membangun ekosistem kewirausahaan untuk …
TRANSCRIPT
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 36
MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK
USAHA MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA: SEBUAH
TINJAUAN LITERATUR
Armando Haratua dan Chandra Wijaya
Program Magister Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia
Kampus UI, Depok 16424, Jawa Barat, Indonesia
Email : [email protected] dan [email protected]
Abstract: Building Entrepreneurial Ecosystems for Micro and Small Businesses in Indone-
sia: A Literature Review. Micro and small businesses play a strategic role in reducing poverty
and unemployment in Indonesia. Despite its important role, the ratio of micro and small
businesses in Indonesia is still inadequate to sustain the national economy. There are various
problems experienced by micro and small businesses, such as capital, human resources,
regulations, government support, social culture, and lack of support from educational institutions.
These problems are part of the entrepreneurial ecosystem, which is a theoretical approach to
entrepreneurship development. The entrepreneurial ecosystem is composed of culture, policy,
finance, human resources, markets, institutions and infrastructure that must be linked and
coordinated both formal and informal. The entrepreneurial ecosystem in Indonesia needs to be
developed into an ecosystem that supports each other among the actors and the factors within it in
order to have a positive influence on micro and small businesses. Research on entrepreneurial
ecosystems in Indonesia needs to be improved and developed in order to provide a conceptual
description of the entrepreneurial ecosystem that matches the character of entrepreneurship in
Indonesia.
Key Words: entrepreneurial ecosystem, entrepreneurship, SME.
Abstrak: Membangun Ekosistem Kewirausahaan untuk Usaha Mikro dan Kecil di Indone-
sia: Sebuah Tinjauan Literatur. Usaha mikro dan kecil berperan strategis dalam mengurangi
kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Meskipun perannya penting, rasio usaha mikro dan
kecil di Indonesia masih belum memadai untuk menopang ekonomi nasional. Terdapat berbagai
permasalahan yang dialami usaha mikro dan kecil yaitu permodalan, sumber daya manusia, regu-
lasi, dukungan pemerintah, sosial budaya, dan kurangnya dukungan institusi pendidikan. Masalah-
masalah tersebut merupakan bagian dalam ekosistem kewirausahaan, yakni sebuah pendekatan te-
oritis untuk pengembangan kewirausahaan. Ekosistem kewirausahaan tersusun dari budaya, ke-
bijakan, keuangan, sumber daya manusia, pasar, kelembagaan dan infrastruktur yang harus terkait
dan terkordinasi baik formal mapun informal. Ekosistem kewirausahaan di Indonesia perlu
dikembangkan menjadi sebuah ekosistem yang saling mendukung di antara para aktor dan faktor
di dalamnya guna memberikan pengaruh positif bagi usaha mikro dan kecil. Penelitian mengenai
ekosistem kewirausahaan di Indonesia perlu ditingkatkan dan dikembangkan supaya dapat mem-
berikan konsepsi gambaran ekosistem kewirausahaan yang cocok dengan karakter kewirausahan
di Indonesia.
Kata Kunci: ekosistem kewirausahaan, wirausaha, UMKM.
PENDAHULUAN
Usaha mikro dan kecil adalah asset
berharga untuk pembangunan, berfungsi se-
bagai motor untuk pertumbuhan dan alat un-
tuk redistribusi kekayaan (Epargne Sans
Frontière, 2009). Usaha mikro dan kecil
menjadi bagian fundamental untuk mening-
katkan angka pertumbuhan ekonomi guna
mewujudkan stabilitas nasional. Usaha
mikro dan kecil juga telah membuktikan diri
menjadi pilar ekonomi yang kuat dan tahan
terhadap terpaan krisis ekonomi dan
melanjutkan perkembangannya sampai
sekarang. Usaha dengan skala mikro dan
36
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 37
kecil yang menjadi penyumbang terbanyak
untuk lapangan kerja, memiliki investasi riil
dan bersifat lebih fleksibel dibanding usaha
skala besar (Berry, et al.,2001). Melalui in-
vestasi dan konsumsi mereka, usaha mikro
dan kecil menciptakan nilai dan
menghasilkan sejumlah besar barang dan
jasa, sehingga memainkan peran penting da-
lam mendanai layanan publik dan mencip-
takan ekonomi lokal yang dinamis (Gou-
dreault dan Hébert, 2013).
Isu demografi dan pengangguran juga
perlu dipertimbangkan dalam kaitannya
dengan UMKM. Data BPS pada bulan
Agustus 2019 menunjukan terdapat
Angkatan kerja Indonesia berada pada
133,56 juta orang dengan Tingkat Pengang-
guran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus
2019 sebesar 5,28%. Selain itu terdapat
126,51 juta angka penduduk bekerja yang di
dalamnya terdapat pekerja paruh waktu
sebanyak 28,41 juta orang dan pekerja
setengah menganggur sebanyak 8,14 juta
orang. Angka-angka tersebut perlu diper-
hatikan karena berpotensi meningkat seiring
dengan meningkatnya pertumbuhan
penduduk di Indonesia yang menurut
proyeksi Bappenas akan ada sebanyak
305.652.400 juta penduduk Indonesia pada
tahun 2035. Kondisi tersebut memerlukan
terobosan kebijakan dan solusi yang signif-
ikan untuk meminimalisir dampak sosial
terkait laju demografi dan tingkat pengang-
guran.
