jurnal reading

27
JURNAL READING Prognosis Neonatus pada Ibu Hamil dengan SLE (Systemic Lupus Erythematosus) Diterjemahkan dari : Prognosis of Neonates in Pregnant Women with Systemic Lupus Erythematosus Disusun oleh : 1. Ariani Setyaningrum G1A208027 2. Ajeng Agustin Primastiwi G1A210009 3. Diah Krisriyanti G1A210010 Pembimbing : dr. Amin Nurokhim, Sp.OG

Upload: agung-nugroho

Post on 31-Oct-2015

72 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Reading

JURNAL READING

Prognosis Neonatus pada Ibu Hamil dengan SLE (Systemic Lupus Erythematosus)

Diterjemahkan dari :

Prognosis of Neonates in Pregnant Women with Systemic Lupus Erythematosus

Disusun oleh :

1. Ariani Setyaningrum G1A208027

2. Ajeng Agustin Primastiwi G1A210009

3. Diah Krisriyanti G1A210010

Pembimbing :

dr. Amin Nurokhim, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGIRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO

PURWOKERTO2010

Page 2: Jurnal Reading

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui jurnal reading berjudul

Prognosis Neonatus Pada Ibu Hamil Dengan SLE (Systemic Lupus Erythematosus)

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian

Kepaniteraan Klinik Senior Di Bagian Ilmu Penyakit Obstetri dan Ginekologi

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :

1. Ariani Setyaningrum G1A208027

2. Ajeng Agustin Primastiwi G1A210009

3. Diah Krisriyanti G1A210010

Pada tanggal: November 2010

Pembimbing,

dr. Amin Nurokhim, SpOG

Page 3: Jurnal Reading

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Sistema lupus eritematosus (SLE) adalah faktor risiko yang penting bagi

ibu pada masa kehamilan dan nifas. Wanita dengan SLE berpikiran bahwa

mereka akan mengalami perburukan penyakit dengan adanya kehamilan, tetapi

hal ini berbeda dengan angka insidensi yang dilaporkan. Ibu yang menderita SLE

diketahui berpengaruh pada keadaan fetus maupun neonatus serta berhubungan

dengan peningkatan insidensi komplikasi kehamilan seperti lahir mati, aborsi,

prematur, gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan, dan komplikasi

neonatus seperti blok jantung kongenital dan lupus neonatal. Pada kenyataannya,

ibu dengan peningkatan aktivitas SLE, lupus nephritis, hipertensi, serta yang

positif terhadap antiphospholipid dan antiRo rata-rata menimbulkan prognosis

yang buruk terhadap keadaan fetus maupun neonatus. Namun, hanya ada sedikit

penelitian yang meneliti tentang prognosis neonatus pada ibu dengan SLE yang

dilahirkan cukup bulan tanpa adanya komplikasi kehamilan.

Penelitian ini terfokus pada efek SLE terhadap keadaan neonatus dengan

membandingkan keadaan klinis dari neonatus yang dilahirkan cukup bulan dari

ibu dengan SLE dengan ibu hamil normal.

I.2. Tujuan

Tujuan dari journal reading ini adalah untuk mengetahui efek dari

sistema lupus eritematosus maternal pada prognosis neonatus yang diteliti

dengan membandingkan dari segi fisik pada bayi yang dilahirkan cukup bulan

dari ibu yang mengidap sistema lupus eritematosus dan dibandingkan dengan

kontrol yang telah disesuaikan usia dan paritas.

