membangun ekosistem kewirausahaan untuk …

12
MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK USAHA MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA: SEBUAH TINJAUAN LITERATUR Armando Haratua dan Chandra Wijaya Program Magister Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia Kampus UI, Depok 16424, Jawa Barat, Indonesia Email : [email protected] dan [email protected] Abstract: Building Entrepreneurial Ecosystems for Micro and Small Businesses in Indone- sia: A Literature Review. Micro and small businesses play a strategic role in reducing poverty and unemployment in Indonesia. Despite its important role, the ratio of micro and small businesses in Indonesia is still inadequate to sustain the national economy. There are various problems experienced by micro and small businesses, such as capital, human resources, regulations, government support, social culture, and lack of support from educational institutions. These problems are part of the entrepreneurial ecosystem, which is a theoretical approach to entrepreneurship development. The entrepreneurial ecosystem is composed of culture, policy, finance, human resources, markets, institutions and infrastructure that must be linked and coordinated both formal and informal. The entrepreneurial ecosystem in Indonesia needs to be developed into an ecosystem that supports each other among the actors and the factors within it in order to have a positive influence on micro and small businesses. Research on entrepreneurial ecosystems in Indonesia needs to be improved and developed in order to provide a conceptual description of the entrepreneurial ecosystem that matches the character of entrepreneurship in Indonesia. Key Words: entrepreneurial ecosystem, entrepreneurship, SME. Abstrak: Membangun Ekosistem Kewirausahaan untuk Usaha Mikro dan Kecil di Indone- sia: Sebuah Tinjauan Literatur. Usaha mikro dan kecil berperan strategis dalam mengurangi kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Meskipun perannya penting, rasio usaha mikro dan kecil di Indonesia masih belum memadai untuk menopang ekonomi nasional. Terdapat berbagai permasalahan yang dialami usaha mikro dan kecil yaitu permodalan, sumber daya manusia, regu- lasi, dukungan pemerintah, sosial budaya, dan kurangnya dukungan institusi pendidikan. Masalah- masalah tersebut merupakan bagian dalam ekosistem kewirausahaan, yakni sebuah pendekatan te- oritis untuk pengembangan kewirausahaan. Ekosistem kewirausahaan tersusun dari budaya, ke- bijakan, keuangan, sumber daya manusia, pasar, kelembagaan dan infrastruktur yang harus terkait dan terkordinasi baik formal mapun informal. Ekosistem kewirausahaan di Indonesia perlu dikembangkan menjadi sebuah ekosistem yang saling mendukung di antara para aktor dan faktor di dalamnya guna memberikan pengaruh positif bagi usaha mikro dan kecil. Penelitian mengenai ekosistem kewirausahaan di Indonesia perlu ditingkatkan dan dikembangkan supaya dapat mem- berikan konsepsi gambaran ekosistem kewirausahaan yang cocok dengan karakter kewirausahan di Indonesia. Kata Kunci: ekosistem kewirausahaan, wirausaha, UMKM. PENDAHULUAN Usaha mikro dan kecil adalah asset berharga untuk pembangunan, berfungsi se- bagai motor untuk pertumbuhan dan alat un- tuk redistribusi kekayaan (Epargne Sans Frontière, 2009). Usaha mikro dan kecil menjadi bagian fundamental untuk mening- katkan angka pertumbuhan ekonomi guna mewujudkan stabilitas nasional. Usaha mikro dan kecil juga telah membuktikan diri menjadi pilar ekonomi yang kuat dan tahan terhadap terpaan krisis ekonomi dan melanjutkan perkembangannya sampai sekarang. Usaha dengan skala mikro dan 36

Upload: others

Post on 22-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK …

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 36

MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK

USAHA MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA: SEBUAH

TINJAUAN LITERATUR

Armando Haratua dan Chandra Wijaya

Program Magister Ilmu Administrasi

Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia

Kampus UI, Depok 16424, Jawa Barat, Indonesia

Email : [email protected] dan [email protected]

Abstract: Building Entrepreneurial Ecosystems for Micro and Small Businesses in Indone-

sia: A Literature Review. Micro and small businesses play a strategic role in reducing poverty

and unemployment in Indonesia. Despite its important role, the ratio of micro and small

businesses in Indonesia is still inadequate to sustain the national economy. There are various

problems experienced by micro and small businesses, such as capital, human resources,

regulations, government support, social culture, and lack of support from educational institutions.

These problems are part of the entrepreneurial ecosystem, which is a theoretical approach to

entrepreneurship development. The entrepreneurial ecosystem is composed of culture, policy,

finance, human resources, markets, institutions and infrastructure that must be linked and

coordinated both formal and informal. The entrepreneurial ecosystem in Indonesia needs to be

developed into an ecosystem that supports each other among the actors and the factors within it in

order to have a positive influence on micro and small businesses. Research on entrepreneurial

ecosystems in Indonesia needs to be improved and developed in order to provide a conceptual

description of the entrepreneurial ecosystem that matches the character of entrepreneurship in

Indonesia.

Key Words: entrepreneurial ecosystem, entrepreneurship, SME.

Abstrak: Membangun Ekosistem Kewirausahaan untuk Usaha Mikro dan Kecil di Indone-

sia: Sebuah Tinjauan Literatur. Usaha mikro dan kecil berperan strategis dalam mengurangi

kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Meskipun perannya penting, rasio usaha mikro dan

kecil di Indonesia masih belum memadai untuk menopang ekonomi nasional. Terdapat berbagai

permasalahan yang dialami usaha mikro dan kecil yaitu permodalan, sumber daya manusia, regu-

lasi, dukungan pemerintah, sosial budaya, dan kurangnya dukungan institusi pendidikan. Masalah-

masalah tersebut merupakan bagian dalam ekosistem kewirausahaan, yakni sebuah pendekatan te-

oritis untuk pengembangan kewirausahaan. Ekosistem kewirausahaan tersusun dari budaya, ke-

bijakan, keuangan, sumber daya manusia, pasar, kelembagaan dan infrastruktur yang harus terkait

dan terkordinasi baik formal mapun informal. Ekosistem kewirausahaan di Indonesia perlu

dikembangkan menjadi sebuah ekosistem yang saling mendukung di antara para aktor dan faktor

di dalamnya guna memberikan pengaruh positif bagi usaha mikro dan kecil. Penelitian mengenai

ekosistem kewirausahaan di Indonesia perlu ditingkatkan dan dikembangkan supaya dapat mem-

berikan konsepsi gambaran ekosistem kewirausahaan yang cocok dengan karakter kewirausahan

di Indonesia.

