icaseps working paper no. 95 -...
TRANSCRIPT
ICASEPS WORKING PAPER No. 95
REALITAS KETERBATASAN KELEMBAGAANSUMBER INFORMASI PASAR DAN TEKNOLOGIPERTANIAN DI WILAYAH KEMISKINAN PFI3PKABUPATEN TEMANGGUNG :Suatu Analisa Pra-Kondisi Dalam Upaya Pemberdayaan
Iwan Setiajie Anugrah
Oktober 2008
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic and Policy Studies)Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian
1
REALITAS KETERBATASAN KELEMBAGAAN SUMBER INFORMASI PASAR DAN TEKNOLOGI PERTANIAN DI WILAYAH KEMISKINAN PFI3P
KABUPATEN TEMANGGUNG :Suatu Analisa Pra-Kondisi Dalam Upaya Pemberdayaan1
Iwan Setiajie Anugrah2
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan PertanianJalan Ahmad Yani No, 70, Bogor 16161
Abstrak
Kemiskinan sering diartikan sebagai suatu keterbatasan atas pemenuhan kebutuhan hidup secara fisik primer, seperti kekurangan pangan maupun keterbatasan dalam kelengkapan perumahan yang menjadi salahsatu batasan tentang kemiskinan yang ditetapkan oleh salahsatu institusi. Keragaman batasan kemiskinan itu pula yang menjadikan banyaknya perdebatan tentang persepsi kemiskinan yang selama ini dikemukakan, sehingga pada akhirnya menjadi polemik didalam menentukan jumlah, angka dan ukuran tentang masyarakat miskin, seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Kemiskinan pada dasarnya tidak perlu diperdebatkan, tetapi yang penting dipikirkan adalah bagaimana upaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses penanggulangannya dari berbagai pihak terkait dalam hal ini, dengan terlebih dahulu mengetahui permasalahan yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut di suatu wilayah, disamping mencari peluang untuk pemberdayaan dari potensi yang ada di wilayah miskin itu sendiri. Adalah Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin melalui Inovasi (P4MI) atau Poor Farmers Income Improvement Throught Innovation Project (PFI3P), merupakan salahsatu upaya riil Badan Litbang Pertanian yang ditujukan untuk pemberdayaan petani miskin, diantaranya melalui pengembangan kelembagaan desa serta perbaikan sarana-prasarana pendukung yang dilakukan dalam Investasi Desa serta kegiatan masyarakat secara partisipatif dan disertai inovasi teknologi serta peningkatan akses pada jaringan informasi. Tujuan penulisan ini, selain mengemukakan analisis kondisi kelembagaan sumber informasi baik dalam pemasaran maupun teknologi pertanian, serta secara tidak langsung menguraikan keterbatasan wilayah miskin terhadap aksessibilitas yang selama ini dibutuhkan sehingga perlu perhatian terkait dengan kondisi tersebut, melalui suatu upaya pemberdayaan wilayah, dimana potensi yang selama ini dimiliki dalam kondisi yang relatif terbatas, terutama dalam mendukung pengembangan sektor pertanian yang sebagian besar menjadi basis utama bagi perekonomian masyarakat di beberapa desa lokasi PFI3P Kabupaten Temanggung.
Kata kunci : Wilayah miskin, informasi pasar, teknologi pertanian
PENDAHULUAN
Kemiskinan sering diartikan sebagai suatu keterbatasan atas pemenuhan kebutuhan
hidup secara fisik primer baik terhadap kebutuhan pangan, sandang maupun perumahan
yang selama ini masih dijadikan indikator pengukuran batas kemiskinan oleh beberapa
institusi terkait. Dengan demikian, kemiskinan pada dasarnya terkait langsung dengan
pengalaman seseorang di pedesaan maupun diperkotaan atau dimanapun yang mengalami 1 Makalah disampaikan pada”Workshop Sintesis Pengembangan Pertanian Lahan Marjinal”, Kamis-Jumat, 14-15 Desember 2006 di Hotel Safari Garden, Cisarua-Bogor.2 Staf Peneliti pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan kebijakan Pertanian, Bogor.
2
kelangkaan, keterbatasan dan kekurangan dalam pemilikan dan penguasaan atas benda
atau tidak adanya akses dan kontrol atas sumber-sumber daya ekonomi atau kapital lainnya,
sehingga tidak memungkinkan dirinya untuk bisa melakukan mobilitas secara vertikal
(Radjab, 2004).
Secara umum, gambaran makro kemiskinan berdasarkan batasan Komite
Penanggulangan Kemiskinan, (2002) dalam Saptana, dkk (2004), ditandai dengan
ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam hal: (1) memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan basic needs dalam
kehidupan, (2) melakukan kegiatan usaha produktif (unproductiveness), (3) menjangkau akses
sumberdaya sosial dan senantiasa mendapat perlakuan deskriminatif, mempunyai perasaan
ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistic (vulnerability) dan (4) membebaskan
diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga
diri yang rendah (no freedom far poor).
Di sisi lain batasan kemiskinan juga banyak dikemukakan oleh para ahli maupun
pemerhati yang berkaitan dengan permasalahan tersebut, diantaranya: Soemodiningrat
(1999); Kartasasmita (1999); Prasetyawan (1998); Pakpahan, Hermanto, Sawit dan Taryoto
(1995); Kasryno dan A. Suryana (1992); Otsuko (1991); World Bank (1990) serta berbagai
institusi, seperti BPS, BKKBN, DEPSOS dan lainnya.
Berkaitan dengan berbagai batasan dan pendapat para ahli yang berkaitan dengan
masalah kemiskinan seperti diatas, sampai saat ini juga telah banyak dikemukakan dan
banyak menumbuhkan silang pendapat diantara batasan-batasan yang ada. Ketidak
sepakatan yang paling menonjol dalam menjelaskan konsep kemiskinan sebenarnya bukan
terletak pada penetapan ukuran kemiskinan itu sendiri maupun pada indikator kuantitatif
kemiskinan, melainkan pada penyebab seseorang atau sekelompok orang masuk dalam
kategori miskin serta faktor-faktor penyebabnya.
Dengan perbedaan penjelasan yang beragam, telah menyebabkan rekomendasi yang
diajukan untuk memecahkan persoalan kemiskinan pun berbeda yang pada akhirnya
implikasi yang muncul dari implementasi program penanggulangan kemiskinan-pun akan
berbeda, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu yang mengakibatkan terjadinya perbedaan
atas jumlah angka kemiskinan secara nasional.
Secara hierarkis, kemiskinan pada dasarnya tidak perlu diperdebatkan, tetapi yang
penting dipikirkan adalah bagaimana upaya secara nyata bentuk tindakan riil dalam proses
penanggulangannya dari berbagai pihak yang terkait dalam hal ini, tentunya dengan terlebih
dahulu mengetahui permasalahan yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut di suatu
3
wilayah, serta mencari peluang untuk pemberdayaan dari potensi yang ada di wilayah miskin
itu sendiri.
Adalah Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin Melalui Inovasi (P4MI) atau
Poor Farmer Income Improvement Throught Innovation Project (PFI3P), merupakan
salahsatu upaya riil Badan Litbang Pertanian yang ditujukan untuk pemberdayaan petani
miskin dengan pengembangan kelembagaan desa serta perbaikan sarana-prasarana
pendukung yang dilakukan melalui investasi desa serta kegiatan partisipatif yang disertai
inovasi teknologi serta peningkatan akses pada jaringan informasi.
Tujuan penulisan ini, selain mengemukakan analisis kondisi kelembagaan sumber
informasi baik dalam pemasaran maupun teknologi pertanian, juga secara tidak langsung
menguraikan keterbatasan wilayah miskin terhadap aksessibilitas yang selama ini
dibutuhkan, sehingga perlu perhatian berkaitan dengan kondisi tersebut, melalui suatu upaya
pemberdayaan wilayah dimana potensi yang selama ini dimiliki dalam kondisi yang relatif
terbatas, terutama dalam pengembangan sektor pertanian yang sebagian besar menjadi
basis utama bagi perekonomian masyarakat di beberapa desa lokasi PFI3P Kabupaten
Temanggung.
METODOLOGI
Kerangka Pemikiran
Sejalan dengan konsep dan pendekatan pembangunan pertanian wilayah marjinal
yang diterapkan dalam P4MI atau PFI3P maka penanggulangan kemiskinan pada dasarnya
harus dititikberatkan pada latar belakang permasalahan dan akar kemiskinan itu sendiri.
Berdasarkan pemikiran Radjab (2004), tercatat bahwa ada tiga macam pendekatan yang
mencoba menjelaskan tentang sebab-sebab terjadinya kemiskinan, yaitu System approach,
Decision-Making Model dan Structural Approach. Pedekatan pertama (System approach),
lebih menekankan pada adanya keterbatasan pada aspek-aspek geografi, ekologi, teknologi
dan demografi. Kondisi kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, dianggap
lebih banyak menekan warga masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan atau pedalaman.
