law no. 22/2012 oil and natural gas (wishnu basuki)

48
INDONESIA MINYAK DAN GAS BUMI OIL AND NATURAL GAS Law No. 22 of 2001, November 23, 2001 (State Gazette No. 136 of 2001; Supplement No. 4152) (Annotated) Translated by: Wishnu Basuki [email protected] Bitext

Upload: wishnu-basuki

Post on 05-Aug-2015

88 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

An oil and natural gas law of Indonesia, with annotations (Translated by Wishnu Basuki)

TRANSCRIPT

Page 1: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

INDONESIA

MINYAK DAN GAS BUMI

OIL AND NATURAL GAS

Law No. 22 of 2001, November 23, 2001

(State Gazette No. 136 of 2001; Supplement No. 4152)

(Annotated)

Translated by: Wishnu Basuki [email protected]

Bitext

Page 2: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001

TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

LAW OF THE REPUBLIC OF INDONESIA 22 OF 2001

CONCERNING OIL AND NATURAL GAS

Daftar Isi / Arrangement of Sections Pasal / Article

BAB I: KETENTUAN UMUM 1 CHP. I: GENERAL PROVISIONS

BAB II: AZAS DAN TUJUAN 2–3 CHP. II: PRINCIPLES AND OBJECTIVES

BAB III: PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN

4–10 CHP. III: CONTROL AND COMMERCIALIZATION

BAB IV: KEGIATAN USAHA HULU 11–22 CHP. IV: UPSTREAM BUSINESS ACTIVITIES

BAB V: KEGIATAN USAHA HILIR 23–30 CHP. V: DOWNSTREAM BUSINESS ACTIVITIES

BAB VI: PENERIMAAN NEGARA 31–32 CHP. VI: STATE REVENUES

BAB VII: HUBUNGAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN HAK ATAS TANAH

33–37 CHP. VII: RELATIONSHIP BETWEEN OIL AND NATURAL GAS BUSINESS ACTIVITIES AND LAND TITLES

BAB VIII: PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

38–43 CHP. VIII: DIRECTION AND SUPERVISION

Bagian Kesatu: Pembinaan 38–40 Part One: Direction

Bagian Kedua: Pengawasan 41–43 Part Two: Supervision

BAB IX: BADAN PELAKSANA DAN BADAN PENGATUR

44–49 CHP. IX: UPSTREAM REGULATORY AGENCY AND DOWNSTREAM REGULATORY AGENCY

BAB X: PENYIDIKAN 50 CHP. X: INVESTIGATION

BAB XI: KETENTUAN PIDANA 51–58 CHP. XI: PENAL PROVISIONS

BAB XII: KETENTUAN PERALIHAN 59–64 CHP. XII: TRANSITIONAL PROVISIONS

BAB XIII: KETENTUAN LAIN 65 CHP. XIII: MISCELLANEOUS PROVISIONS

BAB XIV: KETENTUAN PENUTUP 66–67 CHP. XIV: CONCLUDING PROVISIONS

Translated by: Wishnu Basuki

[email protected]

Note: As of November 13, 2012, the functions and duties of the BPMIGAS are performed by the Government (the relevant ministry) until a new law thereon is promulgated. Anything in connection with the Upstream Regulatory Agency (BPMIGAS)

in this law is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

Page 3: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

1

NOTE: WHERE NO ELUCIDATION IS PROVIDED UNDERNEATH A CLAUSE, THE CLAUSE IS SUFFICIENTLY CLEAR.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG

MINYAK DAN GAS BUMI

LAW OF THE REPUBLIC OF INDONESIA 22 OF 2001

CONCERNING OIL AND NATURAL GAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WITH THE BLESSING OF GOD ALMIGHTY

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

THE PRESIDENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA,

Menimbang: Considering:

a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat dengan melakukan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

a. that the national development is directed to the realization of the public welfare through any reform in any area of the lives of the nation and state under Pancasila and the 1945 Constitution;

b. bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat;

b. that oil and natural gas are non-renewable strategic resources controlled by the state and are vital commodities affecting the life of many people and serving such an important role in the national economy that the management thereof should bring the prosperity and welfare to the public to the maximum extent possible;

c. bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dan berkelanjutan;

c. that oil and natural gas business activities serve the important role to deliver real added value to the growth of the thriving and sustainable national economy;

d. bahwa Undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1962 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahaan Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri, dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan usaha pertambangan minyak dan gas bumi;

d. that Law Number 44 Prp. of 1960 concerning Oil and Natural Gas Mining, LawNumber 15 of 1962 concerning Enactment of Regulation of the Government in Lieu of Law Number 2 of 1962 concerning Obligations of Oil Companies to Serve the Domestic Needs; and Law Number 8 of 1971 concerning The State Oil and Natural Gas Mining Company are all no longer current with the development of oil and natural gas mining business;

Page 4: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

2

e. bahwa dengan tetap mempertimbangkan perkembangan nasional maupun internasional dibutuhkan perubahan peraturan perundang-undangan tentang pertambangan minyak dan gas bumi yang dapat menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan pelestarian lingkungan, serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional;

e. that in consideration of the national and international developments, the laws and regulations concerning oil and natural gas mining call for 2amendments to enable creation of independent, reliable, transparent, competitive, efficient, and environmental sustainability-oriented oil and natural gas business and to enhance the development of the nation’s potential and role;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e tersebut di atas serta untuk memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan atas penyelenggaraan pengusahaan minyak dan gas bumi, maka perlu membentuk Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi;

f. that in consideration of point (a), point (b), point (c), point (d) and point (e) above and to provide a legal ground on which the commercialization of oil and natural gas is reformed and organized, it is necessary to make a Law concerning Oil and Natural Gas;

Mengingat: Bearing in Mind:

1. Pasal 5 ayat (1); Pasal 20 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

1. Article 5 paragraph (1), Article 20 paragraph (1), paragraph (2), paragraph (4) and paragraph (5), and Article 33 paragraph (2) and paragraph (3) of the 1945 Constitution as amended by The Second Amendment to the 1945 Constitution;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Decree of the People's Consultative Assembly of the Republic of Indonesia Number XV/MPR/1998 concerning Establishment of Regional Autonomy; Just Regulation, Division, and Utilization of National Resources; and Financial Balance Between the Central Government and the Regional Governments in the Scope of the Unitary State of the Republic of Indonesia.

PENJELASAN UMUM GENERAL ELUCIDATION

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Demikian pula bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Mengingat Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber daya alam strategis takterbarukan yang dikuasai negara dan merupakan komoditas vital yang memegang peranan penting dalam penyediaan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri, dan penghasil devisa negara yang penting, maka pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal

Article 33 paragraph (2) and paragraph (3) of the 1945 Constitution asserts that the production sectors paramount to and affecting the life of many people are controlled by the State. Land and waters and any natural asset contained therein are likewise controlled by the state and used for the best public prosperity and welfare. Granted that Oil and Natural Gas are non-renewable strategic natural resources controlled by the state and vital commodities with important role in the supply of industrial raw materials, domestic energy requirement, and the country’s major foreign exchange earner, the management thereof calls for an optimized action to enable use for the best prosperity and welfare of the public.

Page 5: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

3

mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Dalam rangka memenuhi ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, setelah empat dasawarsa sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara, dalam pelaksanaannya ditemukan berbagai kendala karena substansi materi kedua Undang-undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan sekarang maupun kebutuhan masa depan.

In the implementation of the provisions of the 1945 Constitution, four decades after Law Number 44 Prp of 1960 concerning Oil and Natural Gas Mining and Law Number 8 of 1971 concerning The State Oil and Natural Gas Company coming into effect, there are various impediments found in the substance of both Laws which are no longer current with the present situations and the future needs.

Dalam menghadapi kebutuhan dan tantangan global pada masa yang akan datang, kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dituntut untuk lebih mampu mendukung kesinambungan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

To contend with the future needs and global challenges, Oil and Natural Gas business activities are called for to enable more support to the sustainability of national development to improve the public prosperity and welfare.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas perlu disusun suatu Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi untuk memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan kembali kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

As aforestated, it is necessary to prepare a Law concerning Oil and Natural Gas to provide a legal ground on which Oil and Natural Gas business activities are reformed and reorganized.

Penyusunan Undang-undang ini bertujuan sebagai berikut:

This Law is prepared to, as follows:

1. terlaksana dan terkendalinya Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam dan sumber daya pembangunan yang bersifat strategis dan vital;

1. establish and control Oil and Natural Gas as the strategic and vital natural resources and development resources;

2. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing;

2. support and develop national competitiveness;

3. meningkatnya pendapatan negara dan memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional, mengembangkan dan memperkuat industri dan perdagangan Indonesia;

3. increase the state revenues and make contributions to the national economy, develop and strengthen the Indonesian industry and trade;

4. menciptakan lapangan kerja, memperbaiki lingkungan, meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

4. create job opportunity, restore the environment, and improve the public welfare and prosperity.

Undang-undang ini memuat substansi pokok mengenai ketentuan bahwa Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara, dan penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan pada Kegiatan Usaha Hulu. Sedangkan pada Kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan setelah mendapat Izin Usaha dari Pemerintah.

This Law embraces the main substance of the provisions in that Oil and Natural Gas as the strategic natural resources contained within the Indonesian Mining Jurisdiction are the national assets controlled by the state, whose establishment is made by the Government as the holder of the Mining Authority for Upstream Business Activities. Downstream Business Activities are performed upon receiving a Business License from the Government.

Agar fungsi Pemerintah sebagai pengatur, pembina dan pengawas dapat berjalan lebih efisien maka

To enable more efficiency in the function of the Government as regulator, administrator and

Page 6: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

4

pada Kegiatan Usaha Hulu dibentuk Badan Pelaksana, sedangkan pada Kegiatan Usaha Hilir dibentuk Badan Pengatur.

supervisor, there are formed an Upstream Regulatory Agency dedicated to Upstream Business Activities, and a Downstream Regulatory Agency dedicated to Downstream Business Activities.

Dengan persetujuan bersama With the consent of:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

THE HOUSE OF REPRSENTATIVES OF THE REPUBLIC OF INDONESIA

MEMUTUSKAN:

HAS DECIDED:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI.

To Enact: LAW CONCERNING OIL AND NATURAL GAS.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

CHAPTER I GENERAL PROVISIONS

Article 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: In this Law:

1. “Minyak Bumi” adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;

1. “Natural Oil” means any hydrocarbon occurring naturally at atmospheric temperature and pressure in the liquid and solid phase, including asphalt, mineral wax or ozocerite, and bitumen obtained from a mining process, but does not include coal or other solid hydrocarbon deposits obtained from any activity not associated with Oil and Natural Gas business activities;

2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi;

2. “Natural Gas” means any hydrocarbon that occurs naturally at atmospheric temperature and pressure in the gaseous phase obtained from the Oil and Natural Gas mining process.

3. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi;

3. “Oil and Natural Gas” means Natural Oil and Natural Gas;

4. Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi;

4. “Oil Fuel” means any fuel derived and/or processed from Natural Oil;

5. Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan Negara kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi;

5. “Mining Authority” means an authority conferred by the State on the Government to perform Exploration and Exploitation activities;

6. Survei Umum adalah kegiatan lapangan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi untuk memperkirakan letak dan potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi di luar Wilayah Kerja;

6. “General Survey” means a field activity that includes gathering, analysis, and presentation of data in connection with information on the geological conditions to estimate the location and potential of Oil and Natural Gas resources outside the Working Area;

7. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan

7. “Upstream Business Activities” means business activities whose core activities are or focusing

Page 7: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

5

usaha Eksplorasi dan Eksploitasi; on the Exploration and Exploitation business activities;

8. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan;

8. “Exploration” means any activity aiming to obtain information about the geological condition to find and estimate Oil and Natural Gas reserves in a specified Working Area;

9. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya;

9. “Exploitation” means a series of activities aiming to produce Oil and Natural Gas from a specified Working Area, including drilling and well completion, construction of transportation facilities, storage, and separation and refining process of Oil and Natural Gas in the field and any other supporting activity;

10. Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga;

10. “Downstream Business Activities” means business activities whose core activities are or focusing on the Processing, Transportation, Storage, and/or Trading business activities;

11. Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan;

11. “Processing” means activities of refining, obtaining fractions, raising the quality, and appreciating the added value of Natural Oil and/or Natural Gas, not including field processing;

12. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan, termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi;

12. “Transportation” means any activity of transferring Natural Oil, Natural Gas, and/or their processed products from a Working Area or from a holding center and Processing plant, including Natural Gas transportation through transmission and distribution pipelines;

13. Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi;

13. “Storage” means activities of receiving, gathering, holding, and releasing Natural Oil and/or NaturalGas;

14. Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa;

14. “Trading” means activities of purchasing, selling, exporting, importing Natural Oil and/or their processed products, including the pipeline Natural Gas Trading;

15. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah daratan, perairan, dan landas kontinen Indonesia;

15. “Indonesian Mining Jurisdiction” means all of the land areas, waters, and Indonesian continental shelf;

16. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi;

16. “Working Area” means any certain area within the Indonesian Mining Jurisdiction in which Exploration and Exploitation are made;

17. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan

17. “Entity” means a company in the form of legal entity engaged in the permanent and perpetual business line and established in accordance with the prevailing laws and regulations, operating and domiciled in the territory of the Unitary

Page 8: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

6

dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

State of the Republic of Indonesia;

18. Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia;

18. “Permanent Establishment” means any entity established and incorporated outside the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia, conducting business within the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia and required to comply with the prevailing laws and regulations of the Republic of Indonesia;

19. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;

19. “Cooperation Contract” means any Production Sharing Contract or any other form of cooperation contract in respect of Exploration and Exploitation activities in favor of the State, and whose proceeds shall be used for the best prosperity of the public;

20. Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada Badan Usaha untuk melaksanakan Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba;

20. “Business License” shall be the license granted to the Entity to conduct Processing, Transporta-tion, Storage, and/or Trading with the objective of reaping the benefit and/or profit;

21. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri;

21. “Central Government,” hereinafter referred to as “the Government,” means the instrumentality of the Unitary State of the Republic of Indonesia, including the President and the Ministers;

22. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;

22. “Regional Government” means the Regional Head along with any other instrumentalities of the Autonomous Region as the Regional Executive Agency;

23. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi;

23. “Upstream Regulatory Agency” means an agency formed to control Oil and Natural Gas Upstream Business Activities;

Anotasi Pasal 1 angka 23: Annotation of Article 1 point (23):

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, 13 November 2012, Pasal 1 angka 23 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-X/2012, November 13, 2012, Article 1 point 23 is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

24. Badan Pengatur adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi serta pengangkutan Gas Bumi melalui pipa pada Kegiatan Usaha Hilir;

24. “Downstream Regulatory Agency” means an agency formed to regulate and supervise the supply and distribution of pipeline Oil and Natural Gas Fuel and Natural Gas transportation in the Downstream Business Activities;

25. Menteri adalah menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

25. “Minister” means the minister whose duties and responsibilities include Oil and Natural Gas business activities;

Page 9: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

7

BAB II AZAS DAN TUJUAN

Pasal 2

CHAPTER II PRINCIPLES AND OBJECTIVES

Article 2

Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang diatur dalam Undang-undang ini berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.