Page 4: Jurnal Reading

BAB II

METODE DAN PASIEN

II.1. Pasien

Data penelitian ini diperoleh dari pasien sejak bulan Januari 2000 sampai

Desember 2005 dari 37 wanita hamil yang mengidap lupus yang melahirkan di

RS St.Mary Kangnam, Universitas Katolik di Korea. Dua orang di antara wanita

hamil tersebut melahirkan bayi kembar. Wanita-wanita tersebut didiagnosis SLE

di Departemen Penyakit Dalam di rumah sakit yang sama dan rata-rata durasi

antara diagnosis dan proses persalinan berlangsung 6,2 tahun. Pada 39 neonatus

terdapat 11 neonatus yang diekslusi yaitu 8 neonatus lahir prematur dan 3

neonatus yang lahir dari ibu yang mengalami preeklamsi, sehingga total neonatus

yang menjadi sampel adalah 28 neonatus yang terlahir antara usia kehamilan 37

sampai 41 minggu. Grup kontrol terdiri dari 66 orang neonatus yang lahir cukup

bulan.

Distribusi ibu hamil pada kedua grup adalah 27 orang di grup SLE dan 66

orang di grup kontrol. Kami mengekslusikan wanita dengan kondisi yang dapat

mempengaruhi prognosis kelahiran seperti ruptur prematur membran, plasenta

previa, diabetes gestasional, hipertensi kronik atau hipertensi kehamilan, dan

kelainan kromosom.

II.2. Metode

Studi retrospektif ini diperoleh dari data rekam medik pasien. Grup SLE

dan kontrol dibandingkan usia kehamilan, berat lahir, lama dirawat di rumah

sakit, small for gestational age (SGA), skor APGAR, dan paritas. Pada grup

SLE, titer antinuclear antibody (ANA) dan platelet count dinilai pada saat bayi

lahir dan elektrokardiogram dinilai sampai selesai dirawat. Neonatus dengan

hasil ANA yang positif diikuti perkembanganya sampai hasilnya dikonfirmasi

menjadi negatif.

Page 5: Jurnal Reading

Sementara itu, di grup SLE dibagi menjadi dua subgrup berdasarkan titer

ANA pada ibu hamil terutama saat melahirkan, yaitu nilai antibodi anti-dsDNA

lebih dari 100 IU/ml (10 neonatus) atau nilai kurang 100 IU/ml (18 neonatus),

dan positif autoantibodi antiphospholipid (6 neonatus) atau negatif (22 neonatus).

Masing-masing subgrup dibandingkan antara skor APGAR menit pertama

dengan menit ke lima, berat lahir, umur kehamilan, frekuensi SGA, dan platelet

count.

Antibodi antiphospholipid yang positif didefinisikan sebagai hasil yang

menunjukkan nilai positif pada antibodi antikardiolipin, antikoagulan lupus, atau

VDRL (hasil VDRL positif merupakan false positive).

II.3. Analisis statistik

Analisis statistik yang digunakan adalah SPSS versi 12 dengan

menggunakan uji Mann Whitney untuk variabel kontinyu dan uji Fisher untuk

variabel non kontinyu.

Page 6: Jurnal Reading

BAB III

HASIL PENELITIAN

III.1. Perbandingan Data Demografi Ibu

Rata-rata usia ibu hamil pada grup kontrol adalah 31,9 tahun sedangkan

pada grup SLE adalah 30,5 tahun. Pada grup SLE terdapat 27 wanita hamil (28

neonatus) dengan 17 primipara dan 10 multipara. Pada grup kontrol (66

neonatus), 32 orang primipara dan 34 orang multipara. Tidak ada perbedaan

yang signifikan pada umur ibu hamil dan rasio primipara dengan multipara di

antara kedua grup (tabel 1). Aspek paritas pada 25 kehamilan di grup SLE

terdapat 12 abortus (48 %) dan 4 prematur (16 %) sedangkan pada 75

kehamilan di grup kontrol terdapat 32 aborsi (42,6 %) dan 3 prematur (4 %).

Insidensi riwayat aspek paritas abortus dan prematuritas tidak terdapat

perbedaan secara signifikan di antara 2 grup (Tabel 1).

