icaseps working paper no. 95 -...

31
ICASEPS WORKING PAPER No. 95 REALITAS KETERBATASAN KELEMBAGAAN SUMBER INFORMASI PASAR DAN TEKNOLOGI PERTANIAN DI WILAYAH KEMISKINAN PFI3P KABUPATEN TEMANGGUNG : Suatu Analisa Pra-Kondisi Dalam Upaya Pemberdayaan Iwan Setiajie Anugrah Oktober 2008 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic and Policy Studies) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Upload: trandan

Post on 01-Apr-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

ICASEPS WORKING PAPER No. 95

REALITAS KETERBATASAN KELEMBAGAANSUMBER INFORMASI PASAR DAN TEKNOLOGIPERTANIAN DI WILAYAH KEMISKINAN PFI3PKABUPATEN TEMANGGUNG :Suatu Analisa Pra-Kondisi Dalam Upaya Pemberdayaan

Iwan Setiajie Anugrah

Oktober 2008

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic and Policy Studies)Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian

Page 2: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

1

REALITAS KETERBATASAN KELEMBAGAAN SUMBER INFORMASI PASAR DAN TEKNOLOGI PERTANIAN DI WILAYAH KEMISKINAN PFI3P

KABUPATEN TEMANGGUNG :Suatu Analisa Pra-Kondisi Dalam Upaya Pemberdayaan1

Iwan Setiajie Anugrah2

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan PertanianJalan Ahmad Yani No, 70, Bogor 16161

Abstrak

Kemiskinan sering diartikan sebagai suatu keterbatasan atas pemenuhan kebutuhan hidup secara fisik primer, seperti kekurangan pangan maupun keterbatasan dalam kelengkapan perumahan yang menjadi salahsatu batasan tentang kemiskinan yang ditetapkan oleh salahsatu institusi. Keragaman batasan kemiskinan itu pula yang menjadikan banyaknya perdebatan tentang persepsi kemiskinan yang selama ini dikemukakan, sehingga pada akhirnya menjadi polemik didalam menentukan jumlah, angka dan ukuran tentang masyarakat miskin, seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Kemiskinan pada dasarnya tidak perlu diperdebatkan, tetapi yang penting dipikirkan adalah bagaimana upaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya dari berbagai pihak terkait dalam hal ini, dengan terlebih dahulu mengetahui permasalahan yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut di suatu wilayah, disamping mencari peluang untuk pemberdayaan dari potensi yang ada di wilayah miskin itu sendiri. Adalah Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin melalui Inovasi (P4MI) atau Poor Farmers Income Improvement Throught Innovation Project (PFI3P), merupakan salahsatu upaya riil Badan Litbang Pertanian yang ditujukan untuk pemberdayaan petani miskin, diantaranya melalui pengembangan kelembagaan desa serta perbaikan sarana-prasarana pendukung yang dilakukan dalam Investasi Desa serta kegiatan masyarakat secara partisipatif dan disertai inovasi teknologi serta peningkatan akses pada jaringan informasi. Tujuan penulisan ini, selain mengemukakan analisis kondisi kelembagaan sumber informasi baik dalam pemasaran maupun teknologi pertanian, serta secara tidak langsung menguraikan keterbatasan wilayah miskin terhadap aksessibilitas yang selama ini dibutuhkan sehingga perlu perhatian terkait dengan kondisi tersebut, melalui suatu upaya pemberdayaan wilayah, dimana potensi yang selama ini dimiliki dalam kondisi yang relatif terbatas, terutama dalam mendukung pengembangan sektor pertanian yang sebagian besar menjadi basis utama bagi perekonomian masyarakat di beberapa desa lokasi PFI3P Kabupaten Temanggung.

Kata kunci : Wilayah miskin, informasi pasar, teknologi pertanian

PENDAHULUAN

Kemiskinan sering diartikan sebagai suatu keterbatasan atas pemenuhan kebutuhan

hidup secara fisik primer baik terhadap kebutuhan pangan, sandang maupun perumahan

yang selama ini masih dijadikan indikator pengukuran batas kemiskinan oleh beberapa

institusi terkait. Dengan demikian, kemiskinan pada dasarnya terkait langsung dengan

pengalaman seseorang di pedesaan maupun diperkotaan atau dimanapun yang mengalami 1 Makalah disampaikan pada”Workshop Sintesis Pengembangan Pertanian Lahan Marjinal”, Kamis-Jumat, 14-15 Desember 2006 di Hotel Safari Garden, Cisarua-Bogor.2 Staf Peneliti pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan kebijakan Pertanian, Bogor.

Page 3: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

2

kelangkaan, keterbatasan dan kekurangan dalam pemilikan dan penguasaan atas benda

atau tidak adanya akses dan kontrol atas sumber-sumber daya ekonomi atau kapital lainnya,

sehingga tidak memungkinkan dirinya untuk bisa melakukan mobilitas secara vertikal

(Radjab, 2004).

Secara umum, gambaran makro kemiskinan berdasarkan batasan Komite

Penanggulangan Kemiskinan, (2002) dalam Saptana, dkk (2004), ditandai dengan

ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam hal: (1) memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar

seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan basic needs dalam

kehidupan, (2) melakukan kegiatan usaha produktif (unproductiveness), (3) menjangkau akses

sumberdaya sosial dan senantiasa mendapat perlakuan deskriminatif, mempunyai perasaan

ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistic (vulnerability) dan (4) membebaskan

diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga

diri yang rendah (no freedom far poor).

Di sisi lain batasan kemiskinan juga banyak dikemukakan oleh para ahli maupun

pemerhati yang berkaitan dengan permasalahan tersebut, diantaranya: Soemodiningrat

(1999); Kartasasmita (1999); Prasetyawan (1998); Pakpahan, Hermanto, Sawit dan Taryoto

(1995); Kasryno dan A. Suryana (1992); Otsuko (1991); World Bank (1990) serta berbagai

institusi, seperti BPS, BKKBN, DEPSOS dan lainnya.

Berkaitan dengan berbagai batasan dan pendapat para ahli yang berkaitan dengan

masalah kemiskinan seperti diatas, sampai saat ini juga telah banyak dikemukakan dan

banyak menumbuhkan silang pendapat diantara batasan-batasan yang ada. Ketidak

sepakatan yang paling menonjol dalam menjelaskan konsep kemiskinan sebenarnya bukan

terletak pada penetapan ukuran kemiskinan itu sendiri maupun pada indikator kuantitatif

kemiskinan, melainkan pada penyebab seseorang atau sekelompok orang masuk dalam

kategori miskin serta faktor-faktor penyebabnya.

Dengan perbedaan penjelasan yang beragam, telah menyebabkan rekomendasi yang

diajukan untuk memecahkan persoalan kemiskinan pun berbeda yang pada akhirnya

implikasi yang muncul dari implementasi program penanggulangan kemiskinan-pun akan

berbeda, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu yang mengakibatkan terjadinya perbedaan

atas jumlah angka kemiskinan secara nasional.

Secara hierarkis, kemiskinan pada dasarnya tidak perlu diperdebatkan, tetapi yang

penting dipikirkan adalah bagaimana upaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses

penanggulangannya dari berbagai pihak yang terkait dalam hal ini, tentunya dengan terlebih

dahulu mengetahui permasalahan yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut di suatu

Page 4: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

3

wilayah, serta mencari peluang untuk pemberdayaan dari potensi yang ada di wilayah miskin

itu sendiri.

Adalah Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin Melalui Inovasi (P4MI) atau

Poor Farmer Income Improvement Throught Innovation Project (PFI3P), merupakan

salahsatu upaya riil Badan Litbang Pertanian yang ditujukan untuk pemberdayaan petani

miskin dengan pengembangan kelembagaan desa serta perbaikan sarana-prasarana

pendukung yang dilakukan melalui investasi desa serta kegiatan partisipatif yang disertai

inovasi teknologi serta peningkatan akses pada jaringan informasi.

Tujuan penulisan ini, selain mengemukakan analisis kondisi kelembagaan sumber

informasi baik dalam pemasaran maupun teknologi pertanian, juga secara tidak langsung

menguraikan keterbatasan wilayah miskin terhadap aksessibilitas yang selama ini

dibutuhkan, sehingga perlu perhatian berkaitan dengan kondisi tersebut, melalui suatu upaya

pemberdayaan wilayah dimana potensi yang selama ini dimiliki dalam kondisi yang relatif

terbatas, terutama dalam pengembangan sektor pertanian yang sebagian besar menjadi

basis utama bagi perekonomian masyarakat di beberapa desa lokasi PFI3P Kabupaten

Temanggung.

METODOLOGI

Kerangka Pemikiran

Sejalan dengan konsep dan pendekatan pembangunan pertanian wilayah marjinal

yang diterapkan dalam P4MI atau PFI3P maka penanggulangan kemiskinan pada dasarnya

harus dititikberatkan pada latar belakang permasalahan dan akar kemiskinan itu sendiri.

Berdasarkan pemikiran Radjab (2004), tercatat bahwa ada tiga macam pendekatan yang

mencoba menjelaskan tentang sebab-sebab terjadinya kemiskinan, yaitu System approach,

Decision-Making Model dan Structural Approach. Pedekatan pertama (System approach),

lebih menekankan pada adanya keterbatasan pada aspek-aspek geografi, ekologi, teknologi

dan demografi. Kondisi kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, dianggap

lebih banyak menekan warga masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan atau pedalaman.

