jurnal antory royan

25
1 Kebijakan Perlindungan Hukun Bagi Anak Sebagai Korban Perkosaan Dalam Memperoleh Pelayanan Rehabilitasi Antory Royan Adyan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu Email : [email protected] Abstrac This study focused on identifying the rules or norms of positive law, relating to Article 64 paragraph (3) letter a of Law No.23 of 2002 carried through rehabilitation efforts, both within the institution and outside the institution. Background inequity of treatment between the rights of offenders and the rights of victims in the criminal justice system. positive in criminal law today is more emphasis on the protection of non-physical rehabilitation of mental disorder be done "in abstracto" or indirectly berdasakan legal system in Indonesia embraces the Civil Law system, which is based on the written law (written law) and poured as much as possible the norm to the rule of law. Special protection policy that ensures the future of the child victims of crime, in Article 64 paragraph (3) letter a of Law No.23 of 2002, it is necessary written law. Indonesia's civil law system adopted should be clearly mentioned and detailed in order to ensure legal certainty in providing maintenance support services and child care, medical, health care and physical rehabilitation of child psychology. Through the decision of the judge in imposing its decision based on the principles of organization of the judiciary, in article 2, paragraph (2) No. 48 Year 2009, the Court declared the state to implement and enforce the law and justice based on Pancasila, to implement the provisions of Article 64 paragraph (3) letter a of Law no. 23 of 2002.

Upload: sukma-rudianto

Post on 30-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurnal perlindungan anak

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Antory Royan

1

Kebijakan Perlindungan Hukun Bagi Anak Sebagai Korban Perkosaan Dalam Memperoleh Pelayanan Rehabilitasi

Antory Royan AdyanFakultas Hukum Universitas Bengkulu

Email : [email protected]

Abstrac

This study focused on identifying the rules or norms of positive law, relating to Article 64 paragraph (3) letter a of Law No.23 of 2002 carried through rehabilitation efforts, both within the institution and outside the institution. Background inequity of treatment between the rights of offenders and the rights of victims in the criminal justice system. positive in criminal law today is more emphasis on the protection of non-physical rehabilitation of mental disorder be done "in abstracto" or indirectly berdasakan legal system in Indonesia embraces the Civil Law system, which is based on the written law (written law) and poured as much as possible the norm to the rule of law. Special protection policy that ensures the future of the child victims of crime, in Article 64 paragraph (3) letter a of Law No.23 of 2002, it is necessary written law. Indonesia's civil law system adopted should be clearly mentioned and detailed in order to ensure legal certainty in providing maintenance support services and child care, medical, health care and physical rehabilitation of child psychology. Through the decision of the judge in imposing its decision based on the principles of organization of the judiciary, in article 2, paragraph (2) No. 48 Year 2009, the Court declared the state to implement and enforce the law and justice based on Pancasila, to implement the provisions of Article 64 paragraph (3) letter a of Law no. 23 of 2002.

Key Word : Protection, Law ,Childs Victims, Rehabilitation

Abstraks

Penelitian yang difokuskan untuk mengidentifikasikan tentang kaidah-kaidah atau norma- norma dalam hukum positif, yang berkaitan dengan pasal 64 ayat (3) huruf a UU No.23 Tahun 2002 dilaksanakan melalui upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga. Dilatar belakangi ketidak adilan perlakuan antara hak-hak pelaku dan hak-hak korban dalam sistem peradilan pidana. dalam hukum pidana positif saat ini lebih menekankan pada perlindungan rehabilitasi non fisik berupa ganguan mental dilakukan secara “in abstracto” atau secara tidak langsung berdasakan sistim hukum di Indonesia menganut sistim Civil Law, yang berbasis pada hukum tertulis (written

