

Populasi penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di

BEI periode 2012 – 2015. Sampel penelitian sejumlah 15 yang dipilih dengan

metode purpose sampling. Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan

regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Good Corporate

Responsibility berpengaruh negatif tehadap tindakan agresif pajak dan

pengungkapan Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap

tindakan agresif pajak.

Kata kunci : Tata Kelola Perusahaan, Pengungkapn Tanggung Jawab Sosial,

Tindakan Agresif Pajak

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Suatu perusahaan didirikan

dengan maksud dan tujuan utama

untuk memaksimumkan laba atau

keuntungan (Warren, 2005:2).

Tujuan perusahaan bisa diwujudkan

dengan suatu pengelolaan

perusahaan yang baik (Good

Corporate Governance). GCG yaitu

sistem yang mengatur dan

mengendalikan perusahaan untuk

menciptakan nilai tambah (value

added) untuk semua stakeholder

(Dharmapala, 2007 dalam Annisa

dan Kurniasih, 2012). Pedoman

GCG diterbitkan oleh Komite

Nasional Kebijakan Governance

(KNKG) pada tahun 2006 di

Indonesia. Pedoman ini diterbitkan

karena adanya dorongan dari

kesadaran individu-individu pelaku

bisnis untuk menjalankan praktik

bisnis yang mengutamakan

kelangsungan hidup perusahaan,

kepentingan stakeholders, dan

menghindari cara-cara menciptakan

keuntungan sesaat.

Pada tanggal 17 Oktober 2013,

7 (tujuh) instansi yang bekerja sama

yaitu Bapepam dan LK, Kementerian

BUMN, Bank Indonesia, Direktorat

Jenderal Pajak, Komite Nasional

Kebijakan Governance, PT. Bursa

Efek Indonesia, dan Ikatan Akuntan

Indonesia menyelenggarakan acara

Malam Penganugerahan Annual

Report Award (ARA) 2012 kepada

perusahaan Indonesia. ARA

bertujuan untuk melakukan penilaian

atas kualitas keterbukaan informasi

dan penerapan GCG dalam laporan

tahunan dengan mengacu pada

ketentuan dan pedoman yang berlaku

secara nasional maupun

internasional. Prinsip-prinsip dalam

GCG yaitu kewajaran, akuntabilitas,

transparansi, kemandirian dan

responsibility menjadi penting

karena penerapan prinsip GCG

secara konsisten terbukti dapat

meningkatkan kualitas laporan

keuangan (Beasly, 1996 dalam

Sulistyanto dan Wibisono, 2003

dalam Annisa dan Kurniasih, 2012).

Pengungkapan Corporate Sosial

Responsibily (CSR) merupakan salah

satu bentuk implementasi dari

konsep GCG. Di Indonesia,

pengungkapan CSR diatur ketat

dalam regulasi melalui Pasal 74 UU

No. 40 Tahun 2007 Tentang

Perseroan Terbatas yang berbunyi

“Perseroan yang menjalankan

kegiatan usahanya dibidang dan/ atau

berkaitan dengan sumber daya alam

wajib melaksanakan tanggung jawab

sosial dan lingkungan”. Pasal 15

huruf (b) UU No. 25 Tahun 2007

Tentang Penanaman Modal juga

mengatur mengenai pengungkapan

CSR yang berbunyi “Setiap

penanaman modal berkewajiban

melaksanakan tanggung jawab sosial

perusahaan”.

Perusahaan mempunyai

kewajiban ganda dalam

menganggarkan dana untuk

pengungkapan CSR dan membayar

pajak. Hal ini yang menyebabkan

perusahaan semakin agresif dalam

perpajakan. Hlaing (2012)

mendefinisikan agresifitas pajak

sebagai kegiatan perencanaan pajak

semua perusahaan yang terlibat

dalam usaha mengurangi tingkat

pajak yang efektif. Bukti empiris

baru-baru ini menunjukkan bahwa

agresifitas pajak lebih merasuk

dalam tata kelola perusahaan yang

lemah (Jimenez, 2008).

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

95.1 97.3 99.4 96.4 93.8 91.7

41.04

Gambar 1.1 Grafik Pertumbuhan Realisasi Penerimaan Pajak ( % )

Sumber : BPS

Dari gambar diatas

menunjukkan bahwa penerimaan

pajak setiap tahunnya mengalami

perubahan, pada tahun terakhir

mengalami penurunan itu di

sebabkan oleh meningkatnya

tindakan agresif pajak. Realita yang

dapat mendukung sudah

merambahnya tindakan pajak agresif

yang dilakukan perusahaan adalah

adanya pernyataan yang disampaikan

oleh Direktur Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan, Ken

Dwijugiasteadi, menyatakan bahwa

“penerimaan pajak seharusnya bisa

mencapai kisaran Rp 1.294,258

triliun apabila seluruh Wajib Pajak

memiliki kesadaran untuk memenuhi

kewajiban perpajakan sesuai

ketentuan. Sementara penerimaan

pajak saat ini sekitar Rp 531,114

triliun ( LIPUTAN6.com ). Realitas

ini menunjukkan bahwa masih

banyaknya Wajib Pajak Orang

Pribadi dan Wajib Pajak Badan yang

belum memenuhi kewajiban

perpajakan sesuai ketentuan,

dimungkinkan mereka melakukan

tindakan pajak agresif untuk

meminimalkan beban pajak

terhutangnya. Direktur jendral pajak

kementerian keuangan akan

menerapkan tax amnesty atau

pengampunan pajak dengan tujuan

masyarakat berinvestasi. Investasi

masuk, menyerap tenaga kerja, lalu

dapat meningkatkan daya beli dan

pada akhirnya menciptakan objek

pajak baru, dengan begitu otomatis

penerimaan pajak bisa naik. Tax

amnesty adalah pengampunan pajak

dengan menghapus pajak terutang

dengan imbalan pembayaran pajak

yang tarifnya dikenakan lebih rendah

atau tidak dikenakan denda akibat

mangkir dari pembayaran pajak.

Potensi dana yang disimpan di luar

negeri yang dapat ditarik jika

diterapkan pengampunan pajak

diperkirakan mencapai ratusan triliun

( KOMPAS.COM ).

Teori dan realita yang ada

menyatakan keterkaitan antara good

corporate governance dan

pengungkapan corporate social

responsibility dengan aspek

perpajakan, maka peneliti tertarik

untuk menghubungkan dan

menemukan bukti empiris mengenai

ketiga variabel tersebut.

