pemanfaatan oli bekas sebagai fuel pengganti ...repository.ppns.ac.id/2507/1/0715040036 - mohammad...
TRANSCRIPT
-
1
TUGAS AKHIR (607408A)
PEMANFAATAN OLI BEKAS SEBAGAI FUEL PENGGANTI OXY ACETYLENE PADA PROSES REFORMING DI ROOF KERETA DENGAN MATERIAL SUS 304 SERTA MENGETAHUI DAMPAK PENGGUNAANNYA TERHADAP STUKTUR MIKRO DAN HARDNESS MATERIAL SUS 304
MOHAMMAD YUSUF YULIANSYAH
NRP. 0715040036
Dosen Pembimbing M. Miftachul Munir., S.T, MT Bachtiar., S.ST, MT
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGELASAN
JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
-
i
TUGAS AKHIR (607408A)
PEMANFAATAN OLI BEKAS SEBAGAI FUEL PENGGANTI OXY ACETYLENE PADA PROSES REFORMING DI ROOF KERETA DENGAN MATERIAL SUS 304 SERTA MENGETAHUI DAMPAK PENGGUNAANNYA TERHADAP STUKTUR MIKRO DAN HARDNESS MATERIAL SUS 304
MOHAMMAD YUSUF YULIANSYAH
NRP. 0715040036
Dosen Pembimbing
M. Miftachul Munir., S.T, MT
Bachtiar., S.ST, MT
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGELASAN
JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
-
ii
-
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Hirabbil’alamiin, Puji syukur atas kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul : PEMANFAATAN OLI BEKAS
SEBAGAI FUEL PENGGANTI OXY ACETYLENE PADA PROSES
REFORMING DI ROOF KERETA DENGAN MATERIAL SUS 304 SERTA
MENGETAHUI DAMPAK PENGGUNAANNYA TERHADAP STUKTUR
MIKRO DAN HARDNESS MATERIAL SUS 304
Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan akademis
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) pada progam studi D4
Teknik Pengelasan, Jurusan Teknik Banguna Kapal, Politeknik Perkapan Negeri
Surabaya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyusan tugas akhir ini
diantaranya:
1. Kedua Orang Tua tercinta, Bapak Usman Subandi dan Ibu Miani, serta
keluarga besar yang tak henti mencurahkan doa, perhatian, kasih
sayang, dukungan, dorongan dan semangat selama masa perkuliahan
dan penyusunan tugas akhir ini.
2. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., FRINA. selaku Direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
3. Bapak Ruddianto, S.T., M.T., MRINA. selaku Ketua Jurusan Teknik
Bangunan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
4. Bapak Muhammad Ari , S.T., M.T selaku Ketua Program Studi Teknik
Pengelasan, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
5. Bapak Mukhlis, S.T., M.T. selaku Koordinator Tugas Akhir Program
Studi Teknik Pengelasan, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
6. Bapak Mohammad Miftachul Munir S.T., M.T. dan
Bapak Bachtiar, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing. Beliau yang
selalu membimbing, mengarahkan, memberikan solusi dari setiap
permasalahan yang dihadapi penulis dalam penelitian ini
-
viii
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
yang memberikan banyak ilmu dan bapak-bapak teknisi Bengkel
Konstruksi serta Laboratorium Uji Bahan PPNS yang telah membantu
penulis selama pengerjaan tugas akhir.
8. Pembimbing OJT Bapak Kus Drajat, Bapak Andra, Bapak Bambang
dan Bapak Suthoni yang telah membantu dan mendukung penulis
melakukan penelitian ini.
9. Dr. H Muhaeni Soewito sekeluarga yang telah memberikan fasilitas
selama penulis melakukan studi di Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya.
10. Keluarga D4 Teknik Pengelasan angkatan 2015 yang telah memberikan
semangat, motivasi, canda tawa serta bantuan moral, materi selama
masa perkuliahan dan penyusunan tugas akhir.
11. Saudari Shinta Ayu Widyanti yang selalu memberikan motivasi,
semangat dalam menjalani masa perkuliahan dan penyusan tugas akhir.
Semoga Allah SWT selalu mengkaruniakan mengganti sesuatu yang lebih
baik dari yang pernah diberikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
penyusunan tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan, dikarenakan keterbasan ilmu
pengetahuan. Untuk itu kritik dan saran sangat diperlukan agar penelitian
selanjutnya bias lebih baik lagi.
Demikian tugas akhir ini dibuat semoga dapat menjadi manfaat bagi
pembaca. Semoga Allah SWT selalu meridhoi, Aamiin
Surabaya, 19 Agustus 2019
Penulis
-
ix
PEMANFAATAN OLI BEKAS SEBAGAI FUEL PENGGANTI OXY
ACETYLENE PADA PROSES REFORMING DI ROOF KERETA
DENGAN MATERIAL SUS 304 SERTA MENGETAHUI DAMPAK
PENGGUNAANNYA TERHADAP STUKTUR MIKRO DAN HARDNESS
MATERIAL SUS 304
ABSTRAK
Pelumas merupakan produk yang tidak dapat dipisahkan dari dari
kehidupan masyarakat dikarenakan saat ini penggunaan mesin begitu marak di
masyarakat mulai dari kebutuhan rumah tangga hingga kebutuhan industri.
Namun masalah pasca penggunaan dari oli juga harus diperhatikan oleh semua
pihak, dikarenakan sifat oli yang sulit untuk dilakukan proses pendaurulangan.
Pada umumnya pendaurulangan oli hanya dilakukan untuk penggunaan ulang dari
oli tersebut. Dampak dari limbah oli sendiri sangat berbahaya karena sifat oli yang
mudah meresap ke tanah jika langsung dibuang ke tanah, limbah oli juga dapat
berpotensi mencemari air tanah ditempat oli tersebut dibuang. Penelitian ini
bertujuan mencari metode untuk membuat alat yang dapat memanfaatkan limbah
oli, ini merupakan upaya dalam daur ulang limbah oli.. Dan diharapkan dari
penelitian ini dapat membuat alat yang dapat memanfaatkan limbah oli bekas pada
bidang fabrikasi. Dan didapat informasi bahwa reforming dengan bahan bakar ini
dapat dijadikan sebagai pengganti reforming konvensional yang menggunakan
oxy acetylene. Nilai kekerasan dan struktur mikro dari material stainless steel 304
tidak mengalami perubahan setelah proses reforming dengan bahan bakar oli.
Kata Kunci : Austenitic Stainless Steel, Reforming, Oxy Acetylene,
wasted oil, Hardness
-
x
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
-
xi
UTILIZATION OF USED OIL AS A FUEL REPLACING OXY
ACETYLENE ON THE REFORMING PROCESS IN THE
TRAIN ROOF USING MATERIAL SUS 304 AND KNOWING
THE IMPACT OF THE USE OF THE MICRO STUCTURE
AND HARDNESS MATERIAL SUS 304
ABSTRACT
Lubricant is a product that can not be separated from people's lives because
currently the use of machines is so prevalent in society ranging from household
needs to industrial needs. However, the problem of post-use of oil must also be
considered by all parties, due to the nature of oil which is difficult to do the
recycling process. In general, oil recycling is only done for reuse of the oil. The
impact of oil waste itself is very dangerous because of the nature of oil that is
easily absorbed into the ground if it is discharged directly to the ground, oil waste
can also potentially contaminate ground water where the oil is discharged. This
research aims to find a method to make tools that can utilize oil waste, this is an
effort in recycling oil waste. And it is hoped that from this research it can make
tools that can utilize used oil waste in the fabrication field. And the information
obtained that reforming with this fuel can be used as a substitute for conventional
reforming that uses oxy acetylene. The hardness and microstructure value of
stainless steel 304 material did not change after the reforming process with oil
fuel.
