pediatric urology

Upload: hijau-sejuk

Post on 18-Oct-2015

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PEDIATRIC UROLOGY

TRANSCRIPT

IKATAN AHLI UROLOGI INDONESIA(IAUI)PANDUAN PENATALAKSANAAN(GUIDELINES)PEDIATRIC UROLOGY(UROLOGI ANAK)DI INDONESIATAHUN 2005TIM PENYUSUNPANDUAN PENATALAKSANAAN (GUIDELINES)PEDIATRIC UROLOGY(UROLOGI ANAK)DI INDONESIAAdi SantosoAny RodjaniTjahjodjatiArdy SantosaTarmonoFIMOSIS dan PARAFIMOSIS

LATAR BELAKANGPada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit prepusium ke belakang sulkus

glandularis hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak laki-laki; hal ini meningkat menjadi 89% pada saat usia tiga tahun. Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun.

Parafimosis harus dianggap sebagai kondisi darurat karena retraksi prepusium yang terlalu sempit di belakang glans penis ke sulkus glandularis dapat mengganggu perfusi permukaan prepusium distal dari cincin konstriksi dan juga pada glans penis dengan risiko terjadinya nekrosis.

DIAGNOSISJika prepusium tidak dapat atau hanya sebagian yang dapat diretraksi, atau menjadi cincin konstriksi saat ditarik ke belakang melewati glans penis, harus diduga adanya disproporsi antara lebar kulit prepusium dan diameter glans penis. Selain konstriksi kulit prepusium, mungkin juga terdapat perlengketan antara permukaan dalam prepusium dengan epitel glandular dan atau frenulum breve. Frenulum breve dapat menimbulkan deviasi glans ke ventral saat kulit prepusium diretraksi.

Diagnosis parafimosis dibuat berdasarkan pemeriksaan fisik.

TERAPITerapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat berupa sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun. Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloting kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Tujuan sirkumsisi plastik adalah untuk memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi komplit dengan mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Pada saat yang sama, periengketan dibebaskan dan dilakukan frenulotomi dengan ligasi arteri frenular jika terdapat frenulum breve. Sirkumsisi neonatal rutin untuk mencegah karsinoma penis tidak dianjurkan. Kontraindikasi operasi adalah infeksi tokal akut dan anomali kongenital dari penis.

Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun.

Terapi parafimosis terdiri dari kompresi manual jaringan yang edematous diikuti dengan usaha untuk menarik kulit prepusium yang tegang melewati glans penis. Jika manuver ini gagal , periu dilakukan insist dorsal cincin konstriksi. Tergantung pada temuan klinis lokal, sirkumsisi dapat segera dilakukan atau ditunda pada waktu yang lain.

UNDESENSUS TESTIS

LATAR BELAKANGInsidens maldesensus testis setelah usia satu tahun adalah 1,8-2%. Pembagian dibuat berdasarkan retensi testis pada abdomen, inguinal atau preskrotal dan ekstopik testis di epifasial, femoral atau penodorsal. Sliding atau testis retraktil merupakan variasi dan kriptorkismus. Sliding testis dengan funikulus spermatikus yang terialu pendek akan kembali ke posisi nonfisiologik saat ditarik ke dalam skrotum dan kemudian dilepaskan. Testis retraktil atau pendulosa dengan hipertrofik otot kremaster dihubungkan dengan retraksi intermiten dari testis yang umumnya orthotopik.

DIAGNOSISMaldesensus testis didiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik dan sonografi. Pada pemeriksaan fisik, testis lebih mudah diraba bila penderita pada posisi duduk bersila (crossed-leg). Perlu juga diperhatikan perkembangan kulit skrotum dan hipertrofi testis kontralateral. Sonografi dan magnetic resonance imaging (MRI) dapat membantu untuk menemukan lokasi testis yang tidak teraba; akurasi MRI adalah 90% untuk testis intraabdomen. Laparoskopi sudah ditetapkan sebagai prosedur diagnostik dan terapeutik jika diduga terdapat retensi abdomen. Pada prosedur ini, posisi testis di abdomen dapat ditemukan dan diletakkan ke skrotum dengan menggunakan teknik sesuai dengan kondisi anatomis. Tes stimulasi human chorionic gonadotrophin (HCG), sebagai bukti adanya jaringan testis yang menghasilkan testosteron, sebaiknya dilakukan sebelum operasi eksplorasi pada testis yang tidak teraba bilateral.

TERAPITujuan terapi adalah untuk mencapai posisi orthotopik testis pada skrotum sebelum usia dua tahun untuk mencegah terjadinya kerusakan spermatogenesis yang permanen. Terapi hormon (opsional) hanya diberikan untuk testis yang retensi karena terapi ini tidak efektif untuk testis ektopik. Obat yang diberikan adalah suntikan HCG intramuskular (1500 IU/m2 dua kali seminggu selama 4 minggu) atau luteinizing hormone releasing hormone (LHRH) berupa semprotan nasal (400 g, tiga kali sehari). Kedua metode terbukti efektif pada 20-30% kasus. Penting untuk melakukan follow-up karena dapat terjadi kegagalan setelah beberapa waktu {reascend 10 - 25%)

