pkb xxiii leading internal medicine to best care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada...

20
PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research Denpasar, 05-07 November 2015

Upload: hoangthien

Post on 23-Jun-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Page 2: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Page 3: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Page 4: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Page 5: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Rekomendasi Terbaru pada Hiperurisemia dan Artritis Gout

Tjokorda Raka Putra

Divisi Reumatologi dan Alergi-Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, RSUP Sanglah Denpasar

Abstrak

Penyakit gout adalah kelainan patologis yang terjadi akibat

penumpukan kristal urat pada organ tubuh akibat hiperurisemia. Diagnosis

utama adalah mendapatkan kristal urat dalam jaringan. Diberikan

rekomendasi terbaru dalam diagnosis dan penanganan gout.

Tujuan penanganan gout adalah menurunkan kadar AU darah

sampai dalam batas normal, agar tidak terbentuk kristal urat, dengan

edukasi, diet dan medikamentosa. Penanganan medisinal memberikan

obat penurunan AU pada hiperuersemia yang telah menimbulkan kelainan

patologis atau gout, akibat penumpukan kristal urat, seperti AG,

pembentukan tofus, nefropati uratakut atau batu urat. Pada hiperurisemnia

asimptomatis sebaiknya tidak diberikan pengobatan, hanya penanganan

medis rutin dan perlu pemantauan berkesinambungan.

Alopurinol merupakan obat pilihan pertama obat penurun AU darah.

Pilihan lainnya adalah obat urikosurik (benzbromarone, probenesid) atau

feboxostat. Pilihan lain, uricase dengan monoterapi pada gout berat apabila

gagal atau ada kontraindikasi pemakaian obat lainnya. Pemakaian obat

penurun AU dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan bertahap

sampai kadar AU darah tercapai normal, kecuali uricase. Pemakaian obat

penurun AU dipelukan edukasi tentang resiko dan penanganan serangan

akut serta pentingnya pemakaian obat profilaktis dengan kolkhisin (dosis

sampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa

memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis rendah.

Pada AG akut pengobatan utama adalah dengan kolkhisin dosis

rendah (sampai 2 gram sehari), OAINS dan atau kortikosteroid dalam

bentuk intra-artikuler, oral atau intramuskuler, tergantung penyakit penyerta

atau resiko sefek sampingnya .

Page 6: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Dalam keadaan tertentu, terjadi gout refrakter dengan berbagai

penyebab. Penanganan utama adalah memberikan edukasi kepada

pasien, betapa pentingnya menurunkan kadar AU menjadi normal, guna

menghindari kerusakan organ sistemik. Menentukan penyebab untuk

memberikan penanganan yang menyeluruh adalah sangat penting. Pada

alergi obat alopurinol dapat dicoba desensitisasi atau pemakaian obat

oxypurinol. Pada intoleransi obat alopurinol dan keadaan penyakit

gangguan fungsi ginjal yang tidak efektif dengan alopurinol dan diberikan

obat febuxostat atau uricase.

Pendahuluan

Gout adalah kelainan patologis pada jaringan organ akibat

terbentuk dan penumpukan kristal urat pada penderita hiperurisemia,

dengan manifestasi klinis dapat berupa ArtritisGout, kelainan ginjal dan

kelainan organ lainnya.

Hiperurisemia telah menjadi masalah kesehatan utama

dimasyarakat, karena menyebabkan kerusakan fungsi organ tubuh, akibat

pembentukan kristal urat. Kristal urat mengaktifkan pengeluaran berbagai

mediator keradangan sehingga menyebabkan keradangan organ dan

kelainan patologis organ. Kelainan patologis yang mungkin terjadi pada

seorang dengan hiperurisemia yang disebut gout, antara lain berupan

ArtritisGout (AG), batu ginjal, nefropati ginjal, dan kelainan lainnya seperti

hipertensi, atau kelainan kardiovaskuler. Kelainainan pada ginjal sering

menyebabkan gangguan fungsi ginjal yang bersifat permanen.Diagnosis

utama untuk penyakit gout adalah, mendapatkan kristal urat pada organ

tersebut. Namun dalam prakteknya, menemukan kristal urat sering sulit

untuk dikerjakan.

Penanganan gout bertujuan untuk menurunkan kadar asam urat

(AU) darah sampai dalam batas normal, sehingga tidak terbentuk kristal

urat dalam jaringan dan tidak menyebabkan kerusakan fungsi organ.