Di Indonesia, UMKM membuktikan
diri selalu berperan untuk menyerap tenaga
kerja dalam negeri. Dimana UMKM mampu
menyerap tenaga kerja sebanyak 97,22% da-
lam periode lima tahun terakhir atau naik
dari angka 96,99% pada tahun 2014. UMKM
menjadi sebuah fenomena penyedia lapangan
kerja dan kesempatan kerja dan berperan
strategis dalam mengurangi angka kemiski-
nan dan pengangguran di Indonesia dengan
menyerap tenaga kerja sebesar 116.978.631
orang pada tahun 2018 atau bertumbuh sebe-
sar 547.407 orang pada periode yang sama di
tahun 2017. Selain porsinya yang mengambil
99,9% pangsa usaha di Indonesia, bila
dibandingkan dengan usaha besar yang
justru mengalami penurunan dengan
penurunan tenaga kerja sebanyak 209.446
orang, maka bisa dipahami bahwa usaha
mikro dan kecil adalah jenis usaha yang pal-
ing banyak menyerap tenaga kerja domestik
dalam fungsi membantu menurunkan angka
pengangguran.
Tabel 1. Perkembangan Data UMKM dan Usaha Besar di tahun 2017 – 2018
No Jenis
2017 2018 Perkembangan dari
2017 - 2018
Jumlah
(Unit) Pangsa Jumlah (Unit) Pangsa
Jumlah
(Unit) %
1 UNIT USAHA
(A+B)
A. UMKM
U Mikro
U Kecil
U Menengah
B. Usaha Besar
62.928.077
62.922.617
62.106.900
757.090
58.627
5.460
99,99
98,70
1,20
0,09
0,01
64.199.606
64.194.057
63.350.222
783.132
60.702
5.550
99,99
98,68
1,22
0,09
0,01
1.271.529
1.271.440
1.243.322
26.043
2.075
90
2,02
2,00
3,44
3,54
1,64
2 TENAGA KERJA
(A+B) (Orang)
A. UMKM
U Mikro
U Kecil
U Menengah
B. Usaha Besar
120.260.177
116.431.224
105.509.631
6.546.742
4.374.851
3.828.953
96,82
87,73
5,44
3,64
3,18
120.598.138
116.978.631
107.376.540
5.831.256
3.770.835
3.619.507
97,00
89,04
4,84
3,13
3,00
337.961
547.407
1.866.909
-715.486
-604.016
-209.446
0,28
0,47
1,77
-10,93
-13,81
-5,47
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI, 2019
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 38
Setidaknya terdapat 58 juta kegiatan
usaha yang dilakukan oleh para pelaku usaha
secara mandiri dan sebesar 1,65 % dari ang-
ka tersebut telah bertransformasi menjadi
pengusaha yang berkembang dari posisinya
sebagai pemula, atau dalam kata lain mereka
telah naik kelas menjadi pengusaha dan
dapat meningkatkan skala usahanya sendiri.
Peran strategis UMKM dalam struktur
perekonomian Indonesia makin nyata di ma-
na sekitar 99,9 persen unit bisnis di Indo-
nesia merupakan UMKM. Meskipun begitu
bila berbicara rasio wirausaha Indonesia
dengan basis dari data BPS pada tahun 2016
bahwa terdapat 252 juta penduduk Indonesia
dan di dalamnya terdapat wirausaha menetap
sebanyak 7,8 juta atau sebesar 2,1% dari
jumlah penduduk Indonesia. Prosentase ter-
sebut terhitung kecil dan belum mencapai
angka ideal menurut David McClelland
(Hermanto, 2017) dimana tingkat
kewirausahaan Indonesia baru melampaui
2% dari populasi penduduk, yang bila
dibandingkan dengan rasio wirausaha pada
negara lain, rasio di Indonesia lebih rendah
apabila dibandingkan dengan negara tetang-
ga di Asia seperti Malaysia dengan prosen-
tase 5%, lalu Tiongkok di 10%, selanjutnya
Singapura di angka 7%, Jepang dengan 11%
maupun AS yang 12%. (Majalah coopera-
tive. Kemenkop dan UMKM RI. Maret
2017). Rasio 2% belum cukup untuk dapat
menjadikan usaha mikro dan kecil sebagai
fondasi ekonomi Nasional, diharapkan bah-
wa minimal rasio wirausaha dengan jumlah
penduduk adalah sebesar 5% atau dengan
kata lain, secara Nasional diperlukan seku-
rang-kurangnya 12,6 juta wirausaha untuk
menghasilkan fondasi ekonomi yang kuat di
Indonesia.
Permasalahan lain yang menjadi tan-
tangan utama bagi pelaku usaha mikro dan
kecil yakni terkait dengan permodalan yang
mayoritas pelaku usaha mikro dan kecil
mengandalkan modal sendiri yang cenderung
terbatas. Peraturan investasi yang dianut oleh
bank kurang menguntungkan pengusaha
pemula dengan masalah akses ke modal un-
tuk pengusaha pemula yang dipenuhi dengan
hambatan (Hermanto, 2017). Pembiayaan
modal dalam perusahaan kecil sangat sulit
untuk didapatkan, mahal dan sering tidak
diinginkan karena alasan-alasan tertentu
(Cassar, 2014). Lembaga seperti venture cap-
ital dan angel investment kurang tertarik
dalm memberikan modal pada usaha mikro
dan kecil karena berisiko tinggi dan belum
memperlihatkan potensi pertumbuhan (Cas-
sar, 2014). Usaha mikro dan kecil kesulitan
mengakses permodalan dari bank atau lem-
baga keuangan lainnya dikarenakan para
pelaku usaha dianggap kurang feasibel bagi
perbankan (non bankable). Kendala yang
sering ditemui adalah usaha mikro dan kecil
sulit untuk memenuhi prinsip syarat 5C
(character, capacity, capital, collateral, and
conditions) dalam kredit (Brodjonegoro,
2016). Prinsip 5C perlu dilakukan
penyesuaian untuk mensasar UMKM karena
sering terkendala akan asset yang dimiliki
oleh Usaha Mikro dan Kecil yang nilainya
tidak cukup untuk dijaminkan kepada pihak
bank. Hal itu sejalan dengan survey yang
dikeluarkan International Financial Corpo-
ration World Bank pada tahun 2015 yang
menyebutkan bahwa pada Lembaga keu-
angan di Indonesia mensyaratkan 73% ada-
lah jaminan dalam bentuk asset tetap (fixed
asset) sedangkan pada kenyataanya, para
pelaku usaha mikro dan kecil di Indonesia
memiliki 45% berbentuk barang bergerak,
33% adalah piutang dan 22% merupakan as-
set tetap. Sehingga terdapat gap yang sangat
besar antara asset yang dimiliki pelaku usaha
dengan persyaratan pada Lembaga keuangan
yakni sebesar 51%.
