saliva sebagai cairan diagnostik resiko terjadinya karies

25
SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA 04111004066 Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si. PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: mawaddara-etra

Post on 26-Oct-2015

259 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO

TERJADINYA KARIES

PUTRI AJRI MAWADARA

04111004066

Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

Page 2: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

ABSTRACT

Background: Dental caries is a chronic multifactorial disease. The secretion rate and

quality of saliva are important factors not only in caries development but also for

remineralization. The aim of this study was to measure the composition of saliva as

the risk of caries. Materials and methods: saliva unstimulated and stimulated

collected in the tube. Salivary flow rates were estimated as ml/min. The sample was

divided into three groups (mild, moderate and severe) according to (DMFS). And to

counting salivary proteins by DMFT index. Results : When salivary flow rate

increases, the pH and buffer capacity will also be increased, and the volume of saliva

will also increase so that the lower the risk of caries. So Conversely. unstimulated

salivary calcium and stimulated increased with increasing severity of caries.

Unstimulated salivary phosphorus showed significant mean in mild dental caries

while phosphorus in saliva stimulated showed a significant mean in severe caries.

Lysozyme is not associated with the DMFT index. Lactoferrin is more significant in

restored teeth of DMFT index components. Conclusions: Saliva can be used as a

diagnostic fluid to increase the risk of caries diagnosis, early detection against caries

and to raise awareness of the oral health of patients.

Keywords: Dental caries, saliva, salivary flow rate, pH, buffer capacity, salivary

calcium, salivary phosphate.

I. PENDAHULUAN

Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan

sementum, yang disebabkan oleh aktivitas mikroba dalam suatu karbohidrat yang

dapat difermentasikan. Karies ditandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras

gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi

invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal

yang dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang dapat bertambah sakit akibat

makanan atau minuman yang manis, bersuhu panas ataupun dingin. 1

Berdasarkan data di atas dan dampak karies yang telah dijabarkan, dapat

disimpulkan bahwa pencegahan terhadap karies perlu dilakukan. Salah satu usaha

Page 3: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

untuk mencegah karies adalah dengan melakukan pengukuran risiko karies. Dalam

pengukuran risiko karies, seseorang akan diukur tingkat risiko kariesnya, kemudian

diidentifikasi, dievaluasi, dan dianalisis faktor penyebab dan faktor risikonya.2,3

Dalam upaya menjalankan pencegahan, perlu diketahui terlebih dahulu

bagaimana status risiko karies yang bersangkutan sehingga dapat ditentukan apakah

berisiko tinggi atau rendah. Setelah itu, dapat ditentukan diagnosa dan rencana

perawatan sesuai dengan kondisi pasien sehingga diharapkan tidak timbul lagi karies

di masa yang akan datang.3

Secara sederhana, pemeriksaan faktor risiko karies dapat dilakukan dengan

anamnesis dan pemeriksaan intraoral. Pada anamnesis, hal yang ditanyakan meliputi

riwayat kesehatan gigi, diet sehari-hari, asupan fluor dan berkaitan dengan cara

menjaga kebersihan rongga mulut, sedangkan pada pemeriksaan intraoral, meliputi

pemeriksaan kebersihan rongga mulut, plak gigi dan saliva pasien.3

Saliva mempengaruhi proses terjadinya karies karena saliva selalu

membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan dalam rongga mulut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi dan konsentrasi saliva antara lain laju

aliran saliva, volume, pH dan kapasitas buffer saliva.2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies

Karies mempunyai tanda yaitu adanya demineralisasi jaringan keras gigi,

diikuti oleh kerusakan bahan organik sehingga mengakibatkan terjadinya invasi

bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal yang

dapat menyebabkan nyeri. Karies merupakan penyakit gigi dan mulut dengan faktor

penyebab yang multifaktorial.1 Artinya, karies dapat terjadi bila ada faktor penyebab

yang saling berhubungan dan mendukung, yaitu host (saliva dan gigi),

mikroorganisme, substrat dan waktu.1,4 Selain faktor penyebab yang langsung

berhubungan dengan karies gigi, ada beberapa faktor tidak langsung yang

berhubungan dengan karies, disebut sebagai faktor risiko. Yang dimaksud dengan

faktor risiko karies adalah faktor-faktor yang memiliki hubungan sebab akibat

Page 4: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

terjadinya karies. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah

pengalaman karies, penggunaan fluor, oral higiene, jumlah bakteri, saliva dan pola

makan.2,5

Gambar 1. Diagram keempat faktor penyebab yang mempengaruhi karies gigi

Sumber. Pengaruh stimulus pengunyahan dan pengecapan terhadap kecepatan aliran

dan pH saliva (Haroen E.R. 2002)

2.2 Fungsi saliva

Cara yang dilakukan saliva untuk melakukan peran pentingnya bisa berupa:1

1. Membentuk lapisan mukus pelindung pada membran mukosa yang akan bertindak

sebagai barier terhadap iritan dan akan mencegah kekeringan.

2. Membantu membersihkan mulut dari makanan, debris dan bakteri yang akhirnya

akan menghambat pembentukan plak.

3. Mengatur pH rongga mulut karena mengandung bikarbonat, fosfat dan protein.

Peningkatan kecepatan sekresinya biasanya berakibat pada peningkatan pH dan

kapasitas buffernya. Oleh karena itu, membran mukosa akan terlindung dari asam

yang ada pada makanan dan pada waktu muntah. Selain itu, penurunan pH plak,

sebagai akibat dari organisme asidogenik, akan dihambat.

4. Membantu menjaga integritas gigi dengan berbagai cara karena kandungan

kalsium dan fosfat. Saliva membantu menyediakan mineral yang dibutuhkan oleh

enamel yang belum terbentuk sempurna pada saat awal setelah erupsi. Pelarutan

gigi dihindari atau dihambat dan mineralisasi dirangsang dengan memperbanyak

aliran saliva. Lapisan glikoprotein terbentuk oleh saliva pada permukaan gigi

(acquired pellicle) juga akan melindungi gigi dengan menghambat keausan

karena abrasi dan erosi.

Page 5: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

5. Mampu melakukan aktivitas anti bakteri dan anti virus karena selain mengandung

antibodi spesifik (secretory IgA), juga mengandung lysozime, laktoferin dan

laktoperoksidase.

2.3 Komposisi saliva

Komposisi saliva terdiri atas 94,0%-99,5% air, bahan organik dan bahan

anorganik. Komponen organik saliva yang terutama adalah protein.1

Berikut adalah fungsi protein-protein dalam saliva:1

1. α-Amilase mengubah tepung kanji dan glikogen menjadi kesatuan karbohidrat

yang kecil. Juga karena pengaruh α-Amilase, polisakarida mudah dicernakan.

2. Lisozim mampu membunuh bakteri tertentu sehingga berperan dalam sistem

penolakan bakterial.

3. Kalikren dapat merusak sebagian protein tertentu, di antaranya faktor pembekuan

darah XII, dan dengan demikian berguna bagi proses pembekuan darah.

4. Laktoperosidase mengkatalisis oksidasi CNS(thiosianat) menjadi OSCN

(hypothio) yang mampu menghambat pertukaran zat bakteri dan

pertumbuhannya.

5. Protein kaya prolin membentuk suatu kelas protein dengan berbagai fungsi

penting: membentuk bagian utama pelikel muda pada email gigi.

6. Musin membuat saliva menjadi pekat sehingga tidak mengalir seperti air

disebabkan musin mempunyai selubung air dan terdapat pada semua permukaan

mulut maka dapat melindungi jaringan mulut terhadap kekeringan. Musin juga

untuk membentuk makanan menjadi bolus.