The establishment of Oil and Natural Gas business activities governed by this Law shall have the principles of people’s economy, integration, benefit, justice, balance, fair distribution, common prosperity and welfare of many people, security, safety, and legal certainty as well as environment-orientation.

Pasal 3 Article 3

Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi bertujuan:

The establishment of Oil and Natural Gas business activities shall have the objectives to:

a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan;

a. guarantee to effectively perform and control the Exploration and Exploitation business activities in an efficient, effective, and highly competitive and sustainable manner of the state’s strategic and non-renewable Oil and Natural Gas through open and transparent mechanism;

b. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan;

b. guarantee to effectively conduct and control the Processing, Transportation, Storage, and Trading business in an accountable manner through the mechanism of fair, sound, and transparent business competition;

c. menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya Minyak Bumi dan Gas Bumi, baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri;

c. guarantee to make efficient and effective the supply of Natural Oil and Natural Gas both as energy sources and as raw material for domestic needs;

d. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;

d. support and develop the national capability to enable more competitiveness at the national, regional, and international levels;

e. meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia;

e. increase the state revenue to enable best contribution to the national economy and develop as well as strengthen the position of the Indonesian industry and trade;

f. menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.

f. create job opportunity, improve the welfare and prosperity of the people in a just and fairly distributed manner, and remain to maintain the sustainability of the environment.

BAB III PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN

Pasal 4

CHAPTER III CONTROL AND COMMERCIALIZATION

Article 4

(1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya (1) Oil and Natural Gas as strategic non-renewable

Page 10: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

8

alam strategis takterbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara.

natural resources contained within the Indonesian Mining Jurisdiction shall be the national assets that are controlled by the state.

Penjelasan Pasal 4 Ayat (1) Elucidation of Article 4 (1):

Berdasarkan jiwa Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis yang terkandung di dalam bumi Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai negara. Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud di atas adalah agar kekayaan nasional tersebut dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, baik perseorangan, masyarakat maupun pelaku usaha, sekalipun memiliki hak atas sebidang tanah di permukaan, tidak mempunyai hak menguasai ataupun memiliki Minyak dan Gas Bumi yang terkandung dibawahnya.

Under the spirit of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, Oil and Natural Gas as strategic natural resources contained in the soil of the Indonesian Mining Jurisdiction shall be the national assests controlled by the state. Such control by the state as above intended is to enable such national assets to be used for the best prosperity of the public of Indonesia. As aforesaid, any individual, the public and business actor, notwithstanding holding title to a parcel of surface land, shall carry no right to control or own Oil and Natural Gas contained underground.

(2) Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan.

(2) The control by the state as intended by paragraph (1) shall be exercised by the Government as holder of Mining Authority.

(3) Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23.

(3) The Government as holder of Mining Authority shall form an Upstream Regulatory Agency as intended by Article 1 point 23.

Anotasi Pasal 4 (3): Annotation of Article 4 (3):

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, 13 November 2012, Pasal 4 ayat 3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-X/2012, November 13, 2012, Article 4 paragraph 3 is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

Pasal 5 Article 5

Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas: Oil and Natural Gas business activities shall include:

1. Kegiatan Usaha Hulu yang mencakup: 1. Upstream Business Activities that include:

a. Eksplorasi; a. Exploration;

b. Eksploitasi. b. Exploitation.

2. Kegiatan Usaha Hilir yang mencakup: 2. Downstream Business Activities that include:

a. Pengolahan; a. Processing;

b. Pengangkutan; b. Transportation;

c. Penyimpanan; c. Storage;

d. Niaga. d. Trading.

Penjelasan Pasal 5 (2): Elucidation of Article 5 (2):

Dalam ketentuan ini, pengertian “Niaga" termasuk Niaga Gas Bumi baik melalui pipa transmisi maupun pipa distribusi.

“Trading” shall, in this provision, include the Trading of Natural Gas through both transmission pipelines and distribution pipelines.

Page 11: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

9

Pasal 6 Article 6

(1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 19.

(1) Upstream Business Activities as intended by Article 5 point 1 shall be performed and controlled under a Cooperation Contract as intended by Article 1 point 19.

Penjelasan Pasal 6 (1): Elucidation of Article 6 (1):

Di samping harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap juga harus mematuhi kewajiban-kewajiban tertentu dalam menjalankan kegiatan usahanya.

In addition to be in compliance with the prevailing laws and regulations, Entities or Permanent Establishments shall, in the performance of their business activities, also comply with certain obligations.

(2) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit memuat persyaratan:

(2) The Cooperation Contract as intended by paragraph (1) shall state at least the following requirements:

a. kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan;

a. the ownership of natural resources shall remain in the hands of the Government until the point of delivery;

b. pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksana;

b. the management [control] of operation shall rest with the Upstream Regulatory Agency;

c. modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.

c. the capital and risks shall fully be borne by the Entities or Permanent Establishments.

Penjelasan Pasal 6 (2) Elucidation of Article 6 (2):

Bentuk Kontrak Kerja Sama dalam ketentuan ini adalah bentuk Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak Eksplorasi dan Eksploitasi lain yang lebih menguntungkan bagi negara.

The form of the Cooperation Contract in this provision shall be Production Sharing Contract or any other form of Exploration and Exploitation contracts in favor of the state.

Selanjutnya dalam ketentuan ini, yang dimaksudkan dengan:

In this provision:

1. Titik penyerahan adalah titik penjualan Minyak atau Gas Bumi.

1. “Point of delivery” means a point of sale of Oil and Natural Gas.

2. Pengendalian manajemen operasi adalah pemberian persetujuan atas rencana kerja dan anggaran, rencana pengembangan lapangan serta pengawasan terhadap realisasi dari rencana tersebut.

2. “Management [control] of operation” means the granting of approval of the working plans and budget, field development plans and control over the realization of the plans.

3. Modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap adalah bahwa dalam Kontrak Kerja Sama ini Pemerintah melalui Badan Pelaksana berdasarkan Undang-undang ini tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan investasi dan menanggung risiko finansial dalam pelaksanaan Kontrak Kerja Sama.

3. “Capital and risks shall fully be borne by the Entities or Permanent Establishments” means that in the Cooperation Contract the Government, which under this Law is the Upstream Regulatory Agency, is not allowed to invest and bear any financial risk in the implementation of the Cooperation Contract.

Pasal 7 Article 7

(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 2 dilaksanakan dengan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 20.

(1) Downstream Business Activities as intended by Article 5 point 2 shall be performed under a Business License as intended by Article 1 point 20.

Page 12: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

10

(2) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 2 diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.

(2) Downstream Business Activities as intended by Article 5 point 2 shall be performed through the mechanism of fair, sound, and transparent business competition.

Penjelasan Pasal 7 (2): Elucidation of Article 7 (2):

Penyelenggaraan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan tidak berarti mengesampingkan tanggung jawab sosial oleh Pemerintah.

This performance through the mechanism of fair, sound, and transparent business competition shall not mean that the Government waives its social responsibility.

Pasal 8 Article 8

(1) Pemerintah memberikan prioritas terhadap pemanfaatan Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri dan bertugas menyediakan cadangan strategis Minyak Bumi guna mendukung penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(1) The Government shall give priority to the utilization of Natural Gas for domestic needs and have the duty to make available strategic reserves of Natural Oil in support of the supply of domestic Oil Fuel, as to be further governed by Regulation of the Government.

Penjelasan Pasal 8 (1): Elucidation of Article 8 (1):

Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari ketentuan ini memuat antara lain substansi pokok: prioritas pemanfaatan Gas Bumi, jumlah, jenis, dan lokasi cadangan strategis Minyak Bumi.

The Regulation of the Government as ancillary regulation to this provision shall include the following main items, inter alia: the prioritized utilization of Natural Gas, quantity, type, and location of the strategic reserves of Natural Oil.

(2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) The Government must guarantee the availability and the smooth flow of distribution of Oil Fuel as vital commodity affecting the life of many people throughout the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia.

Penjelasan Pasal 8 (2): Elucidation of Article 8 (2):

Pemerintah berkewajiban untuk menjaga agar kebutuhan Bahan Bakar Minyak di seluruh tanah air, termasuk daerah terpencil, dapat terpenuhi dan juga menjaga agar selalu tersedia suatu cadangan nasional dalam jumlah cukup untuk jangka waktu tertentu.

The Government must maintain that the needs of Oil Fuel throughout the mother country, including the remote areas, may be met and also maintain that the national reserves shall be available at all times in sufficient amount for a definite period of time.

(3) Kegiatan usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa yang menyangkut kepentingan umum, pengusahaannya diatur agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai.

(3) The commercialization of pipeline Natural Gas Transportation that concerns public interest shall be governed to enable open utilization of it by all users.

Penjelasan Pasal 8 (3) Elucidation of Article 8 (3):

Karena jaringan pipa Gas Bumi merupakan sarana yang bersifat monopoli alamiah, pemanfaatannya perlu diatur dan diawasi dalam rangka menjamin perlakuan pelayanan yang sama terhadap para pemakainya.

As the Natural Gas pipeline network is a natural monopoly facility, the utilization thereof calls for regulation and supervision to guarantee the equal service treatment towards its users.

Selanjutnya yang dimaksud dengan kepentingan umum dalam ketentuan ini adalah kepentingan produsen, konsumen dan masyarakat lainnya yang berhubungan dengan kegiatan Pengangkutan Gas

“Public interest” in this provision means the interest of producers, consumers and other communities engaged in the Natural Gas Transportation activities.

Page 13: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

11

Bumi.

(4) Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pengatur.

(4) The Government shall be responsible for the regulation and supervision of the business activities as intended by paragraph (2) and paragraph (3), which shall be implemented by the Downstream Regulatory Agency.

Pasal 9 Article 9

(1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh:

(1) Any Upstream Business Activity and Downstream Business Activity as intended by Article 5 point 1 and point 2 may be performed by:

a. badan usaha milik negara; a. state-owned entities;

b. badan usaha milik daerah; b. region-owned entities;

c. koperasi; usaha kecil; c. cooperatives; small entrepreneurs;

d. badan usaha swasta. d. private entities.

Penjelasan Pasal 9 (1): Elucidation of Article 9 (1):

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan seluas-luasnya kepada Badan Usaha, baik yang berskala besar, menengah, maupun kecil untuk melakukan Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir dengan skala operasional yang didasarkan pada kemampuan keuangan dan teknis Badan Usaha yang bersangkutan.

This provision intends to give the widest opportunity as possible to Entities with either large, medium or small scale to perform Upstream Business Activities and Downstream Business Activities whose operating scale is subject to the financial and technical capability of the relevant Entities.

(2) Bentuk Usaha Tetap hanya dapat melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu.

(2) Permanent Establishments may only perform Upstream Business Activities.

Penjelasan Pasal 9 (2): Elucidation of Article 9 (2):

Kegiatan Usaha Hulu yang berkaitan dengan resiko tinggi banyak dilakukan oleh perusahaan internasional yang mempunyai jaringan internasional secara luas. Agar dapat memberikan iklim investasi yang kondusif untuk menarik penanam modal, termasuk penanam modal asing, diberikan kesempatan untuk tidak perlu membentuk Badan Usaha.

Upstream Business Activities involving high risks are performed by many international companies operating wide international networks. Non-requirement to form an Entity is to enable creating an investment climate conducive to attract investors, including foreign investors.

Pasal 10 Article 10

(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir.

(1) Entities or Permanent Establishments engaged in Upstream Business Activities are prohibited from being engaged in Downstream Business Activities.

Penjelasan Pasal 10 (1): Elucidation of Article 10 (1):

Mengingat Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan pengambilan sumber daya alam yang takterbarukan yang merupakan kekayaan negara, maka dalam kegiatan ini negara harus memperoleh manfaat yang sebesar- besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Given that the Upstream Business Activities are the activities of extracting non-renewable natural resources which are the state’s assets, the country should, in this case, reap the benefit for best prosperity of the public.

Sedangkan Kegiatan Usaha Hilir merupakan kegiatan yang bersifat usaha bisnis pada umumnya,

Meanwhile, Downstream Business Activities are activities of business in general in which the

Page 14: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

12

di mana biaya produksi dan kerugian yang mungkin timbul tidak dapat dibebankan (dikonsolidasikan) pada biaya Kegiatan Usaha Hulu. Tidak dimungkinkannya konsolidasi biaya dari Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir dimaksudkan juga agar pembagian penerimaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (6) menjadi jelas.

production cost and loss incurred may not be charged (consolidated) to the cost of Upstream Business Activities. Non-allowance of consolidating cost from Upstream Business Activities and Downstream Business Activities is to make clear the distribution of revenues between the Central Government and the Regional Governments as intended by Article 31 paragraph (6).

Dalam hal Badan Usaha melakukan Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir secara bersamaan harus membentuk badan hukum yang terpisah, antara lain secara Holding Company.

Any Entity concurrently engaged in Upstream Business Activities and Downstream Business Activities must form a separate legal entity in the form, inter alia, Holding Company.

(2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu.

(2) Entities engaged in Downstream Business Ac-tivities may not engage in Upstream Business Activities.

BAB IV KEGIATAN USAHA HULU

Pasal 11

CHAPTER IV UPSTREAM BUSINESS ACTIVITIES

Article 11

(1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.

(1) Upstream Business Activities as intended by Article 5 point 1 shall be performed by Entities or Permanent Establishments under the Cooperation Contract with the Upstream Regulatory Agency.

Anotasi Pasal 11 ayat (1): Annotation of Article 11 paragraph (1):

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, 13 November 2012, frasa “dengan Badan Pelaksana” dalam Pasal 11 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-X/2012, November 13, 2012, phrase “with the Upstream Regulatory Agency” in Article 11 paragraph (1) is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

Penjelasan Pasal 11 (1): Elucidation of Article 11 (1):

Pemerintah menuangkan kewajiban-kewajiban dalam persyaratan Kontrak Kerja Sama, sehingga dengan demikian Pemerintah dapat mengendalikan Kegiatan Usaha Hulu melalui persyaratan kontrak tersebut maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).

The Government incorporates obligations into the Cooperation Contract requirements such that the Government can control the Upstream Business Activities through the aforestated contract requirements and the prevailing laws and regulations as intended by Article 6 paragraph (1).

(2) Setiap Kontrak Kerja Sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(2) Any Cooperation Contract that has been signed shall be notified in writing to the House of Representatives of the Republic of Indonesia.

