analisis jurnal lansia asli
DESCRIPTION
terapi suportifTRANSCRIPT
ANALISIS JURNAL
HEALING PROCESS OF PRESSURE ULCERS AFTER A CHANGE IN
THE NUTRITION REGIMEN OF BEDRIDDEN ELDERLY : A CASE
SERIES
OLEH
Wiryatmoko
Nim : J230070015
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2 0 0 8
HEALING PROCESS OF PRESSURE ULCERS AFTER A CHANGE IN THE NUTRITION
REGIMEN OF BEDRIDDEN ELDERLY : A CASE SERIES
PROSES PENYEMBUHAN LUKA DEKUBITUS SETELAH PERUBAHAN REGIMEN
NUTRISI PADA LANSIA YANG MENJALANI BEDREST
Abstrak:
Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan proses penyembuhan luka
dekubitus setelah perubahan regimen nutrisi pada 7 pasien lansia yang menjalani bedrest.
Metode:
Proses penyembuhan luka dekubitus digambarkan dan dimonitor selama 4 minggu sebelum dan
4 minggu sesudah pemberian nutrisi pada ke 7 subjek penelitian yang mendapatkan perawatan
jangka panjang, dimana faktor lain yang mempengaruhi dihubungkan dengan penyembuhan
luka dekubitus. Perubahan dalam regimen nutrisi termasuk peningkatan intake kalori, suplemen,
atau intake parenteral. Proses penyembuhan diukur secara kualitatif menggunakan gambar luka
dan kualitatif menggunakan area tepi luka dan nilai DESIGN.
Hasil :
Dekubitus terutama berlokasi pada area atas luka (n=6) dan memiliki derajat II atau III (n=4).
Terdapat perbedaan kualitatif pada proses penyembuhan luka sebelum dan sesudah perubahan
regimen nutrisi. Pada 6 kasus terdapat granulasi jaringan lebih awal pada tepi luka pada 2
minggu setelah intervensi, warna granulasi jaringan meningkat pada minggu ke 3 dan terdapat
penurunan kedalaman luka pada minggu ke 4.
Kesimpulan :
Berdasarkan gambaran proses penyembuhan luka dari ketebalan luka dekubitus pada 7 lansia,
disimpulkan bahwa pengkajian kualitatif terhadap peningkatan luka dapat dilihat dari tampilan
granulasi jaringan saat dilakukan perubahan nutrisi.
PENDAHULUAN
Lansia dengan luka dekubitus dan mempunyai nilai protein yang rendah – malnutrisii
energi, menyebabkan penyembuhan luka akan terhambat dan management nutrisi yang adekuat
dibutuhkan. Dilaporkan bahwa area dekubitus dapat dikurangi dengan memberikan nutrisi tinggi
protein, walaupun penelitian lain menemukan bahwa intervensi ini tidak menyebabkan
perbedaan yang signifikan pada area dekubitus pada 2 kelompok yang dipilih secara acak. Untuk
itu tidak terdapat konsensus yang secara jelas menetapkan intervensi nutrisi untuk
menyembuhkan luka dekubitus dan aplikasi klinis terhadap penelitian tidak berkembang. Salah
satu alasan terlambatnya aplikasi klinis di lapangan adalah bahwa validitas internal penelitian
tidak ditegakkan, karena hubungan antar faktor yang mempengaruhi luka seperti management
tekanan, rawat luka, rawat kulit, status penyakit, kondisi umum, dan nutrisi. Hasil penelitian
sebelumnya tidak dapat semata-mata dihubungkan dengan perubahan status nutrisi. Diharapkan
dalam penelitian ini akan menggambarkan hubungan penyembuhan luka dekubitus dengan
nutrisi dengan menghilangkan faktor lain selain nutrisi.
METODE :
Subject :
Kelompok penelitian terdiri dari pasien lansia dengan derajat dekubitus II atau III, sesuai
National Pressure Ulcer Advisory Panel classification (National Pressure Ulcer Advisory Panel,
1989), yang menjalani perawatan jangka panjang di Kanazawa City antara December 2001 dan
October 2002. Kemudian mereka mendapat perubahan regimen nutrisi sebagaimana permintaan
dokter untuk meningkatkan intake kalori, suplement oral, atau nutrisi parenteral dan enteral.