Page 2: Jurnal Antory Royan

2

law) dan Menuangkan semaksimal mungkin norma ke dalam aturan hukum. Kebijakan yang menjamin Perlindungan khusus dimasa depan bagi anak korban tindak pidana, pada pasal 64 ayat (3) huruf a UU No.23 Tahun 2002, perlu diupayakan hukum tertulis Di Indonesia yang menganut sistim hukum civil law yang harus menyebutkan secara jelas dan terperinci untuk menjamin kepastian hukum dalam memberikan pelayanan bantuan pemeliharaan dan perawatan anak, pengobatan, pelayanan kesehatan rehabilitasi fisik serta psikologi anak. Peluang hakim dalam menjatuhkan putusan berdasarkan asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, dalam pasal 2 ayat (2) Nomor 48 Tahun 2009, menyatakan Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, dapat menerapkan ketentuan pasal 64 ayat (3) huruf a UU No.23 Tahun 2002.

Kata Kunci : Perlindungan, Hukum, Anak Korban, Rehabilitasi

A. Pendahuluan

Perlindungan terhadap anak harus mengacu kepada prinsip the best

interest of child yang digunakan dalam hal semua tindakan menyangkut anak

yang dilakukan oleh lembaga kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta,

lembaga peradilan, lembaga pemerintah atau badan legislative, maka

kepentingan yang terbaik harus menjadi pertimbangan (Pasal 3 ayat (1)

Konvensi Hak Anak). Anak perempuan sebagai korban tindak pidana perkosaan

dalam sistem peradilan pidana, tidak diperlakukan sama dengan pelaku sebagai

tersangka atau terdakwa atau terpidana yang telah diatur hak-haknya dalam

Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitap Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP). Anak perempuan sebagai korban perkosaan mengalami

penderitaan immaterial atau penderitaan non fisik berupa trauma. Jaminan

perlindungan anak dalam sistem peradilan pidana, tidak sebanding jaminan

perlindungan hak-hak sipelaku tindak pidana. Perlindungan hukum anak korban

perkosaan sebatas penderitaan fisik diatur dalam pasal 98 – 101 KUHAP,

Page 3: Jurnal Antory Royan

3

diterimanya hak korban melalui penggabungan perkara yang timbul akibat oleh

kejahatan tersebut (hanya biaya yang telah dikeluarkan oleh korban).

Pertanggungjawaban pelanggar hukum pidana tidak menghiraukan sebab-sebab

atau akibat-akibat tindak pidana (kejahatan) pada penderitaan diri korban. Ada

kesan proses itu sudah berhenti, ketika putusan pengadilan pidana sudah

dieksekusi. Proses peradilan telah selesai, Korban dikesampingkan dan

dilupakan tidak lepas dengan hukum pidana yang di anut Indonesia yang

bersumber hukum pidana modern yang melahirkan pertanggungjawaban dalam

hukum pidana bersifat daad-dader strafrecht, yaitu hukum pidana yang

berorientasi pada sipembuat dan perbuatannya, yaitu bagaimana

memperlakukan pelaku tindak pidana sedemikian rupa sehingga hak asasi dan

kepentingannya masa depan dipelaku tindak pidana agar tidak lebih buruk

sebelum ia belum terlibat dengan hukum pidana. Pemberian pemidanaan

terhadap pelaku tindak pidana, maka selesailah sudah tugas Hukum pidana di

dalam memberikan perlindungan terhadap masyarakat dari ancaman pelaku

tindak pidana, termasuk di dalam pengertian perlindungan terhadap masyarakat

ini adalah kepentingan korban (Roeslan Saleh, 1983 : 18-19). Sejauhmana

tanggung jawab negara ini memberikan perlindungan hukum bagi anak sebagai

korban tindak pidana perkosaan dipenuhi secara baik dalam sistem hukum yang

berlaku di negara saat ini. Inilah pokok permasalahan yang untuk kasus

terhadap anak perempuan sebagai korban perkosaan menunjukkan masih

banyak kendala bagi anak perempuan sebagai korban perkosaan dalam

mendapatkan keadilan. Undang-undang Nomor UU No.23 Tahun 2002 tentang

Page 4: Jurnal Antory Royan

4

perlindungan anak menentukan karakteristik pemerintah atau negara dalam

menentukan sistem hukum perlindungan anak yang masih menampilkan

kesenjangan hukum mengenai anak dan hak-hak anak yang masih belum

sepenuhnya terintegrasi kedalam norma hukum positif dan belum maksimal

khususnya dalam pemberian rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal

