komunikasi verbal dan nonverbal dalam kegiatan …

12
Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication ISSN 2721-1495 Corresponding author: Rosalia Prismarini Nurdiarti; e-mail: [email protected] Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication Volume 2 Issue 1 2021 © The Author(s) 2021. Published by Department of Communication Science Universitas Brawijaya. All right reserved. For permissions, please e-mail: [email protected] ARTIKEL ORISINAL Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan Mendongeng di Rumah Dongeng Yogyakarta Reno Etri Prabowo a dan Rosalia Prismarini Nurdiarti b ab Universitas Mercu Buana, Yogyakarta DOI: https://doi.org/10.21776/ub.tuturlogi.2020.002.01.6 Fairy tale is one of communication activities, which is telling stories using verbal and nonverbal languages such as facial expression, body movement, and parabahasa. It is important that a storyteller in story telling activity can combine the two types of communication. It’s aim is to help the audience to get a better understanding of the message in the story which contained in the fairy tale. To be able to achieve it all, it is important to understand the elements contained in these two types of communication. These are verbal communication and nonverbal communication. This study uses a qualitative approach with descriptive method. So that can see and interact directly with the storyteller, when they are doing storytelling and other activities. The instrument for data collection uses documentation, interview, and direct observation which are then analyzed. The result of the research such as verbal communication in fairy tale is obtained by using spoken language directly, while nonverbal communication in fairy tale includes kinetic, parabahasa, physical appearance, and artifacts. This, greatly influences the delivery of messages in fairy tale. Keywords: tale, stroryteller, verbal communication, nonverbal communication. Dongeng merupakan salah satu kegiatan komunikasi, yaitu bercerita dengan menggunakan bahasa verbal lisan dan bahasa nonverbal seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan parabahasa. Penting bagi seorang storyteller dalam kegiatan mendongeng dapat memadukan kedua jenis komunikasi tersebut. Hal ini bertujuan untuk membantu penonton agar lebih memahami pesan cerita yang terdapat di dalam dongeng. Untuk mencapai itu semua, penting memahami unsur-unsur yang terdapat di dalam dua jenis komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, sehingga peneliti dapat melihat dan berinteraksi langsung dengan para storyteller. Instrumen pengambilan data menggunakan dokumentasi, wawancara, dan pengamatan langsung yang kemudian dianalisis. Hasil penelitian yang diperoleh adalah komunikasi verbal di dalam dongeng yaitu dengan menggunakan bahasa lisan secara langsung, sedangkan komunikasi nonverbal di dalam dongeng meliputi kinetik, parabahasa, penampilan fisik, dan artefak. Hal ini sangat memberikan pengaruh bagi penyampaian pesan di dalam dongeng. Kata Kunci: dongeng, stroryteller, komunikasi verbal, komunikasi nonverbal. Saat ini budaya dongeng sudah mulai berganti dengan budaya teknologi seperti smart phone. Tidak bisa disalahkan ketika kemajuan teknologi mulai memengaruhi budaya yang kita miliki. Pada dahulu kala ketika sebelum tidur, orang tua pasti akan menceritakan sebuah

Upload: others

Post on 28-Nov-2021

11 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan …

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication ISSN 2721-1495

Corresponding author: Rosalia Prismarini Nurdiarti; e-mail: [email protected] Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication Volume 2 Issue 1 2021 © The Author(s) 2021. Published by Department of Communication Science Universitas Brawijaya. All right reserved. For permissions, please e-mail: [email protected]

ARTIKEL ORISINAL

Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan

Mendongeng di Rumah Dongeng Yogyakarta

Reno Etri Prabowoa dan Rosalia Prismarini Nurdiartib

abUniversitas Mercu Buana, Yogyakarta

DOI: https://doi.org/10.21776/ub.tuturlogi.2020.002.01.6

Fairy tale is one of communication activities, which is telling stories using verbal and nonverbal

languages such as facial expression, body movement, and parabahasa. It is important that a

storyteller in story telling activity can combine the two types of communication. It’s aim is to help

the audience to get a better understanding of the message in the story which contained in the fairy

tale. To be able to achieve it all, it is important to understand the elements contained in these two

types of communication. These are verbal communication and nonverbal communication. This

study uses a qualitative approach with descriptive method. So that can see and interact directly

with the storyteller, when they are doing storytelling and other activities. The instrument for data

collection uses documentation, interview, and direct observation which are then analyzed. The

result of the research such as verbal communication in fairy tale is obtained by using spoken

language directly, while nonverbal communication in fairy tale includes kinetic, parabahasa,

physical appearance, and artifacts. This, greatly influences the delivery of messages in fairy tale.