Keywords : Austenitic Stainless Steel, Reforming, Oxy Acetylene,
wasted oil, Hardness
-
xii
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
-
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................................ ix
ABSTRACT ....................................................................................................................... xi
DAFTAR ISI................................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 2
1.4 Batasan Masalah ....................................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 5
2.1 Proses Reforming ...................................................................................................... 5
2.2 Pelumas ..................................................................................................................... 7
2.2.1 Fungsi pelumas pada kendaraan ........................................................................ 7
2.2.2 Sifat-sifat fisik ................................................................................................... 9
2.2.3 Jenis-jenis minyak pelumas ............................................................................. 10
2.3 Austenite Stainless Steel .......................................................................................... 13
2.3.1 Spesifikasi stainless steel tipe 304 ................................................................... 14
2.4 Destructive Test ..................................................................................................... 15
2.4.1 Metallography (mikro etsa) ............................................................................. 15
2.4.2 Hardness test .................................................................................................... 16
2.5 Penelitian Terdahulu .............................................................................................. 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 21
3.1 Alir Metodologi Penelitian..................................................................................... 21
3.2 Alur Penelitian ........................................................................................................ 23
3.2.1 Identifikasi masalah ......................................................................................... 23
3.2.2 Studi lapangan .................................................................................................. 23
3.2.3 Studi literatur ................................................................................................... 23
3.2.4 Pengumpulan data ............................................................................................ 23
3.2.5 Desain alat ........................................................................................................ 23
-
xiv
3.2.6 Penentuan alat dan bahan ................................................................................. 29
3.2.7 Rancang bangun ............................................................................................... 33
3.2.8 Pengisian bahan bakar ...................................................................................... 33
3.2.9 Pengukuran temperatur .................................................................................... 34
3.2.10 Uji coba pada spesimen .................................................................................. 35
3.2.11 Pengujian microetsa & hardness pada material ............................................. 36
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 39
4.1 Unit Alat.................................................................................................................. 39
4.2 Reforming ................................................................................................................ 40
4.2.1 Proses reforming .............................................................................................. 40
4.2.2 Hasil reforming ............................................................................................... 41
4.3 Pengujian................................................................................................................. 43
4.3.1 Hardness test .................................................................................................... 43
4.3.2 Struktur mikro .................................................................................................. 48
4.3.3 Pencapaian suhu yang dihasilkan alat .............................................................. 53
4.4 Estimasi biaya alat .................................................................................................. 53
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 57
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 57
5.2 Saran ...................................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 59
LAMPIRAN A ................................................................................................................. 61
LAMPIRAN B ................................................................................................................. 63
-
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Spesifikasi Pelumas Motor Bensin ....................................................... 11
Tabel 2.2 Karakteristik minyak pelumas baru dan bekas ...................................... 12
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Stainless Steel 304 .................................................. 14
Tabel 2.4 Spesifikassi Stainless Steel 304 ............................................................. 14
Tabel 2.5 Mechanical Properties Stainless Steel 304 ........................................... 14
Tabel 2.6 Penelitian serta Jurnal Terdahulu ........................................................... 19
Tabel 4.1 Nilai kekerasan spesimen A5X, A6X, A5Y dan A6Y ........................... 43
Tabel 4.2 Nilai kekerasan spesimen B5X, B6X, B5Y dan B6Y ............................ 44
Tabel 4.3 Nilai kekerasan spesimen C5X, C6X, C5Y dan C6Y ............................ 45
Tabel 4.4 Nilai kekerasan spesimen D5X, D6X, D5Y dan D6Y ........................... 45
Tabel 4.5 Nilai kekerasan spesimen Sebelum Proses Reforming .......................... 46
-
xvi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
-
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Fasa Fe-Cr ............................................................................. 6
Gambar 2.2 Skema Korosi Antar Butir ................................................................... 6
Gambar 2.3 Jenis-Jenis Pengujian Hardness .......................................................... 17
Gambar 2.4 Identasi Vickers Hardness Test .......................................................... 18
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian (Flowchart) ................................................. 21
Gambar 3.2 General Design alat ............................................................................ 24
Gambar 3.3 Torch Design ...................................................................................... 26
Gambar 3.4 Ilustrasi Modifikasi Nozzle ................................................................. 26
Gambar 3.5 Ilustrasi Posisi Pipa Kapiler .............................................................. 26
Gambar 3.6 Ilustrasi Modifikasi tabung pompa air sebagai fuel tank ................... 27
Gambar 3.7 Ilustrasi Fuel Tank Frame ................................................................. 28
Gambar 3.8 Cutting Torch ..................................................................................... 29
Gambar 3.9 Pipa Kapiler ........................................................................................ 29
Gambar 3.10 Kompresor Udara ............................................................................. 30
Gambar 3.11 Selang OAW .................................................................................... 30
Gambar 3.12 Tabung Pompa Air ........................................................................... 31
Gambar 3.13 Kran .................................................................................................. 31
Gambar 3.14 Flow Meter ....................................................................................... 32
Gambar 3.15 Besi Siku .......................................................................................... 32
Gambar 3.16 Thermometer ................................................................................... 33
Gambar 3.18 Cutting Plan ..................................................................................... 35
Gambar 3.19 Ilustrasi uji coba ............................................................................... 36
Gambar 3.20 Titik Pengambilan Data Uji Struktur Mikro .................................... 37
Gambar 3.21 Titik-titik Pengambilan Nilai Kekerasan ......................................... 37
-
xviii
Gambar 4.1 Hasil Akhir Alat ................................................................................. 39
Gambar 4.2 Hasil Reforming pada material .......................................................... 41
Gambar 4.3 Titik Pengambilan Nilai Kekerasan pada material ............................ 43
Gambar 4.4 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, A5X, A6X, A5Y dan A6Y ... 44
Gambar 4.5 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, B5X, B6X, B5Y dan B6Y .... 44
Gambar 4.6 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, C5X, C6X, C5Y dan C6Y .... 45
Gambar 4.7 Grafik nilai kekerasan specimen BM, D5X, D6X, D5Y dan D6Y ... 46
Gambar 4.8 Grafik nilai kekerasan material sebelum proses reforming ................ 47
Gambar 4.9 Foto Mikro Spesimen sebelum Proses Reforming ............................. 48
Gambar 4.10 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar A ........................... 49
Gambar 4.11 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar B ........................... 50
Gambar 4.12 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar C ........................... 51
Gambar 4.13 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar D ........................... 52
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelumas adalah zat kimia yang umumnya cairan, yang diberikan di antara dua
benda bergerak untuk mengurangi gaya gesek. Pelumas umumnya terbuat dari
minyak mineral dan digunakan baik pada kendaraan maupun mesin-mesin.
Perkembangan berbagai industri juga dapat meningkatkan jumlah konsumsi
pelumas, akibatnya kebutuhan pelumas Indonesia dari tahun ke tahun juga terus
mengalami peningkatan. Hal inipun dapat berbanding lurus dengan banyaknya
limbah pelumas yang dihasilkan. Limbah pelumas menjadi persoalaan yang akan
mengganggu keberlangsungan lingkungan jika tidak diolah lebih lanjut.
Menurut Hasyim, Pelumas bekas atau limbah pelumas mengandung logam
berat, kotoran seperti abu, aspal, air, dan pengotor lain yang terbentuk di dalam
mesin selama proses pelumasan. Adanya kontaminan dalam limbah pelumas,
salah satunya adalah logam berat yang jika dibuang ke lingkungan tanpa didaur
ulang akan membahayakan bagi ekosistem, baik tanah maupun air karena sifat
non biodegradable.
Viskositas pada pelumas bekas memiliki nilai yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan pelumas baru, jika dibuang sembarangan ke tanah maka
akan membuat tanah lebih mudah menyerap pelumas yang dimana ini akan
berdampak pada daya serap tanah terhadap air. Pemanfaatan kembali pelumas
bekas juga dapat mengurangi peluang tercemarnya lingkungan akibat pelumas
yang dibuang sembarangan. Beberapa waktu terakhir terdapat temuan bahwa
limbah oli dapat dijadikan sebagai media bakar yaitu pemanfaatan limbah oli
sebagai bahan bakar diesel, pemanfaatan limbah oli sebagai bahan bakar heater
air maupun heater ruangan, dan pemanfaatan limbah oli sebagai bahan bakar pada
kompor.
Dari uraian diatas peneliti menemukan sebuah ide untuk merancang dan
membuat alat yang mana alat tersebut dapat digunakan pada pemanfaatan limbah
oli. Yang diharapkan pemanfaatan limbah oli ini juga dapat mengurangi biaya dari
penggunaan acetylene dikarenakan harga limbah oli yang murah dan mudah
didapat.
-
2
1.2 Perumusan Masalah
Adapun masalah yang didapatkan dari latar belakangdi atas :
1. Bagaimana pengaruh variasi fuel yang digunakan pada alat terhadap
struktur mikro dan kekerasan SUS 304 ?
2. Bagaimana pengaruh variasi tekanan udara yng digunakan pada alat
terhadap struktur mikro dan kekerasan SUS 304 ?
3. Bagaimana pengaruh rasio oli dan tekanan udara yng digunakan pada alat
terhadap struktur mikro dan kekerasan SUS 304 ?
4. Apakah oli bekas dapat menjadi media pengganti acetylene pada proses
reforming ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian antara lain:
1. Mengetahui pengaruh variasi fuel yang digunakan pada alat terhadap
struktur mikro dan kekerasan SUS 304
2. Mengetahui pengaruh variasi tekanan udara yng digunakan pada alat
terhadap struktur mikro dan kekerasan SUS 304
3. Mengetahui pengaruh rasio oli dan tekanan udara yng digunakan pada alat
terhadap struktur mikro dan kekerasan SUS 304
4. Mengetahui apakah oli bekas dapat menjadi media pengganti acetylene
pada proses reforming
-
3
1.4 Batasan Masalah
Karena banyaknya permasalahan yang dapat dikembangkan pada Tugas
Akhir ini, maka untuk menghindari agar masalah tidak melebar, permasalahan
hanya dibatasi pada bagian berikut :
1. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui suhu yang dapat dihasilkan
pada pembakaran oli bekas dengan Thermo Gun atau Thermometer
Digital.
2. Oli yang digunakan merupakan oli bekas sepeda motor dan diasumsikan
bahwa semua oli bekas sama.
3. Percobaan dilakukan pada plat SUS 304 dengan ketebalan 3 mm.
4. Variasi fuel yang dimaksud ialah :
a. Oli bekas yang di filtrasi.
b. Oli bekas yang di filtrasi ditambah bahan tambah dengan range
penambahan 20-30%.
c. Oli bekas yang di distilasi .
d. Oli bekas yang di distilasi ditambah bahan tambah dengan range
penambahan 10-20%.
5. Bahan tambah yang digunakan ialah Pertalite.
6. Tekanan udara yang digunakan ialah 5 bar & 6 bar.
7. Rasio oli dan udara yang digunakan ialah 1:250 dan 1:500
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini dapat diambil manfaat sebagi berikut :
1. Manfaat bagi mahasiswa.
Mahasiswa dapat menambah wawasan dan mengaplikasikan ilmu
pemanfaatan limbah oli pada bidang pengelasan.
2. Manfaat bagi umum.
Sebagai ilmu pengetahuan dan literatur tentang proses daur ulang oli
mesin bekas.
-
4
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
-
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Reforming
Proses reforming adalah sebuah metode yang bertujuan melakukan
perubahan bentuk pada benda kerja dengan cara material (logam) terlebih dahulu
dipanaskan tetapi tidak melebihi temperature rekristalisasi dari material yang
dipanaskan, kemudian diberi gaya luar sehingga material dapat dibentuk sesuai
dengan yang diharapkan. Teknik reforming dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pemanasan garis (line heating )atau pemanasan setempat (spot heating). Proses
reforming dapat dilaksanakan untuk memperoleh bentuk yang lebih teliti (toleransi
kecil), penampang permukaan (surface finished) yang lebih halus dan sifat-sifat
fisik tertentu lainnya.
Heat treatment atau perlakuan panas merupakan suatu proses yang
digunakan pada logam guna untuk mengubah sifat fisis dari logam tersebut.
Dengan heat treatment yang baik dan tepat dapat pula mengurangi tegangan sisa
dalam logam serta dapat memperbaiki sifat mekanik logam tersebut.