Dalam konteks anggapan penyebab kemiskinan yang disebutkan diatas, maka

pendekatan itu menyarankan dilakukannya intervensi tertentu untuk meningkatkan

kemampuan daya dukung lingkungan alam melalui introduksi teknologi baru yang memiliki

kemampuan dan kapasitas lebih besar dalam mengekplorasi dan mengeksploitasi sumber-

sumberdaya ekonomi, sehingga dapat tercapai surplus produksi serta dapat meningkatkan

nilai tambah hasil produksi. Disamping itu pula harus diupayakan untuk membangun dan

Page 5: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

4

memperbaiki sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi publik yang memungkinkan

daerah yang bersangkutan menjadi terbuka sehingga memudahkan arus pertukaran barang

dan jasa serta diterapkannya program untuk mengerem laju pertumbuhan penduduk.

Sementara pendekatan kedua (Decision-Making Model), menekankan pada

kurangnya pengetahuan, keterampilan dan keahlian sebagai warga masyarakat dalam

merespon sumber-sumber daya ekonomi, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar.

Dengan kata lain pendekatan ini melihat bahwa sebagian warga masyarakat kurang memiliki

kemampuan inovasi atau empati jiwa kewirausahaan untuk mengelola secara baik, efisien

dan efektif unit-unit usaha yang mereka miliki atau kuasai dan kurang mempunyai

kemampuan untuk memperbaharui dan menciptakan teknologi serta memperluas pasar

komoditi.

Karenanya pendekatan decision making model, menghendaki ditingkatkannya

kemampuan, yakni keahlian dan keterampilan SDM, seperti pembentukan dan

pengembangan motivasi, mendorong mobilitas atau urbanisasi, peningkatan pendidikan pada

orang-orang miskin supaya mereka mempunyai jiwa-jiwa yang inovatif, kreatif, responsif dan

proaktif dalam persaingan.

Sedangkan pendekatan yang ketiga (Structural Approach), melihat kemiskinan itu

terjadi karena adanya ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan faktor-faktor produksi,

seperti tanah, teknologi dan bentuk kapital lainnya. Disini wajah kemiskinan memiliki dimensi

struktural yang merupakan akibat dari adanya ketimpangan dalam pemilikan dan

penguasaan asset-aset ekonomi atau kapital lainnya yang ditunjukkan dengan adanya

sebagian anggota masyarakat yang jumlahnya lebih kecil, tetapi menguasai dan memiliki

faktor-faktor produksi yang lebih banyak, sementara sebagian besar warga masyarakat

menguasai dan memiliki faktor-faktor produksi yang lebih sedikit, atau lebih dikenal dengan

kemiskinan struktural.

Saran dari pendekatan ketiga, maka untuk mengeliminasi kemiskinan, pertama-tama

adalah dengan menelorkan dan menerapkan kebijaksanaan atau suatu politik pembangunan

yang langsung mengidentifikasi dan menghapus sumber-sumber ketimpangan itu sendiri.

Program pendekatan struktural ini, menginginkan dilakukannya suatu transformasi pada

struktur dan politik yang tidak lagi didominasi kelompok elite, tetapi diarahkan pada pemilikan

orang-orang miskin dengan cara memberikan akses dan terutama kontrol atas sumber-

sumber kapital bagi tumbuhnya peluang berusaha dan kesempatan bekerja yang layak bagi

orang-orang miskin tersebut.

Page 6: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

5

Berkaitan dengan sektor pertanian sebagai basis dan sumber mata pencaharian

sebagian besar penduduk di pedesaan, kemiskinan juga berarti ketidakmampuan dalam

mengaksessibilitas kebutuhan, baik pemenuhan saprodi serta sumber-sumber teknologi

pertanian maupun sumber-sumber informasi pertanian lainnya, seperti sumber informasi

pasar bagi peningkatan kualitas produksi maupun pendapatan atas harga jual komoditas

pertanian yang dihasilkannya selama ini. Keterbatasan pada kelembagaan sumber informasi

telah berdampak pada keterbatasan pilihan petani untuk berusahatani komersial serta

mengusahakan komoditas potensial yang secara langsung dapat meningkatkan pendapatan

dari usahatani yang dilakukan.

Badan Litbang Pertanian, dengan Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin

melalui Inovasi (P4MI), akan membangun system agribisnis di lahan marjinal, melalui

pengembangan kelembagaan desa dan perbaikan sarana prasarana pendukung di desa

secara partisipatif, disertai inovasi teknologi dan peningkatan akses pada jaringan informasi.

Proyek PFI3P, direncanakan dengan empat komponen utama, yaitu (1) pemberdayaan

petani, (2) pengembangan sumber informasi nasional dan lokal, (3) dukungan untuk

pengembangan inovasi pertanian dan diseminasi, (4) manajemen proyek.

Dalam Proyek PFI3P juga, perencanaan dan pelaksanaan investasi sarana-prasarana

umum tingkat desa, dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat desa sehingga diharapkan

muncul partisipasi masyarakat desa dalam perencanaan dan pelaksanaan investasi desa

yang ada di masing-masing lokasi.

Data dan Sumber Data

Materi tulisan bersumber dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (PSE) Bogor, melalui Study Baseline Survey

di lima desa lokasi Poor Farmer Income Improvement Through Innovation Project (PFI3P) di

Kabupaten Temanggung tahun 2004, yaitu meliputi desa Gilingsari, Donorojo, Krajan,

Pagersari dan Sukomarto.

Pengumpulan data dilakukan dalam kaitan dengan study baseline survai dan metode

diskusi kelompok (Focus Grouf Discussion = FGC). Jenis data yang dikumpulkan, selain data

primer yang dikumpulkan melalui wawancara ditingkat petani juga data sekunder yang

berkaitan dengan keberadaan Proyek PFI3P dan instansi terkait dengan kegiatan tersebut.

Analisis data dilakukan dengan mengelompokan rumahtangga tani berdasarkan atas

besarnya pendapatan per kapita. Berdasarkan uraian Project Administration Memorandum

(PAM), salahsatu kriteria utama dari petani yang tergolong miskin, adalah mereka yang

Page 7: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

6

pendapatan per kapitanya kurang dari Rp. 1 juta setahun. Dengan dasar tersebut, maka

berdasarkan data garis kemiskinan dari BPS (2003), batas kemiskinan berdasarkan

pendapatan per kapita di Kabupaten Temanggung adalah Rp. 92 802 per kapita per bulan

atau setara dengan Rp 1 113 624 per kapita per tahun. Atas dasar tersebut, maka seluruh

responden dibagi menjadi dua kelompok, yang berpendapatan kurang dari nilai tersebut

sebagai petani miskin serta yang diatas garis pendapatan merupakan petani tidak miskin.

Metode Analisis

Data yang terkumpul, dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif

menggunakan beberapa parameter statistik sederhana, seperti presentase, rata-rata,

frekuensi serta distribusi dalam bentuk tabulasi silang, untuk menjelaskan keterkaitan antar

variabel yang relevan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Usahatani dan Pemasaran

Permasalahan yang senantiasa ditemui dalam proses kegiatan usahatani biasanya

bertumpu pada bagaimana produksi yang dihasilkan dapat dipasarkan dengan harga yang

dapat diterima petani dan sekaligus menguntungkan atau memberikan hasil yang besar dari

kegiatan usahatani yang dilakukan. Permasalahan pemasaran juga erat kaitannya dengan

bagaimana para petani dalam merencanakan suatu kegiatan usahatani, dimana saat ini yang

paling banyak dilakukan oleh sebagian besar petani adalah untuk pemenuhan kebutuhan

pangan keluarga, terutama pada kegiatan usaha pertanian tanaman semusim yang banyak

diusahakan.

Pada kegiatan usahatani dengan tanaman komersial, seperti tembakau atau jenis

sayuran, persoalan pemasaran juga tidak dapat dihindari, terutama terkait dengan harga dan

sistem pembayaran yang selama ini dijalankan. Beberapa kasus pemasaran menunjukkan

bahwa persoalan pemasaran produk menjadi bagian yang perlu mendapat perhatian yang

cukup besar dari semua pihak yang terlibat didalam kelembagaan pemasaran yang berjalan

selama ini.

Beberapa catatan tentang lembaga pemasaran yang terkait dengan jenis komoditas

yang dihasilkan petani, selain para pedagang ditingkat desa, pedagang pengumpul tingkat

kecamatan, juga pasar sebagai tujuan akhir dari produk yang dihasilkan, khususnya pada

hasil komoditas tanaman semusim. Untuk tanaman tembakau, kelembagaan pemasaran

Page 8: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

7

relatif cukup terbuka dilakukan untuk ke beberapa wilayah tujuan pemasaran, seperti kepada

para pelaku di atas atau juga dengan adanya gudang-gudang tembakau dari beberapa pabrik

rokok yang berada di wilayah Kabupaten Temanggung juga telah membuka peluang

pemasaran hasil tembakau yang dihasilkan oleh para petani di sekitar wilayah Temanggung

ataupun dari luar Temanggung.