Statistik yang disebutkan di atas
menunjukkan bahwa di Indonesia, pengu-
saha belum memainkan peran penting dalam
mendukung perekonomian negara.
Kewirausahaan bisa menjadi cara strategis
dalam upaya mengatasi pengangguran dan
kemiskinan di Indonesia, jika kewirausahaan
dapat berjalan dengan lancar, masyarakat
tidak akan lagi bergantung pada pemerintah
karena dapat menyelesaikan masalah
ekonomi melalui kreativitas dan inovasi
(Hermanto & Suryanto, 2017).
Usaha mikro dan kecil sangat jarang
tumbuh berkembang menjadi usaha menen-
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 39
gah atau besar dalam waktu singkat (Sorama
& Joensuu, 2016). Orientasi usaha mikro dan
kecil tergolong rendah dan jarang untuk
berkembang atau naik kelas karena para
pelaku usaha beranggapan bahwa usahanya
cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan da-
sar (Autio, 2014). Pelaku usaha memiliki
keengganan untuk mengeksploitasi potensi
yang dimiliki agar dapat mengembangkan
usahanya bahkan untuk wilayah daerah Nor-
dik Eropa, tercatat hanya sebesar 8% pelaku
usaha mikro dan kecil yang memiliki orien-
tasi bertumbuh menjadi pelaku usaha untuk
menjalankan kegiatan ekspor (Nordic
Growth Entrepreneurship Review, 2015).
Meskipun ada minat luas dalam
kewirausahaan dengan menjadikannya se-
bagai cara untuk memecahkan tantangan so-
sial yang muncul seperti pengangguran, na-
mun belum terdapat kebijakan eksplisit yang
menargetkan lahir dan tumbuhnya usaha
(Autio et al. 2014).
Masalah sumber daya manusia (SDM)
pengusaha yang relatif rendah juga menjadi
tantangan kemajuan usaha mikro dan kecil.
Hal ini tercermin dari kurangnya kemam-
puan manajerial dalam menerapkan strategi
bisnisnya. Kurangnya pemahaman tentang
sektor bisnis yang dia tuju juga menunjukkan
rendahnya kapasitas sumber daya manusia
(Hermanto & Suryanto, 2017). Selain itu,
ketidakmampuan untuk mengelola admin-
istrasi, keuangan serta ilmu pengetahuan dan
teknologi berbasis internet masih melekat
dalam praktik kewirausahaan di Indonesia
(Hermanto & Suryanto, 2017).
Beberapa penelitian mengungkapkan
bahwa aktor-aktor individu yang terlibat
langsung dalam pengembangan kebijakan
usaha mikro dan kecil lama diabaikan
(Arshed et al., 2014; Xheneti, 2017). Selain
itu, pengembangan kebijakan untuk usaha
mikro dan kecil yang lahir dari proses politik
yang tidak objektif atau netral (Smallbone,
2016), yang justru didorong oleh dominasi
aktor individu tertentu seperti pejabat
pemerintah, peneliti, maupun lsm - yang ber-
tindak dalam konteks tertentu. Lingkungan
politik, hukum dan peraturan sangat penting
untuk dapat mendukung lahir dan berkem-
bangnya usaha mikro dan kecil, karena ban-
yak kendala yang dihadapi oleh usaha-usaha
ini berasal dari aturan dan regulasi yang ada
(Hobohm, 2001). Dengan kata lain, ling-
kungan di mana usaha melakukan bisnis ha-
rus kondusif atau menguntungkan bagi
perkembangan mereka.
Seluruh hal yang disampaikan di atas
adalah bagian dalam sebuah ekosistem
kewirausahaan. Pendekatan ekosistem
kewirausahaan sudah terjadi selama be-
berapa tahun terakhir sejak dikenalkan defin-
isi konsep ekosistem wirausaha yang
mengacu pada interaksi yang terjadi antara
berbagai pemangku kepentingan institusional
dan individu sehingga dapat mendorong
kewirausahaan, inovasi dan pertumbuhan
UKM (Isenberg 2010). Berdasarkan laporan
tahun 2018 dari Aspen Network of Devel-
opment Entrepreneurs, yang adalah sebuah
organisasi pendorong kewirausahaan di
negara-negara berkembang, menjelaskan
bahwa ekosistem kewirausahaan mencakup
delapan bidang, yakni: kebijakan, keuangan,
human capital, pasar, dukungan bisnis, infra-
struktur, penelitian & pengembangan, dan
budaya. Pembinaan kewirausahaan dil-
akukan melalui sebuah rangkaian keterkaitan
aktor dan faktor pendukung dalam sebuah
ekosistem kewirausahaan. Untuk mendukung
pertumbuhan kewirausahaan, perlu
dilahirkan ekosistem yang memudahkan la-
hir dan tumbuhnya wirausaha, memberikan
akses pelatihan, bimbingan, pembiayaan dan
network (Indonesian Development Forum,
2019). Wirausahawan bukan lahir dengan
sendirinya melainkan melalui sebuah proses
dan berkembang dengan baik di dalam se-
buah ekosistem kewirausahaan. Konsep
ekosistem kewirausahaan ini penting untuk
diperhatikan, karena sangat berpengaruh ter-
hadap pertumbuhan ekonomi dan melalui
konsep ini tergambar sebuah ekosistem yang
memiliki system jaringan yang dapat menga-
tur secara mandiri dan berguna untuk men-
dukung sebuah persaingan (Isenberg, 2010).
