analisis jurnal lansia asli

27
ANALISIS JURNAL HEALING PROCESS OF PRESSURE ULCERS AFTER A CHANGE IN THE NUTRITION REGIMEN OF BEDRIDDEN ELDERLY : A CASE SERIES OLEH Wiryatmoko Nim : J230070015 PROGRAM STUDI PROFESI NERS

Upload: indah-sari

Post on 22-Jun-2015

54 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

terapi suportif

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Jurnal Lansia Asli

ANALISIS JURNAL

HEALING PROCESS OF PRESSURE ULCERS AFTER A CHANGE IN

THE NUTRITION REGIMEN OF BEDRIDDEN ELDERLY : A CASE

SERIES

OLEH

Wiryatmoko

Nim : J230070015

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2 0 0 8

Page 2: Analisis Jurnal Lansia Asli

HEALING PROCESS OF PRESSURE ULCERS AFTER A CHANGE IN THE NUTRITION

REGIMEN OF BEDRIDDEN ELDERLY : A CASE SERIES

PROSES PENYEMBUHAN LUKA DEKUBITUS SETELAH PERUBAHAN REGIMEN

NUTRISI PADA LANSIA YANG MENJALANI BEDREST

Abstrak:

Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan proses penyembuhan luka

dekubitus setelah perubahan regimen nutrisi pada 7 pasien lansia yang menjalani bedrest.

Metode:

Proses penyembuhan luka dekubitus digambarkan dan dimonitor selama 4 minggu sebelum dan

4 minggu sesudah pemberian nutrisi pada ke 7 subjek penelitian yang mendapatkan perawatan

jangka panjang, dimana faktor lain yang mempengaruhi dihubungkan dengan penyembuhan

luka dekubitus. Perubahan dalam regimen nutrisi termasuk peningkatan intake kalori, suplemen,

atau intake parenteral. Proses penyembuhan diukur secara kualitatif menggunakan gambar luka

dan kualitatif menggunakan area tepi luka dan nilai DESIGN.

Hasil :

Dekubitus terutama berlokasi pada area atas luka (n=6) dan memiliki derajat II atau III (n=4).

Terdapat perbedaan kualitatif pada proses penyembuhan luka sebelum dan sesudah perubahan

regimen nutrisi. Pada 6 kasus terdapat granulasi jaringan lebih awal pada tepi luka pada 2

minggu setelah intervensi, warna granulasi jaringan meningkat pada minggu ke 3 dan terdapat

penurunan kedalaman luka pada minggu ke 4.

Kesimpulan :

Berdasarkan gambaran proses penyembuhan luka dari ketebalan luka dekubitus pada 7 lansia,

disimpulkan bahwa pengkajian kualitatif terhadap peningkatan luka dapat dilihat dari tampilan

granulasi jaringan saat dilakukan perubahan nutrisi.

Page 3: Analisis Jurnal Lansia Asli

PENDAHULUAN

Lansia dengan luka dekubitus dan mempunyai nilai protein yang rendah – malnutrisii

energi, menyebabkan penyembuhan luka akan terhambat dan management nutrisi yang adekuat

dibutuhkan. Dilaporkan bahwa area dekubitus dapat dikurangi dengan memberikan nutrisi tinggi

protein, walaupun penelitian lain menemukan bahwa intervensi ini tidak menyebabkan

perbedaan yang signifikan pada area dekubitus pada 2 kelompok yang dipilih secara acak. Untuk

itu tidak terdapat konsensus yang secara jelas menetapkan intervensi nutrisi untuk

menyembuhkan luka dekubitus dan aplikasi klinis terhadap penelitian tidak berkembang. Salah

satu alasan terlambatnya aplikasi klinis di lapangan adalah bahwa validitas internal penelitian

tidak ditegakkan, karena hubungan antar faktor yang mempengaruhi luka seperti management

tekanan, rawat luka, rawat kulit, status penyakit, kondisi umum, dan nutrisi. Hasil penelitian

sebelumnya tidak dapat semata-mata dihubungkan dengan perubahan status nutrisi. Diharapkan

dalam penelitian ini akan menggambarkan hubungan penyembuhan luka dekubitus dengan

nutrisi dengan menghilangkan faktor lain selain nutrisi.