Menurut Rifa’i, Proses reforming sendiri termasuk dalam perlakuan panas
dimana panas yang diberikan kepada plat tidak boleh melebihi temperatur 475oC
(sesuai Process Intruction), dikarenanakan pada temperatur sekitar 500 – 800 oC
menyebabkan material austenitic stainless steel rentan akan terjadinya
pengendapan karbida yang dapat menyebabkan korosi batas butir.
Surdia dan Saito mengatakan bahwa korosi antar butir disebabkan oleh
presipitasi karbida Cr pada batas butir, yang menyebabkan daerah tersebut
kekurangan Cr di dekatnya, dari daerah tersebut korosi dimulai. Dalam keadaan
tertentu karbida Cr sendiri kena korosi. Karbida Cr berpresipitasi pada daerah
temperatur (500-900)oC, dan pada (600-800)
oC nilai presipitasi paling tinggi.
Dengan fasa yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 2.1 seperti berikut.
-
6
Gambar 2.1 Diagram Fasa Fe-Cr (Rifa’i)
Rifa’i mengatakan bahwa bila baja didinginkan perlahan-lahan atau
dibiarkan selama beberapa waktu pada ± 6500C, karbon mengendap membentuk
karbida krom (Cr23C6) dalam bentuk presipitat halus pada batas butir.
Pembentukan kromium karbida yang terkonsentrasi pada batas butir akan
menghilangkan/mengurangi sifat perlindungan kromium pada daerah tengah butir,
sehingga akan dengan mudah terserang oleh korosi seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.2
Gambar 2.2 Skema Korosi Antar Butir (Rifa’i)
-
7
2.2 Pelumas
Pelumas atau biasa disebut oli merupakan sejenis cairan yang berfungsi
untuk melindungi , membersihkan dan sebagai pelicin pada bagian dalam mesin.
Kode yang digunakan pada pelumas adalah berupa huruf SAE yang merupakan
singkatan dari Society of Automotive Engineers. Kemudian hurus SAE ini diikuti
oleh angka yangdimana angka tersebut menunjukkan tingkat kekentalan dari
pelumas tersebut. SAE 40 atau SAE 15W-50, semakin besar angka yang
mengikuti Kode oli menandakan semakin kentalnya oli tersebut. Sedangkan huruf
W yang terdapat dibelakang angka awal, merupakan singkatan dari Winter. SAE
15W-50, berarti oli tersebut memiliki tingkat kekentalan SAE 10 untuk kondisi
suhu dingin dan SAE 50 pada kondisi suhu panas. Dengan kondisi seperti ini, oli
akan memberikan perlindungan optimal saat mesin start pada kondisi ekstrim
sekalipun. Sementara itu dalam kondisi panas normal, idealnya oli akan bekerja
pada kisaran angka kekentalan 40-50 menurut standar SAE
2.2.1 Fungsi Pelumas pada Kendaraan
Perbedaan mendasar antara oli mesin dan transmisi serta diferensial
adalah oli mesin harus 'menelan' unsur-unsur sisa hasil pembakaran berupa
karbon, asam, dan zat pengotor lainnya. Karena itu, oli mesin setelah
melewati masa pakai tertentu akan mengalami perubahan warna menjadi
hitam. Selain fungsi pelumasan, oli mesin juga bertugas membersihkan sisa
pembakaran yang bertumpuk pada dinding blok silinder. Oli mesin harus
mempunyai sifat-sifat dasar sebagai berikut:
Lubricant oli mesin bertugas melumasi permukaan logam yang saling
bergesekan satu sama lain dalam blok silinder. Caranya dengan membentuk
semacam lapisan film yang mencegah permukaan logam saling bergesekan
atau kontak secara langsung.
Coolant pembakaran pada bagian kepala silinder dan blok mesin
menimbulkan suhu tinggi dan menyebabkan komponen menjadi sangat
panas. Jika dibiarkan terus maka komponen mesin akan lebih cepat
mengalami keausan. Oli mesin yang bersirkulasi di sekitar komponen mesin
-
8
akan menurunkan suhu logam dan menyerap panas serta memindahkannya ke
tempat lain.
Sealant oli mesin akan membentuk sejenis lapisan film di antara piston dan
dinding silinder. Karena itu oli mesin berfungsi sebagai perapat untuk mencegah
kemungkinan kehilangan tenaga. Sebab jika celah antara piston dan dinding
silinder semakin membesar maka akan terjadi kebocoran kompresi.
Detergent kotoran atau lumpur hasil pembakaran akan tertinggal dalam
komponen mesin. Dampak buruk 'peninggalan' ini adalah menambah hambatan
gesekan pada logam sekaligus menyumbat saluran oli. Tugas oli mesin adalah
melakukan pencucian terhadap kotoran yang masih 'menginap'.
Pressure absorbtion oli mesin meredam dan menahan tekanan mekanikal
setempat yang terjadi dan bereaksi pada komponen mesin yang dilumasi.
Kekentalan oli mesin Viskositas atau tingkat kekentalan oli mesin
menunjukkan ketebalan atau kemampuan untuk menahan aliran cairan. Sifat oli
jika suhunya panas akan mudah mengalir dengan cepat alias encer. Sebaliknya
jika suhu oli dingin maka akan sulit mengalir atau mudah mengental. Meski
demikian setiap merek dan jenis oli mempunyai tingkat kekentalan yang telah
disesuaikan dengan maksud dan tujuan penggunaannya. Karena itu ada oli yang
sengaja dibuat kental atau encer sesuai kebutuhan pemakai.Tingkat viskositas oli
dinyatakan dalam angka indeks kekentalan. Semakin besar angkanya maka
berarti kian kental olinya. Dan sebaliknya juga kalau angka indeksnya semakin
mengecil tentu olinya bertambah encer.
Raharjo mengatakan bahwa Setelah pemakaian dalam jangka waktu
tertentu, akibat panas dan tekanan yang tinggi, oli tersebut tidak lagi memenuhi
persyaratan sehingga harus diganti dengan yang baru. Seiring dengan
perkembangan di bidang transportasi dan industri, pemakaian minyak pelumas
makin meningkat. Meningkatnya kebutuhan minyak pelumas berarti juga makin
banyak minyak pelumas bekas yang dibuang. Hal ini akan menimbulkan
kekhawatiran adanya pencemaran lingkungan apabila minyak pelumas dibuang
di sembarang tempat.
-
9
2.2.2 Sifat-sifat fisik
Sifat-sifat fisik minyak, termasuk pelumas, secara umum meliputi:
1. Specific Gravity dan Degrees API
Spesific gravity merupakan perbandingan berat dari volume bahan bakar dibagi
dengan berat air pada volume yang sama dan diukur pada temperatur yang sama.
Derajat API merupakan standard industri yang secara luas digunakan untuk
mengukur spesific gravity dari bahan bakar cair.
2. Nilai Kalor (Heating Value)
Nilai kalor adalah kalor yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna satu
satuan berat bahan bakar padat atau cair atau satu satuan volume bahan bakar
gas, pada keadaan baku. Nilai kalor atas (high heating value) adalah kalor yang
dihasilkan oleh pembakaran sempurna satu satuan berat bahan bakar padat atau
cair atau satu satuan volume bahan bakar gas, pada tekanan tetap dan temperatur
25 ºC, apabila semua air yang mula-mula berwujud cair setelah pembakaran
mengem-bun menjadi cair kembali.
Nilai kalor bawah (low heating value) adalah kalor yang besarnya sama
dengan nilai kalor atas dikurangi kalor yang diperlukan oleh air yang terkandung
dalam bahan bakar dan air yang terbentuk dari pembakaran bahan bakar untuk
menguap pada 25 ºC dan tekanan tetap.
3. Flash dan fire point
Titik nyala (flash point) dari suatu cairan bahan bakar adalah temperature
minimum fluida pada waktu uap yang keluar dari permukaan fluida langsung
akan terbakar dengan sendirinya oleh udara di sekililingnya disertai kilatan
cahaya. Titik nyala api (fire point) adalah temperatur di atas permukaan fluida
pada waktu uap yang keluar akan terbakar secara kontinyu bila nyala api
didekatkan padanya.
4. Kekentalan (viscosity)
Satuan dari viskositas dalam system cgs adalah poise (1 poise = 1
gr/sec.cm). Viskositas menunjukkan tingkat kekentalan dari bahan
-
10
bakaViskositas merupakan karakteristik bahan bakar cair yang sangat penting
dalam proses pembakaran, terutama pada proses pengabutan.
2.2.3 Jenis-jenis minyak pelumas
Berdasarkan bahan bakunya, minyak pelumas di alam dapat dibedakan
menurut bahan dasar yang digunakan yaitu :
1. Minyak pelumas dari tumbuhan / Binatang
Gemuk (lemak binatang) telah dikenal sejak zaman dahulu untuk
melumasi roda pedati. Jenis pelumas ini kurang cocok untuk industri karena
jumlahnya terbatas, mudah teroksidasi, tidak stabil, dan harganya relatif
mahal.
2. Minyak pelumas sintetis
Jenis minyak ini dipakai sebagai pengganti petroleum karena keterbatasan
sifat minyak petroleum, antara lain karena teroksidasi pada suhu antara 100-
125oC. Minyak pelumas sintetis digunakan pada peralatan khusus yang
memerlukan pelumasan dengan daya sangga lebih kuat atau pelumasan pada
suhu tinggi. Minyak pelumas juga mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan dengan minyak pelumas petroleum yaitu memiliki kekentalan
terhadap suhu rendah, lebih mudah larut dan tahan api.
3. Minyak pelumas dari minyak bumi (mineral)
Minyak bumi terbentuk sebagai hasil akhir dari penguraian bahan-bahan
organik (sel-sel jaringan hewan/tumbuhan laut) yang tertimbun selama
berjuta tahun di dalam tanah, baik di daerah daratan maupun di daerah lepas
pantai. Minyak bumi bergerak perlahan-lahan ke atas, jika gerakan ini
terhalang oleh batuan yang tidak berpori terjadi penumpukkan (akumulasi)
minyak dalam batuan tersebut. Minyak mentah (crude oil) sebagian besar
tersusun dari senyawa-senyawa hidrokarbon jenuh (alkana), ataupun
hidrokarbon tak jenuh (Alkana, alkuna dan alkediena) sangat sedikit
-
11
dikandung oleh minyak bumi, sebab mudah mengalami adisi menjadi alkana.