Dari informasi pemasaran hasil yang diperoleh, memberikan gambaran bahwa untuk

produksi padi yang dihasilkan, penjualan hasilnya sebagian dilakukan kepada pedagang

pengumpul tingkat desa dengan produk yang dijual adalah gabah, seperti yang dilakukan

oleh responden di desa Gilingsari, Krajan, Pagersari maupun responden di desa Sukomarto.

Pedagang pengumpul tingkat desa juga berperan dalam pembelian komoditas palawija buah-

buahan, sayuran serta tanaman hasil perkebunan lainnya. Variasi penjualan hasil pertanian

sangat ditentukan oleh jenis produk pertanian yang dijual. Untuk produk pertanian yang

bukan merupakan kebutuhan cadangan pangan keluarga, maka hampir seluruh produksinya

dijual di lokasi penanaman. Sebaliknya untuk komoditas pangan keluarga, penjualan

biasanya dilakukan di rumah responden setelah dilakukan penanganan pasca panen

(Gambar 1).

Gambar 1. Rantai Pemasaran Beberapa Komoditas Dominan di Lokasi Desa PFI3P :

a. Komoditas Padi

b. Komoditas Palawija

Petani

Dijual

Kepasar

- beras

Pedagang Pengumpul

Disimpan

- gabah kering giling (GKG)- gabah kering panen (GKP)

Petani Pedagang Pengumpul

Page 9: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

8

c. Komoditas Sayuran

d. Tanaman Tahunan

e. Tembakau

Informasi di tingkat lapangan, berkaitan dengan cara pembayaran terhadap penjualan

beberapa jenis komoditas yang dihasilkan oleh responden, selain dilakukan secara tunai juga

dilakukan dengan sistem dibayar kemudian. Secara umum, sistem pemasaran dilakukan

secara bebas kepada pedagang pengumpul ataupun pembeli lain, tanpa adanya ikatan

dengan pembeli dan lebih banyak ditentukan oleh kesesuaian harga dan kebutuhan yang

dilakukan oleh petani.

Petani

KonsumenLokal

Ke pasar

Ke pedagang pengumpul

Petani

Ke Pasar

Pedagang pengumpul

Petani

- Pasar- Kios- Pedagang

pengumpul

Pedagang pengumpul

GudangPabrik

Rajangan

BandarBesar

PabrikRokok

Konsumen

(daun basah / kering)

Konsumen

Page 10: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

9

Untuk menutupi kebutuhan petani, penjualan hasil biasanya tidak dilakukan secara

keseluruhan. Produk pangan seperti padi biasanya, selain tidak untuk dijual juga sebagian

dipergunakan untuk bibit sendiri dan sebagian besar lainnya untuk memenuhi kebutuhan

pangan keluarga. Pola yang sama juga berlaku bagi komoditas palawija yang dihasilkan,

seperti jagung, kacang-kacangan atau umbi-umbian. Informasi tentang keragaan pemasaran

hasil dari beberapa komoditas pertanian yang dihasilkan dari lima lokasi contoh, seperti pada

Lampiran 1.

Sumber Informasi Teknologi Pertanian

Percepatan peningkatan produktivitas usahatani yang dilakukan dalam rangka

pembangunan sektor pertanian, pada dasarnya dapat dilakukan dalam berbagai upaya, tidak

saja melalui aspek finansial maupun dalam bentuk diversifikasi usaha, tetapi yang lebih

penting dilakukan adalah dengan upaya untuk membenahi aspek teknologi pertanian itu

sendiri, dimana dalam perkembangan peradaban jaman saat ini dan kedepan, akan sangat

memegang peranan yang cukup penting.

Dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertanian bagi sebagian petani di pedesaan, aspek

informasi akan merupakan suatu kebutuhan, terutama dalam upaya mendorong terhadap

suatu perubahan tata cara kegiatan usahatani kearah yang lebih baik. Namun demikian

masih banyak petani yang tidak tahu atau pun tidak merasakan bagaimana pentingnya

informasi pertanian bagi kelangsungan kegiatan usaha yang dilakukan. Berbagai macam

kendala dan sikap petani sendiri telah membatasi untuk dapat mengakses pada sumber-

sumber informasi yang diperlukan.

Sarana dan prasarana komunikasi telah berkembang begitu cepat, namun demikian

masih banyak pula para petani yang luput dari penyebaran dan penyediaan informasi

pertanian yang selama ini ada. Mengingat media informasi yang ada selama ini juga tidak

selamanya ditujukan bagi para petani di pedesaan, terlebih pada saat dimana kondisi institusi

kelembagaan yang seharusnya berperan untuk memfasilitasi hal ini, tidak sepenuhnya

berjalan dengan baik. Sehingga para petani di pedesaan, mencari bentuk teknologi usahatani

kepada masing-masing sumber yang selama ini dapat dengan mudah diakses dan dihubungi.

Sebagai gambaran kongkrit tentang bagaimana upaya petani untuk memperoleh

informasi teknologi pertanian, terlihat pada beberapa petani responden di lima desa contoh

penelitian, dimana secara umum diperoleh dari sesama petani ataupun orang tua secara

turun menurun, disamping diperoleh pula dari kontak tani bagi sebagian petani yang aktif

dalam kelompok tani, khususnya di desa Gilingsari dan beberapa desa lainnya. Peran

Page 11: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

10

PPL/Dinas dalam kaitannya dengan sumber informasi teknologi pertanian masih cukup

relevan dilakukan dibandingkan dengan sumber-sumber informasi lainnya yang ada (Tabel

Lampiran 2).

Berdasarkan sarana dan sumber informasi yang ada selama ini, nampaknya

keberadaan informasi melalui media cetak, seperti koran, majalah/buku serta brosur-brosur

belum banyak diperoleh petani sebagai media untuk mendapatkan informasi tentang

teknologi dari suatu usaha pertanian, sekalipun terdapat beberapa petani di desa Gilingsari,

Sukomarto dan Donorejo yang diperkirakan sudah pernah mendapatkannya.

Sumber informasi lainnya, seperti jenis audio visual sebagai sarana yang dapat diterima

para petani di beberapa desa contoh, hanya sebagian kecil dan terbatas pada siaran radio

dan televisi saja. Sementara jenis audio visual lainnya, seperti film/VCD/CD maupun internet

belum banyak dijadikan sebagai sumber informasi pertanian. Hal ini terlihat dari tidak adanya

petani yang mempergunakan sumber informasi tersebut.

Fungsi kelembagaan sebagai sumber informasi teknologi pertanian di beberapa desa

contoh, nampaknya masih cukup berperan. Sekalipun persentase petani yang memanfaatkan

kelembagaan penyuluhan/pertanian masih cukup kecil, namun setidaknya para petani di

desa Gilingsari, Donorejo, Krajan serta Sukomarto sebagian telah memanfaatkannya. Bagi

sebagian besar petani di lima desa contoh, belum sepenuhnya memperoleh informasi

teknologi pertanian dari sumber lembaga lainnya, seperti BPTP, koperasi/assosiasi serta

kelembagaan swasta lainnya, seperti pada Tabel Lampiran 2.

Sumber Informasi Pemasaran Pertanian

Informasi pemasaran hasil pertanian, pada dasarnya juga merupakan unsur yang

cukup penting dalam kaitannya dengan proses kegiatan usahatani yang dilakukan oleh

rumah tangga petani secara individu maupun secara berkelompok, dalam satu lingkungan

komunitas petani ataupun desa, dimana para pelaku usahatani berada atau melakukan

kegiatan usahataninya. Hal ini dianggap cukup penting, mengingat selama ini seolah-olah

petani hanya mencurahkan konsentrasi usahatani pada proses produksi semata, sementara

pasar sebagai tujuan akhir dari hasil produksi komoditas yang diusahakan dalam kegiatan

usahatani, seolah-olah menjadi bagian lain yang terpisah dari kegiatan usahatani, serta

seakan-akan merupakan milik pedagang atau pelaku pasar lainnya, sehingga tidak

mengherankan apabila selama ini, informasi tentang pemasaran hasil pertanian kurang

begitu banyak direspon dan diketahui oleh sebagian besar petani produsen di pedesaan,

Page 12: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

11

terlebih lagi sarana untuk memperoleh informasi pemasaran itu sendiri tidak tersedia di

daerahnya.

Dari catatan dan informasi di lima desa contoh, memberikan gambaran dan indikasi

kearah itu. Hal ini terlihat dari besarnya persentase petani dan rumah tangga petani pada

desa-desa contoh terhadap akses sumber informasi pemasaran, dimana secara perorangan

baik dari kelompok pendapatan rendah maupun tinggi, menunjukkan bahwa sebagian besar

petani telah menjadikan pedagang desa sebagai sumber informasi utama untuk pemasaran

hasil pertanian, selain yang diperoleh dari sesama petani itu sendiri, terutama pada

permasalahan harga yang menjadi patokan untuk pemasaran hasil yang akan dilakukan oleh

masing-masing petani.