Penelitian yang mengkaji

hubungan GCG dan pengungkapan

CSR terhadap aspek perpajakan

terbilang masih sedikit, seperti studi

Annisa dan Kurniasih (2012),

Hidayanti (2013), Richardson dan

Lanis (2011), Rohmati (2013) dan

Yoehana (2013). Penelitian ini

merupakan replikasi penelitian yang

dilakukan oleh Rina Winarsih

(2013). dengan menambahkan

variabel good corporate governance

dan pengungkapan corporate social

responsibility yang diukur dengan

menggunakan proksi ukuran dewan

komisaris.

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1.34

4.45

5.56

4.12

6.01

4.76 4.76

Gambar 1.2 Grafik Pertumbuhan

Produksi Industri Manufaktur

(%)

Sumber : BPS, Subdirektorat

Statistik

Dari gambar di atas

perusahaan industri besar sedang

( IBS ) mengalami ketetapan dalam

produksi, disebabkan minimnya

komitmen pemerintah terhadap

sektor industri manufaktur. seperti

belum adanya desain terpadu untuk

memperkuat industri manufaktur

mulai dari hulu sampai akhir. selain

itu belum adanya kemauan politik

untuk menyediakan bahan baku dan

energi untuk kebutuhan industri

dalam energi (Ina Primiana, 2016).

Kepala Badan Pusat Statistik

(Suryamin, 2016) menyatakan 13

dari 22 jenis industri manufaktur

besar sedang mencatatkan

pertumbuhan produksi pada triwulan

– 1, 2016 terbesar adalah industri

farmasi, dan industri kimia.

Penerapan corporate

governance dilakukan oleh

Indonesian Institute of Corporate

Governance (IICG) berupa

Corporate Governance Perception

Index (CGPI) yang berisikan skor

berupa angka mulai dari 0 sampai

100 yang merupakan hasil survey

mengenai penerapan good corporate

governance pada perusahaan-

perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia. CGPI merupakan

program riset dan pemeringkatan

penerapan good corporate

governance di Indonesia pada

perusahaan publik. Program ini

dilaksanakan sejak tahun 2001

dilandasi dengan pemikiran

pentingnya mengetahui sejauh mana

perusahaan-perusahaan tersebut telah

menerapkan prinsip-prinsip good

corporate governance. Adapun

penilaian yang dilakukan dalam

menentukan peringkat dengan skor

CG tertinggi diperoleh dari penilaian

lima faktor. Pertama, hak-hak dari

pemegang saham. Kedua, peran

pemangku kepentingan. Ketiga,

keterbukaan informasi. Keempat,

transparansi laporan keuangan.

Kelima, tanggung jawab dewan

direksi dan komisaris.

2.1.3 Good Corporate Governance

The Indonesian Institute for

Corporate Governance (IICG)

(2012) mengartikan Good Corporate

Governance sebagai struktur, sistem

dan proses yang digunakan oleh

organ perusahaan sebagai upaya

untuk memberikan nilai tambah

perusahaan secara

berkesinambungan dalam jangka

panjang dengan tetap memperhatikan

kepentingan stakeholders lainnya

berdasarkan norma, etika, budaya

dan aturan yang berlaku. Sedangkan

menurut Surat Keputusan Menteri

BUMN Nomor. KEP-01/MBU/2011

Tentang Penerapan Tata Kelola

Perusahaan Yang Baik (Good

Corporate Governance) yaitu Tata

Kelola Perusahaan yang Baik (Good

Corporate Governance) adalah

prinsip-prinsip yang mendasari suatu

proses dan mekanisme pengelolaan

perusahaan berlandaskan peraturan

perundang-undangan dan etika

perusahaan.

Selain itu menurut Surat

Keputusan Menteri BUMN Nomor.

KEP-01/MBU/2011 Tentang

Penerapan Tata Kelola Perusahaan

Yang Baik (Good Corporate

Governance) terdapat 5 prinsip yang

dikemukan yaitu transparansi

(transparency), akuntabilitas

(accountability),

pertanggungjawaban (responsibility),

kemandirian (independency) dan

kewajaran (fairness). Prinsip-prinsip

tersebut sangat diperlukan dalam

penerapan GCG dikarenakan sangat

berkaitan dengan penyajian laporan

keuangan suatu perusahaan.

Ukuran Dewan Komisaris

Terhadap Tindakan Pajak

Agresif

Semakin besar jumlah ukuran

dewan komisaris maka

dimungkinkan akan semakin besar

pula tindakan pajak agresif yang

dilakukan oleh perusahaan (Annisa

dan Kurniasih, 2013). Nasution dan

Setyawan (2007) memaparkan

bahwa kondisi tersebut dapat

disebabkan karena sulitnya

koordinasi antar anggota dewan

tersebut dan hal ini menghambat

proses pengawasan yang harusnya

menjadi tanggung jawab dewan

komisaris. Pada akhirnya terjadi pula

tindakan pajak agresif yang

dilakukan oleh pihak manajemen .

2.1.4 Pengungkapan Corporate

Social Responsibility (CSR)

Pengungkapan Corporate

Social Responsibility (CSR)

merupakan bentuk nyata kepedulian

kalangan dunia usaha terhadap

lingkungan di sekitarnya

(Kementerian Lingkungan Hidup,

2012). Kegiatan CSR ini dilakukan

di berbagai bidang, mulai dari

pendidikan, kesehatan, ekonomi,

lingkungan bahkan sosial budaya.

Perusahaan tidak hanya

mementingkan kepentingan

perusahaan dalam hal laporan

keuangan perusahaan saja, tetapi kini

perusahaan peduli terhadap tanggung

jawab sosial perusahaan.

Pengungkapan CSR diatur

dalam UU No. 40 tahun 2007 Pasal

74 Tentang Perseroan Terbatas yang

berbunyi: “Perseroan yang

menjalankan kegiatan usahanya

dibidang dan/ atau berkaitan dengan

sumber daya alam wajib

melaksanakan tanggung jawab sosial

dan lingkungan”. Pasal 15 huruf (b)

UU No. 25 Tahun 2007 Tentang

Penanaman Modal turut mendukung

kewajiban dalam kegiatan CSR, yang

berbunyi “Setiap penanaman modal

berkewajiban melaksanakan

tanggung jawab sosial perusahaan”.

Undang-Undang yang mewajibkan

kepada setiap pelaku usaha untuk

melakukan pengelolaan perusahaan

berhubungan dengan lingkungan dan

sosial mereka guna keberlangsungan

hidup perusahaan.

Perusahaan yang melakukan

pengungkapan CSR dapat

memperoleh keuntungan seperti

dapat mempertahankan dan

mendongkrak reputasi serta citra

merek perusahaan, mendapatkan

lisensi untuk beroperasi secara sosial,

mereduksi risiko bisnis perusahaan,

melebarkan akses sumber daya bagi

operasional perusahaan, membuka

peluang besar, mereduksi biaya,

memperbaiki hubungan dengan

regulator, meningkatkan semangat

dan produktivitas karyawan, dan

berpeluang mendapatkan

penghargaan (Untung, 2008 dalam

Adawiyah, 2013). juga pasti

memperhatikan kelima prinsip-

prinsip GCG dalam bertugas

mengelola perusahaan secara efektif

dan efisien.

