analisis blok 16a

14
Analisis Masalah 1. Physical examination: General appearance: he looked severely sick and pale. Body height: 175 cm weight: 55 kg, BP: 1!7 mm"g, "#: 11$ x!min%te, ##: &' x!min%te, (emp: ° ). (here was a tattoo on the chest and lymphadenopathy o* the right neck, an +n chest a%sc%ltation there was an increase o* vesic%lar so%nd at ther ri with moderate rales. a. pa dampak dari pemb%atan tatto pada kas%s- kaitan dengan "+/0 "+/ dit%larkan melal%i beberapa cara melip%ti h%b%ngan sex%a darah, ib% ke bayi saat masa kehamilan, kelahiran, dan meny%s%i, dan me ar%m s%ntik yang telah terkontaminasi secara bergiliran. Pemakaian Bersamaan 2ar%m 3%ntik! 3emprot %nt%k (ato "+/ dalam konsentrasi sedikit terdapat pada darah di dalam ar%m s semprot. 4ala% seseorang memakai ar%m s%ntik ata% semprot yang s%dah dig%nakan oleh orang lain yang mengidap "+/, bekas darah yang ada pada s%ntik terseb%t dapat secara langs%ng memas%ki aliran darah yang dapat "+/. Pada skenario ini ditem%kan tattoo, hal terseb%t bisa men%n %kkan r 6 terin*eksi "+/. $. dditional in*ormation aboratory : "b : 8,5 g9, B) : '.!; , <3# '5 mm!hr, =i**co%nt: !&!$!75!15!5, ci Bacilli: ?0, "+/ test @0, )=A 1$!; a. engapa penderita "+/ cender%ng menderita (B- Penderita "+/ cender%ng menderita (B karena pada individ% normal te keseimbangan yang rentan antara im%nitas host dan . (b. 3el )=A dan m sangat berperan dalam respon im%nitas terhadap . (b. #espon im%nitas in*eksi . (b melip%ti cellmediatedimm%nity ) +0 dan delayedtype hypersensitivity =("0, ked%a respon im%nitasterseb%t bert% %an %nt%k melokalisisr in*eksi dan memb%n%h . (b. +n*eksi "+/ menyebabkan depresi dan dis*%ngsi progresi* sel )=A dan pada *%ngsi makro*ag. kibatnya pasien "+/ memp%nyai risiko tinggi %nt reaktivasi (B laten men adi (B akti* dan peningkatan risiko terin*eks Pada in*eksi "+/ lan %t kadar )=A sangat rendah sehingga ter adi gang im%nitas baik ) + cell mediated imm%nity 0 dan =(" delayed type hypersensitivity0, akibatnya replikasi . (b mel%as tanpa disertai gran%loma, nekrosis perke %an ma%p%n kavitas. +ni menyebabkan diagnos

Upload: riana-eka-santy

Post on 05-Oct-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

analisis

TRANSCRIPT

Analisis Masalah1. Physical examination:

General appearance: he looked severely sick and pale. Body height: 175 cm, body weight: 55 kg, BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/minute, RR: 36 x/minute, Temp: 37,6(C. There was a tattoo on the chest and lymphadenopathy of the right neck, and stomatitis. In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at ther right upper lung with moderate rales.a. Apa dampak dari pembuatan tatto pada kasus? (kaitan dengan HIV)HIV ditularkan melalui beberapa cara meliputi hubungan sexual, tranfusi darah, ibu ke bayi saat masa kehamilan, kelahiran, dan menyusui, dan menggunakan jarum suntik yang telah terkontaminasi secara bergiliran.

Pemakaian Bersamaan Jarum Suntik/ Semprot untuk Tato

HIV dalam konsentrasi sedikit terdapat pada darah di dalam jarum suntik dan semprot. Kalau seseorang memakai jarum suntik atau semprot yang sudah pernah digunakan oleh orang lain yang mengidap HIV, bekas darah yang ada pada jarum suntik tersebut dapat secara langsung memasuki aliran darah yang dapat menularkan HIV. Pada skenario ini ditemukan tattoo, hal tersebut bisa menunjukkan bagaimana Mr Y terinfeksi HIV.