Dalam konteks anggapan penyebab kemiskinan yang disebutkan diatas, maka
pendekatan itu menyarankan dilakukannya intervensi tertentu untuk meningkatkan
kemampuan daya dukung lingkungan alam melalui introduksi teknologi baru yang memiliki
kemampuan dan kapasitas lebih besar dalam mengekplorasi dan mengeksploitasi sumber-
sumberdaya ekonomi, sehingga dapat tercapai surplus produksi serta dapat meningkatkan
nilai tambah hasil produksi. Disamping itu pula harus diupayakan untuk membangun dan
4
memperbaiki sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi publik yang memungkinkan
daerah yang bersangkutan menjadi terbuka sehingga memudahkan arus pertukaran barang
dan jasa serta diterapkannya program untuk mengerem laju pertumbuhan penduduk.
Sementara pendekatan kedua (Decision-Making Model), menekankan pada
kurangnya pengetahuan, keterampilan dan keahlian sebagai warga masyarakat dalam
merespon sumber-sumber daya ekonomi, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar.
Dengan kata lain pendekatan ini melihat bahwa sebagian warga masyarakat kurang memiliki
kemampuan inovasi atau empati jiwa kewirausahaan untuk mengelola secara baik, efisien
dan efektif unit-unit usaha yang mereka miliki atau kuasai dan kurang mempunyai
kemampuan untuk memperbaharui dan menciptakan teknologi serta memperluas pasar
komoditi.
Karenanya pendekatan decision making model, menghendaki ditingkatkannya
kemampuan, yakni keahlian dan keterampilan SDM, seperti pembentukan dan
pengembangan motivasi, mendorong mobilitas atau urbanisasi, peningkatan pendidikan pada
orang-orang miskin supaya mereka mempunyai jiwa-jiwa yang inovatif, kreatif, responsif dan
proaktif dalam persaingan.
Sedangkan pendekatan yang ketiga (Structural Approach), melihat kemiskinan itu
terjadi karena adanya ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan faktor-faktor produksi,
seperti tanah, teknologi dan bentuk kapital lainnya. Disini wajah kemiskinan memiliki dimensi
struktural yang merupakan akibat dari adanya ketimpangan dalam pemilikan dan
penguasaan asset-aset ekonomi atau kapital lainnya yang ditunjukkan dengan adanya
sebagian anggota masyarakat yang jumlahnya lebih kecil, tetapi menguasai dan memiliki
faktor-faktor produksi yang lebih banyak, sementara sebagian besar warga masyarakat
menguasai dan memiliki faktor-faktor produksi yang lebih sedikit, atau lebih dikenal dengan
kemiskinan struktural.
Saran dari pendekatan ketiga, maka untuk mengeliminasi kemiskinan, pertama-tama
adalah dengan menelorkan dan menerapkan kebijaksanaan atau suatu politik pembangunan
yang langsung mengidentifikasi dan menghapus sumber-sumber ketimpangan itu sendiri.
Program pendekatan struktural ini, menginginkan dilakukannya suatu transformasi pada
struktur dan politik yang tidak lagi didominasi kelompok elite, tetapi diarahkan pada pemilikan
orang-orang miskin dengan cara memberikan akses dan terutama kontrol atas sumber-
sumber kapital bagi tumbuhnya peluang berusaha dan kesempatan bekerja yang layak bagi
orang-orang miskin tersebut.
5
Berkaitan dengan sektor pertanian sebagai basis dan sumber mata pencaharian
sebagian besar penduduk di pedesaan, kemiskinan juga berarti ketidakmampuan dalam
mengaksessibilitas kebutuhan, baik pemenuhan saprodi serta sumber-sumber teknologi
pertanian maupun sumber-sumber informasi pertanian lainnya, seperti sumber informasi
pasar bagi peningkatan kualitas produksi maupun pendapatan atas harga jual komoditas
pertanian yang dihasilkannya selama ini. Keterbatasan pada kelembagaan sumber informasi
telah berdampak pada keterbatasan pilihan petani untuk berusahatani komersial serta
mengusahakan komoditas potensial yang secara langsung dapat meningkatkan pendapatan
dari usahatani yang dilakukan.
Badan Litbang Pertanian, dengan Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin
melalui Inovasi (P4MI), akan membangun system agribisnis di lahan marjinal, melalui
pengembangan kelembagaan desa dan perbaikan sarana prasarana pendukung di desa
secara partisipatif, disertai inovasi teknologi dan peningkatan akses pada jaringan informasi.
Proyek PFI3P, direncanakan dengan empat komponen utama, yaitu (1) pemberdayaan
petani, (2) pengembangan sumber informasi nasional dan lokal, (3) dukungan untuk
pengembangan inovasi pertanian dan diseminasi, (4) manajemen proyek.
Dalam Proyek PFI3P juga, perencanaan dan pelaksanaan investasi sarana-prasarana
umum tingkat desa, dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat desa sehingga diharapkan
muncul partisipasi masyarakat desa dalam perencanaan dan pelaksanaan investasi desa
yang ada di masing-masing lokasi.
Data dan Sumber Data
Materi tulisan bersumber dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (PSE) Bogor, melalui Study Baseline Survey
di lima desa lokasi Poor Farmer Income Improvement Through Innovation Project (PFI3P) di
Kabupaten Temanggung tahun 2004, yaitu meliputi desa Gilingsari, Donorojo, Krajan,
Pagersari dan Sukomarto.
Pengumpulan data dilakukan dalam kaitan dengan study baseline survai dan metode
diskusi kelompok (Focus Grouf Discussion = FGC). Jenis data yang dikumpulkan, selain data
primer yang dikumpulkan melalui wawancara ditingkat petani juga data sekunder yang
berkaitan dengan keberadaan Proyek PFI3P dan instansi terkait dengan kegiatan tersebut.
Analisis data dilakukan dengan mengelompokan rumahtangga tani berdasarkan atas
besarnya pendapatan per kapita. Berdasarkan uraian Project Administration Memorandum
(PAM), salahsatu kriteria utama dari petani yang tergolong miskin, adalah mereka yang
6
pendapatan per kapitanya kurang dari Rp. 1 juta setahun. Dengan dasar tersebut, maka
berdasarkan data garis kemiskinan dari BPS (2003), batas kemiskinan berdasarkan
pendapatan per kapita di Kabupaten Temanggung adalah Rp. 92 802 per kapita per bulan
atau setara dengan Rp 1 113 624 per kapita per tahun. Atas dasar tersebut, maka seluruh
responden dibagi menjadi dua kelompok, yang berpendapatan kurang dari nilai tersebut
sebagai petani miskin serta yang diatas garis pendapatan merupakan petani tidak miskin.
Metode Analisis
Data yang terkumpul, dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif
menggunakan beberapa parameter statistik sederhana, seperti presentase, rata-rata,
frekuensi serta distribusi dalam bentuk tabulasi silang, untuk menjelaskan keterkaitan antar
variabel yang relevan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Usahatani dan Pemasaran
Permasalahan yang senantiasa ditemui dalam proses kegiatan usahatani biasanya
bertumpu pada bagaimana produksi yang dihasilkan dapat dipasarkan dengan harga yang
dapat diterima petani dan sekaligus menguntungkan atau memberikan hasil yang besar dari
kegiatan usahatani yang dilakukan. Permasalahan pemasaran juga erat kaitannya dengan
bagaimana para petani dalam merencanakan suatu kegiatan usahatani, dimana saat ini yang
paling banyak dilakukan oleh sebagian besar petani adalah untuk pemenuhan kebutuhan
pangan keluarga, terutama pada kegiatan usaha pertanian tanaman semusim yang banyak
diusahakan.
Pada kegiatan usahatani dengan tanaman komersial, seperti tembakau atau jenis
sayuran, persoalan pemasaran juga tidak dapat dihindari, terutama terkait dengan harga dan
sistem pembayaran yang selama ini dijalankan. Beberapa kasus pemasaran menunjukkan
bahwa persoalan pemasaran produk menjadi bagian yang perlu mendapat perhatian yang
cukup besar dari semua pihak yang terlibat didalam kelembagaan pemasaran yang berjalan
selama ini.
Beberapa catatan tentang lembaga pemasaran yang terkait dengan jenis komoditas
yang dihasilkan petani, selain para pedagang ditingkat desa, pedagang pengumpul tingkat
kecamatan, juga pasar sebagai tujuan akhir dari produk yang dihasilkan, khususnya pada
hasil komoditas tanaman semusim. Untuk tanaman tembakau, kelembagaan pemasaran
7
relatif cukup terbuka dilakukan untuk ke beberapa wilayah tujuan pemasaran, seperti kepada
para pelaku di atas atau juga dengan adanya gudang-gudang tembakau dari beberapa pabrik
rokok yang berada di wilayah Kabupaten Temanggung juga telah membuka peluang
pemasaran hasil tembakau yang dihasilkan oleh para petani di sekitar wilayah Temanggung
ataupun dari luar Temanggung.
Dari informasi pemasaran hasil yang diperoleh, memberikan gambaran bahwa untuk
produksi padi yang dihasilkan, penjualan hasilnya sebagian dilakukan kepada pedagang
pengumpul tingkat desa dengan produk yang dijual adalah gabah, seperti yang dilakukan
oleh responden di desa Gilingsari, Krajan, Pagersari maupun responden di desa Sukomarto.