Untuk mengontrol faktor lain selain nutrisi terhadap penyembuhan luka, pasien hanya
direkomendasikan untuk mendapatkan perawatan sesuai standar Prevention and treatment
guidelines for pressure ulcers (Division of the Health for the Elderly, Health Welfare Bureau for
the Elderly & Ministry of Health and Welfare, 1998). Jika terdapat perubahan pada perawatan
luka, managemen tekanan, perawatan kulit, penyakit yang menetap, kondisi umum atau nilai
skala Braden, subjek penelitian dicatat mempunyai perubahan pada obat, balutan, atau prosedur
dan frekuensi perawatan. Perubahan management tekanan termasuk penggunaan matras,
pengaturan posisi dan elevasi kepala.
PROSEDUR :
Dekubitus difoto dan dibuat gambar tiap minggu oleh peneliti (spesialis perawatan luka). Peneliti
mengukur nilai DESIGN, area tepi luka dan nilai skala Braden setiap 2 minggu. Data pada luka,
management luka, perawatan kulit dan kondisi umum dicatat dari masing-masing rekam medik
tiap 2 minggu. Kalori atau energi dicatat setiap hari oleh pengamat atau staf perawat.
Antropometri diukur dan dikumpulkan selama 4 minggu sebelum dan sesudah perubahan
regimen nutrisi.
INSTRUMEN
Proses Penyembuhan Luka
Derajat Dekubitus (kualitatif)
Luka difoto tiap minggu dengan kamera reflek satu lensa dan digambar menggunakan pensil
warna. Masing-masing subjek difoto pada posisi yang sama dan diambil dari jarak ang sama (10
cm) dari luka. Gambaran luka secara makroskopik dapat ditemukan dan diamati oleh spesialis
perawat luka secara akurat (contoh warna, tepi dan ukuran luka,kondisi dan kedalaman granulasi
jaringan).
Derajat Dekubitus (Kuantitatif)
Selama observasi, pengukuran menggunakan nilai DESIGN digunakan untuk mengklasifikasikan
derajat dekubitus dan memonitor kemajuan proses penyembuhan secara kuantitatif. Penilaian
DESIGN terdiri dari : kedalaman atau derajat dekubitus diberi skor 0-5, exudate 0-3, ukuran 0-6,
inflamasi/infeksi 0-3, granulasi jaringan 0-5, nekrosis jaringan 0-2 dan kantong pada luka 0-4.
Luka dikaji sesuai score masing-masing item dan nilainya dijumlahkan. Nilai yang rendah
menunjukkan kemajuan penyembuhan luka.
STATUS NUTRISI
Intake nutrisi. Untuk pasien yang mendapat nutrisi oral, perawat mencatat pada formulir nutrisi
oral. Apabila intake oral mencapai 100%, intake energi dan protein harian dijumlahkan
menggunakan table komposisi makanan. Jika intake oral kurang dari 100%, intake
dikalkulasikan dengan dasar 100 Kcal/100 gram . Untuk pasien yang dimanagemen dengan NGT
atau IV, intake nutrisi dijumlahkan berdasarkan tipe dan karakteristik pengolahan nutrisi. (Saito,
2001). Sebelum penelitian, pengamat melakukan pelatihan terhadap staf perawat untuk
mengumpulkan data intake makanan harian dan untuk mengevaluasi validitas, 15 staf perawat
dari masing-masing bangsal diwawancarai untuk mengomentari keakuratan lembar monitoring
intake makanan.
Antropometri
Berdasarkan TB, BB, LLA, dan IMT diukur pada masing-masing 4 minggu sebelum perubahan
nutrisi, kemudian semua pengukuran diulangi setelah 4 minggu perubahan.
Analisis Biokimia
Total protein serum, albumin, dan konsentrasi Hb didapatkan dari pemeriksaan klinis bulanan.
Braden Scale
Skala Braden terdiri 6 item yang dipilh dari diagram konseptual factor yang mempengaruhi
perkembangan dekubitus. Persepsi sensori, kelembaban, aktivitas, mobilitas dan nutrisi discore
1-4, potongan pada luka discore 1-3. Score yang rendah mengindikasikan resiko tinggi terhadap
perkembangan dekubitus.