METODE :

Subject :

Kelompok penelitian terdiri dari pasien lansia dengan derajat dekubitus II atau III, sesuai

National Pressure Ulcer Advisory Panel classification (National Pressure Ulcer Advisory Panel,

1989), yang menjalani perawatan jangka panjang di Kanazawa City antara December 2001 dan

October 2002. Kemudian mereka mendapat perubahan regimen nutrisi sebagaimana permintaan

dokter untuk meningkatkan intake kalori, suplement oral, atau nutrisi parenteral dan enteral.

Untuk mengontrol faktor lain selain nutrisi terhadap penyembuhan luka, pasien hanya

direkomendasikan untuk mendapatkan perawatan sesuai standar Prevention and treatment

guidelines for pressure ulcers (Division of the Health for the Elderly, Health Welfare Bureau for

the Elderly & Ministry of Health and Welfare, 1998). Jika terdapat perubahan pada perawatan

luka, managemen tekanan, perawatan kulit, penyakit yang menetap, kondisi umum atau nilai

skala Braden, subjek penelitian dicatat mempunyai perubahan pada obat, balutan, atau prosedur

dan frekuensi perawatan. Perubahan management tekanan termasuk penggunaan matras,

pengaturan posisi dan elevasi kepala.

Page 4: Analisis Jurnal Lansia Asli

PROSEDUR :

Dekubitus difoto dan dibuat gambar tiap minggu oleh peneliti (spesialis perawatan luka). Peneliti

mengukur nilai DESIGN, area tepi luka dan nilai skala Braden setiap 2 minggu. Data pada luka,

management luka, perawatan kulit dan kondisi umum dicatat dari masing-masing rekam medik

tiap 2 minggu. Kalori atau energi dicatat setiap hari oleh pengamat atau staf perawat.

Antropometri diukur dan dikumpulkan selama 4 minggu sebelum dan sesudah perubahan

regimen nutrisi.

INSTRUMEN

Proses Penyembuhan Luka

Derajat Dekubitus (kualitatif)

Luka difoto tiap minggu dengan kamera reflek satu lensa dan digambar menggunakan pensil

warna. Masing-masing subjek difoto pada posisi yang sama dan diambil dari jarak ang sama (10

cm) dari luka. Gambaran luka secara makroskopik dapat ditemukan dan diamati oleh spesialis

perawat luka secara akurat (contoh warna, tepi dan ukuran luka,kondisi dan kedalaman granulasi

jaringan).

Derajat Dekubitus (Kuantitatif)

Selama observasi, pengukuran menggunakan nilai DESIGN digunakan untuk mengklasifikasikan

derajat dekubitus dan memonitor kemajuan proses penyembuhan secara kuantitatif. Penilaian

DESIGN terdiri dari : kedalaman atau derajat dekubitus diberi skor 0-5, exudate 0-3, ukuran 0-6,

inflamasi/infeksi 0-3, granulasi jaringan 0-5, nekrosis jaringan 0-2 dan kantong pada luka 0-4.

Luka dikaji sesuai score masing-masing item dan nilainya dijumlahkan. Nilai yang rendah

menunjukkan kemajuan penyembuhan luka.

STATUS NUTRISI

Intake nutrisi. Untuk pasien yang mendapat nutrisi oral, perawat mencatat pada formulir nutrisi

oral. Apabila intake oral mencapai 100%, intake energi dan protein harian dijumlahkan

menggunakan table komposisi makanan. Jika intake oral kurang dari 100%, intake

dikalkulasikan dengan dasar 100 Kcal/100 gram . Untuk pasien yang dimanagemen dengan NGT

Page 5: Analisis Jurnal Lansia Asli

atau IV, intake nutrisi dijumlahkan berdasarkan tipe dan karakteristik pengolahan nutrisi. (Saito,

2001). Sebelum penelitian, pengamat melakukan pelatihan terhadap staf perawat untuk

mengumpulkan data intake makanan harian dan untuk mengevaluasi validitas, 15 staf perawat

dari masing-masing bangsal diwawancarai untuk mengomentari keakuratan lembar monitoring

intake makanan.

Antropometri

Berdasarkan TB, BB, LLA, dan IMT diukur pada masing-masing 4 minggu sebelum perubahan

nutrisi, kemudian semua pengukuran diulangi setelah 4 minggu perubahan.

Analisis Biokimia

Total protein serum, albumin, dan konsentrasi Hb didapatkan dari pemeriksaan klinis bulanan.

Braden Scale

Skala Braden terdiri 6 item yang dipilh dari diagram konseptual factor yang mempengaruhi

perkembangan dekubitus. Persepsi sensori, kelembaban, aktivitas, mobilitas dan nutrisi discore

1-4, potongan pada luka discore 1-3. Score yang rendah mengindikasikan resiko tinggi terhadap

perkembangan dekubitus.

