laporan perkembangan perekonomian bulan oktober … · 2 perkembangan ekonomi global pertemuan...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN
PERKEMBANGAN
PEREKONOMIAN
bulan Oktober
2017 Table of Contents
Perkembangan Ekonomi Global
World Economic Outlook (WEO) April 2017;
International Monetary Fund (IMF) Spring
Meeting 2017; ASEAN Summit ke-30
Daftar Isi:
Perkembangan Ekonomi Global
Annual Meeting IMF-WB 2017; World
Economic Outlook; October 2018; East Asia
and Pacific (EAP) Economic Update; Ease of
Doing Business (EODB) 2018
Perkembangan Domestik
Release Growth Q3 Indonesia 2017, TPT Agustus
2017; Harga Minyak Indonesia dan Lifting Migas
September 2017; Perkembangan Pasar Keuangan
dan Sektor Riil; Realisasi APBNP 2017 s.d Oktober
2017
2
Perkembangan Ekonomi Global
Pertemuan Tahunan World
Bank Group dan the
International Monetary Fund
(IMF).
Pertemuan Tahunan Dewan Gubernur Bank Dunia dan IMF
2017 berlangsung di Washington DC, Amerika Serikat,
pada 9–15 Oktober mempertemukan bank sentral,
menteri keuangan dan pembangunan, anggota parlemen,
eksekutif sektor swasta, perwakilan organisasi masyarakat
sipil dan akademisi untuk membahas isu-isu yang menjadi
perhatian global, termasuk prospek ekonomi dunia,
pemberantasan kemiskinan, pembangunan ekonomi, dan
efektivitas dana bantuan.
Jim Yong Kim, Presiden Bank Dunia, menekankan
pentingnya pengentasan kemiskinan di tengah kondisi
perekonomian yang mengalami perlambatan pemulihan
dan diiringi konflik dalam negara maupun antarnegara.
Kim mendorong seluruh pemerintah menerapkan strategi
untuk (1) mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang
inklusif dan berkelanjutan, (2) membangun daya tahan
atas guncangan dan krisis serta ancaman perubahan iklim,
serta (3) meningkatkan investasi dalam pengembangan
sumber daya manusia.
Sementara Direktur IMF, Christine Lagarde,
mengungkapkan bahwa perbaikan kondisi ekonomi saat
ini harus menjadi momentum untuk mendorong
pertumbuhan yang lebih baik. Menurut Lagarde, terdapat
tiga prioritas yang harus dilaksanakan, yaitu: (1)
memperkuat fundamental ekonomi yang tepat ditengah
perekonomian dunia yang saling terhubung, (2) mengatasi
masalah ketimpangan pendapatan yang berpotensi
memperlambat pertumbuhan ekonomi, mengurangi
tingkat kepercayaan masyarakat, serta meningkatkan
tekanan politik, dan (3) menangani permasalahan korupsi
3
dan perubahan iklim yang menjadi kepedulian generasi
muda.
Dalam pertemuan tahunan tersebut, Menteri Keuangan,
Sri Mulyani Indrawati, memimpin Development
Committee Chair, yang terdiri dari para Gubernur yang
merupakan kelompok Menteri Keuangan dari 25 negara
anggota dan mengambil keputusan mewakili 189 negara
anggota Bank Dunia dan IMF. Development Committee
bertugas memberikan masukan dan pertimbangan kepada
Dewan Gubernur Bank Dunia dan IMF mengenai isu-isu
penting terkait perekonomian dan pengelolaan sumber
daya keuangan dalam rangka mendukung pembangunan
ekonomi di negara-negara berkembang.
The International Monetary Fund
(IMF) merilis World Economic Outlook
(WEO) Oktober 2017 dengan topik
“Seeking Sustainable Growth: Short-
term recovery, Long-term
challenges.” Peningkatan aktivitas perkonomian global
yang menguat mendorong pertumbuhan ekonomi dunia
yang diperkirakan akan mencapai 3,6 persen pada 2017
dan 3,7 persen pada 2018. Perkiraan tersebut masing-
masing naik 0,1 persen poin dibandingkan dengan
proyeksi WEO April 2017. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia diperkirakan akan mencapai 5,2 persen di tahun
2017 dan 5,3 persen di tahun 2018, atau naik 0,1 persen
poin untuk tahun 2017 dan tetap untuk tahun 2018
dibandingkan WEO April 2017. Secara umum, revisi
kenaikan pertumbuhan berbasis pada perbaikan ekonomi
di kawasan euro, Jepang, Asia, Eropa, dan Rusia, yang
dapat mengimbangi revisi penurunan untuk pertumbuhan
Amerika Serikat dan Inggris. Namun demikian,
pertumbuhan tetap lemah di banyak negara dan inflasi di
sebagian besar negara maju masih berada di bawah
target.
