analisis kontrastif bahasa indonesia, jawa, dan …

12
159 ANALISIS KONTRASTIF BAHASA INDONESIA, JAWA, DAN BANJAR SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PERMULAAN Suhardi dan Joko Santoso Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta email: [email protected] Abstract This study aims to identify differences and similarities among the Indonesian, Banjarnese, and Javanese languages as a basis for designing a model for Indonesian learning for beginners. Field studies were conducted in Yogyakarta Special Territory where Javanese is used and in South Kalimantan where Banjarnese is used. The data were collected through interviews, observations, and listening and were analyzed using the contrastive-synchronic technique. The findings show that similarities among the three language lie in the levels of vocabulary, phrase structure, and clause/ sentence structure. In the level of vocabulary, there are similarities in phonological and morphological aspects. In the level of phrase structure, there is a similarity in the head-modifier structure. In the level of clause or sentence, there are similar structures of S-P, S-P-O/Com, and S-P-Adv, showing that the three languages belonging to the group with the S-V-O or S-P-O paern. Keywords: contrastive analysis, Indonesian language, Javanese language, Banjarnese language PENDAHULUAN Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersifat majemuk. Bangsa Indo- nesia terdiri dari berbagai suku dan etnik yang tersebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tiap-tiap suku memiliki adat, budaya, dan bahasa yang berbeda. Da- lam hal kekayaan bahasanya, menurut Peta Bahasa Nasional, jumlah bahasa daerah di Indonesia lebih dari 450 buah, belum termasuk bahasa-bahasa yang ada di Papua yang menurut perhi- tungan terakhir sekitar 350 buah. Ba- hasa-bahasa lokal tersebut ditengarai makin terkikis dari waktu ke waktu. Pa- dahal, sesuai amanat UUD 1945, bahasa daerah itu perlu dijaga kelestariannya. Selain bahasa daerah, ada bahasa Indo- nesia yang digunakan secara nasional dan ditetapkan sebagai bahasa pengan- tar di sekolah-sekolah (UU Pendidikan, No. 20 Tahun 2003). Ciri-ciri kebahasaan antara ba- hasa Indonesia dan bahasa daerah dimungkinkan berbeda, demikian pula ciri kebahasaan bahasa daerah satu de- ngan yang lain. Dalam hal pembelajaran bahasa, perbedaan ciri-ciri kebahasaan baik antar-bahasa daerah maupun ba- hasa daerah dan bahasa Indonesia me- nyulitkan guru dalam pembelajaran bahasa. Padahal, bahasa Indonesia se- bagai bahasa pengantar di sekolah ide- alnya perlu dikuasai dengan baik oleh siswa. Terganggunya kondisi tersebut akan menghambat penyerapan semua mata pelajaran di sekolah. Yang menjadi masalah, oleh karena bahasa Indonesia harus diajarkan dengan bahasa pengan- tar bahasa Indonesia, siswa yang bahasa pertamanya bahasa daerah harus bela-

Upload: others

Post on 18-Feb-2022

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

159

ANALISIS KONTRASTIF BAHASA INDONESIA, JAWA, DAN BANJAR SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN MODEL PEMBELAJARAN

BAHASA INDONESIA PERMULAAN

SuhardidanJokoSantosoFakultasBahasadanSeniUniversitasNegeriYogyakarta

email:[email protected]

AbstractThisstudyaimstoidentifydifferencesandsimilaritiesamongtheIndonesian,

Banjarnese,andJavaneselanguagesasabasisfordesigningamodelforIndonesianlearningforbeginners.FieldstudieswereconductedinYogyakartaSpecialTerritorywhereJavaneseisusedandinSouthKalimantanwhereBanjarneseisused.Thedatawerecollectedthroughinterviews,observations,andlisteningandwereanalyzedusing the contrastive-synchronic technique. The findings show that similaritiesamongthethreelanguagelieinthelevelsofvocabulary,phrasestructure,andclause/sentencestructure.Inthelevelofvocabulary,therearesimilaritiesinphonologicalandmorphologicalaspects.Inthelevelofphrasestructure,thereisasimilarityinthehead-modifierstructure.Inthelevelofclauseorsentence,therearesimilarstructuresofS-P,S-P-O/Com,andS-P-Adv,showingthatthethreelanguagesbelongingtothegroupwiththeS-V-OorS-P-Opattern.

Keywords: contrastive analysis, Indonesian language, Javanese language,Banjarnese language

PENDAHULUANBangsa Indonesia adalah bangsa

yang bersifat majemuk. Bangsa Indo-nesia terdiri dari berbagai suku dan etnik yang tersebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tiap-tiap suku memiliki adat,budaya, dan bahasa yang berbeda. Da-lam hal kekayaan bahasanya, menurut Peta Bahasa Nasional, jumlah bahasa daerahdiIndonesialebihdari450buah,belum termasuk bahasa-bahasa yangada di Papua yang menurut perhi-tungan terakhir sekitar 350 buah. Ba-hasa-bahasa lokal tersebut ditengaraimakin terkikis dari waktu ke waktu. Pa-dahal,sesuaiamanatUUD1945,bahasadaerah itu perlu dijaga kelestariannya.Selain bahasa daerah, ada bahasa Indo-nesia yang digunakan secara nasionaldan ditetapkan sebagai bahasa pengan-

tardisekolah-sekolah(UUPendidikan,No.20Tahun2003).