Minyak bumi yang berasal dari fosil organisme akan mengandung senyawa
logam dalam jumlah yang sangat kecil. Minyak mentah dipisahkan menjadi
sejumlah fraksi-fraksi melalui proses distilasi (penyulingan) yaitu cara
pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih dan berbagai komponen yang
menyusun campuran .
Minyak pelumas mineral memiliki keunggulan sebagai berikut :
a. Teruji keandalannya dalam kondisi pemakaian normal.
b. Mampu memenuhi semua unsur perlindungan yang diperlukan mesin.
c. Harga yang lebih murah dibandingkan minyak pelumas sintetis.
Adapun spesifikasi minyak pelumas motor bensin dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Spesifikasi Pelumas Motor Bensin
-
12
Minyak pelumas yang telah digunakan dalam waktu cukup lama akan
mengalami perubahan komposisi atau susunan kimia, selain itu juga akan
mengalami perubahan sifat fisis, maupun mekanis. Hal ini disebabkan karena
pengaruh tekanan dan suhu selama penggunaan dan juga kotoran-kotoran yang
masuk ke dalam minyak pelumas itu sendiri. Minyak pelumas bekas yang
dikeluarkan dari peralatan biasanya dibuang begitu saja bahkan ada yang
dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses daur ulang yang benar. Oleh karena
itu akan lebih aman dan tepat apabila minyak pelumas bekas dapat diolah
kembali. Karakteristik minyak pelumas baru dan bekas dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
Parameter Menurut
Penelitian
Densitas
(gr/cm3) ASTM D289
Viscositas
(cp) ASTM D2393
Prasaji, dkk Baru : 0,866 Baru : 58,879
Bekas : 0,868 Bekas : 55,857
Owallabi, dkk Baru : 0,90 Baru : 92,80
Bekas : 0,91 Bekas : 21,10
Tabel 2.2 Karakteristik minyak pelumas baru dan bekas
-
13
2.3 Austenite Stainless Steel
Austenite stainless steel merupakan salah satu jenis stainless steel dari
sekin jenis stainless steel yang ada. Tipe Austenite stainless steel ini memiliki
kandungan Chromium (Cr) tinggi yaitu 16-26% dan mengandung paling
sedikitnya 8% Nickle (Ni). Jenis Baja ini paling umum digunakan dalam dunia
industri. Sifat Weldability yang paling baik dengan proses pengelasan umumnya.
(Rifa’i,2018)
Stainless steel tipe 304 adalah AISI 304 ini mempunyai struktur kubus
satuan bidang (face center cubic) dan merupakan baja dengan ketahanan korosi
tinggi. Komposisi unsur – unsur pemadu yang terkandung dalam stainless steel
tipe 304 akan menentukan sifat mekanik dan ketahanan korosi. Stainless steel
tipe 304 mempunyai kadar karbon sangat rendah 0,08%. Kadar kromium
berkisar 18%-20% dan nikel 8%-11% Seperti terlihat pada Tabel 2.1. Kadar
kromium cukup tinggi membentuk lapisan Cr2O3 yang protektif untuk
meningkatkan ketahanan korosi. Komposisi karbon rendah untuk meminimalisai
sensititasi akibat proses pengelasan. Kromium adalah unsure pembentuk ferrite,
yang berarti penambahan kromium (Cr) menstabilkan struktur BCC besi. Jumlah
minimum kromium sekitar 12% penting untuk membentuk lapisan anti korosi
stabil yang berguna untuk melindungi baja dari atmospheric corrosion. Nikel
adalah unsur penstabil austenite, yang berarti penambahan nikel pada besi
paduan memicu perubahan struktur kristal dari BCC (ferritic) ke FCC
(austenitic).
Austenite Stainless Steel digunakan dalam aplikasi yang memanfaatkan
ketahanan korosi, kekuatan, atau keduanya. Austenite Stainless Steel jauh lebih
unggul dari baja carbon yang bersifat korosif dan memiliki kekuatan yang
sebanding. Austenite Stainless Steel diaplikasikan pada hasil produksi yang
bersentuhan langsung dengan makanan, minuman, obat-obatan dan cocok pada
lingkungan suhu rendah. (Lippold J.C., Kotecki D.J. 2005)
-
14
2.3.1 Spesifikasi Stainless steel tipe 304
Stainless steel tipe 304 memiliki komposisi kimia seperti pada Tabel
2.1, Stainless steel tipe 304 dapat mengikuti sesuai dengan standart yang ada
pada Tabel 2.2 mechanical propertiesnya pada Tabel 2.3 adalah menurut
temperature ruangan dari Stainless steel tipe 304.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Stainless Steel 304
Sumber : (AK Steel, 2007)
Tabel 2.2 Spesifikassi Stainless Steel 304
Type 304
AMS 5513
ASTM A 240
ASTM A 666
Sumber : (AK Steel, 2007)
Tabel 2.3 Mechanical Properties Stainless Steel 304
Sumber : (AK Steel, 2007)
Komposisi Type 304%
Carbon 0,08
Maganese 2,00
Phosphorus 0,045
Sulfur 0,030
Silicon 0,75
Chromium 18.00-20.00
Nickel 8.00-12.00
Nitrogen 0.10
Iron Balance
Type 304
UTS
ksi (MPa)
0,2% YS
ksi (MPa)
90 (621) 42 (290)
-
15
2.4 Destructive Test
Pada penelitian ini dibutuhkan beberapa pengujian untuk mendapatkan data
yang digunakan untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian. Pengujian
merusak yang dilakukan menjadi tinjauan pendukung untuk memberikan
informasi mengenai metode mana yang mampu memberikan laju korosi terkecil
namun juga baik dari segi yang lain. Berikut merupakan pengujian merusak yang
dilakukan pada penelitian ini.
2.4.1 Metallography (mikro etsa)
Metalografi merupakan suatu metode untuk menyelidiki struktur logam
dengan menggunakan mikroskop optis dan mikroskop elektron. Sedangkan
struktur yang terlihat pada mikroskop disebut mikrostruktur. Pengamatan
tersebut dilakukan terhadap specimen yang telah diproses sehingga bisa diamati
dengan pembesaran tertentu. Untuk mikroskop elektron order perbesaran
adalah 500-3000 kali sedangkan untuk mikroskop optik order perbesaran
adalah 100-1000 kali.
Agar permukaan logam dapat diamati secara Metalografik, maka terlebih
dahulu dilakukan persiapan sebagai berikut :
1. Pemotongan Specimen
Pada tahap ini, diharapkan spesimen dalam keadaan datar, sehingga
memudahkan dalam pengamatan.
2. Grinding dan Polishing
Tahap grinding dan polishing ini bertujuan untuk membentuk permukaan
spesimen agar rata. Grinding dilakukan dengan cara menggosok spesimen
pada mesin hand grinding yang diberi kertas gosok dengan ukuran grid
yang paling kasar (grid 320) sampai yang paling halus. Sedangkan
polishing sendiri dilakukan dengan menggosokkan specimen diatas mesin
polishing machine yang dilengkapi dengan kain wol yang diberi serbuk
alumina. Panambahan serbuk alumina ini bertujuan untuk lebih
mengahaluskan permukaan spesimen sehingga akan lebih mudah dilakukan
metalografi.
-
16
3. Etsa (Etching)
Proses etsa ini pada dasarnya adalah proses korosi atau mengorosikan
permukaan spesimen yang telah rata karena proses grinding dan polishing
menjadi tidak rata lagi. Ketidakrataan permukaan spesimen ini
dikarenakan kecepatan pelarutan yang berbeda, sehingga meninggalkan
bekas permukaan dengan orientasi sudut yang berbeda pula. Pada
pelaksanaannya, proses etsa ini dilakukan dengan cara mencelupkan
spesimen pada cairan etsa dimana tiap jenis logam mempunyai masing-
masing cairan etsa /etching reagent.
Setelah permukaan spesimen dietsa, maka spesimen tersebut siap untuk
diamati di bawah mikroskop dan pengambilan foto Metallography. Pengamatan
Metalografi pada dasarnya adalah melihat perbedaan intensitas sinar pantul
permukaan logam yang dimasukkan ke dalam mikroskop sehingga terjadi gambar
yang berbeda (gelap, agak terang, terang). Dengan demikian apabila seberkas
sinar dikenakan pada permukaan spesimen maka sinar tersebut akan dipantulkan
sesuai dengan orientasi sudut permukaan bidang yang terkena sinar. Semakin
tidak rata permukaan, maka semakin sedikit intensitas sinar yang terpantul ke
dalam mikroskop.
2.4.2 Hardness test
Hardness Test adalah pengujian untuk mengetahui nilai kekerasan
sebuah material untuk menahan penekanan permukaan di bawah kondisi
pengujian standard atau menerima beban tanpa mengalami deformasi
plastis yaitu tahan terhadap identasi, goresan, aus dan abrasi.
Ada beberapa metode pengujian kekerasan yang digunakan untuk
menguji kekerasan logam, yaitu :
1. Metode Pengujian Kekerasan Brinell
2. Metode Pengujian Kekerasan Vickers
3. Metode Pengujian Kekerasan Rockwell
-
17
Dari ketiga metode yang tersebut di atas, yang biasanya digunakan
hanya dua saja, yaitu Brinell dan Vickers. Gambar 2.3 dibawah ini
menjelaskan jenis pengujian kekerasan dan cara menghitung besarnya nilai
kekerasan.
Gambar 2.3 Jenis-Jenis Pengujian Hardness
Tujuan dari pengujian Hardness yaitu :
Mengevaluasi ketahanan material terhadap penekanan permanen.
Mengevaluasi pengaruh perlakuan panas terhadap kekerasan.