Secara umum, ekosistem
kewirausahaan tersusun dari kemudahan
akses pasar, adanya sumber daya manusia,
modal dan pembiayaan, jejaring pendukung
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 40
(mentor, konsultan, inkubator, jaringan
wirausaha), kebijakan dan peraturan, pelati-
han dan sosialisasi, ketersediaan Lembaga
pendidikan, dan dukungan factor sosial bu-
daya (Isenberg. 2011). Model dari ekosistem
kewirausahaan sejatinya mentikberatkan ket-
erkaitan antar aktor untuk dapat
menghasilkan kewirausahaan yang produktif
dan melahirkan wirausaha baru (Stam and
Spigel 2016). Pendekatan ekosistem
kewirausahaan berisikan seperangkat aktor
dan faktor yang terkait dan terkordinasi baik
secara formal mapun informal yang saling
berhubungan satu sama lain, saling mengatur
dan memperantarai seluruh kinerja
wirausaha mulai dari tahap awal yang me-
lahirkan wirausaha baru sampai pengem-
bangan usaha yang bertujuan untuk
menigkatkan kemampuan dan daya saing
(Purbasari, 2019). Ekosistem kewirausahaan
telah menjadi sebuah pendekatan yang ban-
yak digunakan, namun, penelitian yang men-
jelaskan tentang bagaimana faktor-faktor dan
aktor-aktor saling berinteraksi dan dapat
mengarah pada hasil pembangunan ekonomi
yang diinginkan belum bisa dikatakan
maksimal. Hal tersebut terjadi jelas, tujuan
dari berbagai pemangku kepentingan dan
aktor dalam ekosistem kewirausahaan ber-
beda, tetapi pada saat yang sama dapat
secara substansial tumpang tindih.
Pengembangan ekosistem
kewirausahaan di Indonesia masih belum
menunjukkan hasil yang baik, hal itu di-
tunjukkan melalui penilaian dari Global En-
treprenurship Index yaitu indeks aktivitas
ekonomi yang disusun oleh Global Entre-
preneurship and Development Institute yang
melihat bagaimana masing-masing negara di
dunia mengalokasikan sumber daya untuk
mempromosikan kewirausahaan
menghasilkan penilaian bahwa kualitas dan
dinamika ekosistem kewirausahaan Indone-
sia masih berada di bawah negara tetangga
seperti Thailand pada peringkat 71, Malaysia
pada peringkat 58, terlebih Singapura pada
peringkat 27 dengan menempatkan Indonesia
di posisi ke-94 dari 137 negara di dunia.
Laporan tersebut secara rinci mengindikasi-
kan bahwa belum tercipta ekosistem
kewirausahaan yang dapat menghasilkan
masyarakat Indonesia untuk memulai bisnis
tergolong rendah. Penilaian GEI ini mencat-
atkan nilai Indonesia sebesar 21 secara kese-
luruhan dan 53 pada nilai individual serta 48
pada nilai institusi. Sedangkan bila kita per-
bandingkan dengan negara-negara yang ter-
gabung dalam G20, pada laporan Ernst and
Young memposisikan Indonesia dalam
kuartil keempat yang berarti bahwa Indone-
sia memiliki ekosistem kewirausahan yang
tergolong dengan rangking terendah. Sebagai
catatan yang diberikan apabila Indonesia
mampu meningkatkan nilai setinggi 31 maka
diperkirakan akan diperoleh US$535 juta
untuk pemasukkan negara apabila didukung
oleh ekosistem kewirausahaan yang baik un-
tuk merangsang inovasi, mendorong
transaksi ekonomi, dan mendorong pertum-
buhan sektor pekerjaan. Kita dapat mem-
prediksi prospek pertumbuhan ekonomi sua-
tu negara dengan melihat bagaimana negara
menyediakan ruang bagi usaha mikro, kecil,
dan menengah untuk berkembang. Sehingga
hal tersebut dapat memberikan keyakinan
bahwa ekosistem kewirausahaan sebagai
pilihan yang tepat untuk keberhasilan
kewirausahaan bagi usaha mikro dan kecil.
METODE
Penulisan artikel ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran pengembangan
usaha mikro dan kecil melalui kerangka
ekosistem kewirausahaan dengan
menggunakan metode penelitian studi litera-
tur. Studi literatur yang digunakan dalam
penulisan artikel ini berupa pengkajian ter-
hadap jurnal penelitian, kajian, disertasi, ser-
ta media massa yang relevan. Artikel ini
akan dibangun dan dikonstruksi berbasis
penelitian-penelitian empiris yang pernah
dilakukan dan memetakan 32 (tiga puluh
dua) artikel dan kajian terkait untuk dapat
memberikan dasar teoritis mengenai
pengembangan model ekosistem
kewirausahaan bagi usaha mikro dan kecil.