Pedagang pengumpul tingkat desa juga berperan dalam pembelian komoditas palawija buah-
buahan, sayuran serta tanaman hasil perkebunan lainnya. Variasi penjualan hasil pertanian
sangat ditentukan oleh jenis produk pertanian yang dijual. Untuk produk pertanian yang
bukan merupakan kebutuhan cadangan pangan keluarga, maka hampir seluruh produksinya
dijual di lokasi penanaman. Sebaliknya untuk komoditas pangan keluarga, penjualan
biasanya dilakukan di rumah responden setelah dilakukan penanganan pasca panen
(Gambar 1).
Gambar 1. Rantai Pemasaran Beberapa Komoditas Dominan di Lokasi Desa PFI3P :
a. Komoditas Padi
b. Komoditas Palawija
Petani
Dijual
Kepasar
- beras
Pedagang Pengumpul
Disimpan
- gabah kering giling (GKG)- gabah kering panen (GKP)
Petani Pedagang Pengumpul
8
c. Komoditas Sayuran
d. Tanaman Tahunan
e. Tembakau
Informasi di tingkat lapangan, berkaitan dengan cara pembayaran terhadap penjualan
beberapa jenis komoditas yang dihasilkan oleh responden, selain dilakukan secara tunai juga
dilakukan dengan sistem dibayar kemudian. Secara umum, sistem pemasaran dilakukan
secara bebas kepada pedagang pengumpul ataupun pembeli lain, tanpa adanya ikatan
dengan pembeli dan lebih banyak ditentukan oleh kesesuaian harga dan kebutuhan yang
dilakukan oleh petani.
Petani
KonsumenLokal
Ke pasar
Ke pedagang pengumpul
Petani
Ke Pasar
Pedagang pengumpul
Petani
- Pasar- Kios- Pedagang
pengumpul
Pedagang pengumpul
GudangPabrik
Rajangan
BandarBesar
PabrikRokok
Konsumen
(daun basah / kering)
Konsumen
9
Untuk menutupi kebutuhan petani, penjualan hasil biasanya tidak dilakukan secara
keseluruhan. Produk pangan seperti padi biasanya, selain tidak untuk dijual juga sebagian
dipergunakan untuk bibit sendiri dan sebagian besar lainnya untuk memenuhi kebutuhan
pangan keluarga. Pola yang sama juga berlaku bagi komoditas palawija yang dihasilkan,
seperti jagung, kacang-kacangan atau umbi-umbian. Informasi tentang keragaan pemasaran
hasil dari beberapa komoditas pertanian yang dihasilkan dari lima lokasi contoh, seperti pada
Lampiran 1.
Sumber Informasi Teknologi Pertanian
Percepatan peningkatan produktivitas usahatani yang dilakukan dalam rangka
pembangunan sektor pertanian, pada dasarnya dapat dilakukan dalam berbagai upaya, tidak
saja melalui aspek finansial maupun dalam bentuk diversifikasi usaha, tetapi yang lebih
penting dilakukan adalah dengan upaya untuk membenahi aspek teknologi pertanian itu
sendiri, dimana dalam perkembangan peradaban jaman saat ini dan kedepan, akan sangat
memegang peranan yang cukup penting.
Dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertanian bagi sebagian petani di pedesaan, aspek
informasi akan merupakan suatu kebutuhan, terutama dalam upaya mendorong terhadap
suatu perubahan tata cara kegiatan usahatani kearah yang lebih baik. Namun demikian
masih banyak petani yang tidak tahu atau pun tidak merasakan bagaimana pentingnya
informasi pertanian bagi kelangsungan kegiatan usaha yang dilakukan. Berbagai macam
kendala dan sikap petani sendiri telah membatasi untuk dapat mengakses pada sumber-
sumber informasi yang diperlukan.
Sarana dan prasarana komunikasi telah berkembang begitu cepat, namun demikian
masih banyak pula para petani yang luput dari penyebaran dan penyediaan informasi
pertanian yang selama ini ada. Mengingat media informasi yang ada selama ini juga tidak
selamanya ditujukan bagi para petani di pedesaan, terlebih pada saat dimana kondisi institusi
kelembagaan yang seharusnya berperan untuk memfasilitasi hal ini, tidak sepenuhnya
berjalan dengan baik. Sehingga para petani di pedesaan, mencari bentuk teknologi usahatani
kepada masing-masing sumber yang selama ini dapat dengan mudah diakses dan dihubungi.
Sebagai gambaran kongkrit tentang bagaimana upaya petani untuk memperoleh
informasi teknologi pertanian, terlihat pada beberapa petani responden di lima desa contoh
penelitian, dimana secara umum diperoleh dari sesama petani ataupun orang tua secara
turun menurun, disamping diperoleh pula dari kontak tani bagi sebagian petani yang aktif
dalam kelompok tani, khususnya di desa Gilingsari dan beberapa desa lainnya. Peran
10
PPL/Dinas dalam kaitannya dengan sumber informasi teknologi pertanian masih cukup
relevan dilakukan dibandingkan dengan sumber-sumber informasi lainnya yang ada (Tabel
Lampiran 2).
Berdasarkan sarana dan sumber informasi yang ada selama ini, nampaknya
keberadaan informasi melalui media cetak, seperti koran, majalah/buku serta brosur-brosur
belum banyak diperoleh petani sebagai media untuk mendapatkan informasi tentang
teknologi dari suatu usaha pertanian, sekalipun terdapat beberapa petani di desa Gilingsari,
Sukomarto dan Donorejo yang diperkirakan sudah pernah mendapatkannya.
Sumber informasi lainnya, seperti jenis audio visual sebagai sarana yang dapat diterima
para petani di beberapa desa contoh, hanya sebagian kecil dan terbatas pada siaran radio
dan televisi saja. Sementara jenis audio visual lainnya, seperti film/VCD/CD maupun internet
belum banyak dijadikan sebagai sumber informasi pertanian. Hal ini terlihat dari tidak adanya
petani yang mempergunakan sumber informasi tersebut.
Fungsi kelembagaan sebagai sumber informasi teknologi pertanian di beberapa desa
contoh, nampaknya masih cukup berperan. Sekalipun persentase petani yang memanfaatkan
kelembagaan penyuluhan/pertanian masih cukup kecil, namun setidaknya para petani di
desa Gilingsari, Donorejo, Krajan serta Sukomarto sebagian telah memanfaatkannya. Bagi
sebagian besar petani di lima desa contoh, belum sepenuhnya memperoleh informasi
teknologi pertanian dari sumber lembaga lainnya, seperti BPTP, koperasi/assosiasi serta
kelembagaan swasta lainnya, seperti pada Tabel Lampiran 2.
Sumber Informasi Pemasaran Pertanian
Informasi pemasaran hasil pertanian, pada dasarnya juga merupakan unsur yang
cukup penting dalam kaitannya dengan proses kegiatan usahatani yang dilakukan oleh
rumah tangga petani secara individu maupun secara berkelompok, dalam satu lingkungan
komunitas petani ataupun desa, dimana para pelaku usahatani berada atau melakukan
kegiatan usahataninya. Hal ini dianggap cukup penting, mengingat selama ini seolah-olah
petani hanya mencurahkan konsentrasi usahatani pada proses produksi semata, sementara
pasar sebagai tujuan akhir dari hasil produksi komoditas yang diusahakan dalam kegiatan
usahatani, seolah-olah menjadi bagian lain yang terpisah dari kegiatan usahatani, serta
seakan-akan merupakan milik pedagang atau pelaku pasar lainnya, sehingga tidak
mengherankan apabila selama ini, informasi tentang pemasaran hasil pertanian kurang
begitu banyak direspon dan diketahui oleh sebagian besar petani produsen di pedesaan,
11
terlebih lagi sarana untuk memperoleh informasi pemasaran itu sendiri tidak tersedia di
daerahnya.
Dari catatan dan informasi di lima desa contoh, memberikan gambaran dan indikasi
kearah itu. Hal ini terlihat dari besarnya persentase petani dan rumah tangga petani pada
desa-desa contoh terhadap akses sumber informasi pemasaran, dimana secara perorangan
baik dari kelompok pendapatan rendah maupun tinggi, menunjukkan bahwa sebagian besar
petani telah menjadikan pedagang desa sebagai sumber informasi utama untuk pemasaran
hasil pertanian, selain yang diperoleh dari sesama petani itu sendiri, terutama pada
permasalahan harga yang menjadi patokan untuk pemasaran hasil yang akan dilakukan oleh
masing-masing petani.
Secara umum, proporsi sumber informasi pemasaran yang dijadikan acuan oleh para
petani di masing-masing desa contoh terlihat sangat beragam, namun demikian dapat dilihat
bahwa dibalik keragaman persentase tersebut, terlihat bahwa hanya sebagian kecil saja
informasi pasar yang diperoleh petani di lima desa contoh dari lembaga/institusi formal
terkait, khususnya yang mempunyai peranan, fungsi dan tugasnya di bidang pertanian,
ataupun pada lembaga lain yang selama ini sangat erat kaitannya dengan kegiatan usahatani
yang senantiasa dilakukan sebagai mata pencaharian utama.