Prospek pertumbuhan negara berkembang naik 0,1
persen poin baik untuk tahun 2017 maupun 2018
dibandingkan WEO April 2017, terutama didorong oleh
proyeksi pertumbuhan Tiongkok yang menguat hingga 6,8
persen (dibandingkan 6,6 persen dalam WEO April 2017).
Kenaikan proyeksi pertumbuhan Tiongkok merefleksikan
4
penguatan realisasi pertumbuhan pada paruh pertama
tahun 2017 dan permintaan eksternal yang membaik.
Untuk tahun 2018, revisi naik menjadi 6,5 persen
(dibandingkan 6,2 persen dalam WEO April 2017)
mencerminkan harapan bahwa Pemerintah Tiongkok akan
mempertahankan kebijakan yang ekspansif untuk
memenuhi target mereka melipatgandakan PDB riil antara
tahun 2010 dan 2020.
Proyeksi
2017 2018
Dunia 3,6 3,7
Negara Maju 2,2 2,0
- Amerika Serikat 2,2 2,3
- Kawasan Eropa 2,1 1,9
- Jepang 1,5 0,7
Negara Berkembang 6,5 6,5
- Tiongkok 6,8 6,5
- Indonesia 5,2 5,3
- Malaysia 5,4 4,8
- Thailand 3,7 3,5
Bank Dunia menyorot
percepatan pemulihan
ekonomi di kawasan Asia Timur
dan Pasifik dalam semester
pertama tahun 2017 dalam East Asia and Pacific (EAP)
Economic Update edisi Oktober 2017 yang dirilis pada 4
Oktober. Permintaan domestik mendorong peningkatan
kinerja perekonomian di kawasan EAP. Konsumsi
memberikan kontribusi terbesar di negara-negara besar
kawasan. Defisit anggaran menurun atau stabil di negara-
negar abesar, dengan kecenderungan menurun di negara-
negara perekonomian kecil. Tingkat inflasi yang relatif
rendah juga memberi ruang bagi otoritas moneter untuk
mengambil kebijakan moeter yang lebih akomodatif.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk kawasan EAP tetap
positif di 6,4 persen di tahun 2017 serta 6,2 persen dan 6,1
persen di tahun 2018 dan tahun 2019, sedikit meningkat
dari perkiraan dalam EAP Economic Update edisi April,
dengan didukung pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang
relatif menguat dari perkiraan sebelumnya. Sementara itu,
pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan
5
mencapai 5,1 persen di tahun 2017, serta masing-masing
5,3 persen baik di tahun 2018 maupun tahun 2019.
Permintaan domestik masih menjadi pendorong utama
pertumbuhan di berbagai negara dan didukung oleh
peningkatan perdagangan dunia, pemulihan
perekonomian di negara-negara maju, serta percepatan
perbaikan perekonomian di negara berkembang. Harga
akomoditas juga diperkirakan akan sedikit meningkat
meski dengan laju yang cukup moderat.
Bank Dunia merilis Ease of Doing
Business (EODB) 2018, laporan
tahunan yang mencakup 11 indikator
dalam kemudahan membuka dan menjalankan usaha
secara komparatif di 190 negara, pada 1 November 2017.
Indikator yang dipakai dalam mengukur peringkat dalam
EODB adalah kemudahan memulai usaha, izin konstruksi,
pendaftaran properti, koneksi listrik, akses kredit,
perlindungan investor minoritas, pembayaran pajak,
perdagangan lintas batas, kontrak, penyelesaian
kebangkrutan, serta peraturan ketenagakerjaan.