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 41
PEMBAHASAN
Ekosistem mulai dikaitkan dengan
dunia bisnis dengan lahirnya ekosistem
kewirausahaan yang menyatakan bahwa
bisnis bukan lahir dari ruang kosong dan da-
lam bisnis ada hubungan interaksi yang ter-
jadi antar para aktor yang berkepentingan
untuk pertumbuhan perusahaan (Moore,
1993 dalam Purbasari 2019). Di dalam se-
buah ekosistem yang bersifat dinamis, usaha
yang baru mempunyai kesempatan lebih un-
tuk bertumbuh dan menghasilkan lapangan
kerja disbanding dengan usaha yang telah
ada (Rosted, 2012 dalam Purbasari, 2019).
Selanjutnya istilah Entreprenuerial
Ecosystem atau Ekosistem Kewirausahaan
diperkenalkan pertama oleh Daniel Isenberg
(2010) melalui tulisannya How to start an
Entreprenuerial ecosystem dan kemudian
dilengkapi melalui tulisannya di Institute of
International European Affair pada tahun
2011 yang menyatakan bahwa secara umum,
ekosistem kewirausahaan terdiri dari kemu-
dahan akses pasar, adanya tenaga kerja,
akses permodalan, system pendukung (seper-
ti mentor, konsultan dan incubator), ke-
bijakan dan peraturan, infrastruktur, sistem
pendidikan dan pelatihan, dukungan dari
Lembaga pendidikan tinggi dan juga
dukungan sosial-budaya.
Pada kesempatan itu Isenberg
menyatakan bahwa struktur dalam ekosistem
kewirausahan mencakup 6 (enam) pilar yang
menjadi pembentuknya, yakni (i) kondusivi-
tas budaya (adanya toleransi pada resiko dan
kegagalan, pandangan positif dalam
kewirausahaan); (ii) kepemimpinan dan
pembuatan kebijakan yang mendukung sep-
erti insentif, aturan/regulasi, kebijakan dan
kepemimpinan yang mendukung (insentif
regulasi, dukungan lembaga publik); (iii)
Adanya pembiayaan yang memadai (kredit
mikro, permodalan ventura, dsb); (iv) Hu-
man capital / sumber daya manusia (SDM)
(Lembaga pendidikan dan pelatihan, ket-
rampilan SDM); (v) Ketersediaan pasar dan
kemampuannya menyerap produk; dan (vi)
Dukungan Lembaga lain serta infrastruktur
(Bidang hukum, legal, akuntansi, komput-
erisasi dan IT serta kelompok
kewirausahaan).
Gambar 1. Domain dari Ekosistem Kewirausahaan
Sumber : Isenberg, 2011
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 42
Walaupun istilah ekosistem
kewirausahaan telah popular tetapi masih
banyak pendapat dan teori yang disusun oleh
para peneliti dan praktisi yang membuat be-
lum adanya penerimaan Bersama tentang
definisinya. Sebagian praktisi dan peneliti
melihat ekosistem sebagai fasilitator di mana
aktor-aktor berinteraksi dan bekerja untuk
sebuah hasil baru (Malecki, 2018). Penjela-
san lain tentang ekosistem yang terkait
dengan kewirausahaan juga diberikan oleh
Stam dkk dalam tulisannya yang men-
erangkan bahwa sebuah ekosistem di dalam
kewirausahaan adalah sebuah hasil terkait
dengan performa dalam sistem ekonomi. Hal
itu berdasar pada dasar dari adanya
ekosistem adalah kegiatan yang bertujuan
ekonomis karena akan menghasilkan input,
output dan outcome di antara aktor-aktor da-
lam ekosistem.
Ekosistem wirausaha adalah konsep
yang relatif baru, yang memiliki beberapa
definisi dan belum adanya definisi bersama.
Konsep ekosistem kewirausahaan
menekankan bagaimana kewirausahaan
dimungkinkan tercipta oleh serangkaian
sumber daya dan aktor yang secara kompre-
hensif memiliki peran penting untuk dimain-
kan dalam seluruh tindakan kewirausahaan.
Dalam ekosistem kewirausahaan disadari
bahwa sebagian besar seringkali tampaknya
bersifat lokal dimana sebuah ekosistem akan
berbeda dari daerah satu ke daerah lain,
ekosistem kewirausahaan seringkali terikat
dengan kontak sosial atau mobilitas lokal di
sebuah daerah yang belum tentu dimiliki
daerah lain (Stam 2014). Stam (2014) juga
mendefinisikan ekosistem wirausaha sebagai
seperangkat aktor yang saling tergantung
yang diatur sedemikian rupa sehingga
memungkinkan tindakan kewirausahaan.
Tabel 2. Definisi tentang Entreprenuerial Ecosystem
Sumber: L. Aarikka-Stenroos, P. Ritala (2017)
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 43
Dalam berbagai pandangan para ahli
tentang ekosistem kewirausahaan, terdapat
dimensi yang melekat pada ekosistem untuk
mendukung kewirausahaan. Dimensi ini
kemudian menjadi penentu kompleksitas se-
buah ekosistem kewirausahaan yang berhub-
ungan dengan jumlah aktor dan faktor yang
terkait. Dimensi yang ada dalam ekosistem
dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori
yakni sosial, politik, ekonomi dan juga bu-
daya (Isololipu, 2018). Komponen dari se-
luruh ekosistem usaha yang dihasilkan oleh
para ahli sangat erat kaitannyan dengan kat-
egori tersebut seperti yang teridentifikasi
adalah budaya pendukung, modal ventura,
jaringan aktif pengusaha, pejabat pemerintah
daerah, investor, universitas dan layanan
pendukung (Isenberg, 2011; Feld, 2012;
Suresh et al., 2012; Mazzarol, 2014; Erik
Stam, 2015; Spigel, 2017).