64 ayat (3) huruf a UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

menyatakan perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui : upaya rehabilitasi,

baik dalam lembaga maupun di luar lembaga. Dilatar belakangi ketidakadilan

perlakuan antara hak-hak pelaku dan hak-hak korban dalam upaya rehabilitasi,

baik dalam lembaga maupun di luar lembaga sistem peradilan pidana dan tujuan

negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum. Atas dasar ini, negara harus ikut campur

tangan secara aktif dalam upaya memberikan perlindungan terhadap nasib

korban secara kongkrit dan individual, melalui rehablitasi sebagai bentuk

kompensasi maupun restitusi, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini ádalah (1) Apakah kebijakan perlindungan hukum anak sebagai

korban perkosaan memperoleh rehabilitasi ? (2) Bagaimanakah kebijakan di

masa depan yang dapat menjamin perlindungan hukum bagi anak sebagai

korban perkosaan dalam memperoleh pelayanan rehabilitasi

B. Metode Penelitilian

Jenis penelitian ini bersifat normatif, yaitu penelitian yang difokuskan

untuk mengidentifikasikan tentang kaidah-kaidah atau norma- norma dalam

Page 5: Jurnal Antory Royan

5

hukum positif. Metode pendekatan ini dilakukan dengan beberapa pendekatan,

yaitu meliputi pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep,

perbandingan dan pendekatan historis. Pengumpulan bahan hukum dilakukan

melalui inventarisasi dokumen berupa studi kepustakaan untuk mencari bahan

hukum, terdiri dari bahan primer terdiri dari UU No 23 Tahun 2002 dan peraturan

pemerintah yang relevan, Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, jurnal

dan artikel yang membahas kebijakan rehabiltasi perlindungan bagi anak,

Bahan hukum tersier berupa ensiklopedi dan kamus. Setelah bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier dikumpul

kemudian diolah dengan menyeleksi reabilitas dan validitasnya. Bahan primer

dan bahan sekunder, serta bahan tersier tersebut dianalisis secara kualitatif,

yaitu dengan cara mendiskripsikan bahan yang telah diperoleh dari hasil

penelitian melalui pendekatan induktif, yaitu suatu kerangka fikir dari

pengetahuan yang bersifat khusus ke pengetahuan yang bersifat yang umum

dan pendekatan secara deduktif, yaitu pengetahuan yang bersifat umum ke

pengetahuan yang bersifat yang khusus dengan menghubungankan bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier.

C. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

1.Kebijakan Perlindungan Hukum Bagi Anak Sebagai Korban Perkosaan

dalam Memperoleh PelayananRehabilitasi.

Pelaksanaan pelayanan perlindungan anak sebagai korban, merupakan

amanat Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai amanat sudah seharusnya

Page 6: Jurnal Antory Royan

6

mempunyai hak untuk mendapatkan pemeliharaan, perawatan, bimbingan dan

pendidikan. Dengan memberikan hak-hak dasar kepada anak, diharapkan anak

akan berkembang dengan baik sehingga menjadi anak yang berguna bagi orang

tua, keluarga, masyarakat, dan bangsa secara keseluruhan. Sarana untuk

memperoleh reparasi salah satunya dalam bentuk rehabiltasi bagi perorangan,

perlu diberikan ketentuan yang memadai yang mencakup hak-hak kelompok

atau masyarakat yang menjadi korban untuk mengajukan tuntutan bersama,

tuntutan terhadap kerugian yang dialami dan tuntutan untuk mendapatkan

reparasi yang selayaknya. Untuk keperluan penentuan pengertian tentang

korban, baik perorangan maupun kelompok, sangatlah bermanfaat untuk

mengacu pada Deklarasi Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan Bagi Korban Kejahatan

dan Penyalahgunaan Kekuasaan (Declaration of Basic Principles of Justice for

Victims of Crime and Abuse of Power) terutama pada frase-frase dari paragraf 1

dan 2. Berikut ini kutipannya:

“Korban berarti orang yang secara perorangan atau kelompok menderita

kejahatan, termasuk cedera fisik atau mental, penderitaan emosional,

kerugian ekonomi atau perampasan nyata terhadap hak dasar mereka”.

Kekerasan terhadap kaum perempuan telah menjadi keprihatinan yang

mendesak dan meluas, dan sangat berkaitan dengan konteks studi saat ini

mengenai hak atas reparasi salah satunya dalam bentuk rehabiltasi bagi para

korban. Perlindungan hak asasi manusia berdasarkan hukum internasional,

kedaulatan negara berkaitan dengan empat pandangan, yakni pandangan

universal absolut, universal relatif, partikularistik absolut, dan pandangan

Page 7: Jurnal Antory Royan

7

partikularistik relatif. Pandangan universal absolut menganggap masalah

perlindungan hak asasi manusia sebagai etika universal yang tidak bisa ditawar

lagi oleh negara manapun. Hal ini berbeda dengan pandangan universal relatif,

meski tetap mengakui masalah perlindungan hak asasi sebagai masalah

universal, namun pandangan ini masih mengakui perkecualian yang didasarkan

atas asas-asas hukum internasional. Pandangan Partikularistik absolut, melihat

persoalan hak asasi manusia (HAM) sebagai masalah universal dan masalah

masing-masing bangsa. Ini berarti pemberlakuan konvenan-konvenan

internasional memerlukan penyelarasan sesuai dengan karateristik budaya suatu

bangsa. Pandangan partikularistik relatif, mengakui adanya realtifitas cultural

dalam pelaksanaan perlindungan HAM yang berlaku secara universal. Hal ini

mengandung tantangan bagaimana agar pelaksanaan asas-asas HAM universal

senapas dan mendapat dukungan dari nilai-nilai budaya nasional sehingga

keberlakuannya mendapat legalitas secara formal dan sosial (Idrus affandi dan

Karim Suryadi,, 2003 : 6). Perlindungan minimal yang dapat diperoleh semua

orang, karena keberadaannya sebagai HAM memberikan sebuah pengakuan

moral tentang kesetaraan semua manusia dan pengakuan setiap orang perlu

diberi kesempatan untuk mengembangkan diri secara penuh. Kehidupan

bermartabat dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya tergantung pada HAM. HAM

membentuk landasan bagi keberadaannya sebagai manusia. Landasan HAM

Keberadaan, khususnya terhadap anak yang diatur dalam beberapa instrument

internasional yang berkaitan dengan perlindugan hukum terhadap remaja (anak)

adalah : (a) Peraturan-peraturan minimum standar PBB mengenai administrasi

Page 8: Jurnal Antory Royan

8

peradilan bagi remaja (Beijing Rules) yang di sahkan melalui resolusi Majelis

PBB no 43/35 tanggal 29 November 1985; (b) Peraturan-perturan PBB bagi

perlindungan remaja (anak) yang kehilangan kebebasannya, November 1990;

dan (c) Pedoman PBB dalam rangka pencegahan tidak pidana remaja/anak

(pedoman Riyadh) “United Nations guidelines for the prevention of juvenile

delinquency (The Rhiyadh Guidelines)”, yang disahkan dan dinyatakan dalam

resolusi Majelis PBB no. 45/122 tanggal 14 Desember 1990; (d) Resolusi Majelis

Umum PBB No.45/110 UN Stsandar Minimun Rules for Non Custodial Measure

(Tokyo Rule), tanggl 14 Desember 1990Paulus Hadisuprapto, 2008 :135).