METODE ANALISIS
Kualitatif
Berdasarkan pada masing-masing gambar dapat dilihat proses penyembuhan luka pada masing-
masing subjek selama 8 minggu. Sebuah diagram dibuat untuk memperlihatkan proses
penyembuhan sehingga dapat dibandingkan dan diidentifikasi persamaan dan perbedaannya.
Kualitatif
Perubahan pada penilaian DESIGN kemudian dijumlahkan pada masing-masing subjek. Nilai ini
kemudian dibandingkan dengan nilai DESIGN minggu I dengan 4 minggu setelah perubahan
regimen nutrisi. Perubahan positif mengindikasikan membaiknya luka dekubitus. Dan perubahan
negative mengindikasikan kemunduran luka.
HASIL
Karakteristik Responden
Terdapat lima belas pasien yang telah didata sesuai dengan kriteria penelitian, dan
diantara mereka, terdapat dua pasien yang menunjukkan kejelekan keadaan umum (KU) yang
nantinya dapat mengubah penyakit primernya, satu pasien telah tergantung pemakaian obat
untuk perawatan luka, dan lima pasien tidak ada perubahan dalam regimen nutrisi mereka.
Delapan pasien ini dieksklusi. Setelah mengeksklusi delapan pasien ini, empat laki-laki dan tiga
perempuan dapat menyelesaikan penelitian ini (tabel 1). Tujuh pasien tersebut berumur antara
70-92 tahun, dan merupakan pasien penyakit primer yang meliputi penyakit cerebrovaskuler
(stroke), fraktur femur, dan remathoid arthritis. Kebanyakan dari luka dekubitus terletak di
daerah truncal (tonjolan pantat) dan merupakan luka dekubitus derajat III. Median dari total skor
DESIGN antara 7-22, dan median dari luas permukaan luka antara 1,16-202,97 cm2.
Luka dekubitus dalam fase granulasi di enam pasien, dan dalam fase epitelialisasi di satu
pasien. Perawatan lukanya yaitu dengan cara mempertahankan agar lukanya tetap dalam keadaan
basah.
Total skor Braden Scale adalah 9-14, dan selama diobservasi tidak ada perubahan dalam
skor persepsi sensori, aktivitas, mobilitas, kelembaban, gesekan dan garukan. Skor aktivitasnya
senilai 1 di satu di satu pasien dan 2 di enam pasien.
Seluruh pasien mendapatkan nutrisi tambahan : produk makanan enterall regular pada
satu pasien dan protein tambahan pada enam pasien. Perubahan dari regimen nutrisi telah
menghasilkan peningkatan intake energi pasien dari 900-1400 kkal/hari (3766-5858 kJ/hari) ke
980-1433 kkal/hari (4100-5996 kJ/hari), dan peningkatan intake protein dari 0,9-1,5 g/Kg per
hari ke 0,9-2.0 g/Kg per hari (tabel 2). Dalam observasi yang dilakukan selama penelitian ini
tidak ada perbedaan hasil pengukuran antropometri atau analisis biokimia.
Perubahan luka dekubitus selama 8 minggu penelitian
Perubahan ketujuh luka dekubitus dapat dilihat di tabel 3. Terdapat kemajuan setelah
perubahan regimen nutrisi, terutama dapat dilihat dari luas permukaan luka tekan, kedalaman
luka, warna dan penampakan dari jaringan granulasi, dimana tergambar di perubahan skor
DESIGN.