Keywords: tale, stroryteller, verbal communication, nonverbal communication.

Dongeng merupakan salah satu kegiatan komunikasi, yaitu bercerita dengan menggunakan

bahasa verbal lisan dan bahasa nonverbal seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan

parabahasa. Penting bagi seorang storyteller dalam kegiatan mendongeng dapat memadukan

kedua jenis komunikasi tersebut. Hal ini bertujuan untuk membantu penonton agar lebih

memahami pesan cerita yang terdapat di dalam dongeng. Untuk mencapai itu semua, penting

memahami unsur-unsur yang terdapat di dalam dua jenis komunikasi verbal dan komunikasi

nonverbal. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif

dengan metode deskriptif, sehingga peneliti dapat melihat dan berinteraksi langsung dengan

para storyteller. Instrumen pengambilan data menggunakan dokumentasi, wawancara, dan

pengamatan langsung yang kemudian dianalisis. Hasil penelitian yang diperoleh adalah

komunikasi verbal di dalam dongeng yaitu dengan menggunakan bahasa lisan secara langsung,

sedangkan komunikasi nonverbal di dalam dongeng meliputi kinetik, parabahasa, penampilan

fisik, dan artefak. Hal ini sangat memberikan pengaruh bagi penyampaian pesan di dalam

dongeng.

Kata Kunci: dongeng, stroryteller, komunikasi verbal, komunikasi nonverbal.

Saat ini budaya dongeng sudah mulai berganti dengan budaya teknologi seperti smart

phone. Tidak bisa disalahkan ketika kemajuan teknologi mulai memengaruhi budaya yang

kita miliki. Pada dahulu kala ketika sebelum tidur, orang tua pasti akan menceritakan sebuah

Page 2: Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan …

Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan Mendongeng di Rumah Dongeng Yogyakarta

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

78

kisah dongeng sebagai pengantar tidur untuk anaknya. Tetapi sekarang, tidak sedikit orang

tua cenderung membiarkan anaknya terlelap dengan smart phone berada di sampingnya.

Latar belakang tersebut yang membuat Rumah Dongeng Mentari Yogyakarta membentuk

sebuah komunitas untuk membangkitkan budaya mendongeng. Anak-anak dalam usia

tumbuh kembang memerlukan edukasi untuk meningkatkan daya imajinasi melalui cerita

atau kegiatan mendongeng.

Pada kurun waktu 2016 hingga sekarang, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri

banyak diselenggarakan kegiatan dongeng. Mulai dari pelatihan, perlombaan, dan

pertunjukan dongeng. Baik di sekolah maupun tempat umum seperti hotel, cafe, ataupun

tempat wisata yang berada di daerah Yogyakarta. Seperti pelatihan yang diadakan Balai

Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tanggal 21 Oktober 2016 bertajuk

“Workshop Mendongeng Cerita Anak” untuk memberikan pembinaan bahasa dan sastra

daerah kepada para guru Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) di DIY (Badan

Bahasa, 2016).

Selain itu, komunitas Rumah Dongeng Mentari juga banyak menggelar acara

mendongeng. Salah satunya saat peringatan Hari Dongeng Internasional yang bertempat di

Hotel HOM Platinum Yogyakarta pada tanggal 22 Maret 2018. Dalam acara tersebut, mulai

dari anak usia TK, SD, hingga mahasiswa, diajak berimajinasi dan menciptakan dongeng

bersama. Proses interaksi saat mendongeng pun turut disaksikan oleh orang tua sang anak

(Deni, 2018). Hal ini dapat menjadi bukti bahwa dongeng di Yogyakarta saat ini masih terus

dilestarikan. Terdapat beberapa komunitas dongeng lainya di Yogyakarta, seperti Rumah

Dongeng Indonesia di Kotagede atau Kampung Dongeng di Baciro. Ada juga komunitas

yang fokus pada kisah-kisah hikmah, yaitu Persaudaraan Pencerita Muslim Indonesia

(PPMI) di Mantrijeron, Kota Yogyakarta (Aditya, 2017).