Sistem hukum di Indonesia menganut sistem Eropa Kontinental, yang

berbasis pada hukum tertulis dan menuangkan semaksimal mungkin norma ke

dalam aturan hukum. Yang menjadi sumber hukum adalah undang-undang yang

dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislatif dan kebiasaan yang hidup

dimasyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Prinsip

Umum sistem Eropa kontinental adalah hukum yang memperoleh kekuatan

mengikat, karena sumber-sumber hukumnya diwujudkan dalam peraturan-

peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di

dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu

(http://eko-ss.blogspot.com/2012/09/antara-civil-law-dan-common-law.html).

Prinsip utama ini dianut mengingat nilai utama yang merupakan tujuan hukum

adalah kepastian hukum. Sehingga berdasarkan sistem hukum yang dianut

tersebut, hakim tidak dapat leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat umum. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya

Page 9: Jurnal Antory Royan

9

mengikat para pihak yang berperkara saja. Jaminan pemenuhan rehabilitasi dan

pengakuan hak anak, termasuk hak - hak atas pemulihan kesehatan anak

secara fisik dan non fisik, tergantung pada suatu gerakan global dimana setiap

orang tak hanya memahami dan menghormati kewajiban terhadap anak dan

bertindak atas nama anak-anak. Parlemen dan anggotanya berada dibarisan

terdepan dalam memperjuangkan perlindungan anak. Anggota parlemen bisa

membuat legislasi, mengawasi kegiatan pemerintah, mengalokasi sumber-

sumber daya financial dan sebagai pemimpin di dalam Negara dan masyarakat.

Jaminan rehabilitasi terhadap hukum yang tertulis hanya menyebutkan korban

terhadap kejahatan HAM berat dan perdagangan orang, maka pemenuhan

pemulihan hak-hak anak dapat diberikan sesuai dengan hukum positif

berdasarkan perundang-undang yang berlaku. Hak anak sebagai korban tindak

pidana untuk memperoleh rehabilitasi yang diatur dalam pasal 64 ayat (3) huruf a

UU No.23 Tahun 2002, tidak disebutkan hukum secara tertulis, maka hak-hak

anak tersebut tidak akan dipenuhi oleh negara. Ini konsekwensi dianutnya

model negara kesejahteraan yang menganut sistem Eropa Kontinental. Negara

bertanggung jawab untuk memberikan kesejahteraan pada masyarakatnya

bersumber hukum yang tertulis. kebijakan formulatif rehabilitasi mengenai

perlindungan korban perkosaan kejahatan melalui ganti kerugian menurut hukum

positif, adalah :

1. Hukum pidana positif saat ini lebih menekankan rehabilitasi pada

perlindungan korban perkosaan “in abstracto” dan secara tidak

langsung

Page 10: Jurnal Antory Royan

10

2. Perlindungan korban perkosaan secara langsung masih terbatas

dalam bentuk pemberian rehabilitasi melalui ganti kerugian oleh

sipelaku tindak pidana. Belum ada ketentuan ganti kerugian yang

diberikan oleh negara kepada korban perkosaan tindak pidana.