Penjelasan Pasal 11 (2): Elucidation of Article 11 (2):

Setiap Kontrak Kerja Sama yang telah disetujui bersama dan telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, salinan kontraknya dikirimkan kepada Komisi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang membidangi Minyak dan Gas Bumi.

A copy of the Cooperation Contract that has been approved and signed by both parties shall be delivered to the Commission of House of Representatives of the Republic of Indonesia in charge of Oil and Natural Gas.

(3) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud (3) The Cooperation Contract as intended by

Page 15: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

13

dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu:

paragraph (1) shall contain at least the following major provisions:

a. penerimaan negara; a. state revenues;

b. Wilayah Kerja dan pengembaliannya; b. Working Areas and its reversion;

c. kewajiban pengeluaran dana; c. fund expenditure obligations;

d. perpindahan kepemilikan hasil produksi atas Minyak dan Gas Bumi;

d. transfer of ownership of Oil and Natural Gas products;

e. jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak;

e. period and conditions of extension of the contract;

f. penyelesaian perselisihan; f. dispute settlement;

g. kewajiban pemasokan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri;

g. obligations to supply Natural Oil and/or Natural Gas for domestic needs;

h. berakhirnya kontrak; h. expiration of the contract;

i. kewajiban pascaoperasi pertambangan; i. post-mining obligations;

j. keselamatan dan kesehatan kerja; j. occupational safety and health;

k. pengelolaan lingkungan hidup; k. management of the environment;

l. pengalihan hak dan kewajiban; l. transfer of rights and obligations;

m. pelaporan yang diperlukan; m. required reporting;

n. rencana pengembangan lapangan; n. field development plans;

o. pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;

o. prioritized utilization of domestic goods and services;

p. pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat;

p. development of the communities adjacent to mines and the guarantee of the rights of indigenous people;

q. pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

q. prioritized employment of Indonesian workers.

Penjelasan Pasal 11 (3): Elucidation of Article 11 (3):

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang melakukan perikatan Kontrak Kerja Sama.

This provision intends to provide legal certainty for parties entering into the Cooperation Contract.

Pasal 12 Article 12

(1) Wilayah Kerja yang akan ditawarkan kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap ditetapkan oleh Menteri setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah.

(1) Working Areas to be offered to an Entity or Permanent Establishment shall be determined by the Minister upon consultation with the Regional Government(s).

Penjelasan Pasal 12 (1): Elucidation of Article 12 (1):

Konsultasi dengan Pemerintah Daerah dilakukan untuk memberi penjelasan dan memperoleh informasi mengenai rencana penawaran wilayah-wilayah tertentu yang dianggap potensial mengandung sumber daya Minyak dan Gas Bumi menjadi Wilayah Kerja.

Consultation with the Regional Government(s) shall be made to explain and obtain information about the plan to offer certain areas deemed to potentially have Oil and Natural Gas resources to be Working Areas.

Pelaksanaan konsultasi dengan Pemerintah Daerah dilakukan dengan Gubernur yang memimpin

Consultation with the Regional Government shall be made with the Governor(s) as leader(s) of the

Page 16: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

14

penyelenggaraan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah.

administration of the Regional Government(s) in accordance with the provisions of Law concerning Regional Governments.

(2) Penawaran Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri.

(2) The offer of Working Areas as intended by paragraph (1) shall be made by the Minister.

Penjelasan Pasal 12 (2): Elucidation of Article 12 (2):

Dalam pelaksanaannya Menteri melakukan koordinasi dengan Badan Pelaksana.

To make this offer, the Minister shall coordinate with the Upstream Regulatory Agency.

(3) Menteri menetapkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang diberi wewenang melakukan kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi pada Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(3) The Minister shall award an Entity or Permanent Establishment to be authorized to engage in Exploration and Exploitation business activities in the Working Areas as intended by paragraph (2).

Penjelasan Pasal 12 (3): Elucidation of Article 12 (2):

Dalam pelaksanaannya Menteri melakukan koordinasi dengan Badan Pelaksana.

To make this award, the Minister shall coordinate with the Upstream Regulatory Agency.

Anotasi Pasal 12 (3): Annotation of Article 12 (3):

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003, 15 Desember 2004, sepanjang mengenai kata-kata “diberi wewenang,” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 002/PUU-I/2003, December 15, 2004, the word “authorized” is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

Pasal 13 Article 13

(1) Kepada setiap Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap hanya diberikan 1 (satu) Wilayah Kerja.

(1) Any Entity or Permanent Establishment shall only be granted one (1) Working Area.

(2) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap mengusahakan beberapa Wilayah Kerja, harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap Wilayah Kerja.

(2) Where an Entity or Permanent Establishment operates several Working Areas, a separate legal entity shall be formed for each of the Working Areas.

Penjelasan Pasal 13 (2): Elucidation of Article 13 (2):

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari dilakukannya konsolidasi pembebanan dan atau pengembalian biaya Eksplorasi dan Eksploitasi dari suatu Wilayah Kerja dengan Wilayah Kerja yang lain.

This provision intends to avoid the consolidated charge and/or the recovery of Exploration and Exploitation costs from one Working Area to another.

Ketentuan ini juga untuk mencegah ketidakjelasan pembagian penerimaan antara Pemerintah Pusat dengan masing-masing Pemerintah Daerah yang terkait dengan Wilayah Kerja yang dimaksud.

This provision also intends to avert the unclearness of the distribution of revenues between the Central Government and each of the Regional Governments in respect of the relevant Working Areas.

Pasal 14 Article 14

(1) Jangka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) tahun.

(1) The period of the Cooperation Contract as intended by Article 11 paragraph (1) shall last for a period of not exceeding thirty (30) years.

(2) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu

(2) Any Entity or Permanent Establishment may apply for extension of the period of the

Page 17: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

15

Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Cooperation Contract as intended by paragraph (1) for a period of not exceeding twenty (20) years.

Pasal 15 Pasal 15

(1) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) terdiri atas jangka waktu Eksplorasi dan jangka waktu Eksploitasi.

(1) The Cooperation Contract as intended by Article 14 paragraph (1) shall include the Exploration period and the Exploitation period.

(2) Jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan 6 (enam) tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali periode yang dilaksanakan paling lama 4 (empat) tahun.

(2) The Exploration period as intended by paragraph (1) shall cover six (6) years and is extendable for one (1) time for a period of not exceeding four (4) years.

Penjelasan Pasal 15 (2): Elucidation of Article 15 (2):

Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam jangka waktu Eksplorasi tidak menemukan cadangan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi yang dapat diproduksikan, maka wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya.

Where an Entity or Permanent Establishment finds unproductive Natural Oil and/or Natural Gas reserves within such an Exploration, it must revert [to the Minister] the whole of its Working Areas.

Pasal 16 Article 16

Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib mengembalikan sebagian Wilayah Kerjanya secara bertahap atau seluruhnya kepada Menteri.

Any Entity or Permanent Establishment must revert to the Minister its Working Areas in whole or in part in stages.

Penjelasan Pasal 16: Elucidation of Article 16:

Ketentuan ini dimaksudkan agar bagian dari dan/atau seluruh Wilayah Kerja yang tidak dimanfaatkan dapat ditawarkan kepada pihak lain sebagai Wilayah Kerja yang baru.

This provision intends that any part or the whole of the unutilized Working Areas may be offered to any other party as new Working Areas.

Dengan demikian Pemerintah dapat memperoleh hasil yang optimal dari pemanfaatan potensi sumber daya alam dari suatu wilayah.

As aforesaid, the Government may obtain an optimum result from the utilization of the potential natural resources within one area.

Pasal 17 Article 17

Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang telah mendapatkan persetujuan pengembangan lapangan yang pertama dalam suatu Wilayah Kerja tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berakhirnya jangka waktu Eksplorasi wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri.

Where an Entity or Permanent Establishment obtaining the approval for the initial field development within one Working Area fails to perform its activities within a period of not exceeding five (5) years after the expiration of the Exploration period, it must revert to the Minister the whole of its Working Areas.

Pasal 18 Article 18

Pedoman, tata cara, dan syarat-syarat mengenai Kontrak Kerja Sama, penetapan dan penawaran Wilayah Kerja, perubahan dan perpanjangan Kontrak Kerja Sama, serta pengembalian Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

The guidelines of, procedures for, and requirements of the Cooperation Contract, the determination and offer of Working Areas, changes in and extension of the Cooperation Contract and the reversion of the Working Areas as intended by Article 11, Article 12, Article 13, Article 14, Article 15, Article 16 and Article 17 shall be further governed by Regulation of

Page 18: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

16

the Government.

Penjelasan Pasal 18: Elucidation of Article 18:

Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan dari ketentuan ini antara lain memuat substansi pokok: ketentuan dan syarat-syarat Kontrak Kerja Sama, syarat-syarat dan tata cara penetapan dan penawaran Wilayah Kerja, perpanjangan Kontrak Kerja Sama, penetapan dan pengembalian Wilayah Kerja.

The Regulation of the Government as ancillary regulation to this provision shall include the following main items, inter alia: the terms and conditions of the Cooperation Contract, the terms and conditions of determination and offer of Working Areas, extension of the Cooperation Contract, determination and reversion of the Working Areas.

Pasal 19 Article 19

(1) Untuk menunjang penyiapan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dilakukan Survei Umum yang dilaksanakan oleh atau dengan izin Pemerintah.

(1) To support the preparation of Working Areas as intended by Article 12 paragraph (1), a General Survey shall be peformed by or with the approval of the Government.

(2) Tata cara dan persyaratan pelaksanaan Survei Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Procedures and requirements for the performance of the General Survey as intended by paragraph (1) shall be further governed by Regulation of the Government.

Penjelasan Pasal 19 (2): Elucidation of Article 19 (2):

Peraturan Pemerintah mengenai Survei Umum memuat antara lain substansi pokok: pelaksana Survei Umum, jenis kegiatan, jadwal pelaksanaan, prosedur pelaksanaan, dan pengelolaan data hasil survei.

The Regulation of the Government as ancillary regulation to this provision shall include the following main items, inter alia: the General Surveyors, the types of activities, the schedule, the procedures, and the management of data on the survey findings.

Pasal 20 Article 20

(1) Data yang diperoleh dari Survei Umum dan/atau Eksplorasi dan Eksploitasi adalah milik negara yang dikuasai oleh Pemerintah.

(1) Data found from any General Survey and/or Exploration and Exploitation shall be the property of the state and in the custody of the Government.

(2) Data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap di Wilayah Kerjanya dapat digunakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dimaksud selama jangka waktu Kontrak Kerja Sama.

(2) Data found by any Entity or Permanent Establihment in its Working Areas may be used by the relevant Entity or Permanent Establishment during the term of the Cooperation Contract.

(3) Apabila Kontrak Kerja Sama berakhir, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh selama masa Kontrak Kerja Sama kepada Menteri melalui Badan Pelaksana.

(3) If the Cooperation Contract expires, the Entity or Permanent Establishment must deliver all data obtained during the term of the Cooperation Contract to the Minister through the Upstream Regulatory Agency.

Anotasi Pasal 20 ayat (3): Annotation of Article 20 paragraph (3):

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, 13 November 2012, frasa “melalui Badan Pelaksana” dalam Pasal 20 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-X/2012, November 13, 2012, phrase “through the Upstream Regulatory Agency” in Article 20 paragraph (3) is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

Page 19: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

17

(4) Kerahasiaan data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap di Wilayah Kerja berlaku selama jangka waktu yang ditentukan.

(4) The confidentiality of the data obtained by any Entity or Permanent Establishment in its Working Areas shall apply during a definite period of time.

Penjelasan Pasal 20 (4) Elucidation of Article 20 (4):

Data atau informasi mengenai keadaan di bawah permukaan tanah dari hasil investasi yang dilakukan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tidak dapat dibuka secara langsung kepada umum untuk melindungi kepentingan investasinya.

Data or information about the condition below the surface as the result of investment made by any Entity or Permanent Establishment may not be disclosed directly to the public to protect the interest of its investment.

Data dapat dinyatakan terbuka setelah jangka waktu tertentu, dan pihak-pihak yang berkepentingan dapat menggunakan data tersebut.

Data may be declared disclosed after a definite period of time, and the authorized parties may use the data.

Jangka waktu kerahasiaan data tergantung dari jenis dan klasifikasi data.

The period of confidentially of data shall depend on the types and classification of the data.

(5) Pemerintah mengatur, mengelola, dan memanfaatkan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) untuk merencanakan penyiapan pembukaan Wilayah Kerja.

(5) The Government shall organize, manage, and utilize the data as intended by paragraph (1) and paragraph (2) to plan the preparation for the opening of Working Areas.

(6) Pelaksanaan ketentuan mengenai kepemilikan, jangka waktu penggunaan, kerahasiaan, pengelolaan, dan pemanfaatan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(6) The implementation of the provisions concerning the ownership, period of use, confidentiality, management, and utilization of data as intended by paragraph (1), paragraph (2), paragraph (3), paragraph (4) and paragraph (5) shall be further governed by Regulation of the Government.

Penjelasan Pasal 20 (6): Elucidation of Article 20 (6):

Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan ketentuan ini antara lain memuat substansi pokok: kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah, jenis data, klasifikasi dan jangka waktu kerahasiaan data, pengadministrasian dan pemeliharaan data, serta jangka waktu pemanfaatan dan penyerahan kembali data.

The Regulation of the Government as ancillary regulation to this provision shall include the following main items, inter alia: the powers and responsibility of the Government, types of data, data classification and confidentiality period, data administration and maintenance, and data utilization period and reversion.

Pasal 21 Article 21

(1) Rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja wajib mendapatkan persetujuan Menteri berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi yang bersangkutan.

(1) The plan to develop a field to be initially produced in a Working Area must obtain an approval of the Minister upon consideration of the Upstream Regulatory Agency and upon consultation with the Regional Government of the relevant Province.

Anotasi Pasal 21 ayat (1): Annotation of Article 21 paragraph (1):

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, 13 November 2012, frasa “berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 21 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-X/2012, November 13, 2012, phrase “upon consideration of the Upstream Regulatory Agency and” in Article 21 paragraph (1) is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

Penjelasan Pasal 21 (1): Elucidation of Article 21 (1):

Persetujuan Menteri dalam ketentuan ini diperlukan Approval of the Minister in this provision is required

Page 20: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

18

mengingat pengembangan lapangan yang pertama dalam suatu Wilayah Kerja menentukan dikembalikan atau diteruskannya pengoperasian Wilayah Kerja tersebut oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.

given that the initial field development in a Working Area will confirm whether the operation of the Working Area will be reverted [to the state] or continued by the Entity or Permanent Establishment.

Persetujuan untuk rencana pengembangan lapangan selanjutnya dalam Wilayah Kerja yang dimaksud akan diberikan oleh Badan Pelaksana.

Approval for further field development plans in the relevant Working Area shall be granted by the Upstream Regulatory Agency.