Terbentuknya komunitas dongeng di daerah Yogyakarta tentunya melahirkan berbagai

macam karakter storyteller. Hal ini juga terjadi pada komunitas Rumah Dongeng Mentari.

Banyaknya pendongeng yang ada di komunitas ini tentu saja memiliki cara penyampaian

yang beragam. Beragamnya gaya komunikasi yang dilakukan pendongeng membuat penulis

ingin mengetahui lebih dalam mengenai cara berkomunikasi storyteller dalam kegiatan

mendongeng di Rumah Dongeng Mentari. Kode verbal dan nonverbal dapat ditemukan

dalam gaya berkomunikasi pendongeng. Pentingnya menyerasikan kedua bentuk

komunikasi itu wajib dilakukan guna memberikan kejelasan makna. Penelitian ini ditujukan

untuk mengetahui cara menyampaikan pesan dengan baik, sehingga bahasa dan cerita yang

disampaikan dapat ditangkap dan dipahami.

Kajian tentang dongeng telah diteliti dari berbagai aspek. Alfi (2018) melihat sisi

komunikasi yang digunakan pendongeng dalam menyampaikan pesan moral melalui media

Selaparang TV, yakni komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal digunakan

ketika mengisahkan dan menceritakan dongeng-dongeng, sedangkan komunikasi nonverbal

digunakan dalam bentuk gambar-gambar ilustrasi dari dongeng yang dibawakan. Proses

komunikasi yang terjadi di lapangan adalah komunikasi sekunder di mana pendongeng

menyampaikan pesan moral melalui media televisi. Pesan yang disampaikan lebih banyak

membahas kisah-kisah Nabi Muhammad SAW. Pesan moral religius di antaranya

Page 3: Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan …

R. E. Prabowo dan R. P. Nurdiarti

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

79

perjuangan harus disertai dengan doa, membantu orang lain, selalu meminta kepada Allah

SWT, jangan pernah tamak dan sombong terhadap harta.

Penelitian lain dilakukan dengan metode kunatitatif oleh Azkiya dan Iswinarti (2016).

Kegiatan mendongeng merupakan salah satu metode untuk meningkatkan kemampuan

bahasa anak. Sebab, dalam mendongeng terjadi peningkatan proses mendapatkan kosa kata

baru, mengevaluasi dan memahami informasi baru. Penelitian ini merupakan penelitian

eksperimental dengan menggunakan desain Pretest-Posttest Control Group Design dengan

pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Subjek penelitian

berjumlah 30 orang siswa/i PAUD/KB Bunda Aini dengan rentang usia 5 sampai 6 tahun.

Analisa data menggunakan paired sample t-test dengan hasil yang menunjukkan bahwa

mendengarkan dongeng berpengaruh sangat signifikan terhadap kemampuan bahasa pada

anak prasekolah, yang ditunjukkan dengan nilai p = 0,000.

Kemampuan berbahasa diimplementasi dalam komunikasi verbal dan nonverbal.

Komunikasi nonverbal (nonverbal communiction) adalah semua aspek komunikasi selain

kata-kata itu sendiri. Komunikasi nonverbal mencakup bagaimana mengutarakan kata-kata

(misalnya, perubahan nada, volume), fitur-fitur lingkungan yang memengaruhi interaksi

(misalnya, temperatur, cahaya), objek yang memengaruhi citra personal, dan pola interaksi

(misalnya, pakaian, perhiasan, perabotan (Wood, 2013). Komunikasi nonverbal terdiri dari

kinetic, yakni posisi tubuh dan gerakan tubuh termasuk di dalamnya gerakan wajah. Selain

itu, ada haptic yang merupakan sentuhan fisik dan penampilan fisik. Artefak yakni objek

atau benda yang disertakan ketika mengumumkan identitas dan parabahasa, termasuk di

dalamnya berguman, terengah-engah, kualitas vocal, dan perubahan nada.