2. Additional information

Laboratory :Hb : 8,5 g%, WBC : 6.000/L, ESR 65 mm/hr, Diffcount: 0/3/2/75/15/5, Acid Fast Bacilli: (-), HIV test (+), CD4 120/La. Mengapa penderita HIV cenderung menderita TB? Penderita HIV cenderung menderita TB karena pada individu normal terjadi keseimbangan yang rentan antara imunitas host dan M. Tb. Sel CD4 dan makrofag sangat berperan dalam respon imunitas terhadap M. Tb. Respon imunitas pada infeksi M. Tb meliputi cell mediated immunity (CMI) dan delayed type hypersensitivity (DTH), kedua respon imunitas tersebut bertujuan untuk melokalisisr infeksi dan membunuh M. Tb.

Infeksi HIV menyebabkan depresi dan disfungsi progresif sel CD4 dan defek pada fungsi makrofag. Akibatnya pasien HIV mempunyai risiko tinggi untuk reaktivasi TB laten menjadi TB aktif dan peningkatan risiko terinfeksi baru TB. Pada infeksi HIV lanjut kadar CD4 sangat rendah sehingga terjadi gangguan respon imunitas baik CMI (cell mediated immunity ) dan DTH (delayed type hypersensitivity), akibatnya replikasi M. Tb meluas tanpa disertai pembentukan granuloma, nekrosis perkejuan maupun kavitas. Ini menyebabkan diagnosis TB lebih sulit karena gambaran radiologisnya tidak seperti umumnya penderita TB tanpa HIV. TB ekstra paru sering terjadi tetapi kelainan TB paru masih merupakan kelainan TB yang lebih sering terjadi. Status HIV negatif meningkatkan risiko berkembangnya TB 5-10%, sedangkan status HIV positif meningkatkan risiko berkembangnya TB 50%. Dibandingkan individu yang tidak terinfeksi HIV, individu dengan HIV mempunyai risiko 10 kali lebih besar untuk berkembangnya TB.b. Bagaimana stage HIV pada kasus? Bila telah terjadi infeksi oportunistik, yaitu penyakit yang berhubungan dengan penurunan imunitas yang serius, dapat dikatakan kondisi ini telah memasuki stadium lanjut. Pada kasus ini telah terjadi infeksi opotunistik, sehingga bisa dikatakan HIV stadium lanjut.Stadium Klinis 3

a)Berat badan menurun yang tidak dapat dijelaskan sebabnya ( > 10%)

b)Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 1 bulan

c)Demam yang tidak diketahui sebabnya (intermiten maupun tetap selama

lebih dari 1 bulan)

d)Kandidiasis oral persisten

e)Oral hairy leukoplakia

f)Tuberkulosis (TB) paru

g)Infeksi bakteri yang berat (empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi,

meningitis, bakteriemi selain pneumonia)

h)Stomatitis, gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotikans yang akut

i)Anemia (Hb < 8 g/dL), netropeni (< 500/mm3), dan/atau trombositopeni kronis (< 50.000/mm3) yang tak dapat diterangkan sebabnya.3. Radiology :

Chest radiograph showed infiltrate at right lower lung.

a. Bagaimana membedakan gambaran infiltrat pada TB dengan penyakit lain?

Gambar 1. Contoh hasil foto thorax yang menggambarkan kelainan, tampak bercak-bercak putih di bagian puncak kedua lapang paru ( Cases Journal 2009, 2:9333)

Gambar 2. Contoh hasil foto toraks yang menggambarkan dugaan TB, tampak flek di kedua lapang paru dan kavitas/lubang di lapang paru kanan atas (lingkaran merah). (AJR. 2008;191:834-844)

Gambar 3. Fibrosis paru dan emfisema akibat pajanan zat beracun ( Lung India 2012, 29:273-6

Gambar 4. Aspergilosis paru invasif, akibat terapi steroid invasif (Lung India 2012;29:185-6)

Gambar 5 Mesothelioma (Ann Thorac Med 2010;5(2):6779)

Gambar 6. Pneumonia eosinofilik kronik idiopatik (Chest 2008;133(6):1512-6)