2.4 Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Good Corporate Governance

terhadap Tindakan Agresif Pajak

Penelitian yang dilakukan

oleh Desai dan Dharmapala (2006)

telah meneliti pengaruh praktik

corporate governance terhadap

hubungan antara kompensasi/insentif

manajemen dengan tindakan

penghindaran pajak. Di tingkat

internasional, interaksi antara

corporate governance dan pajak

sudah mulai diobservasi. Diketahui

dari Schon (2008), peraturan

corporate governance telah dijadikan

alat oleh pemerintah untuk

memerangi usaha penghindaran

pajak yang dilakukan perusahaan.

Friese et al. (2008)

menyatakan bahwa pajak dan

corporate governance dapat

berinteraksi dalam berbagai aspek,

dan interaksi ini dapat bersifat satu

atau dua arah. Di Indonesia, contoh

peraturan perpajakan yang dapat

mempengaruhi governance

perusahaan adalah Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia

Nomor 43/PMK.03/2008 (DJP –

2008). Peraturan tersebut

menyatakan bahwa Wajib Pajak

(WP) dapat menggunakan nilai buku

dalam pemekaran usaha jika WP atau

badan usaha hasil pemekaran

tersebut akan melakukan penawaran

umum perdana. Dari peraturan ini

terlihat adanya dorongan dari

pemerintah bagi perusahaan untuk

melakukan transparansi lebih dengan

cara menjadi perusahaan publik.

Sedangkan contoh prinsip corporate

governance yang dapat

mempengaruhi pengambilan

keputusan perpajakan perusahaan

adalah prinsip keterbukaan dan

transparasi.

Dengan adanya keterbukaan

informasi, maka diharapkan

perusahaan akan cenderung

mengambil tindakan perpajakan yang

tidak berisiko. Prinsip keterbukaan

dan transparansi informasi tersebut

juga bisa mengurangi masalah yang

timbul antara pemilik perusahaan

dan manajer. Perusahaan dengan

corporate governance yang tinggi

akan lebih taat terhadap peraturan

yang telah ditentukan dan lebih

jarang melakukan tindakan pajak

agresif. Dengan adanya good

corporate governance masyarakat

bisa menilai apakah perusahaan

tersebut taat dalam pembayaran

pajak atau tidak, dan apakah

perusahaan tersebut juga melakukan

penyimpangan pajak atau tidak.

Hasil yang akan didapatkan adalah

kinerja perusahaan yang baik

sehingga masyarakat menilai bahwa

perusahaan tersebut baik.

perusahaan dalam melakukan

kinerjanya juga tidak hanya fokus

memperhatikan masyarakat dan

lingkungannya, namun perlu

memperhatikan kepentingan

stakeholder juga. Teori stakeholder

menyatakan bahwa perusahaan

dalam melakukan kegiatan

operasinya harus mempertimbangkan

kepentingan semua pihak yang

terlibat dalam aktivitas operasi

perusahaan. Perusahaan tidak hanya

mementingkan kepentingan

stakeholder saja, akan tetapi juga

harus memperhatikan kepentingan

masyarakat, pemerintah, konsumen,

supplier, analis, dan lain sebagainya

(chairiri,2008). Kinerja perusahaan

dikatakan baik apabila mampu

memperoleh laba yang tinggi pada

tahun berjalan. Laba perusahaan

yang tinggi dapat diperoleh dengan

cara meminimalkan beban-beban

yang dimiliki oleh perusahaan. Salah

satu beban yang dimiliki oleh

perusahaan adalah beban dalam

membayar pajak.

Oleh karenanya dalam penelitian ini

diajukan hipotesis pertama sebagai

berikut :

H1 : Corporate governance

berpengaruh negatif terhadap

tindakan agresif pajak

2.4.2 Pengungkapn CSR terhadap

Tindakan Agresif Pajak

Kinerja perusahaan tidak

lepas dari lingkungan dan

masyarakat. Salah satu bentuk

interaksi perusahaan dengan

masyarakat adalah melalui tanggung

jawab sosial perusahaan atau

pengungkapn CSR. Bentuk tanggung

jawab sosial perusahaan bertujuan

menarik perhatian masyarakat agar

perusahaan tersebut mendapatkan

kesan yang baik dan dapat diterima

oleh masyarakat. Perusahaan dituntut

untuk melakukan pengungkapan

CSR agar dapat memperbaiki

legitimasi dari masyarakat dan

mendapatkan keuntungan.

Perusahaan dikatakan berhasil

apabila dapat memenuhi harapan

masyarakat melalui pelaksanaan

tanggung jawab sosial perusahaan.

Sebaliknya, perusahaan akan

mengarah pada kegagalan apabila

tidak dapat memenuhi harapan

masyarakat dan tentunya

menimbulkan penyebaran informasi

negatif tentang perusahaan tersebut.

perusahaan dalam melakukan

kinerjanya juga tidak hanya fokus

memperhatikan masyarakat dan

lingkungannya, namun perlu

memperhatikan kepentingan

stakeholder juga. Teori stakeholder

menyatakan bahwa perusahaan

dalam melakukan kegiatan

operasinya harus mempertimbangkan

kepentingan semua pihak yang

terlibat dalam aktivitas operasi

perusahaan. Perusahaan tidak hanya

mementingkan kepentingan

stakeholder saja, akan tetapi juga

harus memperhatikan kepentingan

masyarakat, pemerintah, konsumen,

supplier, analis, dan lain sebagainya

(chairiri,2008). Kinerja perusahaan

dikatakan baik apabila mampu

memperoleh laba yang tinggi pada

tahun berjalan. Laba perusahaan

yang tinggi dapat diperoleh dengan

cara meminimalkan beban-beban

yang dimiliki oleh perusahaan. Salah

satu beban yang dimiliki oleh

perusahaan adalah beban dalam

membayar pajak.