Komunikasi verbal merupakan pesan-pesan lisan yang dikirim melalui suara dan bisa

melibatkan simbol-simbol verbal dan nonverbal (Liliweri, 2011). Ada beberapa efektivitas

bahasa lisan, di antaranya: Pengucapan, semua unit dalam bahasa harus diucapkan secara

jelas, benar, dan tepat. pesan tidak dapat dimengerti jika tanpa artikulasi yang jelas dan tepat

meskipun maksud pengucapan ini benar. Kejelasan, berkaitan dengan kepadatan isi dan

kelengkapan. Kosakata meliputi perbendaharaan kosakata dalam mengungkapkan sesuatu.

Bahasa lisan mempunyai beberapa kelebihan, yakni ketika mengirim pesan mendapat umpan

balik langsung dari penerima serta dapat segera diklarifikasi jika komunikator melakukan

kesalahan. Dari sisi waktu, pesan verbal dapat ditularkan seketika melalui media tertentu.

Komunikasi verbal juga bertujuan untuk mempersuasi dan mengontrol pihak lain.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode dalam penelitian ini sebagaimana

yang diungkapkan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong,

2017). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung kondisi fisik dan

karakteristik lainya seperti gesture, bahasa, simbolik, yang digunakan saat melakukan

kegiatan mendongeng. Wawancara dilakukan dengan Kak Ayu, sebagai salah satu pendiri

komunitas Rumah Dongeng Mentari. Kak Bimo, Kak Aris dan Kak Azam diwawancara

sebagai storyteller untuk memahami gaya mendongeng mereka. Pengambilan dokumentasi

berupa foto saat mendongeng dan data yang relevan terkait komunikasi verbal dan

komunikasi nonverbal yang dilakukan.

Page 4: Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan …

Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan Mendongeng di Rumah Dongeng Yogyakarta

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

80

Hasil dan diskusi

Komunikasi verbal dalam mendongeng

Liliweri (2011) membagi fungsi bahasa menjadi tiga, yaitu descriptive language, expressive

langaugae dan directive language. Dalam penelitian ini, descriptive language dalam

kegiatan mendongeng para storyteller menggambarkan atau mendeskripsikan isi dalam

cerita kepada penonton seperti tokoh, watak, hingga perilaku tokoh tersebut. Dengan

demikian, tentu penonton akan mengerti seperti apa gambaran tokoh di dalam dongeng

tersebut, dan penonton akan memahami alur cerita dan pesan pada cerita.

Pentingnya mendeskripsikan isi dalam cerita bertujuan agar penonton mampu ikut

merasakan menggunakan imajinasi mereka, sehingga penonton juga tidak pasif hanya

mendengarkan saja. Akan tetapi, juga ikut aktif dengan imajinasi mereka. Hal ini akan

membuat penonton memberikan respon seperti tertawa, tersenyum dan bertepuk tangan,

yang menandakan bahwa deskripsi yang dilakukan oleh storyteller dapat di pahami dan di

mengerti penonton.

Gambar 1. Ekspresi Penonton dalam acara Joy Circle

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Fungsi bahasa ekspresif dalam dongeng pada saat acara Joy Circle. Joy circle pertama

diadakan pada tanggal 15 April 2017 bertempat di Rembug Kopi. Joy Circle, sebuah acara

untuk penikmat dongeng/pendengar dongeng, yang memiliki keinginan untuk melatih atau

belajar mendongeng. Acara ini juga sebagai wadah berbagi cerita dan dongeng dalam bentuk

open mic, yaitu sebuah pertunjukan secara langsung di mana para penonton atau pendengar

boleh tampil di depan dan berbagi cerita.

Joy Circle ini dihadiri berbagai kalangan, mulai dari usia anak-anak, dewasa, dan orang

tua. Terlihat bahwa ketika storyteller sedang bercerita disertai dengan nyanyian untuk

mengekspresikan perasaan dalam cerita. Tujuannya agar perasaan sampai kepada penonton

melalui nyanyian.

Page 5: Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan …

R. E. Prabowo dan R. P. Nurdiarti

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

81

Gambar 2. Kegiatan mendongeng di acara Joy Circle

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Bahasa sebagai directive language diucapkan secara langsung dari pendongeng kepada

penonton. Setiap pendongeng mengirimkan pesan di dalam cerita melalui perkataan dan

gerakan secara langsung kepada penonton dengan media pendukung dan tanpa melalui

media pendukung. Sedangkan ceremonial language merujuk pada penggunaan bahasa yang

terstruktur saat mendongeng. Pada saat mereka bercerita, tidak ada kata cacian, hinaan, dan

kata-kata lain yang sifatnya negatif.