Tabel 1. Perbandingan Riwayat Perinatal antara Grup SLE dan kontrol

Grup SLE

(n=27)

Grup kontrol

(n=66)

Nilai p

Umur (tahun) * 30,5 + 2,9 31,9 + 3,9 0,08**

Rasio primipara

dan multipara

17 : 10 32 : 34 0,25***

Riwayat aborsi 12 32 0,63***

Riwayat premature 4 3 0,12***

* mean + standar deviasi** uji Mann Whitney*** uji Fisher

III.2. Perbandingan Outcome Perinatal antara grup SLE dan kontrol

Rasio gender neonatus pada grup SLE adalah 1 : 1,8 (10 laki-laki dan 18

perempuan) sedangkan pada grup kontrol adalah 1 : 1. Perbandingan rata-rata

Page 7: Jurnal Reading

umur kehamilan antara grup SLE (28 neonatus) dan grup kontrol (66 neonatus)

adalah 38 minggu 4 hari dan 39 minggu 5 hari. Perbandingan berat lahir antara

grup SLE dan grup kontrol adalah 2,775 gram dan 3,263 gram. Perbandingan

rata-rata umur kehamilan dan perbandingan berat lahir memiliki perbedaan

signifikan (p < 0,05). Perbandingan frekuensi SGA pada grup SLE dengan grup

kontrol adalah 7 kasus (25 %) banding 3 kasus (4,5%) dan perbandingan ini

dinilai signifikan (p < 0,05). Grup SLE apabila dibandingkan dengan grup

kontrol memiliki berat lahir yang relatif lebih rendah serta umur kehamilan dan

frekuensi SGA yang lebih tinggi. Tidak ada perbedaan signifikan pada kedua

grup dalam hal rasio gender, nilai apgar kurang dari 7 pada menit pertama dan

ke lima, serta lama tinggal di rumah sakit.

Tabel 2. Perbandingan Outcome Perinatal antara Grup SLE dan Kontrol

Grup SLE

(28 neonatus)

Grup kontrol

(66

neonatus)

Nilai p

Gender (L : P) 1 : 1,8 1 : 1 0,260***

Berat Lahir (gram)* 2,775 + 360 3,263 + 404 0,000 #

Umur kehamilan (minggu)* 38,4 + 1,0 39,5 + 0,9 0,000 #

Lama perawatan (hari)*

Small for Gestational Age **

Apgar skor < 7 (menit

pertama)**

Apgar skor < 7 (menit kelima)**

3,57 + 3,0

7 (25 %)

2 (7,1 %)

1 (3,5 %)

2,83 + 1,8

3 (4,5 %)

1 (1,5 %)

0 (0 %)

0,461 #

0,007***

0,211***

0,298***

* mean + standar deviasi** jumlah (%)*** uji Mann Whitney# uji Fisher

Page 8: Jurnal Reading

III.3. Antibodi Antinuklear dan Platelet Count pada Neonatus

Uji ANA pada 17 neonatus dari grup SLE didapatkan hasil 10 neonatus

positif antibodi anti-dsDNA pada saat lahir dan berubah menjadi negatif pada

6-12 bulan setelah lahir. Antibodi anti-Ro/SS-A terdeteksi pada 5 neonatus

sedangkan antibodi La/SS-B terdeteksi pada 3 neonatus. Terdapat 3 kasus

dengan hasil positif Ro/SS-A sekaligus positif autoantibodi La /SS-B.

Tidak ada neonatus yang menunjukkan blok jantung kongenital

berdasarkan elektrokardiogram pada saat lahir maupun periode monitoring atau

perkembangan lupus pada neonatus karena transmisi ANA dari ibunya.

Trombositopenia pada grup SLE ditemukan pada 7 ibu hamil (platelet

count < 100.000/m3) dan 2 neonatus (platelet count neonatus < 150.000/m3).

Pada 5 neonatus yang menunjukkan trombositopenia (platelet count neonatus <

150.000/m3) dapat sembuh dalam 14 hari tanpa pengobatan khusus apapun.