Target penurunan kadar AU darah adalah 6 mg atau kurang. Pada

artritiskronis dan pembentukan tofus, perlu penurunan kadar AU darah

sampai 5 mg% agar pengecilan tofus terjadi lebih cepat. Penanganan gout

secara umum dengan memberikan edukasi, program diet dan penanganan

medisinal dengan obat penurun AU.

Page 7: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Pada dekade ini, penyakit gout telah merupakan isu yang sangat

populer di masyarakat, namun para dokter masih belum sempurna dalam

membuat diagnosis dan penanganannya. Dalam makalah ini disampaikan

rekomendasi terbaru pada Hiperurisemia dan Artritis Gout berdasarkan

pada evidence terakhir dan juga disampaikan penanganan gout refrakter

yang sering didapatkan dalam praktek.

Patogenesis dan Manifestasi Klinis Gout

Gout adalah kelainan akibat peningkatan kadar AU di dalam darah,

yang disebut hiperurisemia. Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi

peningkatan kadar AU darah diatas normal. Batasan pragmatis yang sering

dipergunakan untuk hiperurisemia adalah suatu keadaan dimana terjadi

peningkatan kadar AU serum yang bisa mencerminkan adanya kelainan

patologi pada organ. Kadar AU serum diatas 7 mg% pada laki dan 6 mg%

pada perempuan dipergunakan sebagai batasan hiperurisemia (WHO,

1992 ; Cohen et al, 1994; Kelley & Wortmann, 1997).

Hiperurisemia dapat terjadi karena peningkatan metabolisme atau

produksi AU (overproduction), karena penurunan pengeluaran AU dalam

urin (underexcretion), atau gabungan keduanya. Penyebab hiperurisemia

dan gout dapat dibedakan atas hiperurisemia primer, sekunder dan

idiopatik. Hiperurisemia primer adalah hiperurisemia tanpa disebabkan

penyakit atau penyebab lain, sering karena faktor genetik. Hiperurisemia

sekunder adalah hiperurisemia disebabkan karena penyakit lain, misalnya

penyakit keganasan dan penurunan fungsi ginjal. Hiperurisemia idiopatik

adalah hiperurisemia yang tidak jelas penyebabnya (Schumacher Jr, 1992;

Kelley & Wortmann, 1997).

Tidak semua orang dengan hiperurisemia akan menimbulkan

kelainan patologis. Sering didapatkan pada seorang hiperurisemia tidak

terjadi pembentukan kristal urat pada jaringan dan tanpa menimbulkan

kelainan patologis, keadaan ini disebut hiperurisemia asimptomatis. Pada

hiperurisemia dengan pembentukan kristal urat dan sering dalam bentuk

monosodium urat, akan menimbulkan kelainan patologis pada organ dan

keadaan ini disebut gout. Keadaan ini terjadi, diperkirakan karena orang

tersebut mempunyai faktor genetik, faktor The Gouty Diatheis. Dengan

konsep ini dapat dijelaskan kenapa orang dengan hiperurisemia tidak

Page 8: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

menimbulkan kelainan dan pada orang lain terjadi kelainan patologis gout.

(Kelly WN et al, 1997).

Pembentukan kristal urat merupakan faktor yang penting

menyebabkan kelainan patologis organ. Kerusakan organ dan tempat

penumpukan kristal urat tersering adalah pada tulang rawan, tulang epifise,

jaringan periartikuler, ginjal dan pada organ lainnya. Disamping faktor

kadar dan lama hiperurisemia berlangsung, yang merupakan penyebab

terjadi kelainan patologis organ, juga tergantung pada lokasi organ

tersebut. Pada ibu jari kaki kemungkinan pembentukan kristal urat sangat

tinggi akibat temperatur relatif rendah, disamping karena resiko trauma

pada daerah tersebut. Keradangan pada sendi pangkal ibu jari kaki

merupakan tanda yang penting pada AG akut, disebut podagra. (Kelly WN

et al, 1997),

Pembentukan kristal urat akan menyebabkan pengeluaran berbagai

mediator keradangan, terutama inflamasom dan IL-1, serta berbagai

mediator lainnya, bersama aktivasi sel radang sehingga terjadi proses

keradangan akut pada organ tempat penumpukan kristal urat. Kelainan

patologis yang mungkin terjadi pada seorang dengan hiperurisemia yang

disebut gout antara lain AG atau ArtritisPirai, Batu Ginjal, Nefropati Ginjal

dalam bentuk Nefropati Urat yang sering menimbulkan gagal ginjal kronis

atau Nefropati Asam Urat yang sering menimbulkan gagal ginjal akut, dan

kelainan lain seperti hipertensi, atau kelainan kardiovaskuler. AG

berdasarkan stadiumnya diklasifikasikan dalam AG stadium akut, interkrtitik

dan kronis dengan pembentukan tofus. AG Akut, serangan sering pada

sendi ibu jari kaki, sendi metatarso-falangeal I, disebut podagra. AG

Interkritik adalah stadium diantara dua serangan akut, tanpa ada

keradangan pada sendi, namun kadar AU tetap tinggi. AP Kronis, telah

terjadi kerusakan pada sendi dan sering dengan pembentukan tofus.