Setiap storyteller sebelum melakukan aktivitas bercerita selalu menyiapkan bahan atau

materi yang akan diceritakan demi kelancaran saat mendongeng terlebih dahulu. Ada

beberapa langkah dalam bercerita, seperti pemilihan cerita, intonasi, persiapan sebelum

masuk kelas, pemunculan tokoh dan peniruan suara (Aziz, 2017). Pemilihan cerita bisa

berupa cerita humor, binatang, romantis, misteri, dan sebagainya. Memilih cerita yang sesuai

dengan tema acara dan menyesuaikan permintaan dari panitia. Storyteller melihat siapa yang

menjadi penontonnya. Hal ini penting agar mereka dapat menguasai isi cerita tersebut,

sehingga mudah dalam mendeskripsikan atau menggambarkan cerita kepada penonton.

Storyteller akan melakukan persiapan sebelum masuk kelas atau naik ke atas panggung,

ini akan membantu dalam penyampaian cerita dengan mudah. Seperti penguasaan cerita, alat

yang dipakai saat akan manggung, serta mental yang baik ketika berhadapan dengan para

penonton. Dengan pengusaan cerita yang baik, maka akan dapat menggambarkan berbagai

peristiwa di hadapan penonton. Pada acara sayembara Pendongeng Cilik, hampir semua

peserta pendongeng cilik menguasai materi cerita yang disampaikanya. Selain itu, sebagian

dari mereka ada yang membawa alat pendukung bercerita, seperti boneka, wayang, alat

musik, dan sebagainya. Acara ini berlangsung di Gembira Loka Zoo, menghadirkan

pendongeng cilik yang sudah melalui jalur seleksi.

Page 6: Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan …

Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan Mendongeng di Rumah Dongeng Yogyakarta

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

82

Gambar 3. Peserta Pendongeng Cilik dengan media wayang

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Intonasi menjadi langkah dasar dalam bercerita karena dapat menghidupkan dongeng.

Intonasi terjadi ketika awal mulai cerita dan ketika ada suatu peristiwa di dalam cerita. Pada

saat awal dimulai cerita, sang pendongeng sempat mengeraskan suara ketika seorang tokoh

dalam cerita sedang memanggil temannya. Selanjutnya terjadi penekanan suara ketika

sedang dalam puncak peristiwa. Intonasi ini hadir dalam pemunculan tokoh. Misalnya saat

memunculkan tokoh seekor binatang kera, maka akan disertai dengan mimik wajah dan

gerakan tubuh yang menggambarkan seekor kera. Penting bagi seorang pendongeng

mempelajari terlebih dahulu alur cerita serta tokoh-tokohnya, agar dapat memunculkannya

secara hidup.

Dalam mendongeng juga penting adanya penampakan emosi. Penampakan emosi di

dalam cerita perlu untuk dilatih dan dipersiapkan. Agar pendongeng dapat mengetahui

situasinya saat menunjukkan rasa kasihan, protes, marah atau mengejek. Maka intonasi dan

kerut wajah harus menunjukkan hal tersebut. Sebagai contoh, saat menceritakan seorang

pangeran muda yang sedang menunjukkan keberanian untuk melawan nenek sihir. Peniruan

suara akan semakin mempertegas penampakan emosi. Ada beberapa suara yang bisa

ditirukan, seperti suara motor, suara binatang, suara anak kecil, dan suara seorang kakek-

kakek. Hal ini bertujuan agar cerita dapat tersampikan dengan jelas dan pendengar pun dapat

menghayati cerita tersebut.

Pesan lisan yang dikirim melalui suara harus diucapkan secara jelas, benar, dan tepat.

Pesan tidak dapat dimengerti jika tanpa artikulasi yang jelas dan tepat, meskipun maksud

pengucapan ini benar. Para storyteller menerangkan bahwa pengucapan secara lisan sangat

penting karena hal ini dapat memengaruhi tingkat pemahaman cerita yang disampaikan

kepada penonton. Storyteller sebagai seorang yang menyampaikan cerita di dalam sebuah

dongeng harus memiliki pengucapan yang jelas, sebaiknya dalam berbicara intonasi dan

artikulasi dapat seimbang. Tidak terlalu cepat saat berbicara dan jelas pada saat

menyampaikan cerita. Bercerita yang baik yaitu ketika alur cerita, karakter dari tokoh di

dalam cerita, dan pesan dalam cerita dapat tersampaikan kepada penonton dengan baik.