Tabel 3. Temuan Laboratorium pada Grup Lupus

Grup SLE (28 neonatus)

Platelet (/mm3)* 219,820 + 63,835

Antibodi anti-dsDNA (positif) ** 10 (35,7 %)

Antibodi anti-Ro/SS-A (positif) ** 5 (17,9 %)

Antibodi anti-La/SS-B (positif)**

Titer antibodi anti-dsDNA (pada ibu)**

3 (10,7 %)

> 100 IU/mL 10 (35,7 %)

Antibodi antiphospholipid

(pada ibu, positif #) **

< 100 IU/mL 18 (64,3 %)

6 (21,4 %)

* mean + standar deviasi** jumlah ( % )# antikoagulan lupus +, antibodi anticardiolipin +, atau VDRL + (VDRL yang

positif menunjukkan hasilnya positif palsu)

Page 9: Jurnal Reading

III.4. Outcome Perinatal berdasarkan Aktivitas Lupus

Berdasarkan titer antibodi anti-dsDNA pada kedua subgrup SLE

menunjukkan tidak ada perbedaan sigifikan pada nilai apgar skor < 7 di menit

pertama maupun menit kelima, berat lahir, umur kehamilan, frekuensi SGA,

dan platelet count (tabel 4). Pada manifestasi klinis di antaranya adalah riwayat

trombosis dan keguguran kandungan pada trimester satu menunjukkan tidak

ada perbedaan yang signfikan.

Sama halnya dengan kedua subgrup lupus, berdasarkan status

autoantibodi antiphospholipid menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan

pada skor apgar menit pertama dan kelima, berat lahir, umur kehamilan,

frekuensi SGA, dan platelet count (tabel 5). Sementara itu, pasien dengan atau

tanpa antibodi antiphospholipid (aPL) diberikan perawatan yang sama. Pada

grup SLE, riwayat pengobatan selama kehamilan meliputi steroid sistemik pada

25 pasien, hydroxychloroquine pada 11 pasien, azathioprine pada 2 pasien, dan

methotrexate pada 1 pasien (neonatus tidak timbul abnormalitas fetal) dan

aspirin pada 10 pasien. Pada 6 pasien dengan aPL, riwayat pengobatan pada

kehamilan meliputi steroid sistemik pada 6 pasien, hydroxychloroquin pada 3

pasien, azathioprine pada 2 pasien, dan aspirin pada 4 pasien. Selanjutnya,

pada riwayat pengobatan pasien dengan aPL selama kehamilan meliputi steroid

sistemik pada 6 pasien dan aspirin pada 4 pasien.

Tabel 4. Perbandingan Outcome Perinatal antara Subgrup dengan Risiko Tinggi

dan Rendah (titer antibodi anti-dsDNA) pada Grup SLE.

> 100 IU/mL

(10 neonatus)

< 100 IU/mL

(18 neonatus)

Nilai

p

Berat Lahir (gram)* 2,641 + 367 2,850 + 344 0,2#

Umur kehamilan (minggu)* 38,2 + 0,9 38,5 + 1,1 0,4#

Platelet (/mm3)*

Small for Gestational Age **

229.000 + 60,046

3 (30,0 %)

218.940+66,836

4 (22,2 %)

1,0#

0,6##

Page 10: Jurnal Reading

Apgar skor < 7 (menit pertama)**

Apgar skor < 7 (menit kelima)**

0 (0,0 %)

0 (0,0 %)

2 (11,1 %)

1 (5,6 %)

0,5##

1,0##

*mean + standar deviasi**jumlah (persen)# uji Mann-Whitney## uji Fisher

Tabel 5. Perbandingan Outcome Perinatal antara aPL Positif dan Negatif pada

Subgrup SLE

Positif

(6 neonatus)

Negatif

(22 neonatus)

Nilai

p

Berat Lahir (gram)* 2,641 + 367 2,750 + 397 0,3#

Umur kehamilan (minggu)* 38,2 + 0,9 38,3 + 1,1 0,2#

Platelet (/mm3)*

Small for Gestational Age **

Apgar skor < 7 (menit pertama)**

Apgar skor < 7 (menit kelima)**

229.000 + 60,046

3 (30,0 %)

0 (0,0 %)

0 (0,0 %)

210.620+64,101

7 (31,8 %)