Pembedahan orkhidofunikulolisis dan orkhidopeksi merupakan penatalaksanaan pilihan pertama. Testis pendulosa (retraktil) tidak diindikasikan untuk koreksi bedah. Indikasi absolut untuk operasi primer adalah retensi testis setelah gagal terapi hormonal atau setelah operasi

di daerah inguinal, ektopik testis dan seluruh maldesensus testis yang disertai dengan kelainan patologis lainnya (hemia dan atau prosesus vaginaiis yang terbuka). Akses inguinal funikulus spermatikus dicapai setelah membuka kanalis inguinalis. Kondisi patologis lain yang berhubungan (seperti prosesus vaginaiis yang terbuka, hemia inguinalis) dikoreksi pada saat yang bersamaan. Setelah funikulus spermatikus dan testis dibebaskan dari jaringan ikat dan serat kremaster telah direseksi, testis diletakkan tension free secara peksi ke dalam skrotum. Jika tidak ditemukan testis atau jaringan funikulus spermatikus pada saat eksplorasi kanalis inguinalis, peritoneum dibuka dan dilakukan orkhido-funikulolisis intraperitoneal. Jika funikulus spermatikus terialu pendek, dapat dilakukan teknik Fowler-Stephens (ligasi dan diseksi pembuiuh darah spermatika). Syaratnya adalah duktus deferens dan pembuluh darah epididimis yang intak; hal ini dapat dites dengan melakukan klem sementara pada arteri testikularis. Pada kasus yang jarang, dapat dipertimbangkan untuk melakukan auto-transplantasi dengan anastomosis bedah mikro pembuluh darah testis dengan pembuluh darah epigastrika

Tabel 1. Penatalaksanaan kriptorkhismus

KRIPTORKHISMUS

Pemeriksaan Fisik Sonografi

Dapat dideteksi

Tidak terdeteksi unilateral Tidak terdeteksi Bilateral

MRI (opsional) (+) stimulasi HCG

( - )

Terapi

Laparoskopi

Interseks ?

HIPOSPADIA

LATAR BELAKANGTergantung pada lokasi orifisium uretra ekstema, hipospadia dapat dibagi menjadi bentuk distal (75%; glandular, koronar, subkoronar), intermediet (13%) dan proksimal (12%; penoskrotal, skrotal, perineal). Keputusan prosedur operasi dibuat berdasarkan kebutuhan fungsi dan estetik. Karena semua prosedur bedah mempunyai risiko komplikasi, penting untuk memberikan konseling yang adekuat pada orang tua sebelum operasi.DIAGNOSISSelain deskripsi temuan lokal (posisi, bentuk dan lebar orifisium, ukuran penis, urethra! plate, informasi mengenai kurvatura penis saat ereksi dan inflamasi), evaluasi diagnostik juga mencakup penilaian adanya anomali yang berhubungan:

prosesus vaginalis yang terbuka (pada 9% kasus)

testis letak tinggi (pada 5% bentuk ringan hipospadia; pada 31 % hipospadia posterior)anomali saluran kemih bagian atas (3%)

Hipospadia berat dengan testis yang tidak teraba unilateral atau bilateral dan transposisi skrotal memerlukan pemeriksaan genetik lengkap.

Pemeriksaan fisik lengkap, urinalisa dan biasanya sonografi dilakukan secara rutin pada semua bentuk hipospadia.

TERAPIIntervensi bedah direkomendasikan untuk bentuk hipospadia sedang dan berat, dan untuk bentuk distal dengan patologi yang bernubungan (kurvatura penis, stenosis meatal). Pada hipospadia distal sederhana, koreksi kosmetik hanya dilakukan setelah diskusi menyeluruh mengenai aspek psikologis dan pemastian adanya indikasi gangguan fungsional.

Tujuan terapi adalah untuk mengkoreksi kurvatura penis, untuk membentuk neo-uretra dan untuk membawa neo-uretra ke ujung glans penis jika memungkinkan. Untuk mencapai hasil yang memuaskan diperiukan kaca pembesar dan benang jahit khusus, pengetahuan mengenai berbagai teknik operasi plastik (rotational skin flaps, free tissue transfer), penggunaan dermatom, perawatan luka dan terapi pasca operasi.

Terapi pre-operasi dengan aplikasi lokal testosteron propionate seiama 4 minggu dapat membantu. Untuk bentuk distal hipospadia terdapat beberapa teknik operasi (misal Mathieu, MAGPI, King, Duplay, Snodgrass, Onlay). Selain chorde kulit, jaringan ikat chortte dan korpus spongiosum bagian distal yang berjalan longitudinal di bawah glans pada kedua sisi saluran

uretra biasanya juga bertanggung jawab terhadap kurvatura penis. Jika terdapat kurvaura sisa setelah chordectomy, dan jika sisa kulit saluran uretra yang terbuka tipis dan sirkulasinya buruk, mungkin diperlukan insist atau eksisi lempeng uretra. Pada disproporsi korporeal, harus ditambahkan tindakan orthoplasty (modifikasi plikasi korporeal dorsal Nesbft). Orthoplasty (Nesbit, modifikasi Nesbit, Schroder-Essed) dan penutupan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan dalam dua tahap.

Teknik Onlay dengan preservasi lempeng uretra dan menghindari anastomosis sirkumferensial merupakan metode pilihan, dengan tingkat komptikasi yang rendah untuk hipospaSyarat yang diperlukan adalah lempeng uretra yang intak dengan vaskularisasi yang baik, atau hasil yang memuaskan setelah tindakan pertama dengan penis yang lurus dan batang penis yang tertutup dengan baik. Jika lempeng uretra tidak dapat dipertahankan semua (setelah eksisi atau divisi), digunakan tube-onlay flap atau inlay-onlay flap. Prosedur dua tahap dapat menjadi pilihan untuk hipospadia berat Jika tidak ada prepusium atau kulit penis, dapat digunakan mukosa bukal, mukosa buli dan free skin graft.

Benang yang digunakan sebaiknya hanya dari bahan yang dapat diserap dengan baik (6/0-7/0). Untuk koagulasi darah, diperiukan alat bipolar dengan kapas yang direndam dalam larutan epinefrin 1:10.000. Untuk persiapan glans dapat diberikan infittrasi dengan larutan epinefrin 1:100.000. Tumiket sebaiknya tidak digunakan tebih dari 20 menit. Setelah preparasi neurovaskular dorsal, dipasang jahitan modifikasi Nesbit (benang monofilik yang tidak dapat diserap 4/0-5/0, misal Goretex, Protene) dengan simpuf teriipat ke dalam. Urin dialirkan melalui kateter transuretra atau suprapubik. Jika menggunakan kateter suprapubik, hams dipasang stent pada neo-uretra. Untuk stent uretra dan drainase digunakan kateter 8-10 Fr dengan lubang multipel di bagian samping dengan ujung di uretra pars bulbosa (tidak sampai ke buli). Prosedur rutin lairmya adalah penggunaan balutan sirkular dengan kompresi ringan dan pemberian antibiotik.