METODE ANALISIS

Kualitatif

Berdasarkan pada masing-masing gambar dapat dilihat proses penyembuhan luka pada masing-

masing subjek selama 8 minggu. Sebuah diagram dibuat untuk memperlihatkan proses

penyembuhan sehingga dapat dibandingkan dan diidentifikasi persamaan dan perbedaannya.

Kualitatif

Perubahan pada penilaian DESIGN kemudian dijumlahkan pada masing-masing subjek. Nilai ini

kemudian dibandingkan dengan nilai DESIGN minggu I dengan 4 minggu setelah perubahan

regimen nutrisi. Perubahan positif mengindikasikan membaiknya luka dekubitus. Dan perubahan

negative mengindikasikan kemunduran luka.

Page 6: Analisis Jurnal Lansia Asli

HASIL

Karakteristik Responden

Terdapat lima belas pasien yang telah didata sesuai dengan kriteria penelitian, dan

diantara mereka, terdapat dua pasien yang menunjukkan kejelekan keadaan umum (KU) yang

nantinya dapat mengubah penyakit primernya, satu pasien telah tergantung pemakaian obat

untuk perawatan luka, dan lima pasien tidak ada perubahan dalam regimen nutrisi mereka.

Delapan pasien ini dieksklusi. Setelah mengeksklusi delapan pasien ini, empat laki-laki dan tiga

perempuan dapat menyelesaikan penelitian ini (tabel 1). Tujuh pasien tersebut berumur antara

70-92 tahun, dan merupakan pasien penyakit primer yang meliputi penyakit cerebrovaskuler

(stroke), fraktur femur, dan remathoid arthritis. Kebanyakan dari luka dekubitus terletak di

daerah truncal (tonjolan pantat) dan merupakan luka dekubitus derajat III. Median dari total skor

DESIGN antara 7-22, dan median dari luas permukaan luka antara 1,16-202,97 cm2.

Luka dekubitus dalam fase granulasi di enam pasien, dan dalam fase epitelialisasi di satu

pasien. Perawatan lukanya yaitu dengan cara mempertahankan agar lukanya tetap dalam keadaan

basah.

Total skor Braden Scale adalah 9-14, dan selama diobservasi tidak ada perubahan dalam

skor persepsi sensori, aktivitas, mobilitas, kelembaban, gesekan dan garukan. Skor aktivitasnya

senilai 1 di satu di satu pasien dan 2 di enam pasien.

Seluruh pasien mendapatkan nutrisi tambahan : produk makanan enterall regular pada

satu pasien dan protein tambahan pada enam pasien. Perubahan dari regimen nutrisi telah

menghasilkan peningkatan intake energi pasien dari 900-1400 kkal/hari (3766-5858 kJ/hari) ke

980-1433 kkal/hari (4100-5996 kJ/hari), dan peningkatan intake protein dari 0,9-1,5 g/Kg per

hari ke 0,9-2.0 g/Kg per hari (tabel 2). Dalam observasi yang dilakukan selama penelitian ini

tidak ada perbedaan hasil pengukuran antropometri atau analisis biokimia.

Perubahan luka dekubitus selama 8 minggu penelitian

Perubahan ketujuh luka dekubitus dapat dilihat di tabel 3. Terdapat kemajuan setelah

perubahan regimen nutrisi, terutama dapat dilihat dari luas permukaan luka tekan, kedalaman

luka, warna dan penampakan dari jaringan granulasi, dimana tergambar di perubahan skor

DESIGN.

Page 7: Analisis Jurnal Lansia Asli

Perubahan skor DESIGN

Item-item DESIGN yang telah mengalami penurunan skor dari satu ke tiga sebelum

perubahan regimen nutrisi adalah ukuran (luas), granulasi, nekrosis dan pocket (kantung luka)

dan yang mengalami penurunan skor dari satu ke lima adalah kedalaman, ukuran (luas), eksudat,

granulasi, dan nekrosis. Peningkatan terbesar setelah perubahan regimen nutrisi adalah granulasi,

dimana meningkat di lima dari tujuh responden. (Tabel 4)

Perubahan luas area luka dekubitus

Walaupun luas area luka dekubitus telah mengalami penurunan di enam dari tujuh pasien

sebelum perubahan regimen nutrisi, luas area lukanya mengalami kemajuan (mengecil) di

seluruh kasus setelah terdapat perubahan regimen nutrisi. (Tabel 5)