Yang dimaksud dengan konsultasi dengan Pemerintah Daerah dalam ketentuan ini diperlukan agar rencana pengembangan lapangan yang diusulkan dapat dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah Provinsi terutama yang terkait dengan rencana tata ruang dan rencana penerimaan daerah dari Minyak dan Gas Bumi pada daerah tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Consultation with the Regional Government in this provision is required to enable coordination of the proposed field development plans with the Provincial Government, particularly those involving the spatial planning and the regional revenue plan from Oil and Natural Gas in the region in accordance with the prevailing laws and regulations.

(2) Dalam mengembangkan dan memproduksi lapangan Minyak dan Gas Bumi, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib melakukan optimasi dan melaksanakannya sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik.

(2) In the development and production of Oil and Natural Gas field, any Entity or Permanent Establishment must perform optimization and do so in accordance with good engineering practices.

Penjelasan Pasal 21 (2): Elucidation of Article 21 (2):

Ketentuan ini dimaksudkan agar Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam melakukan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi, memperhatikan optimasi dan konservasi sumber daya Minyak dan Gas Bumi dan melaksanakannya sesuai kaidah keteknikan yang baik.

This provision intends that any Entity or Permanent Establishment must, in the performance of Oil and Natural Gas Exploitation, have due regard to the optimization and conservation of Oil and Natural Gas resources and do so in accordance with the good engineering practices.

(3) Ketentuan mengenai pengembangan lapangan, pemroduksian cadangan Minyak dan Gas Bumi, dan ketentuan mengenai kaidah keteknikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(3) The provisions concerning field development, production from Oil and Natural Gas reserves, and provisions concerning engineering practices as intended by paragraph (1) and paragraph (2) shall be further governed by Regulation of the Government.

Penjelasan Pasal 21 (3): Elucidation of Article 21 (3):

Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan dari ketentuan ini antara lain memuat substansi pokok: jenis dan rencana pengembangan lapangan, kaidah-kaidah keteknikan, kewajiban pelaporan, serta tata cara persetujuan rencana pengembangan lapangan.

The Regulation of the Government as ancillary regulation to this provision shall include the following main items, inter alia: the field development type and plans, engineering practices, mandatory reporting, and procedures for approval of field development plans.

Pasal 22 Article 22

(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

(1) Any Entity or Permanent Establishment must deliver not exceeding twenty-five percent (25%) of its share of the Natural Oil and/or Natural Gas production to serve the domestic needs.

Penjelasan Pasal 22 (1): Elucidation of Article 22 (1):

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan This provision intends to guarantee the availability

Page 21: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

19

jaminan tersedianya pasokan Minyak dan/atau Gas Bumi yang diproduksi dari Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri. Pengertian penyerahan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak dan/atau Gas Bumi dalam ketentuan ini dimaksudkan apabila suatu Wilayah Kerja menghasilkan Minyak dan Gas Bumi maka Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari produksi Minyak Bumi dan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari produksi Gas Bumi.

of Oil and/or Natural Gas supply that is produced within the Indonesian Mining Jurisdiction to serve the domestic fuel needs. The delivery of not exceeding twenty-five percent (25%) of its share of the Oil and/or Natural Natural Gas production in this provision means that if a Working Area produces Oil and Natural Gas, then the Entity or the Permanent Establishment must deliver not exceeding twenty-five percent (25%) of its share of Natural Oil production and not exceeding twenty-five percent (25%) of its share of the Natural Gas production.

Anotasi Pasal 22 (1): Annotation of Article 22 (1):

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003, 15 Desember 2004, sepanjang mengenai kata-kata “paling banyak” bertentangan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 002/PUU-I/2003, December 15, 2004, the word “not exceeding” is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(2) The provision as intended by paragraph (1) shall be further governed by Regulation of the Government Regulation.

Penjelasan Pasal 22 (2): Elucidation of Article 22 (2):

Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini antara lain memuat substansi pokok: kondisi kebutuhan dalam negeri, mekanisme pelaksanaan dan ketentuan harga, serta kebijakan pemberian insentif berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban penyerahan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dari hasil produksinya.

The Regulation of the Government as ancillary regulation to this provision shall include the following main items, inter alia: the condition of domestic needs, mechanism and pricing, and the incentive policy in connection with the obligation to deliver the Entity’s or Permanent Establishment’s share of the Natural Oil and/or Natural Gas production.

BAB V KEGIATAN USAHA HILIR

Pasal 23

CHAPTER V DOWNSTREAM BUSINESS ACTIVITIES

Article 23

(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 2, dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha setelah mendapat Izin Usaha dari Pemerintah.

(1) Downstream Business Activities as intended by Article 5 point 2 may be performed by any Entity upon obtaining Business Licenses from the Government.

Penjelasan Pasal 23 (1): Elucidation of Article 23 (1):

Izin Usaha merupakan izin yang diberikan kepada Badan Usaha oleh Pemerintah sesuai dengan kewenangan masing-masing, untuk melaksanakan kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga, setelah memenuhi persyaratan yang diperlukan.

Business Licenses shall be licenses granted to an Entity by the Government within their respective powers, to perform the activities of Processing, Transportation, Storage and/or Trading activities upon satisfaction of the necessary requirements.

Dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan daerah, Pemerintah mengeluarkan Izin Usaha, setelah Badan Usaha dimaksud mendapat rekomendasi dari Pemerintah Daerah.

As far as the region is concerned, the Government shall issue Business Licenses upon the relevant Entity obtaining a recommendation from the Regional Government.

(2) Izin Usaha yang diperlukan untuk kegiatan (2) Business Licenses required for Natural Oil

Page 22: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

20

usaha Minyak Bumi dan/atau kegiatan usaha Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibedakan atas:

business activities and/or Natural Gas business activities as intended by paragraph (1) shall include:

a. Izin Usaha Pengolahan a. a Processing Business License;

b. Izin Usaha Pengangkutan; b. a Transportation Business License;

c. Izin Usaha Penyimpanan; c. a Storage Business License;

d. Izin Usaha Niaga. d. a Trading Business License.

Penjelasan Pasal 23 (2): Elucidation of Article 23 (2):

Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan pengawasan dan pengendalian terhadap Badan Usaha yang berusaha di bidang Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga.

This provision intends to make more effective the supervision and control over the Entities engaged in the fields of Processing, Transportation, Storage, and/or Trading.

Pemerintah wajib memberikan atau menolak permohonan Izin Usaha yang diajukan Badan Usaha dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

The Government must accept or reject the application for Business License submitted by an Entity within a certain period of time in accordance with the prevailing laws and regulations.

(3) Setiap Badan Usaha dapat diberi lebih dari 1 (satu) Izin Usaha sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Every Entity may be granted more than one (1) Business License to the extent not in contravention of the prevailing laws and regulations.

Pasal 24 Article 24

(1) Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 paling sedikit memuat:

(1) The Business Licenses as intended by Article 23 shall contain at least:

a. nama penyelenggara; a. the name of the operator;

b. jenis usaha yang diberikan; b. the line of business engaged;

c. kewajiban dalam penyelenggaraan pengusahaan;

c. the obligations in the conduct of business;

d. syarat-syarat teknis. d. the technical requirements.

(2) Setiap Izin Usaha yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.

(2) Every Business License granted as intended by paragraph (1) may only be used within its line of business.

Pasal 25 Article 25

(1) Pemerintah dapat menyampaikan teguran tertulis, menangguhkan kegiatan, membekukan kegiatan, atau mencabut Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 berdasarkan:

(1) The Government may issue a written warning, postpone the activities, suspend the activities, or revoke the Business Licenses as intended by Article 23 for:

a. pelanggaran terhadap salah satu persyaratan yang tercantum dalam Izin Usaha;

a. violation of any of the requirements stated in the Business License;

b. pengulangan pelanggaran atas persyaratan Izin Usaha;

b. recurrence of violation of the requirements of the Business License;

c. tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini.

c. non-satisfaction of the requirements stated by this Law.

Page 23: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

21

(2) Sebelum melaksanakan pencabutan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah terlebih dahulu memberikan kesempatan selama jangka waktu tertentu kepada Badan Usaha untuk meniadakan pelanggaran yang telah dilakukan atau pemenuhan persyaratan yang ditetapkan.

(2) Prior to revocation of any Business License as intended by paragraph (1), the Government shall first allow the Entity a reasonable opportunity to cease the violation committed or to satisfy the stated requirements for a specified period of time.

Penjelasan Pasal 25 (2): Elucidation of Article 25 (2):

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan, antara lain bahwa Kegiatan Usaha Hilir ini menyangkut komoditas yang menguasai hajat hidup orang banyak dan investasi yang besar, maka Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing dapat memberikan kesempatan kepada Badan Usaha untuk meniadakan pelanggaran yang dilakukan sebelum Izin Usahanya dicabut.

Among other considerations, that as Downstream Business Activities involve the commodities affecting the life of many people and considerable investments, the Government and/or the Regional Government may within their respective powers provide opportunities to any Entity to cease the violation committed prior to revocation of its Business License.

Selain akibat terjadinya pelanggaran, pencabutan Izin Usaha dapat juga dilaksanakan atas permintaan pemegang Izin Usaha sendiri.

In addition to a violation, revocation of a Business License may also be made at the request of the Bussiness License holder alone.

Pasal 26 Article 26

Terhadap kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Eksplorasi dan Eksploitasi yang dilakukan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tidak diperlukan Izin Usaha tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.

A separate Business License as intended by Article 23 is not required for field processing, transportation, storage, and sale of own products as continuation of Exploration and Exploitation made by an Entity or Permanent Establishment.

Penjelasan Pasal 26: Elucidation of Article 26:

Mengingat dalam kegiatan Pengolahan lapangan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Penjualan Minyak dan Gas Bumi dalam rangka kelanjutan dari Eksplorasi dan Eksploitasi, fasilitas yang dibangun tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba dari kegiatan itu sendiri, maka tidak diperlukan Izin Usaha.

No Business License is required where in the activities of field Processing, Transportation, Storage and Sale of Oil and Natural Gas as continuation of Exploration and Exploitation, the erected facilities are not dedicated to reaping the benefit and/or profit from the activities alone.

Ketentuan ini tidak berlaku apabila fasilitas yang dimiliki oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dipergunakan bersama dengan pihak lain dengan memungut biaya atau sewa sehingga memperoleh keuntungan dan/atau laba, maka Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tersebut harus mendapatkan Izin Usaha.

This provision does not apply where the facilities owned by the Entity or the Permanent Establishment are shared with other parties by charging a fee or for rent to reap the benefit and/or profit, in such a case, the Entity or Permanent Establishment must obtain a Business License.

Pasal 27 Article 27

(1) Menteri menetapkan rencana induk jaringan transmisi dan distribusi gas bumi nasional.

(1) The Minister shall establish a master plan for natural gas transmission and distribution national networks.

Penjelasan Pasal 27 (1): Elucidation of Article 27 (1):

Rencana induk yang ditetapkan oleh Pemerintah akan digunakan sebagai acuan investasi bagi

The master plan established by the Government shall be the reference for investments for any Entity

Page 24: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

22

pengembangan dan pembangunan jaringan transmisi dan distribusi Gas Bumi bagi Badan Usaha yang berminat.

with interest in the development and construction of Natural Gas transmission and distribution networks.

(2) Terhadap Badan Usaha pemegang Izin Usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui jaringan pipa hanya dapat diberikan ruas Pengangkutan tertentu.

(2) Any Entity holding a Business License for pipeline Natural Gas Transportation may be granted only a certain Transportation segment.

Penjelasan Pasal 27 (2): Elucidation of Article 27 (2):

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong persaingan usaha yang sehat dan meningkatkan efisiensi penggunaan prasarana serta mutu pelayanan.

This provision intends to encourage fair business competition and improve the efficiency in the use of infrastructure and the service quality.

Pembagian ruas usaha Pengangkutan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomis, keamanan dan keselamatan.

The division of Transportation segment business is made in consideration of the technical, economic, security and safety aspects.

(3) Terhadap Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga Gas Bumi melalui jaringan pipa hanya dapat diberikan wilayah Niaga tertentu.

(3) Any Entity holding a Business License for pipeline Natural Gas Trading may be granted only a certain Trading area.

Penjelasan Pasal 27 (3): Elucidation of Article 27 (3):

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong persaingan usaha yang sehat dan meningkatkan efisiensi penggunaan prasarana serta mutu pelayanan.

This provision intends to encourage fair business competition and improve the efficiency in using infrastructure and the service quality.

Pembagian wilayah Niaga dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomis, keamanan dan keselamatan.

The division of Trading area is made in consideration of the technical, economic, security and safety aspects.

Pasal 28 Article 28

(1) Bahan Bakar Minyak serta hasil olahan tertentu yang dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah.

(1) Oil Fuel and certain processed products marketed domestically to serve the public needs must comply with the standard and quality issued by the Government.

Penjelasan Pasal 28 (1): Elucidation of Article 28 (1):

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan konsumen, kesehatan masyarakat, dan lingkungan.

This provision intends to protect the interest of consumers, public health, and the enviornment.

(2) Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.

(2) Oil Fuel price and Natural Gas price shall be referred to the mechanism of sound and fair business competition.

(3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu.

(3) The implementation of pricing policy as intended by paragraph (2) shall not diminish the Government’s social responsibility to certain groups of people.

Penjelasan Pasal 28 (3): Elucidation of Article 28 (3):

Pemerintah dapat memberikan bantuan khusus sebagai pengganti subsidi kepada konsumen tertentu untuk pemakaian jenis Bahan Bakar Minyak tertentu. Pemerintah menetapkan kebijakan harga

The Government may provide special assistance in place of subsidy to certain consumers for the consumption of certain Oil Fuel. The Government shall issue the pricing policy of Natural Gas for

Page 25: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

23

Gas Bumi untuk keperluan rumah tangga dan pelanggan kecil serta pemakaian tertentu lainnya.

household needs and small-scale consumers and other particular consumption.

Anotasi Pasal 28 (2) dan (3): Annotation of Article 28 (2) and (3):

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003, 15 Desember 2004, Pasal 2 and Pasal 3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 002/PUU-I/2003, December 15, 2004, Article 2 and Article 3 are in conflict with the 1945 Constitution and have no binding force and effect of law.

Pasal 29 Article 29

(1) Pada wilayah yang mengalami kelangkaan Bahan Bakar Minyak dan pada daerah-daerah terpencil, fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan termasuk fasilitas penunjangnya, dapat dimanfaatkan bersama pihak lain.

(1) In areas where a shortage of Oil Fuel occurs, and in remote areas, any Transportation and Storage facility, including its supporting facilities may be shared with other parties.