KOMPLIKASIPenyempitan meatal setelah splint diangkat dapat dikoreksi dengan peregangan secara hati-hati dan peralatan Dittel, revisi bedah diperlukan untuk kasus dengan skar meatus dimana tindakan peregangan tidak akan efektif untuk jangka panjang. Untuk striktur uretra sebaiknya dilakukan operasi terbuka setelah satu kali usaha urethrotomi intema. Jika terjadi fistula, revisi sebaiknya tidak dilakukan sebelum jarak 6 bulan. Striktur uretra harus dibuktikan bukan sebagai penyebab fistula saat intraoperatif. Untuk mencegah timbulnya fistula berulang, dapat digunakan flap dartos atau free tunica vaginalis patch. Jangan lupa untuk melakukan penutupan yang adekuat dengan mobilisasi fascia ScarpaTidak perlu untuk melakukan koreksi sisa kurvatura yang kecil karena tidak akan mempengaruhi secara fungsional. Hal ini dapat dikoreksi dengan mudah setelah pubertas jika kelainannya cukup bermakna.

Tabel 2. Algoritme penatalaksanaan hipospadia

DILATASI TRAKTUS URINARIUS ATAS

LATAR BELAKANG

Hidronefrosis dapat terdeteksi sejak dalam uterus menggunakan ultrasonografi pada usia kehamilan 16 minggu. Penyebab tersering adalah stenosis ureteropelvic junction (UPJ), megaureter, refluks vesikorenal, sindroma katup uretra dan displasia multikistik ginjal.

DIAGNOSIS

Pemeriksaan Ultrasonografi

Ektasis (diameter anterior-posterior dari pelvis renalis, ekatasis kaliks), besar ginjal, tebal parenkim, pola ekho dari korteks, lebar ureter, tebal dinding buli dan residual urine dapat diperiksa dengan pemeriksaan utrasound. Bila ditemukan diameter pelvis renal lebih dari 15 mm maka hampir dapat dipastikan terdapat obstruksi dari traktus urinarius atas dan mungkin perlu dipertimbangkan suatu tindakan. Pemeriksaan ultrasound pertama pada bayi yang telah didiagnosa menderita ektasis pelvis renal saat masih dalam kandungan harus dikerjakan saat 2 hari pertama kehidupannya, setelah 3-5 hari dan setelah 3 minggu. Pemeriksaan ultrasound yang normal pada hari-hari pertama dapat terjadi dan merupakan pemeriksaan sekunder apabila ditemukan adanya oliguria pada neonatus tersebut.

Voiding Cystourethrography (VCUG)Pada pasien dengan stenosis UPJ atau megaureter, 14% menunjukkan adanya refluks vesikorenal (VRR) pada saat yang bersamaan. Adanya refluks ini harus diverifikasi atau ditegakkan dengan menggunakan VCUG konvensional preoperatif. Isotop VCUG (dengan bahan yang mengeluarkan radiasi dosis rendah) digunakan untuk follow-up.

Diuresis RenografiKarena radiasinya yang rendah, Tc99m-MAG3 merupakan isotop pilihan pada diuresis renografi ini. Pemeriksaan dilakukan setelah hidrasi standard (standardize hydration) dengan menggunakan kateter transuretra. Perfusi arteri renalis, transit korteks intrarenal dan ekskresi dari bahan tersebut ke dalam collecting system diukur. Apabila terjadi ketidakberesan dalam ekskresi, maka akan membutuhkan waktu lebih lama dari setengah kapasitas maksimum radio isotop ini untuk dapat mencapai pelvis renalis (T1/2) setelah pemberian furosemid. Bila absorbsi radio isotop ini sangat cepat dan setelah diberi diuretic ekskresinya cepat ( T 40%

Rekonstruksi Observasi

Tabel 6: Manajemen Hidronefrosis III yang terdiagnosa prenatal

Fungsi ginjal terpisah diameter a.p < 15 mm diameter a.p > 15 mm

< 40%

USG tiap 3 bln USG tiap bln

Skintigrafi tiap 6 bln Skintigrafi tiap 3 bln

Fungsi menurun < 40%

Rekonstruksi

REFLUKS

LATAR BELAKANGVUR atau VRR didefinisikan sebagai aliran balik urin non-fisiologis dari buli ke dalam ureter atau pelvis renalis. Konsekuensi terburuk dari VRR primer dan sekunder adalah perkembangan progresif dari gagal ginjal sekunder karena episode pyelonefritik rekuren serta diikuti dengan hilangnya parenkim ginjal secara bertahap.

Sepuluh sampai 15% pasien dengan refluks menderita hipertensi renin-dependent sebagai sekuel dari fokal iskemi akibat timbulnya jaringan parut pada ginjal. Probabilitas dari hipertensi sangat berkorelasi dengan luas dan banyaknya jaringan parut pada parenkim. Refluks ditemukan pada 0,5-1% anak-anak tanpa UTI. Bila pada neonatus insidens refluks sama pada kedua jenis kelamin, pada usia lebih besar, anak perempuan lebih sering terjangkit penyakit ini 4x lebih banyak dibanding anak laki-laki.

Pada anak-anak dengan rekuren UTI , insidens VUR secara signifikan lebih tinggi (sekitar 14-29% dari masa TK dan usia sekolah pada anak perempuan dan sekitar 30% pada anak laki-laki pada usia yang sama).

Gejala utama dari VUR adalah rekuren UTI yang sesekali diikuti dengan demam. Pemeriksaan radiologi menunjukkan uni atau bilateral refluks pada 30-5-% kasus. VRR mungkin dapat juga terdiagnosa akibat konsekuensinya, yaitu hipertensi, insufisiensi ginjal atau pertumbuhan ginjal yang terhambat. Refluks yang tidak terdeteksi dapat jatuh pada kondisi refluks nefropati.