Rehabilitasi melalui Ganti rugi oleh negara hanya terbatas kepada

tersangka atau terdakwa dan terpidana

3. Ada 5 (lima) kemungkinan rehabilitasi melalui ganti kerugian kepada

korban perkosaan dalam perkara pidana, yaitu ; (a) pemberian

rehabilittasi melalui ganti rugi sebagai syarat khsusus dalam pidana

bersyarat, (b) Memperbaiki akibat dalam tindak pidana ekonomi

sebagai tindakan tata tertib, (c) pembayaran uang pengganti dalam

tindak pidana korupsi, sebagai pidana tambahan, (d) penggantian

biaya rehabilitasi yang telah dikeluarkan dalam proses penggabungan

gugatan perkara ganti kerugian (perdata) dalam perkara pidana (e)

Membayar pidana denda oleh sipelaku tindak pidana kepada negara,

apabila tidak dibayar sipelaku tindak pidana dikenai pidana kurungan

paling lama 6 (enam) bulan (Muladi dan Barda Nawawi Arief , 1984 :

136).

Di Indonesia gugatan rehabilitasi melalui ganti rugi korban perkosaan

tindak pidana melalui jalur hukum perdata didasarkan pada pasal 1365 KUH

perdata. Orang yang secara bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dan

dengan merugikan orang lain, adalah berwajib menganti kerugian. Gugatan

rehabilitasi melalui ganti rugi oleh korban perkosaan tindak pidana melalui jalur

Page 11: Jurnal Antory Royan

11

hukum perdata, baru dapat dilakukan apabila pemeriksaan perkara pidana telah

selesai, dan terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah

melanggar tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan telah selesai, dan

telah memiliki kekuatan hukum yang tetap.

2.Kebijakan Perlindungan Hukum Bagi Anak Sebagai Korban Perkosaan

dimasa depan yang menjamin Memperoleh Pelayanan Rehabilitasi

Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) dalam penanganan kasus

kekerasan terhadap perempuan merupakan sistem yang terpadu yang

menunjukkan proses keterkaitan antar instansi/pihak yang berwenang

menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan akses pelayanan yang

mudah dan terjangkau bagi korban dalam setiap proses peradilan. Peran

pendamping korban sangatlah penting guna memberikan dorongan psikologi dan

moril bagi korban agar dapat menjelaskan kekerasan yang dialaminya dalam

proses peradilan (Nurherwati 2000 : 17). KUHAP tidak mengatur dan tidak

melarang adanya pendamping bagi korban, yaitu :

1. Peran Pendamping merupakan kebutuhan korban, hal tersebut berkaitan

dengan hak korban untuk didengar keterangannya, mendapat informasi

atas upaya hukum yang berjalan, dipertimbangkan rasa keadilan yang

ingin diperoleh dan dipulihkan situasi dirinya;

2. Pendamping membantu korban lebih terbuka mengungkap kekerasan

yang dialami, memudahkan polisi melakukan penyidikan dan membuka

arus komunikasi yang terhambat; Pendamping melakukan penguatan,

Page 12: Jurnal Antory Royan

12

pemberdayaan dan dukungan bagi korban dalam membuat keputusan

menyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan yang dihadapinya;

Pendamping membangun koordinasi dengan layanan lain (konseling

secara psikologi, psikiatri, shelter, pelibatan dengan

keluarga/komunitas /tokoh masyarakat/tokoh agama/tokoh adat.

Sehingga koordinasi antara pendamping, korban, penyidik, jaksa

penuntut umum, hakim dan melibatkan para advokat yang mendampingi

tersangka/terdakwa sangatlah penting dalam memberikan hak korban

untuk mendapat pendampingan ( Widiartama , 2009 : 19-20).

Mekanisme koordinasi antara pendamping, korban anak perempuan ,

penyidik, jaksa penuntut umum, hakim dan melibatkan para advokat terhadap

pelayanan terpadu bagi saksi dan/atau korban anak perempuan tindak pidana

perkosaan akan memberikan hak bagi korban untuk mendapatkan keadilan dan

bebas dari diskriminasi. Kebijakan terhadap korban untuk menyeimbangkan

kepentingan yang ditujukan kepada korban adalah bagaimana memperlakukan

korban dengan baik berupa pemberitahuan perkara dan restitusi. Kewajiban

polisi dan penuntut umum dapat dilaksanakan melalui :

1. Polisi harus menginformasikan kepada hak korban mengenai

kemungkinan memperolah bantuan informasi dan restitusi dari pelaku.