Kemudian dilihat dari persentase sumber informasi pasar yang berasal dari media
cetak, sampai penelitian ini dilaksanakan relatif sangat kecil dan cenderung tidak ada sama
sekali pada setiap desa contoh. Begitu pula halnya sumber informasi melalui audio visual,
seperti radio, televisi dan perangkat lainnya, relatif belum merata pada setiap desa contoh.
Diantara jenis audio visual yang ditampilkan, nampaknya hanya radio dan televisi yang
dianggap telah memberikan informasi yang terkait dengan pemasaran pertanian, itupun
masih terbatas pada desa-desa contoh yang letaknya lebih dekat dengan jangkauan
aksessibilitas ke kecamatan atau ke kota kabupaten.
Sementara persentase sumber informasi melalui sarana tersebut, untuk para petani
yang berada di Desa Donorojo maupun Pagersari, belum banyak membantu petani
mendapatkan informasi pemasaran pertanian, sehingga secara keseluruhan jenis audio
visual belum bisa dijadikan sumber informasi pemasaran hasil pertanian yang dibutuhkan,
sebagaimana para petani di tiga desa contoh lainnya, kecuali dari para pedagang serta dari
sesama petani sendiri, mengingat sumber informasi lain seperti dari media cetak pun, belum
menjadi sumber informasi pemasaran yang dapat menjangkau petani dan rumah tangga
petani yang ada di dua desa tersebut. Dilihat dari sisi kelembagaan formal, nampaknya dari
lembaga formal yang ada, belum banyak dijadikan sebagai sumber informasi pasar yang
12
diperlukan oleh petani, kecuali pada beberapa lokasi desa contoh, seperti ditampilkan pada
Tabel Lampiran 3.
Permasalahan Sumber Informasi Teknologi Pertanian
Dalam kegiatan usahatani ataupun kegiatan lain yang dilakukan, pada kenyataannya
akan selalu dihadapkan pada permasalahan-permasalahan sebelum sampai pada tujuan
yang diharapkan. Keterbatasan dalam akssesibilitas, pengetahuan serta kemampuan petani
dalam kaitannya dengan kegiatan usahatani yang dilakukan, juga akan sangat berpengaruh
terhadap kemampuan petani untuk mencapai solusi dalam menanggulangi permasalahan
dalam usahatani. Masih besarnya persentase petani yang menyatakan bahwa sumber
informasi teknologi pertanian lebih banyak diperoleh dari sesama petani, ataupun hanya
berdasarkan pada pembelajaran secara turun-temurun dari masing-masing orang tua
diantara lembaga informasi lainnya, memberikan indikasi bahwa akses petani terhadap
kelembagaan di luar lingkungan usahatani relatif masih terbatas, atau juga terjadi sebaliknya.
Dengan demikian maka perubahan dan penambahan informasi teknologi yang
diterima oleh petani sangat terbatas pada lingkungannya dan tidak menutup kemungkinan
informasi tersebut lebih berdasar pada pengalaman masing-masing, dibandingkan dengan
pengetahuan baru yang ada sebagai inovasi yang disediakan pada sumber informasi lainnya.
Keterkaitan dengan hal itu, maka secara tidak langsung menunjukkan bahwa selama
ini sumber informasi yang diperoleh dari sesama petani atau tetangga juga kerapkali
dijadikan sebagai pihak yang lebih awal dihubungi, pada saat para petani dihadapkan pada
permasalahan yang dihadapi, dalam kaitannya dengan usahatani yang dilakukan oleh
masing-masing petani.
Tabel Lampiran 4 selanjutnya memberi gambaran bahwa persentase petani yang
menempatkan rekan-rekannya menjadi pihak yang sering dihubungi dalam kaitannya dengan
permasalahan yang dihadapi, masih cukup besar diantara pihak lain yang juga berperan
untuk dihubungi. Selain rekan petani lainnya, pihak yang sering dihubungi untuk
permasalahan yang dihadapi adalah ketua kelompok tani, terutama pada para petani yang
tergabung dalam kelompoknya.
PPL dan aparat pemerintah yang selama ini diharapkan menjadi pihak yang dapat
mengakomodasi permasalahan yang dihadapi, ternyata persentasenya relatif masih kecil dan
tidak merata pada setiap lokasi desa contoh. Informasi di tingkat petani memberikan
gambaran bahwa masih rendahnya akses petani pada lembaga tersebut, lebih banyak
disebabkan oleh frekuensi dan aktivitas lembaga tersebut di tingkat petani. Aktivitas PPL
13
dan aparat pertanian di desa Sukomarto, Gilingsari serta di desa Pagersari telah
menjadikan lembaga tersebut tidak saja sebagai sumber informasi juga sekaligus dijadikan
sebagai pihak yang selama ini menjadi tempat untuk berdiskusi dalam pemecahan
permasalahan yang terkait dalam kegiatan usahatani yang dilakukan petani di tiga desa
tersebut (Tabel Lampiran 4).
Sementara itu, permasalahan sumber teknologi pertanian yang berkaitan dengan
media cetak seperti brosur/liptan, pada dasarnya media tersebut belum ada di tingkat desa.
Selain tidak cukup tersedia juga menurut sebagian petani, jenis media brosur tersebut tidak
diketahui keberadaannya, sehingga manfaat maupun keberadaannya tidak dapat dijadikan
sebagai sumber informasi bagi para petani yang memerlukan media ini, sebagai sarana bagi
sumber inovasi baru untuk penambahan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan
dengan kegiatan usahatani yang dilakukan.
Selain brosur, sebagai bagian dari sumber informasi teknologi pertanian, koran juga
masih belum bisa dijadikan sebagai suatu sarana untuk memperoleh informasi baru, dalam
kaitannya dengan peningkatan pengetahuan petani dalam kegiatan usahataninya.
Permasalahan yang berkaitan dengan media cetak ini selain belum ada di tingkat desa juga
keberadaannya tidak banyak diketahui oleh sebagian besar petani. Selain permasalahan
ketersediaan media koran ini juga terdapat beberapa orang petani baik dari kelompok
pendapatan tinggi maupun rendah yang tidak bisa membaca atau bahkan tidak dapat
mengerti isinya. Hal yang sama juga kiranya berlaku pada ketersediaan media cetak lain,
seperti majalah, dimana hampir sebagian besar petani menyatakan bahwa media tersebut
belum ada di desa, kalaupun ada jumlahnya tidak cukup tersedia atau tidak diketahui
keberadaannya (Tabel Lampiran 5a).
Sumber media informasi lain, selain media cetak yang dapat dijadikan sarana untuk
menambah ilmu pengetahuan petani dalam kegiatan usahatani yang dilakukan, diantaranya
melalui media Audio Visual, seperti radio, televisi, film/VCD/CD serta internet. Radio sebagai
salah satu sarana yang sudah lama dijadikan alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan
dalam bidang pertanian oleh para petani, melalui berbagai siaran pedesaan maupun warta
berita tentang pertanian, nampaknya juga tidak luput dari permasalahan keberadaannya saat
ini. Selain banyak responden petani tidak memilikinya juga sebagian petani tidak tahu jadwal
maupun siarannya, atau bahkan sebagian petani hanya selalu menikmati siaran hiburan saja,
tanpa mengetahui siaran yang lain, seperti dikemukakan oleh beberapa responden yang ada
di lima desa contoh.
14
Hal yang sama, terjadi pula pada keberadan media informasi seperti televisi dimana
sebagian petani yang telah memiliki televisi, selain hanya menikmati siaran hiburan saja, juga
banyak petani responden yang tidak mengetahui siaran pertanian, atau bahkan banyak
petani lainnya yang mengatakan tidak ada siaran yang berkaitan dengan pengetahuan dan
teknologi pertanian, ataupun permasalahan-permasalahan yang membahas tentang
pedesaan.
Diakui atau tidak nampaknya telah menjadi keprihatinan nasional, bahwa hampir
seluruh stasiun televisi yang ada saat ini, belum atau tidak samasekali memberikan
kesempatan bagi penyiaran-penyiaran yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan serta ilmu-
ilmu pertanian yang dapat dijadikan masukan tembahan pengetahuan bagi para petani di
pedesaan. Tidak jarang hanya stasiun TVRI Nasional ataupun lokal yang sekali-kali
menyempatkan siaran-siaran daerah serta yang berkaitan dengan pertanian. Sehingga
dengan kondisi seperti ini, tidak mengherankan jika banyak petani khususnya yang ada di
lima desa contoh, merasakan keterbatasan-keterbatasan dalam memperoleh informasi
teknologi pertanian melalui media televisi. Bahkan dari beberapa lokasi desa masih ada
masyarakat yang juga belum memiliki televisi.