Kawasan Asia Timur dan Pasifik memiliki jumlah ekonomi
tertinggi yang mencatat jumlah reformasi kebijakan
sehingga lebih mudah melakukan usaha pada tahun
2016/2017. Brunei Darussalam dan Thailand masing-
masing menerapkan 8 reformasi kebijakan, sementara
Indonesia menerapkan 7 reformasi kebijakan. Dengan
perubahan kebijakan dalam kemudahan memulai usaha,
koneksi listrik, pendaftaran properti, akses kredit,
perlindungan investor minoritas, pembayaran pajak, dan
perdagangan lintas batas, posisi Indonesia dalam EODB
2018 berada di peringkat ke-72 dari 190 negara, atau naik
19 posisi dari peringkat Indonesia dalam EODB 2017 yang
berada di peringkat ke-91. Negara kawasan Asia Tenggara
6
lainnya berada di peringkat ke-2 (Singapura), ke-24
(Malaysia), ke-26 (Thailand), ke-56 (Brunei Darussalam),
ke-68 (Vietnam), ke-113 (Filipina), ke-135 (Kamboja), dan
ke-141 (Laos). Sementara itu, Tiongkok dan India masing-
masing berada di peringkat ke-78 dan ke-100.
2018 2017
New Zealand 1 1
Singapore 2 2
Denmark 3 3
Korea, Rep. 4 5
Hong Kong SAR, China 5 4
United States 6 8
United Kingdom 7 7
Norway 8 6
Georgia 9 16
Sweden 10 9
Malaysia 24 23
Thailand 26 46
Brunei Darussalam 56 72
Vietnam 68 82
Indonesia 72 91
China 78 78
India 100 130
Philippines 113 99
Cambodia 135 131
Lao PDR 141 139
Timor-Leste 178 175
Ranking EoDBNegara
Ranking Ease of Doing Business 2018
Sumber: World bank
7
Perkembangan
Domestik
PERTUMBUHAN EKONOMI
TRIWULAN III
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
Triwulan III tahun 2017 mencapai 5,06 persen
(yoy) atau 3,18 persen (qtq) lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya yang mencapai 5,01 persen (yoy)
Pertumbuhan ekonomi Q3 tersebut terutama ditopang
oleh pertumbuhan perdagangan internasional, yaitu
ekspor dan impor yang masing-masing tumbuh 17,3
persen dan 15,1 persen (yoy). Sementara itu, investasi
tumbuh cukup tinggi mencapai 7,11 persen, konsumsi
pemerintah tumbuh positif sebesar 3,5 persen, serta
komsumsi rumah tangga tumbuh relatif stabil sebesar 4,9
persen.
Dilihat dari sisi produksi, semua sektor lapangan usaha
tumbuh positif pada Triwulan III 2017. Pertumbuhan
tertinggi terjadi pada sektor jasa lainnya sebesar 9,4
persen (yoy), sektor informasi dan keuangan sebesar 9,3
persen, dan sektor jasa perusahaan sebesar 9,2 persen.
Sumber: Badan Pusat Statistik
8
Sementara itu secara spasial, pertumbuhan ekonomi
Triwulan III tahun 2017 masih didominasi oleh pulau Jawa,
Sumatera dan Kalimantan yang berkontribusi sebesar 88
persen dari struktur PDB nasional. Pada Q3 tahun 2017,
Pulau Sulawesi mencatatkan pertumbuhan tertinggi
sebesar 6,7 persen (yoy), disusul Pulau Jawa sebesar 5,5
persen, Pulau Kalimantan sebesar 4,7 persen, Pulau
Sumatera sebesar 4,2 persen, Maluku dan Papua sebesar
4,2 persen, serta Bali dan Nusa Tenggara sebesar 3,7
persen.
TINGKAT PENGANGGURAN
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia
pada bulan Agustus 2017 mencapai 5,50 persen
atau turun 0,11 persen dibandingkan Agustus
2016 sebesar 5,61 persen
Namun, jika dilihat secara nominal, jumlah pengangguran
pada Agustus 2017 mencapai 7,04 juta jiwa atau naik 10
ribu jiwa dibandingkan Agustus 2016 yang mencapai 7,03
juta jiwa.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumber: Badan Pusat Statistik
9
Jika dilihat dari sektor lapangan usahanya, penduduk yang
bekerja pada sektor industri mengalami pertumbuhan
tertinggi yaitu 0,93 persen, diikuti oleh sektor
perdagangan sebesar 0,74 persen, dan sektor jasa
kemasyarakatan sebesar 0,49 persen. Sementara itu,
sektor pertanian mengalami penurunan jumlah pekerja
sebesar 2,21 persen, sektor pertambangan sebesar 0,10
persen, dan sektor konstruksi sebesar 0,01 persen.
Berdasarkan kegiatannya, sektor informal masih
mendominasi persentase penduduk bekerja yaitu sebesar
57,03 persen atau turun dari Agustus 2016 yang sebesar
57,60 persen sedangkan sektor formal naik dari 42,40
persen pada Agustus 2016 menjadi 42,97 persen pada
Agustus 2017.