2 (9,1 %)

1 (4,5 %)

0,1#

0,2##

1,0##

1,0##

*mean + standar deviasi**jumlah (persen)# uji Mann-Whitney## uji Fisher

Page 11: Jurnal Reading

BAB IV

PEMBAHASAN

Ibu hamil yang mengidap SLE memiliki resiko lebih tinggi mengalami

abortus spontan, bayi lahir mati, prematur, dan IUGR. Pada tahun 1993 Petri et all,

meneliti 481 neonatus yang lahir dari 203 ibu dengan SLE, diperoleh data mengenai

kejadian abortus spontan dan lahir mati adalah sekitar 21% dan bayi lahir prematur

adalah sekitar 12%. Insidensi tersebut tingkat signifikansinya lebih tinggi bila

dibandingkan dengan ibu hamil yang sehat. Pada tahun 2000, Georgiou et all,

melaporkan bahwa diantara 59 neonatus yang lahir dari 47 ibu dengan SLE,

didapatkan data sebanyak 5% dari neonatus tersebut mengalami lahir prematur.

Systema Lupus Erithematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun yang

ditandai oleh produksi antibodi terhadap komponen-komponen inti sel yang

berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. SLE terutama terjadi pada usia

reproduksi antara 15-40 tahun dengan rasio wanita dan laki laki 5 : 1, dengan

demikian terdapat peningkatan kejadian kehamilan dengan SLE ini. Dari berbagai

laporan kejadian SLE ini tertinggi didapatkan di negara Cina dan Asia Tenggara,

sedangkan di Indonesia, RS Dr Soetomo Surabaya melaporkan 166 penderita dalam 1

tahun (Mei 2003 - April 2004). Dari 2000 kehamilan dilaporkan sebanyak 1-2 kasus

SLE.1-3

Dalam penelitian ini 37 ibu hamil melahirkan 39 neonatus, didapatkan

bahwa 8 neonatus atau sebanyak 20,5 % mengalami lahir prematur. Hal ini

merupakan tingkat yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan angka prematuritas

0,9% ( 9 dalam 1000 kelahiran ) yang dilaporkan oleh The Korea National Statistical

Office pada tahun 2005. Mengenai paritas dalam grup lupus (28 neonatus) didapatkan

12 kasus abortus (48 %) dan 4 kasus kelahiran premature (16 %), dalam total 25

kelahiran. Sedangkan terdapat 32 kasus abortus (42,6 %) dan 3 kasus kelahiran

premature dalam total 75 kelahiran pada grup kontrol. Dengan demikian frekuensi

kasus lahir premature dan abortus didapatkan lebih tinggi pada grup lupus

Page 12: Jurnal Reading

dibandingkan dengan grup kontrol. Namun perbedaan yang signifikan secara statistik

tidak diamati.

Dalam laporan Korea yang lain, terdapat 7 penelitian dengan paritas 91

wanita dengan SLE dari tahun 1990 sampai 1996 dimana didapatkan kasus IUGR

sebanyak 19,7 % dan kelahiran premature sebanyak 35,6 %. Pada kasus tersebut

apabila dibandingkan dengan hasil penelitian ini hasilnya lebih rendah dalam

penelitian ini, hal ini dikarenakan perbedaan kriteria inklusi ibu hamil yang

mengalami SLE dengan kelahiran yang full-term.

Prognosis kehamilan penderita SLE sangat ditentukan dari aktifitas

penyakitnya, konsepsi yang terjadi pada saat remisi mempunyai luaran kehamilan

yang baik. Beberapa komplikasi kehamilan yang bisa terjadi pada kehamilan yaitu,

kematian janin meningkat 2-3 kali dibandingkan wanita hamil normal, bila

didapatkan hipertensi dan kelainan ginjal maka mortalitas janin menjadi 50%.