Di samping itu, masih ada komponen-komponen lain seperti lipid, urea,

asam amino, glukosa, amoniak dan vitamin. Sedangkan komponen anorganik saliva

terutama adalah elektrolit dalam bentuk ion seperti Na+,K+, Ca2+, Mg2+, Cl-,

SO42-, H2PO4,dan HPO4.2,6 Kadar Kalsium dan Fosfat dalam saliva sangat penting

untuk remineralisasi email dan berperan penting pada pembentukan karang gigi dan

plak bakteri. Komposisi saliva yang normal akan mempengaruhi keefektifan masing-

masing fungsi saliva dalam mempertahankan kondisi yang konstan di lingkungan

rongga mulut. 4

2.4 Sekresi saliva

Page 6: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

Keadaan sekresi saliva dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu aliran saliva,

volume saliva, pH saliva, dan buffer saliva.

a. Aliran saliva

Laju aliran saliva merupakan pengaturan fisiologis sekresi saliva. Pada

keadaan normal, laju aliran saliva berkisar antara 0,05-1,8 mL/menit. Kelenjar saliva

dapat distimulasi dengan cara mekanis yaitu dengan pengunyahan, kimiawi yaitu

dengan rangsangan rasa, neural yaitu melalui saraf simpatis dan parasimpatis, psikis

dan rangsangan rasa sakit. Bila dirangsang akan meningkat menjadi 2,5-5 mL/menit.6

Bila aliran saliva menurun, maka akan terjadi peningkatan frekuensi karies

gigi. Jika laju aliran saliva meningkat, akan menyebabkan konsentrasi sodium,

kalsium, klorida, bikarbonat dan protein meningkat, tetapi konsentrasi fosfat,

magnesium dan urea akan menurun. Dengan meningkatkannya komponen bikarbonat

saliva, maka hasil metabolik bakteri dan zat-zat toksik bakteri akan larut dan tertelan

sehingga keseimbangan lingkungan rongga mulut tetap terjaga dan frekuensi karies

gigi akan menurun.7

b. Volume saliva

Volume saliva yang disekresikan setiap hari diperkirakan antara 1,0-1,5

Liter.6 Sekresi saliva yang berkurang akan mengakibatkan mulut kering, penurunan

pengecapan, kesukaran mengunyah dan menelan makanan, timbulnya keluhan rasa

sakit pada lidah dan mukosa, juga dapat menyebabkan karies dan kehilangan gigi.

Sedangkan sekresi saliva yang berlebihan, yang ditandai dengan sekresi saliva encer

seperti air yang keluar terus-menerus sehingga mengakibatkan sudut mulut meradang

(angularcheilitis) dan dermatitis. 8

c. pH dan sistem buffer saliva

pH dan kapasitas buffer saliva memiliki hubungan yang signifikan.

Hubungan ini dilihat dari adanya hubungan secara statistik antara kapasitas buffer

saliva yang tinggi pada saliva yang tidak distimulasi dan tingkat karies rendah.

Kapasitas buffer saliva merupakan faktor primer yang penting pada saliva untuk

mempertahankan derajat keasaman saliva berada dalam interval normal sehingga

keseimbangan (homeostatis) mulut terjaga. Sistem buffer yang memberi kontribusi

utama (85%) pada kapasitas total buffer saliva adalah sistem bikarbonat dan 15%

Page 7: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

oleh fosfat, protein dan urea.9 Apabila laju aliran saliva meningkat, maka pH dan

kapasitas buffernya juga akan meningkat, dan volume saliva juga akan bertambah

sehingga risiko terjadinya karies makin rendah. 9

2.5 KLASIFIKASI RESIKO KARIES

Kelompok risiko karies tinggi didefinisikan sebagai suatu kelompok yang

berada pada risiko yang mudah terkena karies. Kelomopok risiko karies sedang

didefinisikan sebagai suatu kelompok yang berada pada risiko yang rentan terkena

karies, sedangkan kelompok risiko rendah merupakan kelompok yang berada pada

risiko yang tidak mudah terserang karies.2,3

Tabel 1. Faktor risiko karies yang rendah, sedang dan tinggiAnak-anak Dewasa

Low Risk (Resiko Rendah)