Secara umum, proporsi sumber informasi pemasaran yang dijadikan acuan oleh para

petani di masing-masing desa contoh terlihat sangat beragam, namun demikian dapat dilihat

bahwa dibalik keragaman persentase tersebut, terlihat bahwa hanya sebagian kecil saja

informasi pasar yang diperoleh petani di lima desa contoh dari lembaga/institusi formal

terkait, khususnya yang mempunyai peranan, fungsi dan tugasnya di bidang pertanian,

ataupun pada lembaga lain yang selama ini sangat erat kaitannya dengan kegiatan usahatani

yang senantiasa dilakukan sebagai mata pencaharian utama.

Kemudian dilihat dari persentase sumber informasi pasar yang berasal dari media

cetak, sampai penelitian ini dilaksanakan relatif sangat kecil dan cenderung tidak ada sama

sekali pada setiap desa contoh. Begitu pula halnya sumber informasi melalui audio visual,

seperti radio, televisi dan perangkat lainnya, relatif belum merata pada setiap desa contoh.

Diantara jenis audio visual yang ditampilkan, nampaknya hanya radio dan televisi yang

dianggap telah memberikan informasi yang terkait dengan pemasaran pertanian, itupun

masih terbatas pada desa-desa contoh yang letaknya lebih dekat dengan jangkauan

aksessibilitas ke kecamatan atau ke kota kabupaten.

Sementara persentase sumber informasi melalui sarana tersebut, untuk para petani

yang berada di Desa Donorojo maupun Pagersari, belum banyak membantu petani

mendapatkan informasi pemasaran pertanian, sehingga secara keseluruhan jenis audio

visual belum bisa dijadikan sumber informasi pemasaran hasil pertanian yang dibutuhkan,

sebagaimana para petani di tiga desa contoh lainnya, kecuali dari para pedagang serta dari

sesama petani sendiri, mengingat sumber informasi lain seperti dari media cetak pun, belum

menjadi sumber informasi pemasaran yang dapat menjangkau petani dan rumah tangga

petani yang ada di dua desa tersebut. Dilihat dari sisi kelembagaan formal, nampaknya dari

lembaga formal yang ada, belum banyak dijadikan sebagai sumber informasi pasar yang

Page 13: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

12

diperlukan oleh petani, kecuali pada beberapa lokasi desa contoh, seperti ditampilkan pada

Tabel Lampiran 3.

Permasalahan Sumber Informasi Teknologi Pertanian

Dalam kegiatan usahatani ataupun kegiatan lain yang dilakukan, pada kenyataannya

akan selalu dihadapkan pada permasalahan-permasalahan sebelum sampai pada tujuan

yang diharapkan. Keterbatasan dalam akssesibilitas, pengetahuan serta kemampuan petani

dalam kaitannya dengan kegiatan usahatani yang dilakukan, juga akan sangat berpengaruh

terhadap kemampuan petani untuk mencapai solusi dalam menanggulangi permasalahan

dalam usahatani. Masih besarnya persentase petani yang menyatakan bahwa sumber

informasi teknologi pertanian lebih banyak diperoleh dari sesama petani, ataupun hanya

berdasarkan pada pembelajaran secara turun-temurun dari masing-masing orang tua

diantara lembaga informasi lainnya, memberikan indikasi bahwa akses petani terhadap

kelembagaan di luar lingkungan usahatani relatif masih terbatas, atau juga terjadi sebaliknya.

Dengan demikian maka perubahan dan penambahan informasi teknologi yang

diterima oleh petani sangat terbatas pada lingkungannya dan tidak menutup kemungkinan

informasi tersebut lebih berdasar pada pengalaman masing-masing, dibandingkan dengan

pengetahuan baru yang ada sebagai inovasi yang disediakan pada sumber informasi lainnya.

Keterkaitan dengan hal itu, maka secara tidak langsung menunjukkan bahwa selama

ini sumber informasi yang diperoleh dari sesama petani atau tetangga juga kerapkali

dijadikan sebagai pihak yang lebih awal dihubungi, pada saat para petani dihadapkan pada

permasalahan yang dihadapi, dalam kaitannya dengan usahatani yang dilakukan oleh

masing-masing petani.

Tabel Lampiran 4 selanjutnya memberi gambaran bahwa persentase petani yang

menempatkan rekan-rekannya menjadi pihak yang sering dihubungi dalam kaitannya dengan

permasalahan yang dihadapi, masih cukup besar diantara pihak lain yang juga berperan

untuk dihubungi. Selain rekan petani lainnya, pihak yang sering dihubungi untuk

permasalahan yang dihadapi adalah ketua kelompok tani, terutama pada para petani yang

tergabung dalam kelompoknya.

PPL dan aparat pemerintah yang selama ini diharapkan menjadi pihak yang dapat

mengakomodasi permasalahan yang dihadapi, ternyata persentasenya relatif masih kecil dan

tidak merata pada setiap lokasi desa contoh. Informasi di tingkat petani memberikan

gambaran bahwa masih rendahnya akses petani pada lembaga tersebut, lebih banyak

disebabkan oleh frekuensi dan aktivitas lembaga tersebut di tingkat petani. Aktivitas PPL

Page 14: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

13

dan aparat pertanian di desa Sukomarto, Gilingsari serta di desa Pagersari telah

menjadikan lembaga tersebut tidak saja sebagai sumber informasi juga sekaligus dijadikan

sebagai pihak yang selama ini menjadi tempat untuk berdiskusi dalam pemecahan

permasalahan yang terkait dalam kegiatan usahatani yang dilakukan petani di tiga desa

tersebut (Tabel Lampiran 4).

Sementara itu, permasalahan sumber teknologi pertanian yang berkaitan dengan

media cetak seperti brosur/liptan, pada dasarnya media tersebut belum ada di tingkat desa.

Selain tidak cukup tersedia juga menurut sebagian petani, jenis media brosur tersebut tidak

diketahui keberadaannya, sehingga manfaat maupun keberadaannya tidak dapat dijadikan

sebagai sumber informasi bagi para petani yang memerlukan media ini, sebagai sarana bagi

sumber inovasi baru untuk penambahan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan

dengan kegiatan usahatani yang dilakukan.

Selain brosur, sebagai bagian dari sumber informasi teknologi pertanian, koran juga

masih belum bisa dijadikan sebagai suatu sarana untuk memperoleh informasi baru, dalam

kaitannya dengan peningkatan pengetahuan petani dalam kegiatan usahataninya.

Permasalahan yang berkaitan dengan media cetak ini selain belum ada di tingkat desa juga

keberadaannya tidak banyak diketahui oleh sebagian besar petani. Selain permasalahan

ketersediaan media koran ini juga terdapat beberapa orang petani baik dari kelompok

pendapatan tinggi maupun rendah yang tidak bisa membaca atau bahkan tidak dapat

mengerti isinya. Hal yang sama juga kiranya berlaku pada ketersediaan media cetak lain,

seperti majalah, dimana hampir sebagian besar petani menyatakan bahwa media tersebut

belum ada di desa, kalaupun ada jumlahnya tidak cukup tersedia atau tidak diketahui

keberadaannya (Tabel Lampiran 5a).

Sumber media informasi lain, selain media cetak yang dapat dijadikan sarana untuk

menambah ilmu pengetahuan petani dalam kegiatan usahatani yang dilakukan, diantaranya

melalui media Audio Visual, seperti radio, televisi, film/VCD/CD serta internet. Radio sebagai

salah satu sarana yang sudah lama dijadikan alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan

dalam bidang pertanian oleh para petani, melalui berbagai siaran pedesaan maupun warta

berita tentang pertanian, nampaknya juga tidak luput dari permasalahan keberadaannya saat

ini. Selain banyak responden petani tidak memilikinya juga sebagian petani tidak tahu jadwal

maupun siarannya, atau bahkan sebagian petani hanya selalu menikmati siaran hiburan saja,

tanpa mengetahui siaran yang lain, seperti dikemukakan oleh beberapa responden yang ada

di lima desa contoh.

Page 15: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

14

Hal yang sama, terjadi pula pada keberadan media informasi seperti televisi dimana

sebagian petani yang telah memiliki televisi, selain hanya menikmati siaran hiburan saja, juga

banyak petani responden yang tidak mengetahui siaran pertanian, atau bahkan banyak

petani lainnya yang mengatakan tidak ada siaran yang berkaitan dengan pengetahuan dan

teknologi pertanian, ataupun permasalahan-permasalahan yang membahas tentang

pedesaan.

Diakui atau tidak nampaknya telah menjadi keprihatinan nasional, bahwa hampir

seluruh stasiun televisi yang ada saat ini, belum atau tidak samasekali memberikan

kesempatan bagi penyiaran-penyiaran yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan serta ilmu-

ilmu pertanian yang dapat dijadikan masukan tembahan pengetahuan bagi para petani di

pedesaan. Tidak jarang hanya stasiun TVRI Nasional ataupun lokal yang sekali-kali

menyempatkan siaran-siaran daerah serta yang berkaitan dengan pertanian. Sehingga

dengan kondisi seperti ini, tidak mengherankan jika banyak petani khususnya yang ada di

lima desa contoh, merasakan keterbatasan-keterbatasan dalam memperoleh informasi

teknologi pertanian melalui media televisi. Bahkan dari beberapa lokasi desa masih ada

masyarakat yang juga belum memiliki televisi.