Kelahiran prematur juga bisa terjadi sekitar 30-50 % kehamilan dengan SLE yang

sebagian besar akibat preeklamsia atau gawat janin. Infark plasenta yang terjadi pada

penderita SLE dapat menigkatkan risiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat

sekitar 25 % .4

Prognosis noenatus yang buruk telah dialami oleh ibu hamil dengan SLE

yang disertai dengan kondisi penyakit yang buruk, ANA status positif, ataupun

peningkatan titer ANA. Meskipun demikian dalam penelitian ini perbedaan yang

signifikan dalam prognosis noenatus tidak diamati diantara 2 subgrup lupus

berdasarkan anti-dsDNA antibody titer 100 dan <100. Ini berhubungan dengan

adanya kenyataan bahwa terbatasnya kelahiran bayi sehat pada ibu tanpa

preeklampsia.

Presentasi aPL pada ibu yang mengalami lupus adalah 30-40 %, hal ini

dihubungkan dengan frekuensi abortus, IUGR, oligohidramnion, preeklamsia, lahir

mati, dan HELLP sindrom. Pada tahun 2003, Moroni et al. melaporkan terdapat

sebuah kemungkinan besar pada janin ibu penderita lupus yang positif aPL atau

dengan nefritis, mengalami lahir mati dan abortus, insiden abortus ini sekitar 30-83%.

Bila dibandingkan dengan ibu penderita lupus tanpa aPL, insiden abortus ini hanya 4-

Page 13: Jurnal Reading

43%, lebih rendah dari ibu yang positif untuk antibodi ini. Bagaimanapun juga, telah

dilaporkan bahwa terdapat perubahan dari lahir mati atau abortus pada ibu penderita

lupus dengan positif aPL yang telah diberikan aspirin atau heparin. Dalam penelitian

ini, terdapat 28 neonatus, kehamilan dengan aPL 6 kasus (21,4 %) dan hanya

mengalami 2 abortus (33,3 %). Pada 22 ibu dengan aPL (-), terdapat 10 dengan

riwayat abortus. Setelah itu dilaporkan hasil yang berbeda oleh Moroni pada tahun

2003 yang membandingkan kehamilan pada wanita dengan positif aPL (6 bayi) dan

negatif aPL (22 bayi) menunjukkan tidak terdapat perbedaan APGAR skor pada bayi,

berat badan bayi, umur kehamilan, frekuensi SGA, dan platelet count. Bagaimanapun

juga, ini menunjukkan untuk dilakukan penelitian lagi dengan subjek yang lebih

besar.

Telah dilaporkan bahwa disamping aPL, adanya ANAs selama kehamilan

memiliki dampak terhadap prognosis selama masa perinatal. Dalam particular, anti-

Ro/SS-A dan anti La/SS-B antibodi berhubungan dengan neonatal lupus dan blok

jantung kongenital, tetapi tidak berhubungan dengan kelahiran mati, abortus dan

prematur.

Banyak ibu penderita lupus mengambil pengobatan selama kehamilan.

Pemberian steroid relatif aman pada ibu hamil, dan telah dilaporkan bahwa angka

kematian dan kesakitan bayi menurun pada ibu penderita lupus setelah terapi dengan

steroid. Bagaimanapun juga, Molad et al melaporkan pada tahun 2005 bahwa tidak

hanya lupus yang sedang sangat aktif tetapi juga hipoalbuminemia, proteinuria,

adanya ANAs, dan riwayat obat seperti steroid dan hydroxychloroquine akan beriko

pada ibu penderita lupus. Dalam penelitiannya, 25 dari 27 wanita lupus (92,6%) telah

diberikan pengobatan steroid secara sistemik, tetapi tidak dapat ditentukan apakah

pemberian steroid ini merupakan pemeliharaan selama kehamilan sampai pengobatan

penuh.