Bagi masyarakat desa, adanya keterbatasan media elektronik saat ini bukan
merupakan hal yang besar, terutama bagi masyarakat dimana mobilitas kegiatannya
cenderung lebih banyak keluar daerah, sehingga akses terhadap berbagai media elektronik
dengan cepat dapat berjalan. Tidak seperti halnya dengan beberapa petani yang ada pada
daerah-daerah dengan katagori miskin saat ini, dimana kepentingan pemenuhan
kebutuhannya hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan pokok, maka akses petani
terhadap media informasi yang bersifat elektronik, belum banyak diterima. Sebagai contoh,
aksessibilitas masyarakat dengan media informasi teknologi yang dilakukan melalui
film/VCD/CD yang berkaitan dengan penyebaran informasi pengetahuan di bidang pertanian.
Selain permasalahan kepemilikan sarana ini, dimana sebagian besar petani tidak memilikinya
juga secara umum belum ada/tidak tersedia di beberapa lokasi desa contoh. Kemudian
dilihat dari persentase petani responden, menunjukkan bahwa sebagian besar responden
yang ada pada setiap lokasi contoh (pada semua kelas pendapatan) belum mendapatkan
informasi teknologi pertanian melalui media film/VCD ataupun CD.
Begitu pula halnya dengan media internet, bagi sebagian petani atau masyarakat
pedesaan pada umumnya, jenis media seperti ini masih merupakan sesuatu yang asing
untuk dikenali. Selain terbatas, sarana seperti ini juga relatif mahal harganya dan masih jauh
dari kegunaannya bagi para petani yang selama ini waktunya habis untuk mengerjakan
15
kegiatan usahataninya. Dari persentase petani responden, dapat dilihat juga bahwa sebagian
besar petani memang tidak memiliki alat ini, begitu pula di tingkat desa tidak tersedia/belum
ada atau sebagian petani secara umum belum mendapatkan informasi teknologi pertanian
melalui media internet. Dengan demikian, jangankan bisa memahami dan mengaksesnya,
sementara jaringannya pun tidak tersedia di tingkat desa atau bahkan kabupaten sekalipun.
Data mengenai permasalahan sumber informasi melalui sarana prasarana audio visual,
seperti pada Tabel Lampiran 5b.
Sarana dan prasarana yang masih dapat dijadikan sebagai sumber informasi
teknologi pertanian, bagi sebagian masyarakat pedesaan yang melakukan usaha pertanian
adalah kegiatan penyuluhan, sebagaimana yang telah dilakukan selama ini. Namun demikian
kegiatan penyuluhan pun tidak terlepas dari berbagai permasalahan didalamnya. Kegiatan
pertemuan penyuluhan pada lima desa contoh khususnya juga tidak terlepas dari persoalan
yang dihadapi, sehingga pertemuan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai sumber dan
sarana efektif untuk memperoleh informasi teknologi pertanian yang sudah menjadi
kebutuhan petani di pedesaan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh di tingkat petani, menunjukkan bahwa dilihat
dari faktor eksternal menyatakan bahwa jarang ada kegiatan pertemuan penyuluhan pada
lima desa contoh, bahkan tidak pernah ada penyuluhan di beberapa desa contoh. Sementara
dari faktor internal petani, menunjukkan bahwa sebagian besar petani jarang ikut pertemuan
atau bahkan tidak pernah ikut sama sekali.
Berbagai alasan, nampaknya telah menjadi jelas sehingga permasalahan tentang
pertemuan penyuluhan tidak dapat berlangsung secara simultan di lima desa contoh. Bagi
para petani yang tergabung dalam kelompok tani, mungkin kegiatan seperti ini kerap terjadi,
seperti persentase keikutsertaan yang dilakukan, sekalipun materi yang diterima tidak sesuai.
Sebaliknya bagi para petani yang belum atau tidak termasuk kelompok tani, aktivitas
pertemuan tidak terjadi, dengan berbagai alasan lain di dalamnya, selain minat dan
ketertarikan akan manfaat dari informasi teknologi pertanian itu sendiri, seperti digambarkan
pada Tabel Lampiran 5c.
Permasalahan Sumber Informasi Pemasaran Pertanian
Berdasarkan informasi awal, tentang ketersediaan dan sumber informasi yang selama
ini dijadikan sebagai sumber informasi pasar oleh para petani di lima desa contoh, dimana
persentase aksesibilitas petani terhadap media cetak, audio visual ataupun kelembagaan
formal yang ada, masih relatif kecil dibandingkan dengan informasi pasar yang diperoleh dari
16
pedagang desa/kecamatan ataupun dari sesama petani disekitarnya, dengan persentase
yang cukup merata di setiap lokasi desa contoh yang ada.
Rendahnya persentase petani untuk mendapatkan informasi yang diperoleh dari
media tersebut, tentunya sangat berkaitan dengan berbagai aspek permasalahan yang
dihadapi oleh masing-masing petani di desa-desa contoh tersebut. Dari sejumlah
permasalahan yang menjadi kendala informasi pasar yang selama ini dihadapi petani, baik
dari kelas pendapatan tinggi maupun rendah, adalah terkait dengan ketersediaan media
tersebut di tingkat desa.
Dari Tabel Lampiran 6a, secara rinci ditampilkan besarnya persentase permasalahan
yang berkaitan dengan ketersediaan brosur/liptan, koran serta majalah di masing-masing
desa contoh, dimana sebagian besar petani memberikan informasi bahwa media cetak yang
dimaksud belum ada di desa, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber informasi pasar
oleh para petani di desa-desa contoh. Selain belum ada di desa, sebagian petani
memberikan alasan bahwa kalaupun media tersebut ada, sebagian besar petani tidak
mengetahi keberadaannya secara pasti, ataupun tidak cukup tersedia di desa.
Sementara permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan sumber informasi pasar
yang berasal dari audio visual, seperti radio berdasarkan persentase jawaban petani adalah
disebabkan oleh ketidaktahuan siarannya, disamping selalu menikmati siaran hiburan
dibandingkan dengan siaran informasi pasar. Permasalahan lain yang terkait dengan media
radio, selain tidak ada siaran tentang informasi pasar juga diakibatkan oleh karena sebagian
petani responden tidak mempunyai radio. Permasalahan yang hampir sama juga dialami oleh
para petani melalui media televisi, dimana sebagian besar petani tidak mengetahui siaran
informasi pasar, serta lebih memilih acara hiburan bahkan sebagian petani menyatakan tidak
pernah ada siaran tersebut, disamping dari sejumlah petani responden belum mempunyai
televisi sebagai media untuk memperoleh informasi pasar yang dibutuhkan.
Sedangkan permasalahan yang paling banyak terkait dengan media atau
sarana/prasarana film/VCD ataupun CD, secara umum menunjukkan bahwa ketiga media
yang dimaksud belum merupakan sumber informasi pasar yang dibutuhkan, karena secara
faktual sebagian petani responden belum mendapatkan informasi pasar dari sumber media
tersebut dan secara umum belum ada/tidak tersedia atau bahkan belum/tidak dimiliki sama
sekali. Menurut beberapa responden, sarana film/CD dan VCD tentang pertanian masih
merupakan barang langka di tingkat kabupaten, kecamatan apalagi di tingkat desa.
17
Sumber informasi pasar lainnya yang benar-benar merupakan sesuatu teknologi yang
masih sangat jauh jangkauannya hingga ke petani di beberapa desa contoh, adalah media
internet, baik dalam jumlah maupun keberadaannya masih sangat terbatas hingga tingkat
kabupaten sekalipun. Sehingga tidak mengherankan apabila sumber media ini tidak banyak
diketahui apalagi untuk dimiliki, mengingat keberadaannya-pun tidak tersedia, sehingga
secara otomatis para petani di lima desa contoh belum pernah mendapatkan informasi pasar
melalui media tersebut.
Nampaknya media yang efektif untuk dijadikan sebagai sumber informasi yang
berkaitan dengan permasaran pertanian, adalah melalui pertemuan penyuluhan baik secara
kelompok maupun perorangan di tingkat petani. Namun demikian bukan berarti kegiatan
tersebut terlepas/terbebas dari permasalahan, mengingat pada beberapa desa contoh jarang
ada pertemuan. Kalaupun ada pertemuan, sebagian petani responden jarang mengikutinya
disamping informasi yang disampaikan jarang sekali membahas pada persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan informasi pemasaran hasil pertanian, sebagaimana disampaikan oleh
beberapa petani responden yang sering mengikuti kegiatan penyuluhan yang diadakan di
beberapa lokasi desa contoh. Data tentang permasalahan sumber informasi pasar dari setiap
desa contoh yang terkait dengan keberadaan audio visual dan jenisnya berdasarkan
persentase pemanfaatannya oleh para petani, ditampilkan pada Tabel Lampiran 6b dan 6c.
Sementara pada Tabel Lampiran 7, disampaikan informasi tentang pihak-pihak yang
dihubungi petani responden pada saat menghadapi permasalahan pemasaran komoditas
hasil pertanian. Dari data tersebut terlihat bahwa berdasarkan persentase informasi, pihak
yang selama ini dihubungi terkait dengan permasalahan tersebut adalah sesama petani atau
kepada tetangga di sekitar tempat tinggal petani yang bersangkutan. Selain kepada sesama
petani dan tetangga, pihak lain yang juga dihubungi terkait dengan permasalahan
pemasaran, adalah para ketua kelompok tani, PPL setempat atau bahkan pada aparat
pemerintah desa, dengan persentase yang relatif kecil dan beragam, diantara kelompok
pendapatan petani di masing-masing desa contoh.