Secondary Refluks

Awal dari refluks sekunder bukanlah merupakan gangguan primer sejak lahir dari ureter terminal pada neonatus tetapi lebih merupakan obstruksi anatomikal atau fungsional atau penyakit inflamasi dari buli, atau kerusakan langsung pada orifisium yang sebelumnya intak. Tampaknya banyak refluks, terutama yang derajat rendah 1-3, merupakan refluks sekunder dan mungkin dapat menghilang dengan kematangan fungsi buli.

KLASIFIKASI

The International Reflux Study Committee memperkenalkan sistem yang seragam untuk deskripsi refluks berdasarkan klasifikasi awal yang telah disusun oleh Heikel dan Pakkulainen pada tahun 1985. Lebih jauh lagi, gambaran voiding cystourethrogram yang telah distandardisasi dideskripsikan untuk kemudian dapat diperbandingkan.

Tabel 8 : Grading system untuk refluks

(International Reflux Study Committee, 1981)

Gr.IRefluks tidak mencapai pelvis renalis, bermacam-macam derajat dilatasi ureter

Gr.IIRefluks mencapai pelvis renali, tidak terdapat dilatasi collecting system,

Forniks masih normal

Gr.IIIDilatasi ringan sampai sedang dari ureter, dengan atau tanpa kinking; dilatasi

sedang dari collecting system; forniks normal atau terdapat perubahan minimal

Gr.IVDilatasi sedang dari ureter, dengan atau tanpa kinking; dilatasi sedang collecting

system; forniks blunting tetapi gambaran dari papila masih dapat terlihat

Gr.VGross dilatasi dan kinking dari ureter, dilatasi jelas dari collecting system; impresi

Papila tidak lagi tampak; refluks intraparenkim

Terlepas dari grading refluks ini, deskripsi atas posisi dan morfologi dari orifisium ureter (normal, stadium, horseshoe atau golf-hole) sangat menolong untuk menentukan terapi. Posisi dari orifisium ini harus dikategorikan sebagai A (trigonal), B,C atau D (lateral).

DIAGNOSISSemua pasien yang masih menunggu klarifikasi adanya refluks harus menjalani prosedur diagnostik standard, membandingkan hasil laboratorium (fungsi ginjal), status urin dan kultur urin, bersama-sama dengan riwayat penyakit dari anamnesa serta pemeriksaan fisik. Bukti langsung ada atau tidaknya refluks tetap memerlukan VCUG atau sonografi untuk diagnosisawal. Pilihan IVU dapat dilakukan preoperatif apabila dari sonografi tidak dapat menegakkan adanya refluks. Pada saat pemeriksaan, kateter harus terus dipasang.

Tanpa adanya bahaya radiasi, sonografi dapat menunjukkan informasi secara detil tentang ukuran ginjal, adanya kemungkinan double system, bentuk dan ukuran collecting system dan juga memungkinkan kita mengetahui parenkim dari ginjal. Deteksi dari refluks hanya mungkin dilakukan menggunakan media kontras khusus atau apabila terjadi gross refluks.

Apabila VCUG atau sonografi negatif, tetapi dari pemeriksaan klinis mencurigai adanya refluks, pemeriksaan sebaiknya diulang secara berkala setelah beberapa interval, derajat dari refluks ini tidak konstan pada beberapa kodisi yang berbeda saat dilakukan pemeriksaan.

Apabila terdapat residual urin setelah berkemih tanpa adanya obstruksi infravesika, pemeriksaan urodinamik harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi buli/sfingterdan yang akan menyebabkan refluks sekunder.

Bukti ada atau tidaknya refluks juga dapat dibuktikan melalui pemeriksaan radionuclida. Mengingat radiasi yang dipakai rendah maka sistografi radionuclide dapat memverifikasi atau menyingkirkan refluks, terutama untuk pemeriksaan follow-up.

Pemeriksaan endoskopi dapat menolong pada operasi elektif dan dapat menunjukkan bukti dari konfigurasi patologis dari posisi serta orifisium ureter, juga untuk eksklusi dari obstruksi infravesika. Pemeriksaan dilakukan di bawah anestesi dan persiapan dikerjakan untuk mengkoreksi refluks yang mungkin terjadi. Untuk setiap refluks yang diterapi secara endoskopi, konfigurasi dari orifisium ureter lebih penting daripada derajat refluks; pada kasus orifisium tipe golf-hole, kemungkinan keberhasilan adalah rendah.

Tabel 9: Algoritma tahapan diagnosis refuks primer

Dasar diagnosis riwayat penyakit

pemeriksaan fisisk

tekanan darah

tes laboratorium

analisa urin dan kultur

Sonografi dilatasi

parenkhim ginjal

duplikasi ginjal ------ opsional ------( IVU dilatasi/obstruksi

konfigurasi VU ------ opsional ------( MAG-3 dilatasi/obstruksi

voiding

DMSA fungsi ren terpisah

Uroflow anak umur 3 thn ------- opsional ------( sistometri

VCUG derajat refluks

refluks pada ------- opsional ------( endoskopi obstruksi infravesikal

single/double system

konfigurasi VU

konfigurasi uretra

Pembedahan

Strategi penanganan

Medikamentosa

Refluks SekunderDiagnosis dan terapi dari penyakit yang mendasari tentu saja merupaakn aspek utama dari refluks sekunder yang didapat. Apabila refluks tetapada setelah terapi penyakit dasar dilakukan, terapi dari refluks ini dikerjakan menurut kondisi klinis. Untuk dapat mendiagnosa refluks sekunder, haruslah dipastikan bahwa VCUG dilakukan pada periode non-inflamasi dan apabila penting, diulang setelah bebas dari infeksi. Diagnosa lebih lanjut dilakukan sesuai dengan aturan-aturan refluks primer.