Penjelasan Pasal 29 (1): Elucidation of Article 29 (1):

Ketentuan ini dimaksudkan untuk membuka kesempatan bagi pemanfaatan bersama pihak lain terhadap fasilitas yang dimiliki suatu Badan Usaha berdasarkan kesepakatan bersama dalam rangka meningkatkan optimasi penggunaan fasilitas dan efisiensi pengusahaan guna menekan biaya distribusi, terutama dalam hal terjadi kekurangan penyediaan Bahan Bakar Minyak di suatu wilayah dan di daerah yang relatif terpencil.

This provision intends to provide opportunities to share with other parties the facilities owned by any Entity under a mutual agreement to optimize the use of facilities and efficient business to restrain the distribution cost, especially when a lack of Oil Fuel supply arises in an area and in a relatively remote area.

(2) Pelaksanaan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Badan Pengatur dengan tetap mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis.

(2) The implementation of sharing of facilities as intended by paragraph (1) shall be governed by the Downstream Regulatory Agency in consideration of the technical and economic aspects.

Pasal 30 Article 30

Ketentuan mengenai usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Provisions concerning Processing, Transportation, Storage, and Trading business as intended by Article 23, Article 24, Article 25, Article 26, Article 27, Article 28, and Article 29 shall be further governed by Regulation of the Government.

Penjelasan Pasal 30: Elucidation of Article 30:

Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan ketentuan ini antara lain memuat substansi pokok: jenis-jenis kegiatan usaha, tata cara pengajuan permohonan dan pelaksanaan Izin Usaha, standar dan mutu, kewajiban Badan Usaha, klasifikasi pelanggaran, tata cara teguran, penangguhan, pembekuan dan pencabutan Izin Usaha, dan kewenangan Pemerintah Daerah yang terkait dengan perizinan usaha.

The Regulation of the Government as ancillary regulation to this provision shall include the following main items, inter alia: the line of business, procedures for submission of application and implementation of the Business License, standard and quality, obligations of Entities, classification of violations, warning system, postponement, suspension and revocation of Business License, and the powers of the Regional Government in connection with the business licensing.

Page 26: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

24

BAB VI PENERIMAAN NEGARA

Pasal 31

CHAPTER VI STATE REVENUES

Article 31

(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) wajib membayar penerimaan negara yang berupa pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

(1) Any Entity or Permanent Establishment engaged in Upstream Business Activities as intended by Article 11 paragraph (1) must pay the state revenue through taxes and Non-Tax State Revenues.

Penjelasan Pasal 31 (1) Elucidation of Article 31 (1):

Karena ketentuan yang dimaksud dalam Pasal ini didasarkan atas pengertian bahwa Kegiatan Usaha Hulu yang berupa Eksplorasi dan Eksploitasi adalah kegiatan pengambilan sumber daya alam tak terbarukan yang merupakan kekayaan negara, maka disamping kewajiban membayar pajak, bea masuk, dan kewajiban lainnya, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap diwajibkan menyerahkan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terdiri dari bagian negara, pungutan negara, dan bonus.

As the provision of this Article is based on the understanding that the Upstream Business Activities through Exploration and Exploitation are the activities of extracting non-renewable natural resources which are the state assets, in addition to the obligations to pay taxes, import duties and any other obligation, any Entity or Permanent Establishment must deliver the Non-Tax State Revenues that include the state’s portion, the state’s collection, and bonuses.

(2) Penerimaan negara yang berupa pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas:

(2) The state revenues through taxes as intended by paragraph (1) shall include:

a. pajak-pajak; a. taxes;

b. bea masuk, dan pungutan lain atas impor dan cukai;

b. import duties, and other charges on import and excise;

c. pajak daerah dan retribusi daerah. c. regional taxes and regional dues.

Penjelasan Pasal 31 (2) (c): Elucidation of Article 31 (2) (c):

Di samping membayar pajak daerah, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap diwajibkan pula membayar retribusi daerah.

In addition to the regional taxes, any Entity or Permanent Establishment must also pay the regional dues.

(3) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas:

(3) Non-Tax State Revenues as intended by paragraph (1) shall include:

a. bagian negara; a. the state’s portion

Penjelasan Pasal 31 (3) (a): Elucidation of Article 31 (3) (a):

Bagian negara merupakan bagian produksi yang diserahkan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap kepada negara sebagai pemilik sumber daya Minyak dan Gas Bumi.

The state’s portion shall be the production delivered by the Entity or Permanent Establishment to the state as the owner of the Oil and Natural Gas resources.

b. pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran Eksplorasi dan Eksploitasi;

b. The state’s collection through dead rents and Exploration and Exploitation royalties;

Penjelasan Pasal 31 (3) (b): Elucidation of Article 31 (3) (b):

Ketentuan ini didasarkan pada pengertian bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap diwajibkan membayar iuran tetap sesuai luas Wilayah Kerja sebagai imbalan atas "kesempatan" untuk melakukan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi.

This provision is based on the understanding that the Entities or Permanent Establishments must pay dead rents within the size of the Working Area in return for the “opportunity” to perform Exploration and Exploitation activities.

Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi dikenakan pada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, sebagai

Exploration and Exploitation royalties shall be imposed on the Entities or Permanent Establisments

Page 27: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

25

kompensasi atas pengambilan kekayaan alam Minyak dan Gas Bumi yang tak terbarukan.

in recompense for the extraction of natural assets of non-renewable Oil and Natural Gas.

Pungutan negara yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

The state’s collection as the revenues of the Central Government shall be the Non-Tax State Revenues in accordance with the provisions of the prevailing laws and regulations.

c. bonus-bonus. c. bonuses.

Penjelasan Pasal 31 (3) (c): Elucidation of Article 31 (3) (c):

Yang dimaksud dengan bonus dalam ketentuan ini adalah bonus data, bonus tanda tangan, dan bonus produksi yang didasarkan pada pencapaian tingkat produksi kumulatif tertentu.

“Bonuses” in this provision means data bonuses, signature bonuses, and production bonuses as per achievement of the certain level of the cumulative production.

(4) Dalam Kontrak Kerja Sama ditentukan bahwa kewajiban membayar pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dilakukan sesuai dengan:

(4) The Cooperation Contract provides that the obligation to pay taxes as intended by paragraph (2) point (a) shall be peformed in accordance with:

a. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku pada saat Kontrak Kerja Sama ditandatangani; atau

a. the provisions of laws and regulations concerning taxation in effect upon the Cooperation Contract being signed; or

b. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku.

b. the provisions of the prevailing laws and regulations concerning taxation.

Penjelasan Pasal 31 (4): Elucidation of Article 31 (4):

Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan agar Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dapat memilih alternatif aturan perpajakan yang akan diberlakukan dalam Kontrak Kerja Sama. Dibukanya kesempatan tersebut merupakan keleluasaan bagi Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap untuk memilih ketentuan perpajakan yang sesuai dengan kelayakan usahanya, mengingat kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi sifat usahanya berjangka panjang, memerlukan modal besar dan berisiko tinggi.

The provision of this Article is intended to enable Entities or Permanent Establishments to choose the alternate taxation regulations to apply to the Cooperation Contract. Such an opportunity is the discretion of the Entities or Permanent Establishments to choose the tax regulations that fit their business, considering that the Exploration and Exploitation activities are long term and call for large capital and pose high risks.

(5) Ketentuan mengenai penetapan besarnya bagian negara, pungutan negara, dan bonus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), serta tata cara penyetorannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(5) The provisions concerning the determination of the amount of the state’s portion, the state’s collection, and bonuses as intended by paragraph (3), and the procedures for their payment shall be further regulated by Regulation of the Government.

Penjelasan Pasal 31 (5): Elucidation of Article 31 (5):

Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan dari ketentuan ini antara lain memuat substansi pokok: pengaturan besarnya bagian negara berdasarkan prosentase produksi bersih; dan pungutan negara yang terdiri dari iuran tetap per satuan luas Wilayah Kerja, iuran Eksplorasi dan Eksploitasi per satuan volume produksi; bonus dan pengaturan persyaratan tertentu dalam Kontrak Kerja Sama.

The Regulation of the Government as the ancillary regulation to this provision shall provide the real substances, inter alia: provisions on the amount of the state’s portion as per percentage of the net production; and the state’s collection through dead rents per size unit of the Working Area; the Exploration and Exploitation royalties per volume unit of the production; bonuses and provisions on the certain requirements of the Cooperation Contract.

(6) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana (6) Non-Tax State Revenues as intended by

Page 28: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

26

dimaksud dalam ayat (3) merupakan penerimaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang pembagiannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

paragraph (3) shall be the revenues of the Central Government and the Regional Government(s), the apportionment shall be determined in accordance with the provisions of the prevailing laws and regulations.

Penjelasan Pasal 31 (6): Elucidation of Article 31 (6):

Yang dimaksud dengan “pembagiannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan ketentuan Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

“The apportionment shall be determined in accordance with the provisions of the prevailing laws and regulations” in this provision means the provisions of Law concerning The Financial Balance between the Central Government’s and the Regional Governments’.

Pasal 32 Article 32

Badan Usaha yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 wajib membayar pajak, bea masuk dan pungutan lain atas impor, cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, serta kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Any Entity engaged in the Downstream Business Activities as intended by Article 23 must pay taxes, import duties and and other charges on import, excise, regional taxes and regional dues, and other obligations in accordance with the privisions of the prevailing laws and regulations.

Penjelasan Pasal 32: Elucidation of Article 32:

Mengingat Kegiatan Usaha Hilir yang berupa Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga bukan kegiatan usaha yang berkaitan langsung dengan pengambilan sumber daya alam yang tak terbarukan, maka berlaku kewajiban membayar pajak, bea masuk, dan kewajiban lainnya kepada negara sebagaimana halnya pada kegiatan usaha industri dan/atau perdagangan pada umumnya.

As the Downstream Business Activities in the form of Processing, Transportation, Storage, and Trading are not directly associated with the extraction of non-renewable natural resources, the obligations to pay taxes, import duties, and other obligations to the state shall apply as is the general case with the industry and trade business activities.

BAB VII HUBUNGAN KEGIATAN USAHA MINYAK

DAN GAS BUMI DENGAN HAK ATAS TANAH

Pasal 33

CHAPTER VII RELATIONSHIP BETWEEN OIL AND

NATURAL GAS BUSINESS ACTIVITIES AND LAND TITLES

Article 33

(1) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilaksanakan di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia.

(1) Oil and Natural Gas business activities as intended by Article 5 shall be performed within the Indonesian Mining Jurisdiction.

(2) Hak atas Wilayah Kerja tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi.

(2) The entitlement to a Working Area shall not include the title to surface land.

(3) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi tidak dapat dilaksanakan pada:

(3) Oil and Natural Gas business activities shall not be performed at:

Penjelasan Pasal 33 (3): Elucidation of Article 33 (3):

Pada prinsipnya seluruh kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang dilakukan pada suatu lokasi memerlukan izin dari instansi Pemerintah.

In principle, all Oil and Natural Gas business activities performed at some location requires a permit from the Government agency.

Namun pada tempat-tempat tertentu sebelum memperoleh izin dari instansi Pemerintah, terlebih

However, such activities at certain places, prior to obtaining a permit from the Government agency,

Page 29: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

27

dahulu perlu mendapat persetujuan dari masyarakat dan atau perseorangan.

shall first require approval from the community and/or individuals.

a. tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci, tempat umum, sarana dan prasarana umum, cagar alam, cagar budaya, serta tanah milik masyarakat adat;

a. cemeteries, shrines, public places, public facilities and infrastructure, nature reserves, cultural sites, and customary land;

Penjelasan Pasal 33 (3) (a): Elucidation of Article 33 (3) (a):

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan tempat umum, sarana dan prasarana umum adalah fasilitas yang disediakan Pemerintah untuk kepentingan masyarakat luas dan mempunyai fungsi sosial seperti antara lain: jalan, pasar, tempat pemakaman, taman dan tempat ibadah.

In this provision, “public places, public facilities and infrastructure” means any facilities provided by the Government for the public benefit and serving as the social functions, such as, inter alia: roads, markets, cemeteries, parks and places of worship.

b. lapangan dan bangunan pertahanan negara serta tanah di sekitarnya;

b. fields and buildings for the state defense as well as the surrounding land;

c bangunan bersejarah dan simbol-simbol negara;

c. historical buildings and state symbols;

d. bangunan, rumah tinggal, atau pabrik beserta tanah pekarangan sekitarnya, kecuali dengan izin dari instansi Pemerintah, persetujuan masyarakat, dan perseorangan yang berkaitan dengan hal tersebut.

d. buildings, houses, or factories and the surrounding land, except with the permit from the Government agency, the relevant approval of the community and individuals.

(4) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang bermaksud melaksanakan kegiatannya dapat memindahkan bangunan, tempat umum, sarana dan prasarana umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a dan huruf b setelah terlebih dahulu memperoleh izin dari instansi Pemerintah yang berwenang.

(4) Any Entity or Permanent Establishment wishing to perform its activities may move the buildings, public places, public facilities and infrastructure as intended by paragraph (3) point (a) and point (b) upon first obtaining a permit from the competent Government agency.

Penjelasan Pasal 33 (4): Elucidation of Article 33 (4):

Mengingat bahwa tempat umum, sarana dan prasarana umum, lapangan dan bangunan pertahanan merupakan fasilitas yang dibangun oleh Pemerintah untuk kepentingan masyarakat atau pertahanan, diperlukan izin dari instansi Pemerintah yang terkait, dengan memperhatikan saran masyarakat.

As public places, public facilities and infrastructure, fields and buildings for defense are the facilities built by the Government for the public benefit or defense, a permit from the relevant Government agency is required with due regard to the recommendation of the community.

Khusus tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci dan tanah milik masyarakat adat, sebelum dikeluarkan izin dari instansi Pemerintah yang berwenang perlu mendapat persetujuan dari masyarakat setempat.

In the case of cemeteries, shrines and customary land, the approval from the local community is required, before the competent Government issues a permit.

Pasal 34 Article 34

(1) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap akan menggunakan bidang-bidang tanah hak atau tanah negara di dalam Wilayah Kerjanya, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan wajib terlebih dahulu

(1) Where an Entity or Permanent Establishment wishes to use any parcel of certificated land or state land within its Working Area, the relevant Entity or Permanent Establishment must first agree the settlement with the title holders or the

Page 30: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

28

mengadakan penyelesaian dengan pemegang hak atau pemakai tanah di atas tanah negara, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

state land users in accordance with the provisions of the prevailing laws and regulations.

(2) Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan cara jual beli, tukar-menukar, ganti rugi yang layak, pengakuan atau bentuk penggantian lain kepada pemegang hak atau pemakai tanah di atas tanah negara.

(2) The settlement as intended by paragraph (1) shall be made by deliberation to reach a consensus by purchase, swap, reasonable compensation, recognition or any other form of compensation to the title holders or the state land users.

Penjelasan Pasal 34 (2): Elucidation of Article 34 (2):

Yang dimaksudkan dengan pengakuan dalam ketentuan ini adalah pengakuan atas adanya hak ulayat masyarakat hukum adat di suatu daerah, sehingga penyelesaiannya dapat dilakukan melalui musyawarah dan mufakat berdasarkan hukum adat yang bersangkutan.