Bagi masyarakat desa, adanya keterbatasan media elektronik saat ini bukan

merupakan hal yang besar, terutama bagi masyarakat dimana mobilitas kegiatannya

cenderung lebih banyak keluar daerah, sehingga akses terhadap berbagai media elektronik

dengan cepat dapat berjalan. Tidak seperti halnya dengan beberapa petani yang ada pada

daerah-daerah dengan katagori miskin saat ini, dimana kepentingan pemenuhan

kebutuhannya hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan pokok, maka akses petani

terhadap media informasi yang bersifat elektronik, belum banyak diterima. Sebagai contoh,

aksessibilitas masyarakat dengan media informasi teknologi yang dilakukan melalui

film/VCD/CD yang berkaitan dengan penyebaran informasi pengetahuan di bidang pertanian.

Selain permasalahan kepemilikan sarana ini, dimana sebagian besar petani tidak memilikinya

juga secara umum belum ada/tidak tersedia di beberapa lokasi desa contoh. Kemudian

dilihat dari persentase petani responden, menunjukkan bahwa sebagian besar responden

yang ada pada setiap lokasi contoh (pada semua kelas pendapatan) belum mendapatkan

informasi teknologi pertanian melalui media film/VCD ataupun CD.

Begitu pula halnya dengan media internet, bagi sebagian petani atau masyarakat

pedesaan pada umumnya, jenis media seperti ini masih merupakan sesuatu yang asing

untuk dikenali. Selain terbatas, sarana seperti ini juga relatif mahal harganya dan masih jauh

dari kegunaannya bagi para petani yang selama ini waktunya habis untuk mengerjakan

Page 16: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

15

kegiatan usahataninya. Dari persentase petani responden, dapat dilihat juga bahwa sebagian

besar petani memang tidak memiliki alat ini, begitu pula di tingkat desa tidak tersedia/belum

ada atau sebagian petani secara umum belum mendapatkan informasi teknologi pertanian

melalui media internet. Dengan demikian, jangankan bisa memahami dan mengaksesnya,

sementara jaringannya pun tidak tersedia di tingkat desa atau bahkan kabupaten sekalipun.

Data mengenai permasalahan sumber informasi melalui sarana prasarana audio visual,

seperti pada Tabel Lampiran 5b.

Sarana dan prasarana yang masih dapat dijadikan sebagai sumber informasi

teknologi pertanian, bagi sebagian masyarakat pedesaan yang melakukan usaha pertanian

adalah kegiatan penyuluhan, sebagaimana yang telah dilakukan selama ini. Namun demikian

kegiatan penyuluhan pun tidak terlepas dari berbagai permasalahan didalamnya. Kegiatan

pertemuan penyuluhan pada lima desa contoh khususnya juga tidak terlepas dari persoalan

yang dihadapi, sehingga pertemuan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai sumber dan

sarana efektif untuk memperoleh informasi teknologi pertanian yang sudah menjadi

kebutuhan petani di pedesaan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh di tingkat petani, menunjukkan bahwa dilihat

dari faktor eksternal menyatakan bahwa jarang ada kegiatan pertemuan penyuluhan pada

lima desa contoh, bahkan tidak pernah ada penyuluhan di beberapa desa contoh. Sementara

dari faktor internal petani, menunjukkan bahwa sebagian besar petani jarang ikut pertemuan

atau bahkan tidak pernah ikut sama sekali.

Berbagai alasan, nampaknya telah menjadi jelas sehingga permasalahan tentang

pertemuan penyuluhan tidak dapat berlangsung secara simultan di lima desa contoh. Bagi

para petani yang tergabung dalam kelompok tani, mungkin kegiatan seperti ini kerap terjadi,

seperti persentase keikutsertaan yang dilakukan, sekalipun materi yang diterima tidak sesuai.

Sebaliknya bagi para petani yang belum atau tidak termasuk kelompok tani, aktivitas

pertemuan tidak terjadi, dengan berbagai alasan lain di dalamnya, selain minat dan

ketertarikan akan manfaat dari informasi teknologi pertanian itu sendiri, seperti digambarkan

pada Tabel Lampiran 5c.

Permasalahan Sumber Informasi Pemasaran Pertanian

Berdasarkan informasi awal, tentang ketersediaan dan sumber informasi yang selama

ini dijadikan sebagai sumber informasi pasar oleh para petani di lima desa contoh, dimana

persentase aksesibilitas petani terhadap media cetak, audio visual ataupun kelembagaan

formal yang ada, masih relatif kecil dibandingkan dengan informasi pasar yang diperoleh dari

Page 17: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

16

pedagang desa/kecamatan ataupun dari sesama petani disekitarnya, dengan persentase

yang cukup merata di setiap lokasi desa contoh yang ada.

Rendahnya persentase petani untuk mendapatkan informasi yang diperoleh dari

media tersebut, tentunya sangat berkaitan dengan berbagai aspek permasalahan yang

dihadapi oleh masing-masing petani di desa-desa contoh tersebut. Dari sejumlah

permasalahan yang menjadi kendala informasi pasar yang selama ini dihadapi petani, baik

dari kelas pendapatan tinggi maupun rendah, adalah terkait dengan ketersediaan media

tersebut di tingkat desa.

Dari Tabel Lampiran 6a, secara rinci ditampilkan besarnya persentase permasalahan

yang berkaitan dengan ketersediaan brosur/liptan, koran serta majalah di masing-masing

desa contoh, dimana sebagian besar petani memberikan informasi bahwa media cetak yang

dimaksud belum ada di desa, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber informasi pasar

oleh para petani di desa-desa contoh. Selain belum ada di desa, sebagian petani

memberikan alasan bahwa kalaupun media tersebut ada, sebagian besar petani tidak

mengetahi keberadaannya secara pasti, ataupun tidak cukup tersedia di desa.

Sementara permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan sumber informasi pasar

yang berasal dari audio visual, seperti radio berdasarkan persentase jawaban petani adalah

disebabkan oleh ketidaktahuan siarannya, disamping selalu menikmati siaran hiburan

dibandingkan dengan siaran informasi pasar. Permasalahan lain yang terkait dengan media

radio, selain tidak ada siaran tentang informasi pasar juga diakibatkan oleh karena sebagian

petani responden tidak mempunyai radio. Permasalahan yang hampir sama juga dialami oleh

para petani melalui media televisi, dimana sebagian besar petani tidak mengetahui siaran

informasi pasar, serta lebih memilih acara hiburan bahkan sebagian petani menyatakan tidak

pernah ada siaran tersebut, disamping dari sejumlah petani responden belum mempunyai

televisi sebagai media untuk memperoleh informasi pasar yang dibutuhkan.

Sedangkan permasalahan yang paling banyak terkait dengan media atau

sarana/prasarana film/VCD ataupun CD, secara umum menunjukkan bahwa ketiga media

yang dimaksud belum merupakan sumber informasi pasar yang dibutuhkan, karena secara

faktual sebagian petani responden belum mendapatkan informasi pasar dari sumber media

tersebut dan secara umum belum ada/tidak tersedia atau bahkan belum/tidak dimiliki sama

sekali. Menurut beberapa responden, sarana film/CD dan VCD tentang pertanian masih

merupakan barang langka di tingkat kabupaten, kecamatan apalagi di tingkat desa.

Page 18: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

17

Sumber informasi pasar lainnya yang benar-benar merupakan sesuatu teknologi yang

masih sangat jauh jangkauannya hingga ke petani di beberapa desa contoh, adalah media

internet, baik dalam jumlah maupun keberadaannya masih sangat terbatas hingga tingkat

kabupaten sekalipun. Sehingga tidak mengherankan apabila sumber media ini tidak banyak

diketahui apalagi untuk dimiliki, mengingat keberadaannya-pun tidak tersedia, sehingga

secara otomatis para petani di lima desa contoh belum pernah mendapatkan informasi pasar

melalui media tersebut.

Nampaknya media yang efektif untuk dijadikan sebagai sumber informasi yang

berkaitan dengan permasaran pertanian, adalah melalui pertemuan penyuluhan baik secara

kelompok maupun perorangan di tingkat petani. Namun demikian bukan berarti kegiatan

tersebut terlepas/terbebas dari permasalahan, mengingat pada beberapa desa contoh jarang

ada pertemuan. Kalaupun ada pertemuan, sebagian petani responden jarang mengikutinya

disamping informasi yang disampaikan jarang sekali membahas pada persoalan-persoalan

yang berkaitan dengan informasi pemasaran hasil pertanian, sebagaimana disampaikan oleh

beberapa petani responden yang sering mengikuti kegiatan penyuluhan yang diadakan di

beberapa lokasi desa contoh. Data tentang permasalahan sumber informasi pasar dari setiap

desa contoh yang terkait dengan keberadaan audio visual dan jenisnya berdasarkan

persentase pemanfaatannya oleh para petani, ditampilkan pada Tabel Lampiran 6b dan 6c.

Sementara pada Tabel Lampiran 7, disampaikan informasi tentang pihak-pihak yang

dihubungi petani responden pada saat menghadapi permasalahan pemasaran komoditas

hasil pertanian. Dari data tersebut terlihat bahwa berdasarkan persentase informasi, pihak

yang selama ini dihubungi terkait dengan permasalahan tersebut adalah sesama petani atau

kepada tetangga di sekitar tempat tinggal petani yang bersangkutan. Selain kepada sesama

petani dan tetangga, pihak lain yang juga dihubungi terkait dengan permasalahan

pemasaran, adalah para ketua kelompok tani, PPL setempat atau bahkan pada aparat

pemerintah desa, dengan persentase yang relatif kecil dan beragam, diantara kelompok

pendapatan petani di masing-masing desa contoh.