PENATALAKSANAAN

Tujuan dari terapi adalah menghindari terjadinya komplikasi lanjut seperti refluks nefropati. Pilihan terapi meliputi konservatif dan pembedahan baik endoskopi maupun terbuka. Pilihan ini dipengaruhi oleh umur dari penderita, derajat refluks, posisi atau konfigurasi orifisium ureter dan penemuan klinik.

Tabel 10: penatalaksanaan refluks primer

Umur 1 thn konservatif

Umur 1-5 thn grade I-III konservatif

Grade IV-V pembedahan

Umur > 5 thn pria jarang sbg indikasi op

Wanita pembedahan ( krn tingginya angka

Infeksi terutama saat hamil )

Tabel 11 : Penatalksanaan Refluks sekunder

Febris infeksi berulang meskipun

memakai antibiotik profilaksis

Pembedahan

Malformasi tambahan (double kidney,

(tidak untuk umur < 6 bulan)

Hutch diverticulum, ectopic ureter)

Terapi KonservatifTujuan dari terapi konservatif adalah pencegahan terhadap demam UTI. Bersama-sama dengan anamnesa mengenai jumlah cairan yang diminum dan jenisnya serta proses berkemih yang teratur (apabila dibutuhkan, dengan double micturation), higiene yang baik dan antibiotika profilaktik dosis rendah jangka panjang merupakan aspek utama dari terapi konservatif ini.

Dengan asumsi bahwa pada beberapa pasien VRR menghilang tanpa intervensi pembedahan menegaskan pendekatan konservatif. Kemungkinan untuk perbaikan spontan hanya terjadi apabila pasien tersebut masih sangat muda dengan refluks derajat rendah dan tanpa kondisi patologis yang serius dari orifisium ureter. Apabila refluks menetap sampai pada usia dimana tidak mungkin diharapkan terjadi kesembuhan spontan maka pada anak perempuan harus dilakukan operasi rekonstruksi. Pada anak laki-laki dengan usia > 5 tahun, antibiotika profilaksis dapat dihentikan karena indikasi untuk dilakukan koreksi dari refluks adalah jarang. Apabila UTI disertai dengan demam terjadi pada saat masih dibawah pemberian antibiotika profilaksis, strategi konservatif harus disingkirkan dan dipilih pendekatan intervensi pembedahan.

Terapi PembedahanPembedahan sebaiknya tidak dilakukan sampai usia anak sedikitnya 6 bulan.

Terapi EndoskopiAkhir-akhir ini, pengalaman dengan endoskopi sebagai pilihan terapi masih terbatas.

Pembedahan TerbukaBermacam-macam teknik untuk mengkoreksi refluks telah dideskripsikan (contoh Lich-Gregoir, Politano-Leadbetter, Cohen, Psoas-Hitch), prinsipnya adalah memperpanjang bagian intramural dari submukosa ureter. Angka keberhasilan yang tinggi melebihi 95%, dengan rendahnya komplikasi, dapat ditemui dari semua jenis metode operasi.

Sebagai aturan, sebelum prosedur ekstravesikal dilakukan maka endoskopi harus terlebih dahulu dikerjakan, dimana orifisium ureter dapat secara langsung dilihat melalui operasi intravesika. Detil teknik lain yang penting adalah mencakup absolut tension free dari anastomose ureter, seperti juga preservasi dari aliran darah ke ureter distal. Sebagai tambahan, panjang serta lebar yang cukup dari tunnel adalah suatu keharusan.

Apabila terjadi refluks bilateral, prosedur Lich-Gregoir seperti juga Psoas-Hitch sebaikanya dikerjakan dalam dua tahap untuk menghindari disfungsi dari buli.

Follow-upSetelah koreksi pembedahan, pasien memerlukan antibiotik perioperatif, yang dilanjutkan sebagai antibiotik profilaksis selama 6 minggu post operatif. Sebagai pilihan, VCUG dapat dikerjakan 3 bulan post operatif untuk membuktikan keberhasilan terapi refluks. Obstruksi dari traktus urinarius atas dapat ditegakkan melalui sonografi setelah pasien pulang dan dilanjutkan tiap 4-6 minggu apabila terdapat tanda-tanda obstruksi. Dalam semua kasus, ultrasound rutin dilakukan tiap 3 bulan post operatif.

Semua pasien dengan kerusakan parenkim pada saat refluks dikoreksi harus melakukan kontrol skintigrafi 12 bulan post operatif. Pemeriksaan follow-up harus meliputi pemeriksaan tekanan darah untuk deteksi awal dari hipertensi renalis.

INFEKSI SALURAN KEMIH

KLASIFIKASI

Bakteriuria Asimptomatik

Bakteriuria bermakna yang didapatkan pada pemeriksaan urin beberapa kali berturut-turut tanpa ada gejala klinis

Bakteriuria Simptomatik

Cystitis

Infeksi terbatas pada buli, didapatkan gejala iritasi, tanpa gejala sistemik maupun demam

Pielonefritis Akut

Infeksi parenkim ginjal disertai demam

ISK Kompleks

ISK didasari oleh gangguan aliran urin, malformasi atau gangguan pengosongan buli

DIAGNOSA

Indikasi untuk pemeriksaan urin dan mikrobiologi urin meliputi demam yang tidak jelas penyebabnya, gangguan tumbuh kembang pada bayi, keluhan nyeri abdomen dan flank, frekuensi, disuria, urine berbau, gross hematuria. Pada bayi dan anak kecil, sampel urin didapat dengan memasang kantong plastik pada genitalia eksterna. Hasil kultur positif perlu konfirmasi dengan puksi suprapubik (atau dengan kateter transurethral). Pada anak yang dapat berkemih sesuai kehendak, sampel anak laki laki diambil dengan porsi tengah, perempuan dengan kateter urethra.