Tidak ada karies yang terjadi pada tahun terakhir

Tidak ada karies yang terjadi

Moderate Risk (Resiko Sedang)

-Ada satu lesi yang baru terjadi atau yang kambuh pada tahun terakhir

-Adanya pit dan fissur yang dalam atau tidak menyatu

-Sering mengonsumsi gula-Aliran saliva yang berkurang-Kunjungan kedokter gigi yang tidak

teratur-Pemaparan fluoride yang tidak

mencukupi-Adanya riwayat karies pada pit dan

fissur-Karies rampan-OH yang jelek-Radiolusen didaerah proksimal

-Satu sampai dua lesi karies yang baru terjadi atau yang kambuh dalam tiga tahun terakhir

-Adanya pit dan fissur yang dalam atau tidak menyatu

-Sering mengonsumsi gula-Aliran saliva yang berkurang-Kunjungan ke dokter gigi

yang tidak teratur-Pemaparan fluoride yang

tidak mencukupi-Adanya riwayat karies yang

parah

High Rish (Resiko Tinggi)

Ada dua atau lebih karies yang baru terjadi atau yang kambuh pada tahun terakhir, atau dua atau lebih dari hal-hal berikut:-Adanya pit dan fissur yang dalam atau

tidak menyatu-Sering mengonsumsi gula-Aliran saliva yang berkurang-OH yang jelek-Pemaparan fluoride yang tidak

mencukupi-Adanya riwayat karies pada pit dan

fissur-Riwayat keluarga dengan rata-rata

Ada tiga atau lebih karies dalam tiga tahun terakhir atau dua atau lebih dari hal-hal berikut:-Adanya pit dan fissur yang

dalam atau tidak menyatu-Sering mengonsumsi gula-Aliran saliva yang berkurang-Kunjungan ke dokter gigi

yang tidak teratur-Penggunaan fluoride yang

tidak adekuat-OH yang jelek-Pemaparan fluoride yang

Page 8: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

karies yang tinggi-Karies rampan-Adanya radiolusen di daerah proksimal

tidak mencukupi-Adanya riwayat mengalami

sejumlah karies yang parahSumber. Caries Risk Assessment. (Bratthal D., 2003.)

III. PEMBAHASAN

Setiap individu memiliki keadaan lingkungan rongga mulut yang berbeda

yang dapat mempengaruhi terjadinya proses karies. Oleh karena itu, pemeriksaan

faktor risiko karies harus dilakukan secara individual. Risk atau risiko didefinisikan

sebagai peluang terjadinya sesuatu yang membahayakan. Menurut Hausen et al,

risiko karies adalah kemungkinan seseorang untuk mempunyai beberapa lesi karies

dalam jangka waktu tertentu.2

Pengukuran risiko karies adalah suatu cara untuk memprediksi terjadinya

sebuah lesi karies atau berkembangnya suatu lesi yang baru dan bertujuan untuk

mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi sebelum mereka menjadi individu

dengan karies aktif, selain itu juga untuk melindungi pasien dengan risiko rendah,

yaitu dengan menentukan jadwal kunjungan berkala yang baik, serta untuk

memonitor perubahan status penyakit pada pasien dengan karies aktif.2

Pengukuran risiko karies dinilai oleh ahli sangat penting dalam manajemen

perawatan karies, sebab karies merupakan penyakit yang disebabkan oleh banyak

faktor (multifactorial disease). Jadi, pengukuran risiko karies berguna untuk

penanggulangan karies di klinik dengan membantu dental professional untuk 9 :

a.Mengevaluasi tingkat perkembangan risiko karies pasien untuk menentukan

intensitas perawatan dan frekuensi dari kunjungan berkala selanjutnya.

b.Membantu mengidentifikasi faktor etiologi utama yang berperan pada karies

tersebut karena serangan yang diterima dapat berpengaruh terhadap

perkembangan penyakit dan dalam menentukan jenis perawatan (contohnya

kontrol plak, kontrol diet, meningkatkan penggunaan fluoride,menggunakan

antimikrobial agent).

c.Menentukan apakah diperlukan prosedur diagnosa tambahan (misalnya analisa

kecepatan aliran saliva, analisa diet)

d.Membantu menentukan perawatan restorasi (misalnya desain kavitas,memilih

bahan yang akan digunakan).