Selain ke-4 dimensi tersebut, terdapat
juga atribut material yang berisikan universi-
tas, pelayanan dan fasilitas pendukung, ke-
bijakan pemerintah dan pasar (Stam dan
Spigel, dalam Isololipu 2018). Dimensi ma-
terial bersama dengan dimensi sosial, politik,
ekonomi dan budaya perlu dirancang untuk
saling mendukung dan melahirkan
kewirausahaan terutama untuk merancang
dimensi material dalam memberikan
dukungan pajak, investasi dalam pembiayaan
publik dan peraturan birokrasi (Huggins dan
Williams, 2011, dalam Isololipu 2018). Se-
lanjutnya disebutkan juga para pemangku
kepentingan yang merupakan kelompok-
kelompok yang memberikan dukungan untuk
berlangsungnya sebuah usaha karena
dukungan dari para pemangku kepentingan
menjamin usaha lahir dan berjalan. Teori ini
kemudian dikembangkan oleh Freeman
(1984) memberikan kerangka kerja yang di-
perlukan untuk pengembangan model
ekosistem kewirausahaan, menyelaraskan
prioritas, membangun kemampuan kelem-
bagaan baru dan membina sinergi antara
pemangku kepentingan yang berbeda
(Rodríguez-Pose, 2013; Warwick, 2013).
Menurut Freeman (1984), pemangku kepent-
ingan dapat berupa individu atau kelompok
individu yang terkena dampak dari atau bagi
perusahaan atau dapat berdampak pada pen-
capaian tujuannya.
Gambar 2. Peta Pemangku Kepentingan dalam Ekosistem Kewirausahaan
Sumber : Freeman (1984)
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 44
Ekosistem kewirausahaan menurut Is-
enberg (2011) terdiri dari 6 (enam) dimensi
yang di dalam 6 (enam) dimensi tersebut
masih memiliki banyak elemen. Isenberg
(2011) membagi ekosistem kewirausahaan
menjadi budaya, kebijakan, keuangan, hu-
man capital, pasar dan dukungan kelem-
bagaan dan infrastruktur. Seluruh dimensi di
atas kemudian melakukan interaksi yang sal-
ing mempengaruhi dan menghasilkan antar
satu sama lain (Spigel, 2015). Selain itu hal
lain yang juga sangat penting untuk diper-
hatikan adalah kaitan antar aktor pemangu
kepentingan dalam ekosistem (Xaver
Neumeyer dan Susana C. Santo, 2017).
Ekosistem memperlihatkan interaksi antara
aktor di ekosistem dan juga akses ke seluruh
sumber daya yang ada dimana pemerintah
berperan sebagai latar belakang (Stam,
2015).
Tabel 3. Dimensi dalam Ekosistem Kewirausahaan
Isenberg
(2011)
Stam dan
Spigel (2017)
Suresh dan
Ramraj (2012)
WEF (2016) Mazarol (2014)
Policy Government Regulatory and
Infrastructure
framework
Regulatory, Legislative
and Government Poli-
cies Framework
Infrastructure Infrastructure
Cultural Social Support Social Support Culture Support Culture
Humans
Capital
Beliefs Humans Capital
and workforce
Workforce and Human
Capital
Market Open Market Market Support Accesible Mar-
ket
Market
University Major Universi-
ties
Major Universities as
catalysts
Finance Finance Financial Sup-
port
Finance Finance
Government and
Network Sup-
port
Support System Support System (Men-
tor/Advisor)
Supprot of
Technology
Training and
education
Education and Training
Environmental
(Climate, Natu-
ral)
Sumber : Pierre, Foleu, Abdulnour Nomo and Fouda, 2015
Membangun Ekosistem Kewirausahaan
bagi Usaha Mikro dan Kecil
Membangun ekosistem kewirausahaan
di Indonesia perlu memperhatikan budaya
kewirausahaan yang masih dalam tahap san-
gat dini dan belum matang (Kurniawan,
2015). Di Indonesia diyakini bahwa pola
pikir pengusaha masih lebih terfokus pada
keuntungan yang instan dibandingkan pada
pembangunan usaha yang berkelanjutan
(Kurniawan, 2015). Membangun usaha yang
berkelanjutan memiliki konsekuensi waktu
yang panjang dan melelahkan, karena me-
merlukan pembangunan manusia, jejaring
dan sumberdaya lainnya (Kurniawan, 2015).
Beberapa studi yang dilakukan di
negara-negara berkembang menyoroti be-
berapa tantangan paling kritis dalam mem-
bangun ekosistem kewirausahaan, menurut
yang diwawancarai, dan hambatan ini
sekarang telah dikelompokkan berdasarkan
tiga tantangan utama, yakni : (1) Penghalang
dalam diri pengusaha yang meliputi: (a) ku-
rangnya pengetahuan yang diperlukan
(perencanaan, akuntansi, administrasi, keu-
angan, budaya persaingan, dan kurangnya
keakraban dengan layanan yang diberikan),
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 45
(b) kurang percaya diri, (c) kurangnya ket-
erampilan kerja, (d) keengganan untuk
menerima konsep. (2) Penghalang kelem-
bagaan meliputi: (a) kurangnya layanan
dukungan (tidak ada peta prosedur yang
jelas, proses panjang, keengganan untuk
menerapkan pelayanan satu pintu dengan
prosedur yang jelas, dan tidak ada pemba-
ruan dengan kegiatan baru), (b) lemahnya
peraturan dan administrasi. Dan (3) Pengha-
lang keuangan dan pasar meliputi: (a) ja-
minan diberikan kepada lembaga pendanaan,
(b) jaringan, (c) kebijakan pendanaan dan
ketentuan asuransi, (d) menemukan pelang-
gan atau pemasok, (e) monopoli
(perdagangan tersembunyi) (Al Barwani et
al., 2014; Ashrafi et al. 2014; Bureau 2015;
Jansen 2017; Magd dan McCoy 2014; Raja-
sekar 2014; Saqib et al. 2017; Talal, 2017).