Dalam praktek klinis, telah banyak disampaikan berbagai

rekomendasi dalam diagnosis dan penanganan gout dalam beberapa

literatur terbaru untuk bisa mencegah kerusakan berlanjut akibat

pembentukan kristal urat pada jaringan.

Page 9: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Rekomendasi dalam Diagnosis Gout

Diagnosis AG yang biasa dipergunakan adalah berdasarkan kriteria

“The American Rheumatism Association, Sub Commitee on Classification

Criteria for Gout” (1997), yaitu : Terdapat kristal urat pada cairan sendi, dan

atau terdapat kristal urat pada topi yang secara kimiawi atau secara

mikroskop cahaya dengan tehnik polarisasi. Apabila tidak bisa menemukan

kristal urat, diagnosis dilakukan dengan mempergunakan kriteria, dengan

memenuhi paling sedikit 6 butir dari 12 kriteria, yaitu 1. Peradangan

memuncak dalam waktu sehari, 2.Serangan artritis akut lebih dari satu kali,

3.Artritis monoartikuler, 4.Kemerahan sekitar sendi, 5.Nyeri atau

pembengkakan sendi metatarso-falangeal I. 6.Serangan pada sendi

metatarso-falangeal I unilateral, 7.Serangan pada sendi tersal unilateral,

8.Dugaan adanya topi, 9.Hiperurikemia, 10.Foto sendi terlihat

pembengkakan asimetris, 11.Foto sendi terlihat kista subkortikal tanpa

erosi, dan 12. Pada kultur cairan sendi tidak didapatkan pertumbuhan

kuman (Becker & levinson, 2005).

Dalam suatu penelitian terakhir, penelitian multinasional

berdasarkan evidence dibuat rekomendasi dalam membuat diagnosis gout.

Menemukan kristal urat pada jaringan adalah rekomendasi utama untuk

membuat diagnosa gout. Apabila tidak mungkin dilaksanakan, maka

dibantu dengan tanda klinis klasik, yaitu adanya podagra, tofus, dan respon

baik dengan obat kolkhisin, atau adanya tanda petanda imaging.

Hiperurisemia sendiri tidak kuat dalam menentukan diagnosis gout. (Sivera

F, et al.2014) Respon baik dengan pengobatan dengan kolkisin dosis

rendah merupakan diagnosis penting untuk artritis karena kristal, bukan

hanya pada artritis karena kristal urat. Petanda imaging canggih, bisa

dipergunakan dengan ultrasonografi dan dual-energy CT (Sivera F, et

al.2014).

Pada diagnosis penyakit gout atau hiperurisemia juga

direkomendasikan untuk menentukan fungsi ginjal dan menentukan resiko

untuk menderita penyakit jantung koroner (Sivera F, et al.2014).

Rekomendasi dalam Penanganan Gout

Secara umum tujuan penanganan gout adalah mencapai kadar AU

darah dalam batas normal, dengan memberikan edukasi, program diet dan

Page 10: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

penanganan medisinal, sehingga tidak terjadi kerusakan organ permanen

akibat penumpukan kristal dan tidak berlanjut menyebabkan komplikasi

organ. Target penurunan AU darah adalah mencapai kadar AU 6 mg atau

kurang. Pada artrtitis Goutkronis dengan pembentukan tofus, perlu dicapai

penurunan kadar AU darah sampai kadar 5 mg%, agar terjadi pengecilan

tofus secara cepat (Terkeltaub AR, 2011).

Edukasi adalah dengan memberikan pengertian pada penderita

bahwa kadar AU perlu dinormalkan, walaupun tidak menimbulkan

serangan akut. Hindari faktor pencetus seperti diet tinggi purin, trauma

lokal pada sendi, kelelahan, pemakaian obat diuretika, keadaan yang

menyebabkan penurunan atau peningkatan kadar AU darah secara

mendadak.