2. Jika korban menyataklan keinginannya memperoleh informasi dan

restitusi, polisi harus memperhatikan keinginan korban sesaui dengan

kewewangnanya.

Page 13: Jurnal Antory Royan

13

3. Polisi harus memasukkan keinginan korban dalam berkas perkara dan

mendiskripsikan secara detail mengenai kerugian yang diderita oleh

korban dan restitusi yang diinginkan oleh pelaku.

4. Penuntut umum harus memberikan informasi kepada korban mengenai

semua keputusan yang penting mengenai perkaranyadan

mempertimbangkan keinginan korban memperoleh restitusi ketika

menghentikan perkara.

5. Penuntut umum wajib mengundang korban perkosaan, terutama

keluarga korban untuk dengar pendapat secara personal untuk

menjelaskan prosedur dan aspek khsus dari kasus tersebut (Mudzakir ,

2007 : 19).

Masuknya rehabilitasi melalui restitusi dan kompensasi sebagai bagian

hukum pidana merupakan perubahan yang fundamental, karena mempengaruhi

cara padang terhadap konsep-konsep yang mempengaruhi prosedur, karena

keadilan substantive dan tidak mengurangi hak-hak tersangka atau terdakwa.

Koordinasi diperlukan untuk kerja sama dengan korban kejahatan. Dengan

mempertimbangkan kerjasama dengan korban di masa yang akan datang mutlak

diperlukan, karena tanpa dukungan korban kejahatan, baik sebagai pelapor

maupun sebagai saksi, dapat dipastikan polisi dan jaksa tidak dapat bekerja

dengan baik dan sistem Peradilan akan lumpuh. Peran dan dukungan korban

yang sangat besar terhadap sistem peradilan pidana tersebut, perlu diimbangi

dengan memberikan perhatian kepada korban.

Page 14: Jurnal Antory Royan

14

Putusan pengadilan dalam Pasal 50 Nomor 48 Tahun 2009,tentang

Kekuasaan Kehakiman, berbunyi : Putusan pengadilan selain harus memuat

alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan

perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang

dijadikan dasar untuk mengadili. Pasal 53 Nomor 48 Tahun 2009, dalam

memeriksa dan memutus perkara, hakim bertanggung jawab atas penetapan

dan putusan yang dibuatnya. Penetapan dan putusan harus memuat

pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum

yang tepat dan benar. Pasal 68A UU No.49 Tahun 2009 tentang Peradilan

Umum, menyatakan, dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim harus

bertanggung jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya. Penetapan dan

putusan harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada

alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. Berdasarkan ketentuatan Pasal

50 dan Pasal 53 Nomor 48 Tahun 2009, dan Pasal 68A UU No.49 Tahun 2009,

maka peluang hakim dapat menerapkan ketentuan pasal 64 ayat (3) huruf a UU

No.23 Tahun 2002.

Peluang hakim dalam menjatuhkan putusan berdasarkan asas

penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, dalam pasal 2 ayat (2) Nomor 48

Tahun 2009, menyatakan : Peradilan negara menerapkan dan menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. Menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila melalui konsep Negara Hukum Pancasila, yaitu

terjalinnya hubungan fungsional yang proposional antara kekuasaan-kekuasaan

negara, penyelesaian sengketa secara musyawarah sedangkan peradilan

Page 15: Jurnal Antory Royan

15

merupakan sarana terakhir dan tentang hak-hak asasi manusia tidaklah hanya

menekan hak atau kewajiban tetapi terjalinnya suatu keseimbangan antara hak

dan kewajiban. Kewajiban yang diakibatkan oleh pertanggungjawaban negara

atas pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional memberikan hak pada

pribadi atau kelompok pribadi yang menjadi korban dalam wilayah negara itu

untuk mendapatkan remedi yang efektif dan reparasi yang adil, sesuai dengan

hukum internasional (Ganti-Rugi Dalam Pelanggaran Hukum Internasional).