Kata Kunci: ekosistem kewirausahaan, wirausaha, UMKM.

PENDAHULUAN

Usaha mikro dan kecil adalah asset

berharga untuk pembangunan, berfungsi se-

bagai motor untuk pertumbuhan dan alat un-

tuk redistribusi kekayaan (Epargne Sans

Frontière, 2009). Usaha mikro dan kecil

menjadi bagian fundamental untuk mening-

katkan angka pertumbuhan ekonomi guna

mewujudkan stabilitas nasional. Usaha

mikro dan kecil juga telah membuktikan diri

menjadi pilar ekonomi yang kuat dan tahan

terhadap terpaan krisis ekonomi dan

melanjutkan perkembangannya sampai

sekarang. Usaha dengan skala mikro dan

36

Page 2: MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK …

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 37

kecil yang menjadi penyumbang terbanyak

untuk lapangan kerja, memiliki investasi riil

dan bersifat lebih fleksibel dibanding usaha

skala besar (Berry, et al.,2001). Melalui in-

vestasi dan konsumsi mereka, usaha mikro

dan kecil menciptakan nilai dan

menghasilkan sejumlah besar barang dan

jasa, sehingga memainkan peran penting da-

lam mendanai layanan publik dan mencip-

takan ekonomi lokal yang dinamis (Gou-

dreault dan Hébert, 2013).

Isu demografi dan pengangguran juga

perlu dipertimbangkan dalam kaitannya

dengan UMKM. Data BPS pada bulan

Agustus 2019 menunjukan terdapat

Angkatan kerja Indonesia berada pada

133,56 juta orang dengan Tingkat Pengang-

guran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus

2019 sebesar 5,28%. Selain itu terdapat

126,51 juta angka penduduk bekerja yang di

dalamnya terdapat pekerja paruh waktu

sebanyak 28,41 juta orang dan pekerja

setengah menganggur sebanyak 8,14 juta

orang. Angka-angka tersebut perlu diper-

hatikan karena berpotensi meningkat seiring

dengan meningkatnya pertumbuhan

penduduk di Indonesia yang menurut

proyeksi Bappenas akan ada sebanyak

305.652.400 juta penduduk Indonesia pada

tahun 2035. Kondisi tersebut memerlukan

terobosan kebijakan dan solusi yang signif-

ikan untuk meminimalisir dampak sosial

terkait laju demografi dan tingkat pengang-

guran.

Di Indonesia, UMKM membuktikan

diri selalu berperan untuk menyerap tenaga

kerja dalam negeri. Dimana UMKM mampu

menyerap tenaga kerja sebanyak 97,22% da-

lam periode lima tahun terakhir atau naik

dari angka 96,99% pada tahun 2014. UMKM

menjadi sebuah fenomena penyedia lapangan

kerja dan kesempatan kerja dan berperan

strategis dalam mengurangi angka kemiski-

nan dan pengangguran di Indonesia dengan

menyerap tenaga kerja sebesar 116.978.631

orang pada tahun 2018 atau bertumbuh sebe-

sar 547.407 orang pada periode yang sama di

tahun 2017. Selain porsinya yang mengambil

99,9% pangsa usaha di Indonesia, bila

dibandingkan dengan usaha besar yang

justru mengalami penurunan dengan

penurunan tenaga kerja sebanyak 209.446

orang, maka bisa dipahami bahwa usaha

mikro dan kecil adalah jenis usaha yang pal-

ing banyak menyerap tenaga kerja domestik

dalam fungsi membantu menurunkan angka

pengangguran.

Tabel 1. Perkembangan Data UMKM dan Usaha Besar di tahun 2017 – 2018

No Jenis

2017 2018 Perkembangan dari

2017 - 2018

Jumlah

(Unit) Pangsa Jumlah (Unit) Pangsa

Jumlah

(Unit) %

1 UNIT USAHA

(A+B)

A. UMKM

U Mikro

U Kecil

U Menengah

B. Usaha Besar

62.928.077

62.922.617

62.106.900

757.090

58.627

5.460

99,99

98,70

1,20

0,09

0,01

64.199.606

64.194.057

63.350.222

783.132

60.702

5.550

99,99

98,68

1,22

0,09

0,01

1.271.529

1.271.440

1.243.322

26.043

2.075

90

2,02

2,00

3,44

3,54

1,64

2 TENAGA KERJA

(A+B) (Orang)

A. UMKM

U Mikro

U Kecil

U Menengah

B. Usaha Besar

120.260.177

116.431.224

105.509.631

6.546.742

4.374.851

3.828.953

96,82

87,73

5,44

3,64

3,18

120.598.138

116.978.631

107.376.540

5.831.256

3.770.835

3.619.507

97,00

89,04

4,84

3,13

3,00

337.961

547.407

1.866.909

-715.486

-604.016

-209.446

0,28

0,47

1,77

-10,93

-13,81

-5,47

Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI, 2019

Page 3: MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK …

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 38

Setidaknya terdapat 58 juta kegiatan

usaha yang dilakukan oleh para pelaku usaha

secara mandiri dan sebesar 1,65 % dari ang-

ka tersebut telah bertransformasi menjadi

pengusaha yang berkembang dari posisinya

sebagai pemula, atau dalam kata lain mereka

telah naik kelas menjadi pengusaha dan

dapat meningkatkan skala usahanya sendiri.