Page 19: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

18

PENUTUP

Gambaran kemiskinan suatu masyarakat pedesaan, bukan hanya dicirikan dengan

kepemilikan aset yang sangat terbatas atau kurang, tetapi secara umum kondisi sumberdaya

alam dimana mereka hidup, potensinya sangat rendah. Demikian pula kelembagaan yang

berkembang dalam sistim usahatani masih tradisional dan tidak dinamis.

Komponen ke dua dari P4MI adalah pengembangan sistim informasi pertanian untuk

memberdayakan petani sasaran, kenyataannya di lapangan justru media informasi yang bisa

diakses ditingkat desa/petani, sangat terbatas atau hampir tidak ada. Oleh karena itu dalam

rangka pemberdayaan petani diharapkan aspek pengembangan informasi yang dibutuhkan

petani dapat ditingkatkan, baik informasi inovasi teknologi maupun informasi pasar

Sesuai dengan semangat Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) perlu

ditingkatkan dan diperbaiki sistim penyuluhan diwilayah penelitian. Keterpurukan aspek

penyuluhan, menjadikan petani kesulitan dalam mengembangkan sistim agribisnis dan

melakukan pemasaran hasil.

uan dan mpppa penyuluhan dari petugas terkait, akan memberikan manfaat yang lebih kongkrit bagi perbaikan/peningkatan kegiatan di tingkat desa/petani.

pppfaat yang lebih kongkrit bagi perbaikan/peningkatan kegiatan di tingkat desa/petani.

manfaat yang lebih kongkrit bagi Kemiskinakkeningkatan kegiatan di tingkat desa/petani.mmmmkan manfaat yang lebih kongkrit bagi perbaikan/peningkatan kegiatan di tingkat desa/petani.

Page 20: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

19

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2000. Lampiran Undang-undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2000 tentang

Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004.

Anonimous. 2002. Pedoman Umum Bantuan Langsung Masyarakat Tahun 2002. Jakarta.

Departemen Pertanian.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2003. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003 (Buku I

Provinsi dan Buku II Kabupaten). CV. Nasional. Jakarta.

BPS dan Bappeda Kabupaten Temanggung. 2003. Temanggung Dalam Angka Tahun 2003.

BPS dan Bappeda Kabupaten Temanggung.

Hendayana, R dan K Puspadi. 2004. Mobilisasi Petani Miskin di Wilayah Agroekosistem

Marjinal Melalui Wahana Kelompok Usaha Bersama Menuju Kemandirian. Prosiding

Seminar Nasional Pemberdayaan Petani Miskin di Lahan Marginal Melalui Inovasi

Teknologi Tepat Guna di Mataram, tanggal 31 Agustus – 1 September 2004. PSE

Bogor.

Kasryno, F. And A.Suryana, 1992. Long Term Planning for Agricultural Development

Related to Poverty Alleviation in Rural Areas dalam Pasandaran , E. et al., (Eds.).

Poverty Alleviation with Sustainable Agricultural and Rural Development in Indonesia.

Proceedings of National Seminar and Workshop, Bogor. Indonesia.

Nurmanaf, A.R., S. Wahyuni, H. Maryowani, V. Darwis, C. Muslim dan Sugiarto. 2002.

Laporan Hasil Penelitian : Strategi Penanggulangan Kemiskinan Dalam Perspektif

Pembangunan Partisipatif di Wilayah Agroekosistem Marjinal. Puslitbang Sosial

Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Departemen Pertanian. Bogor.

PFI3P. 2003. Konsep Awal Inovasi Teknologi Mendukung Pengembangan Agribisnis

Pertanian Lahan Marginal. Jakarta.

Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. 1993. Rangkuman Hasil Penelitian Identifikasi

Wilayah Miskin di Indonesia dan Alternatif Upaya Penanggulangan-nya 1992/1993.

Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Rajab, Budi. 2004. Akar Kemiskinan dan Penanggulangannya. Harian Pikiran Rakyat, edisi

Sabtu 30 Oktober 2004. Bandung

Page 21: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

20

Rivai, RS dan Iwan Setiajie A. 2005. Survei Pendasaran (Baseline Survey) Foor Farmers’

Income Improvement Through Innovation Project (PFI3P) di Kabupaten Temanggung,

Provinsi Jawa Tengah. Laporan Hasil. Kerjasama Proyek Peningkatan Pendapatan

Petani Miskin melalui Inovasi (P4MI) dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan

Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Saptana dan V Darwis. 2004. Keefektifan Koordinasi Kelembagaan dan Strategi

Penanggulangan Kemiskinan di Daerah. Monograph Series No. 25 Aspek

Kelembagaan dan Aplikasinya Dalam Pembangunan Pertanian. PSE, Bogor.

Setiajie, Iwan dan Rivai, RS. 2005. Analisis Keterbatasan Pemilikan Asset, Pola Pengeluaran

dan Pendapatan Rumahtangga Petani Miskin di Wilayah PFI3P Kabupaten

emanggung, Jawa Tengah: Suatu Upaya Peningkatan Kondisi Sosial Ekonomi

Jangka Panjang. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Untuk Pemberdayaan

Petani Miskin. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Soemodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Penerbit

PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zakaria, A.K., B. Irawan dan D.K. Swastika. 2003. Laporan Akhir Sosio-Economic Baseline

Survey for Poor Farmers’ Income Improvement Through Innovation Project (PFI3P) in

Temanggung, Central Java. Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial

Ekonomi Pertanian dengan Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin melalui

Inovasi (Poor Farmers’ Income Improvement Through Innovation Project/PFI3P).

Page 22: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

21

Tabel Lampian 1. Informasi Harga Komoditas Pertanian di Tingkat Petani dan Pasar di Kabupaten Temanggung, 2004

Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoNo Uraian

Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah

2

3

4

5

PADIMin: - Petani

- PasarMax: - Petani

- PasarRata-rata

PALAWIJA Min: - Petani

- PasarMax: - Petani

- PasarRata-rata

SAYURANMin: - Petani

- PasarMax: - Petani

- PasarRata-rata

BUAH-BUAHANMin: - Petani

- PasarMax: - Petani

- PasarRata-rata

PERKEBUNANMin: - Petani

- PasarMax: - Petani

- PasarRata-rata

1000,01100,01400,01500,01142,41262,0

------

------

------

1000,02000,0

25000,030000,012794,014950,0

1000,01000,01050,01500,01012,51200,0

------

-1200,0

-1200,0

-1200,0

------

----

4050,0

------

1000,01200,01100,01300,0100,1

1249,0

------

------

800,012000,020000,015000,010986,713500,0

------

750,0900,0

1000,01500,0982,1

1216,7

750,0800,0

5000,0800,0

2875,0800,0

------

10000,015000,0

1000000,020000,0121444,012857,1

800,0900,0

1100,01250,01011,11162,5

200,0900,0

1000,01150,0811,0

1050,0

------

------

1000,02000,015000,020000,08725,015785,7

1000,01200,01200,01200,01060,01200,0

100,0900,0

4000,04750,01850,32825,0

------

------

1000,01500,015000,018500,07200,010000,0

1000,0-

1000,0-

1000,0-

250,01000,05000,07500,01327,31931,3

1500,02000,09000,.011000,04014,74868,8

------

1000,01500,020000,024000,07875,012750

------

900,01100,01000,01250,0975,01200,0

1000,01100,02000,02500,01500,01700,0

------

2000,015000,020000,023000,012800,018875,0

1000,01000,01100,01250,01038,91177,8

1000,01200,01100,01300,01050,01250,0

1400,01700,0500,07500,02414,33135,7

------

2000,03000,0

20000,025000,014666,718875,0

1000,01250,01100,01250,01020,01250,0

250,0-

1150,0-

833,3-

------

------

2000,02500,0

17500,02500,0

13000,02500,0

Sumber : Data primer, diolah (2004).

Page 23: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

22

Tabel Lampiran 1. (Lanjutan)

Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoNo Uraian

Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah6

7

8

PETERNAKANMin: - Petani

- PasarMax: - Petani

- PasarRata-rata

PERIKANANMin: - Petani

- PasarMax: - Petani

- PasarRata-rata

LAIN-LAINMin: - Petani

- PasarMax: - Petani

- PasarRata-rata

700,0750,0

250000,0265000,083800,067125,0

10000,0750,0

12000,0265000,012000,014750,0

------

-2000,0

-2000,0

-2000,0

------

------

100,0-

250,0-

225,0-

------

------

------

------

------

250000,0-

250000,0-

250000,0-

------

------

100,0250,0500,0

250000,0300,0

250000,0

------

------

------

------

------

1500,01750,0

20000,022500,020000,012125,0

------

------

600,0700,0600,0700,0600,0700,0

------

------

------

------

------

Sumber : Data primer, diolah (2004).