Tindakan meminimalkan

beban pajak atau tindakan agresif

pajak di kalangan perusahaan-

perusahaan besar sering terjadi,

terutama di Indonesia. Perusahaan

merasa terbebani dengan banyaknya

beban yang ditanggung, misalnya

kasus yang saat ini terjadi adalah

perusahaan berusaha untuk menekan

beban pengungkapan CSR

perusahaan dengan meminimalkan

beban pajaknya. Tindakan tersebut

pada dasarnya tidak sesuai dengan

harapan masyarakat dan memiliki

dampak negatif terhadap masyarakat

karena mempengaruhi kemampuan

pemerintah dalam menyediakan

barang publik (Lanis dan

Richardson,2013). Kewajiban dalam

membayar pajak seharusnya

dilaksanakan dengan baik oleh

perusahaan. Namun, banyak

perusahaan justru melanggar

peraturan perundang-undangan pajak

dengan mengurangi pajak yang

seharusnya dibebankan kepada

perusahaan tersebut. Perilaku ini

membuat manfaat pajak tidak

maksimal dalam menyejahterakan

masyarakat. Padahal pajak

dipandang sebagai dividen yang

dibayar oleh perusahaan kepada

masyarakat sebagai imbalan telah

menggunakan sumber daya yang

tersedia(Harari, et.al, 2012).

Menurut Deegan, et al

(2002), teori legitimasi menunjukkan

bahwa perusahaan yang melakukan

tindakan agresif pajak akan

cenderung mengungkapkan

informasi tambahan terkait dengan

kegiatan CSR di berbagai bidang

dalam rangka meringankan perhatian

publik serta mencari simpati dari

masyarakat. Semakin tinggi tindakan

agresivitas pajak yang dilakukan

oleh perusahaan, diharapkan

perusahaan dapat memaksimumkan

pengungkapan CSR.

H2 : Pengungkapn CSR

berpengaruh positif terhadap

tindakan agresif pajak

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan

sebagai penelitian ini merupakan

jenis data kuantitatif, yaitu

merupakan data yang dapat diukur

dengan menggunakan skala numeric.

Sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan

menggunakan data sekunder, berupa

laporan keuangan tahunan yang

diperoleh

dari situs resmi Bursa Efek Indonesia

www.idx.co.id dan

www.duniainvestasi.com.

3.3 Metode Pengambilan Data

Metode Pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode dokumentasi, yaitu

data yang digunakan berasal dari

dokumen-dokumen yang sudah

tersedia dengan cara mendonwload

annual report tahun 2012 – 2015

yang terdaftar di BEI melalui situs

resmi www.idx.co.id.

3.4 Definisi Operasional Variabel

3.4.1 Variabel Dependen

Variabel dependen yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah tindakan agresif pajak,

tindakan agresif pajak yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah

usaha perusahaan untuk tidak

membayar sebagian kewajiban pajak

sehingga dapat meningkatkan jumlah

laba setelah pajak perusahaan dan

diharapkan tidak menimbulkan

restitusi pajak (Mangoting, 1999).

Variabel tindakan agresif

pajak ini diukur menggunakan proksi

effective tax rate (ETR). ETR ini

digunakan dengan maksud untuk

merefleksikan tindakan agresif pajak

(Minnick dan Noga, 2009). ETR

merupakan rasio beban pajak

terhadap laba perusahaan sebelum

pajak penghasilan. ETR ini

menggambarkan besarnya laba

sebelum pajak yang dikorbankan

untuk membayar beban pajak

perusahaan. Beban pajak perusahaan

sendiri terdiri dari pajak kini dan

pajak tangguhan. Demikian juga,

diasumsikan bahwa perusahaan yang

melakukan tindakan agresif pajak

akan memiliki nilai ETR yang

rendah dan variabel. Proksi ETR

dapat dihitung dari :

beban pajak penghasilan

ETR = laba sebelum pajak

3.4.2 Variabel Independen

Variabel independen dalam

penelitian ini yaitu good corporate

governance dan pengungkapan

corporate social responsibility yang

diukur menggunakan ukuran dewan

komisaris dan pengungkapan

corporate social responsibility

terhadap tindakan agresif pajak.

Skala pengukuran untuk GCG

menggunakan skala nominal dengan

menghitung jumlah anggota yang

dimiliki perusahaan yang disebutkan

dalam laporan keuangan.

Pengukuran CSR dilakukan dengan

melihat pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan dalam 7

indikator yaitu lingkungan, energi,

kesehatan, dan keselamatan tenaga

kerja, lain-lain tenaga kerja, produk,

keterlibatan masyarakat, dan umum.

Selanjutnya total nilai pengungkapan

digunakan untuk mengukur indeks

CSR. Adapun rumus yang bisa

digunakan yaitu sebagai berikut:

Maka rumus untuk

pengukuran pengungkapan CSR

yaitu :

TCSR = ∑Xyi

ni

Keterangan :

TCSR : Indeks luas pengungkapan

tanggung jawab sosial dan

lingkungan perusahaan

∑Xyi : Nilai 1 = jika item y

diungkapkan; 0 = jika item y tidak

diungkapkan.

y : Item yang diharapkan

diungkapkan

ni : Jumlah item untuk

perusahaan i, ni ≤ 78

3.4.3 Identifikasi Variabel

a. Ukuran Komisaris ( X1 )

Semakin besar jumlah ukuran

dewan komisaris maka

dimungkinkan akan semakin besar

pula tindakan pajak agresif yang

dilakukan oleh perusahaan (Annisa

dan Kurniasih, 2013). Nasution dan

Setyawan (2007) memaparkan

bahwa kondisi tersebut dapat

disebabkan karena sulitnya

koordinasi antar anggota dewan

tersebut dan hal ini menghambat

proses pengawasan yang harusnya

menjadi tanggung jawab dewan

komisaris. Pada akhirnya terjadi pula

tindakan pajak agresif yang

dilakukan oleh pihak manajemen .

Skala pengukuran menggunakan

skala nominal dengan menghitung

jumlah anggota yang dimiliki

perusahaan yang disebutkan dalam

laporan tahunan .Data yang

digunakan adalah data selama

periode pengamatan dari tahun 2012

– 2015 yang diperoleh dari situs

Bursa Efek Indonesia

(www.idx.com).

b. Pengungkapan CSR ( X2 )

Pengukuran CSR dilakukan

dengan melihat pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan

dalam 7 indikator yaitu lingkungan,

energi, kesehatan, dan keselamatan

tenaga kerja, lain-lain tenaga kerja,

produk, keterlibatan masyarakat, dan

umum. Selanjutnya total nilai

pengungkapan digunakan untuk

mengukur indeks CSR. Data yang

digunakan adalah data selama

periode pengamatan dari tahun 2012

– 2015 yang diperoleh dari situs

Bursa Efek Indonesia

(www.idx.com).

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam

Penelitian ini menggunakan regresi

linear berganda yang sebelumnya

perlu dilakukan statistik deskriptif,

uji asumsi klasik (bebas dari asumsi

normalitas, multikolonearitas,

heteroskedastisitas, dan autokorelasi)

serta uji hepotesis (meliputu

koefisien determinasi dan uji statistik

t).