Keterangan:Gambar 1 (foto normal), kedua paru bersih tidak ada flek.Gambar 2 Gambar 7 di bawah ini juga merupakan kasus TB.Gambar 3 adalah penyakit paru akibat kerja, yaitu fibrosis paru dan emfisema akibat pajanan zat beracun. Gambar 4 adalah aspergilosis paru invasif, suatu komplikasi akibat pengobatan dengan obat golongan steroid. Gambar 5 adalah mesothelioma dengan nodul paru metastasis, suatu kanker ganas yang berhubungan erat dengan pajanan asbestos. Gambar 6 adalah pneumonia eosinofilik kronik idiopatik, suatu penyakit yang berhubungan erat dengan kelainan imunitas/pertahanan tubuh.

Keempat keadaan itu menggambarkan flek paru tetapi ternyata tidak ada hubungannya dengan TB dan jelas tidak diobati dengan OAT.4. Templatea. Bagaimana proses coinfeksi dari HIV dan TB?Proses yang terjadi, yaitu:

1. Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh akan difagosit oleh makrofag (terutama pada alveolus mengingat port dentree Mycobacterium tuberculosis adalah hidung dan saluran pernapasan). 2. Masuknya Mycobacterium tuberculosis ini diperantarai oleh reseptor manosa makrofag dan selubung glikolipid-manosa pada Mycobacterium tuberculosis lalu bakteri ini akan masuk dan memanipulasi endosom makrofag.3. Setelah strain virulen Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam endosom makrofag, terjadi manipulasi berupa penghentian pematangan makrofag dan penghentian pembentukan fagolisosom yang efektif untuk membunuh Mycobacterium tuberculosis. Akibatnya, bakteri ini bebas berproliferasi di dalam makrofag dan dapat menyebar ke berbagai organ lain4. Setelah lebih dari 3 minggu sejak pajanan, terbentuk imunitas seluler terhadap antigen Mycobacterium tuberculosis yang telah diproses pada kelenjar getah bening regional.5. Imunitas seluler ini disajikan dalam bentuk Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II, yaitu suatu molekul yang terletak di permukaan sel leukosit (dalam kasus ini makrofag). MHC kelas 2 ini kemudian akan dipresentasikan ke sel TH0 CD4+.6. Dengan bantuan interleukin 12, sel TH0 CD4+ mengalami pematangan menjadi sel T CD4+ subtipe TH1 yang mampu mengeluarkan gamma-interfero n (IFN-). Sel ini juga mengakibatkan timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin yang menandakan hipersensitivitas tubuh terhadap antigen bakteri penyebab TB.7. IFN- berperan penting dalam mengaktivasi makrofag, yang kemudian akan mengeluarkan mediator penting berupa Tumor Necrosis Factor (TNF).8. TNF akan merekrut monosit yang kemudian akan berdiferensiasi menjadi histiosit epiteloid yang kemudian membentuk respons granulomatosa sebagai usaha melokalisasi infeksi. Akibatnya terbentuklah radang granulomatosa (termasuk reaksi hipersensitivitas tipe IV / lambat) dengan necrosis caseosa di bagian sentralnya.9. IFN- bersama dengan TNF akan mengaktifkan gen inducible nitric oxide synthase (iNOS) yang menyebabkan peningkatan kadar nitrat oksida di tempat infeksi. Nitrat oksida adalah oksidator kuat dan dapat membentuk zat nitrogen reaktif dan radikal bebas yang mampu menimbulkan kerusakan oksidatif pada dinding sel Mycobacterium tubrculosis sampai DNA bakteri tersebut. 10. Selain mengaktivasi makrofag, sel T CD4+ subtipe TH1 mampu merangsang pembentukan sel T sitotoksik CD8+ yang dapat membantu membunuh Mycobacterium tubrculosis11. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa sel T (T-gamma delta) juga mampu berperan sebagai sel efektor sitotoksik yang dapat merusak makrofag yang telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.12. Bila terjadi pajanan sekunder atau reaktivasi Mycobacterium tuberculosis, penjamu yang telah tersensitasi ini akan merespons dengan mobilisasi cepat sistem pertahan namun disertai dengan peningkatan pembentukan jaringan nekrosis.b. Bagaimana prognosis dari kasus?Prognosis TB

Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik.