“Recognition” in this provision means the recognition of the existence of the indigenous land rights of a region, to enable the settlement to be made by deliberation to reach a consensus under the relevant customary law.

Pasal 35 Article 35

Pemegang hak atas tanah diwajibkan mengizinkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi di atas tanah yang bersangkutan, apabila:

The landholders must permit any Entity or Permanent Establishment to conduct Exploration and Exploitation on the relevant land, provided that:

a. sebelum kegiatan dimulai, terlebih dahulu memperlihatkan Kontrak Kerja Sama atau salinannya yang sah, serta memberitahukan maksud dan tempat kegiatan yang akan dilakukan;

a. before starting any activity, the Entity or Permanent Establishment has first produced the Cooperation Contract or its certified copy and notified its objectives and the affected location;

b. dilakukan terlebih dahulu penyelesaian atau jaminan penyelesaian yang disetujui oleh pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di atas tanah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.

b. the settlement or settlement guarantee agreed upon by the landholders or the state land users as intended by Article 34 has first been made.

Pasal 36 Article 36

(1) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap telah diberikan Wilayah Kerja, maka terhadap bidang-bidang tanah yang dipergunakan langsung untuk kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dan areal pengamanannya, diberikan hak pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib memelihara serta menjaga bidang tanah tersebut.

(1) Where an Entity or Permanent Establishment has been granted a Working Area, the parcels of land directly used for Oil and Natural Gas business activities and their security areas, shall be attached the right of use in land in accordance with the provisions of the prevailing laws and regulations and must maintain and preserve that land.

Penjelasan Pasal 36 (1): Elucidation of Article 36 (1):

Mengingat hak atas Wilayah Kerja tidak meliputi hak atas permukaan tanah, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tidak serta merta mempunyai hak pakai atas bidang-bidang tanah di dalam Wilayah Kerja.

As the entitlement to a Working Area does not include the title to surface land, any Entity or Permanent Establishment shall not directly have the right of use in the parcels of land within its Working Area.

Page 31: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

29

Apabila Badan Usaha akan menggunakan langsung bidang-bidang tanah dimaksud, maka hak pakai tersebut harus diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

If an Entity will directly use those parcels of land, the right of use must be processed in accordance with the provisions of the prevailing laws and regulations.

(2) Dalam hal pemberian Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi areal yang luas di atas tanah negara, maka bagian-bagian tanah yang tidak digunakan untuk kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi, dapat diberikan kepada pihak lain oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agraria atau pertanahan dengan mengutamakan masyarakat setempat setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.

(2) If the Working Area as intended by paragraph (1) includes a vast area on the state land, the parts of the unused land for Oil and Natural Gas business activities may be granted to other parties by the minister whose duties and responsibilities include the agrarian or land affairs by giving preference to the local community upon obtaining a recommendation from the Minister.

Pasal 37 Article 37

Ketentuan mengenai tata cara penyelesaian penggunaan tanah hak atau tanah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

The provisions on the procedures for settlement of the use of certificated land or state land as intended by Article 35 shall be further governed by Regulation of the Government.

Penjelasan Pasal 37: Elucidation of Article 37:

Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan ketentuan ini, antara lain memuat substansi pokok: prosedur penyelesaian atau perundingan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, pedoman besarnya ganti rugi dan ketentuan teknis pola penyelesaian penggunaan tanah.

The Regulation of the Government as ancillary regulation to this provision shall include the following main items, inter alia: procedures for settlement or negotiations, rights and obligations of each party, guidelines for the compensation rate and technical provisions on the land use settlement method.

BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu Pembinaan

Pasal 38

CHAPTER VIII DIRECTION AND SUPERVISION

Part One Direction Article 38

Pembinaan terhadap kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dilakukan oleh Pemerintah.

The direction of Oil and Natural Gas business activities shall be taken by the Government.

Penjelasan Pasal 38: Elucidation of Article 38:

Pembinaan yang dilakukan Pemerintah dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi didasarkan pada penguasaan negara atas sumber daya alam dan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.

The direction taken by the Government in the Oil and Natural Gas business activities is founded on the state’s control over the natural resources and production sectors serving the life of many people.

Pasal 39 Article 39

(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 meliputi:

(1) The direction as intended by Article 38 shall include:

a. penyelenggaraan urusan Pemerintah di bidang kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;

a. the implementation of the Government’s affairs in the field of Oil and Natural Gas business activities;

Penjelasan Pasal 39 (1) (a): Elucidation of Article 39 (1) (a):

Page 32: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

30

Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dimaksud dalam ketentuan ini meliputi antara lain: penyebarluasan informasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan teknologi, peningkatan nilai tambah produk, penerapan standardisasi, pemberian akreditasi, pembinaan industri/badan usaha penunjang, pembinaan usaha kecil/menengah, pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri, pemeliharaan keselamatan dan kesehatan kerja, pelestarian lingkungan hidup, penciptaan iklim investasi yang kondusif, serta pemeliharaan keamanan dan ketertiban.

The implementation of the Government’s affairs as intended by this provision shall include, inter alia: the dissemination of information, education and training, technological research and development, appreciated added value to products, application of standardization, award of accreditation, direction of supporting industries/entities, direction of small/medium business, utilization of domestic goods and services, maintenance of occupational safety and health, preservation of the environment, creation of a lucrative investment climate, and maintenance of security and order.

b. penetapan kebijakan mengenai kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi berdasarkan cadangan dan potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi yang dimiliki, kemampuan produksi, kebutuhan Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi dalam negeri, penguasaan teknologi, aspek lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup, kemampuan nasional, dan kebijakan pembangunan.

b. the making of policies on Oil and Natural Gas business activities subject to the existing reserves and potential of Oil and Natural Gas resources, production capabilities, domestic needs of Oil Fuel and Natural Gas, technological mastery, environmental aspects and environmental preservation, national capabilities, and development policies.

(2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara cermat, transparan, dan adil terhadap pelaksanaan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

(2) The direction towards the performance of Oil and Natural Gas business activities as intended by paragraph (1) shall be implemented in a careful, transparent and just manner.

Pasal 40 Article 40

(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap menjamin standar dan mutu yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menerapkan kaidah keteknikan yang baik.

(1) Any Entity or Permanent Establishment shall guarantee the prevailing standard and quality in accordance with the provisions of the prevailing laws and regulations and shall use good engineering practices.

(2) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup dan menaati ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

(2) Any Entity or Permanent Establishment shall guarantee the occupational safety and health and the environmental management and shall comply with the provisions of the prevailing laws and regulations in the Oil and Natural Gas business activities.

(3) Pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa kewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk kewajiban pascaoperasi pertambangan.

(3) The environmental management as intended by paragraph (2) shall be the obligations to prevent and mitigate pollution and restore the environmental damage, including obligations with respect to the postmining operation.

(4) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang, jasa, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri

(4) Any Entity or Permanent Establishment performing Oil and Natural Gas business activities as intended by Article 5 must give preference to the employment of local workers, domestic goods, services, capability of domestic engineering and design-build in a transparent

Page 33: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

31

secara transparan dan bersaing. and competitive manner.

Penjelasan Pasal 40 (4): Elucidation of Article 40 (4):

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung dan menumbuh-kembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing.

This provision intends to support and develop the national capability to be more competitive.

(5) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.

(5) Any Entity or Permanent Establishment performing Oil and Natural Gas business activities as intended by Article 5 shall also be responsible for the development of local environment and community.

Penjelasan Pasal 40 (5): Elucidation of Article 40 (5):

Yang dimaksud dengan “ikut bertanggung jawab mengembangkan lingkungan masyarakat setempat” dalam ketentuan ini adalah keikut-sertaan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam mengembangkan dan memanfaatkan potensi dan kemampuan masyarakat setempat, antara lain dengan cara mempekerjakan tenaga kerja dalam jumlah dan kualitas tertentu, serta meningkatkan lingkungan hunian masyarakat, agar tercipta keharmonisan antara Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dengan masyarakat sekitarnya.

In this provision “also responsible for the development of local environment and community” means the participation of the Entity or Permanent Establishment in the development of and utilization of the potential and capability of the local community by, inter alia, employing workers within certain quantity and quality and improving the dwelling environment of the community, to enable creation of harmony between the Entity or Permanent Establishment and its surrounding community.

(6) Ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(6) The provisions on occupational safety and health and environmental management as intended by paragraph (1) and paragraph (2) shall be further governed by Regulation of the Government.

Penjelasan Pasal 40 (6): Elucidation of Article 40 (6):

Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan ketentuan ini antara lain memuat substansi pokok yang meliputi kewajiban Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagai berikut:

The Regulation of the Government as ancillary regulation to this provision shall include, inter alia, the main items of the obligations of the Entity or Permanent Establishment, as follows:

a. di bidang keselamatan dan kesehatan kerja mencakup keselamatan dan kesehatan pekerja, kondisi dan persyaratan tempat dan lingkungan kerja, dan standar instalasi dan peralatan;

a. in the field of occupational safety and health, including the safety and health of workers, the condition and requirements of work place and the environment, and installation and equipment standards;

b. di bidang pengelolaan lingkungan hidup mencakup pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan, dan pemulihan atas kerusakan lingkungan dalam masa dan pasca Kontrak Kerja Sama.

b. in the field of environmental management, including the prevention and mitigation of environmental pollution, and the restoration of environmental damage during the term of and after the Cooperation Contract.

Bagian Kedua Pengawasan

Pasal 41

Part Two Supervision Article 41

(1) Tanggung jawab kegiatan pengawasan atas pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terhadap ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku berada pada departemen yang bidang

(1) The responsibility for the supervision of the performance of Oil and Natural Gas business activities towards the compliance with the provisions of the prevailing laws and regulations shall rest with the department whose duties and

Page 34: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

32

tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dan departemen lain yang terkait.

powers include Oil and Natural Gas business activities and other relevant departments.

(2) Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan Kontrak Kerja Sama dilaksanakan oleh Badan Pelaksana.

(2) The supervision of the performance of the Upstream Business Activities under the Cooperation Contract shall be made by the Upstream Regulatory Agency.

Anotasi Pasal 41 (2): Annotation of Article 41 (2):

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, 13 November 2012, Pasal 41 ayat 2 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-X/2012, November 13, 2012, Article 41 point 2 is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

(3) Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hilir berdasarkan Izin Usaha dilaksanakan oleh Badan Pengatur.

(3) The supervision of the performance of the Downstream Business Activities under the Permit shall be made by the Downstream Regulatory Agency.

Pasal 42 Article 42

Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) meliputi:

The supervision as intended by Article 41 paragraph (1) shall include:

a. konservasi sumber daya dan cadangan Minyak dan Gas Bumi;

a. the conservation of Oil and Natural Gas resources and reserves;

b. pengelolaan data Minyak dan Gas Bumi; b. the management of Oil and Natural Gas data;

c. penerapan kaidah keteknikan yang baik; c. the use of good engineering practices;

d. jenis dan mutu hasil olahan Minyak dan Gas Bumi;

d. the types and quality of the processed products of Oil and Natural Gas;

e. alokasi dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan bahan baku;

e. the allocation and distribution of Oil Fuel and raw materials;

f. keselamatan dan kesehatan kerja; f. the occupational safety and health;

g. pengelolaan lingkungan hidup; g. the environmental management;

h. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;

h. the utilization of domestic goods, services, technology and capability of domestic engineering and design-build;

Penjelasan Pasal 42 (h): Elucidation of Article 42 (h):

Dalam pelaksanaannya, pemanfaatan tersebut tetap memperhatikan nilai ekonomis pada masing-masing proyek atau kegiatan yang bersangkutan.

At implementation, the utilization shall have due regard to the economic value of the respective projects or associated activities.

i. penggunaan tenaga kerja asing; i. the employment of foreign workers;

Penjelasan Pasal 42 (i): Elucidation of Article 42 (i):

Dalam penggunaan tenaga kerja asing harus diperhatikan prosedur yang berlaku dan persyaratan sesuai dengan kebutuhan.

The employment of foreign workers must have due regard to the prevailing procedures and requirements, as necessary.

j. pengembangan tenaga kerja Indonesia; j. the development of Indonesian workers;

k. pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat;

k. the development of the local environment and community;

Page 35: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

33

l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi Minyak dan Gas Bumi;

l. the control, development, and application of Oil and Natural Gas technology;

m kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sepanjang menyangkut kepentingan umum.

m. the other activities in the field of Oil and Natural Gas business activities as far as the public interest is concerned.

Pasal 43 Article 43

Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, Pasal 41, dan Pasal 42 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Provisions on the development and supervision as referred to in Article 38, Article 39, Article 41, and Article 42 shall further be regulated by Regulation of the Government.

Penjelasan Pasal 43: Elucidation of Article 43:

Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan ketentuan ini antara lain memuat substansi pokok sebagaimana yang tercantum dalam penjelasan Pasal 39 ayat (1) huruf a.

The Regulation of the Government as ancillary regulation to this provision shall include, inter alia, the main items as stated in the elucidation of Article 39 paragraph (1) point (a).

BAB IX BADAN PELAKSANA DAN

BADAN PENGATUR

CHAPTER IX UPSTREAM REGULATORY AGENCY AND DOWNSTREAM REGULATORY AGENCY

Pasal 44 Article 44

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Kontrak Kerja Sama Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan oleh Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).

(1) The supervision of the implementation of the Cooperation Contract for Upstream Business Activities as intended by Article 5 point (1) shall be made by the Upstream Regulatory Agency as intended by Article 4 paragraph (3).

(2) Fungsi Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(2) The function of the Upstream Regulatory Agency as intended by paragraph (1) shall supervise the Upstream Business Activities to enable the extraction of the state’s Oil and Natural Gas resources to reap the best benefit and revenues to the state in the best prosperity of the people.

(3) Tugas Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:

(3) The duties of the Upstream Regulatory Agency as intended by paragraph (1) shall be to:

a. memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama;

a. give considerations to the Minister with respect to his/her policy in the preparation and offer of the Working Area and the Cooperation Contract;

b. melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama;

b. sign the Cooperation Contract;

c. mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan;

c. study and submit the plan to develop a field to be initially produced in a Working Area to the Minister for approval;

d. memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain

d. approve the field development plans other than as intended by point (c);

Page 36: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

34

sebagaimana dimaksud dalam huruf c;

e. memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran;

e. approve the working plans and budgets;

f. melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama;

f. monitor and report to the Minister of the implementation of the Cooperation Contract;

g. menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.

g. appoint the seller of the Natural Oil and/or Natural Gas of the state’ portion capable to deliver the best benefit to the country.

Anotasi Pasal 44: Annotation of Article 44:

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, 13 November 2012, Pasal 44 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-X/2012, November 13, 2012, Article 44 is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

Pasal 45 Article 45

(1) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) merupakan badan hukum milik negara.