18
PENUTUP
Gambaran kemiskinan suatu masyarakat pedesaan, bukan hanya dicirikan dengan
kepemilikan aset yang sangat terbatas atau kurang, tetapi secara umum kondisi sumberdaya
alam dimana mereka hidup, potensinya sangat rendah. Demikian pula kelembagaan yang
berkembang dalam sistim usahatani masih tradisional dan tidak dinamis.
Komponen ke dua dari P4MI adalah pengembangan sistim informasi pertanian untuk
memberdayakan petani sasaran, kenyataannya di lapangan justru media informasi yang bisa
diakses ditingkat desa/petani, sangat terbatas atau hampir tidak ada. Oleh karena itu dalam
rangka pemberdayaan petani diharapkan aspek pengembangan informasi yang dibutuhkan
petani dapat ditingkatkan, baik informasi inovasi teknologi maupun informasi pasar
Sesuai dengan semangat Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) perlu
ditingkatkan dan diperbaiki sistim penyuluhan diwilayah penelitian. Keterpurukan aspek
penyuluhan, menjadikan petani kesulitan dalam mengembangkan sistim agribisnis dan
melakukan pemasaran hasil.
uan dan mpppa penyuluhan dari petugas terkait, akan memberikan manfaat yang lebih kongkrit bagi perbaikan/peningkatan kegiatan di tingkat desa/petani.
pppfaat yang lebih kongkrit bagi perbaikan/peningkatan kegiatan di tingkat desa/petani.
manfaat yang lebih kongkrit bagi Kemiskinakkeningkatan kegiatan di tingkat desa/petani.mmmmkan manfaat yang lebih kongkrit bagi perbaikan/peningkatan kegiatan di tingkat desa/petani.
19
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2000. Lampiran Undang-undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004.
Anonimous. 2002. Pedoman Umum Bantuan Langsung Masyarakat Tahun 2002. Jakarta.
Departemen Pertanian.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2003. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003 (Buku I
Provinsi dan Buku II Kabupaten). CV. Nasional. Jakarta.
BPS dan Bappeda Kabupaten Temanggung. 2003. Temanggung Dalam Angka Tahun 2003.
BPS dan Bappeda Kabupaten Temanggung.
Hendayana, R dan K Puspadi. 2004. Mobilisasi Petani Miskin di Wilayah Agroekosistem
Marjinal Melalui Wahana Kelompok Usaha Bersama Menuju Kemandirian. Prosiding
Seminar Nasional Pemberdayaan Petani Miskin di Lahan Marginal Melalui Inovasi
Teknologi Tepat Guna di Mataram, tanggal 31 Agustus – 1 September 2004. PSE
Bogor.
Kasryno, F. And A.Suryana, 1992. Long Term Planning for Agricultural Development
Related to Poverty Alleviation in Rural Areas dalam Pasandaran , E. et al., (Eds.).
Poverty Alleviation with Sustainable Agricultural and Rural Development in Indonesia.
Proceedings of National Seminar and Workshop, Bogor. Indonesia.
Nurmanaf, A.R., S. Wahyuni, H. Maryowani, V. Darwis, C. Muslim dan Sugiarto. 2002.
Laporan Hasil Penelitian : Strategi Penanggulangan Kemiskinan Dalam Perspektif
Pembangunan Partisipatif di Wilayah Agroekosistem Marjinal. Puslitbang Sosial
Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Departemen Pertanian. Bogor.
PFI3P. 2003. Konsep Awal Inovasi Teknologi Mendukung Pengembangan Agribisnis
Pertanian Lahan Marginal. Jakarta.
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. 1993. Rangkuman Hasil Penelitian Identifikasi
Wilayah Miskin di Indonesia dan Alternatif Upaya Penanggulangan-nya 1992/1993.
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Rajab, Budi. 2004. Akar Kemiskinan dan Penanggulangannya. Harian Pikiran Rakyat, edisi
Sabtu 30 Oktober 2004. Bandung
20
Rivai, RS dan Iwan Setiajie A. 2005. Survei Pendasaran (Baseline Survey) Foor Farmers’
Income Improvement Through Innovation Project (PFI3P) di Kabupaten Temanggung,
Provinsi Jawa Tengah. Laporan Hasil. Kerjasama Proyek Peningkatan Pendapatan
Petani Miskin melalui Inovasi (P4MI) dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Saptana dan V Darwis. 2004. Keefektifan Koordinasi Kelembagaan dan Strategi
Penanggulangan Kemiskinan di Daerah. Monograph Series No. 25 Aspek
Kelembagaan dan Aplikasinya Dalam Pembangunan Pertanian. PSE, Bogor.
Setiajie, Iwan dan Rivai, RS. 2005. Analisis Keterbatasan Pemilikan Asset, Pola Pengeluaran
dan Pendapatan Rumahtangga Petani Miskin di Wilayah PFI3P Kabupaten
emanggung, Jawa Tengah: Suatu Upaya Peningkatan Kondisi Sosial Ekonomi
Jangka Panjang. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Untuk Pemberdayaan
Petani Miskin. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Soemodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Penerbit
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Zakaria, A.K., B. Irawan dan D.K. Swastika. 2003. Laporan Akhir Sosio-Economic Baseline
Survey for Poor Farmers’ Income Improvement Through Innovation Project (PFI3P) in
Temanggung, Central Java. Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian dengan Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin melalui
Inovasi (Poor Farmers’ Income Improvement Through Innovation Project/PFI3P).
21
Tabel Lampian 1. Informasi Harga Komoditas Pertanian di Tingkat Petani dan Pasar di Kabupaten Temanggung, 2004
Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoNo Uraian
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
2
3
4
5
PADIMin: - Petani
- PasarMax: - Petani
- PasarRata-rata
PALAWIJA Min: - Petani
- PasarMax: - Petani
- PasarRata-rata
SAYURANMin: - Petani
- PasarMax: - Petani
- PasarRata-rata
BUAH-BUAHANMin: - Petani
- PasarMax: - Petani
- PasarRata-rata
PERKEBUNANMin: - Petani
- PasarMax: - Petani
- PasarRata-rata
1000,01100,01400,01500,01142,41262,0
------
------
------
1000,02000,0
25000,030000,012794,014950,0
1000,01000,01050,01500,01012,51200,0
------
-1200,0
-1200,0
-1200,0
------
----
4050,0
------
1000,01200,01100,01300,0100,1
1249,0
------
------
800,012000,020000,015000,010986,713500,0
------
750,0900,0
1000,01500,0982,1
1216,7
750,0800,0
5000,0800,0
2875,0800,0
------
10000,015000,0
1000000,020000,0121444,012857,1
800,0900,0
1100,01250,01011,11162,5
200,0900,0
1000,01150,0811,0
1050,0
------
------
1000,02000,015000,020000,08725,015785,7
1000,01200,01200,01200,01060,01200,0
100,0900,0
4000,04750,01850,32825,0
------
------
1000,01500,015000,018500,07200,010000,0
1000,0-
1000,0-
1000,0-
250,01000,05000,07500,01327,31931,3
1500,02000,09000,.011000,04014,74868,8
------
1000,01500,020000,024000,07875,012750
------
900,01100,01000,01250,0975,01200,0
1000,01100,02000,02500,01500,01700,0
------
2000,015000,020000,023000,012800,018875,0
1000,01000,01100,01250,01038,91177,8
1000,01200,01100,01300,01050,01250,0
1400,01700,0500,07500,02414,33135,7
------
2000,03000,0
20000,025000,014666,718875,0
1000,01250,01100,01250,01020,01250,0
250,0-
1150,0-
833,3-
------
------
2000,02500,0
17500,02500,0
13000,02500,0
Sumber : Data primer, diolah (2004).
22
Tabel Lampiran 1. (Lanjutan)
Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoNo Uraian
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah6
7
8
PETERNAKANMin: - Petani
- PasarMax: - Petani
- PasarRata-rata
PERIKANANMin: - Petani
- PasarMax: - Petani
- PasarRata-rata
LAIN-LAINMin: - Petani
- PasarMax: - Petani
- PasarRata-rata
700,0750,0
250000,0265000,083800,067125,0
10000,0750,0
12000,0265000,012000,014750,0
------
-2000,0
-2000,0
-2000,0
------
------
100,0-
250,0-
225,0-
------
------
------
------
------
250000,0-
250000,0-
250000,0-
------
------
100,0250,0500,0
250000,0300,0
250000,0
------
------
------
------
------
1500,01750,0
20000,022500,020000,012125,0
------
------
600,0700,0600,0700,0600,0700,0
------
------
------
------
------
Sumber : Data primer, diolah (2004).