Prognosis TB dengan HIV

Prognosis umumnya buruk walaupun itu tergantung kepada derajat imunosupresi dan respon terhadap anti TB.Jadi prognosisnya bisa dikatakan dubia ad malam artinya tidak tentu/ragu-ragu, cenderung buruk/jelek.

Learning Issue

HIV

HIV yang merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus adalah Virus penyebab AIDS. HIV terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air mani atau cairan vagina. Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat dalam waktu kira-kira 5 sampai 10 tahun. HIV dapat ditularkan melalui 3 cara, yaitu :

a. Hubungan seks (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi dengan orang yang telah terinfeksi HIV.

b. Transfusi darat atau penggunaan jarum suntik secara bergantian.

c. Melalui Alat Suntik.

HIV tidak ditularkan melalui jabatan tangan, sentuhan, ciuman, pelukan, menggunakan peralatan makan/minum yang sama, gigitan nyamuk, memakai jamban yang sama atau tinggal serumah.

Etiologi

Penyebab penyakit HIV/AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh. HIV termasuk genus retrovirus dan tergolong ke dalam family lentivirus. Infeksi dari family lentivirus ini khas ditandai dengan sifat latennya yang lama, masa inkubasi yang lama, replikasi virus yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat (SSP). Sedangkan ciri khas untuk jenis retrovirus yaitu : dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan variasi genetik yang tinggi, mempunyai cara yang unik untuk replikasi serta dapat menginfeksi seluruh jenis vertebra.

Struktur HIV Gambar 1 : Struktur HIV

Envelope berisi:

a.lipid yang berasal dari membran sel host.

b.mempunyai 72 semacam paku yang dibuat dari gp 120 dan gp 41, setiap paku disebut trimer dimana terdiri dari 3 copy dari gp 120, gp 41.

c.Protein yang sebelumnya terdapat pada membran sel yang terinfeksi.

d.gp 120 : glikoprotein yang merupakan bagian dari envelope (sampul) yang tertutup oleh molekul gula untuk melindungi dari pengenalan antibodi, yang berfungsi mengenali secara spesifik reseptor dari permukaan target sel dan secara tidak langsung berhubungan dengan membran virus lewat membran glikoprotein.

e.gp 41 : transmembran glikoprotein yang berfungsi melakukan trans membran virus, mempercepat fusion (peleburan) dari host dan membran virus dan membawa HIV masuk ke sel host.

f.RNA dimer dibentuk dari 2 single strand dari RNA.

g.Matrix protein : garis dari bagian dalam membran virus dan bisa memfasilitasi perjalanan dari HIV DNA masuk ke inti host.

h.Nukleocapsid : mengikat RNA genome.

i.Capsid protein : inti dari virus HIV yang berisikan 2 kopi dari RNA genom dan 3 macam enzim (reverse transcriptase, protease dan integrase).Perjalanan Penyakit HIV/AIDS

a. Infeksi Primer (sindrom retroviral akut)

Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula bereplikasi dalam kelenjar limfe regional. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah virus secara cepat di dalam plasma, biasanya lebih dari 1 juta copy/l. Tahap ini disertai dengan penyebaran HIV ke organ limfoid, saluran cerna dan saluran genital. Setelah mencapai puncak viremia, jumlah virus atau viral load menurun bersamaan dengan berkembangnya respon imunitas seluler. Puncak viral load dan perkembangan respon imunitas seluler berhubungan dengan kondisi penyakit yang simptomatik pada 60 hingga 90% pasien.