3.5.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan

untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel pengganggu atau

residual memiliki distribusi normal.

Terdapat dua cara untuk mendeteksi

apakah residual berdistribusi normal

atau tidak yaitu dengan cara analisis

grafis dan uji statistik

(Ghozali,2011). Uji-t uji-f

mengasumsikan bahwa nilai

residual mengikuti distribusi

normal. Apakah nilai residual yang

dihasilkan tidak terdistribuai secara

normal, maka uji stasistik menjadi

tidak valid.

Cara untuk mendeteksi

apakah variabel terdistribusi secara

normalitas, yaitu dengan melihat

penyebaran data pada sumbu

diagonal dari grafik atau dengan

melihat histogram dari residualnya.

Dasar dalam pengujian normalitas ini

adalah:

a) Jika data menyebar disekitar

garis diagonal dan mengikuti

arah garis diagonal atau

grafik histogramnya

menunjukkan pola distribusi

normal, maka model regresi

memenuhi asumsi normalitas.

b) Jika data menyebar jauh dari

diagonal dan/atau tidak

mengikuti arah garis diagonal

atau grafik histogram tidak

menunjukkan pola distribusi

normal maka model regresi

tidak memenuhi asumsi

normalitas.

Apabila pendeteksian

normalitas hanya dengan cara

melihat grafik, maka hasil yang

didapat akan menyesatkan karena

kemungkinan ketidak hati-hatian

secara visual kelihatan normal,

padahal secara statistik menunjukkan

ketidak normalan dalam

pendistribusian.

Oleh sebab itu, dalam

pengujian normalitas selain uji grafik

harus dilengkapi dengan uji statistik.

Uji statistik. Uji statistik yang

digunakan adalah uji statistik nin-

parametrik kolmogorov-smirnov (K-

S) dilakukan dengan membuat

hipotesis :

Ho : data residual

berdistribusi normal

Ha : data residual tidak

berdistribusi normal

3.5.2. Uji Statistik

Uji statistik deskriptif adalah

sebuah statistik yang

menggambarkan atau

mendeskripsikan suatu data yang

dilihat dari rata-rata, standar deviasi,

variance, maksimum, minimum,

kurtosis dan skewness (Ghozali,

2009). Dalam statsitik deskriptif data

dapat dianalisis dengan nilai

maksimum dan minimum yang

menunjukan nilai data besar dan

kecil.

3.5.2.1 Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas

bertujuan untuk menguji apakah

model regresi ditemukan adanya

korelasi antar variabel independen.

Multikolonearitas adalah situasi

adanya variabel-variabel bebas

diantara satu sama lain. Model

regresi yang baik seharusnya tidak

menjadi korelasi di antara variabel

independen. Untuk mendeteksi ada

atau tidaknya multikolonieritas di

dalam model regresi adalah sebagai

berikut :

1. Nilai R2 yang dihasilkan

oleh suatu estimasi model

regresi empiris yang

sangat tinggi, tetapi

secara individual

variabel-variabel

independen banyak yang

tidak signifikan

mempengaruhi variabel

dependen.

2. Menganalisis matrik

korelasi variabel-variabel

independen. Jika antar

variable independen

terdapat korelasi yang

cukup tinggi (di atas

0,95), maka merupakan

indikasi adanya

multikolonieritas.

3. Melihat nilai Tolerance

dan Variance Inflation

Factor (VIF). Nilai cutoff

yang umum dipakai untuk

menunjukkan adanya

multikolonieritas adalah

nilai Tolerance ≤ 0,10

atau sama dengan nilai

VIF ≥ 10 (Ghozali, 2011).

3.5.2.2 Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali(2011)

mengatakan bahwa uji

heteroskedastisitas bertujuan

menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari

residual satu pengamatan

kepengamatan yang lain.Jika

variance dan residual menghasilkan

tetap dari satu pengamatan

kepengamatan lain, maka disebut

Homoskedasitisitas dan jika berbeda

disebut Heteroskedastisitas. Model

regresi yang baik adalah model yang

tidak heteroskedastisitas atau dengan

kata lain terjadinya

Homoskesdatisitas.

Cara untuk mendeteksi ada

atau tidaknya heteroskedastisitas

pada model regresi yang akan diuji,

yaitu dengan melihat grafik

plotantara nilai prediksi variabel

terikat (dependen)yaitu ZPRED

dengan residualnya SRESID. Deteksi

ada tidaknya pola tertentu pada

grafik scatterplot antara SRESID dan

ZPRED dimana sumbu Y adalah Y

yang telah diprediksi, dan sumbu X

adalah residual (Y prediksi – Y

sesungguhnya) yang telah di

studentized (Ghozali,2011). Dasar

analisis dalam pengujian ini adalah :

a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-

titik yang ada membentuk pola

tertentu yang teratur

(bergelombang, melebar

kemudian menyempit), maka

mengindikasikan telah terjadi

heteroskedastisitas.

b) Jika tidak ada pola yang jelas,

serta titik-titik menyebar di atas

dan di bawah angka 0 pada

sumbu Y, maka tidak terjadi

heteroskedastisitas.

Pengujian mengguanakan

grafik plots memiliki kelemahan

yaitu pengamatan pada sampel kecil

yang mempengaruhi hasil ploting,

untuk itu diperlukan uji statistik agar

mendapatkan hasil yang tebih detail

dan dapat menjamin keakuratan

hasil. Terdapat beberapa uji statistik

yang digunakan untuk mendeteksi

ada tidaknya heteroskedesitas. Salah

satunya yang digunakan dalam

penelitian ini adalah uji glejser.

Menurut Gujarati (2003) dalam

Ghozali (2011) uji glejser dilakukan

dengan cara meregresikan variabel

independen terhadap nilai absolut

residual.

Jika variabel independen

signifikan secara statistik

mempengaruhi variabel dependen,

maka ada indikasi terjadi

heteroskedesitas. Apabila nilai

signifikansi lebih besar dari 0,05

maka tidak terjadi heteroskedesitas

namun apabila kurang dari 0,05

maka terjadi heteroskedesitas.

3.5.2.3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan

menguji apakah dalam model regresi

linier ada korelasi antara kesalahan

pengganggu pada periode tertentu

dengan kesalahan pengganggu pada

periode sebelumnya. Model regresi

yang baik adalah regresi yang bebas

dari autokorelasi. Pengujian ini akan

menggunakan uji Durbin-Watson

(DWtest) yang mensyaratkan adanya

konstanta (intercept) dalam model

regresi dan tidak ada variabel lagi di

antara variabel independen (Ghozali,

2011). Mekanisme pengujian Durbin

Watson menurut Gujarati (2003)

adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan hipotesis :

Ho : tidak ada autokorelasi ( r =

0 )

Ha : ada autokorelasi ( r ≠ 0 )

2. Menentukan nilai d hitung

(Durbin-Watson).