23
Tabel Lampiran 2. Sumber Informasi Teknologi Pertanian Berdasarkan Persentase di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)
Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoTinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahSumber informasi
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya TidakA. Perorangan1. Sesama petani2. Orang tua/temurun3. Kontak tani4. Staf BPTP5. PPL/Dinas6. Distributor7. LSM8. Pedagang9. Lainnya
B. Media cetak1. Koran2. Majalah/buku3. Brosur/poster4. Lainnya
C. Audio visual1. Radio2. Televisi3. Film/VCD/CD4. Internet5. Lainnya
D. Lembaga1. BPP/Dinas2. BPTP3.Operasi/Asosiasi4. Swasta5. Pasar6. Lembaga lain
96,273,146,226,953,823,13,8528,0
-
26,911,53,85
-
42,344,0
---
57,73,8511,57,69
-19,2
3,8526,953,873,146,276,996,272,0
100,0
73,188,596,2
100,0
57,756,0
100,0100,0100,0
42,396,288,592,3
-80,8
100,080,040,020,080,0
----
----
20,020,0
---
80,0-----
-20,060,080,020,0
100,0100,0100,0
-
100,0100,0100,0
-
80,080,0
100,0100,0
-
20,0100,0100,0100,0
-100,0
86,780,020,020,040,0
-13,320,0
-
20,06,67
--
-----
33,3-----
13,320,080,080,060,0
100,096,780,0
-
80,093,3
100,0-
100,0100,0100,0100,0
-
66,7100,0100,0100,0
-100,0
100,086,733,36,6760,013,36,6726,7
-
----
-----
66,76,7
----
-13,366,793,340,086,793,373,3
-
100,0100,0100,0
-
100,0100,0100,0100,0
-
33,393,3
100,0100,0
-100,0
90,075,050,0
-85,010,0
5,035,0
-
----
10,020,0
---
75,0----
35,0
10,025,050,0
100,015,090,095,065,0
-
100,0100,0100,0
-
90,080,0
100,0100,0
-
25,0100,0100,0100,0
-65,0
100,090,945,5
-90,918,2
-36,4
-
--
9,1-
9,136,4
---
54,5----
36,4
-9,1
54,5100,0
9,181,8
100,063,6
-
100,0100,0
90,9-
90,963,6
100,0100,0
-
45,5100,0100,0100,0
-63,6
86,495,522,7
4,568,2
4,5-
40,9-
----
-4,55
---
27,3----
22,7
13,64,5
77,395,531,895,5
100,059,1
-
100,0100,0100,0
-
100,095,5
100,0100,0
-
72,7100,0100,0100,0
-77,3
100,050,012,5
-50,0
--
25,0-
----
25,0----
37,5----
12,5
-50,087,5
100,050,0
100,0100,075,0
-
100,0100,0100,0
-
75,0100,0100,0100,0
-
62,5100,0100,0100,0
-87,5
87,579,245,84,1791,78,33
-37,5
-
8,334,174,17
-
20,812,5
---
70,8----
45,8
12,520,854,295,88,3
91,7100,0
62,5-
91,795,895,8
-
79,287,5
100,0100,0
-
29,2100,0100,0100,0
-54,2
100,0100,066,716,780,0
--
50,0-
----
16,733,3
---
33,3----
16,7
--
33,383,320,0
100,0100,050,0
-
100,0100,0100,0
-
83,366,7
100,0100,0
-
66,7100,0100,0100,0
-83,3
Sumber : Data primer diolah, 2004
24
Tabel Lampiran 3. Sumber Informasi Pasar Berdasarkan Sumber di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)
Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoTinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahSumber informasi
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya TidakA. Perorangan1. Sesama petani2. Orang tua/temurun3. Kontak tani4. Staf BPTP5. PPL/Dinas6. Distributor7. LSM8. Pedagang9. Lainnya
B. Media cetak1. Koran2. Majalah/buku3. Brosur/poster4. Lainnya
C. Audio visual1. Radio2. Televisi3. Film/VCD/CD4. Internet5. Lainnya
D. Lembaga1. BPP/Dinas2. BPTP3.Operasi/Asosiasi4. Swasta5. Pasar6. Lembaga lain
84,638,538,519,242,323,111,5
80,-
23,13,85
--
38,540,0
---
50,03,8519,215,4
-42,3
15,461,561,580,857,776,988,520,0
100,0
76,996,2
100,0100,0
61,560,0
100,0100,0
-
50,096,280,884,6
-57,7
80,060,040,0
-80,0
--
100,0-
--
20,0-
40,020,0
---
60,0----
20,0
20,040,060,0
100,020,0
100,0100,0
--
100,0100,080,0
-
60,080,0
100,0100,0
-
40,0100,0100,0100,0
-80,0
73,346,76,6713,313,3
-6,6773,3
-
----
-----
26,7--
6,67-
46,7
26,753,393,386,786,7
100,093,326,7
-
100,0100,0100,0
-
100,0100,0100,0100,0
-
73,3100,0100,0
93,3-
53,3
86,760,026,76,6746,76,6713,373,3
-
----
-----
53,3----
66,7
13,340,073,393,353,393,386,726,7
-
100,0100,0100,0
-
100,0100,0100,0100,0
-
46,7100,0100,0100,0
-33,3
70,050,035,0
-45,020,0
-95,0
-
----
5,010,0
---
40,0----
70,0
30,050,065,0
100,055,080,0
100,05,0
-
100,0100,0100,0
-
95,090,0
100,0100,0
-
60,0100,0100,0100,0
-30,0
72,745,536,4
-45,518,2
-81,8
-
9,09-
9,09-
9,0918,2
---
36,4----
54,5
27,354,561,6
100,054,581,8
100,018,2
-
90,9100,0
90,9-
90,981,8
100,0100,0
-
63,6100,0100,0100,0
-45,5
77,345,522,8
-40,94,55
-86,4
-
----
-----
4,55--
4,55-
59,1
13,654,577,3
100,059,195,5
100,013,6
-
100,0100,0100,0
-
100,0100,0100,0100,0
-
95,5100,0100,0
95,5-
40,9
100,037,512,5
-62,512,5
-37,5
-
----
-----
25,0-----
-62,587,5
100,037,587,5
100,062,5
-
100,0100,0100,0
-
100,0100,0100,0100,0
-
75,0100,0100,0100,0
-100,0
83,345,829,2
4,254,212,54,1775,0
-
4,17---
4,17----
41,7----
66,7
16,754,270,895,829,287,595,825,0
-
95,8100,0100,0
-
95,8100,0100,0100,0
-
58,3100,0100,0100,0
-33,3
66,750,033,3
------
----
16,716,7
---
16,7----
66,7
33,350,066,7
100,0100,0100,0100,0100,0
-
100,0100,0100,0
-
83,383,3
100,0100,0
-
83,3100,0100,0100,0
-33,3
Sumber : Data primer, 2004 (diolah)
25
Tabel 4. Pihak yang Dihubungi Jika Menghadapi Masalah Usahatani di Kabupaten Temanggung, 2004Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari Sukomarto
Pihak yang dihubungiTinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
1. PPL setempat2. Ketua kelompok tani3. Aparat pemerintah4. Staf BPTP5. Sesama petani/tetangga6. Lainnya
15,4015,407,69
-61,50
-
-60,00
--
40,00-
7,14014,307,140
-71,40
-
20,00---
80,00-
20,0015,00
--
65,00-
9,0918,20
--
72,70-
9,099,09
--
81,80-
----
100,00-
39,104,35
--
56,50-
40,0020,00
--
40,00-
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Tabel Lampiran 5a. Permasalahan Sumber Informasi Teknologi Pertanian di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoSumber informasi pertanian
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahA. Media Cetaka. Brosur/Liptan 1. Tidak cukup tersedia 2. Tidak tahu keberadaannya 3. Belum ada di desa 4. Tidak bisa baca 5. Tidak mengerti isinya 6. Tidak berminat 7. Lainnyab. Koran 1. Tidak cukup tersedia 2. Tidak tahu keberadaannya 3. Belum ada di desa 4. Tidak terbeli/mahal 5. Tidak bisa baca 6. Tidak mengerti isinya 7. Tidak berminat 8. Lainnyac. Majalah 1. Tidak cukup tersedia 2. Tidak tahu keberadaannya 3. Belum ada di desa 4. Tidak bisa baca 5. Tidak mengerti isinya 6. Tidak berminat 7. Lainnya
15,4015,4065,403,85
---
38,507,69
42,30-
3,853,85
-3,85
4,0016,0076,00
-4,00
--
--
80,00--
20,00-
20,0020,0020,00
-20,00
--
20,00
20,00-
80,00----
-6,67
93,30----
6,676,67
80,00--
6,67--
-6,6786,7
-6,67
--
6,6713,3080,00
----
6,6720,0073,30
-----
-20,0080,00
----
-15,0085,00
----
10,0010,0070,00
-5,00
--
5,00
15,00-
85,00----
9,0927,3063,60
----
9,0927,3063,60
-----
9,0927,363,6
----
9,0990,90
----
-22,7072,70
-4,55
---
-9,0990,9
----
75,00-
25,00----
75,0012,5012,50
-----
75,00-
25,00----
12,5016,7070,80
----
20,8033,3045,80
-----
4,1716,7079,20
----
-16,7083,30
----
--
100,00-----
--
100,00----
Sumber : Data primer, 2004 (diolah)
26