Peran strategis UMKM dalam struktur

perekonomian Indonesia makin nyata di ma-

na sekitar 99,9 persen unit bisnis di Indo-

nesia merupakan UMKM. Meskipun begitu

bila berbicara rasio wirausaha Indonesia

dengan basis dari data BPS pada tahun 2016

bahwa terdapat 252 juta penduduk Indonesia

dan di dalamnya terdapat wirausaha menetap

sebanyak 7,8 juta atau sebesar 2,1% dari

jumlah penduduk Indonesia. Prosentase ter-

sebut terhitung kecil dan belum mencapai

angka ideal menurut David McClelland

(Hermanto, 2017) dimana tingkat

kewirausahaan Indonesia baru melampaui

2% dari populasi penduduk, yang bila

dibandingkan dengan rasio wirausaha pada

negara lain, rasio di Indonesia lebih rendah

apabila dibandingkan dengan negara tetang-

ga di Asia seperti Malaysia dengan prosen-

tase 5%, lalu Tiongkok di 10%, selanjutnya

Singapura di angka 7%, Jepang dengan 11%

maupun AS yang 12%. (Majalah coopera-

tive. Kemenkop dan UMKM RI. Maret

2017). Rasio 2% belum cukup untuk dapat

menjadikan usaha mikro dan kecil sebagai

fondasi ekonomi Nasional, diharapkan bah-

wa minimal rasio wirausaha dengan jumlah

penduduk adalah sebesar 5% atau dengan

kata lain, secara Nasional diperlukan seku-

rang-kurangnya 12,6 juta wirausaha untuk

menghasilkan fondasi ekonomi yang kuat di

Indonesia.

Permasalahan lain yang menjadi tan-

tangan utama bagi pelaku usaha mikro dan

kecil yakni terkait dengan permodalan yang

mayoritas pelaku usaha mikro dan kecil

mengandalkan modal sendiri yang cenderung

terbatas. Peraturan investasi yang dianut oleh

bank kurang menguntungkan pengusaha

pemula dengan masalah akses ke modal un-

tuk pengusaha pemula yang dipenuhi dengan

hambatan (Hermanto, 2017). Pembiayaan

modal dalam perusahaan kecil sangat sulit

untuk didapatkan, mahal dan sering tidak

diinginkan karena alasan-alasan tertentu

(Cassar, 2014). Lembaga seperti venture cap-

ital dan angel investment kurang tertarik

dalm memberikan modal pada usaha mikro

dan kecil karena berisiko tinggi dan belum

memperlihatkan potensi pertumbuhan (Cas-

sar, 2014). Usaha mikro dan kecil kesulitan

mengakses permodalan dari bank atau lem-

baga keuangan lainnya dikarenakan para

pelaku usaha dianggap kurang feasibel bagi

perbankan (non bankable). Kendala yang

sering ditemui adalah usaha mikro dan kecil

sulit untuk memenuhi prinsip syarat 5C

(character, capacity, capital, collateral, and

conditions) dalam kredit (Brodjonegoro,

2016). Prinsip 5C perlu dilakukan

penyesuaian untuk mensasar UMKM karena

sering terkendala akan asset yang dimiliki

oleh Usaha Mikro dan Kecil yang nilainya

tidak cukup untuk dijaminkan kepada pihak

bank. Hal itu sejalan dengan survey yang

dikeluarkan International Financial Corpo-

ration World Bank pada tahun 2015 yang

menyebutkan bahwa pada Lembaga keu-

angan di Indonesia mensyaratkan 73% ada-

lah jaminan dalam bentuk asset tetap (fixed

asset) sedangkan pada kenyataanya, para

pelaku usaha mikro dan kecil di Indonesia

memiliki 45% berbentuk barang bergerak,

33% adalah piutang dan 22% merupakan as-

set tetap. Sehingga terdapat gap yang sangat

besar antara asset yang dimiliki pelaku usaha

dengan persyaratan pada Lembaga keuangan

yakni sebesar 51%.

Statistik yang disebutkan di atas

menunjukkan bahwa di Indonesia, pengu-

saha belum memainkan peran penting dalam

mendukung perekonomian negara.

Kewirausahaan bisa menjadi cara strategis

dalam upaya mengatasi pengangguran dan

kemiskinan di Indonesia, jika kewirausahaan

dapat berjalan dengan lancar, masyarakat

tidak akan lagi bergantung pada pemerintah

karena dapat menyelesaikan masalah

ekonomi melalui kreativitas dan inovasi

(Hermanto & Suryanto, 2017).

Usaha mikro dan kecil sangat jarang

tumbuh berkembang menjadi usaha menen-

Page 4: MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK …

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 39

gah atau besar dalam waktu singkat (Sorama

& Joensuu, 2016). Orientasi usaha mikro dan

kecil tergolong rendah dan jarang untuk

berkembang atau naik kelas karena para

pelaku usaha beranggapan bahwa usahanya

cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan da-

sar (Autio, 2014). Pelaku usaha memiliki

keengganan untuk mengeksploitasi potensi

yang dimiliki agar dapat mengembangkan

usahanya bahkan untuk wilayah daerah Nor-

dik Eropa, tercatat hanya sebesar 8% pelaku

usaha mikro dan kecil yang memiliki orien-

tasi bertumbuh menjadi pelaku usaha untuk

menjalankan kegiatan ekspor (Nordic

Growth Entrepreneurship Review, 2015).

Meskipun ada minat luas dalam

kewirausahaan dengan menjadikannya se-

bagai cara untuk memecahkan tantangan so-

sial yang muncul seperti pengangguran, na-

mun belum terdapat kebijakan eksplisit yang

menargetkan lahir dan tumbuhnya usaha

(Autio et al. 2014).

Masalah sumber daya manusia (SDM)

pengusaha yang relatif rendah juga menjadi

tantangan kemajuan usaha mikro dan kecil.

Hal ini tercermin dari kurangnya kemam-

puan manajerial dalam menerapkan strategi

bisnisnya. Kurangnya pemahaman tentang

sektor bisnis yang dia tuju juga menunjukkan

rendahnya kapasitas sumber daya manusia

(Hermanto & Suryanto, 2017). Selain itu,

ketidakmampuan untuk mengelola admin-

istrasi, keuangan serta ilmu pengetahuan dan

teknologi berbasis internet masih melekat

dalam praktik kewirausahaan di Indonesia

(Hermanto & Suryanto, 2017).