Kejelasan di dalam komunikasi verbal pada saat melakukan observasi di acara

mendongeng yaitu ketika storyteller sedang bercerita. Kepadatan isi dan kelengkapan bahwa

Page 7: Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan …

R. E. Prabowo dan R. P. Nurdiarti

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

83

setiap pesan sebaiknya singkat namun tak boleh mengabaikan aspek kelengkapan. Dalam

mendongeng para storyteller memiliki durasi tersendiri untuk bercerita. Agar waktu dan

pesanya bisa sesuai dengan durasi bercerita dan diterima, maka cerita pun dibuat singkat

namun jelas. Dalam hal ini, storyteller pun merangkai cerita dengan cara menyingkat alur

cerita tanpa mengurangi makna dan pesan didalamnya.

Seorang storyteller dalam menyampaikan dongeng memiliki keberagaman kosakata

yang diucapkannya. Keberagaman kosakata ini bertujuan agar penonton tidak bosan untuk

mendengarkan dongeng. Bercerita akan membosankan apabila storyteller selalu

mengungkapkan sesuatu dengan kata-kata dan kalimat yang sama. Akan tetapi, harus

disesuaikan dengan kadar pikir penonton. Jika penontonnya anak-anak, maka kosakata yang

digunakan sederhana. Pada saat mendongeng, pemilihan kosakata yang dilakukan oleh

storyteller harus sesuai dengan siapa yang menjadi penonton. Selain itu, memilih kosakata

yang baik dan beragam membuat dongeng semakin menarik dan penonton pun akan lebih

antusias dalam memperhatikan dongeng tersebut.

Mendongeng juga bertujuan untuk mempersuasi dan mengontrol penonton. Misalnya,

ketika bercerita tentang seorang pemuda yang gagah berani dan suka menolong, seorang

pendongeng akan memberikan argumen bahwa orang yang suka menolong disukai dan

memiliki banyak teman. Mendongeng merupakan kegiatan dengan menggunakan bahasa

sebagai salah satu alat untuk menyampaikan pesan dalam dongeng. Agar pesan tersampaikan

dengan baik, maka seorang pendongeng harus melihat siapa yang akan menjadi

penontonnya. Jika penontonnya anak-anak, maka seorang pendongeng harus menggunakan

bahasa yang dimengerti oleh anak, atau mendeskripsikan cerita dengan bahasa yang mudah.

Penting bagi pendongeng untuk bisa menguasai penonton, agar lebih mudah dalam

membangun pesan melalui dongeng kepada mereka. Dalam hal ini para storyteller harus

memiliki kemampuan untuk menarik perhatian dari penonton. Salah satunya melalui ice

breaking, yaitu sebuah permainan yang dapat mencairkan suasana di tengah acara. Ketika

para penonton mulai kurang fokus, maka seorang storyteller melakukan ice breaking untuk

mendapatkan atensi dari penonton.

Gambar 4. Kegiatan mendongeng di Acara Sayembara Pendongeng Cilik

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Page 8: Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan …

Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan Mendongeng di Rumah Dongeng Yogyakarta

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

84

Bahasa lisan sangat praktis digunakan dalam melakukan kegiatan yang mengandung

unsur komunikasi di dalamnya. Seperti dongeng, misalnya. Dongeng merupakan salah satu

kegiatan yang menggunakan bahasa lisan dalam menyampaikan cerita. Kelebihan

menggunakan bahasa lisan menurut Liliweri (2011) adalah penyesuaian pesan. Penting bagi

seorang storyteller untuk dapat menyesuaikan pesan dengan sedikit menggunakan bahasa

daerah agar mendapatkan atensi lebih dari penonton. Dalam penggunaan bahasa lisan juga

mudah untuk mengklarifikasi. Sebagai contoh, saat storyteller sedang bercerita, mereka

mampu memperjelas dan memberikan pesan-pesan jika ada tokoh yang kurang baik. Mereka

dapat langsung mengkomunikasikan bahwa yang dilakukan tokoh tersebut adalah perbuatan

yang salah. Hal ini agar segera dipahami oleh penonton.