3. Untuk ukuran sampel tertentu dan

banyaknya variabel independen,

menentukan nilai batas atas (du)

dan batas bawah (dl) dalam tabel.

4. Mengambil keputusan dengan

kriteria sebagai berikut:

a. Jika 0 < d < dl, Ho ditolak

berarti terdapat autokorelasi

positif.

b. Jika dl ≤ d ≤ du, daerah tanpa

keputusan (gray area), berarti

uji tidak menghasilkan

kesimpulan. c. Jika du < d < 4

– du, Ho tidak ditolak berarti

tidak ada autokorelasi.

d. Jika 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl, daerah

tanpa keputusan (gray area),

berarti uji tidak menghasilkan

kesimpulan. e. Jika 4 – dl < d <

4, Ho ditolak berarti terdapat

autokorelasi positif.

e. Jika 4 –dl < d < 4, Ho ditolak

berarti terdapat autokorelasi positif.

3.5.3 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah menggunakan model regresi

linear berganda. Analisis linear

berganda ini untuk mengetahui

apakah terdapat pengaruh antara

variabel-variabel independen

terhadap dependen.

Model persamaan regresi pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Y = a + b1.X1 + b2.X2 … + bn.Xn

Keterangan:

Y = Variabel terikat

X1 dan X2 = Variabel bebas

a = intersep

b1, b2 dan bn = konstanta

3.5.3.1 Uji Signifikasi Parsial (t-

test)

Uji ini digunakan untuk

mengetahui pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat secara

parsial. Adapun tahapan dalam uji t

adalah sebagai berikut (Gujarati,

2005):

1) MerumuskanHipotesis

Ho: β1, β2, β3 = 0

(Berartivariabel variable

bebas tidak mempunyai

pengaruh terhadap variable

dependen).

Ha: β1, β2, β3 ≠ 0 (Berarti

variabel-variabel bebas

mempunyai pengaruh

terhadap variabel dependen).

2) Menentukan tingkat

signifikansi

Tingkat signifikansi standar

yang digunakanadalah α = 5

% atau confidence interval

sebesar 95 %.

3) Menghitung nilai thitung

Nilai t dihitung dengan

rumus:

t= biSbi

dimana:

t : statistik uji

bi : koefisien regresi

Sbi : standar error

koefisienregresi.

4) Membandingkan nilai thitung

dengan ttabel

Untuk menentukan apakah

hipotesis nol diterima atau

ditolak dibuat ketentuan

sebagai berikut:

-ttabel ≤thitung ≤ ttabel berarti Ho

diterima dan Ha ditolak

thitung > ttabel atau -thitung <-ttabel

berarti Ho ditolak dan Ha

diterima

3.5.3.2 Analisis Koefisien

Determinasi Berganda (R2)

Digunakan untuk mengetahui

besarnya pengaruh komponen

bebas (X) terhadap komponen

terikat (Y) secara bersama-sama

dengan rumus sebagai berikut

(Gujarati, 2005):

R2=b1∑ X 1Y i+b2∑ X2 Y i+b2∑ X2 Y i

∑ Yi2

Dimana:

R2 : Koefisien

determinasi

b1,b2,b3 : Koefisien

regresi

X1,X2,X3 : Komponen

independen

Y : Nilai

Perusahaan

Digunakan untuk mengukur

ketepatan dari model analisis

yang dibuat. Secara umum

dapat dikatakan bahwa besarnya

koefisien determinasi (R2)

berada antara 0 dan 1 atau 0 <

R2< 1.

4.1.1 Gambaran Umum Sampel

Penelitian

Populasi penelitian pada

penelitian ini adalah perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia pada periode 2012 –

2015. Penentuan sampel dalam

penelitian ini menggunakan metode

purposive sampling. Berdasarkan

kriteria pengambilan sampel maka

diperoleh 14 perusahaan yang

memenuhi syarat untuk dijadikan

sampel penelitian. Pada Tabel 4.1

berikut ini dapat dilihat distribusi

perusahaan yang memenuhi kriteria

pengambilan sampel.

Tabel 4.1 Distribusi Sampel PenelitianKeterangan Jumlah Perusahaan

Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2012 – 2015Kriteria 1:a. Perusahaan tidak terdaftar dalam Bursa

Efek Indonesia selama tahun 2012 - 2015b. Perusahaan terdaftar dalam Bursa Efek

Indonesia selama tahun 2012 - 2015Kriteria 2:a. Perusahaan tidak menyajikan dan

mempublikasikan laporan keuangan selama tahun 2012 – 2015

b. Perusahaan menyajikan dan mempublikasikan laporan keuangan selama tahun 2012 – 2015

Kriteria 3:a. Perusahaan tidak menggunakan satuan nilai

rupiah dalam laporan keuangan selama 2012-2015

b. Perusahaan menggunakan satuan nilai rupiah dalam laporan keuangan selama 2012-2015

Kriteria 4:

4.3 Pembahasan

Setelah dilakukan pengujian

statistik secara parsial (individu)

dengan menggunakan uji t, maka

analisis lebih lanjut dari hasil analisis

regresi adalah:

4.3.1 Pengaruh Good Corporate

Governance terhadap

Tindakan Agresif Pajak

Hasil uji regresi

menunjukkan variabel Good

Corporate Governance berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap

Tindakan Agresif Pajak dengan

koefisien regresi sebesar -0,017. Hal

ini berarti semakin baik Good

Corporate Governance, maka

semakin rendah Tindakan Agresif

Pajak. Sehingga ditemukan bukti

secara statistik signifikan bahwa

corporate governance berpengaruh

negatif terhadap tindakan agresif

pajak (H1 diterima).

Desai dan Dharmapala

(2006) meneliti pengaruh praktik

corporate governance terhadap

hubungan antara kompensasi/insentif

manajemen dengan tindakan

penghindaran pajak. Di tingkat

internasional, interaksi antara

corporate governance dan pajak

sudah mulai diobservasi. Diketahui

dari Schon (2008), peraturan

corporate governance telah dijadikan

alat oleh pemerintah untuk

memerangi usaha penghindaran

pajak yang dilakukan perusahaan.