Beberapa penelitian mengungkapkan

bahwa aktor-aktor individu yang terlibat

langsung dalam pengembangan kebijakan

usaha mikro dan kecil lama diabaikan

(Arshed et al., 2014; Xheneti, 2017). Selain

itu, pengembangan kebijakan untuk usaha

mikro dan kecil yang lahir dari proses politik

yang tidak objektif atau netral (Smallbone,

2016), yang justru didorong oleh dominasi

aktor individu tertentu seperti pejabat

pemerintah, peneliti, maupun lsm - yang ber-

tindak dalam konteks tertentu. Lingkungan

politik, hukum dan peraturan sangat penting

untuk dapat mendukung lahir dan berkem-

bangnya usaha mikro dan kecil, karena ban-

yak kendala yang dihadapi oleh usaha-usaha

ini berasal dari aturan dan regulasi yang ada

(Hobohm, 2001). Dengan kata lain, ling-

kungan di mana usaha melakukan bisnis ha-

rus kondusif atau menguntungkan bagi

perkembangan mereka.

Seluruh hal yang disampaikan di atas

adalah bagian dalam sebuah ekosistem

kewirausahaan. Pendekatan ekosistem

kewirausahaan sudah terjadi selama be-

berapa tahun terakhir sejak dikenalkan defin-

isi konsep ekosistem wirausaha yang

mengacu pada interaksi yang terjadi antara

berbagai pemangku kepentingan institusional

dan individu sehingga dapat mendorong

kewirausahaan, inovasi dan pertumbuhan

UKM (Isenberg 2010). Berdasarkan laporan

tahun 2018 dari Aspen Network of Devel-

opment Entrepreneurs, yang adalah sebuah

organisasi pendorong kewirausahaan di

negara-negara berkembang, menjelaskan

bahwa ekosistem kewirausahaan mencakup

delapan bidang, yakni: kebijakan, keuangan,

human capital, pasar, dukungan bisnis, infra-

struktur, penelitian & pengembangan, dan

budaya. Pembinaan kewirausahaan dil-

akukan melalui sebuah rangkaian keterkaitan

aktor dan faktor pendukung dalam sebuah

ekosistem kewirausahaan. Untuk mendukung

pertumbuhan kewirausahaan, perlu

dilahirkan ekosistem yang memudahkan la-

hir dan tumbuhnya wirausaha, memberikan

akses pelatihan, bimbingan, pembiayaan dan

network (Indonesian Development Forum,

2019). Wirausahawan bukan lahir dengan

sendirinya melainkan melalui sebuah proses

dan berkembang dengan baik di dalam se-

buah ekosistem kewirausahaan. Konsep

ekosistem kewirausahaan ini penting untuk

diperhatikan, karena sangat berpengaruh ter-

hadap pertumbuhan ekonomi dan melalui

konsep ini tergambar sebuah ekosistem yang

memiliki system jaringan yang dapat menga-

tur secara mandiri dan berguna untuk men-

dukung sebuah persaingan (Isenberg, 2010).

Secara umum, ekosistem

kewirausahaan tersusun dari kemudahan

akses pasar, adanya sumber daya manusia,

modal dan pembiayaan, jejaring pendukung

Page 5: MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK …

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 40

(mentor, konsultan, inkubator, jaringan

wirausaha), kebijakan dan peraturan, pelati-

han dan sosialisasi, ketersediaan Lembaga

pendidikan, dan dukungan factor sosial bu-

daya (Isenberg. 2011). Model dari ekosistem

kewirausahaan sejatinya mentikberatkan ket-

erkaitan antar aktor untuk dapat

menghasilkan kewirausahaan yang produktif

dan melahirkan wirausaha baru (Stam and

Spigel 2016). Pendekatan ekosistem

kewirausahaan berisikan seperangkat aktor

dan faktor yang terkait dan terkordinasi baik

secara formal mapun informal yang saling

berhubungan satu sama lain, saling mengatur

dan memperantarai seluruh kinerja

wirausaha mulai dari tahap awal yang me-

lahirkan wirausaha baru sampai pengem-

bangan usaha yang bertujuan untuk

menigkatkan kemampuan dan daya saing

(Purbasari, 2019). Ekosistem kewirausahaan

telah menjadi sebuah pendekatan yang ban-

yak digunakan, namun, penelitian yang men-

jelaskan tentang bagaimana faktor-faktor dan

aktor-aktor saling berinteraksi dan dapat

mengarah pada hasil pembangunan ekonomi

yang diinginkan belum bisa dikatakan

maksimal. Hal tersebut terjadi jelas, tujuan

dari berbagai pemangku kepentingan dan

aktor dalam ekosistem kewirausahaan ber-

beda, tetapi pada saat yang sama dapat

secara substansial tumpang tindih.

Pengembangan ekosistem

kewirausahaan di Indonesia masih belum

menunjukkan hasil yang baik, hal itu di-

tunjukkan melalui penilaian dari Global En-

treprenurship Index yaitu indeks aktivitas

ekonomi yang disusun oleh Global Entre-

preneurship and Development Institute yang

melihat bagaimana masing-masing negara di

dunia mengalokasikan sumber daya untuk

mempromosikan kewirausahaan

menghasilkan penilaian bahwa kualitas dan

dinamika ekosistem kewirausahaan Indone-

sia masih berada di bawah negara tetangga

seperti Thailand pada peringkat 71, Malaysia

pada peringkat 58, terlebih Singapura pada

peringkat 27 dengan menempatkan Indonesia

di posisi ke-94 dari 137 negara di dunia.

Laporan tersebut secara rinci mengindikasi-

kan bahwa belum tercipta ekosistem

kewirausahaan yang dapat menghasilkan

masyarakat Indonesia untuk memulai bisnis

tergolong rendah. Penilaian GEI ini mencat-

atkan nilai Indonesia sebesar 21 secara kese-

luruhan dan 53 pada nilai individual serta 48

pada nilai institusi. Sedangkan bila kita per-

bandingkan dengan negara-negara yang ter-

gabung dalam G20, pada laporan Ernst and

Young memposisikan Indonesia dalam

kuartil keempat yang berarti bahwa Indone-

sia memiliki ekosistem kewirausahan yang

tergolong dengan rangking terendah. Sebagai

catatan yang diberikan apabila Indonesia

mampu meningkatkan nilai setinggi 31 maka

diperkirakan akan diperoleh US$535 juta

untuk pemasukkan negara apabila didukung

oleh ekosistem kewirausahaan yang baik un-

tuk merangsang inovasi, mendorong

transaksi ekonomi, dan mendorong pertum-

buhan sektor pekerjaan. Kita dapat mem-

prediksi prospek pertumbuhan ekonomi sua-

tu negara dengan melihat bagaimana negara

menyediakan ruang bagi usaha mikro, kecil,

dan menengah untuk berkembang. Sehingga

hal tersebut dapat memberikan keyakinan

bahwa ekosistem kewirausahaan sebagai

pilihan yang tepat untuk keberhasilan

kewirausahaan bagi usaha mikro dan kecil.