Program diet dengan memberikananjuran asupandiet rendah purin,

banyak minum air putih lebih 2 liter sehari dan program penurunan berat

badan pada penderita gemuk. Program diet ini dilakukan seumur hidup,

walaupun kadar AU darah telah normal. Makanan merupakan faktor

penting dalam penanganan hiperurisemia sehingga perlu mengkonsumsi

makanan rendah purin, protein dan fruktosa. Namun makanan rendah purin

hanya akan menurunkan AU darah sampai 1 mg%. Menghindari komsumsi

alkohol merupakan penanganan standar pada hiperurikemia (Kelly

WN,1997).

Penanganan medicinal, memberikan obat penurun AU pada

hiperurisemia yang telah menimbulkan kelainan patologis atau gout, akibat

penumpukan kristal urat, seperti AG, pembentukan tofus, nefropati uratakut

atau batu urat. Pada hiperurisemia asimptomatis sebaiknya tidak diberikan

pengobatan, hanya penanganan medis rutin dan bila perlu pemantauan

fungsi ginjal secara ketat,kecuali diketahui hiperurikemia overproduksi

yang diperkirakan karena faktor keturunan atau kemungkinan besar akan

terjadi nefropati urat (Kelly WN,1997). Rekomendasi terakhir, tetap tidak

dianjurkan pemberian obat-batan untuk menurunkan kadar AU pada

Hiperurisemia Asimptomatis (Sivera F, et al.2014). Obat-obatan yang

sering dipakai untuk menurunkan kadar AU darah, yang disebut obat

penurun AU adalah alopurinol, menurunkan produksi dan obat urikosurik,

meningkatkan ekskresi AU melalui urin.

Page 11: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Alopurinol adalah obat penghambat enzim xanthin oxidase. Pada

metabolisme purin, enzim xanthin oxidase yang berfungsi sebagai katalisat

oksidasi dari hiposantin menjadi santin, selanjutkan santin akan menjadi

AU. Alopurinol menghambat produksi AU sehingga menurunkan kadar AU

darah, dan merupakan obat relatif aman untuk kecuali alergi alopurinol,

serta merupakan obat pilihan pertama, karena jarang ada kontraindikasi

dibandingkan obat urikosurik. (Kelly WN,1997), Indikasi alopurinol adalah

1. Hiperurisemia karena overproduksi, yaitu ekskresi AU urine per 24 jam

1000 mg atau lebih, nefropati urat, batu ginjal atau pencegahan sebelum

pemakaian obat sitostatika. 2. Intoleran atau efek yang belum optimal dari

pemakaian obat urikosurik, pada gout dengan insufisiensi ginjal (GFR 60

mg /menit) atau alergi terhadap obat urikosurik. Pada penurunan fungsi

ginjal perlu penyesuaian dosis alopurinol (Kelley & Wortmann, 1997).

Rekomendasi terakhir, menganjurkan pemakaian alopurinol pada

gangguan fungsi ginjal ringan sampai sedang dimulai dengan dosis rendah

(50-100mg) perhari dan dapat dinaikkan dosis untuk mencapai kadar AU

yang diinginkan dengan pemantauan ketat terhadap efek samping. Dapat

diberikan feboxostat atau benzbromarone sebagai obat alternatif tanpa

dosis penyesuaian (Sivera F, et al.2014).

Diperkirakan 5 sampai 10%, alopurinpol menyebabkan keluhan efek

samping pada saluran cerna berupa mual dan muntah, transaminitis, dan

berbagai efek samping pada sentral, serta 2 % penderita terjadi alergi obat

alopurinol berupa efloresensi kulit berupa rash dan makulopapuler, dengan

keluahan awal berupa pruritus (Terkeltaub AR, 2011).Penderita yang alergi

allopurinol dapat diberikan febuxostat, yang juga merupakan penghambat

enzim xanthin oxidase peroral yang tidak dikeluarkan melalui ginjal

sehingga relatif aman untuk gangguan fungsi ginjal (Field, TR, 2008).

Rekomendasi terakhir menyatakan bahwa alopurinol merupakan

obat pilihan pertama untuk menurunkan AU darah. Pilihan lainnya adalah

obat urikosurik (benzbromarone, probenesid) atau feboxostat. Uricase bisa

sebagai pilihan lain dan pemberian monoterapi pada gout berat apabila

gagal atau ada kontraindikasi pemakaian obat lainnya. Pemakaian obat

penurun AU dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan bertahap

sampai target kadar AU darah tercapai, kecuali uricase (Sivera F, et

al.2014).