PEMBAHASAN

Data-data untuk study penelitian ini hanya diambil dari fasilitas dimana standar

perawatan luka dekubitus diberlakukan (Divisi Kesehatan Manula, Biro Kesehatan dan

Kesejahteraan Manula dan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan,1998). Sebagai tambahan,

pasien yang mengalami kemunduran (memburuk) penyakit primernya, dimana berpengaruh

negatif terhadap pengobatan untuk perawatan luka, atau yang mengalami kemunduran keadaan

umum (KU), telah dikeluarkan (eksklusi) dari subyek penelitian dengan tujuan untuk

meningkatkan hubungan antara perubahan status nutrisi dengan proses kesembuhan luka

dekubitus.

Karakteristik proses kesembuhan luka dekubitus dan pengaruh nutrisi

Perubahan karakteristik proses kesembuhan luka dapat diketahui dari ringkasan

penjelasan proses kesembuhan luka di tujuh responden (Fig. 1). Selama periode empat minggu

sebelum perubahan regimen nutrisi, warna luka dekubitus pada umumnya sangatlah buruk.

Pemasukan protein empat dari tujuh responden berkisar 0,9-1.0 g/Kg per hari, dimana lebih

rendah dari yang direkomendasikan untuk manula yaitu 1,2 g/Kg per hari, atau yang

direkomendasikan untuk pasien dengan luka dekubitus yaitu berkisar 1,2-1,5 g/Kg per hari

(Agency for Health Care Policy Research, 1994). Faktor tersembunyi yang menyebabkan

keterlambatan kesembuhan luka pada manula (Anderson & Kvorning, 1982; Bergstrom &

Page 8: Analisis Jurnal Lansia Asli

Braden, 1992; Robert, 2001), seperti kekurangan protein atau zinc, dan selama proses granulasi

luka menyebabkan penurunan fungsi fibroblas dan sintesis kolagen (Rijswijk & Polansky, 1994).

Oleh karena itu proses penyembuhan luka menjadi terhambat.

Selama 4 minggu setelah perubahan regimen nutrisi, terjadi pertumbuhan jaringan yang

bergranulasi dari tepi luka. Pertumbuhan granulasi dimulai pada minggu kedua, perbaikan warna

jaringa yang bergranulasi terjadi pada minggu ke3 dan kedalaman luka berkurang pada minggu

ke4. Pada minggu ke4, intake energi pasien (subjek) meningkat dan 6 dari 7 pasien dianjurkan

untuk memenuhi kebutuhan protein 1,4-2,0 gr/Kg BB perhari, jadi suplemen nutrisi

meningkatkan fungsi fibroblast yang akan mempengaruhi pertumbuhan sel dan sintesis kolagen

yang akan mempengaruhi granulasi jaringan. Peningkatan vaskularisasi kapiler dan aliran darah

kejaringan akan memperbaiki warna jaringan yang bergranulasi (Moriguchi,2000;

Nagahara,2000). Menurut "Perawatan Pasien dengan Luka Dekubitus" kemerahan dan bengkak

di sekeliling luka akan menghilang dalam 1 minggu setelah mengurangi dan menghilangkan

penekanan. Maserasi dan penebalan pada tepi luka akan berkurang dalam 1 minggu setelah

dilakukan perawatan luka (Sanada dan Sugama, 2003). Berkurangnya "crevasse" (salah satu

tanda pertumbuhan jaringan, seperti celah yang membelah), dan berkurangnya membrane yang

mengalami nekrosis akan terjadi. Pertumbuhan granulasi jaringan dan perbaikan warna akan

terjadi 2 minggu setelah diberikan perawatan luka (Sanada et al,2002).

Pengkajian Perubahan Nutrisi pada Lansia dengan Dekubitus

Berdasarkan perubahan nyata saat dilakukan pengamatan pada granulasi luka dipercayai

bahwa pengkajian efek dari intervensi nutrisi pada lansia dengan dekubitus dapat berpengaruh

cepat, dan hal itu dibenarkan oleh para perawat yang mengamati luka setiap hari.

Pada pasien lansia, vaskularisasi dengan kuantitas yang cukup sulit dicapai, dan

pengukuran ketebalan dan lipatan kulit secara tepat juga mengalami kesulitan karena perubahan

proses penuaan

Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya adalah hasil penelitian tidak dapat

digeneralisasikan karena ukuran sample yang kecil. Selain itu dekubitus dievaluasi hanya pada

saat fase granulasi dan subjek adalah pasien lansia dengan status nutrisi yang buruk. Disarankan

untuk dilakukan penelitian guna mengevaluasi efek pemberian nutrisi terhadap proses

penyembuhan dekubitus.