METODE

Penulisan artikel ini bertujuan untuk

mendapatkan gambaran pengembangan

usaha mikro dan kecil melalui kerangka

ekosistem kewirausahaan dengan

menggunakan metode penelitian studi litera-

tur. Studi literatur yang digunakan dalam

penulisan artikel ini berupa pengkajian ter-

hadap jurnal penelitian, kajian, disertasi, ser-

ta media massa yang relevan. Artikel ini

akan dibangun dan dikonstruksi berbasis

penelitian-penelitian empiris yang pernah

dilakukan dan memetakan 32 (tiga puluh

dua) artikel dan kajian terkait untuk dapat

memberikan dasar teoritis mengenai

pengembangan model ekosistem

kewirausahaan bagi usaha mikro dan kecil.

Page 6: MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK …

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 41

PEMBAHASAN

Ekosistem mulai dikaitkan dengan

dunia bisnis dengan lahirnya ekosistem

kewirausahaan yang menyatakan bahwa

bisnis bukan lahir dari ruang kosong dan da-

lam bisnis ada hubungan interaksi yang ter-

jadi antar para aktor yang berkepentingan

untuk pertumbuhan perusahaan (Moore,

1993 dalam Purbasari 2019). Di dalam se-

buah ekosistem yang bersifat dinamis, usaha

yang baru mempunyai kesempatan lebih un-

tuk bertumbuh dan menghasilkan lapangan

kerja disbanding dengan usaha yang telah

ada (Rosted, 2012 dalam Purbasari, 2019).

Selanjutnya istilah Entreprenuerial

Ecosystem atau Ekosistem Kewirausahaan

diperkenalkan pertama oleh Daniel Isenberg

(2010) melalui tulisannya How to start an

Entreprenuerial ecosystem dan kemudian

dilengkapi melalui tulisannya di Institute of

International European Affair pada tahun

2011 yang menyatakan bahwa secara umum,

ekosistem kewirausahaan terdiri dari kemu-

dahan akses pasar, adanya tenaga kerja,

akses permodalan, system pendukung (seper-

ti mentor, konsultan dan incubator), ke-

bijakan dan peraturan, infrastruktur, sistem

pendidikan dan pelatihan, dukungan dari

Lembaga pendidikan tinggi dan juga

dukungan sosial-budaya.

Pada kesempatan itu Isenberg

menyatakan bahwa struktur dalam ekosistem

kewirausahan mencakup 6 (enam) pilar yang

menjadi pembentuknya, yakni (i) kondusivi-

tas budaya (adanya toleransi pada resiko dan

kegagalan, pandangan positif dalam

kewirausahaan); (ii) kepemimpinan dan

pembuatan kebijakan yang mendukung sep-

erti insentif, aturan/regulasi, kebijakan dan

kepemimpinan yang mendukung (insentif

regulasi, dukungan lembaga publik); (iii)

Adanya pembiayaan yang memadai (kredit

mikro, permodalan ventura, dsb); (iv) Hu-

man capital / sumber daya manusia (SDM)

(Lembaga pendidikan dan pelatihan, ket-

rampilan SDM); (v) Ketersediaan pasar dan

kemampuannya menyerap produk; dan (vi)

Dukungan Lembaga lain serta infrastruktur

(Bidang hukum, legal, akuntansi, komput-

erisasi dan IT serta kelompok

kewirausahaan).

Gambar 1. Domain dari Ekosistem Kewirausahaan

Sumber : Isenberg, 2011

Page 7: MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK …

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 42

Walaupun istilah ekosistem

kewirausahaan telah popular tetapi masih

banyak pendapat dan teori yang disusun oleh

para peneliti dan praktisi yang membuat be-

lum adanya penerimaan Bersama tentang

definisinya. Sebagian praktisi dan peneliti

melihat ekosistem sebagai fasilitator di mana

aktor-aktor berinteraksi dan bekerja untuk

sebuah hasil baru (Malecki, 2018). Penjela-

san lain tentang ekosistem yang terkait

dengan kewirausahaan juga diberikan oleh

Stam dkk dalam tulisannya yang men-

erangkan bahwa sebuah ekosistem di dalam

kewirausahaan adalah sebuah hasil terkait

dengan performa dalam sistem ekonomi. Hal

itu berdasar pada dasar dari adanya

ekosistem adalah kegiatan yang bertujuan

ekonomis karena akan menghasilkan input,

output dan outcome di antara aktor-aktor da-

lam ekosistem.

Ekosistem wirausaha adalah konsep

yang relatif baru, yang memiliki beberapa

definisi dan belum adanya definisi bersama.

Konsep ekosistem kewirausahaan

menekankan bagaimana kewirausahaan

dimungkinkan tercipta oleh serangkaian

sumber daya dan aktor yang secara kompre-

hensif memiliki peran penting untuk dimain-

kan dalam seluruh tindakan kewirausahaan.

Dalam ekosistem kewirausahaan disadari

bahwa sebagian besar seringkali tampaknya

bersifat lokal dimana sebuah ekosistem akan

berbeda dari daerah satu ke daerah lain,

ekosistem kewirausahaan seringkali terikat

dengan kontak sosial atau mobilitas lokal di

sebuah daerah yang belum tentu dimiliki

daerah lain (Stam 2014). Stam (2014) juga

mendefinisikan ekosistem wirausaha sebagai

seperangkat aktor yang saling tergantung

yang diatur sedemikian rupa sehingga

memungkinkan tindakan kewirausahaan.