Page 12: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Febuxostat merupakan obat golongan selektif inhibitor terhadap

xantin oksidase yang menempati saluran ke molybdenum-pterin yang

merupakan bagian aktif dari enzim. Tidak seperti alopurinol dan oxypurinol,

obat ini tidak memiliki struktur seperti purin. Farmakokinetik obat ini hanya

sedikit mengalami metabolisme dengan oksidasi dan glukoronidasi di hati

dan ekskresi melalui ginjal. Obat ini tidak mempengaruhi metabolisme

pirimidin. Di Amerika, obat ini digunakan 40 mg per hari dan bila kadar AU

tidak normal setalah pemakaian 2 minggu, dosis dapat dinaikkan sampai

80 mg sehari. Di Eropa, obat ini digunakan sampai dosis 80 sampai 120

mg sekali sehari. Efek samping febuxostat meliputi rash kurang dari 2 %,

dan peningkatan enzim dihati, diare, artralgia. Dengan hambatan xantin

oksidase oleh obat ini, maka potensial untuk berinteraksi dengan

azathioprine, 6-mercaptopurin dan teofilin (Terkeltaub AR,2011).

Pada saat ini, ada obat baru untuk menurunkan AU darah, yang

disebut uricase. Uricase adalah enzim yang mengubah AU menjadi

allantoin yang larut dalam air dan dikeluarkan pada urin. Uricase adalah

enzim akhir yang berperan dalam metabolisme purin pada binatang

mamalia non primata atau primata tingkat rendah, sehingga tidak

menghasilkan AU sebagai metabolisme akhir purin. Pada manusia dan

primata tingkat tinggi enzim ini diduga telah menghilang bersama dengan

perjalanan evolusinya. Pada tahun 2009, FDA menganjurkan pemakaian

recombinan fungal enzyme rasburicase, untuk mencegah hiperurikemia

pada Tumor Lysis Syndrome, namun sangat immunogenik, menimbulkan

rekasi alergi berat. Pada tahun 2010 dihasilkan poly etthylene-glycol-

conyugated uricase (pegloticase) yang dapat menurunkan faktor

imunogenik dan dicoba untuk menurunkan kadar AU darah. Pemberian

masih dalam bentuk intravena dan harganya mahal, serta tidak

sepenuhnya menghilangkan efek samping alergi, sehingga perlu persiapan

khusus untuk pemberian pegloticase (Terkeltaub AR, 2011).

Obat urikosurik adalah obat yang meningkatkan ekskresi AU

melalui urin, dengan mengadakan kompetisi dengan urat melalui tubular

brush border transporter, yang menyebabkan hambatan reabsorpsi AU

pada tubulus. Pemakaian obat ini perlu dilakukan pemeriksaan kadar AU

urine 24 jam, guna melihat kontraindikasi obat. Obat urikosurik antara lain

probenesid, sulfinpirason, benzbromarone, azanpropason dan asam

Page 13: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

salisilat dosis tinggi, lebih dari 5 gr/hari. (Kelly WN,1997; Becker &

Levinson, 2005). Pemakaian obat ini hanya diberikan pada penderita usia

kurang 60 tahun, fungsi ginjal normal (kliren kreatinin lebih dari 80 ml/mn),

kadar AU urin 24 jam kurang dari 700 mg 24 jam dengan diet biasa dan

tidak ada riwayat batu ginjal (Schumacher, 1992; Kelly WN,1997). Hati-hati

pemakaian obat ini karena dapat menyebabkan nefropati asam urat akut

karena terjadi peningkatan kadar AU dalam urin (Schumacher, 1992). Perlu

dilakukan alkalinisasi urine untuk mencegah kristalisasi AU dalam urin,

mencegah pembentukan kristal urat pada tubulus ginjal dan pembentukan

batu pada saluran kencing, serta disarankan untuk minum cairan lebih

dari 2 liter perhari.

Dalam penanganan gout, pemberian obat penurun AU dengan

alopurinol atau obat urikosurik perlu dikombinasi dengan kolkhisin dosis

rendah untuk mencegah kekambuhan serangan artritis. Diberikan dosis

0,6-1,2 sehari sampai 1-2 bulan setelah serangan akut membaik atau

beberapa bulan pada orang yang sering mengalami serangan akut

(Agudelo & Wise, 2001). Ada yang menganjurkan memberikan kolkhisin

sampai 6 bulan setelah kadar AU normal dan setelah topus telah mengecil

(Terkeltaub AR, 2011). Dapat diberikan juga OAINS atau prednison dosis

rendah untuk mencegah kekambuhan artritis akut (Roothschild BM, 2013),

namun pemakain OAINS dosis rendah sebagai obat pencegahan tidak ada

evidencenya dan kortikosteroid dosis rendah sebaiknya dihindari.