(1) The Upstream Regulatory Agency as intended by Article 4 paragraph (3) shall be the state-owned legal entity.

Penjelasan Pasal 45 (1): Elucidation of Article 45 (1):

Badan hukum milik negara dalam ketentuan ini mempunyai status sebagai subjek hukum perdata dan merupakan institusi yang tidak mencari keuntungan serta dikelola secara profesional.

In this provision, the state-owned legal entity shall have the status as subject of civil law and is a not-for-profit institution, and shall be managed professionally.

(2) Badan Pelaksana terdiri atas unsur pimpinan, tenaga ahli, tenaga teknis, dan tenaga administratif.

(2) The Upstream Regulatory Agency shall include the elements of management, experts, technicians, and administrative personnel.

Penjelasan Pasal 45 (2): Elucidation of Article 45 (2):

Yang dimaksud dengan unsur pimpinan dalam ketentuan ini adalah kepala dan seorang wakil kepala serta deputi-deputi. Tenaga ahli adalah tenaga fungsional yang ahli dibidangnya.

“The elements of management” in this provision means the head, the vice and the deputies. “Experts” means the functional personnel with special expertise.

(3) Kepala Badan Pelaksana diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden.

(3) The Head of the Upstream Regulatory Agency shall be appointed and dismissed by the President upon consultation with the House of Representatives of the Republic of Indonesia, and in the performance of his/her duties, shall be responsible to the President.

Penjelasan Pasal 45 (3): Elucidation of Article 45 (3):

Konsultasi yang dimaksud adalah untuk melakukan uji kemampuan dan kelayakan bagi calon kepala Badan Pelaksana oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam hal ini komisi yang membidangi Minyak dan Gas Bumi.

“Consultation” means the application of fit and proper test by the House of Representatives of the Republic of Indonesia, in this case is the commission in charge of Oil and Natural Gas, to the candidate head of the Upstream Regulatory Agency.

Anotasi Pasal 45: Annotation of Article 45:

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, 13 November 2012, Pasal 45 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-X/2012, November 13, 2012, Article 45 is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and

Page 37: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

35

hukum mengikat.

effect of law.

Pasal 46 Article 46

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilakukan oleh Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4).

(1) The control over the implementation of the supply and distribution of the Oil Fuel and pipeline Natural Gas transportation shall be made by the Downstream Regulatory Agency as intended by Article 8 paragraph (4).

Penjelasan Pasal 46 (1): Elucidation of Article 46 (1):

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat konsumen terhadap kelangsungan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak di seluruh wilayah Indonesia.

This provision intends to protect the interest of consumers from the viability of Oil Fuel supply and distribution throughout Indonesia.

Pengawasan terhadap Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilakukan untuk optimasi dan mencegah terjadinya monopoli pemanfaatan fasilitas pipa transmisi, distribusi, dan Penyimpanan oleh Badan Usaha tertentu.

The supervision of pipeline Natural Gas Transportation shall be made for optimization and prevention from the occurrence of monopolized use of transmission and distribution pipelines and storage facilities by certain Entities.

(2) Fungsi Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan pengaturan agar ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi yang ditetapkan Pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri.

(2) The function of the Downstream Regulatory Agency to regulate as intended by paragraph (1) shall be to guarantee the availability and distribution of Oil Fuel and Natural Gas as set by the Government throughout the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia and to increase the domestic utilization of Natural Gas.

Penjelasan Pasal 46 (2): Elucidation of Article 46 (2):

Pemerintah bertanggung jawab terhadap kelangsungan sediaan dan layanan serta menghindari terjadinya kelangkaan Bahan Bakar Minyak di seluruh Indonesia.

The Government shall be responsible for the viability of stocks and handling and to avoid the shortage of Oil Fuel throughout Indonesia.

(3) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengaturan dan penetapan mengenai:

(3) The duties of the Downstream Regulatory Agency as intended by paragraph (1) shall include regulation and determination of:

a. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak;

a. the availability and distribution of Oil Fuel;

b. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional; b. the national Oil Fuel reserves;

c. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak;

c. the utilization of Oil Fuel Transportation and Storage facilities;

d. tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa; d. the tariffs of pipeline Natural Gas Transportation;

e. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil;

e. the prices of Natural Gas for households and small-scale customers;

f. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi.

f. the commercialization of Natural Gas transmission and distribution.

Penjelasan Pasal 46 (3) Elucidation of Article 46 (3):

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan

In this regulation, the meaning of “the utilization of Oil Fuel Transportation and Storage facilities” is

Page 38: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

36

Penyimpanan Bahan Bakar Minyak adalah terutama ditujukan untuk daerah-daerah tertentu atau daerah terpencil yang mekanisme pasarnya belum dapat berjalan sehingga fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan yang ada perlu diatur untuk dapat dimanfaatkan agar tercapai kondisi yang optimal dan tercapai harga yang serendah mungkin.

dedicated to certain areas or remote areas whose market mechanism is not properly functioning, such that the existing Transportation and Storage facilities require regulation for utilization in order to enable achievement of the optimum condition and the lowest possible price.

Rumah tangga adalah setiap konsumen yang memanfaatkan Gas Bumi untuk keperluan rumah tangga.

“Households” means every consumer who consumes Natural Gas for household needs.

Pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi diatur oleh Badan Pengatur yang berkaitan dengan aspek usaha dari kegiatan transmisi dan distribusi Gas Bumi tersebut.

The commercialization of the Natural Gas transmission and distribution shall be regulated by the Downstream Regulatory Agency with particular respect to the business aspects of the Natural Gas transmission and distribution activities.

(4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mencakup juga tugas pengawasan dalam bidang-bidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

(4) The duties of the Downstream Regulatory Agency as intended by paragraph (1) shall also include the supervision of the fields as intended by paragraph (3).

Pasal 47 Article 47

(1) Struktur Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) terdiri atas komite dan bidang.

(1) The structure of the Downstream Regulatory Agency as intended by Article 8 paragraph (4) shall include the committee and divisions.

(2) Komite sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 8 (delapan) orang anggota, yang berasal dari tenaga profesional.

(2) The committee as intended by paragraph (1) shall consist of one (1) chairperson serving concurrenty as member, and eight (8) members derived from professionals.

Penjelasan Pasal 47 (2): Elucidation of Article 47 (2):

Yang dimaksud dengan tenaga profesional dalam ketentuan ini adalah pihak-pihak yang mempunyai keahlian, pengalaman dan pengetahuan yang dibutuhkan antara lain di bidang perminyakan, lingkungan hidup, hukum, ekonomi dan sosial serta mempunyai integritas tinggi dalam melakukan tugas dan kewajibannya.

“Professionals” in this provision means those having expertise, experience and knowledge of the fields of, inter alia, oil, the environment, law, economics, and social, and having high integrity in the performance of their duties and obligations.

(3) Ketua dan anggota Komite Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(3) The chairperson and members of the Committee of the Downstream Regulatory Agency as intended by paragraph (1) shall be appointed and dismissed by the President upon approval of the House of Representatives of the Republic of Indonesia.

Penjelasan Pasal 47 (3): Elucidation of Article 47 (3):

Badan Pengatur bersifat independen, dan mengingat tugas dan fungsinya menyangkut kepentingan masyarakat luas, sehingga pengangkatan dan pemberhentiannya perlu mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

The Downstream Regulatory Agency shall be independent, and as its duties and functions involving the interest of the public, its appointment and dismissal shall require approval from the House of Representatives of the Republic of Indonesia.

(4) Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) bertanggung jawab kepada Presiden.

(4) The Downstream Regulatory Agency as intended by Article 8 paragraph (4) shall be responsible to the President.

Page 39: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

37

Penjelasan Pasal 47 (4): Elucidation of Article 47 (4):

Mengingat tugas dan fungsi Badan Pengatur terkait langsung dengan komoditas yang sangat dibutuhkan masyarakat luas, sehingga sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional dan dapat menimbulkan dampak kerawanan yang luas di masyarakat, serta pengaturannya bersifat lintas sektoral, maka Badan Pengatur bertanggung jawab kepada Presiden.

The Downstream Regulatory Agency shall be responsible to the President because their duties and functions are directly connected with the commodities that are vitally needed by the public and significantly affect the national economy and may create an impact leading to greater unrest among the public, and what it governs is cross-cutting.

(5) Pembentukan Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(5) The establishment of the Downstream Regulatory Body as intended by Article 8 paragraph (4) shall be made by Decision of the President.

Pasal 48 Article 48

(1) Anggaran biaya operasional Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 didasarkan pada imbalan (fee) dari Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(1) The operating budget of the Upstream Regulatory Agency as intended by Article 45 shall be based on the fee from the Government in accordance with the prevailing laws and regulations.

Penjelasan Pasal 48 (1): Elucidation of Article 48 (1):

Setiap penerimaan negara yang diperoleh dari Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu langsung disetorkan ke kas negara. Badan Pelaksana dalam melaksanakan pengendalian Kontrak Kerja Sama dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap memperoleh imbalan (fee) sebagai upah manajemen yang diterima dari Pemerintah atas kegiatan yang dilakukan.

Any state revenue received from Entities or Permanent Establishments performing Upstream Business Activities shall be directly deposited to the state treasury. The Upstream Regulatory Agency in the implementation of the Cooperation Contract with the Entities or Permanent Establishments shall receive a fee in return for the management received from the Government for activities performed.

Anotasi Pasal 48 (1): Annotation of Article 48 (1):

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, 13 November 2012, Pasal 48 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-X/2012, November 13, 2012, Article 48 paragraph (1) is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

(2) Anggaran biaya operasional Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 didasarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan iuran dari Badan Usaha yang diaturnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) The operating budget of the Downstream Regulatory Agency as intended by Article 46 shall be based on the State Budget and royalties from the Entities as governed in accordance with the prevailing laws and regulations.

Penjelasan Pasal 48 (2): Elucidation of Article 48 (2):

Biaya operasional Badan Pengatur yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dimaksudkan sebagai modal awal Badan Pengatur. Selanjutnya, biaya operasional Badan Pengatur diperoleh dari iuran Badan Usaha yang diaturnya.

The operating budget of the Downstream Regulatory Agency derived from the State Budget is dedicated for authorized capital of the Agency. The operating budget of the Downstream Regulatory Agency shall be derived from the royalties of Entities it governs.

Pasal 49 Article 49

Ketentuan mengenai struktur organisasi, status, The provisions concerning the organizational

Page 40: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

38

fungsi, tugas, personalia, wewenang dan tanggung jawab serta mekanisme kerja Badan Pelaksana dan Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 48 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

structure, status, functions, duties, personnel, powers and responsibilities as well as working mechanism of the Upstream Regulatory Agency and the Downstream Regulatory Agency as intended by Article 41, Article 42, Article 43, Article 44, Article 45, Article 46, Article 47, and Article 48 shallbe further be governed by Regulation of the Government.

Anotasi Pasal 49: Annotation of Article 49:

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, 13 November 2012, frasa “Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 49 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-X/2012, November 13, 2012, phrase “the Upstream Regulatory Agency and” in Article 49 is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

BAB X PENYIDIKAN

Pasal 50

CHAPTER X INVESTIGATION

Article 50

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

(1) In addition to the Investigators of the State Police of the Republic of Indonesia, certain Civil Service officers within the department whose scope of duties and responsibilities include Oil and Natural Gas business activities, shall be specifically empowered as Investigators as intended by Law Number 8 of 1981 concerning the Law of Criminal Procedure to conduct criminal investigations into Oil and Natural Gas business activities.

(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang:

(2) The Civil Service Investigators as intended by paragraph (1) shall be empowered to:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang diterima berkenaan dengan tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;

a. make examinations of the truth of reports or information about the criminal offenses in Oil and Natural Gas business activities;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;

b. make examinations of persons or entities that are suspected of perpetrating criminal offenses of Oil and Natural Gas business activities;

c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak pidana kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;

c. summons any person for hearing and/or examination as witnesses or suspects in criminal cases in Oil and Natural Gas business activities;

d. menggeledah tempat dan/atau sarana yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;

d. search any place and/or facility that is suspected of being used to perpetrate criminal offenses of Oil and Natural Gas business activities;

e. melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dan menghentikan penggunaan

e. make examinations of facilities and infrastructure of Oil and Natural Gas business activities and cease the use of

Page 41: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

39

peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana;

equipment that is suspected of being used to perpetrate criminal offenses;

f. menyegel dan/atau menyita alat kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti;

f. seal and/or seize Oil and Natural Gas equipment used to perpetrate criminal offenses as evidence;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;

g. procure experts required in connection with examination of criminal cases in Oil and Natural Gas business activities;

h. menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

h. cease investigations into criminal cases in Oil and Natural Gas business activities.

(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan perkara pidana kepada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Civil service investigators as intended by paragraph (1) shall notify the initiation of investigations into criminal offenses to Officials of the State Police of the Republic of Indonesia under the prevailing laws and regulations.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menghentikan penyidikannya dalam hal peristiwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a tidak terdapat cukup bukti dan/atau peristiwanya bukan merupakan tindak pidana.

(4) Investigators as intended by paragraph (1) must cease their investigations where no sufficient evidence is found in the event as intended by paragraph (2) point (a) and/or such an event is not a criminal offense.

(5) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Powers as intended by paragraph (2) shall be exercised under the provisions of the prevailing laws and regulations.

BAB XI KETENTUAN PIDANA

Pasal 51

CHAPTER XI PENAL PROVISIONS

Article 51

(1) Setiap orang yang melakukan Survei Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) tanpa hak dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling tinggi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(1) Any person who unauthorizedly performs a General Survey as intended by Article 19 paragraph (1) shall be sentenced to imprisonment of at most one (1) year or a fine of at most ten billion rupiah (Rp10,000,000,000.00).

(2) Setiap orang yang mengirim atau menyerahkan atau memindahtangankan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 tanpa hak dalam bentuk apa pun dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling tinggi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Any person who dispatches or delivers or transfers data as intended by Article 20 unauthorizedly in whatever form shall be sentenced to imprisonment of at most one (1) year or a fine of at most ten billion rupiah (Rp10,000,000,000.00).

Pasal 52 Article 52

Setiap orang yang melakukan Eksplorasi dan/atau Any person who conducts Exploration and/or

Page 42: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

40

Eksploitasi tanpa mempunyai Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).

Exploitation without Cooperation Contract as intended by Article 11 paragraph (1) shall be sentenced to imprisonment of at most six (6) years and a fine of at most sixty billion rupiah (Rp60,000,000,000.00).

