refarat dress progres.pptx
DESCRIPTION
kesehatanTRANSCRIPT
PRESENTATION NAME
REFERATDrug Rash Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS)
Smf ilmu penyakit Kulit kelamin
RSD mardi waluyo
Fakultas kedokteran unisma
Pembimbing:
dr.Katje Sitanaya, Sp.KK
Oleh:
Rizki Dunniroh Kaukaba, S.Ked
(209.121.0014)
Pendahuluan
Definisi
DRESS (Drug Rash Eosinophilia and systemic symptoms) adalah suatu kondisi yang mengan cam nyawa yang ditandai dengan :
Nama lain
Drug Induced Delayed Multiorgan Hypersensitivity syndrome (DID-MOHS)
Drug induced pseudo-lymphoma
Drug hypersentivity syndrom
Epidemiologi
1:1000-10.000 karena fenitoin
Under-diagnosis
regiSCAR : di 6 negara eropa (nov 2003- nov 2010) yang potensial ada 92 kasus yang probable atau definite sebanyak42 kasus
Abstrak
Sindrom hipersensitivitas obat (SHO)
Drug Rash Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS)
Kondisi mengancam nyawa.
Ruam kulit
Demam
Leukositosis dengan eosinofilia atau limfositosis atipik
Pembesaran kelenjar getah bening,
Gangguan pada hati atau ginjal.
Angka kematian : + 10%.
Pajanan
Tata laksana
Sindrom hipersensitivitas obat
Faktor predisposisi
Faktor keturunan (polimorfisme genetik, jenis kelamin)
Faktor didapat (lupus eritematosus sistemik, limfoma, infeksi virus)
Penghentian obat tersangka sesegera mungkin
Terapi suportif : seperti nutrisi,
cairan, antihistamin, atau antipiretik
Pemberian kortikosteroid sistemik : prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari yang diturunkan secara bertahap untuk mencegah kekambuhan.
Pajanan terhadap obat pencetus pada individu yang memiliki kerentanan
Pendahuluan
Sindrom hipersensitivitas obat
Drug Rash Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS)
Drug-Induced Delayed Multiorgan Hypersensitivity Syndrome (DIDMOHS)
Pseudolimfoma
Febrile mucocutaneuous syndrome .
Munculnya obat baru
Diagnosis dan tata laksana penyakit
reaksi simpang obat
Mekanisme imunologi
angka kejadian : + 6-10%
Reaksi alergi obat
Reaksi anafilaksis
SSJ
NET
SHO
Epidemiologi
Insidens sekitar 1 : 1000 10.000 pajanan terhadap obat antikejang atau antibiotik golongan sulfonamida.
Angka kematian : 10% kasus
Variasi manifestasi klinis dan temuan laboratorium under-diagnosis
Data mengenai SHO dari studi RegiSCAR
Suatu registrasi kasus di 6 negara Eropa sejak tahun 2003 - November 2010 : kasus SHO sebanyak 92 kasus,
Probable atau definite sebanyak 46 kasus
Alergi obat
Kecacatan atau kematian
Berurusan dengan aspek medikolegal
Pengenalan dini kondisi berat
Menurunkan angka kecacatan dan kematian.
Etiologi dan Patogenesis
Obat golongan antikonvulsan
Alupurinol
Obat golongan sulfa
Etnis Han di Cina
HLA-B*5701, HLA-DR7, dan HLA-DQ3 terkait dengan SHO akibat abacavir
Populasi Kaukasia, minoksiklin sering menyebabkan SHO dibandingkan dengan populasi Jepang
Individu dengan HLAB* 5801 memiliki kerentanan untuk mengalami SHO akibat alupurinol.
Patogenesis terjadinya DRESS belum jelas diketahui.
Reaksi idiosinkratik >< obat termasuk SHO tidak sepenuhnya mengikuti klasifikasi Gell and Coombs.
Fenitoin, karbamazepin, serta fenobarbital dimetabolisme oleh CYP P-450
Metabolit reaktif
Detoksifikasi oleh enzim epoksida hidroksilase
Jika terdapat defek pada enzim
Peningkatan kadar metabolit
Hapten Reaksi imun.
Dapson
Metabolisme dalam tubuh melalui N-asetilasi dan N-hidroksilasi
N-asetil transferase tipe 2, sementara N-hidroksilasi melalui enzim CYP3A4
Metabolit hidroksamin
Sifat reaktif
DRESS
Sulfonamid
Individu asetilator lambat
Asetilasi
Metabolisme
Metabolit non toksik
Ekskresi di ginjal
Metabolisme alternatif melalui enzim CYP
Metabolit reaktif yaitu hidroksilamin dan senyawa nitroso
Sitotoksik
Jika terdapat gangguan enzim (defisiensi glutation)
DRESS
Patofisiologi
Pasien yang mengalami DRESS sel limfosit T teraktivasi IL- 5 dan IFN- mempresentasikan obat ke sel T CD4+
Eksantema makulopapular, didominasi oleh aktivasi sel T helper 2 (Th2) (reaksi hipersensitivitas tipe IV) yang terkait dengan sekresi IL-4, IL-5, serta IL-13.