Berbagai lembaga Pendidikan di Indo-
nesia harus menjadi kunci dalam mendukung
lahirnya ekosistem kewirausahaan yang
mampu mendukung usaha mikro dan kecil.
Lembaga pendidikan kewirausahaan mulai
sekolah dasar, menengah dan tinggi perlu
terus menanamkan kewirausahaan sehingga
kemudian menjadi norma-norma sosial yang
ramah wirausaha dan mampu memperkuat
hubungan positif antara pendidikan tinggi
individu dan penciptaan bisnis baru (Lim,
Kim, Chang & Swong, 2014). Program
dukungan pemerintah untuk bisnis baru dan
berkembang juga dapat memperkuat hub-
ungan positif antara pendidikan tinggi dan
keterlibatan dalam kegiatan bisnis baru yang
berorientasi inovasi (Lim, 2014).
Kemudian Lembaga sosial masyarakat
sebagai sebuah komponen ekosistem
kewirausahaan saat ini perlu meningkatkan
kapasitasnya dalam keikutsertaan pada
kegiatan pendidikan dan pelatihan serta pen-
dampingan langsung dari pengusaha sukses
seperti Ciputra, Sandiaga Uno, dan lainnya
(Hermanto, 2017). Pembentukan komunitas
wirausaha di masing-masing daerah atau
sektor usaha diyakini juga memberikan
dampak terhadap pengembangan
kewirausahaan di Indonesia (Hermanto,
2017)
Pemerintah sebagai aktor dalam
ekosistem perlu melahirkan kebijakan dan
regulasi yang berdampak dalam kewirausa-
han pada tingkat mikro, meso, dan makro
(Mirzanti, 2015). Pemerintah juga belum
mampu melahirkan intervensi yang jelas
untuk mendorong kemunculan ekosistem
wirausaha dan merangsang proses-proses
utama yang mendukung lahir dan berkem-
bangnya usaha mikro dan kecil (Mirzanti,
2015). Peran kelembagaan pemerintah untuk
memberikan arahan kebijakan bagi pem-
bangunan ekonomi nasional menjadi pent-
ing. Fokusnya tidak harus terutama pada
penyediaan modal tetapi menciptakan ling-
kungan yang kondusif bagi bisnis dengan
memberikan kebijakan utama yang akan
beresonansi dengan baik dengan beragam
kelompok pemangku kepentingan yang
secara simbiotik mendorong pertumbuhan
ekosistem wirausaha (Isenberg, 2011).
Komponen lain yang sama pentingnya
dalam ekosistem kewirausahaan adalah
dunia perbankan. Bank-bank saat ini mem-
iliki skema khusus dalam mempromosikan
kegiatan kewirausahaan dalam bentuk pem-
berian kredit bisnis (KUR). Setiap tahun,
kredit yang diberikan kepada pengusaha da-
lam skema KUR ini terus meningkat secara
signifikan.
Seluruh komponen dalam ekosistem
kewirausahaan telah lahir dan berjalan na-
mun komponen-komponen tersebut be-
lumlah terjalin menjadi satu kesatuan yang
saling berinteraksi untuk mendukung satu
sama lain Pengusaha yang menerima pelati-
han dari kementerian atau lembaga tertentu
tidak harus dibimbing oleh pengusaha yang
sukses. Mahasiswa yang memulai bisnisnya
sejak kuliah juga belum tentu mendapatkan
KUR dari bank (Hermanto, 2017).
SIMPULAN
Penulisan artikel ini bertujuan untuk
menyajikan tinjauan serta sintesis literatur
yang tersedia mengenai ekosistem
kewirausahaan bagi usaha mikro dan kecil
yang menitikberatkan pada komponen-
komponen di dalamnya yakni kebijakan,
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 46
infrastruktur, sumber daya manusia,
keuangan, pasar, dan sosial dan seluruh
aktor-aktor yang terlibat dalam ekosistem
kewirausahaan.
Konsep ekosistem kewirausahaan men-
jadi aspek penting untuk usaha mikro dan
kecil karena diyakini mampu menjadi sebuah
ekosistem sehat yang menjadi tempat lahir
dan tumbuhnya usaha yang berkelanjutan.
Ekosistem kewirausahaan perlu dikem-
bangkan menjadi sebuah ekosistem yang
terkait dan saling mendukung di antara para
aktor di dalamnya guna memberikan rang-
sangan dan pengaruh positif bagi usaha
mikro dan kecil.
Penelitian mengenai ekosistem
kewirausahaan di Indonesia perlu ditingkat-
kan dan dikembangkan supaya dapat mem-
berikan konsepsi gambaran ekosistem
kewirausahaan yang cocok dengan karakter
kewirausahan di Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN
Aarika-Stenros, Leena & Ritalo, Pavao.
(2017). Network Management in the
Era of Ecosystems: Systematics
Review and Management
Framework. Journal of Industrial
Marketing Management.
Acs, Zoltan. Stam, Erik. Audretch, B David
& O’Connor, Allan. (2017). The Lin-
eages of the Entrepreneurial Ecosys-
tem Approach. Small Business Eco-
nomics Journal. Vol 49.
Ajzen, Icek. (1991). Theory of Planned Be-
haviour. Journal of Organizational
Behaviour and Human Decision Pro-
cesses. Vol 50. Pp 179 – 211.
Al Abri, M, Yahya. Rahim, A, Abdul.
Hussain (2018). Entreprenurial Eco-
system : An Exploration of the En-
trepreneurship Model of SMEs in
Sultanate Of Oman. Mediterranean
Journal of Social Sciences. Vol 9 No.