Pemeriksaan urin meliputi tes dengan mikroskop dan mikrobiologi. Kriteria diagnostik meliputi ditemukannya kuman patogen sebanyak 105 cfu (coloni forming units) pada kultur urin menggunakan sampel yang didapat dari urin porsi tengah. Bila ditemukan kultur urin positif 103 104 perlu konfirmasi dengan pemeriksaan punksi suprapubik atau pemeriksaan diulang. Pendapatan kuman patogen berapapun banyaknya pada sampel dari punksi buli suprapubik berarti bakteriuria. Pemeriksaan sampel punksi buli dapat mencapai hasil dengan sensitifitas 99 %. Pada hasil kultur positif, ditambahkan pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis, laju endap darah, dan C-reactive protein bersama penemuan klinis. Pemeriksaan urin rutin dengan lekosituria lebih dari 5 per lapangan pandang pembesaran 400x adalah menyokong kecurigaan bakteriuria. Uji carik nitrit dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa UTI sambil menunggu hasil kultur.

USG dilakukan untuk menilai volume ginjal, parenkim ginjal, ketebalan dan scaring, anomali anatomis, hydronefrosis, dilatasi ureter dan batu. Ketebalan dinding buli, bentuk buli, dilatasi ureter, residual urin. Pada pieolocaliceal ektasis, ditambahkan pemeriksaan IVP. VCUG dapat dilakukan setelah terapi antibiotik.

TATA LAKSANA

Bakteriuria Asimptomatik

Tidak diperlukan terapi bila traktus urinarius normal, singkirkan kelainan berkemih fungsional

ISK Akut Tanpa Pielonefritis

Trimethoprim-sulfametoksazole, trimethoprim (mono), cephalosporin atau amoxycillin selama 3 5 hari.

Pielonefritis

Terapi antibiotik intravenus dengan antibiotik spektrum luas, penisillin atau cephalosporin. Pda neonatus, terapi berlangsung 14 21 hari. Dilanjutkan dengan terapi oral selama 7 14 hari. Pada gangguan fungsi ginjal, dosis disesuaikan menurut serum kreatinin. Tetapi dapat dihentikan bila urin telah steril dan gejala klinis hilang. Kultur urin dikerjakan tiap minggu selama terapi. DMSA scintigraphy dapat dilakukan 3 bulan setelah terapi. Pada pielonefritis obstruktif, drainase adalah tindakan darurat.

ISK Kompleks

Terapi yang efisien melibatkan penangan pada kelainan yang mendasari (gangguan drainase urin). Pada anak umur dibawah 1 tahun, pemeriksaan dan terapi dilakukan lebih agresif sebab tingginya keterlibatan faktor faktor predisposisi mengakibatkan ISK.

Antibiotik Profilaksis

Indikasi meliputi vesicorenal reflux, cystitis berulang dengan atau tanpa gangguan berkemih, medullary sponge kidney, ureterocele dan neurogenic bladder dysfuction. Jenis obat trimethoprim, kotrimoksasol, amoksicilin, cephalosporin, asam nalidiksat atau asam pipemidat.

INKONTINESIA

LATAR BELAKANG

Dalam tumbuh kembang seorang anak akan menjadi kontinen pada siang hari menginjak usai 2 tahun dan untuk malam hari menginjak usai 4 tahun. Jika anak tetap mengompol, maka harus dibedakan antara enuresis dan inkontinensia. Hal hal yang harus diperhatikan :

Defek anatomis otot sfingter dan buli buli (mis : epispadia komplit, ekstrofia buli, urerter ektopik)

Inervasi buli dan otot sfingter yang tak sempurna (mis : myelomeningocele)

Gangguan fungsi buli dan otot sfingter

KLASIFIKASI

Enuresis

Definisinya adalah proses berkemih yang normal pada waktu dan atau tempat yang tidak pantas atau secara sosial tak dapat diterima. Anak dengan enuresis berkemih saat tidur malam hari dant tidak terjaga karenanya. Kondisi ini adalah monosimtomatik dan riwayat keluarga jelas berpengaruh.

Primary Nocturnal Enuresis

Mengompol di tempat tidur sejak kelahiran tanpa ada periode tanpa mengompol setidaknya 6 bulan

Secondary (onset) Nocturnal Enuresis

Mengompol sesudah pernah ada periode kering setidaknya selam 6 bulan

Nocturnal Polyuria Enuresis

Adalah enuresis nokturnal pada anak dengan produksi urine yang melebihi kapasitas buli

Diurnal Enuresis

Mengompol yang menyertai gangguan kurang perhatian, anak berkemih tuntas, fungsi buli dan urethra normal

Inkontinensia

Adalah keluarnya air kemih tanpa dikendalikan, dapat dilihat secara obyektif dan menimbulkan masalah sosial dan higiene.

Inkontinensia yang disebabkan oleh kelainan anatomis pada saluran kemih

Ektopik ureter, ureterocele, prune belly syndrome, ekstrofia buli, epispadia, posterior urethral valve, kloaka.

Inkontinensia yang disebabkan gangguan neurogenik

Spinal dysraphism, caudal regression dan gangguan SSP lainnya

Inkontinensia fungsional pada non-neuropathic sphyncter dysfuction

Berkaitan dengan ISK dan terutama terjadi pada anak wanita

DIAGNOSIS

Evaluasi diagnostik meliputi :

Riwayat

Pemeriksaan fisik umum, urologis dan neurologis (urinalisis dan kultur, berat jenis) + sonography (resiudal urine, ketebalan dinding buli, saluran atas)

Diagram frekuensi-volume (sesudah pengobatan ISK)

Jika pada pemeriksaan tidak didapatkan suatu patologi, maka dapat diasumsikan sebagai enuresis dan tidak diperlukan pemeriksaan tambahan lain.

Pemeriksaan tambahan lain dibutuhkan saat didapatkan suatu patologi dan meliputi :

Uroflow

VCUG

Video urodynamic

Intravenous urogram

Pemeriksaan dengan anestesia (urethrocystoscopy, urethral calibration)

Pemeriksaan lanjutan neurologis, radiologis dan psikiatris (termasuk MRI sumsum tulang belakang)

Radionuclid study untuk menilai fungsi ginjal.