Kemungkinan antagonis IL-1 dimasa mendatang mungkin dapat

dipergunakan (Terkeltaub AR, 2011).

Rekomendasi terakhir menyatakan juga, bahwa pada pemakaian

obat penurun AU diperlukan edukasi tentang resiko dan penanganan

serangan akut serta pentingnya pemakaian obat profilaksis dengan

kolkhisin (dosis sampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau

terjadi intoleran bisa dipergunakan OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

rendah. Lama pemakaian obat profilaksis bersifat individual(Sivera F, et

al.2014).

Disamping medikamentosa perlu diperhatikan beberapa hal lain

yang terkait dengan penanganan hiperurisemia antara lain makanan,

kegemukan, komsumsi alkohol, dan keadaan lain yang menyertai seperti

hipertrigliseridemia, dan hipertensi, yang perlu mendapatkan penanganan.

Page 14: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Demikian juga rekomendasi terakhir menyatakan, pasien perlu menjalani

pola hidup sehat, termasuk menurunkan kelebohan berat badan, olah raga

teratur, hindari merokok, menghindari alkohol berkelebihan dan komsumsi

gula (Sivera F, et al.2014).

Penanganan pada AG tergantung stadium penyakit, pada AG Akut

tujuan utama pengobatan adalah menghilangkan secepat mungkin keluhan

nyeri dan keradangan sendi dengan penanganan medikamentosa, berbeda

dengan penanganan pada stadium interkritik dan stadium kronis. Berbagai

pilihan obat dapat dipergunakan pada AG akut, antara lain dengan obat

anti-inflamasi non steroid (OAINS), kolkhisin dan kortikosteroid injeksi lokal

atau hormon adreno kortikotropin. OAINS merupakan obat pilihan pertama

pada pengobatan AG akut, sedangkan kolkhisin dapat sebagai penambah.

Apabila kolkhisin dan OAINS tidak efektif atau merupakan kontraindikasi

maka digunakan obat kortikosteroid. Kortikosteroid injeksi lokal diberikan

terutama pada sendi besar setelah melakukan aspirasi. Obat penurun AU,

alopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut,

karena akan terjadi penurunan kadar AU darah secara cepat yang

menyebabkan keradangan sendi bertambah berat. Pada penderita yang

telah rutin mendapatkan obat penurun AU sebaiknya obat tersebut tetap

diberikan ( Terkeltaub AR, 2005).

Rekomendasi terakhir, pada penanganan AG akut adalah dengan

pemberian kolkhisin dosis rendah (sampai 2 gram sehari), OAINS dan atau

kortikosteroid dalam bentuk intra-artikuler, oral atau intramuskuler,

tergantung penyakit penyerta atau resiko efek sampingnya (Sivera F, et

al.2014).

Obat anti-inflamasi non steroid sebagai obat antiinflamasi

disebabkan karena efek hambatan pada jalur cyclooxygenase (COX) dan

jalur lypooxygenase dalam metabolisme asam arakhidonat. Asam salisilat

atau aspirin merupakan obat yang pertama sebagai OAINS, dikatakan

menghambat siklooksigenase melalui hambatan kedua isoenzim COX-1

dan COX-2. Secara umum OAINS dikatakan dapat memodulasi berbagai

peran lain dalam proses keradangan, (Brooks, 1998). Berbagai jenis

OAINS dapat digunakan pada AG. Perlu hati-hati pemakaiannya pada usia

lanjut, insufisiensi renal atau keadaan dehidrasi (Terkeltaub AR, 2005).

Page 15: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Kolkhisin merupakan ekstrak pohon colchicum autumnale, yang

berefek sebagai kartartik dan digunakan sebagai pengobatan gout sejak

600 SM. Kolkhisin merupakan obat yang efektif dan relatif spesifik untuk

pengobatan APA dan merupakan obat pilihan yang telah lama digunakan.