Adanya hubungan dengan reaksi alergi tipe I, yaitu sekresi IL-4 dan IL-13 produksi IgE
Limfosit T CD8 di darah serta jaringan yang terlibat seperti kulit, hati, maupun paru.
limfosit T CD8 sekresi sitokin yaitu TNF- , IL-2, dan IFN- . Tingginya produksi sitokin >< gangguan organ dalam lebih berat.
kadar berbagai mediator inflamasi bertahan + 3 bulan.
Keterlibatan paru serta hipereosinofilia dikaitkan transkripsi IL-17.
Pendekatan Diagnosis
Gambaran lesi eksantema morbiliformis (sekitar 95%) umumnya tidak menimbulkan kematian atau kesakitan yang bermakna.
Tabel 1. Kondisi yang Mengarahkan pada Reaksi Berat
Manifestasi Klinis
Terjadi sekitar 3 minggu - 3 bulan setelah pemberian obat. Tanda dan gejala :
Demam & timbul lesi kulit.
Gambaran klinis yang penting : awitan yang lambat setelah obat penyebab diberikan.
Erupsi kulit : timbul bercak makula eritematosa, sedikit gatal, akan meluas dan menyatu (konfluensi). Kelainan kulit generalisata sekitar 85% kasus.
Demam (suhu : 38-400C) muncul sesaat mendahului ruam kulit.
Lesi kulit awal: daerah wajah (konjungtivitis, edema periorbita, dan pustul) tubuh bagian atas ekstremitas atas (telapak tangan biasanya tidak terkena, beberapa kasus lesi jumlah sedikit) ekstremitas bawah.
Limfadenopati (70 kasus ) terlibat
DRESS :
Organ dalam yang seringkali terlibat : hati (80%), ginjal (40%), serta paru (33%).
KGB regio servikal.
Mukosa umumnya tidak terlibat , dapat ditemukan sedikit lesi di mukosa mulut dan bibir.
Xerostomia berat ronggga mulut terasa kering asupan makanan pasien sulit.
Fenomena paradoksikal : 3-4 hari setelah pencetus dihentikan dapat mengalami perburukan
Pemeriksaan fisik abdomen ditemukan hepatomegali atau splenomegali.
Keterlibatan SSP, kolitis jarang ditemukan
Sebagian kecil pasien dapat mengalami hipotiroid akibat tiroiditis autoimun hipotiroid.
Pemeriksaan laboratorium :
Gambaran yang menonjol
Kelainan hati (70% pasien) , ditandai oleh peningkatan enzim transaminase tanpa adanya kuning.
Mortalitas
Darah perifer lengkap
Enzim transaminase hati
Ureum
Kreatinin
Urinalisa
Pemeriksaan lain sesuai hasil temuan pemeriksaan dan kecurigaan organ yang terlibat.
Leukositosis
limfosit T CD4 dan CD8 limfositosis atipikal,
Eosinofilia ( 60- 70% kasus dengan awitan setelah 1-2 minggu gejala)
reaksi leukemoid (pada beberapa kasus).
Keterlibatan jaringan ginjal : nefritis tubulointerstisial hingga angitis nekrosis granulomatosa.
keterlibatan ginjal prognosis buruk
Pansitopenia prognosis yang buruk
Gambaran yang spesifik.
Lamotrigin : kadar eosinofilia yang lebih rendah.
Alupurinol : gangguan fungsi ginjal
Minoksiklin : limfadenopati masif dan trombositopenia
Pada pemeriksaan immunoglobulin serum:
Awal muncul gejala : kadar IgG, IgA, dan IgM
Setelah mengalami titik terendah, kadar IgG akan mengalami lonjakan dalam 1-2 minggu
Seiring perbaikan klinis kadar immunoglobulin berangsur-angsur normal
Bonaci-Nicolic et al. melaporkan pasien SHO akibat karbamazepin kadar procalcitonin penghentian obat dan pemberian kortikosteroid kadar procalcitonin
Gambaran histopatologi : infiltrasi limfosit superfisial di perivaskular dengan ekstravasasi eritrosit atau eosinofil.