Page 9: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

e.Meningkatkan rehabilitas prognosa perawatan yang telah direncanakan.

f.Menilai keefektifan perawatan pencegahan yang telah direncanakan untuk

kunjungan berikutnya.

Apabila saliva akan digunakan sebagai indikator pengukuran risiko karies,

maka harus diperhatikan kondisi saliva dalam dua keadaan, yaitu sebelum distimulasi

(unstimulated saliva) dan sesudah distimulasi (stimulated saliva).7 Saliva sebelum

distimulasi maksudnya adalah saliva yang diproduksi tanpa adanya rangsangan,

sedangkan saliva setelah distimulasi maksudnya adalah saliva yang disekresi setelah

diberi rangsangan.7

Dengan mengevaluasi laju aliran, volume, pH, kapasitas buffer, komposisi

anorganik dan protein yang terdapat dalam saliva, maka kita dapat membuat

beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya karies pada seseorang sesuai dengan

kebutuhannya, antara lain dengan mengoptimalkan kebersihan mulut, meningkatkan

pH oral, meningkatkan bioavailibilitas kalsium dan fosfat, meningkatkan pemberian

fluoride dan mengurangi frekuensi mengonsumsi karbohidrat yang mudah

difermentasi.8

Untuk uji yang menggunakan saliva sebagai media, dapat dilakukan uji

dengan melakukan uji pada faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi dan kondisi

sekresi saliva. Uji tersebut adalah:

a.Pengukuran rata-rata aliran saliva10

Rata-rata aliran saliva berkaitan erat dengan peningkatan karies. Prosedur tes

ini meliputi:

1. Parafin sebanyak 1 gr dikunyah untuk merangsang saliva.

2. Saliva langsung ditampung dengan silinder kalibrasi selama 5 menit.

3. Kemudian aliran saliva rata-rata diukur dengan cara menghitung jumlah saliva

yang terkumpul dibagi waktu yang digunakan untuk mengumpulkan saliva.

Tabel 2. Kategori risiko karies pada pengukuran rata-rata aliran saliva

KATEGORI RISIKO KARIES

Aliran rata-rata saliva

Rendah Sedang Tinggi≤ 0,7 mL/menit 0,7-1 mL/menit ≥ 1 mL/menit

Page 10: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

Sumber. Correlation between dental caries with salivary flow, pH, and buffering

capacity in adult south India population: an in-vivo study (Chitharanjan Shetty et al.,

2013; 4(2): 219-223)

b. Buffer saliva10

Metode pengukuran kapasitas buffer saliva ini di perkenalkan oleh frostell

dengan menggunakan sistem Dentobuff. Prosedur tes ini meliputi :

1. Parafin sebanyak 1gr di kunyah selama 2 menit untuk merangsang saliva.

2. Sebanyak 1 mL saliva di masukkan ke dalam tabung yang berisi larutan

Dentobuff.

3. Lalu tabung dikocok selama 10 detik

4. Kandungan karbondioksida yang ada diuapkan semala 2 menit.

5. Warna yang muncul dibandingkan dengan indikator warna yang ada pada

Dentobuff.