Perubahan skor DESIGN
Item-item DESIGN yang telah mengalami penurunan skor dari satu ke tiga sebelum
perubahan regimen nutrisi adalah ukuran (luas), granulasi, nekrosis dan pocket (kantung luka)
dan yang mengalami penurunan skor dari satu ke lima adalah kedalaman, ukuran (luas), eksudat,
granulasi, dan nekrosis. Peningkatan terbesar setelah perubahan regimen nutrisi adalah granulasi,
dimana meningkat di lima dari tujuh responden. (Tabel 4)
Perubahan luas area luka dekubitus
Walaupun luas area luka dekubitus telah mengalami penurunan di enam dari tujuh pasien
sebelum perubahan regimen nutrisi, luas area lukanya mengalami kemajuan (mengecil) di
seluruh kasus setelah terdapat perubahan regimen nutrisi. (Tabel 5)
PEMBAHASAN
Data-data untuk study penelitian ini hanya diambil dari fasilitas dimana standar
perawatan luka dekubitus diberlakukan (Divisi Kesehatan Manula, Biro Kesehatan dan
Kesejahteraan Manula dan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan,1998). Sebagai tambahan,
pasien yang mengalami kemunduran (memburuk) penyakit primernya, dimana berpengaruh
negatif terhadap pengobatan untuk perawatan luka, atau yang mengalami kemunduran keadaan
umum (KU), telah dikeluarkan (eksklusi) dari subyek penelitian dengan tujuan untuk
meningkatkan hubungan antara perubahan status nutrisi dengan proses kesembuhan luka
dekubitus.
Karakteristik proses kesembuhan luka dekubitus dan pengaruh nutrisi
Perubahan karakteristik proses kesembuhan luka dapat diketahui dari ringkasan
penjelasan proses kesembuhan luka di tujuh responden (Fig. 1). Selama periode empat minggu
sebelum perubahan regimen nutrisi, warna luka dekubitus pada umumnya sangatlah buruk.
Pemasukan protein empat dari tujuh responden berkisar 0,9-1.0 g/Kg per hari, dimana lebih
rendah dari yang direkomendasikan untuk manula yaitu 1,2 g/Kg per hari, atau yang
direkomendasikan untuk pasien dengan luka dekubitus yaitu berkisar 1,2-1,5 g/Kg per hari
(Agency for Health Care Policy Research, 1994). Faktor tersembunyi yang menyebabkan
keterlambatan kesembuhan luka pada manula (Anderson & Kvorning, 1982; Bergstrom &
Braden, 1992; Robert, 2001), seperti kekurangan protein atau zinc, dan selama proses granulasi
luka menyebabkan penurunan fungsi fibroblas dan sintesis kolagen (Rijswijk & Polansky, 1994).
Oleh karena itu proses penyembuhan luka menjadi terhambat.
Selama 4 minggu setelah perubahan regimen nutrisi, terjadi pertumbuhan jaringan yang
bergranulasi dari tepi luka. Pertumbuhan granulasi dimulai pada minggu kedua, perbaikan warna
jaringa yang bergranulasi terjadi pada minggu ke3 dan kedalaman luka berkurang pada minggu
ke4. Pada minggu ke4, intake energi pasien (subjek) meningkat dan 6 dari 7 pasien dianjurkan
untuk memenuhi kebutuhan protein 1,4-2,0 gr/Kg BB perhari, jadi suplemen nutrisi
meningkatkan fungsi fibroblast yang akan mempengaruhi pertumbuhan sel dan sintesis kolagen
yang akan mempengaruhi granulasi jaringan. Peningkatan vaskularisasi kapiler dan aliran darah
kejaringan akan memperbaiki warna jaringan yang bergranulasi (Moriguchi,2000;
Nagahara,2000). Menurut "Perawatan Pasien dengan Luka Dekubitus" kemerahan dan bengkak
di sekeliling luka akan menghilang dalam 1 minggu setelah mengurangi dan menghilangkan
penekanan. Maserasi dan penebalan pada tepi luka akan berkurang dalam 1 minggu setelah
dilakukan perawatan luka (Sanada dan Sugama, 2003). Berkurangnya "crevasse" (salah satu
tanda pertumbuhan jaringan, seperti celah yang membelah), dan berkurangnya membrane yang
mengalami nekrosis akan terjadi. Pertumbuhan granulasi jaringan dan perbaikan warna akan
terjadi 2 minggu setelah diberikan perawatan luka (Sanada et al,2002).
Pengkajian Perubahan Nutrisi pada Lansia dengan Dekubitus
Berdasarkan perubahan nyata saat dilakukan pengamatan pada granulasi luka dipercayai
bahwa pengkajian efek dari intervensi nutrisi pada lansia dengan dekubitus dapat berpengaruh
cepat, dan hal itu dibenarkan oleh para perawat yang mengamati luka setiap hari.