Memperkirakan kuat tarik sebuah marerial.
Kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik yang penting, karena
kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui sifat mekanik yang lain, yaitu
strenght (kekuatan). Karena nilai kekuatan tarik yang dimiliki suatu material
dapat dikonversi dari kekerasannya. Semakin tinggi nilai kekerasannya
semakin tinggi pula kekuatan tariknya. Namun konversi ini hanya berlaku
rumusannya hanya pada carbon steell dan low alloy steel. Untuk stainless steel
yang termasuk pada baja paduan tinggi maka konversi ini tidak berlaku
sehingga perlu dibuktikan secara langsung dengan uji kekerasan.
-
18
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada metode pengujian
kekerasan vickers adalah sebagai berikut :
1) Spesimen harus memenuhi persyaratan yaitu : Permukaan harus rata
dan halus dan dapat di tumpu dengan baik dan permukaan horizontal
2) Identor yang di gunakan adalah intan yang berbentuk piramid yang
beralas bujur sangkar dengan sudut puncak antara dua sisi yang
berhadapan adalah 136o seperti pada Gambar 2.4.
3) Pada dasarnya semua beban bisa digunakan, kecuali untuk plat yang
tipis harus digunakan beban yang ringan.
4) Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan DPH (Vickers
Diamond Pyramid Hardness) yang di hitung berdasarkan diagonal
identasi dengan persamaan sebagai berikut :
..................................................................... (2.1)
Dimana : P = Gaya Tekan (kgf) d = diagonal identasi (mm)
Gambar 2. 4 Identasi Vickers Hardness Test
-
19
2.5 Penelitian Terdahulu
Untuk mempermudah mengambil kesimpulan dalam penelitian dan
sebagai referensi pendukung dalam pembuatan alat yang akan rancang bangun,
penulis memiliki beberapa hasil penelitian dari tugas akhir mapun jurnal yang
dapat digunakan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.6 berikut:
Tabel 2.6 Penelitian serta Jurnal Terdahulu
Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Wahyu Putro
Raharajo
Pemanfaatan Oli
Bekas Dengan
Pencampuran Minyak Tanah
Sebagai Bahan
Bakar Pada
Atomizing Burner
Pemanfaatan oli bekas
sebagai bahan bakar pada
atomizing burner dengan penambahan minyak
tanah (10%, 20%,30%
dan 40%) pada oli bekas,
kebutuhan udara pada pembakaran di supply
oleh blower udara
dengan debit udara 8m
3/s.
Temperatur nyal
api tertinggi
diperoleh pada campuran 30%
minyak tanah
yang
menghasilkan nyala api
1388oC pada
tengah api.
Ariawan Wahyu
Pratomo
Rancang Bangun
Burner Berbahan
Bakar Oli Bekas Untuk Pengecoran
Kuningan
Merancang burner
dengan mekanisme
pemecah dan penghalus butiran bahan bakar
dengan pengaturan rasio
volume oli bekas dan udara (1:1, 1:2, 1:3, 1:4)
pada tekanan tertentu
(3,4,5,6,7 bar), sehingga mempermudah terjadinya
pengabutan
(atomizing)dan
pembakaran yang baik.
Temperatur
nyala api
maksimum (1280
oC) terjadi
pada tekanan
udara 7 bar dengan rasio oli
bekas dan udara
1:3.
-
20
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
-
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alir Metodologi Penelitian
Metode dalam penelitian ini dapat dilihat dalam flow chart pada Gambar 3.1
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian (Flowchart)
A
-
22
A
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian (Flowchart)
Running
alat
Running alat
pada spesimen
-
23
3.2 Alur Penelitian
Adapun alur penelitian sesuai dengan flow chat diatas dapat diperjelas
sesuai berikut :
3.2.1 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah awal dimana dapat
menentukan tujuan serta pemikiran diadakannya penelian ini. Tahapan
ini berawal dari pemikiran serta pengamatan yang terjadi pada waktu
tertentu sehingga diadakan penelitian yang dapat diketahui tujuan serta
memberi manfaat bagi pihak-pihak tertentu dengan adanya penelitian
ini.
3.2.2 Studi Lapangan
Tahap studi lapangan ini merupakan pengamatan secara
langsung mengenai masalah yang terkait. Dalam hal ini pengamatan
secara langsung mesin serta proses reforming. Pada pengamatan ini
didapatkan suatu gambaran langsung proses reforming.
3.2.3 Studi Literatur
Tahapan selanjutnya merupakan tahapan studi literatur. Dimana
tahapan ini merupakan pengumpulan literatur-literatur yang berkaitan
dengan masalah yang dihadapi pada pengamatan lapangan khusus nya
pada parameter-parameter yang digunakan untuk proses pengerjaan
reforming dan pengolahan oli bekas.
3.2.4 Pengumpulan Data
Tahap ini merupakan tahapan dimana mengumpulkan semua
data yang berkaitan dengan studi lapangan maupun literatur yang
berkaitan dengan reforming, limbah oli serta material stainless steel tipe
304.
-
24
3.2.5 Desain Alat
Tahap ini merupakan tahapan dimana dilakukan penggambaran desain
alat dengan menggunakan software AUTOCAD berdasarkan hasil perhitungan
dan penentuan dimensi alat dan komponen pendukung yang akan digunakan.
Proses pembuatan desain diawali dengan membuat sketsa 2D menggunakan
pensil kemudian hasil sketsa akan digambar pada software AUTOCAD dengan
fitur 2D yang nantinya akan dikonversi menjadi gambar 3D/solid. Setelah
setiap komponen dari alat sudah tergambar maka akan diakukan proses
assembly menjadi satu bagian utuh. Hasil dari proses ini adalah desain 3D alat
secara utuh. Setelah itu proses desain dilanjutkan dengan membuat detail
drawing dari tiap komponen alat. Dari detail drawing harus ditentukan bagian
komponen yang harus dilakukan proses machining dan komponen mana yang
harus dilakukan pengadaan/pemesanan komponen siap rakit. Pembuatan detail
drawing ini berguna untuk memperjelas pada saat melakukan proses perakitan
dan proses machining.
1. General Design Alat
Berikut merupakan desain alat secara umum yang akan ditampilkan
pada Gambar 3.2. Dimana pada Gambar 3.2 menampilkan gambar desain
alat yang terdiri dari desain torch, desain fuel tank serta desain fuel tank
frame berikutnya akan diperjelas pada gambar selanjutnya untuk detail dari
tiap desain.
Gambar 3.2 General Design alat
-
25
2. Torch design
Pada desain torch ini, torch yang digunakan merupakan cutting torch
with 90o head, torch akan dimodifikasi sedemikin rupa sehingga dapat
mengatomisasi oli dengan baik. Atomisasi sendiri merupakan hal yang
sangat penting dalam suatu pembakaran, bahan bakar akan lebih mudah
terbakar jika sudah mengalami fase atomisasi. Proses atomisasi pada alat ini
ditunjang dengan semburan dari udara bertekanan ke outlet oli pada nozzle.
Modifikasi yang dilakukan pada alat ini yaitu :
a. Memodifiksi jalur inlet yang semula jalur oksigen diubah menjadi
jalur untuk udara bertekanan yang dimana udara bertekanan
tersebut berasal dari kompresor udara.
b. Membuat jalur untuk aliran oli. Pada penambahan jalur ini akan
menggunakan pipa kapiler, dimana pipa tersebut memanfaatkan
jalur inlet dari acetylene sebagai jalur inlet kemudian pipa kapiler
akan diposisikan sedemikian rupa (seperti pada Gambar 3.3 yang
berwarna merah) hingga masuk ke nozle torch.
c. Mekanisme dari pipa kapiler ke nozzle. Pada nozzle bagian bawah
akan dilubangi sedemikian rupa yang dimana lubang tersebut
akan digunakan untuk peletakan pipa kapiler (diilustrasikan pada
Gambar 3.4). Peletakan pipa kapiler pada bagian tersebut
bertujuan agar terjadi efek venturi. Efek venturi sendiri
dibutuhkan karena akan menjadi jalan masuk oli ke nozzle yang
notabene nozzle tersebut dialiri udara bertekanan.
d. Penambahan pipa kapiler berukuran ¾" pada ujung nozzle sebagai
jalur outlet dari api yang dihasilkan oleh alat. Pipa kalpiler
tersebut juga berfungsi sebagai pemanas dari hasil atomisasi
bahan bakar agar lebih mudah terbakar. Pemosisian pipa kapiler
tersebut memiliki sudut 135o (diilustrasikan pada Gambar 3.5).
-
26
Gambar 3.3 Torch Design
Gambar 3.4 Ilustrasi Modifikasi Nozzle
Gambar 3.5 Ilustrasi Posisi Pipa Kapiler
-
27
3. Fuel Tank Design
Pada bagian fuel tank merupakan modifikasi dari tabung pompa air yang
berkapasitas 18 liter. Tabung pompa air ini dipilih karena dapat menampung
oli dengan jumlah yang ideal yaitu kurang lebih 18 liter serta tabung ini
memiliki desain yang dapat mempermudah dalam proses instalasinya pada alat.
Tabung ini akan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat ditambahkan
kran pengatur aliran bahan bakar dan wadah pengendap sebagai penampung
material pengotor yang mungkin terbawa oleh bahan bakar dan masuk ke
dalam tangki bahan bakar. Untuk gambaran modifikasi akan diilustrasikan
pada Gambar 3.6 berikut.
Gambar 3.6 Ilustrasi Modifikasi tabung pompa air sebagai fuel tank
-
28
4. Fuel Tank Frame
Fuel tank frame digunakan untuk menyangga sekaligus sebagai pilar dari
fuel tank, fuel tank diposisikan tinggi karena pada alat ini memanfaatkan gaya
grafitasi sebagai daya dorong untuk aliran bahan bakar. Fuel tank frame sendiri
terbuat dari tiga profil L yang memiliki panjang 2 meter serta dipasang penguat di
bagian tengah dan atas frame, cincin ini sebagai penghubung antar profil serta
tempat dudukan dari fuel tank yang akan diilustrasikan pada Gambar 3.7 berikut.