Page 24: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

23

Tabel Lampiran 2. Sumber Informasi Teknologi Pertanian Berdasarkan Persentase di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)

Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoTinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahSumber informasi

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya TidakA. Perorangan1. Sesama petani2. Orang tua/temurun3. Kontak tani4. Staf BPTP5. PPL/Dinas6. Distributor7. LSM8. Pedagang9. Lainnya

B. Media cetak1. Koran2. Majalah/buku3. Brosur/poster4. Lainnya

C. Audio visual1. Radio2. Televisi3. Film/VCD/CD4. Internet5. Lainnya

D. Lembaga1. BPP/Dinas2. BPTP3.Operasi/Asosiasi4. Swasta5. Pasar6. Lembaga lain

96,273,146,226,953,823,13,8528,0

-

26,911,53,85

-

42,344,0

---

57,73,8511,57,69

-19,2

3,8526,953,873,146,276,996,272,0

100,0

73,188,596,2

100,0

57,756,0

100,0100,0100,0

42,396,288,592,3

-80,8

100,080,040,020,080,0

----

----

20,020,0

---

80,0-----

-20,060,080,020,0

100,0100,0100,0

-

100,0100,0100,0

-

80,080,0

100,0100,0

-

20,0100,0100,0100,0

-100,0

86,780,020,020,040,0

-13,320,0

-

20,06,67

--

-----

33,3-----

13,320,080,080,060,0

100,096,780,0

-

80,093,3

100,0-

100,0100,0100,0100,0

-

66,7100,0100,0100,0

-100,0

100,086,733,36,6760,013,36,6726,7

-

----

-----

66,76,7

----

-13,366,793,340,086,793,373,3

-

100,0100,0100,0

-

100,0100,0100,0100,0

-

33,393,3

100,0100,0

-100,0

90,075,050,0

-85,010,0

5,035,0

-

----

10,020,0

---

75,0----

35,0

10,025,050,0

100,015,090,095,065,0

-

100,0100,0100,0

-

90,080,0

100,0100,0

-

25,0100,0100,0100,0

-65,0

100,090,945,5

-90,918,2

-36,4

-

--

9,1-

9,136,4

---

54,5----

36,4

-9,1

54,5100,0

9,181,8

100,063,6

-

100,0100,0

90,9-

90,963,6

100,0100,0

-

45,5100,0100,0100,0

-63,6

86,495,522,7

4,568,2

4,5-

40,9-

----

-4,55

---

27,3----

22,7

13,64,5

77,395,531,895,5

100,059,1

-

100,0100,0100,0

-

100,095,5

100,0100,0

-

72,7100,0100,0100,0

-77,3

100,050,012,5

-50,0

--

25,0-

----

25,0----

37,5----

12,5

-50,087,5

100,050,0

100,0100,075,0

-

100,0100,0100,0

-

75,0100,0100,0100,0

-

62,5100,0100,0100,0

-87,5

87,579,245,84,1791,78,33

-37,5

-

8,334,174,17

-

20,812,5

---

70,8----

45,8

12,520,854,295,88,3

91,7100,0

62,5-

91,795,895,8

-

79,287,5

100,0100,0

-

29,2100,0100,0100,0

-54,2

100,0100,066,716,780,0

--

50,0-

----

16,733,3

---

33,3----

16,7

--

33,383,320,0

100,0100,050,0

-

100,0100,0100,0

-

83,366,7

100,0100,0

-

66,7100,0100,0100,0

-83,3

Sumber : Data primer diolah, 2004

Page 25: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

24

Tabel Lampiran 3. Sumber Informasi Pasar Berdasarkan Sumber di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)

Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoTinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahSumber informasi

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya TidakA. Perorangan1. Sesama petani2. Orang tua/temurun3. Kontak tani4. Staf BPTP5. PPL/Dinas6. Distributor7. LSM8. Pedagang9. Lainnya

B. Media cetak1. Koran2. Majalah/buku3. Brosur/poster4. Lainnya

C. Audio visual1. Radio2. Televisi3. Film/VCD/CD4. Internet5. Lainnya

D. Lembaga1. BPP/Dinas2. BPTP3.Operasi/Asosiasi4. Swasta5. Pasar6. Lembaga lain

84,638,538,519,242,323,111,5

80,-

23,13,85

--

38,540,0

---

50,03,8519,215,4

-42,3

15,461,561,580,857,776,988,520,0

100,0

76,996,2

100,0100,0

61,560,0

100,0100,0

-

50,096,280,884,6

-57,7

80,060,040,0

-80,0

--

100,0-

--

20,0-

40,020,0

---

60,0----

20,0

20,040,060,0

100,020,0

100,0100,0

--

100,0100,080,0

-

60,080,0

100,0100,0

-

40,0100,0100,0100,0

-80,0

73,346,76,6713,313,3

-6,6773,3

-

----

-----

26,7--

6,67-

46,7

26,753,393,386,786,7

100,093,326,7

-

100,0100,0100,0

-

100,0100,0100,0100,0

-

73,3100,0100,0

93,3-

53,3

86,760,026,76,6746,76,6713,373,3

-

----

-----

53,3----

66,7

13,340,073,393,353,393,386,726,7

-

100,0100,0100,0

-

100,0100,0100,0100,0

-

46,7100,0100,0100,0

-33,3

70,050,035,0

-45,020,0

-95,0

-

----

5,010,0

---

40,0----

70,0

30,050,065,0

100,055,080,0

100,05,0

-

100,0100,0100,0

-

95,090,0

100,0100,0

-

60,0100,0100,0100,0

-30,0

72,745,536,4

-45,518,2

-81,8

-

9,09-

9,09-

9,0918,2

---

36,4----

54,5

27,354,561,6

100,054,581,8

100,018,2

-

90,9100,0

90,9-

90,981,8

100,0100,0

-

63,6100,0100,0100,0

-45,5

77,345,522,8

-40,94,55

-86,4

-

----

-----

4,55--

4,55-

59,1

13,654,577,3

100,059,195,5

100,013,6

-

100,0100,0100,0

-

100,0100,0100,0100,0

-

95,5100,0100,0

95,5-

40,9

100,037,512,5

-62,512,5

-37,5

-

----

-----

25,0-----

-62,587,5

100,037,587,5

100,062,5

-

100,0100,0100,0

-

100,0100,0100,0100,0

-

75,0100,0100,0100,0

-100,0

83,345,829,2

4,254,212,54,1775,0

-

4,17---

4,17----

41,7----

66,7

16,754,270,895,829,287,595,825,0

-

95,8100,0100,0

-

95,8100,0100,0100,0

-

58,3100,0100,0100,0

-33,3

66,750,033,3

------

----

16,716,7

---

16,7----

66,7

33,350,066,7

100,0100,0100,0100,0100,0

-

100,0100,0100,0

-

83,383,3

100,0100,0

-

83,3100,0100,0100,0

-33,3

Sumber : Data primer, 2004 (diolah)

Page 26: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

25

Tabel 4. Pihak yang Dihubungi Jika Menghadapi Masalah Usahatani di Kabupaten Temanggung, 2004Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari Sukomarto

Pihak yang dihubungiTinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah

1. PPL setempat2. Ketua kelompok tani3. Aparat pemerintah4. Staf BPTP5. Sesama petani/tetangga6. Lainnya

15,4015,407,69

-61,50

-

-60,00

--

40,00-

7,14014,307,140

-71,40

-

20,00---

80,00-

20,0015,00

--

65,00-

9,0918,20

--

72,70-

9,099,09

--

81,80-

----

100,00-

39,104,35

--

56,50-

40,0020,00

--

40,00-

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Tabel Lampiran 5a. Permasalahan Sumber Informasi Teknologi Pertanian di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoSumber informasi pertanian

Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahA. Media Cetaka. Brosur/Liptan 1. Tidak cukup tersedia 2. Tidak tahu keberadaannya 3. Belum ada di desa 4. Tidak bisa baca 5. Tidak mengerti isinya 6. Tidak berminat 7. Lainnyab. Koran 1. Tidak cukup tersedia 2. Tidak tahu keberadaannya 3. Belum ada di desa 4. Tidak terbeli/mahal 5. Tidak bisa baca 6. Tidak mengerti isinya 7. Tidak berminat 8. Lainnyac. Majalah 1. Tidak cukup tersedia 2. Tidak tahu keberadaannya 3. Belum ada di desa 4. Tidak bisa baca 5. Tidak mengerti isinya 6. Tidak berminat 7. Lainnya

15,4015,4065,403,85

---

38,507,69

42,30-

3,853,85

-3,85

4,0016,0076,00

-4,00

--

--

80,00--

20,00-

20,0020,0020,00

-20,00

--

20,00

20,00-

80,00----

-6,67

93,30----

6,676,67

80,00--

6,67--

-6,6786,7

-6,67

--

6,6713,3080,00

----

6,6720,0073,30

-----

-20,0080,00

----

-15,0085,00

----

10,0010,0070,00

-5,00

--

5,00

15,00-

85,00----

9,0927,3063,60

----

9,0927,3063,60

-----

9,0927,363,6

----

9,0990,90

----

-22,7072,70

-4,55

---

-9,0990,9

----

75,00-

25,00----

75,0012,5012,50

-----

75,00-

25,00----

12,5016,7070,80

----

20,8033,3045,80

-----

4,1716,7079,20

----

-16,7083,30

----

--

100,00-----

--

100,00----

Sumber : Data primer, 2004 (diolah)