6. Pp 193-206.
Audretsch, B. David & Belitski, Maksim.
(2016). Entreprenuerial Ecosystem in
Cities: Estabilishing the Framework
Conditions. The Journal of Technol-
ogy Transfer, Vol 42. Pp 1030 -
1051.
Autio, Erkko. Levie, Jonathan. Hart, Marks
& Acs, Zoltan. ( 2014 ). Global En-
treprenuership and Institution : As In-
troduction. Small Business Econom-
ics Journal. Vol 42. Pp 437 - 444.
Cassar, Nicolas. (2014). Decoupling Eco-
nomic Growth and Environmental
Degradation : Reviewing Progress to
Date in Small Island State of Malta.
Economic Papers Sustainability. Vol
6. Pp 1-22.
Chandler N, Gaylen. DeTienne R, Dawn.
McKelvie, Alexander & Mumvord V,
Troy. (2011). Causation and Effec-
tuation Process: a validation study.
Business Venturing Journal. Vol 26.
Pp 375 - 390.
DeepaBabu. Manalel, James. (2016). Entre-
prneurial Orientation and Firm Per-
formances: A Critical Exam. IOSR
JBM Journal. Vol 18,. Pp 21-28
Hennart, F. Jean & Park, Y. Ryeol. (1993).
Greenfield vs Acquisition : The
Strategy of Japanese Investors in The
United States. Journal of Manage-
ment Science. Vol 39. Pp 1054-1070.
Henrekson, Magnus & Sanandaji, Tino. (
2014 ). Small Business Activity Does
Not Measure Entrepreneurship.
Proceeding of National Academy of
Science USA. Vol 111. Pp 1760-
1765.
Hermanto, Bambang & Suryanto. (2017).
Entrepreneurship Ecosystems Policy
in Indonesia. MJSS Journal. Vol 8
No. 1. pp 110-115.
Isenberg, Daniel. (2011). The En-
trpreunership Ecosystems Strategy as
a New Paradigm of Economics Poli-
cy: Principle for Cultivating Entre-
prenuership. Babson Global.
Jacobides, G., Michael. Knudsen, Thorbjorn
& Augier, Mie. (2006). Benfit from
Innovation: Value Creation, Appro-
priation and the Role of Industry. Re-
search Policy Journal. Vol 35. Pp
1200 – 1221.
Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 47
Jennen, T., Rigby, C. & Allum, J. (2016).
Stakeholder Engagement in The Cre-
ation of an Entrepreneurial Ecosys-
tems. Journal of Asia Entrepreneur-
ship and Sustainability, XII (1). Pp 3-
33
Jurado, Tanya & Bartiti, Mastina. (2019).
The Evolution of SME Policy : The
Case of New Zealand. Regional Stud-
ies. Regional Science, Vol 6.1. pp 32-
54.
Krueger F, Norris & Carsurd, Alan. (1993).
Entrepreneurial Intentions : Applying
Theory of Planned Behaviour. Jour-
nal of Entrepreneurship and Regional
Development. Volume 5. Pp 315 –
330.
Malecki, E . J (2011). Connecting Local En-
treprenuerial Ecosystem to Global
Innovation Network: Open Innova-
tion, Double Networks and
Knowledge Integration. International
Journal Entrpreunership and Innova-
tion Management, Vol 14, No.1. pp
36-59.
Mason, Colin & Brown, Ross. (2014). En-
treprenuerial Ecosystem and Growth
Oriented. OECD.
Mirzanti, Simatupang & Larso. (2015). En-
treprenurship Policy Implementation
Model In Indonesia. International
Journal of Entrepreneurship and
Small Businness.
Neumeyer, Saver & Santos, C. Susana.
(2017). The Effect of Team Conflict
on Teamwork Performance.
International Journal of Engineering
Education Perspective. Vol 36. Pp
502-509.
Nur Wanita (2015). Perkembangan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah di Palu.
Jurnal Penelitian Ilmiah LP2M IAIN
Palu. Vol 3.
Olugbola A, Seun. (2017). Exploring Entre-
preneurial Readiness of Youth and
Start-Up Success Component: Entre-
preneurship Training as a Moderator.
Journal of Innovation and
Knowledge.
Reymen, Isabelle. Berends, Rob, Oudehand
& Stultiens, Rutger. (2016). Decision
Making for Business Model Devel-
opment. Research and Development
Management. Vol 47. Pp 595 - 606.
Sarasvati D, Saras & Dew, Nicolas. ( 2005 ).
Creation New Market Through
Transformations. Evolutionary Eco-
nomics Journal. Vol 15. Pp 533-565.
Simatupang, Togar. Schwab, Andreas &
Lantu, C. Donald. (2015). Building
Sustanaible Entreprenuerial Ecosys-
tem. Iowa State Digital Repository,
Vol 7.
Sondari, Mery. ( 2014 ). Is Entrepreneur Ed-
ucation Really Needed ? Examining
the Antecedent of Entrepreneurial
Career Intention. Proceeding of So-
cial dan Behavioural Science. Vol
115. Pp 44 – 53.
Sorama & Joensuu – Salo (2016). A Case
Study of Entrepreneurial Ecosystems
Related to Growth Firm. Proceeding
of the European Conference 11.
Jyvaskyla Vol 15 Pp 754 – 761.
Spigel, Ben & Harisson, Richard (2015).
Toward Proceses Theory of Entre-
prenuerial Ecosytem. The Strategic
Entreprenuership Journal Vol: 12.
Pp 151 – 168.
Stam & Spiegel. (2016), Entreprenuerial
Ecosystems. Discussion Paper Series
Utrecht School of Economics.
Tjalling Koopmans Research Insti-
tute.