Dalam penelitiannya, 5 dari 28 lupus neonatus menunjukkan trombositopenia

dengan platelet counts menunjukkan angka 83000-149000/mm3. Pletelet count akan

kembali normal dalam 2 minggu, dan pengawasan terhadap imunoglobulin atau obat-

obat lain tidak diperlukan. Penemuan ini berbeda dengan yang telah dilaporkan oleh

Page 14: Jurnal Reading

yang lain bahwa masalah trombositopenia bukanlah masalah yang utama. Hal ini

dikaitkan untuk memberi masukan untuk dilakukan pengobatan penuh pada neonatus

dan menurunkan resiko kehamilan tanpa komplikasi seperti preeklamsia dan

prematuritas.

Penelitian yang dilakukan di Korea terhadap 11 neonatus yang lahir dari 9

wanita SLE, 9 wanita dari seluruh kehamilan sebanyak 30 terdapat 6 abortus spontan

(20 %) dan 5 lahir mati (16,7 %), dan diantara neonatus yang lahir hidup, 4 lahir

prematur (36,4 %) dan 2 dengan SGA (19,2 %). Dari yang lahir, 2 neonatus

menunjukkan trombositopenia dan leukopenia, dan 2 wanita hamil preterm

melahirkan dengan positif lupus antikoagulan dan aPL positif.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, wanita penderita lupus yang hamil

dengan komplikasi-komplikasi obstetrik yang semakin berkembang memerlukan

perawatan, dan telah dilaporkan memiliki prognosis buruk. Bagaimanapun juga,

beberapa penelitian yang telah diuji tentang prognosis neonatus pada wanita penderita

lupus yang sudah mendapatkan pengobatan penuh.

Pada tahun 2005, Coleman et al. melaporkan bahwa sebuah kelahiran yang

tidak diobservasi menunjukkan statistik yang berbeda tentang berat badan dan tinggi

badan dari 23 neonatus yang lahir dari wanita pendeerita lupus dan 115 neonatus lahir

dari ibu yang sehat. Penjelasan dari hasil tersebut adalah kelompok penderita lupus

kecil, dan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis dari wanita penderita lupus

yang sedang hamil misalnya nutrisi, jumlah kelahiran, dan faktor pembawa pada ibu

yang tidak diketahui. Meskipun demikian, dalam penelitian tersebut membandingkan

kelompok lupus yang kehamilannya diawasi untuk mendapatkan terapi penuh dangan

perencanaan sebelum melahirkan untuk mengurangi komplikasi selama mengandung

pada kelompok kontrol yang menunjukkan bahwa berat badan lahir dan umur

kehamilan pada kelompok lupus rendah dan insiden terjadinya SGA tinggi.

Prognosis perinatal pada ibu penderita lupus buruk apabila dibandingkan

dengan kehamilan normal. Oleh karena itu, peristiwa kehamilan perlu diawasi hingga

mendapatkan pengobatan penuh dengan mencegah terjaadi komplikasi obstetrik yang

Page 15: Jurnal Reading

mungkin akan terjdinya selama kehamilan dan melahirkan, membutuhkan

pengawasan dan evaluasi yang hati-hati pada neonatus.

Masih belum dapat dipastikan apakah kehamilan dapat mencetuskan SLE,

eksaserbasi SLE pada kehamilan tergantung dari lamanya masa remisi SLE

keterlibatan organ-organ vital seperti ginjal. Penderita SLE yang telah mengalami

remisi lebih dari 6 bulan sebelum hamil mempunyai risiko 25 % eksaserbasi pada saat

hamil dan 90 % luaran kehamilannya baik. Tetapi sebaliknya bila masa remisi SLE

sebelum hamil kurang dari 6 bulan maka risiko eksaserbasi SLE pada saat hamil

menjadi 50 % dengan luaran kehamilan yang buruk. Apabila kehamilan terjadi pada

saat SLE sedang aktif maka risiko kematian janin 50-75 % dengan angka kematian

ibu menjadi 10 %. Dengan meningkatnya umur kehamilan maka risiko eksaserbasi

juga meningkat, yaitu 13 % pada trimeseter I, 14 % pada trimester II, 53 % pada

trimester III serta 23 % pada masa nifas.4-6

Kehamilan yang direncanakan merupakan pilihan yang paling baik untuk

penderita SLE yang masih menginginkan kehamilan. Kehamilan direkomendasikan

setelah 6 bulan remisi. Pada kunjungan pertama antenatal dilakukan pemeriksaan

lengkap tanpa memandang kondisi klinis pasien yang meliputi, pemeriksaan darah

lengkap, panel elektrolit, fungsi liver, fungsi ginjal, urinalisis, antibodi anti DNA, anti