Page 9: Analisis Jurnal Lansia Asli

KESIMPULAN

Proses penyembuhan luka dekubitus dibandingkan sebelum dan sesudah perubahan regimen

nutrisi pada 7 pasien lansia yang bedrest di Jepang. Tidak ada perbedaan pada beberapa factor

lain yang mempengaruhi penyembuhan luka dibandingkan dengan status nutrisi pasien antara

waktu saat perubahan regimen nutrisi dan 4 minggu setelahnya. Dua minggu setelah

suplementasi nutrisi, granulasi jaringan dimulai. Penemuan ini memberkan gambaran bahwa

status luka dekubitus dapat diperbaiki dengan pemberian suplemen nutrisi, perbaikan akan

dimulai 2 minggu setelah intervensi. Pertumbuhan granulasi jaringan merupakan indeks

penyembuhan luka dekubitus.

LUKA TEKAN ATAU DEKUBITUS

Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan masalah serius yang sering tejadi pada

pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang belakang atau

penyakit degeneratif.

Fisiologi dekubitus.

Luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya

kompressi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence) dan adanya

tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompressi jaringan akan menyebabkan

gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini

dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat

mengakibatkan kematian sel.

Daerah daerah yang paling sering terjadi luka tekan tergantung kepada area yang sering

mengalami tekanan, yaitu :

a. Pada posisi terlentang yaitu daerah belakang kepala, sakrum dan tumit

b. Pada posisi duduk yaitu daerah ischium, atau koksik.

c. Posisi lateral yaitu pada daerah trochanter.

Page 10: Analisis Jurnal Lansia Asli

Faktor resiko

Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor -

faktor resiko untuk terjadinya luka tekan.

Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan

dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang

yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi. Sedangkan faktor

yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor

intrinsik. Faktor intrinsik yaitu faktor yang berasal dari pasien. sedangkan yang dimaksud dengan

faktor ekstrinsik yaitu faktor - faktor dari luar yang mempunyai efek deteriorasi pada lapisan

eksternal dari kulit.

Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas :

1. Mobilitas dan aktivitas. Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol

posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring

terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk

terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka

tekan[6][16]. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu rumah sakit di Pontianak

juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan

luka tekan.

2. Penurunan sensori persepsi. Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami

penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila

ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan [16].

3. Kelembapan. Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan

terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah

mengalami erosi[18]. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena

pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan

dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan

enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.

4. Tenaga yang merobek ( shear ). Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan

merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan

dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini

adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajad[18].

Page 11: Analisis Jurnal Lansia Asli

Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak

kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh

darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan

sedikit kerusakan pada permukaan kulit[19].

5. Pergesekan ( friction). Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang

berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis

kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati[19].

6. Nutrisi. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi

sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan[8]. Menurut penelitian Guenter

(2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan

berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.

7. Usia. Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena

kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan

otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas

kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis[18]. Perubahan ini berkombinasi

dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap

tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.

8. Tekanan arteriolar yang rendah. Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi

kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu

mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom

( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi

pada perkembangan luka tekan.

9. Stress emosional. Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga

merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan[18].

10. Merokok. Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki

efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002)

ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.

11. Temperatur kulit. Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur

merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan. Menurut hasil

penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya luka

tekan adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan

Page 12: Analisis Jurnal Lansia Asli

per unit area antara tubuh dengan permukaan matras[19]. Apabila tekanan antar muka lebih

besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap,

daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler

rata rata adalah sekitar 32 mmHg. Menurut penelitian Sugama (2000) dan Suriadi (2003)

tekanan antarmuka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka

tekan. Tekanan antar muka diukur dengan menempatkan alat pengukur tekanan antar muka

( pressure pad evaluator) diantara area yang tertekan dengan matras.

Stadium luka tekan

Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel )[9], luka tekan dibagi menjadi

empat stadium (gambar 2 ), yaitu :

1. Stadium Satu

Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang

normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit

( lebih dingin atau lebih hangat ), perubahan konsistensi jaringan ( lebih keras atau lunak ),

perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan

sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan

sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.

2. Stadium Dua

Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah

lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.

3. Stadium Tiga

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan

atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam

4. Stadium Empat

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan,

kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga

termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.