Penyakit ini muncul dalam kurun waktu 3 bulan setelah infeksi. Penyakit ini menyerupai glandular fever like illness dengan ruam, demam, nyeri kepala, malaise dan limfadenopati luas. Sementara itu tingginya puncak viral load selama infeksi primer tidak menggambarkan perkembangan penyakit tapi terkait dengan beratnya keluhan yang menandakan prognosis yang jelek. Fase ini mereda secara spontan dalam 14 hari.

b. Infeksi HIV Asimptomatis/ dini

Dengan menurunnya penyakit primer, pada kebanyakan pasien diikuti dengan masa asimptomatis yang lama, namun selama masa tersebut replikasi HIV terus berlanjut, dan terjadi kerusakan sistem imun. Beberapa pasien mengalami limfadenopati generalisata persisten sejak terjadinya serokonversi (perubahan tes antibodi HIV yang semula negatif menjadi positif) perubahan akut (dikenal dengan limfadenopati pada dua lokasi non-contiguous dengan sering melibatkan rangkaian kelenjar ketiak, servikal, dan inguinal). Komplikasi kelainan kulit dapat terjadi seperti dermatitis seboroik terutama pada garis rambut atau lipatan nasolabial, dan munculnya atau memburuknya psoriasis. Kondisi yang berhubungan dengan aktivasi imunitas, seperti purpura trombositopeni idiopatik, polimiositis, sindrom Guillain-Barre dan Bells palsy dapat juga muncul pada stadium ini.

c. Infeksi Simptomatik

Komplikasi kelainan kulit, selaput lendir mulut dan gejala konstitusional lebih sering terjadi pada tahap ini. Meskipun dalam perjalanannya jarang berat atau serius, komplikasi ini dapat menyulitkan pasien. Penyakit kulit seperti herpes zoster, folikulitis bakterial, folikulitis eosinofilik, moluskum kontagiosum, dermatitis seboroik, psoriasis dan ruam yang tidak diketahui sebabnya, sering dan mungkin resisten terhadap pengobatan standar. Kutil sering muncul baik pada kulit maupun pada daerah anogenital dan mungkin resisten terhadap terapi. Sariawan sering juga muncul pada stadium ini. Seperti juga halnya kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, dan eritema ginggivalis (gusi) linier. Gingivitis ulesartif nekrotik akut, merupakan komplikasi oral yang sulit diobati.

Gejala konstitusional yang mungkin berkembang seperti demam, berkurangnya berat badan, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Diare berulang dapat terjadi dan dapat menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan manifestasi yang sering terjadi. Nefropati (kelainan ginjal) HIV dapat juga terjadi pada stadium ini.

d. Stadium Lanjut

Penyakit stadium lanjut ditandai oleh suatu penyakit yang berhubungan dengan penurunan imunitas yang serius. Keadaan tersebut disebut sebagai infeksi oportunistik.

Kecepatan Perkembangan Infeksi HIV

Kecepatan perkembangan penyakit bervariasi antar individu, berkisar antara 6 bulan hingga lebih 20 tahun. Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi AIDS adalah sekitar 10 tahun, bila tanpa terapi antiretroviral. Dalam 5 tahun, sekitar 30% ODHA dewasa akan berkembang menjadi AIDS kecuali bila diobati dengan ARV.

Pertanda perkembangan HIV

a. Jumlah CD4

Kecepatan penurunan CD4 (baik jumlah absolut maupun persentase CD4) telah terbukti dapat dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4 menurun secara bertahap selama perjalanan penyakit. Kecepatan penurunannya dari waktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun. Jumlah CD4 lebih menggambarkan progresifitas AIDS dibandingkan dengan tingkat viral load, meskipun nilai prediktif dari viral load akan meningkat seiring dengan lama infeksi.

b. Viral Load Plasma

Kecepatan peningkatan Viral load (bukan jumlah absolut virus) dapat dipakai untuk memperkirakan perkembangan infeksi HIV. Viral load meningkat secara bertahap dari waktu ke waktu. Pada 3 tahun pertama setelah terjadi serokonversi, viral load berubah seolah hanya pada pasien yang berkembang ke arah AIDS pada masa tersebut.

Setelah masa tersebut, perubahan viral load dapat dideteksi, baik akselerasinya maupun jumlah absolutnya, baru keduanya dapat dipakai sebagai petanda progresivitas penyakit.

c. Testing HIV

Diagnosis infeksi HIV biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan menunjukkan adanya antibodi spesifik. Berbeda dengan virus lain, antibodi tersebut tidak mempunyai efek perlindungan. Pemeriksaan secara langsung juga dapat dilakukan, yaitu antara lain dengan melakukan biakan virus, antigen virus (p24), asam nukleat virus.