Tabel 3. Kategori risiko karies pada pengukuran buffer saliva

KATEGORI RISIKO KARIES

Kapasitas buffer saliva

Rendah Sedang TinggipH 5-7(warna ungu)

pH 4-5(warna hijau)

pH 3-4(wanra kuning)

Sumber. Correlation between dental caries with salivary flow, pH, and buffering

capacity in adult south India population: an in-vivo study (Chitharanjan Shetty et al.,

2013; 4(2): 219-223)

c. Kandungan anorganik saliva (kalsium dan fosfat)11

Prosedur tes meliputi :

Pertama saliva yang tidak terstimulasi dikumpulkan dari seratus orang dewasa

yang sehat ( laki-laki dan perempuan)

kemudian saliva dirangsang dengan interval satu jam

Sampel dibagi menjadi tiga kelompok ( ringan , sedang dan berat ) menurut

(DMFS)

Ion kalsium dinilai dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer

Page 11: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

Anorganik fosfat konsentrasi ion ditentukan dengan metode Molybdenum-

Vanadate menggunakan Ulteaviolet visible spectrophotometer.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa kalsium saliva yang tidak

distimulasi dan distimulasi meningkat dengan meningkatnya keparahan karies, yang

dapat dikaitkan dengan peningkatan demineralisasi kristal hidroksiapatit pada gigi

dan meningkatkan konsentrasi kalsium dalam cairan sekitarnya (saliva dan plak

gigi). Selain itu, ion kalsium sangat penting untuk penghubung adhesi mikroba dan

mempermudah pengelompokan bakteri.

Hubungan fosfor saliva yang tidak distimulasi dan distimulasi dengan tingkat

keparahan karies gigi juga diteliti, ada perbedaan signifikan antara nilai rata-rata

fosfor saliva unstimuled, meskipun mencatat rata-rata tertinggi dalam kelompok

DMFS karies ringan. Hubungan negatif dari fosfat saliva yang tidak distimulasi

dengan karies gigi mungkin karena tindakan cariostatic serta perannya sebagai

buffer dan remineralisasi gigi. Selain itu, fosfat mungkin dapat mengganggu adheren

bakteri pelikel, dan plak pada permukaan email dan juga dapat menghambat

pertumbuhan bakteri. Fosfat dalam saliva yang distimulasi menunjukkan rata-rata

yang signifikan pada DMFS kelompok karies severe.

Tabel 4 : Keparahan karies (DMFS)

dan komposisi anorganik saliva yang

tidak distimulasi

Grade Calcium #

Mean ± SDPhosphorus #

Mean ± SDMild 1,16 0,25 5,08 1,51Moderate 1,34 0,41 4,76 1,61Severe 1,55 0,37 4,85 1,14ANOVA F = 9,99 **

P < 0,01N.S

Correlation coefficient

r = 0,33P > 0,01 **n = 100

r = - 0,12P > 0,05n = 100

# Expressed in mMol/L** Highly significant

Tabel 5 : keparahan karies (DMFS)

dan komposisi anorganik saliva yang

dirangsang

Grade Calcium #

Mean ± SDPhosphorus #

Mean ± SDMild 1,06 0,15 3,39 0,89Moderate 1,29 0,32 3,62 1,17Severe 1,52 0,35 4,06 1,19ANOVA F = 20,41 **

P < 0,01F = 3,25 *P < 0,05

Correlation coefficient

r = 0,37 **P < 0,01 n = 100

r = 0,80P > 0,05n = 100

# Expressed in mMol/L* Significant, **Highly significant

Sumber. Severity of dental caries in relation to salivary parameters and inorganic

compositions among a group of 22-23 years old adults in Baghdad city. (Wejdan M.,

Wesal A. 2010; 22(2): 118-122)

Page 12: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

d. Protein saliva (Laktoferin dan lisozim)12

Prosedur tes meliputi :

Delapan puluh siswa 12 tahun dipilih dan dibagi menjadi dua kelompok: Grup A

- dengan gigi rusak dan Grup B - dengan gigi karies bebas.

Orang tua / wali masing-masing anak menandatangani formulir persetujuan dan

mengisi kuesioner mengenai kesehatan mulut dan sistemik anaknya.

Pemeriksaan klinis untuk mendiagnosa ada tidaknya karies gigi, dengan cara

indeks DMFT.

Sebanyak 1 mL saliva dikumpulkan untuk analisis protein menggunakan

elektroforesis gel poliakrilamida (SDS-PAGE).