Menurut stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang dari permukaan luar kulit

ke lapisan dalam ( top-down). Namun menurut hasil penelitian saat ini, luka tekan juga dapat

berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya

Page 13: Analisis Jurnal Lansia Asli

kerusakan pada permukaan kulit[21]. Ini dikenal dengan istilah injuri jaringan bagian dalam

(Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan lebih

sensitif terhadap iskemia daripada permukaan kulit. Kejadian DTI sering disebabkan karena

immobilisasi dalam jangka waktu yang lama, misalnya karena periode operasi yang panjang.

Penyebab lainnya adalah seringnya pasien mengalami tenaga yang merobek (shear).

Penggunaan Skala DESIGN

Skala DESIGN diciptakan oleh komite dari Japanese Pressure Ulcer Society . Skala ini

digunakan disebagian besar rumah sakit di Jepang oleh perawat dan dokter karena instrumen

ini memiliki validitas yang tinggi yang tinggi serta reliabitas yang juga tinggi.

DESIGN adalah merupakan akronim dari

D : Depth ( Kedalaman Luka). Kedalaman luka seharusnya diukur pada titik terdalam dari

luka

E : Exudate ( Eksudat ). Pengukuran besar luka dilakukan dengan cara mengalikan panjang

dan lebar. Bagian yang terpanjang dari luka adalah merupakan panjang, sedangkan lebar

adalah pengukuran terpanjang tegak lurus terhadap axis tersebut

S : Size ( Ukuran Luka)

I : Infection ( Infeksi)

G : Granulation tissue ( Jaringan Granulasi). Merupakan persentase dari jaringan granulasi

pada luka

N: Necrotic tissue ( Jaringan Nekrotik). Ketika jaringan nekrotik dan jaringan non nekrotik

bercampur, jaringan yang mendominasi ( antara jaringan nekrotik dan jaringan nekrotik)

seharusnya digunakan untuk indikator pengkajian.

kemudian, P ditambahkan ketika ada pocket /undermining (kantong luka ). Kantong

luka ( undermining/pocket ) adalah merupakan perluasan dari daerah luka tekan yang terjadi

dibawah kulit. Jadi kadang kadang luka tekan dipemukaannya tidak lebar, namun ternyata

dibawah kulit lukanya melebar. Luka yang melebar dibawah kulit inilah yang disebut kantong

luka/ undermining.

PROSES PENYEMBUHAN LUKA

Page 14: Analisis Jurnal Lansia Asli

Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”,

yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness),

panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses penyembuhannya

mencakup beberapa fase :

1. Fase Inflamasi

Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan

yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan

dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan

dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan

menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi

vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan “substansi vasokonstriksi” yang

mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel

yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan

terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local

reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin).

Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah

keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan

dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai

dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3

atau hari ke-4.

2. Fase Proliferatif

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan

menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada

proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein

yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal

(tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks

jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka

ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa

substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam

Page 15: Analisis Jurnal Lansia Asli

membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk

cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh

fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblast

sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru

yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”. Fase

proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses

kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan

platelet.

3. Fase Maturasi

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih

12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya jaringan baru

menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan

jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai

regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut.

Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang

diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan

parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan

jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas

lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan

aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome

atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi

serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan

dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA

1. Usia

Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan.

2. Infeksi

Page 16: Analisis Jurnal Lansia Asli

Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan

kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri,

baik panjang maupun kedalaman luka.

3. Hipovolemia

Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan

oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

4. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi

oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut

memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan

luka.

5. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses

sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan

lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan

nanah (“Pus”).

6. Iskemia

Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh

akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka

terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh

darah itu sendiri.

7. Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak

dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori

tubuh.

8. Pengobatan.

· Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera

· Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab

kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan

efektif akibat koagulasi intravaskular.

Page 17: Analisis Jurnal Lansia Asli

Daftar Pustaka

Page 18: Analisis Jurnal Lansia Asli

Yunita Sari. Luka Tekan : Penyebab dan Pencegahan. 2006. Gerontological Nursing/ Wound

Care Management Department. The university of Tokyo,Japan

Yunita Sari. Memonitor Penyembuhan Luka Tekan . 2006. Gerontological Nursing/ Wound Care

Management Department. The university of Tokyo,Japan

Shizuko, Junko et al. Healing process of pressure ulcers after a change in the nutrition regimen

of bedridden elderly: A case series.

Japan Journal of Nursing Science . 2005