Perlu diperhatikan efek samping yang terjadi. Efek utama kolkhisin adalah

menghambat fungsi neutrofil yaitu dengan menghambat khemotaksis,

fagositosis, adhesi dan pengeluaran berbagai mediator. Kolkhisin

menyebabkan peningkatkan cyclic adenosis monophosphate (cAMP) yang

menyebabkan penekanan fungsi adhesi dan kemotaksis neutrofil. Kolkhisin

akan menekan aktivitas mikrotubuli dalam mengoptimalkan aktivitas 15

lipooksigenase, yang penting dalam metabolisme AA. Hambatan aktivitas

mikrotubuli juga menyebabkan gangguan motilitas leukosit, sehingga

menyebabkan hambatan khemotaksis, fagositosis dan perlekatan sel

leukosit. Kolkisin juga menghambat induksi kristal urat terhadap aktivitas

tirosin kinase neutrofil, sehingga terjadi hambatan pada enzim PLA2 dan

produksi LTB4. Kolkhisin juga menghambat pengeluaran mediator IL-1 dan

IL-8, menghambat proses migrasi dan fagositosis neutrofil. Efek lain dari

kolkhisin adalah menghambat reseptor atau respons TNF pada makrofag

dan endotel, serta menghambat pengeluaran histamin dari sel mast

(Terkeltaub AR, 2001). Pemakaian kolkhisin dosis tinggi pada AG akut

telah ditinggalkan karena memberikan efek samping. Pemberian dosis

kecil, 0,6 mg peroral dua atau tiga kali sehari dan sering digabung dengan

OAINS cukup baik mengatasi serangan akut. Karena kolkisin dikeluarkan

melalui urin dan empedu maka pada pasien dengan oliguri, insufisiensi

ginjal (kliren kreatinin kurang dari 10mL/mn), gangguan fungsi hati dan

obtruksi empedu harus dipilih pengobatan lain. Pada penderita gagal

jantung, depresi sumsum tulang, pemakaian obat khemoterapi dan infeksi

berat akan cenderung menimbulkan efek toksis. Pada keadaan ini perlu

penurunan dosis atau diberikan pengobatan dengan obat lain. Pada usia

lanjut perlu penurunan dosis sampai 50% (Terkeltaub AR, 2005).

Manifestasi gejala keracunan kolkhisin pada pemberian oral tersering

berupa keluhan gastrointestinal. Keluhan jarang berupa neuropati, miopati,

alopesia, depresi sumsum tulang, syok dan efek pada produksi dan

gangguan fungsi sperma yang masih kontroversi. Keluhan gastrointestinal

berupa kram perut, mencret, mual dan muntah (Terkeltaub AR, 2005).Pada

Page 16: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

AG stadium interkritik dan kronis, tujuan pengobatan adalah untuk

menurunkan kadar AU darah sampai kadar normal guna mencegah

kekambuhan. Penurunan kadar AU darah dilakukan dengan pemberian diet

rendah purin dan pemakaian obat allopurinol atau dengan obat urikosurik.

Dalam rekomendasi terakhir dinyatakan target penurunan kadar AU

darah hingga mencapai dibawah 6 mg% dan memonitor adanya serangan

akut, serta pengecilan tofus. Pada AG kronis dengan pembentukan tofus

target penurunan kadar AU darah hingga dibawah 5 mg%, dan operasi

dilaksanakan untuk menghilangkan tofus dengan indikasi khusus, misalnya

pada tofus yang menyebabkan penekanan saraf tepi, penekanan mekanis

dan terjadi infeksi(Sivera F, et al.2014).

Dalam penanganaan gout secara standar sering tidak tercapai

tujuan utama, menurunkan kadar AU mencapai kadar normal, sehingga

proses pembentukan kristal urat dan kerusakan organ terus berlanjut.

Keadaan ini disebut gout refrakter.

Penanganan Gout Refrakter

Berbagai penyebab diduga sebagai penyebab goutrefrakter, antara

lain intoleran atau alergi obat allopurinol, adanya kelainan ginjal sehingga

tidak memungkinkan pemakaian obat urikosurik, pemakaian obat lain yang

menyebabkan peningkatan kadar AU, ketidak patuhan akan diet rendah

purin, dan kepatuhan penderita untuk memeriksakan kadar AU secara

teratur. Pada AG interkritik, kadar AU darah masih tetap diatas normal,

namun penderita tidak mengalami keluhan. Kedaan ini sering tidak disadari

oleh penderita, yang dikemudian hari akan berlanjut menjadi kronis dan

akan merusak organ sistemik, terutama pada ginjal dan berakhir dengan

gagal ginjal kronis.

Tujuan penanganan goutrefrakter adalah membuat kadar AU darah

tetap dalam kadar normal sehingga bisa mengecilkan atau menghilangkan

tofus yang telah terjadi, serta mencegah kerusakan berlanjut pada organ

lainnya akibat penumpukan kristal urat.

Page 17: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Page 18: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

Secara umum, penanganangoutrefrakter terpenting adalah

memberikan edukasi secara lengkap, manfaat penurunan kadar AU sampai

batas normal apapun penyebabnya. Faktor penyebab dari goutrefrakter

perlu ditelusuri secara jelas agar bisa memberikan penanganan secara

lengkap. Penggunaan obat lainnya yang menyebabkan peningkatan AU

darah perlu dihindari, misalnya pemakaian obat diuretika golongan tiasid

pada gout dengan hipertensi. Kepatuhan penderita untuk melaksanakan

pantang makanan tinggi purin dan kepatuhan untuk memeriksakan kadar

AU darah secara teratur walaupun tidak mengalami serangan artritis perlu

dimengerti oleh pasien agar kadar AU benar-benar terkontrol dalam batas

normal.