Pada pasien lansia, vaskularisasi dengan kuantitas yang cukup sulit dicapai, dan
pengukuran ketebalan dan lipatan kulit secara tepat juga mengalami kesulitan karena perubahan
proses penuaan
Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya adalah hasil penelitian tidak dapat
digeneralisasikan karena ukuran sample yang kecil. Selain itu dekubitus dievaluasi hanya pada
saat fase granulasi dan subjek adalah pasien lansia dengan status nutrisi yang buruk. Disarankan
untuk dilakukan penelitian guna mengevaluasi efek pemberian nutrisi terhadap proses
penyembuhan dekubitus.
KESIMPULAN
Proses penyembuhan luka dekubitus dibandingkan sebelum dan sesudah perubahan regimen
nutrisi pada 7 pasien lansia yang bedrest di Jepang. Tidak ada perbedaan pada beberapa factor
lain yang mempengaruhi penyembuhan luka dibandingkan dengan status nutrisi pasien antara
waktu saat perubahan regimen nutrisi dan 4 minggu setelahnya. Dua minggu setelah
suplementasi nutrisi, granulasi jaringan dimulai. Penemuan ini memberkan gambaran bahwa
status luka dekubitus dapat diperbaiki dengan pemberian suplemen nutrisi, perbaikan akan
dimulai 2 minggu setelah intervensi. Pertumbuhan granulasi jaringan merupakan indeks
penyembuhan luka dekubitus.
LUKA TEKAN ATAU DEKUBITUS
Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan masalah serius yang sering tejadi pada
pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang belakang atau
penyakit degeneratif.
Fisiologi dekubitus.
Luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya
kompressi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence) dan adanya
tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompressi jaringan akan menyebabkan
gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini
dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat
mengakibatkan kematian sel.
Daerah daerah yang paling sering terjadi luka tekan tergantung kepada area yang sering
mengalami tekanan, yaitu :
a. Pada posisi terlentang yaitu daerah belakang kepala, sakrum dan tumit
b. Pada posisi duduk yaitu daerah ischium, atau koksik.
c. Posisi lateral yaitu pada daerah trochanter.
Faktor resiko
Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor -
faktor resiko untuk terjadinya luka tekan.
Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan
dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang
yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi. Sedangkan faktor
yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor
intrinsik. Faktor intrinsik yaitu faktor yang berasal dari pasien. sedangkan yang dimaksud dengan
faktor ekstrinsik yaitu faktor - faktor dari luar yang mempunyai efek deteriorasi pada lapisan
eksternal dari kulit.
Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas :
1. Mobilitas dan aktivitas. Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol
posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring
terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk
terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka
tekan[6][16]. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu rumah sakit di Pontianak
juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan
luka tekan.
2. Penurunan sensori persepsi. Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila
ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan [16].
3. Kelembapan. Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan
terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah
mengalami erosi[18]. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena
pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan
dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan
enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
4. Tenaga yang merobek ( shear ). Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan
merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan
dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini
adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajad[18].
Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak
kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh
darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan
sedikit kerusakan pada permukaan kulit[19].
5. Pergesekan ( friction). Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang
berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis
kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati[19].
6. Nutrisi. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi
sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan[8]. Menurut penelitian Guenter
(2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan
berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
7. Usia. Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena
kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan
otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas
kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis[18]. Perubahan ini berkombinasi
dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap
tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.
8. Tekanan arteriolar yang rendah. Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi
kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu
mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom
( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi
pada perkembangan luka tekan.
9. Stress emosional. Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga
merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan[18].
10. Merokok. Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki
efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002)
ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
11. Temperatur kulit. Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur
merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan. Menurut hasil
penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya luka
tekan adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan
per unit area antara tubuh dengan permukaan matras[19]. Apabila tekanan antar muka lebih
besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap,
daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler
rata rata adalah sekitar 32 mmHg. Menurut penelitian Sugama (2000) dan Suriadi (2003)
tekanan antarmuka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka
tekan. Tekanan antar muka diukur dengan menempatkan alat pengukur tekanan antar muka
( pressure pad evaluator) diantara area yang tertekan dengan matras.