Tabel 2. Definisi tentang Entreprenuerial Ecosystem

Sumber: L. Aarikka-Stenroos, P. Ritala (2017)

Page 8: MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK …

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 43

Dalam berbagai pandangan para ahli

tentang ekosistem kewirausahaan, terdapat

dimensi yang melekat pada ekosistem untuk

mendukung kewirausahaan. Dimensi ini

kemudian menjadi penentu kompleksitas se-

buah ekosistem kewirausahaan yang berhub-

ungan dengan jumlah aktor dan faktor yang

terkait. Dimensi yang ada dalam ekosistem

dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori

yakni sosial, politik, ekonomi dan juga bu-

daya (Isololipu, 2018). Komponen dari se-

luruh ekosistem usaha yang dihasilkan oleh

para ahli sangat erat kaitannyan dengan kat-

egori tersebut seperti yang teridentifikasi

adalah budaya pendukung, modal ventura,

jaringan aktif pengusaha, pejabat pemerintah

daerah, investor, universitas dan layanan

pendukung (Isenberg, 2011; Feld, 2012;

Suresh et al., 2012; Mazzarol, 2014; Erik

Stam, 2015; Spigel, 2017).

Selain ke-4 dimensi tersebut, terdapat

juga atribut material yang berisikan universi-

tas, pelayanan dan fasilitas pendukung, ke-

bijakan pemerintah dan pasar (Stam dan

Spigel, dalam Isololipu 2018). Dimensi ma-

terial bersama dengan dimensi sosial, politik,

ekonomi dan budaya perlu dirancang untuk

saling mendukung dan melahirkan

kewirausahaan terutama untuk merancang

dimensi material dalam memberikan

dukungan pajak, investasi dalam pembiayaan

publik dan peraturan birokrasi (Huggins dan

Williams, 2011, dalam Isololipu 2018). Se-

lanjutnya disebutkan juga para pemangku

kepentingan yang merupakan kelompok-

kelompok yang memberikan dukungan untuk

berlangsungnya sebuah usaha karena

dukungan dari para pemangku kepentingan

menjamin usaha lahir dan berjalan. Teori ini

kemudian dikembangkan oleh Freeman

(1984) memberikan kerangka kerja yang di-

perlukan untuk pengembangan model

ekosistem kewirausahaan, menyelaraskan

prioritas, membangun kemampuan kelem-

bagaan baru dan membina sinergi antara

pemangku kepentingan yang berbeda

(Rodríguez-Pose, 2013; Warwick, 2013).

Menurut Freeman (1984), pemangku kepent-

ingan dapat berupa individu atau kelompok

individu yang terkena dampak dari atau bagi

perusahaan atau dapat berdampak pada pen-

capaian tujuannya.

Gambar 2. Peta Pemangku Kepentingan dalam Ekosistem Kewirausahaan

Sumber : Freeman (1984)

Page 9: MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK …

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 44

Ekosistem kewirausahaan menurut Is-

enberg (2011) terdiri dari 6 (enam) dimensi

yang di dalam 6 (enam) dimensi tersebut

masih memiliki banyak elemen. Isenberg

(2011) membagi ekosistem kewirausahaan

menjadi budaya, kebijakan, keuangan, hu-

man capital, pasar dan dukungan kelem-

bagaan dan infrastruktur. Seluruh dimensi di

atas kemudian melakukan interaksi yang sal-

ing mempengaruhi dan menghasilkan antar

satu sama lain (Spigel, 2015). Selain itu hal

lain yang juga sangat penting untuk diper-

hatikan adalah kaitan antar aktor pemangu

kepentingan dalam ekosistem (Xaver

Neumeyer dan Susana C. Santo, 2017).

Ekosistem memperlihatkan interaksi antara

aktor di ekosistem dan juga akses ke seluruh

sumber daya yang ada dimana pemerintah

berperan sebagai latar belakang (Stam,

2015).

Tabel 3. Dimensi dalam Ekosistem Kewirausahaan

Isenberg

(2011)

Stam dan

Spigel (2017)

Suresh dan

Ramraj (2012)

WEF (2016) Mazarol (2014)

Policy Government Regulatory and

Infrastructure

framework

Regulatory, Legislative

and Government Poli-

cies Framework

Infrastructure Infrastructure

Cultural Social Support Social Support Culture Support Culture

Humans

Capital

Beliefs Humans Capital

and workforce

Workforce and Human

Capital

Market Open Market Market Support Accesible Mar-

ket

Market

University Major Universi-

ties

Major Universities as

catalysts

Finance Finance Financial Sup-

port

Finance Finance

Government and

Network Sup-

port

Support System Support System (Men-

tor/Advisor)

Supprot of

Technology

Training and

education

Education and Training

Environmental

(Climate, Natu-

ral)

Sumber : Pierre, Foleu, Abdulnour Nomo and Fouda, 2015

Membangun Ekosistem Kewirausahaan

bagi Usaha Mikro dan Kecil

Membangun ekosistem kewirausahaan

di Indonesia perlu memperhatikan budaya

kewirausahaan yang masih dalam tahap san-

gat dini dan belum matang (Kurniawan,

2015). Di Indonesia diyakini bahwa pola

pikir pengusaha masih lebih terfokus pada

keuntungan yang instan dibandingkan pada

pembangunan usaha yang berkelanjutan

(Kurniawan, 2015). Membangun usaha yang

berkelanjutan memiliki konsekuensi waktu

yang panjang dan melelahkan, karena me-

merlukan pembangunan manusia, jejaring

dan sumberdaya lainnya (Kurniawan, 2015).