Gambar 3.7 Ilustrasi Fuel Tank Frame
-
29
3.2.6 Penentuan Alat dan Bahan
Tahap ini merupakan tahapan dimana penentuan alat dan bahan yang
akan digunakan dalam proses pembuatan alat yang disesuai dengan desain yang
telah ditentukan. Adapun bahan dan alatnya sebagai berikut
a. Torch
Torch yang digunakan merupakan torch untuk oxy acetylene cutting
dengan tipe 90o head. Seperti yang ditunjukkan Gambar 3.8 berikut
:
b. Pipa Kapiler
Pipa kapiler yang digunakan merupakan pipa kapiler dengan ukuran
outside diameter 2 mm. Dimana pipa kapiler ini akan digunakan
sebgai jalur dari oli. Seperti yang ditunjukkan Gambar 3.9 berikut :
Gambar 3.8 Cutting Torch
Gambar 3.9 Pipa Kapiler
-
30
c. Kompresor
Kompresor digunakan sebagai pemasok udara bertekanan yang
dibutuhkan oleh alat. Seperti yang ditunjukkan Gambar 3.10 berikut
d. Selang OAW
Selang ini digunakan sebagai media penyalur udara dari kompresor
ke alat serta penyalur oli dari tangki menuju ke alat. Seperti yang
ditunjukkan Gambar 3.11 berikut :
Gambar 3.10 Kompresor Udara
Gambar 3.11 Selang OAW
-
31
e. Tabung Pompa Air
Tabung Pompa Air digunakan sebagai tangki bahan bakar yang
dimana tabung yang digunakan yaitu tabung pompa air yang
berukuran 18 liter. Seperti yang ditunjukkan Gambar 3.12 berikut :
f. Kran
Kran digunakan sebagai pengatur aliran bahan bakar pada tangki
bahan bakar. Seperti yang ditunjukkan Gambar 3.13 berikut :
Gambar 3.12 Tabung Pompa air
Gambar 3.13 Kran
-
32
g. Flow meter Oksigen
Flow meter ini digunakan sebagai alat ukur debit aliran udara dari
kompresor yang digunakan pada alat, Seperti yang ditunjukkan
Gambar 3.14 berikut
h. Besi siku
Besi siku digunakan sebagai pilar pada fuel tank frame. Besi siku
yang digunakan berukuran 20x20x3. Seperti yang ditunjukkan
Gambar 3.15 berikut :
Gambar 3.15 Besi Siku
Gambar 3.14 Flow meter
-
33
i. Thermo gun / Thermometer Digital
Thermo gun / thermometer digital digunakan untuk mengukur suhu
api yang dihasilkan oleh alat. Seperti yang ditunjukkan Gambar
3.16 berikut :
3.2.7 Rancang Bangun
Tahap ini merupakan tahapan lanjut setelah tahap desain alat dan tahap
penentuan bahan. Selanjutnya adalah pengadaan alat dan bahan yang
dibutuhkan untuk mendukung pembuatan alat. Melakukan proses machining
pada komponen yang telah ditentukan, serta perakitan alat. Melakukan uji
kinerja pada alat, jika masih terdapat kesalahan maka harus dilakukan
perbaikan, modifikasi, agar tiap-tiap komponen bekerja sebagaimana
seharusnya.
3.2.8 Pengisian Bahan Bakar
Tahap ini merupakan tahapan dimana setelah alat selesai dirakit sesuai
dengan desain maka alat akan diisi oleh bahan bakar yang dimana bahan bakar
yang akan digunakan terdiri dari empat jenis yaitu :
1. Bahan Bakar A
Bahan bakar A merupakan bahan bakar yang terbuat dari campuran
hasil sulingan oli dengan Pertalite. Yang dimana penambahan
pertalite ini bertujuan untuk memperbesar daya bakar dari Bahan
Bakar A. Dimana Bahan Bakar A ini memiliki kandungan Pertalite
10-20%.
Gambar 3.16 Thermometer
-
34
2. Bahan Bakar B
Bahan bakar B merupakan bahan bakar yang terbuat dari oli bekas
motor yang dilakukan proses penyulingan. Hasil penyulingan oli
tersebut peneliti sebut dengan Bahan Bakar B
3. Bahan Bakar C
Bahan bakar C merupakan bahan bakar yang terbuat dari campuran
oli dengan Pertalite. Yang dimana penambahan pertalite ini bertujuan
untuk memperbesar daya bakar dari Bahan Bakar C. Dimana Bahan
Bakar C ini memiliki kandungan Pertalite 20-30%.
4. Bahan Bakar D
Bahan bakar D merupakan bahan bakar yang terbuat dari oli bekas
motor yang dilakukan proses penyaringan dan pengendapan.
3.2.9 Pengukuran Temperatur
Tahap ini merupakan tahapan dimana pengukuran dilakukan pada alat.
Pengukuran ini meliputi Temperatur yang dapat dicapai oleh tiap tiap varian
bahan bakar. Apakah tiap-tiap varian bahan bakar tersebut dapat mencapai suhu
yang disyaratkan dalam process instruction yaitu 475oC. Prosedur pengujian alat
adalah sebagai berikut :
1) Tangki diisi dengan bahan bakar
2) Menghidupkan kompresor
3) Mengatur perbandingan udara dan bahan bakar dengan kran pengatur
4) Melakukan penyalaan dengan api setelah bahan bakar sudah
terkabutkan pada ujung nozzle
5) Mengukur suhu nyala api dengan thermometer digital ataupun thermo
gun setelah nyala api kontinyu
Pengujian dilakukan dengan variasi parameter sebagai berikut :
1) Bahan bakar (A, B, C dan D).
2) Tekanan udara ( 5 dan 6 bar).
3) Perbandingan campuran antara bahan bakar dan udara (1:250, 1:500).
-
35
3.2.10 Uji Coba pada Spesimen
Setelah melakukan pengukuran nyala api pada alat selanjutnya dilanjutkan
dengan uji coba pada spesimen yang dimana spesimen yang digunakan ialah
stainless steel tipe 304. Sebelum mekakukan pengujian maka harus menentukan
cutting plan material sebelum material dipotong untuk membagi sesuai ukuran
dari tiap-tiap spesimen uji. Material akan dibagi menjadi beberapa bagian untuk
pengujian dan ditunjukkan pada Gambar 3.18 berikut:
Gambar 3.18 Cutting Plan
-
36
Ilustrasi uji coba pada material akan ditunjukkan pada Gambar 3.19
berikut :
3.2.11 Pengujian Microetsa & Hardness pada Material
Untuk mengetahui bagaimana dampak dari penggunaan oli bekas pada
proses reforming baik yang dilakukan filtrasi maupun yang dilakukan distilasi
pada stainless steel 304 maka akan dilakukan pengujian pada spesimen penelitian.
Jenis pengujian yang dilakukan termasuk pengujian yang merusak atau
destructive test.
1. Mikro Etsa
Pengujian struktur mikro ini dilakukan untuk mengetahui apakah
terdapat unsur karbon dari oli yang masuk ke dalam material. Pengujian
struktur mikro ini juga digunakan sebagai bukti pendukung dan bukti
visual pada penelitian ini.
Pada pengujian ini setiap spesimen akan diambil titik sample yang
berdekatandengan daerah pemanasan oleh alat lalu akan dilakukan uji
struktur mikro menggunakan mikroskop kemudian dibandingkan dengan
stuktur mikro dari stainless steel tipe 304 yang tidak mengalami
pemanasan tersebut, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.20 berikut
ini
Gambar 3.19 Ilustrasi uji coba
-
37
Gambar 3.20 Titik Pengambilan Data Uji Struktur Mikro
2. Micro Hardness test
Pengujian hardness ini dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan
dari oli bekas pada reforming akan berdampak pada kekerasan stainless steel 304.
Pengujian kekerasan ini juga digunakan sebagai bukti pendukung dan bukti visual
pada penelitian ini. Pada dasarnya kekerasan merupakan kemampuan suatu
material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu terhadap
identasi, tahan terhadap goresan, tahan terhadap aus, tahan terhadap pengikisan
(abrasi).
Pada penelitian ini hardness test dilakukan dengan metode Vickers, dengan
pengambilan 3 titik, yakni 3 titik pada bagian permukaan spesimen yang dekat
dengan sumber panas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3 kemudian
dibandingkan dengan nilai kekerasan dari stainless steel tipe 304 yang tidak
mengalami pemanasan tersebut. dimana procedure hardness test mengacu pada
ASTM E384. Vickers hardness methode digunakan dengan daya 1 gf sampai 1000
gf.
Daerah
pemanasan Titik
pengambilan
-
38
Gambar 3.21 Titik-titik Pengambilan Nilai Kekerasan
Titik
pengambilan
Daerah
pemanasan
-
39
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 UNIT ALAT
Setelah melakukan perancangan serta pembangunan atau pembuatan
alat untuk reforming dengan media bahan bakar oli maka hasil akhir alat ialah
seperti yangdi tunjukkan pada Gambar 4.1 dibawah ini
Gambar 4.1 Hasil Akhir Alat
-
40
4.2 REFORMING
4.2.1 Proses Reforming
Proses reforming dilakukan dengan mengacu pada Process
Instruction reforming (bisa dilihat pada Lampiran). Proses reforming
dilakukan pada material stainless steel 304 yang memiliki ketebalan 3
mm. Proses reforming ini menerapkan variasi bahan bakar (oli bekas),
tekanan udara serta rasio perbandingan udara dengan oli. Berikut
merupakan kodefikasi dari variabel – variabel tersebut.