Stadium luka tekan
Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel )[9], luka tekan dibagi menjadi
empat stadium (gambar 2 ), yaitu :
1. Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang
normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit
( lebih dingin atau lebih hangat ), perubahan konsistensi jaringan ( lebih keras atau lunak ),
perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan
sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan
sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2. Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah
lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
3. Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan
atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam
4. Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan,
kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga
termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
Menurut stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang dari permukaan luar kulit
ke lapisan dalam ( top-down). Namun menurut hasil penelitian saat ini, luka tekan juga dapat
berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya
kerusakan pada permukaan kulit[21]. Ini dikenal dengan istilah injuri jaringan bagian dalam
(Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan lebih
sensitif terhadap iskemia daripada permukaan kulit. Kejadian DTI sering disebabkan karena
immobilisasi dalam jangka waktu yang lama, misalnya karena periode operasi yang panjang.
Penyebab lainnya adalah seringnya pasien mengalami tenaga yang merobek (shear).
Penggunaan Skala DESIGN
Skala DESIGN diciptakan oleh komite dari Japanese Pressure Ulcer Society . Skala ini
digunakan disebagian besar rumah sakit di Jepang oleh perawat dan dokter karena instrumen
ini memiliki validitas yang tinggi yang tinggi serta reliabitas yang juga tinggi.
DESIGN adalah merupakan akronim dari
D : Depth ( Kedalaman Luka). Kedalaman luka seharusnya diukur pada titik terdalam dari
luka
E : Exudate ( Eksudat ). Pengukuran besar luka dilakukan dengan cara mengalikan panjang
dan lebar. Bagian yang terpanjang dari luka adalah merupakan panjang, sedangkan lebar
adalah pengukuran terpanjang tegak lurus terhadap axis tersebut
S : Size ( Ukuran Luka)
I : Infection ( Infeksi)
G : Granulation tissue ( Jaringan Granulasi). Merupakan persentase dari jaringan granulasi
pada luka
N: Necrotic tissue ( Jaringan Nekrotik). Ketika jaringan nekrotik dan jaringan non nekrotik
bercampur, jaringan yang mendominasi ( antara jaringan nekrotik dan jaringan nekrotik)
seharusnya digunakan untuk indikator pengkajian.
kemudian, P ditambahkan ketika ada pocket /undermining (kantong luka ). Kantong
luka ( undermining/pocket ) adalah merupakan perluasan dari daerah luka tekan yang terjadi
dibawah kulit. Jadi kadang kadang luka tekan dipemukaannya tidak lebar, namun ternyata
dibawah kulit lukanya melebar. Luka yang melebar dibawah kulit inilah yang disebut kantong
luka/ undermining.
PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”,
yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness),
panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses penyembuhannya
mencakup beberapa fase :
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan
yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan
dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan
dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan
menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi
vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan “substansi vasokonstriksi” yang
mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel
yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan
terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local
reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin).
Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah
keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan
dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai
dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3
atau hari ke-4.
2. Fase Proliferatif
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada
proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein
yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal
(tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks
jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka
ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa
substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam
membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk
cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh
fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblast
sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru
yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”. Fase
proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses
kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan
platelet.
3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih
12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya jaringan baru
menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan
jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai
regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut.
Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang
diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan
parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan
jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas
lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan
aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome
atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi
serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan
dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA
1. Usia
Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan.
2. Infeksi
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan
kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri,
baik panjang maupun kedalaman luka.
3. Hipovolemia
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan
oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
4. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi
oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut
memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan
luka.
5. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses
sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan
lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan
nanah (“Pus”).
6. Iskemia
Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh
akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka
terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh
darah itu sendiri.
7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak
dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori
tubuh.
8. Pengobatan.
· Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
· Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan
efektif akibat koagulasi intravaskular.
Daftar Pustaka
Yunita Sari. Luka Tekan : Penyebab dan Pencegahan. 2006. Gerontological Nursing/ Wound
Care Management Department. The university of Tokyo,Japan
Yunita Sari. Memonitor Penyembuhan Luka Tekan . 2006. Gerontological Nursing/ Wound Care
Management Department. The university of Tokyo,Japan
Shizuko, Junko et al. Healing process of pressure ulcers after a change in the nutrition regimen
of bedridden elderly: A case series.
Japan Journal of Nursing Science . 2005