HARGA MINYAK MENTAH DAN
LIFTING MIGAS
Harga minyak mentah Indonesia (ICP) kembali
mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada
bulan Oktober 2017
ICP naik sebesar US$1,55 per barel dari US$52,47 pada
bulan September menjadi US$54,02 per barel pada bulan
Oktober sehingga rata-rata ICP s.d Oktober 2017
mencapai $49,4/barel atau lebih tinggi dibandingkan
target dalam APBNP yang sebesar US$48 per barel.
Kenaikan ICP tersebut sejalan dengan kenaikan harga
minyak mentah utama dunia, seperti WTI dan Brent yang
diperkirakan akan terus naik hingga akhir tahun 2017.
Kenaikan harga minyak mentah tersebut terutama
Sumber: Badan Pusat Statistik
10
didorong oleh peningkatan pertumbuhan permintaan
minyak dunia pada 2017 yang diperkirakan meningkat
sebesar 1,45 juta barep per hari. World Bank dalam
laporan Commodity Markets Outlook: October 2017,
memproyeksikan harga minyak mentah dunia pada tahun
2017 akan mencapai US$53 per barel dan akan naik
mencapai US$56 per barel pada tahun 2018.
Kenakan juga terjadi pada lifting migas Indonesia. Lifting
minyak Indonesia pada bulan September mencapai 816,3
ribu barel per hari atau lebih tinggi dibandingkan bulan
sebelumnya yang mencapai 803,3 ribu barel per hari.
Dengan demikian, rata-rata lifting minyak bumi tahun
2017 (Januari-September) mencapai 796,6 ribu barel per
hari atau masih lebih rendah dibandingkan target dalam
APBNP 2017 yang mencapai 815 ribu barel per hari.
Sementara itu, lifting gas pada bulan September juga
meningkat dibandingkan bulan sebelumnya dan mencapai
1.195,2 ribu barel setara minyak per hari (rbsmph)
sehingga sampai dengan bulan September 2017, rata-rata
lifting gas mencapai 1.121,9 rbsmph atau masih lebih
rendah dibandingkan target dalam APBNP 2017 yang
mencapai 1.150 rbsmph. Mulai beroperasinya Lapangan
Jangkrik diharapkan dapat membantu tercapainya target
lifting pada tahun 2017.
Inflasi IHK
Pada bulan Oktober 2017 terjadi inflasi sebesar
0,01 persen (mtm) atau 2,68 persen (ytd) dan
3,58 persen (yoy)
Inflasi tersebut didorong oleh naiknya beberapa kelompok
pengeluaran, terutama kelompok makanan jadi,
minuman, roko, dan tembakau yang menyumbang
kenaikan sebesar 0,28 persen (mtm), disusul oleh
kelompok kesehatan yang menyumbang 0,21 persen
(mtm) dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar serta kelomp[ok sandang yang masing-
masing naik sebesar 0,18 persen (mtm). Sementara itu,
kelompok bahan makanan dan kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi masing-
11
masing sebesar 0,45 persen dan 0,13 persen (mtm).
Berdasarkan komponennya, inflasi bulan oktober
terutama dipengaruhi oleh komponen inti yang
mengalami inflasi sebesar 0,17 persen (mtm) sedangkan
komponen administered price dan komponen volatile food
mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,01 persen dan
0,53 persen (mtm).
Tingkat Suku Bunga BI
Bank Indonesia mempertahankan suku bunga
acuan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR
Rate) pada bulan Oktober 2017 setelah
sebelumnya dua bulan berturut-turut
menurunkannya
Berdasarkan hasil rapat dewan gubernur BI pada 18-19
Oktober 2017, BI akhirnya memutuskan untuk
mempertahankan tingkat suku bunga BI 7-day RR Rate
sebesar 4,25 persen, dengan suku bunga Deposit Facility
sebesar 3,50 persen dan Lending Facility sebesar 5,00
persen. Faktor risiko yang berasal dari eksternal terutama
terkait kebijakan moneter bank sentral AS dan ketegangan
geopolitik di beberapa kawasan dunia mempengaruhi
keputusan dipertahankannya tingkat suku bunga BI
disamping penilaian bahwa tingkat suku bunga yang ada
masih sesuai untuk menjaga target inflasi nasional dan
defisti transaksi berjalan.