Tabel Lampiran 5b. Permasalahan Sumber Informasi Teknologi Pertanian di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)
Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoSumber informasi pertanian
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahB. Audio Visuala. Radio 1. Tidak tahu siarannya 2. Tidak ada siarannya 3. Selalu menikmati hiburan 4. Tidak punya radio 5. Lainnyab. Televisi 1. Tidak tahu siarannya 2. Tidak ada siaran 3. Selalu menikmati hiburan 4. Tidak punya TV 5. Lainnyac. Film/VCD/CD 1. Belum mendapatkan 2. Sulit dipahami isinya 3. Sulit mengoperasikan 4. Tidak tersedia/belum ada 5. Tidak punya 6. Tidak berminat 7. Lainnyad. Internet 1. Belum pernah mendapatkan 2. Sulit dipahami 3. Tidak bisa mengakses 4. Tidak tersedia/belum ada 5. Tidak punya 6. Lainnya
61,5019,203,857,697,69
53,8023,1011,5011,50
-
53,807,69
-26,9011,50
--
46,203,85
-23,1023,103,85
--
40,0040,0020,00
20,0020,0040,0020,00
-
40,00--
20,0040,00
--
---
20,0080,00
-
33,3013,30
6,6726,7020,00
46,706,67
13,3033,30
-
40,00--
33,3026,70
--
20,00--
33,3046,70
-
46,706,70
13,3033,30
-
33,30-
13,3053,30
-
40,00--
6,6753,30
--
33,33--
6,67--
30,0010,0025,0025,0010,00
35,0030,0025,00
5,005,00
50,00--
10,0040,00
--
35,00-
5,0025,0035,00
-
54,50--
45,500
54,5036,40
-9,09
-
54,50---
45,50--
36,409,09
--
54,50-
27,3013,6022,7031,804,60
33,3019,0023,8014,309,50
45,50--
4,5045,50
-4,50
31,80-
4,5018,2045,50
-
71,40-
14,3014,30
-
71,4014,30
-14,30
-
71,40---
28,60--
71,40---
28,60-
54,20-
20,804,17
16,20
33,3016,7016,7012,5020,84
58,304,17
-12,5025,00
--
37,50--
20,8041,70
-
33,3016,70
-50,00
-
50,00-
16,7033,30
-
33,30---
66,70--
33,30---
66,70-
Sumber: Data primer, diolah (2004)
27
Tabel Lampiran 5c. Permasalahan Sumber Informasi Teknologi Pertanian di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)
Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoSumber informasi pertanianTinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
C. Pertemuan Penyuluhan 1. Jarang ada pertemuan 2. Jarang ikut pertemuan 3. Tidak pernah ada 4. Tidak pernah ikut 5. Sering ikut 6. Materi sulit dipahami 7. Materi tidak sesuai 8. Tidak pernah diajak 9. Tidak berminat 10. Lainnya
30,8015,4011,507,69
30,80--
3,85--
20,0020,00
--
60,00-----
13,3020,0020,00
6,6720,00
6,67-
6,67-
6,67
-46,706,67
13,3026,70
---
6,67-
35,0010,00
--
45,00--
5,00-
5,00
36,4018,20
-9,09
36,40-----
27,30-
22,709,09
36,40----
4,55
57,10---
28,60--
14,30--
25,0012,50
-4,17
58,30-----
16,70-
16,70-
66,70-----
Sumber: Data primer, diolah (2004)
28
Tabel Lampiran 6a. Permasalahan Sumber Informasi Pasar di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)
Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoSumber informasi pertanian
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahA. Media Cetaka. Brosur/Liptan 1. Tidak cukup tersedia 2. Tidak tahu keberadaannya 3. Belum ada di desa 4. Tidak bisa baca 5. Tidak mengerti isinya 6. Tidak berminat 7. Lainnyab. Koran 1. Tidak cukup tersedia 2. Tidak tahu keberadaannya 3. Belum ada di desa 4. Tidak terbeli/mahal 5. Tidak bisa baca 6. Tidak mengerti isinya 7. Tidak berminat 8. Lainnyac. Majalah 1. Tidak cukup tersedia 2. Tidak tahu keberadaannya 3. Belum ada di desa 4. Tidak bisa baca 5. Tidak mengerti isinya 6. Tidak berminat 7. Lainnya
11,519,265,43,85
---
38,57,6942,3
-3,853,85
-3,85
4,016,076,0
-4,0
--
--
80,0--
20,0-
20,020,020,0
-20,0
--
20,0
20,0-
80,0----
-6,6793,3
----
6,676,6780,0
--
6,67--
-6,6786,76,67
---
-13,386,7
----
6,6720,073,3
-----
-20,080,0
----
-15,085,0
----
10,010,070,0
-5,0
--
5,0
15,0-
85,0----
9,0927,363,8
----
9,0927,363,6
-----
18,227,354,5
----
-9,0990,9
----
-22,777,3
-----
-9,0990,9
----
75,012,512,5
----
75,012,512,5
-----
75,0-
25,0----
4,1725,070,3
----
16,733,350,0
-----
4,1716,779,2
----
--
100,0----
--
100,0-----
--
100,0----
Sumber: Data primer, diolah (2004)
29
Tabel Lampiran 6b. Permasalahan Sumber Informasi Pasar di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)
Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoSumber informasi pertanian
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahB. Audio Visuala. Radio 1. Tidak tahu siarannya 2. Tidak ada siarannya 3. Selalu menikmati hiburan 4. Tidak punya radio 5. Lainnyab. Televisi 1. Tidak tahu siarannya 2. Tidak ada siaran 3. Selalu menikmati hiburan 4. Tidak punya TV 5. Lainnyac. Film/VCD/CD 1. Belum mendapatkan 2. Sulit dipahami isinya 3. Sulit mengoperasikan 4. Tidak tersedia/belum ada 5. Tidak punya 6. Tidak berminat 7. Lainnyad. Internet 1. Belum pernah mendapatkan 2. Sulit dipahami 3. Tidak bisa mengakses 4. Tidak tersedia/belum ada 5. Tidak punya 6. Lainnya
61,519,23,857,69
-
50,026,911,5
-11,5
57,73,85
-26,911,5
--
46,23,85
-23,123,13,85
--
40,040,020,0
20,020,040,020,0
-
40,0--
20,040,0
--
---
20,080,0
-
33,313,36,6726,7
-
46,76,6713,333,3
-
40,0--
33,326,7
--
20,0--
33,346,7
-
46,76,6713,333,3
-
26,7-
20,053,3
-
40,0--
6,6753,3
--
33,3--
6,6760,0
-
30,010,025,025,010,0
35,025,025,010,05,0
50,0--
10,040,0
--
35,0-
5,025,035,0
-
54,5--
45,5-
54,536,4
-9,09
-
54,5---
45,5--
36,4-
9,09-
54,5-
27,313,622,731,84,55
28,623,823,814,39,52
45,5--
4,5545,5
-4,55
31,8-
4,5518,245,5
-
71,4-
14,314,3
-
71,414,3
-14,3
-
71,4---
28,6--
71,4---
28,6-
54,2-
20,84,1720,8
33,316,716,712,5
20,84
58,34,17
-12,525,0
--
37,5--
20,841,7
-
33,316,7
-50,0
-
50,016,7
-33,3
-
33,3---
66,7--
33,3---
66,7-
Sumber: Data primer, diolah (2004)
30
Tabel Lampiran 6c. Permasalahan Sumber Informasi Pasar di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)
Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoSumber informasi pertanian
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi RendahC. Pertemuan Penyuluhan 1. Jarang ada pertemuan 2. Jarang ikut pertemuan 3. Tidak pernah ada 4. Tidak pernah ikut 5. Sering ikut 6. Materi sulit dipahami 7. Materi tidak sesuai 8. Tidak pernah diajak 9. Tidak berminat 10. Lainnya
30,815,411,57,6930,8
--
3,85--
20,020,0
--
60,0-----
13,320,020,06,6720,06,67
-6,67
-6,67
-46,76,6713,326,7
---
6,67-
35,010,0
--
45,0--
5,0-
5,0
36,418,2
-9,0936,4
-----
27,3-
22,79,0936,4
----
4,55
57,1---
28,6--
14,3--
25,012,5
-4,1758,3
-----
16,7-
16,7-
66,7-----
Sumber: Data primer, 2004 (diolah)
Tabel Lampiran 7. Pihak yang Dihubungi Jika Menghadapi Masalah Pemasaran Hasil Pertanian di Kabupaten Temanggung, 2004 (%)
Gilingsari Donorejo Krajan Pagersari SukomartoPihak yang dihubungi
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
1. PPL setempat2. Ketua kelompok tani3. Aparat pemerintah4. Staf BPTP5. Sesama petani/tetangga6. Lainnya
-7,693,85
-88,5
-
-60,0
--
40,0-
7,147,1421,4
-64,3
-
20,0---
80,0-
20,05,0
--
75,0-
9,0918,2
--
72,7-
----
100,0-
----
100,0-
30,48,70
--
60,9-
40,0---
60,0-
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00Sumber: Data primer, 2004 (diolah)