Bocquet et al. :
Kelainan kulit akibat erupsi obat;
Kelainan hematologi, yaitu eosinophilia >1500/ atau adanya limfositosis atipik;
Keterlibatan sistemik yan ditandai oleh adenopati (diameter lebih dari 2 cm), hepatitis (nilai enzim transaminase >2x normal), nefritis interstisial, pneumonia interstisial, atau karditis.
Kriteria diagnosi. ini menekankan pada keterlibatan multi organ serta adanya eosinophilia.
Kriteria DRESS (Drug Rash eosinophilia and systemic symptomp)
Ruam makulopapular yang timbul > tiga minggu pemberian obat-obat tertentu.
Manifestasi klinis yang memanjang, meskipun obat penyebab telah dihentikan.
Demam (>38C)
Gangguan hati ( SGPT >100 U/L) atau terdapat keterlibatan organ lain.
Abnormalitas leukosit (setidaknya ditemukan satu):
Leukositosis (>11 000/L)
Limfositosis atipikal (>5%)
Eosinofilia (>1 500/L)
Limfadenopati
Aktivasi HHV-6 (pada minggu kedua atau ketiga setelah gejala muncul)
Diagnosis DRESS ditegakkan bila :
Tujuh kriteria dijumpai (DRESS tipikal).
Jika ditemukan lima kriteria disebut sebagai DRESS atipikal.
Jika ditemukan gangguan ginjal, hal tersebut dapat menggantikan gangguan fungsi hati.
Diagnosis Banding
Lupus eritematosus imbas obat,
Sindrom hipereosinofilia,
Mononukleosis infeksiosa,
Penyakit Kawasaki,
Campak,
Pseudolimfoma/imunoblastik limfadenopati,
Serum sickness like reaction,
Staphylococcal toxic shock syndrome.
Tata Laksana
Suportif :
Penghentian obat tersangka sesegera mungkin merupakan tindakan pertama yang perlu dilakukan.
Pemberian kortikosteroid.
Pemberian kortikosteroid sistemik harus secara perlahan diturunkan, meskipun didapatkan gambaran klinis yang membaik dengan cepat.
Immunoglobulin intravena
Dosis :prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari.
antipiretik untuk menurunkan suhu, nutrisi adekuat, cairan intravena yang cukup, serta perawatan kulit.
Diberikan atas dasar proses reaktivasi virus dalam terjadinya SHO.
Diharapkan dapat menekan reaktivasi virus yang terjadi
Pemberian N-asetilsistein
prekursor glutation serta memodulasi produksi berbagai sitokin pro inflamasi
belum adanya uji klinis yang
mendukung
Uji Diagnostik
Data:
riwayat penyakit yang lengkap, data penggunaan obat, cara pemberian obat, dosis yang diberikan, serta obat yang pernah digunakan sebelumnya
Uji provokasi (glod standart dalam mendiagnosis obat penyebab reaksi hipersensitivitas obat )
Indikasi :
mengeksklusi reaksi hipersensitivitas kondisi meragukan baik dari riwayat maupun tampilan klinis
menegakkan diagnosis reaksi hipersensitivitas pada kasus yang mengarah dengan hasil pemeriksaan uji alergi lain yang inkonklusif atau negatif.
Uji tempel dan tes transformasi limfosit.
Prognosis
Usia :
Usia tua lebih buruk
usia muda atau anak lebih baik
Tatalaksana :
Tata laksana adekuat pulih beberapa bulan setelah munculnya gejala.
Pada penelitian terhadap 38 kasus DRESS angka kesembuhan mencapai 94,8% pasien.
Kortikosteroid jangka panjang atau gagal organ yang berat infeksi oportunistik kematian
Pasien yang mengalami DRESSmemiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami penyakit autoimun seperti DM tipe 1, penyakit graves, dan sklerosis sistemik.
Ringkasan
DRESS (Drug Rash eosinophilia and systemic symptomp) merupakan salah satu reaksi simpang obat yang berat yang ditandai oleh ruam kulit, demam, leukositosis dengan eosinofilia atau limfositosis atipik, pembesaran KGB, serta gangguan pada hati atau ginjal.
Faktor yang berperan berupa paparan terhadap obat yang berpotensi kepada individu yang memiliki kerentanan. Obat yang seringkali menyebabkan DRESS adalah anti kejang, alupurinol, atau OAINS.
Kerentanan individu disebabkan oleh faktor keturunan (jenis kelamin, polimorfisme genetik) maupun faktor didapat (infeksi HIV, LES, HHV-6).
Tata laksana meliputi tata laksana suportif serta pemberian kortikosteroid sistemik. Sebagian besar kasus penyembuhan dengan baik. Antihistamin serta kortikosteroid topikal dapat diberikan untuk meringankan keluhan. Pada kasus yang persisten dapat digunakan terapi immunoglobulin intravena atau siklosporin.