Pemeriksaan adanya antibodi spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test, Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Sesuai dengan pedoman nasional, diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda atau 2 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1 pemeriksaan ELISA.

Setelah mendapat infeksi HIV, biasanya antibodi baru terdeteksi setelah 3 12 minggu, dan masa sebelum terdeteksinya antibodi tersebut dikenal sebagai periode jendela. Tes penyaring (antibodi) yang digunakan saat ini dapat mengenal infeksi HIV 6 minggu setelah infeksi primer pada sekitar 80% kasus, dan setelah 12 minggu pada hampir 100% kasus. Sehingga untuk mendiagnosis HIV pada periode jendela dapat dilakukan dengan pemeriksaan antigen p24 maupun Polymerase Chain Reaction (PCR).Stadium Klinis HIV/AIDSStadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa dan Remaja adalah sebagai berikut :

1. Infeksi primer HIV

a)Asimptomatik

b)Sindroma retroviral akut2. Stadium Klinis 1

a)Asimptomatik

b)Limfadenopati meluas persisten3. Stadium Klinis 2

a)Berat badan menurun yang sebabnya tidak dapat dijelaskan

b)Infeksi saluran napas berulang (sinusitis, tonsilitis, bronkitis, otitis media,

a)faringitis)

b)Herpes zoster

c)Cheilits angularis

d)Ulkus mulut berulang

e)Pruritic papular eruption (PPE)

f)Dermatitis seboroika

g)Infeksi jamur kuku4. Stadium Klinis 3

a)Berat badan menurun yang tidak dapat dijelaskan sebabnya ( > 10%)

b)Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 1 bulan

c)Demam yang tidak diketahui sebabnya (intermiten maupun tetap selama

lebih dari 1 bulan)

d)Kandidiasis oral persisten

e)Oral hairy leukoplakia

f)Tuberkulosis (TB) paru

g)Infeksi bakteri yang berat (empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi,

meningitis, bakteriemi selain pneumonia)

h)Stomatitis, gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotikans yang akut

i)Anemia (Hb < 8 g/dL), netropeni (< 500/mm3), dan/atau trombositopeni kronis

(< 50.000/mm3) yang tak dapat diterangkan sebabnya

5. Stadium Klinis 4

a)HIV wasting syndrome (berat badan berkurang >10% dari BB semula, disertai salah satu dari diare kronik tanpa penyebab yang jelas (>1 bulan) atau kelemahan kronik dan demam berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas).

b)Pneumonia pneumocystis

c)Pneumonia bakteri berat yang berulang

d)Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, anorektal atau genital lebih dari sebulan atau viseral dimanapun)

e)Kandidiasis esofagus (atau di trakea, bronkus atau paru)

f)Tuberkulosis ekstra paru

g)Sarkoma Kaposi

h)Infeksi Cytomegalovirus (retinistis atau infeksi organ lain)

i)Toksoplasmosis susunan saraf pusat

j)Ensefalopati HIV

k)Kriptokokus ekstra paru termasuk meningitis

l)Infeksi mikobakterium non-tuberkulosis yang luas (diseminata)

m)Progressive multifocal leucoencephalopathy

n)Kriptosporidiosis kronis

o)Isosporiosis kronis

p)Mikosis diseminata (histoplasmosis, koksidioidomikosis, penisiliosis ekstra paru)

q)Septikemi berulang (termasuk salmonella non-tifoid)

r)Limfoma (otak atau non-Hodgkin sel B)

s)Karsinoma serviks invasif

t)Leishmaniasis diseminata atipikalDaftar Pustaka

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.Hartono. 2011. HIV AIDS. Sumatera Utara. Diakses dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38788/4/Chapter%20II.pdf. Pada 5 Maret 2015. Ayu, Desy. 2012. Faktor Risiko Terjadinya Koinfeksi Tuberkulosis Pada Pasien HIV/AIDS. Semarang. Diakses dalam http://eprints.undip.ac.id/37462/1/DESY_AYU_G2A008048_LAP.KTI.pdf. Pada 5 Maret 2015.