Beberapa studi yang dilakukan di

negara-negara berkembang menyoroti be-

berapa tantangan paling kritis dalam mem-

bangun ekosistem kewirausahaan, menurut

yang diwawancarai, dan hambatan ini

sekarang telah dikelompokkan berdasarkan

tiga tantangan utama, yakni : (1) Penghalang

dalam diri pengusaha yang meliputi: (a) ku-

rangnya pengetahuan yang diperlukan

(perencanaan, akuntansi, administrasi, keu-

angan, budaya persaingan, dan kurangnya

keakraban dengan layanan yang diberikan),

Page 10: MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK …

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 45

(b) kurang percaya diri, (c) kurangnya ket-

erampilan kerja, (d) keengganan untuk

menerima konsep. (2) Penghalang kelem-

bagaan meliputi: (a) kurangnya layanan

dukungan (tidak ada peta prosedur yang

jelas, proses panjang, keengganan untuk

menerapkan pelayanan satu pintu dengan

prosedur yang jelas, dan tidak ada pemba-

ruan dengan kegiatan baru), (b) lemahnya

peraturan dan administrasi. Dan (3) Pengha-

lang keuangan dan pasar meliputi: (a) ja-

minan diberikan kepada lembaga pendanaan,

(b) jaringan, (c) kebijakan pendanaan dan

ketentuan asuransi, (d) menemukan pelang-

gan atau pemasok, (e) monopoli

(perdagangan tersembunyi) (Al Barwani et

al., 2014; Ashrafi et al. 2014; Bureau 2015;

Jansen 2017; Magd dan McCoy 2014; Raja-

sekar 2014; Saqib et al. 2017; Talal, 2017).

Berbagai lembaga Pendidikan di Indo-

nesia harus menjadi kunci dalam mendukung

lahirnya ekosistem kewirausahaan yang

mampu mendukung usaha mikro dan kecil.

Lembaga pendidikan kewirausahaan mulai

sekolah dasar, menengah dan tinggi perlu

terus menanamkan kewirausahaan sehingga

kemudian menjadi norma-norma sosial yang

ramah wirausaha dan mampu memperkuat

hubungan positif antara pendidikan tinggi

individu dan penciptaan bisnis baru (Lim,

Kim, Chang & Swong, 2014). Program

dukungan pemerintah untuk bisnis baru dan

berkembang juga dapat memperkuat hub-

ungan positif antara pendidikan tinggi dan

keterlibatan dalam kegiatan bisnis baru yang

berorientasi inovasi (Lim, 2014).

Kemudian Lembaga sosial masyarakat

sebagai sebuah komponen ekosistem

kewirausahaan saat ini perlu meningkatkan

kapasitasnya dalam keikutsertaan pada

kegiatan pendidikan dan pelatihan serta pen-

dampingan langsung dari pengusaha sukses

seperti Ciputra, Sandiaga Uno, dan lainnya

(Hermanto, 2017). Pembentukan komunitas

wirausaha di masing-masing daerah atau

sektor usaha diyakini juga memberikan

dampak terhadap pengembangan

kewirausahaan di Indonesia (Hermanto,

2017)

Pemerintah sebagai aktor dalam

ekosistem perlu melahirkan kebijakan dan

regulasi yang berdampak dalam kewirausa-

han pada tingkat mikro, meso, dan makro

(Mirzanti, 2015). Pemerintah juga belum

mampu melahirkan intervensi yang jelas

untuk mendorong kemunculan ekosistem

wirausaha dan merangsang proses-proses

utama yang mendukung lahir dan berkem-

bangnya usaha mikro dan kecil (Mirzanti,

2015). Peran kelembagaan pemerintah untuk

memberikan arahan kebijakan bagi pem-

bangunan ekonomi nasional menjadi pent-

ing. Fokusnya tidak harus terutama pada

penyediaan modal tetapi menciptakan ling-

kungan yang kondusif bagi bisnis dengan

memberikan kebijakan utama yang akan

beresonansi dengan baik dengan beragam

kelompok pemangku kepentingan yang

secara simbiotik mendorong pertumbuhan

ekosistem wirausaha (Isenberg, 2011).

Komponen lain yang sama pentingnya

dalam ekosistem kewirausahaan adalah

dunia perbankan. Bank-bank saat ini mem-

iliki skema khusus dalam mempromosikan

kegiatan kewirausahaan dalam bentuk pem-

berian kredit bisnis (KUR). Setiap tahun,

kredit yang diberikan kepada pengusaha da-

lam skema KUR ini terus meningkat secara

signifikan.

Seluruh komponen dalam ekosistem

kewirausahaan telah lahir dan berjalan na-

mun komponen-komponen tersebut be-

lumlah terjalin menjadi satu kesatuan yang

saling berinteraksi untuk mendukung satu

sama lain Pengusaha yang menerima pelati-

han dari kementerian atau lembaga tertentu

tidak harus dibimbing oleh pengusaha yang

sukses. Mahasiswa yang memulai bisnisnya

sejak kuliah juga belum tentu mendapatkan

KUR dari bank (Hermanto, 2017).

SIMPULAN

Penulisan artikel ini bertujuan untuk

menyajikan tinjauan serta sintesis literatur

yang tersedia mengenai ekosistem

kewirausahaan bagi usaha mikro dan kecil

yang menitikberatkan pada komponen-

komponen di dalamnya yakni kebijakan,

Page 11: MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK …

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 46

infrastruktur, sumber daya manusia,

keuangan, pasar, dan sosial dan seluruh

aktor-aktor yang terlibat dalam ekosistem

kewirausahaan.

Konsep ekosistem kewirausahaan men-

jadi aspek penting untuk usaha mikro dan

kecil karena diyakini mampu menjadi sebuah

ekosistem sehat yang menjadi tempat lahir

dan tumbuhnya usaha yang berkelanjutan.

Ekosistem kewirausahaan perlu dikem-

bangkan menjadi sebuah ekosistem yang

terkait dan saling mendukung di antara para

aktor di dalamnya guna memberikan rang-

sangan dan pengaruh positif bagi usaha

mikro dan kecil.

Penelitian mengenai ekosistem

kewirausahaan di Indonesia perlu ditingkat-

kan dan dikembangkan supaya dapat mem-

berikan konsepsi gambaran ekosistem

kewirausahaan yang cocok dengan karakter

kewirausahan di Indonesia.

DAFTAR RUJUKAN

Aarika-Stenros, Leena & Ritalo, Pavao.

(2017). Network Management in the

Era of Ecosystems: Systematics

Review and Management

Framework. Journal of Industrial

Marketing Management.

Acs, Zoltan. Stam, Erik. Audretch, B David

& O’Connor, Allan. (2017). The Lin-

eages of the Entrepreneurial Ecosys-

tem Approach. Small Business Eco-

nomics Journal. Vol 49.