Konsep tanggung jawab negara dalam hukum Internasional memberikan konsep

keseimbangan sejalan dengan Negara Hukum Pancasila, yaitu titik central

adalah keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas

kerukunan (Philipus M Hadjon, 1987 : 23).

D. Kesimpulan

1. kebijakan perlindungan hukum bagi anak sebagai korban perkosaan

dalam memperoleh memperoleh pelayanan rehabilitasi adalah

mewujudkan asas persamaan pemerataan keadilan dan kesejahteraan

bagi anak korban sebagai perkosaan, salah satunya melalui ganti rugi

dan kompensasi yang diberikan kepada korban berupa pelayanan

rehabilitasi sebagai tanggung jawab negara dalam memberikan

perlindungan hukum. Kebijakan dalam pasal 64 ayat (3) huruf a UU

No.23 Tahun 2002 yang mengatur rehabilitasi anak dalam hukum

pidana positif saat ini lebih menekankan pada perlindungan rehabilitasi

non fisik berupa ganguan mental dilakukan secara “in abstracto” atau

Page 16: Jurnal Antory Royan

16

secara tidak langsung berdasakan sistim hukum di Indonesia menganut

sistim Civil Law, yang berbasis pada hukum tertulis (written law) dan

Menuangkan semaksimal mungkin norma ke dalam aturan hukum.

2. Kebijakan yang menjamin Perlindungan khusus dimasa depan bagi anak

korban sebagai perkosaan, pada pasal 64 ayat (3) huruf a UU No.23

Tahun 2002, perlu diupayakan hukum tertulis Di Indonesia yang

menganut sistim hukum civil law yang harus menyebutkan secara jelas

dan terperinci untuk menjamin kepastian hukum dalam memberikan

pelayanan bantuan pemeliharaan dan perawatan anak, pengobatan,

pelayanan kesehatan rehabilitasi fisik serta psikologi anak. Melalui

hakim dalam menjatuhkan putusan berdasarkan asas penyelenggaraan

kekuasaan kehakiman, dalam pasal 2 ayat (2) Nomor 48 Tahun 2009,

menyatakan : Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum

dan keadilan berdasarkan Pancasila, dapat menerapkan ketentuan pasal

64 ayat (3) huruf a UU No.23 Tahun 2002.

Page 17: Jurnal Antory Royan

17

Daftar Pustaka

Affandi Idrus dan Karim Suryadi, Hak Asasi Manusia, Universitas Terbuka,

Jakarta, 2003

Hadisuprapto, Paulus,Delikuensi Anak, Pemahaman dan Penanggulangan, Bayumedia, Malang, 2008

Hadjon, Philipus M., Perlindungan Hukum Bagi Rakyat, Bina Ilmu, Surabaya, 1987

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori Dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1984

Mudzakir, Alternative Dispute Resolution (ADR), Penyelesaian Perkara Pidana dalam system Peradilan Pidana Indonesia, Makalah Workshop, Jakarta, 18 Januari 2007

Nurherwati, Sri, Koordinasi Lintas Institusi Sebagai Kebutuhan Korban, Refika Aditama, Bandung, 2000.

Saleh, Roeslan, Hukum Pidana Sebagai Konfrontasi Manusia dan Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta. 1983

Widiartama,Viktimologi Perspektif Korban dalam Penaggulangan Kejahatan, Universitas Atmadjaya, Jogyakarta, 2009

Restatemen Ketiga Undang-Undang tersebut, § 901 (Ganti-Rugi Dalam Pelanggaran Hukum Internasional).

http://eko-ss.blogspot.com/2012/09/antara-civil-law-dan-common-law.html, diunduh pada jam 6.30. Wib tanggal 23 tahun 2012