Page 27: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

26

Tabel Lampiran 5b. Permasalahan Sumber Informasi Teknologi Pertanian di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)

Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoSumber informasi pertanian

Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahB. Audio Visuala. Radio 1. Tidak tahu siarannya 2. Tidak ada siarannya 3. Selalu menikmati hiburan 4. Tidak punya radio 5. Lainnyab. Televisi 1. Tidak tahu siarannya 2. Tidak ada siaran 3. Selalu menikmati hiburan 4. Tidak punya TV 5. Lainnyac. Film/VCD/CD 1. Belum mendapatkan 2. Sulit dipahami isinya 3. Sulit mengoperasikan 4. Tidak tersedia/belum ada 5. Tidak punya 6. Tidak berminat 7. Lainnyad. Internet 1. Belum pernah mendapatkan 2. Sulit dipahami 3. Tidak bisa mengakses 4. Tidak tersedia/belum ada 5. Tidak punya 6. Lainnya

61,5019,203,857,697,69

53,8023,1011,5011,50

-

53,807,69

-26,9011,50

--

46,203,85

-23,1023,103,85

--

40,0040,0020,00

20,0020,0040,0020,00

-

40,00--

20,0040,00

--

---

20,0080,00

-

33,3013,30

6,6726,7020,00

46,706,67

13,3033,30

-

40,00--

33,3026,70

--

20,00--

33,3046,70

-

46,706,70

13,3033,30

-

33,30-

13,3053,30

-

40,00--

6,6753,30

--

33,33--

6,67--

30,0010,0025,0025,0010,00

35,0030,0025,00

5,005,00

50,00--

10,0040,00

--

35,00-

5,0025,0035,00

-

54,50--

45,500

54,5036,40

-9,09

-

54,50---

45,50--

36,409,09

--

54,50-

27,3013,6022,7031,804,60

33,3019,0023,8014,309,50

45,50--

4,5045,50

-4,50

31,80-

4,5018,2045,50

-

71,40-

14,3014,30

-

71,4014,30

-14,30

-

71,40---

28,60--

71,40---

28,60-

54,20-

20,804,17

16,20

33,3016,7016,7012,5020,84

58,304,17

-12,5025,00

--

37,50--

20,8041,70

-

33,3016,70

-50,00

-

50,00-

16,7033,30

-

33,30---

66,70--

33,30---

66,70-

Sumber: Data primer, diolah (2004)

Page 28: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

27

Tabel Lampiran 5c. Permasalahan Sumber Informasi Teknologi Pertanian di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)

Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoSumber informasi pertanianTinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah

C. Pertemuan Penyuluhan 1. Jarang ada pertemuan 2. Jarang ikut pertemuan 3. Tidak pernah ada 4. Tidak pernah ikut 5. Sering ikut 6. Materi sulit dipahami 7. Materi tidak sesuai 8. Tidak pernah diajak 9. Tidak berminat 10. Lainnya

30,8015,4011,507,69

30,80--

3,85--

20,0020,00

--

60,00-----

13,3020,0020,00

6,6720,00

6,67-

6,67-

6,67

-46,706,67

13,3026,70

---

6,67-

35,0010,00

--

45,00--

5,00-

5,00

36,4018,20

-9,09

36,40-----

27,30-

22,709,09

36,40----

4,55

57,10---

28,60--

14,30--

25,0012,50

-4,17

58,30-----

16,70-

16,70-

66,70-----

Sumber: Data primer, diolah (2004)

Page 29: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

28

Tabel Lampiran 6a. Permasalahan Sumber Informasi Pasar di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)

Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoSumber informasi pertanian

Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahA. Media Cetaka. Brosur/Liptan 1. Tidak cukup tersedia 2. Tidak tahu keberadaannya 3. Belum ada di desa 4. Tidak bisa baca 5. Tidak mengerti isinya 6. Tidak berminat 7. Lainnyab. Koran 1. Tidak cukup tersedia 2. Tidak tahu keberadaannya 3. Belum ada di desa 4. Tidak terbeli/mahal 5. Tidak bisa baca 6. Tidak mengerti isinya 7. Tidak berminat 8. Lainnyac. Majalah 1. Tidak cukup tersedia 2. Tidak tahu keberadaannya 3. Belum ada di desa 4. Tidak bisa baca 5. Tidak mengerti isinya 6. Tidak berminat 7. Lainnya

11,519,265,43,85

---

38,57,6942,3

-3,853,85

-3,85

4,016,076,0

-4,0

--

--

80,0--

20,0-

20,020,020,0

-20,0

--

20,0

20,0-

80,0----

-6,6793,3

----

6,676,6780,0

--

6,67--

-6,6786,76,67

---

-13,386,7

----

6,6720,073,3

-----

-20,080,0

----

-15,085,0

----

10,010,070,0

-5,0

--

5,0

15,0-

85,0----

9,0927,363,8

----

9,0927,363,6

-----

18,227,354,5

----

-9,0990,9

----

-22,777,3

-----

-9,0990,9

----

75,012,512,5

----

75,012,512,5

-----

75,0-

25,0----

4,1725,070,3

----

16,733,350,0

-----

4,1716,779,2

----

--

100,0----

--

100,0-----

--

100,0----

Sumber: Data primer, diolah (2004)

Page 30: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

29

Tabel Lampiran 6b. Permasalahan Sumber Informasi Pasar di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)

Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoSumber informasi pertanian

Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahB. Audio Visuala. Radio 1. Tidak tahu siarannya 2. Tidak ada siarannya 3. Selalu menikmati hiburan 4. Tidak punya radio 5. Lainnyab. Televisi 1. Tidak tahu siarannya 2. Tidak ada siaran 3. Selalu menikmati hiburan 4. Tidak punya TV 5. Lainnyac. Film/VCD/CD 1. Belum mendapatkan 2. Sulit dipahami isinya 3. Sulit mengoperasikan 4. Tidak tersedia/belum ada 5. Tidak punya 6. Tidak berminat 7. Lainnyad. Internet 1. Belum pernah mendapatkan 2. Sulit dipahami 3. Tidak bisa mengakses 4. Tidak tersedia/belum ada 5. Tidak punya 6. Lainnya

61,519,23,857,69

-

50,026,911,5

-11,5

57,73,85

-26,911,5

--

46,23,85

-23,123,13,85

--

40,040,020,0

20,020,040,020,0

-

40,0--

20,040,0

--

---

20,080,0

-

33,313,36,6726,7

-

46,76,6713,333,3

-

40,0--

33,326,7

--

20,0--

33,346,7

-

46,76,6713,333,3

-

26,7-

20,053,3

-

40,0--

6,6753,3

--

33,3--

6,6760,0

-

30,010,025,025,010,0

35,025,025,010,05,0

50,0--

10,040,0

--

35,0-

5,025,035,0

-

54,5--

45,5-

54,536,4

-9,09

-

54,5---

45,5--

36,4-

9,09-

54,5-

27,313,622,731,84,55

28,623,823,814,39,52

45,5--

4,5545,5

-4,55

31,8-

4,5518,245,5

-

71,4-

14,314,3

-

71,414,3

-14,3

-

71,4---

28,6--

71,4---

28,6-

54,2-

20,84,1720,8

33,316,716,712,5

20,84

58,34,17

-12,525,0

--

37,5--

20,841,7

-

33,316,7

-50,0

-

50,016,7

-33,3

-

33,3---

66,7--

33,3---

66,7-

Sumber: Data primer, diolah (2004)

Page 31: ICASEPS WORKING PAPER No. 95 - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_95_2008.pdfupaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya

30

Tabel Lampiran 6c. Permasalahan Sumber Informasi Pasar di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)

Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoSumber informasi pertanian

Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahC. Pertemuan Penyuluhan 1. Jarang ada pertemuan 2. Jarang ikut pertemuan 3. Tidak pernah ada 4. Tidak pernah ikut 5. Sering ikut 6. Materi sulit dipahami 7. Materi tidak sesuai 8. Tidak pernah diajak 9. Tidak berminat 10. Lainnya

30,815,411,57,6930,8

--

3,85--

20,020,0

--

60,0-----

13,320,020,06,6720,06,67

-6,67

-6,67

-46,76,6713,326,7

---

6,67-

35,010,0

--

45,0--

5,0-

5,0

36,418,2

-9,0936,4

-----

27,3-

22,79,0936,4

----

4,55

57,1---

28,6--

14,3--

25,012,5

-4,1758,3

-----

16,7-

16,7-

66,7-----

Sumber: Data primer, 2004 (diolah)

Tabel Lampiran 7. Pihak yang Dihubungi Jika Menghadapi Masalah Pemasaran Hasil Pertanian di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)

Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoPihak yang dihubungi

Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah

1. PPL setempat2. Ketua kelompok tani3. Aparat pemerintah4. Staf BPTP5. Sesama petani/tetangga6. Lainnya

-7,693,85

-88,5

-

-60,0

--

40,0-

7,147,1421,4

-64,3

-

20,0---

80,0-

20,05,0

--

75,0-

9,0918,2

--

72,7-

----

100,0-

----

100,0-

30,48,70

--

60,9-

40,0---

60,0-

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00Sumber: Data primer, 2004 (diolah)