Evaluasi kondisi rongga mulut, dengan pengalaman karies gigi, dengan

menggunakan indeks DMFT menurut kriteria WHO. Rata-rata DMFT populasi ini

adalah 2,09, 63,3% siswa menunjukkan kejadian karies, sedangkan 58,8% adalah

karies aktif (Tabel 6).

Tabel 6. Distribusi siswa menurut pengalaman karies gigi mereka.

Caries Frequency (%)

Caries experience

Caries activity

Yes (group 1)No (group 2)

Active (group A)Inactive (group B)

53 (63.3)27 (33.8)

33 (41.3)47 (58.8)

Sumber. An evaluation of the expression profiles of salivary proteins lactoferrin and

lysozyme and their association with caries experience and activity. (Felizardo et

al.,2010 ; 25(4):343-349.)

Tes Variance digunakan untuk membandingkan kelompok (dengan atau tanpa

karies) dalam hal keberadaan dan konsentrasi protein saliva. Tidak ada hubungan

antara laktoferin (LF) dan gigi yang rusak (P = 0.169) maupun antara LF dan gigi

yang rusak dan gigi yang lengkap (yang di restorasi) (P = 0.269). Namun, hasil

signifikan yang ditemukan antara kehadiran protein dan jumlah gigi yang direstorasi

(P = 0,016).

Page 13: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

Hasil statistik menunjukkan bahwa lisozim tidak berhubungan dengan indeks

DMFT. Lisozim (LZ) memberikan sebuah efek antimikroba yang cukup besar, lebih

tinggi dari LF. Ada konsentrasi yang lebih besar dari lisozim dalam saliva

(konsentrasi sekitar 41,74-93,86 mg / L) daripada laktoferin, yang hadir dalam

konsentrasi berkisar 2,95-10,49 mg / L. Hanya tiga anak (3,8%) dari studi ini gagal

untuk mengekspresikan lisozim dalam air liur mereka, meskipun tidak ada perbedaan

statistik dalam konsentrasi antara anak-anak dengan atau tanpa karies. Tidak ada

perbedaan statistik antara kelompok dengan atau tanpa karies. Namun, konsentrasi

tinggi lisozim dalam rongga mulut menunjukkan bahwa itu harus memiliki peran

penting dalam pencegahan karies gigi.

Table 7. Distribusi dari siswa dalam hubungan dengan konsentrasi lisozim

LZ

Concentration Frequency (%)< 81.55 mg/mL81.56-91.55 mg/mL> 91.65 mg/mL

24 (30.0)28 (35.0)28 (35.0)

Total 80 (100.0)Sumber. An evaluation of the expression profiles of salivary proteins lactoferrin and

lysozyme and their association with caries experience and activity. (Felizardo et

al.,2010 ; 25(4):343-349.)

Laktoferin adalah lebih signifikan pada gigi yang direstorasi, dari komponen

indeks DMFT, menurut uji Kruskall-Wallis (Tabel 8). Dari catatan adalah temuan

bahwa laktoferin adalah satu-satunya protein saliva terkait dengan indeks DMFT.

Kehadiran laktoferin tampaknya dikaitkan dengan terjadinya karies gigi, yang dapat

digunakan untuk peningkatan pemahaman etiologi, pengembangan dan pencegahan

penyakit gigi.

Table 8. Nilai rata-rata dari indeks DMFT dan komponennya secara

terdistribusi dengan kehadiran LF dan Konsentrasi LZ.

Proteins(Concentration)

DMFT Carious teeth Carious and restored teeth

Restored teeth

Page 14: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

LF presenceYesNo

LZ concentration<81.55 mg/mL81.56-91.55 mg/mL>91.56 mg/mL

2.751.55

2.791.961.61

0.830.59

0.960.640.54

0.030.00

0.000.000.04

1.75*0.73

1.581.180.86

* P=0.016; LF - Lactoferrin; LZ – Lysozyme

Sumber. An evaluation of the expression profiles of salivary proteins lactoferrin and

lysozyme and their association with caries experience and activity. (Felizardo et

al.,2010 ; 25(4):343-349.)