Nilai Tukar Rupiah
Seiring dengan meningkatnya tekanan dari
sektor eksternal, nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS pada bulan Oktober 2017 mengalami
depresiasi
Rata-rata nilai tukar rupiah pada bulan Oktober 2017
mencapai Rp13.526/US$ atau melemah 1,67 persen
(mtm) dibandingkan bulan sebelumnya. Nilai tukar rupiah
terus mengalami tekanan dan sempat mencapai level
12
terendah sepanjang tahun 2017 yaitu sebesar
Rp13.630/US$ pada tanggal 27 Oktober 2017. Pergerakan
rupiah sepanjang bulan Oktober dipengaruhi oleh tekanan
global terutama kebijakan pemerintahan AS yang
berencana melakukan reformasi perpajakan serta
spekulasi terhadap terkait rencana pergantian pemimpin
baru The Fed yang diperkirakan hawkish. Namun,
tejaganya indikator ekonomi makro dalam negeri mampu
menjaga nilai tukar rupiah dari depresiasi yang lebih besar.
Dengan demikian, rata-rata nilai tukar rupiah sampai
dengan Oktober 2017 mencapai Rp13.352/US$ atau masih
lebih rendah dibandingkan dengan target APBNP 2017
sebesar Rp13.400/US$.
Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada
bulan Oktober 2017 berhasil menciptakan rekor
dengan menembus angka di atas 6.000
IHSG ditutup pada posisi 6.006 atau menguat 1,78 persen
(mtm) atau 13,39 persen (ytd) dan sempat menyentuh
rekor tertinggi sepanjang perdagangan IHSG dengan
menyentuh level 6.025 pada 25 Oktober 2017. Penguatan
dalam perdagangan IHSG sepanjang Oktober 2017
terutama dipengaruhi oleh investor domestik yang
berorientasi untuk mencari keuntungan jangka pendek
sedangkan investor asing masih melakukan aksi jual
seiring dengan kondisi pasar keuangan global yang
menunggu kebijakan moneter pemerintahan AS dan The
Fed, meskipun secara nominal masih lebih rendah
dibandingkan bulan sebelumnya.
Meningkatnya risiko global masih menyebabkan tekanan
bagi investor asing untuk mengalihkan aliran dananya dari
pasar Indonesia baik saham maupun obligasi. Rencana
pemerintahan Trump untuk mereformasi perpajakan AS
dengan menurunkan tingkat pajak berhasil menarik
investor untuk memasukkan aliran dananya ke AS. Selain
itu, positifnya data-data perekonomian AS yang di-release
pada bulan Oktober, seperti pertumbuhan ekonomi Q3 AS
yang tumbuh 3,0 persen (qtq) dan persepsi pasar atas
13
tingkat suku bunga acuan The Fed yang akan dinaikkan
pasca pergantian pimpinan baru The Fed semakin
menekan pasar domestik dengan kembalinya aliran dana
investor asing ke AS. Aliran dana asing (net foreign buying)
pada pasar saham yang masuk ke Indonesia sepanjang
bulan Oktober 2017 mencatatkan aliran keluar atau net
outflow sebesar Rp6,2 T sehingga secara kumulatif tahun
2017, net outflow pada pasar saham mencapai Rp16,9 T.
Sementara itu, pada pasar SUN, investor asing
mencatatkan net outflow sebesar Rp23,17 T setelah pada
bulan sebelumnya mencatatkan net inflow sebesar Rp34,2
T.
Pasar Keuangan
Pasar obligasi dalam negeri pada bulan Oktober
2017 relatif melemah seiring dengan tekanan
dari sisi eksternal
Faktor eksternal masih menjadi faktor utama pendorong
melemahnya pasar obligasi dalam negeri seiring dengan
meningkatnya spekulasi pasar terutama menjelang
digantinya gubernur The Fed pada akhir bulan Oktober.
Pasar obligasi juga tertekan oleh tren kenaikan yield US-
treasury sebagai pengaruh membaiknya rilis data
fundamental ekonomi, seperti menurunnya tingkat
pengangguran dan membaiknya pertumbuhan ekonomi
AS pada kuartal III. Selain itu, melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS yang ditandai dengan
meningkatnya nilai Indeks Dollar AS juga turut
mempengaruhi perdagangan di pasar obligasi. Dengan
dipengaruhi berbagai faktor tersebut, yield obligasi tenor
5 tahun (FR0053) dan 10 tahun (FR0056) rata-rata
mengalami kenaikan di atas 5 persen (mtm). Yield FR0053
berada pada posisi 6,40 dan FR0056 pada posisi 6,86.