TATA LAKSANA

Nokturnal enureis terapi dimulai bila kondisi telah mengganggu dan si anak telah termotivasi untuk tidak mengompol lagi, biasanay usia 5 6 tahun. Terapi perilaku termasuk motivasi, konseling tentang kebiasaan berkemih dan minum, pengaturan dengan jam alarm, dan penanganan konstipasi adalah terpi lini pertama. Dapat digunakan DDAVP (desmopressin) 10 40 mg nasal spray untuk maksimum 6 bulan, namun terjadi relaps setelah obat dihentikan. Oxybutinin 5 mg 2 4 kali/hari dapat membantu pada beberapa kasus bila diberikan pada awal malam.

Diurnal Enuresis (pada anak dengan gangguan perhatian)

Support dan eduaksi orang tua, antidepressan trisiklik dibawah penanganan seorang psikiater anak.

Inkontinensia

Bila terjadi ISK berulang, dimulai pemberian antibiotik jangka panjanguntuk 6 bulan. Inkontinensia urin diobati berdasarkan etiologi yang ditemukan pada studi urodinamik

Inkontinensia Urin dengan Kelainan Anatomis

Pengobatan dalam lingkup operatif. Untuk koreksi kelainan anatomis

Inkontinensia urin dengan Kelainan Neurogenik

Perhatian utama ada pada menjaga fungsi ginjal dan pengosongan buli yang memadai. CIC dilakukan pada anak dengan disinergi detrusor sfingter. Pengobatan diberikan berdasarkan penemuan urodinamik :

Detrusor hyperreflexia : oxybutinin, propiverin, tolterodine

Detrusor sphincter dyssinergia : alpha blocker, polysynaptic inhibitor (baclofenum)

Inkontinensia Urin Fungsional Non Neuropathic Bladder Sphincter Dysfunction

Urge syndrome : bladder rehabilitation (konselling tentang berkemih dan kebiasaan minum) ; farmakoterapi (oxybutinin, propiverin, tolteridon), intravesical stimulasi dan transcutaneous neuromodulation.

Dysfuctional voiding (diskoordinasi detrusor sphincter) : bladder rehabilitation (konselling), CIC bila rest urine jumlahnya signifikan berdasarkan urodinamik dengan tekanan intra vesica >40 mmH2O, farmakoterapi ( blocker, polysynaptic inhibitor)

Lazy bladder syndrome : konseling, CIC, penangan konstipasi.

Hinman syndrome : menurut pemeriksaan urodinamik, konseling, CIC bila pengosongan buli tidak sempurna.

URETEROCELE

LATAR BELAKANG

Ureterocele dan ectopic ureter adalah 2 kelainan utama yang berhubungan dengan duplikasi ginjal yang komplit. Saat ini ultrasonografi antenatal dapat mendeteksi ke 2 kelainan pada sebagian besar kasus dan dapat didiagnosis pada saat lahir dengan pemeriksaan fisik , radiografi dan kadang-kadang dengan sistoskopi. Pada kasus dewasa , kelainan tersebut dapat diketahui dengan gejala-gejala klinis seperti : infeksi saluran kemih, gangguan berkemih dan inkontinens urine.

DEFINISI

Adalah dilatasi kistik yang timbul pada bagian ureter intravesikal. Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki, dengan prevalensi 1 : 4000 kelahiran hidup.

KLASIFIKASI

Ureterocele biasanya menimbulkan obstruksi pada moeity bagian atas, tapi derajat obstrusi dan gangguan fungsinya sangat bervariasi , tergantung pada tipe ureterocele dan displasia moiety bagian atas.Pada tipe orthotopic , seringkali tanpa atau dengan obstruksi ringan dan seringnya fungsi moiety masih normal atau sedikit terganggu, dan ureter yang bersangkutan dapat mengalami dilatasi. Pada tipe Ectopic , moiety atas mengalami perubahan ,seringnya displastik dan hipofungsi atau non fungsi. Ureter yang bersangkutan disebut sebagai dolichomegaureter. Pada tipe caecoureterocele, kutub atas ginjal yang mengalami duplikasi selalu displastik dan non fungsi.

1. Ectopic Ureterocele

Merupakan bentuk yang paling sering ( > 80 % ) dan timbul bilateral pada 40 % kasus. Bentuknya besar, memisahkan trigonum dan menyusup kedalam uretra dan dapat prolaps melalui meatus uretra walaupun jarang. Orifisium ureterocele kecil, jarang lebar, terletak dekat leher buli-buli , dapat dialam buli-buli sendiri atau didalam uretra dibawah leher buli-buli. Ureter yang berhubungan dengan kutub moiety bagian bawah terangkat oleh ureterocele dan seringnya mengalami refluks atau tertekan oleh ureterocele, sehingga menimbulkan megaureter yang obstruktif. Duplikasi ginjal kontralateral terjadi pada 50 % kasus.Kadang-kadang ureterocele yang sangat besar bertanggung jawab terhadap refluks atau obstruksi saluran kemih kontralateral bagian atas.2. Orthotopic ureterocele

Terjadi pada 15 % kasus. Hanya terjadi pada perempuan dan bentuknya kecil serta terletak intravesikal. Sangat sering timbul bersamaan dengan sistim satu ginjal.

3. Caecoureterocele

Sangat jarang , terjadi < 15 % kasus. Bentuknya kecil , berhubungan dengan ureter ektopik dan terletak didalam uretra dibawah leher buli-buli.