KESIMPULAN

Karies merupakan penyakit gigi dan mulut dengan faktor penyebab yang

multifaktorial. Salah satu faktor resiko terjadinya karies yaitu saliva. Saliva dapat

digunakan sebagai indikator pengukuran risiko karies. Apabila laju aliran saliva

meningkat, maka pH dan kapasitas buffernya juga akan meningkat, dan volume

saliva juga akan bertambah sehingga risiko terjadinya karies makin rendah. Begitu

juga sebaliknya. kalsium saliva yang tidak distimulasi dan distimulasi meningkat

dengan meningkatnya keparahan karies. Fosfor saliva yang tidak distimulasi

mencatat rata-rata tertinggi dalam kelompok DMFS karies ringan sedangkan fosfor

dalam saliva yang distimulasi menunjukkan rata-rata yang signifikan pada DMFS

kelompok karies severe. Hasil statistik menunjukkan bahwa lisozim tidak

berhubungan dengan indeks DMFT. Sedangkan laktoferin lebih signifikan pada gigi

yang direstorasi, dari komponen indeks DMFT. Kehadiran laktoferin dikaitkan

dengan terjadinya karies gigi, yang dapat digunakan untuk peningkatan pemahaman

etiologi, pengembangan dan pencegahan penyakit gigi. Keuntungan yang diperoleh

dengan melakukan pengukuran terhadap saliva sebagai suatu cara untuk menentukan

risiko karies seseorang antara lain meningkatkan diagnosa, deteksi awal terhadap

karies, meningkatkan komunikasi dan motivasi kepada pasien dan dapat

meningkatkan kepedulian pasien terhadap kesehatan rongga mulut.

Page 15: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

DAFTAR PUSTAKA

1. Kidd, Edwina A.M. Joyston,Sally. Bechal. Dasar-dasar Karies Penyakit dan

Penanggulangannya. Jakarta : EGC, 1991 : 1-17.

2. Sondang P, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat pencegahan dan

pemeliharaan. Terbitan I. Medan: USU Press, 2008 : 25-37.

3. Bratthal D. Caries Risk Assessment. Department of Cariology, faculty of

odontology, Malmo University. Sweden, 2003.

4. Haroen E.R. Pengaruh stimulus pengunyahan dan pengecapan terhadap

kecepatan aliran dan pH saliva. Jurnal Kedokteran Gigi UI 2003; 9; 29-30.

5. Farsi N. Signs of oral dryness in relation to salivary flow rate, pH, buffering

capacity and dry mouth complaints. BMC Oral Health 2007; 7-15.

6. Rantonen P. Salivary flow and composition in healthy and disease adults.

Dissertation. Helsinki, Finland : Helsinki University Central Hospital, 2003:16-

69.

7. Gopinath V.K, Azreanne A.R. Saliva as a diagnostic tool for assessment of dental

caries. Archives of Orofacial Science 2006 ; 1 ; 57-59.

8. Dhoniger S.B. Saliva and oral health. PennWell Publishing Company 2005; 25 ;

52-3.

9. Rai B, Kharb S, Anand S.C. Saliva as a diagnostic tool in medical science : a

review study. Adv. In Med. Dent 2008. Sci; 2(1): 9-12.

Page 16: Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies

10. Chitharanjan Shetty et al. Correlation between dental caries with salivary flow,

pH, and buffering capacity in adult south India population: an in-vivo study.

Ayurveda Pharm. 2013; 4(2): 219-223.

11. Wejdan M., Wesal A. Severity of dental caries in relation to salivary parameters

and inorganic compositions among a group of 22-23 years old adults in

Baghdad city. J Bagh Coll Dentistry 2010 ; 22(2): 118-122.

12. Felizardo et al. An evaluation of the expression profiles of salivary proteins

lactoferrin and lysozyme and their association with caries experience and

activity. Rev. odonto ciênc. 2010 ; 25(4):343-349.