Sejalan dengan perdagangan di pasar SUN, pelelangan
SPN 3 bulan Pemerintah pada bulan Oktober 2017
mengalami penurunan oversubscribed dibandingkan
bulan sebelumnya. Total nominal lelang yang
dimenangkan pemerintah juga mengalami sedikit
14
penurunan dibandingkan beberapa bulan terakhir. Terjadi
3 kali pelelangan pada bulan Oktober 2017 dengan
penawaran yang masuk sebesar Rp16,75 triliun dengan
nominal yang dimenangkan sebesar sebesar Rp13,55
triliun. Terjadi sedikit kenaikan suku bunga rata-rata yang
dimenangkan dari 4,72 persen pada bulan September
2017 menjadi 4,74 persen pada bulan Oktober 2017,
sehingga sampai dengan bulan Oktober 2017, rata-rata
suku bunga SPN 3 bulan adalah 5,0 persen atau masih
lebih rendah dibandingkan dengan target dalam APBNP
2017 sebesar 5,3 persen.
Perdagangan Internasional
Nilai ekspor dan impor Indonesia pada bulan
September 2017 mengalami penurunan
dibandingkan bulan sebelumnya
Nilai ekspor turun sebesar 4,51 persen atau mencapai
US$14,54 miliar. Penurunan ekspor disebabkan oleh
turunnya ekspor Sektor non migas sebesar 6,09 persen
(mtm), dengan penurunan terbesar terjadi pada golongan
pakaian jadi, perhiasan/permata serta barang-barang
rajutan. Sementara itu, sektor migas mengalami
peningkatan ekspor seiring dengan peningkatan harga
minyak mentah di pasar internasional dengan peningkatan
terjadi pada ekspor industri pengolahan hasil minyak serta
minyak mentah. Secara kumulatif, total ekspor Indonesia
sampai dengan September mencapai US$123,36 miliar
atau lebih tinggi 17,36 persen (yoy). Sementara itu, nilai
Impor Indonesia pada bulan September 2017 turun
sebesar 5,39 persen dibandingkan bulan Agustus atau
Indikator Posisi Terakhir ytd (%) mtm (%)
Nilai Tukar/USD 13.572 -1,01 -0,59
Bursa Saham (JCI) 6.006 13,39 1,78
Harga Minyak (US$/brl) 51,59 19,10 3,43
Harga CPO (US$ /Metric Ton) 728 -7,91 -0,68
NFB Saham (triliun Rp) -6,20 -70,37 44,73
NFB SUN (triliun Rp) -23,17 -337,67 -167,69
Yield FR53 (5th) 6,40 14,02 -5,54
Yield FR56 (10th) 6,86 13,29 -13,02
15
mencapai US$12,78 miliar. Penurunan impor disebabkan
oleh turunnya impor sektor nonmigas, antara lain pada
golongan kapal terbang dan bagiannya, golongan karet
dan barang dari karet, serta golongan kendaraan dan
bagiannya. Sementara itu, sektor migas mengalami
penurunan impor pada semua golongan, kecuali gas.
Secara kumulatif, total impor Indonesia sampai dengan
September 2017 mencapai US$112,49 miliar atau
meningkat 13,97 persen (yoy).
Realisasi APBN
Realisasi APBN sampai dengan Oktober 2017:
Realisasi Pendapatan Negara mencapai
Rp1.238,2 triliun (71,3 persen terhadap APBNP)
lebih baik dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang hanya mencapai
Rp1.187,1 triliun
Realisasi pendapatan negara terdiri dari penerimaan
perpajakan sebesar 991,2 triliun (67,3 persen terhadap
APBNP) serta PNBP sebesar Rp244,3 triliun (93,9 persen
terhadap APBNP). Sementara itu, realisasi Belanja Negara
mencapai Rp1.537,1 triliun (73,2 persen terhadap APBNP)
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya
mencapai Rp1.455,1 triliun (76,6 persen terhadap APBNP),
terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp898,5 triliun dan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp638,6 triliun.
Dengan demikian terjadi defisit anggaran sebesar Rp298,9
triliun atau 2,20 persen terhadap PDB. Sementara itu,
realisasi pembiayaan anggaran sebesar Rp382,5 triliun
(105,4 persen terhadap APBNP) sehingga terjadi kelebihan
pembiayaan sebesar 83,5 triliun.
16