Pasal 53 Article 53

Setiap orang yang melakukan: Any person who performs:

a. Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);

a. Processing as intended by Article 23 without a Processing Business License shall be sentenced to imprisonment of at most five (5) years and a fine of at most fifty billion rupiah (Rp50,000,000,000.00);

b. Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah);

b. Transportation as intended by Article 23 without a Transportation Business License shall be sentenced to imprisonment of at most four (4) years and a fine of at most forty billion rupiah (Rp40,000,000,000.00);

c. Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);

c. Storage as intended by Article 23 without a Storage Business License shall be sentenced to imprisonment of at most three (3) years and a fine of at most thirty billion rupiah (Rp30,000,000,000.00);

d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).

d. Trading as intended by Article 23 without a Trading Business License shall be sentenced to imprisonment of at most three (3) years and a fine of at most thirty billion rupiah (Rp30,000,000,000.00);

Pasal 54 Article 54

Setiap orang yang meniru atau memalsukan Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi dan hasil olahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).

Any person who copies or counterfeits Oil Fuel and Natural Gas and other processed products as intended by Article 28 paragraph (1) shall be sentenced to imprisonment of at most six (6) years and a fine of at most sixty billion rupiah (Rp60,000,000,000.00).

Pasal 55 Article 55

Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).

Any person who abuses the Transportation and/or Trading of Oil Fuel subsidized by the Government shall be sentenced to imprisonment of at most six (6) years and a fine of at most sixty billion rupiah (Rp60,000,000,000.00).

Penjelasan Pasal 55: Elucidation of Article 55:

Dalam ketentuan ini yang dimaksudkan dengan menyalahgunakan adalah kegiatan yang bertujuan

“Abuse” in this provision means an activity with the aim to reap any profit by either an individual or

Page 43: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

41

untuk memperoleh keuntungan perseorangan atau badan usaha dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat banyak dan negara seperti antara lain kegiatan pengoplosan Bahan Bakar Minyak, penyimpangan alokasi Bahan Bakar Minyak, Pengangkutan dan Penjualan Bahan Bakar Minyak ke luar negeri.

entity in a manner detrimental to the interest of the public and state, such as, inter alia, the activities of Oil Fuel mixing, Oil Fuel allocation deviation, Transportation and Sale of Oil Fuel abroad.

Pasal 56 Article 56

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, tuntutan dan pidana dikenakan terhadap Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dan/atau pengurusnya.

(1) Where the criminal offenses as intended by this Chapter are committed by or on behalf of an Entity or a Permanent Establishment, the prosecution and sentence shall be imposed on the Entity or Permanent Establishment and/or its management.

(2) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, pidana yang dijatuhkan kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap tersebut adalah pidana denda, dengan ketentuan paling tinggi pidana denda ditambah sepertiganya.

(2) Where the criminal offenses are committed by an Entity or a Permanent Establishment, the sentence imposed on that Entity or Permanent Establishment shall be a maximum fine plus one third of it.

Pasal 57 Article 57

(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 adalah pelanggaran.

(1) The criminal offenses as intended by Article 51 shall be misdemeanors.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 adalah kejahatan.

(2) The criminal offenses as intended by Article 52, Article 53, Article 54, and Article 55 shall be felonies.

Pasal 58 Article 58

Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, sebagai pidana tambahan adalah pencabutan hak atau perampasan barang yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

In addition to the penal provisions as intended by this Chapter, the additional sentence shall be the revocation of entitlements or the seizure of goods that are used for or obtained from the commission of criminal offenses in Oil and Natural Gas business activities.

BAB XII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 59

CHAPTER XII TRANSITIONAL PROVISIONS

Article 59

Pada saat Undang-undang ini berlaku: Upon this Law coming into effect:

a. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dibentuk Badan Pelaksana;

a. an Upstream Regulatory Agency shall be formed within one (1) year;

Anotasi Pasal 59 (a): Annotation of Article 59 (a):

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, 13 November 2012, Pasal 59 huruf (a) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-X/2012, November 13, 2012, Article 59 point (a) is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

Page 44: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

42

b. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dibentuk Badan Pengatur.

b. a Downstream Regulatory Agency shall be formed within one (1) year.

Pasal 60 Article 60

Pada saat Undang-undang ini berlaku: Upon this Law coming into effect:

a. dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun, Pertamina dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan Peraturan Pemerintah;

a. Pertamina shall, within two (2) years, be transformed into a State-Owned Limited Liability Company (Persero) by Regulation of the Government;

Penjelasan Pasal 60 (a): Elucidation of Article 60 (a):

Bentuk perusahaan perseroan yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah bentuk perusahaan sesuai yang dimaksud dalam Undang-undang mengenai badan usaha milik negara.

The form of state-owned limited liability company as intended by this provision shall be the form of company as intended by the Law concerning state-owned entities.

b. selama Persero sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum terbentuk, Pertamina yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2971) wajib melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi serta mengatur dan mengelola kekayaan, pegawai dan hal penting lainnya yang diperlukan;

b. to the extent the State-Owned Limited Liability Company as intended by point (a) has not been formed, Pertamina formed under Law Number 8 of 1971 (State Gazette Number 76 of 1971, Supplement to State Gazette Number 2971) must perform Oil and Natural Gas business activities, organize and manage its assets, employees and other necessary matters of concern;

c. saat terbentuknya Persero yang baru, kewajiban Pertamina sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dialihkan kepada Persero yang bersangkutan.

c. upon a new State-Owned Limited Liability Company being formed, the obligations of Pertamina as intended by point (b) shall be transferred to the relevant State-Owned Limited Liability Company.

Pasal 61 Article 61

Pada saat Undang-undang ini berlaku: Upon this Law coming into effect:

a. Pertamina tetap melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan pengusahaan kontraktor Eksplorasi dan Eksploitasi termasuk Kontraktor Kontrak Bagi Hasil sampai terbentuknya Badan Pelaksana;

a. Pertamina shall continue with the performance of its duties and functions of direction and supervision of the commercialization of Exploration and Exploitation contractors, including Production Sharing Contract contractors until the Upstream Regulatory Agency is formed.

b. pada saat terbentuknya Persero sebagai pengganti Pertamina, badan usaha milik negara tersebut wajib mengadakan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana untuk melanjutkan Eksplorasi dan Eksploitasi pada bekas Wilayah Kuasa Pertambangan Pertamina dan dianggap telah mendapatkan Izin Usaha yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 untuk usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga.

b. upon a State-Owned Limited Liability Company in place of Pertamina being formed, said state-owned entity muat enter into Cooperation Contracts with the Upstream Regulatory Agency to continue the Exploration and Exploitation in the Pertamina’s former Mining Authority Areas and shall be deemed to having obtained the required Business Licenses as intended by Article 24 for Processing, Transporting, Storage, and Trading business.

Penjelasan Pasal 61 (b): Elucidation of Article 61 (b):

Page 45: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

43

Yang dimaksud dengan Kontrak Kerja Sama dalam ketentuan ini memuat kewajiban pembayaran kepada negara yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Wilayah Kuasa Pertambangan Pertamina selama ini dengan memasukkan rincian sesuai dengan ketentuan yang dijabarkan pada Bab V.

“Cooperation Contract” in this provision shall reflect the obligated payment to the state whose amount is subject to the provisions prevailing within the Pertamina Mining Authority Areas and reflect the details as the provisions of Chapter V elaborate.

Anotasi Pasal 61: Annotation of Article 61:

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, 13 November 2012, Pasal 61 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-X/2012, November 13, 2012, Article 61 is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

Pasal 62 Article 62

Pada saat Undang-undang ini berlaku Pertamina tetap melaksanakan tugas penyediaan dan pelayanan Bahan Bakar Minyak untuk keperluan dalam negeri sampai jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun.

Upon this Law coming into effect, Pertamina shall continue with the performance of its duties to supply and serve Oil Fuel for domestic needs for a period of not exceeding four (4) years.

Pasal 63 Article 63

Pada saat Undang-undang ini berlaku: Upon this Law coming into effect:

a. dengan terbentuknya Badan Pelaksana, semua hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) antara Pertamina dan pihak lain beralih kepada Badan Pelaksana;

a. upon the formation of the Upstream Regulatory Agency, any right, obligation and effect arising out of the Production Sharing Contracts between Pertamina and other parties shall pass to the Upstream Regulatory Agency;

Penjelasan Pasal 63 (a): Elucidation of Article 63 (a):

Untuk melaksanakan ketentuan ini, dilakukan perubahan/amandemen Kontrak Kerja Sama yang berkaitan dengan para pihak yang berkontrak, dengan tanpa merubah kondisi dan persyaratan kontrak.

To implement this provision, revision of/amendments to the Cooperation Contract, especially the parties to the contract, shall be made without changing the condition and requirements of the contract.

b. dengan terbentuknya Badan Pelaksana, kontrak lain yang berkaitan dengan kontrak sebagaimana tersebut pada huruf a antara Pertamina dan pihak lain beralih kepada Badan Pelaksana;

b. upon the formation of the Upstream Regulatory Agency, any other contract involving the contracts referred to in point (a) between Pertamina and other parties shall pass to the Upstream Regulatory Agency;

c. semua kontrak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak yang bersangkutan;

c. all the contracts as intended by point (a) and point (b) shall be declared to remain valid until the expiration of the relevant contracts;

d. hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari kontrak, perjanjian atau perikatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tetap dilaksanakan oleh Pertamina sampai dengan terbentuknya Persero yang didirikan untuk itu dan beralih kepada Persero tersebut;

d. any right, obligation and effect arising out of the contracts, agreements or obligations other than those intended by point (a) and point (b) shall continue to be exercised by Pertamina until a State-Owned Limited Liability Company is formed for that purpose and shall pass to the relevant State-Owned Limited Liability Company;

Page 46: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

44

Penjelasan Pasal 63 (d): Elucidation of Article 63 (d):

Yang dimaksud dengan kontrak, perjanjian atau perikatan dalam ketentuan ini antara lain kontrak penjualan gas alam cair (liquified natural gas).

Contracts, agreements or obligations as intended by this provision shall be, inter alia, the liquified natural gas sale contract.

e. pelaksanaan perundingan atau negosiasi antara Pertamina dan pihak lain dalam rangka kerja sama Eksplorasi dan Eksploitasi beralih pelaksanaannya kepada Menteri.

e. any discussion or negotiation between Pertamina and other parties within the Exploration and Exploitation cooperation shall pass to the Minister.

Anotasi Pasal 63: Annotation of Article 63:

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, 13 November 2012, Pasal 63 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-X/2012, November 13, 2012, Article 63 is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.

Pasal 64 Article 64

Pada saat Undang-undang ini berlaku: Upon this Law coming into effect:

a. badan usaha milik negara, selain Pertamina, yang mempunyai kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dianggap telah mendapatkan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;

a. any state-owned entity other than Pertamina engaged in Oil and Natural Gas business activities shall be deemed as having obtained a Business License as intended by Article 23;

Penjelasan Pasal 64 (a): Elucidation of Article 64 (a):

Badan usaha milik negara selain Pertamina yang mempunyai kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi antara lain adalah PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1994.

Any state-owned entity other than Pertamina engaged ini Oil and Natural Gas business activities shall be, inter alia, PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) established under Regulation of the Government Number 37 of 1994.

b. pelaksanaan pembangunan yang pada saat Undang-undang ini berlaku sedang dilakukan badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada huruf a tetap dilaksanakan oleh badan usaha milik negara yang bersangkutan;

b. upon this Law coming into effect, any ongoing construction by any state-owned entity as intended by point (a) shall continue to be performed by the relevant state-owned entity;

c. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib membentuk Badan Usaha yang didirikan untuk kegiatan usahanya sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini;

c. within one (1) year, any state-owned entity as intended by point (a) must establish an Entity to engage in their line of business in accordance with the provisions of this Law;

d. kontrak atau perjanjian antara badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada huruf a dan pihak lain tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu kontrak atau perjanjian yang bersangkutan.

d. any contract or agreement between the state-owned entities as intended by point (a) and other parties shall remain valid until the expiration of the relevant contract or agreement.

BAB XIII KETENTUAN LAIN

Pasal 65

CHAPTER XIII MISCELLANEOUS PROVISIONS

Article 65

Kegiatan usaha atas minyak atau gas selain yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 2 sepanjang belum atau tidak diatur dalam Undang-undang lain, diberlakukan ketentuan Undang-undang

The provisions of this Law shall apply to oil or gas business activities other than those intended by Article 1 point 1 and point 2 to the extent not yet governed [or not governed] by any other laws.

Page 47: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

45

ini.

Penjelasan Pasal 65: Elucidation of Article 65:

Yang dimaksud dengan minyak atau gas dalam ketentuan ini adalah minyak dan gas sebagai hasil proses buatan (bukan hasil proses alami).

“Oil or gas” in this provision means oil and gas as a result of the manufacturing process (not the result of the natural process).

BAB XIV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66

CHAPTER XIV CONCLUDING PROVISIONS

Article 66

(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku:

(1) Upon this Law coming into effect, the following laws are declared to no longer be in effect:

a. Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070);

a. Law Number 44 Prp of 1960 concerning Oil and Natural Gas Mining (State Gazette Number 133 of 1960, Supplement to State Gazette Number 2070);

b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1962 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahaan Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2505);

b. Law Number 15 of 1962 concerning Enactment of Regulation of the Government in Lieu of Law Number 2 of 1962 concerning Obligations of Oil Companies to Serve the Domestic Needs (State Gazette Number 80 of 1962, Supplement to State Gazette Number 2505);

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2971) berikut segala perubahannya, terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 3045).

c. Law Number 8 of 1971 concerning The State Oil and Natural Gas Mining Company (State Gazette Number 76 of 1971, Supplement to State Gazette Number 2971), as amended, most recently amended by Law Number 10 of 1974 (State Gazette Number 3045 of 1974).

(2) Segala peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2971) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-undang ini.

(2) All regulations ancillary to Law Number 44 Prp of 1960 concerning Oil and Natural Gas Mining (State Gazette Number 133 of 1960, Supplement to State Gazette Number 2070) and Law Number 8 of 1971 concerning the State Oil and Natural Gas Mining Company (State Gazette Number 76 of 1971, Supplement to State Gazette Number 2971) are declared to remain in effect to the extent they are not contrary to or not yet replaced by new regulations under this Law.

Pasal 67 Article 67

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

This Law shall come into effect from the date it is promulgated.

Page 48: Law No. 22/2012 Oil and Natural Gas (Wishnu Basuki)

46

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

In order that every person may know of it, the promulgation of this Law is ordered by placement in the State Gazette of the Republic of Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 Nopember 2001 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

[Ttd.] MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Ratified in Jakarta on November 23, 2001 PRESIDENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA,

[Sgd.] MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Nopember 2001 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

[Ttd.] BAMBANG KESOWO

Promulgated in Jakarta on November 23, 2001 STATE SECRETARY OF THE REPUBLIC OF INDONESIA,

[Sgd.] BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 136.

STATE GAZETTE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 136 OF 2001.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4152.

SUPPLEMENT TO STATE GAZETTE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 4152.

Translated by: Wishnu Basuki [email protected]