Komunikasi nonverbal dalam mendongeng

Komunikasi nonverbal dalam bercerita meliputi kinestetik, penampilan fisik, artefak dan

parabahasa. Pada dasarnya, dongeng merupakan budaya tutur. Bahasa yang digunakan

adalah bahasa lisan. Bahasa lisan merupakan bagian dari komunikasi verbal. Akan tetapi,

untuk menghidupkan suasana cerita kepada penonton dan sebagai salah satu dari fungsi

hiburan, maka komunikasi nonverbal digunakan sebagai pendukung dari komunikasi verbal.

Gambar 5. Eskpresi mimik muka ketika bercerita

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Komunikasi nonverbal kinestetik oleh seorang storyteller pada saat bercerita

menunjukkan pesan yang beragam. Dimulai dari ekspresi wajah, ekspresi wajah dalam

bercerita dipergunakan agar penonton bisa memahami karakter apa yang disampaikan oleh

seorang storyteller. Pada umumnya, ekspresi wajah yang dilakukan oleh storyteller

mewakili dari para tokoh yang sedang diceritakan dan mengekspresikan ketika tokoh

Page 9: Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan …

R. E. Prabowo dan R. P. Nurdiarti

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

85

tersebut sedang senang, sedih, ataupun marah. Dalam mendongeng, seorang storyteller

memperlihatkan ekspresi wajah setelah bercerita untuk memperkuat bentuk imajinasi dan

menghidupkan cerita kepada penonton.

Selain ekspresi wajah, gerakan tubuh juga termasuk dalam komunikasi nonverbal

kinetik. Namun, tidak semua dalam mendongeng harus disertai dengan gerakan tubuh.

Contoh gerakan tubuh seperti memperagakan seorang tokoh pangeran menaiki kuda.

Memperagakan karakter merupakan cara untuk menghidupkan cerita kepada penonton. Hal

ini sangat membantu dalam mempermudah penyampaian pesan dalam dongeng. Sesekali

juga para storyteller melakukan gerakan untuk berinteraksi dengan penonton, seperti

mengacungkan jari jempol, mengeluarkan ekspresi melamun dengan menunjuk ke salah satu

penonton.

Penampilan seorang storyteller saat di atas panggung menjadi penting untuk

memperlihatkan identitasnya di atas panggung. Meski penampilan fisik tidak terlalu menjadi

sorotan utama ketika bercerita, namun penampilan dapat memberikan pengaruh kepada

penonton. Apa yang diperhatikan mengenai penampilan membentuk penilaian akan tingkat

daya tarik. Setiap storyteller memiliki gaya penampilan masing-masing. Seperti salah satu

penampilan storyteller dalam acara pagelaran dongeng Jogja.

Gambar 6. Kegiatan bercerita dengan aksesoris

Sumber: https://www.instagram.com/p/BqHk05HFAMN/

Beberapa storyteller membawa benda (artefak) untuk disertakan saat mendongeng.

Seperti alat musik, boneka, dan gambar. Tentu saja hal ini akan membantu storyteller dalam

bercerita. Namun, tidak semua storyteller menyertakan benda saat mendongeng. Semua

kembali kepada kebutuhan masing-masing para storyteller. Membawa benda seperti boneka,

gambar, maupun alat musik, tentunya akan menambah komunikasi nonverbal kepada

penonton.

Page 10: Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan …

Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan Mendongeng di Rumah Dongeng Yogyakarta

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

86

Gambar 7. Artefak dalam pertunjukan dongeng

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 8. Properti boneka saat mendongeng

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Di tengah-tengah bercerita, para storyteller sering mengeluarkan komunikasi vokal yang

tidak mencakup kata-kata. Seperti bergumam, memperagakan suara alam seperti angin,

bunyi-bunyian kendaraan bermotor, dan bunyi-bunyian yang membangun suasana horor.

Hal ini dapat membangun suasana di tengah-tengah penonton. Parabahasa dalam bercerita

akan dapat membantu dalam berimajinasi oleh para penonton. Hal ini dinilai perlu untuk

dilakukan oleh para storyteller guna membangun suasana.