Kodefikasi Bahan Bakar
A : Hasil sulingan oli yang ditambahkan bahan bakar motor
10 – 20%
B : Oli yang telah dilakukan proses penyulingan
C : Oli bekas yang ditambahkan bahan bakar motor 20 – 30%
D : Oli bekas yang telah dilakukan proses penyaringan
Kodefikasi tekanan udara
5 : tekanan udara kompresor 5 bar
6 : tekanan udara kompresor 6 bar
Kodefikasi rasio perbandingan udara dan oli
X : rasio 250 (udara) : 1 (oli)
Y : rasio 500 (udara) : 1 (oli)
-
41
4.2.2 Hasil Reforming
Setelah proses reforming dengan alat yang berbahan bakar oli bekas pada
material stainless steel tipe 304 maka hasil yang didapatkan ialah seperti Gambar
4.2 berikut ini
Oli bekas 100%
5 bar
1:250
Oli bekas 100%
6 bar
1:250
Oli bekas 100%
5 bar
1:500
Oli bekas 100%
6 bar
1:500
Oli bekas 70%
Pertalite 30%
5 bar
1:250
Oli bekas 70%
Pertalite 30%
6 bar
1:250
Oli bekas 70%
Pertalite 30%
5 bar
1:500
Oli bekas 70%
Pertalite 30%
6 bar
1:500
Destilated oil
100%
5 bar
1:250
Destilated oil
100%
6 bar
1:250
Destilated oil
100%
5 bar
1:500
Destilated oil
100%
6 bar
1:500
Destilated oil
80%
Pertalite 20%
5 bar
1:250
Destilated oil
80%
Pertalite 20%
6 bar
1:250
Destilated oil
80%
Pertalite 20%
5 bar
1:500
Destilated oil
80%
Pertalite 20%
6 bar
1:500
Gambar 4.2 Hasil reforming pada material
Pada hasil diatas terlihat perbedaan dari penggunaan tiap - tiap bahan
bakar pada proses reforming. Pada baris pertama yang merupakan material yang
dilakukan proses reforming dengan menggunakan bahan bakar oli yang hanya
-
42
dilakukan penyaringan terlihat material tersebut menghitam. Pada dua kolom baris
pertama sebelah kiri terlihat memiliki warna hitam yang lebih pekat jika
dibandingkan dua kolom baris pertama sebelah kanan ini mengindikasikan bahwa
rasio 1:500 lebih baik dari pada rasio 1:250 karena pada rasio 1:500 lebih banyak
udara yang bercampur dengan bahan bakar. Pada bahan bakar ini juga sulit untuk
mencapai suhu reforming.
Pada baris kedua yang merupakan material yang dilakukan proses
reforming dengan menggunakan bahan bakar oli yang ditambahkan bahan bakar
nampak warna hitam mengalami penurunan yang drastis jika dibandingkan
dengan baris pertama. Warna hitam yang sedikit ini mengindikasikan pembakaran
bahan bakar C lebih baik dari pada bahan bakar D. Pada dua kolom baris pertama
sebelah kiri terlihat memiliki warna hitam yang lebih pekat jika dibandingkan dua
kolom baris pertama sebelah kanan ini mengindikasikan bahwa rasio 1:500 lebih
baik dari pada rasio 1:250 karena pada rasio 1:500 lebih banyak udara yang
bercampur dengan bahan bakar.
Pada baris ketiga yang merupakan material yang dilakukan proses
reforming dengan menggunakan bahan bakar dari hasil penyulingan oli bekas
nampak warna hitam mengalami penurunan yang drastis jika dibandingkan
dengan baris kedua. Warna hitam yang sedikit dan cenderung sangat sedikit ini
mengindikasikan pembakaran bahan bakar B lebih baik dari pada bahan bakar C.
Pada dua kolom baris pertama sebelah kiri terlihat memiliki warna hitam yang
lebih pekat jika dibandingkan dua kolom baris pertama sebelah kanan ini
mengindikasikan bahwa rasio 1:500 lebih baik dari pada rasio 1:250 karena pada
rasio 1:500 lebih banyak udara yang bercampur dengan bahan bakar.
Pada baris keempat yang merupakan material yang dilakukan proses
reforming dengan menggunakan bahan bakar dari hasil penyulingan oli bekas
yang kemudian ditambah bahan bakar nampak hasilnya cenderung identik dengan
baris ketiga. Hasil yang identik ini mengindikasikan penambahan bahan bakar
motor pada bahan bakar hasil penyulingan oli ini tidak terlalu berdampak pada
hasil . Pada dua kolom baris pertama sebelah kiri terlihat memiliki warna hitam
yang lebih pekat jika dibandingkan dua kolom baris pertama sebelah kanan ini
-
43
mengindikasikan bahwa rasio 1:500 lebih baik dari pada rasio 1:250 karena pada
rasio 1:500 lebih banyak udara yang bercampur dengan bahan bakar
4.3 Pengujian
Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengujian kekerasan
(hardness test) dan pengujian stuktur mikro
4.3.1 Hardness test
Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode Vicker, dengan
menggunakan beban sebesar 500 gf dan waktu identasi selama 10 detik. Setiap
spesimen dilakukan identasi sebanyak 3 titik, yaitu 3 titik di daerah yg dekat
dengan daerah pemanasan yg berjarak 0.1 mm dari permukaan yg dipanaskan
Ilustrasi daerah identasi akan ditunjukan seperti
pada Gambar 4.3 berikut ini
Gambar 4.3 Titik-titik Pengambilan Nilai Kekerasan
Hasil dari pengujian kekerasan
Data yang diperoleh dari hasil pngujian akan digunakan untuk mengetahui
akan digunakan untuk mengetahui besar nilai kekerasan pada material yang
telah dilakukan proses forming. Semua data hasil pengujian kekerasan akan
dijelaskan pada tabel dan gambar dibawah.
a. Spesimen hasil reforming bahan bakar A
Berikut ini adalah hasil pengujian kekerasan pada specimen BM, A5X,
A6X, A5Y dan A6Y. Nilai kekerasan akan ditunjukan pada Tabel 4.1
berikut
Daerah
pemanasan
Titik pengambilan
-
44
Tabel 4.1 Nilai kekerasan spesimen BM, A5X, A6X, A5Y dan A6Y
BM A5X A6X A5Y A6Y
I 201,1 208,4 203,5 200,2 210,9
II 212,5 204,7 209,7 212,2 206,5
III 215,8 205,6 210,3 199,6 210,3
Sumber : Hasil penelitian, 2019
Grafik nilai kekerasan pada spesimen BM, A5X, A6X, A5Y dan A6Y dapat
dilihat dari Gambar 4.4 berikut :
Gambar 4.4 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, A5X, A6X, A5Y dan A6Y
b. Spesimen hasil reforming bahan bakar B
Berikut ini adalah hasil pengujian kekerasan pada spesimen BM, B5X,
B6X, B5Y dan B6Y. Nilai kekerasan akan ditunjukan pada Tabel 4.2
berikut
Tabel 4.2 Nilai kekerasan spesimen BM, B5X, B6X, B5Y dan B6Y
BM B5X B6X B5Y B6Y
I 201,1 193,1 197,6 199,6 203,2
II 212,5 218,8 215,1 206,5 216,1
III 215,8 200,2 203,2 209 195,6
Sumber : Hasil penelitian, 2019
50
65
80
95
110
125
140
155
170
185
200
215
230
245
BM A5X A6X A5Y A6Y
I
II
III Nil
ai K
eker
asan
(H
V)
GRAFIK NILAI KEKERASAN SPESIMEN BM, A5X, A6X, A5Y dan A6Y
-
45
Grafik nilai kekerasan pada spesimen B5X, B6X, B5Y dan B6Y dapat dilihat
dari Gambar 4.5 berikut :
Gambar 4.5 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, B5X, B6X, B5Y dan B6Y
c. Spesimen hasil reforming bahan bakar C
Berikut ini adalah hasil pengujian kekerasan pada spesimen C5X, C6X,
C5Y dan C6Y. Nilai kekerasan akan ditunjukan pada Tabel 4.3 berikut
Tabel 4.3 Nilai kekerasan spesimen BM, C5X, C6X, C5Y dan C6Y
BM C5X C6X C5Y C6Y
I 201,1 212,8 193,1 206,8 188,9
II 212,5 194,7 210 194,5 210,6
III 215,8 209 208,4 213,5 214,1
Sumber : Hasil penelitian, 2019
Grafik nilai kekerasan pada spesimen BM, C5X, C6X, C5Y dan C6Y dapat
dilihat dari Gambar 4.6 berikut :
50
65
80
95
110
125
140
155
170
185
200
215
230
245
BM B5X B6X B5Y B6Y
I
II
III
Nil
ai K
eker
asan
(H
V)
GRAFIK NILAI KEKERASAN SPESIMEN BM, B5X, B6X, B5Y dan B6Y
-
46
Gambar 4.6 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, C5X, C6X, C5Y dan C6Y
d. Spesimen hasil reforming bahan bakar D
Berikut ini adalah hasil pengujian kekerasan pada spesimen D5X, D6X,
D5Y dan D6Y. Nilai kekerasan akan ditunjukan pada Tabel 4.4 berikut
Tabel 4.4 Nilai kekerasan spesimen BM, D5X, D6X, D5Y dan D6Y
BM D5X D6X D5Y D6Y
I 201,1 209,7 210,6 218,8 216,1
II 212,5 217,8 211,6 199,3 204,1
III 215,8 203,5 199,6 206,2 199,6
Sumber : Hasil penelitian, 2019
Grafik nilai kekerasan pada specimen BM, D5X, D6X, D5Y dan D6Y dapat
dilihat dari Gambar 4.7 berikut :
50
65
80
95
110
125
140
155
170
185
200
215
230
245
BM C5X C6X C5Y C6Y
I
II
III
Nil
ai K
eker
asan
(H
V)
GRAFIK NILAI KEKERASAN SPESIMEN BM, C5X, C6X, C5Y dan C6Y
-
47
Gambar 4.7 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, D5X, D6X, D5Y dan D6Y
Dari hasil pengujian pada seluruh spesimen dapat dilihat bahwa pengaruh
variasi bahan bakar (Bahan bakar A,B,C dan D), variasi tekanan udara (tekanan
udara 5 bar dan 6 bar) serta variasi rasio oli dengan udara ( rasio 1:250 dan 1:500)
yang diterapkan tidak berdampak pada kekerasan material stainless steel 304. Ini
dapat dilihat dari nilai kekerasan spesimen spesimen yang tidak berbeda jauh jika
dibandingkan dengan nilai kekerasan material yang belum dilakukan proses
reforming. Karena pada Stainless steel austenitic convensional (seperti tipe 301,
302, 303, 304, 305, 308, 309, 310, 316, dan 317) tidak dapat dikeraskan dengan
perlakuan panas, tetapi akan mengeras akibat cold working.