Pada kedaan intoleran terhadap alopurinol dapat diganti dengan

obat febuxostat. Pada keadaan alergi alopurinol ringan berupa rash dapat

dicoba dengan desensitisasi alopurinol, tetapi pada alergi berat atau

disebut mayor hypersentivity syndrome, seperti Steven Johnson Syndrome

tidak dianjurkan desensitisasi. Oxypurinol, yang merupakan metabolit

alopurinol sering masih dapat dipergunakan pada keadaan

hipersensitifalopurinol, namun reaksi silang masih mungkin terjadi

(Terkeltaub AR, 2011). Pada kedaan ini feboxostat atau uricase dapat

dipergunakan

Pada kelainan ginjal, pemakaian alopurinol perlu penyesuaian dosis

dan pemakaian obat urikosurik merupakan kontraindikasi, sehingga target

penurunan kadar AU darah untuk mencapai kadar normal menjadi tidak

mudah. Pada kedaan ini dapat diberikan obat febuxostat.

Pemakaian obat lain yang menyebabkan peningkatan kadar AU.

Pada penderita hipertensi, pemakaian tiasid dapat diganti dengan golongan

antihipertensi losartan yang mempunyai efek urikosurik, meningkatkan

ekskresi AU melalui ginjal (Roothschild BM, 2013).

Daftar Pustaka

1. Becker MA & Levinson DJ, 2005. Clinical Gout and pathogenesis of

hyperuricaemia. In Arthritis and Allied Conditions, A textbook of

Rheumatology. 14th Ed, Vol two.Editor WJ Koopman, Baltimore:

Williams & Wilkins a Wavelry comp, 2281-2328.

Page 19: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015

2. Cohen MG, Emmerson BT, 1994. Crystal arthropathies. In

Rheumatology.Editor JH Klippel, PA Dippe, St Louis Baltimore: Mosby.

3. Field, TR, 2008, Gout. Manual Rheumatology ang Outpatient

Orthopedic Disorders.Fifth Ed. Ed : Paget SA, Beary JF, Gibofsky A

and Sculco TP, Lippincott Williams & Wilkins. 328-336.

4. Kelley WN, Wortmann RL, 1997. Gout and Hyperuricemia. In Textbook

of Rheumatology, Fifth Edition, Editor WN Kelley, S Ruddy, ED Harris,

CB Sledge, Philadelphia: WB Saunder Comp, 1314-1350.

5. Roothschild BM, 2013. Treatment of Chronic Gout.Medscape Refrences.

6. Schumacher Jr HR, 1992. Hiperuricaemia and Gout. In Rheumatology

APLAR 1992, Proceding of the 7th APLAR Congress of Rheumatology,

13th-18th September 1992, Bali, Indonesia, Edit.: A.R.Nasution,

J.Darmawan and Harry Isbagiao, New York, Edinburgh, London,

Merbourne and Tokyo: Churchill Livingstone, 293-243.

7. Sivera F, et al.2014. Multinational evidence-based recommendation for

the diagnosis and management of Gout : integreting systemic literature

review ang expert opinion of a broad panel of rheumatologist in the 3e

initiative. Ann Rheum Dis.73:328-335.

8. Terkeltaub AR.,2005. Pathogernesis and treatment of cristal-induced

inflamation. In Artritis and Allied Conditions, A textbook of

Rheumatology. 15th Ed, Vol.2. Editor WJ Koopman, L.W. Moreland,

Lippincot Williams & Wilkins a Wavelry comp,2357-2372.

9. Terkeltaub AR, 2011. The management of Gout and hyperuricemia. In

Rheumatology. Fith Ed. Editor Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS,

Weinblatt ME, Weisman MH. Mosby Elsevier. Philadelphia, 1867-1874.

10. WHO, 1992. Rheumatic diseases, Report of a WHO Scientific

Group,Geneva, 55-58.

Page 20: PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of ... filesampai 1,2 mg), atau apabila ada kontraindikasi atau terjadi intoleran bisa memakai OAINS atau dengan kortikosteroid dosis

PKB XXIII Leading Internal Medicine to Best Care of Patient: Based on Novel Research

Denpasar, 05-07 November 2015