Friese et al. (2008)

menyatakan bahwa pajak dan

corporate governance dapat

berinteraksi dalam berbagai aspek,

dan interaksi ini dapat bersifat satu

atau dua arah. Di Indonesia, contoh

peraturan perpajakan yang dapat

mempengaruhi governance

perusahaan adalah Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia

Nomor 43/PMK.03/2008 (DJP –

2008). Peraturan tersebut

menyatakan bahwa Wajib Pajak

(WP) dapat menggunakan nilai buku

dalam pemekaran usaha jika WP atau

badan usaha hasil pemekaran

tersebut akan melakukan penawaran

umum perdana. Dari peraturan ini

terlihat adanya dorongan dari

pemerintah bagi perusahaan untuk

melakukan transparansi lebih dengan

cara menjadi perusahaan publik.

Sedangkan contoh prinsip corporate

governance yang dapat

mempengaruhi pengambilan

keputusan perpajakan perusahaan

adalah prinsip keterbukaan dan

transparasi.

Dengan adanya keterbukaan

informasi, maka diharapkan

perusahaan akan cenderung

mengambil tindakan perpajakan yang

tidak berisiko. Prinsip keterbukaan

dan transparansi informasi tersebut

juga bisa mengurangi masalah yang

timbul antara pemilik perusahaan

dan manajer. Perusahaan dengan

corporate governance yang tinggi

akan lebih taat terhadap peraturan

yang telah ditentukan dan lebih

jarang melakukan tindakan pajak

agresif. Dengan adanya good

corporate governance masyarakat

bisa menilai apakah perusahaan

tersebut taat dalam pembayaran

pajak atau tidak, dan apakah

perusahaan tersebut juga melakukan

penyimpangan pajak atau tidak.

Hasil yang akan didapatkan adalah

kinerja perusahaan yang baik

sehingga masyarakat menilai bahwa

perusahaan tersebut baik.

Perusahaan dalam melakukan

kinerjanya juga tidak hanya fokus

memperhatikan masyarakat dan

lingkungannya, namun perlu

memperhatikan kepentingan

stakeholder juga. Teori stakeholder

menyatakan bahwa perusahaan

dalam melakukan kegiatan

operasinya harus mempertimbangkan

kepentingan semua pihak yang

terlibat dalam aktivitas operasi

perusahaan. Perusahaan tidak hanya

mementingkan kepentingan

stakeholder saja, akan tetapi juga

harus memperhatikan kepentingan

masyarakat, pemerintah, konsumen,

supplier, analis, dan lain sebagainya

(Chairiri, 2008). Kinerja perusahaan

dikatakan baik apabila mampu

memperoleh laba yang tinggi pada

tahun berjalan. Laba perusahaan

yang tinggi dapat diperoleh dengan

cara meminimalkan beban-beban

yang dimiliki oleh perusahaan. Salah

satu beban yang dimiliki oleh

perusahaan adalah beban dalam

membayar pajak.

Dalam pengambilan proses

pengambilan keputusan komisaris

tidak mengetahui banyak mengenai

internal perusahaan dan perencanaan

penghindaran pajak melainkan lebih

menjelaskan risiko biaya yang harus

ditanggung perusahaan akibat

penghindaran pajak (Armstrong et

al., 2015). Dengan demikian,

semakin besar proporsi komisaris

dalam jajaran dewan komisaris dapat

menghambat keputusan

penghindaran pajak perusahaan.

Lanis dan Richardson (2011) dan

Armstrong, et al. (2015) menemukan

bahwa semakin besar proporsi

komisaris berpengaruh negatif

terhadap penghindaran pajak.

Komisaris juga diharapkan sebagai

penyeimbang dimana dapat

mengawasi proses pengambilan

keputusan yang dapat

membahayakan nama baik pemilik

saham dan perusahaan sehingga

komisaris dapat bertugas sesuai

dengan kepentingan pemilik saham.

Hasil penelitian ini tidak

sesuai dan tidak mendukung temuan

penelitian Fadhilah (2014) serta

penelitian Yasmeen dan Hermawati

(2013) yang menyatakan bahwa

Good Corporate Governance tidak

berpengaruh terhadap Tax

Avoidance.

4.3.2 Pengaruh Pengungkapan

CSR terhadap Tindakan

Agresif Pajak

Hasil uji regresi

menunjukkan variabel

Pengungkapan CSR berpengaruh

positif dan signifikan terhadap

Tindakan Agresif Pajak dengan

koefisien regresi sebesar 0,303. Hal

ini berarti semakin besar

Pengungkapan CSR, maka semakin

tinggi Tindakan Agresif Pajak.

Sehingga tidak ditemukan bukti

secara statistik signifikan bahwa

pengungkapan CSR berpengaruh

positif terhadap tindakan agresif

pajak (H2 diterima).

Kinerja perusahaan tidak

lepas dari lingkungan dan

masyarakat. Salah satu bentuk

interaksi perusahaan dengan

masyarakat adalah melalui tanggung

jawab sosial perusahaan atau

pengungkapn CSR. Bentuk tanggung

jawab sosial perusahaan bertujuan

menarik perhatian masyarakat agar

perusahaan tersebut mendapatkan

kesan yang baik dan dapat diterima

oleh masyarakat. Perusahaan dituntut

untuk melakukan pengungkapan

CSR agar dapat memperbaiki

legitimasi dari masyarakat dan

mendapatkan keuntungan.

Perusahaan dikatakan berhasil

apabila dapat memenuhi harapan

masyarakat melalui pelaksanaan

tanggung jawab sosial perusahaan.

Sebaliknya, perusahaan akan

mengarah pada kegagalan apabila

tidak dapat memenuhi harapan

masyarakat dan tentunya

menimbulkan penyebaran informasi

negatif tentang perusahaan tersebut.

Perusahaan dalam melakukan

kinerjanya juga tidak hanya fokus

memperhatikan masyarakat dan

lingkungannya, namun perlu

memperhatikan kepentingan

stakeholder juga. Teori stakeholder

menyatakan bahwa perusahaan

dalam melakukan kegiatan

operasinya harus mempertimbangkan

kepentingan semua pihak yang

terlibat dalam aktivitas operasi

perusahaan. Perusahaan tidak hanya

mementingkan kepentingan

stakeholder saja, akan tetapi juga

harus memperhatikan kepentingan

masyarakat, pemerintah, konsumen,

supplier, analis, dan lain sebagainya

(Chairiri, 2008). Kinerja perusahaan

dikatakan baik apabila mampu

memperoleh laba yang tinggi pada

tahun berjalan. Laba perusahaan

yang tinggi dapat diperoleh dengan

cara meminimalkan beban-beban

yang dimiliki oleh perusahaan. Salah

satu beban yang dimiliki oleh

perusahaan adalah beban dalam

membayar pajak.