Dalam konteks membangun imajinasi, melalui parabahasa ini penonton akan interaktif

untuk membangun imajinasinya. Sebab, para storyteller mampu membangun suasana atau

menggambarkan suasana dalam cerita menggunkan parabahasa. Sangat penting dapat

Page 11: Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan …

R. E. Prabowo dan R. P. Nurdiarti

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

87

membangun sebuah suasana dalam cerita, sehingga penonton pun ikut merasakan cerita

tersebut. Untuk itu, penting bagi seorang storyteller dituntut bisa memadukan komunikasi

verbal dan nonverbal ini.

Komunikasi verbal dan nonverbal di dalam mendongeng perlu untuk dipadu padankan.

Karena hal ini mempermudah penonton untuk memperoleh pesan dari cerita tersebut. Selain

itu, seorang storyteller sendiri dapat dengan mudah membawakan cerita dan suasana dalam

cerita menjadi hidup dengan memadu padankan unsur-unsur yang ada di dalam dua jenis

komunikasi.

Beberapa storyteller mampu menggunakan parabahasa dengan baik, serta mampu

membangun suasana di dalam dongeng kepada penonton. Selain itu, penulis juga

menemukan bahwa ketika tingkat penggunaan parabahasa di dalam kegiatan mendongeng

terlalu berlebihan, maka yang terjadi adalah penonton terlalu fokus terhadap parabahasa

yang digunakan oleh storyteller. Pada akhirnya, yang diingat oleh penonton bukan pesan

dalam cerita, namun kagum akan parabahasa yang digunakan storyteller.

Penutup

Dongeng merupakan sebuah kegiatan bercerita yang memiliki dua jenis komunikasi di

dalamnya, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal dalam

mendongeng meliputi pengucapan, kejelasan, kosakata dan intonasi. Komunikasi nonverbal

storyteller membuat sebuah cerita menjadi hidup. Elemen nonverbal meliputi konestetik,

penampilan fisik, artefak dan parabahasa. Kedua jenis komunikasi dalam mendongeng

tersebut dapat memberikan kemudahan bagi penonton untuk dapat berimajinasi dan

menerima pesan di dalamnya. Kegiatan mendongeng pada dasarnya adalah komunikasi

verbal dengan bahasa lisan secara langsung dari seorang storyteller. Agar ceritanya hidup

dan ada unsur entertain di situ, maka didukung dengan komunikasi nonverbal. Jika kedua

jenis ini dipadukan, maka komunikasi yang terjadi antara pendongeng dengan penonton akan

baik. Sebab, penonton dapat memahami cerita yang disampaikan. Tidak hanya memahami,

penonton juga dapat merasakan dengan berimajinasi, sehingga ceritanya masuk di dalam

benak para penonton.

Daftar pustaka

Aditya, I (2017). Dongeng untuk Pendidikan Karakter Anak. krjogja.com. Diakses dari

https://www.krjogja.com/angkringan/opini/dongeng-untuk-pendidikan-karakter-anak/

Alfi, A, H. (2018). Komunikasi moral religius melalui dingeng pada Selaparang TV. Komunike, X(1),

18-31.

Aziz, A.M.A (2017). Mendidik dengan cerita. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Azkiya, N, R. Iswinarti. (2016). Pengaruh mendengarkan dongeng terhadap kemampuan bahasa pada

anak prasekolah. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 04(02), 123-39

Badan Bahasa (2016). Berlatih Menulis Dongeng dan Mendongeng di Balai Bahasa Yogyakarta.

Diakses dari http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/node/2150

Deni. (2018). Komunitas Rumah Dongeng Mentari Ajak Anak Mendongeng Bersama.

kumparan.com. Diakses dari https://kumparan.com/tugujogja/komunitas-rumah-dongeng-

mentari-ajak-anak-mendongeng-bersama/full

Kegiatan Kelas Mendongeng Diakses dari https://www.instagram.com/p/Bo8zB3ngTyJ/

Page 12: Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan …

Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Kegiatan Mendongeng di Rumah Dongeng Yogyakarta

Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication 2 (2021) 77-88

88

Liliweri, A. (2011). Komuniksi serba ada serba makna. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Moleong, L.J. (2017). Metodologi penelitian kualitatif (Edisi revisi). Bandung: Remaja Rosdakarya

Wood, J, T. (2013). Komunikasi teori dan praktik.komunikasi dalam kehidupan kita. Jakarta:

Salemba Humanika