Ajzen, Icek. (1991). Theory of Planned Be-

haviour. Journal of Organizational

Behaviour and Human Decision Pro-

cesses. Vol 50. Pp 179 – 211.

Al Abri, M, Yahya. Rahim, A, Abdul.

Hussain (2018). Entreprenurial Eco-

system : An Exploration of the En-

trepreneurship Model of SMEs in

Sultanate Of Oman. Mediterranean

Journal of Social Sciences. Vol 9 No.

6. Pp 193-206.

Audretsch, B. David & Belitski, Maksim.

(2016). Entreprenuerial Ecosystem in

Cities: Estabilishing the Framework

Conditions. The Journal of Technol-

ogy Transfer, Vol 42. Pp 1030 -

1051.

Autio, Erkko. Levie, Jonathan. Hart, Marks

& Acs, Zoltan. ( 2014 ). Global En-

treprenuership and Institution : As In-

troduction. Small Business Econom-

ics Journal. Vol 42. Pp 437 - 444.

Cassar, Nicolas. (2014). Decoupling Eco-

nomic Growth and Environmental

Degradation : Reviewing Progress to

Date in Small Island State of Malta.

Economic Papers Sustainability. Vol

6. Pp 1-22.

Chandler N, Gaylen. DeTienne R, Dawn.

McKelvie, Alexander & Mumvord V,

Troy. (2011). Causation and Effec-

tuation Process: a validation study.

Business Venturing Journal. Vol 26.

Pp 375 - 390.

DeepaBabu. Manalel, James. (2016). Entre-

prneurial Orientation and Firm Per-

formances: A Critical Exam. IOSR

JBM Journal. Vol 18,. Pp 21-28

Hennart, F. Jean & Park, Y. Ryeol. (1993).

Greenfield vs Acquisition : The

Strategy of Japanese Investors in The

United States. Journal of Manage-

ment Science. Vol 39. Pp 1054-1070.

Henrekson, Magnus & Sanandaji, Tino. (

2014 ). Small Business Activity Does

Not Measure Entrepreneurship.

Proceeding of National Academy of

Science USA. Vol 111. Pp 1760-

1765.

Hermanto, Bambang & Suryanto. (2017).

Entrepreneurship Ecosystems Policy

in Indonesia. MJSS Journal. Vol 8

No. 1. pp 110-115.

Isenberg, Daniel. (2011). The En-

trpreunership Ecosystems Strategy as

a New Paradigm of Economics Poli-

cy: Principle for Cultivating Entre-

prenuership. Babson Global.

Jacobides, G., Michael. Knudsen, Thorbjorn

& Augier, Mie. (2006). Benfit from

Innovation: Value Creation, Appro-

priation and the Role of Industry. Re-

search Policy Journal. Vol 35. Pp

1200 – 1221.

Page 12: MEMBANGUN EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN UNTUK …

Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Volume 16, Nomor 1, Juli 2020 : 36-47 47

Jennen, T., Rigby, C. & Allum, J. (2016).

Stakeholder Engagement in The Cre-

ation of an Entrepreneurial Ecosys-

tems. Journal of Asia Entrepreneur-

ship and Sustainability, XII (1). Pp 3-

33

Jurado, Tanya & Bartiti, Mastina. (2019).

The Evolution of SME Policy : The

Case of New Zealand. Regional Stud-

ies. Regional Science, Vol 6.1. pp 32-

54.

Krueger F, Norris & Carsurd, Alan. (1993).

Entrepreneurial Intentions : Applying

Theory of Planned Behaviour. Jour-

nal of Entrepreneurship and Regional

Development. Volume 5. Pp 315 –

330.

Malecki, E . J (2011). Connecting Local En-

treprenuerial Ecosystem to Global

Innovation Network: Open Innova-

tion, Double Networks and

Knowledge Integration. International

Journal Entrpreunership and Innova-

tion Management, Vol 14, No.1. pp

36-59.

Mason, Colin & Brown, Ross. (2014). En-

treprenuerial Ecosystem and Growth

Oriented. OECD.

Mirzanti, Simatupang & Larso. (2015). En-

treprenurship Policy Implementation

Model In Indonesia. International

Journal of Entrepreneurship and

Small Businness.

Neumeyer, Saver & Santos, C. Susana.

(2017). The Effect of Team Conflict

on Teamwork Performance.

International Journal of Engineering

Education Perspective. Vol 36. Pp

502-509.

Nur Wanita (2015). Perkembangan Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah di Palu.

Jurnal Penelitian Ilmiah LP2M IAIN

Palu. Vol 3.

Olugbola A, Seun. (2017). Exploring Entre-

preneurial Readiness of Youth and

Start-Up Success Component: Entre-

preneurship Training as a Moderator.

Journal of Innovation and

Knowledge.

Reymen, Isabelle. Berends, Rob, Oudehand

& Stultiens, Rutger. (2016). Decision

Making for Business Model Devel-

opment. Research and Development

Management. Vol 47. Pp 595 - 606.

Sarasvati D, Saras & Dew, Nicolas. ( 2005 ).

Creation New Market Through

Transformations. Evolutionary Eco-

nomics Journal. Vol 15. Pp 533-565.

Simatupang, Togar. Schwab, Andreas &

Lantu, C. Donald. (2015). Building

Sustanaible Entreprenuerial Ecosys-

tem. Iowa State Digital Repository,

Vol 7.

Sondari, Mery. ( 2014 ). Is Entrepreneur Ed-

ucation Really Needed ? Examining

the Antecedent of Entrepreneurial

Career Intention. Proceeding of So-

cial dan Behavioural Science. Vol

115. Pp 44 – 53.

Sorama & Joensuu – Salo (2016). A Case

Study of Entrepreneurial Ecosystems

Related to Growth Firm. Proceeding

of the European Conference 11.

Jyvaskyla Vol 15 Pp 754 – 761.

Spigel, Ben & Harisson, Richard (2015).

Toward Proceses Theory of Entre-

prenuerial Ecosytem. The Strategic

Entreprenuership Journal Vol: 12.

Pp 151 – 168.

Stam & Spiegel. (2016), Entreprenuerial

Ecosystems. Discussion Paper Series

Utrecht School of Economics.

Tjalling Koopmans Research Insti-

tute.