Tindakan meminimalkan

beban pajak atau tindakan agresif

pajak di kalangan perusahaan-

perusahaan besar sering terjadi,

terutama di Indonesia. Perusahaan

merasa terbebani dengan banyaknya

beban yang ditanggung, misalnya

kasus yang saat ini terjadi adalah

perusahaan berusaha untuk menekan

beban pengungkapan CSR

perusahaan dengan meminimalkan

beban pajaknya. Tindakan tersebut

pada dasarnya tidak sesuai dengan

harapan masyarakat dan memiliki

dampak negatif terhadap masyarakat

karena mempengaruhi kemampuan

pemerintah dalam menyediakan

barang publik (Lanis dan

Richardson, 2013). Kewajiban dalam

membayar pajak seharusnya

dilaksanakan dengan baik oleh

perusahaan. Namun, banyak

perusahaan justru melanggar

peraturan perundang-undangan pajak

dengan mengurangi pajak yang

seharusnya dibebankan kepada

perusahaan tersebut. Perilaku ini

membuat manfaat pajak tidak

maksimal dalam menyejahterakan

masyarakat. Padahal pajak

dipandang sebagai dividen yang

dibayar oleh perusahaan kepada

masyarakat sebagai imbalan telah

menggunakan sumber daya yang

tersedia (Harari, et.al, 2012).

Menurut Deegan, et.al

(2002), teori legitimasi menunjukkan

bahwa perusahaan yang melakukan

tindakan agresif pajak akan

cenderung mengungkapkan

informasi tambahan terkait dengan

kegiatan CSR di berbagai bidang

dalam rangka meringankan perhatian

publik serta mencari simpati dari

masyarakat. Semakin tinggi tindakan

agresivitas pajak yang dilakukan

oleh perusahaan, diharapkan

perusahaan dapat memaksimumkan

pengungkapan CSR. Selain itu

menurut Utari (2014) menunjukkan

perusahaan yang melakukan tindakan

agresif pajak akan mengakibatkan

perusahaan akan melakukan

pengungkapan corporate

responsibility lebih besar.

Hasil penelitian ini sesuai dan

mendukung temuan penelitian Novia

Bani Nugraha (2015) yang

menyatakan bahwa dalam konteks

Indonesia tingkat aktivitas CSR

berpengaruh signifikan terhadap

tindakan agresif pajak. Selain itu

hasil penelitian ini tidak sesuai dan

tidak mendukung temuan penelitian

Wahyudi (2015) serta penelitian

Jessica dan Toly (2014) yang

menyatakan bahwa dalam konteks

Indonesia tingkat aktivitas CSR tidak

berpengaruh signifikan terhadap

tindakan agresif pajak.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang

telah dilakukan pada penelitian ini,

maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Good Corporate Governance

berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap Tindakan

Agresif Pajak. Sehingga

ditemukan bukti secara statistik

signifikan bahwa corporate

governance berpengaruh

negatif terhadap tindakan

agresif pajak (H1 diterima).

2. Pengungkapan CSR

berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Tindakan

Agresif Pajak. Sehingga tidak

ditemukan bukti secara statistik

signifikan bahwa

pengungkapan CSR

berpengaruh positif terhadap

tindakan agresif pajak (H2

diterima).

5.2 Keterbatasan

Berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan, penelitian ini

memiliki terbatasan sebagai berikut :

Dalam penelitian ini hanya

menggunakan dua variabel

independen yang di teliti yaitu Good

Corporate Governance dan

Pengungkapan CSR. Dalam

penelitian selanjutnya diharapkan

dapat menggunakan variabel lain

seperti ukuran perusahaan, leverage,

profitabilitas, dan lainnya serta

menambah periode penelitian untuk

mengetahui lebih jauh faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap Tindakan

Agresif Pajak.

5.3 Saran

Mengacu pada hasil

kesimpulan dan pembahasan, maka

dapat diajukan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Hasil penelitian membuktikan

bahwa Good Corporate

Governance dan Pengungkapan

CSR berpengaruh signifikan

terhadap Tindakan Agresif

Pajak. Oleh karena itu

diharapkan perusahaan

manufaktur yang tercatat di BEI

selalu berupaya untuk menekan

tingkat tindakan agresif pajak.

2. Bagi investor, sebaiknya

menanamkan modal pada

perusahaan yang memiliki

tingkat tindakan agresif pajak

yang rendah.

5.4 Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan, maka rekomendasi

yang diberikan adalah :

a. Bagi peneliti selanjutnya,

sebaiknya menambah periode

penelitian dan variabel lain dalam

penelotian yang akan dilakukan.

b. Bagi peneliti selanjutnya,

sebaiknya memperluas objek

penelitiannya untuk meningkatkan

generalisasi hasil penelitian

kesemua jenis perusahaan.

Daftar Pustaka

Annisa, Nuralifmida Ayu da lulus kurniasih. 2002. Pengaruh Corporate Governanace Terhadap Tax Avoidance. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Freeman, R.E., Reed. 1983. Stockholders and stakeholders: a new perspective on corporate governance.

Friedman, Milton. 1962. Capitalism and Freedom. Chicago: University of Chicago Press.

Ghozali, Imam. Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, Imam, 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang: Universitas Diponegoro: Semarang.

Hlaing, Khin Phyo. 2012. Organizational Architecture of Multinationals and Tax Aggressiveness. University of Waterloo.

Jiménez, Carlos Eriel. 2012. Tax Aggressiveness, Tax Environment Changes, And Corporate Governance. University Of Florida.

Jessica, Agus Arianto Toly (2014). Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibilty Terhadap Agresivitas Pajak: Universitas Kristen Petra

Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umun Good Corporate Governance di Indonesia 2006.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 2010. Kajian Tentang Pedoman Good Corporate Governance di Negara-Negara Anggota Acmf.

Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. 2011. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: Per— 01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara.

Nasution, Marihot Dan Doddy Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Novia Bani Nugraha ( 2015) Pengaruh Corporate Social Responsibility, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage Dan Capital Intensity Terhadap Agresivitas Pajak. Semarang : Universitas Diponegoro.

Octaviana, N. E. Abdul Rohman (2014). Pengaruh Agresivitas Pajak Terhadap Corporate Social Responsibility : Untuk Menguji Teori Legitimasi. Semarang : Universitas Diponegoro.

Rahmi Fadhilah ( 2014 ). Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Tax Avoidance: Universitas Negeri Padang.

Richardson, Grant. Roman Lanis. 2011. Corporate Social Responsibility and Tax Aggressiveness. Journal of Accounting Public Policy. Australia.

Rina Winarsih ( 2013). Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Sosial Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif: Universitas trunojoya madura.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG). 2012. Corporate Governance Perception Index 2012 Tentang Program tahunan Riset dan Pemeringkatan Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia.

Warren, Carl S. 2005. Pengantar Akuntansi: Edisi Revisi 21. Jakarta: Salemba Empat.

www.dx.co.id