DIAGNOSIS

Ultrasonografi prenatal dapat memperlihatkan ureterocele obstruktif yang besar dengan mudah.Diagnosis prenatal akan sulit bila kutub atas ginjal sangat kecil atau ureterocele yang sedikit menimbulkan obstruksi. Bila diagnosis prenatal sulit dilakukan, gejala klinis dibawah ini dapat timbul pada saat lahir atau dikemudian hari:

1. Saat lahir , ureterocele prolaps atau kadang-kadang yang mengalami strangulasi dapat terlihat pada muara uretra. Pada neonatus laki-laki dapat menyebabkan retensi urine akut .

2. Gejala awal pyelonefritis dapat membantu diagnosis.

3. Gejala lanjut; disuria, sistitis rekuren, urgensi.

Diagnosis pada saat lahir , ultrasonografi memperlihatkan dilatasi ureter yang berhubungan dengan kutub atas ginjal yang duplikasi serta adanya ureterocele didalam kandung kencing dengan ureter yang dilatasi dibagian proksimalnya.

Penentuan fungsi kutub atas ginjal yang duplikasi penting diketahui dengan cara pyelografi intravena dan atau renografi. Pemeriksaan urografi dapat menggambarkan morfologi moiety atas dan bawah serta ginjal kontra lateral. Pemeriksaan CT Scan dilakukan bila IVP dan USG tak memberikan informasi.Pemeriksaan Voiding Cystouretrography wajib dilakukan untuk mengetahui adanya refluks serta menentukan berat ringannya prolaps ureterocele.

Ureterocystoscopy dilakukan bila sulit membedakan antara ureterocele dengan megaureter ectopic.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan masih kotroversi antara dekompresi secara endoskopik, nefrouretektomi partial atau rekonstruksi primer komplit. Pilihan modalitas pengobatan tergantung pada kriteria berikut : status klinis pasen ( urosepsis), umur pasen, fungsi kutub atas ginjal yang duplikasi, ada tidaknya refluks, obstruksi ureter ipsilateral, dan patologi ureter kontralateral.

Diagnosis dini:

1.Pada anak yang asimptomatis , normo/hipofungsi kutub atas ginjal, tanpa obstruksi kutub bawah ginjal dan infravesika , diberikan antibiotika profilaktik selama 3 bulan sampai tindakan operasi dilakukan.

2.Bila ada obstruksi kutub bawah ureter atau ureter kontralateral atau infravesika, dilakukan tindakan insisi atau pungsi secara endoskopi serta pemberian antibiotika profilaktik, dan dievaluasi setelah 3 bulan.

Reevaluasi :

1. Bila dekompresi efektif, tidak ada refluks , pengobatan medis dihentikan dan dilakukan pemeriksaan lanjutan berdasarkan kultur urine dan ultrasonografi.

2. Bila dekompresi tak efektif , ada refluks atau obstruksi ipsi atau kontralateral ureter atau leher buli-buli dilakukan operasi [ nefrektomi parsial sampai rekonstruksi unilateral , tergantung fungsi kutub atas ginjal].

Diagnosis yang terlambat:

1. Bila kutub atas tidak berfungsi, dan tidak ada patologi lain, dilakukan heminephro-ureterectomy.

2. Adanya obstruksi atau refluks yang jelas : eksisi ureterocele dan reimplantasi ureter atau heminephro-ureterectomy tergantung fungsi kutub atas ginjal.

Ureterocele yang menyebabkan obstruksi infravesika dapat dilakukan insisi secara endoskopi sebagai pengobatan tambahan dengan kemungkinan operasi kedua pada sebagian besar pasen.

ECTOPIC URETER

DEFINISI

Muara ureter yang terletak diluar tempat trigonum yang normal.

Lebih jarang dibandingkan dengan ureterocrele, perempuan lebih sering, dan 80% kasus berhubungan dengan duplikasi ginjal yang komplit.

Pada perempuan , orifisium ureter dapat terletak pada:

didalam uretra, dari leher buli-buli sampai ke meatus (35%)

didalam vestibulum vagina (30%)

didalam vagina (25%)

didalam uterus dan tuba falopii (jarang)

Pada laki-laki , orifisium terletak pada :

di uretra posterior diatas veromontanum dan tidak pernah dibawah sphincter eksterna

di saluran seminalis ( vas deferen,duktus ejakulatorius,vesikula seminales) (40%).

.

DIAGNOSIS

Sebagian besar dapat didiagnosis dengan ultrasonografi.

Pada beberapa kasus , gejala klinis dapat menuju ke diagnosis :

1. Pada neonatus : pyuria dan pyelonephritis akut

2. Pada anak perempuan : incontinens dengan proses miksi yang normal, vaginal discharge, muara ureter dapat ditemukan pada daerah meatus externus.

3. Pada anak laki-laki : gejala epididimitis dan pada colok dubur teraba vesicula seminalis.

Pemeriksaan lain : pielografi intravena, renografi , voidingcysto-uretrography, dan cystoscopy untuk mengetahui fungsi ginjal, deteksi refluks,dan menyingkirkan kompresi ipsilateral kutub bawah ureter dan infravesika. Pemeriksaan CT scan dilakukan untuk mencari moiety kutub atas yang kecil yang tak terdeteksi dengan pielografi intravena atau ultrasonografi.

PENATALAKSANAAN

Pada kasus nonfungsi kutub atas ginjal dilakukan heminephro-ureterectomy. Sedangkan bila masih berfungsi dilakukan re-implantasi ureter atau ureteropyelostomy dengan ureterectomy partial.

24Hipospadia

Diagnosis saat lahir

interseks

Perlu rekonstruksi

Tidak perlu rekonstruksi

Persiapan

(prepusium, terapi hormon)

Distal

Proksimal

Chordee

Tanpa chordee

MAGPI, Mathieu,King,Duplay, Snodgrass,dll

Lempeng uretra dibuang

Lempeng uretra dipertahankan

Tube-onlay, Inlay-onlay, Prosedur 2 tahap

Onlay kulit lokal, Mukosa bukal

Klasifikasi posisi orificium ureter (dari Mackie GC, Stephens FD : Duplex kidneys: A correlation of renal dysplasia with position of the urethral orifice. J Urol 1975;114:274.)