bodi anti kardiolipin, antikoagulan Lupus, C3, C4 dan Anti SSA/R0 dan Anti

SSB/La. Pemeriksaan laboratorium tersebut diulang tiap trimester, apabila antti

SSA/Ro dan Anti SSB/La positif maka dilakukan pemeriksaan ekokardiograpi janin

pada usia kehamilan 24-26 minggu untuk mendeteksi adanya blok janin kongenital.

Apabila ditemukan adanya blok jantung janin kongenital maka diberikan

dexametason 4 mg per-oral/hari selama 6 minggu/sampai gejala menghilang

kemudian dosis diturunkan sampai lahir.7

Page 16: Jurnal Reading

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V. 1. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dalam jurnal ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara grup SLE dibandingkan

dengan grup kontrol mengenai berat lahir yang relatif lebih rendah serta

umur kehamilan dan frekuensi SGA yang lebih tinggi.

2. Didapatkan frekuensi kasus lahir premature dan abortus didapatkan lebih

tinggi pada grup lupus dibandingkan dengan grup kontrol, namun

perbedaan yang signifikan secara statistik tidak diamati.

3. Tidak ada perbedaan signifikan pada kedua grup dalam hal rasio gender,

nilai apgar kurang dari 7 pada menit pertama dan ke lima, serta lama

tinggal di rumah sakit.

4. Tidak ada neonatus yang menunjukkan blok jantung kongenital

berdasarkan elektrokardiogram pada saat lahir maupun periode monitoring

atau perkembangan lupus pada neonatus karena transmisi ANA dari

ibunya.

5. Berdasarkan titer antibodi anti-dsDNA pada kedua subgrup SLE

menunjukkan tidak ada perbedaan yang sigifikan pada nilai apgar skor < 7

di menit pertama maupun menit kelima, berat lahir, umur kehamilan,

frekuensi SGA, dan platelet count.

V. 2. SARAN

Perlu dikaji lebih lanjut mengenai hubungan antara antinuclear antibody

dan riwayat pengobatan pada ibu yang menderita sistema lupus eritematosus

dengan prognosis neonatusnya yang belum dapat dijelaskan dalam penelitian

ini.

Page 17: Jurnal Reading

DAFTAR PUSTAKA

1. Albar, S. 1996. Lupus Eritematosus Sistemik. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid I, edisi Ke-3. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.

2. Lipsky PE, Diamond B. 2001. Systemic Autoimmune Disease. Harrisons

Principle of Internal Medicine. 15th ed. Mc Graw Hill. New York.

3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gillstrapp III LC, Hanth JC,

Wenstrom KD.2005. Connective Tissue Disorders. William Obstetrics. 22nd

ed. Mc Graw Hill. New York.

4. Ngurah Jayakusuma, Agung. 2007. Lupus Eritematosus Sistemik pada

Kehamilan. Divisi Fetomaternal Bagian Obstetri dan Ginekologi Universitas

Udayana. Denpasar.

5. Saad Al Shohaib. 2009. Outcome of Pregnancy in Patiens with Inactive

Systemic Lupus Erythrematosus and Minimal Proteinuria. Departement of

Medicine. King Abdulaziz University. Saudi Arabia.

6. Sistemik Lupus Eritematosus. Dalam http://www.ipdfkup.id. Diakses tanggal

31 Oktober 2010.

7. Leveno KJ, Cunningham FG, Norman F. Alexander GJM, Blomm SL, Casey

BM. Dashe JS, Shefield JS, Yost NP.2003. In: William Manual of Obstetrics.

The University of Texas Southwestern Medical Centre at Dallas.