50
65
80
95
110
125
140
155
170
185
200
215
230
245
BM D5X D6X D5Y D6Y
I
II
III
Nil
ai K
eker
asan
(H
V)
GRAFIK NILAI KEKERASAN SPESIMEN BM, D5X, D6X, D5Y dan D6Y
-
48
4.3.2 Struktur Mikro
Pengujian Foto Mikro dilakukan untuk mengetahui struktur pada
spesimen apakah ada perubahan jika dibandingkan dengan struktur mikro
material sebelum proses reforming dengan media bahan bakar A, B, C
maupun D. Hasil foto mikro dapat dilihat pada Gambar 4.9 – Gambar 4.13
berikut ini
Pembesaran
200X
I
II
III
Gambar 4.9 Foto Mikro Spesimen sebelum Proses Reforming
-
49
Foto mikro dari material yang telah dilakukan proses reforming dengan
bahan bakar A (hasil sulingan oli + 30% bahan bakar)
Pembesaran
100X 200X
A5X
A6X
A5Y
A6Y
Gambar 4.10 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar A
Dari sajian gambar struktur mikro diatas dapat dlilihat bahwa struktur
mikro tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan
dengan struktur mikro material yang belum dilakukan proses reforming
-
50
Foto mikro dari material yang telah dilakukan proses reforming dengan
bahan bakar B (hasil sulingan oli)
Pembesaran
100X 200X
B5X
B6X
B5Y
B6Y
Gambar 4.11 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar B
Dari sajian gambar struktur mikro diatas dapat dlilihat bahwa struktur
mikro tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan
dengan struktur mikro material yang belum dilakukan proses reforming.
-
51
Foto mikro dari material yang telah dilakukan proses reforming dengan
bahan bakar C (oli + 20% bahan bakar).
Pembesaran
100X 200X
C5X
C6X
C5Y
C6Y
Gambar 4.12 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar C
Dari sajian gambar struktur mikro diatas dapat dlilihat bahwa struktur
mikro tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan
dengan struktur mikro material yang belum dilakukan proses reforming.
-
52
Foto mikro dari material yang telah dilakukan proses reforming dengan
bahan bakar D (oli bekas)
Pembesaran
100X 200X
D5X
D6X
D5Y
D6Y
Gambar 4.13 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar D
Dari sajian gambar struktur mikro diatas dapat dilihat bahwa struktur
mikro tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan
dengan struktur mikro material yang belum dilakukan proses reforming.
-
53
4.3.3 Pencapaian suhu yang dihasilkan alat
Untuk memenuhi persyaratan minimum proses reforming maka alat harus
dapat menghasilkan panas minimum 475oC, ini sesuai dengan suhu yang
tercantum pada Process Instruction : Reforming of Stainless Steel Frame on Roof.
Berikut merupakan gambar bukti capaian suhu yang dapat dicapai oleh oli bekas.
Gambar 4.14 Capaian suhu alat berbahan bakar oli bekas
Dari sajian gambar diats dapat dilihat bahwa alat berbahan bakar oli bekas dapat
memenuhi kriteria suhu minimum yang disyaratkan oleh Process Instruction :
Reforming of Stainless Steel Frame on Roof yaitu 475oC sehingga alat berbahan
bakar oli bekas ini dapat menggantikan oxy acetylene pada proses reforming.
4.4 Estimasi biaya alat
Perbandingan estimasi pada alat oxy acetylene dan alat oli bekas. Berikut
merupakan tabel dari perbandingan harga pada pada alat oxy acetylene dan alat oli
bekas. Perbandingan estimasi biaya dapat dlihat pada Tabel 4.9 dan 4.10 dibawah
ini
-
54
Tabel 4.9 Estimasi biaya Oxy acetylene
Oxy Acetylene
Nama Harga Satuan Kebutuhan Satuan Total Harga
Tabung
oksigen Rp750.000 Unit 1 Unit Rp750.000
Tabung
acetylene Rp1.500.000 Unit 1 Unit Rp1.500.000
Regulator
oksigen Rp199.000 Unit 1 Unit Rp199.000
Regulator
acetylene Rp230.000 Unit 1 Unit Rp230.000
Selang Rp30.000 meter 5 meter Rp150.000
Torch Rp315.000 Unit 1 Unit Rp315.000
(Consumable)
Oksigen Rp30.000 Tabung 0.2 Tabung Rp6.000
(Consumable) Acetylene
Rp350.000 Tabung 0.2 Tabung Rp70.000
Total Biaya Rp3.220.000
Sumber: Dokumen Pribadi
Tabel 4.10 Estimasi biaya oli bekas
Nama Harga Satuan Kebutuhan Satuan Total Harga
Tabung
pompa air Rp175.000 Unit 1 Unit Rp175.000
Profil L Rp86.000 Unit 1 Unit Rp86.000
Selang Rp30.000 meter 5 meter Rp150.000
Torch Rp315.000 Unit 1 Unit Rp315.000
Shock drat,
pipa kapiler,
kran dsb
Rp150.000 unit 1 unit Rp150.000
Kompresor Rp1.190.000 Unit 1 Unit Rp1.190.000
(Consumable)
Oli Bekas Rp1.500 liter 5 liter Rp7.500
(Consumable)
Pertalite Rp7.800 liter 2 liter Rp15.600
Total Biaya Rp2.089.100
Sumber: Dokumen Pribadi
Data-data pada tabel diatas didapatkan dari marketplace per tanggal
21 Agustus 2019. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penggunaan dari oli bekas
lebih murah dan menguntungkan karena pada biaya pengadaan part - part alat oli
bekas lebih murah yakni dengan harga Rp 2.087.000, sedangkan untuk pengadaan
alat oxy acetylene memerlukan biaya sebesar Rp 3.220.000, selisih dari pengadaan
kedua alat ini yakni sekitar Rp 1.00.000. Sedangkan pada estimasi biaya bahan
-
55
bakar per-harinya terlihat harga bahan bakar oli bekas jauh lebih murah yakni
hanya dengan harga Rp 23.100 untuk memenuhi kebutuhan alat dalam sehari.
Sedangkan untuk kebutuhan bahan bakar pada oxy acetylene diperlukan biaya
sebesar Rp 76.000 untuk memenuhi kebutuhan bahn bakar alat dalam sehari. Dari
uraian tersebut menunjukan bahwa dari segi perhitungan biaya reforming dengan
bahan bakar oli bekas dapat menggantikan reforming dengan oxy acetylene karena
biaya yang diperlukan lebih sedikit.
-
56
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
-
57
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penyajian data serta analisa hasil pengujian dapat ditarik
kesimpulan antara lain
1. Variasi bahan bakar oli bekas yang digunakan pada reforming tidak
berdampak pada struktur mikro dan nilai kekerasaan material stainless
steel 304.
2. Variasi tekanan udara yang digunakan pada reforming tidak berdampak
pada struktur mikro dan nilai kekerasaan material stainless steel 304.
3. Variasi rasio oli bekas & udara yang digunakan pada reforming tidak
berdampak pada struktur mikro dan nilai kekerasaan material stainless
steel 304.
4. Reforming berbahan bakar oli bekas ini dapat dijadikan sebagai pengganti
proses reforming konvensional yang menggunakan oxy acetylene. Karena
suhu yang dihasilkan oleh oli bekas dapat memenuhi kebutuhan suhu pada
proses reforming yang memerlukan suhu 475oC. Dan pada estimasi biaya
penggunaan oli bekas lebih muran jika dibandingkan dengan oxy acetylene
pada proses reforming.
5.2 Saran
Dalam pengerjaan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan-kekurngan
sehingga nantinya dapat menjadi bahan evaluasi dan dapat dikembangkan
lebih baik lagi. Beberapa saran yang perlu diperhatikan untuk dapat mencapai
hasil yang lebih maksimal, antara lain:
1. Menambah variasi takaran bahan bakar motor pada oli.
2. Menambah variasi rasio oli dan udara.
3. Mengaplikasikan refoming berbahan bakar oli bekas pada material selain
autenitic stailess steel.
-
58
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
-
59
DAFTAR PUSTAKA
AK Steel. 2007. 304/304L Stainless Steel.pdf.
Hasyim,U.H., 2016. Review Kajian Adsorbsi dalam Pelumas Bekas dan Prospek
Pemanfaatan sebagai Bahan Bakar. Jurnal Konversi - Universitas
Muhammadiyah Jakarta, 5 (1),11-16.
Lippold J.C., Kotecki D.J. 2005. Welding Metallurgy and Weldability of Stainless
Steel, Wiley.
Pratomo,A.W., 2012. Rancang Bangun Burner Berbahan Bakar Oli Bekas untuk
Pengecoran Kuningan. Jurnal Rekayasa Mesin-Politeknik Negeri Semarang,
6 (4),112-115.
Raharjo,W.P., 2009. Pemanfaatan Oli Bekas dengan Pencampuran Minyak Tanah
sebagai Bahan Bakar pada Atomizing Burner. Jurnal Penelitian Sains &
Teknologi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 10 (2), 156-168.
Rifa’i, Miftachul Jannah Umza. 2018. Pengaruh proses reforming pada
sambungan Resistance Spot Welding material SUS 201 dn Sus 304 terhadap
struktur mikro, laju korosi dan nilai kekerasan. Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya
SURDIA, T., SAITO, S., 1992, Pengetahuan Bahan Tehnik, cetakan kedua, PT.
Pradnya Paramita, Jakarta.
-
60
-
61
LAMPIRAN A
PROCESS INSTRUCTION : REFORMING OF STAINLESS STEEL
FRAME ON ROOF
-
62
-
63
-
64
-
65
LAMPIRAN B
MILL CERTIFICATE
-
66
-
67
-
68