Ciri-ciri kebahasaan antara ba-hasa Indonesia dan bahasa daerah dimungkinkan berbeda, demikian pula cirikebahasaanbahasadaerahsatude-ngan yang lain. Dalam hal pembelajaran bahasa, perbedaan ciri-ciri kebahasaanbaik antar-bahasa daerah maupun ba-hasa daerah dan bahasa Indonesia me-nyulitkan guru dalam pembelajaran bahasa. Padahal, bahasa Indonesia se-bagai bahasa pengantar di sekolah ide-alnya perlu dikuasai dengan baik oleh siswa. Terganggunya kondisi tersebut akan menghambat penyerapan semua mata pelajaran di sekolah. Yang menjadi masalah, oleh karena bahasa Indonesia harus diajarkan dengan bahasa pengan-tar bahasa Indonesia, siswa yang bahasa pertamanya bahasa daerah harus bela-

160

LITERA, Volume 10, Nomor 2, Oktober 2011

jar dua kali, pertama memahami bahasa pengantarnya dan kedua belajar mata pelajaran bahasa Indonesia. Hal itu me-nyulitkansiswa,terutamasiswadidae-rah pinggiran dan pedalaman.

Dipihak lain, pada sekolah per-kotaan ditengarai bahasa pertama siswa adalah bahasa Indonesia dan bahasa daerah (lokal) menjadi bahasa kedua (Suyata, 2007). Pembelajaran bahasalokal tersebut kemudian menjadi mata pelajaran muatan lokal di sekolah. Se-lama ini, pembelajaran bahasa sebagai muatan lokal ditengarai menjadi hal yang menyulitkan siswa. Tampaknya, model pembelajaran berbasis bahasa dan budaya Indonesia dapat digunakan sebagai dasar untuk mengawali pembe-lajaran muatan lokal tersebut. Bahasa dan budaya adalah sesuatu yang tidak terpisahkan sebab bahasa adalah hasil budaya itu sendiri. Analisis kontrastif antarbahasa bermuara pada pembela-jaran bahasa, budaya, dan kultur yang mendasari kebervariasian yang ada di Indonesia. Model pembelajaran bahasa Indonesia berbasis bahasa daerah dapat diperkenalkan pada guru, calon guru,atau masyarakat luas untuk mengu-rangi permasalahan yang ada.

Banyak model pengembangan pembelajaran yang telah dikemukakan oleh para ahli, baik melalui penelitian maupun kajian konseptual. Namun, tat-kala model-model itu diterapkan olehpara guru di sekolah, seringkali hasil-nya kurang efektif dan adaptabel. Hal itu disebabkan oleh kurang memadainya model atau pendekatan penelitian yang dipakai. Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisis kontrastif diharapkan diperoleh model pembelajaran bahasa Indonesia berbasis bahasa daerah dan kultur untuk optimalisasi implementasi kurikulum di sekolah.

Secara spesifik, kajian ini bertu-juan untuk (i) mengidentifikasi karak-teristik kebahasaan yang dimiliki oleh

bahasaIndonesia,Jawa,danBanjar,(ii)membandingkan karakteristik kebaha-saan tersebutsecarasinkronis,dan (iii)menemukan kekhasan masing-masingbahasa dan kesamaannya.

Hasil kajian ini bermanfaat ba-gi guru, calon guru, diknas, danmasyarakat luas. Bagi guru dan calonguru, hasil kajian ini bermanfaat seba-gaikonsepdasardalammerancangdanmenyusun model pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (B-2),khususnya bagi sekolah-sekolah yangbahasa pertama (B-1) siswanya bahasaJawa atau bahasa Banjar. Sebaliknya,hasil kajian ini juga bermanfaat sebagai dasar penyusunan model pembelaaran bahasa Jawa atau bahasa Banjar bagisiswa yang bahasa pertamanya bahasa Indonesia. Bagi diknas, hasil kajian ini memberikan manfaat bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia secarakeseluruhan. Bagi masyarakat Indone-sia, hasil kajian ini bermanfaat sebagai sarana dalam upaya memperkokoh per-satuan dan kesatuan bangsa.

Pada pasal 30 Undang-UndangDasar 1945 disebutkan bahwa bahasaIndonesia adalah bahasa negara. Selan-jutnya, bahasa Indonesia juga disebut sebagai bahasa nasional, bahasa admi-nistrasi negara, dan ditetapkan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah.Penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam proses pem-belajaran di semua jenjang pendidikan antara lain tertuang dalam Undang-UndangSisdiknas,Pasal33Ayat1No-mor 20 Tahun 2003. Di samping itu,ada ketentuan tambahan yang terkait dengan penggunaan bahasa daerah se-bagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran. Sehubungan dengan itu, disebutkan bahwa bagi daerah-daerahyang masih kesulitan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pe-ngantar masih diperbolehkan menggu-nakan bahasa daerah. Ketentuan terse-

161

AnalisisKontrastifBahasaIndonesia,Jawa,danBanjarSebagaiDasarPenyusunan...

but mengisyaratkan bahwa di daerah tertentu bahasa Indonesia belum bisa digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran di sekolah. Artinya, siswa belum memiliki kompetensi yang memadai untuk menggunakan bahasa Indonesia,baiksecarapasifmaupunak-tif, sehingga dalam pembelajaran masih harus digunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar.

Penetapan fungsi dan peran ba-hasa Indonesia seperti dikemukakan di atas memiliki konsekuensi bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan dunia pendidikan pada khusus-nya. Di satu sisi, masyarakat Indonesia dituntut agar bisa berbahasa Indonesia secara aktif dalam komunikasi sehari-hari, baik pada skala regional maupun nasional. Di sisi lain, dalam dunia pen-didikan, penguasaan bahasa Indonesia menjadi hal yang sangat penting meng-ingat proses pembelajaran untuk semua mata pelajaran diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Di samping dituntut untuk belajar ber-bahasa Indonesia, siswa juga dituntut untuk mempelajari semua mata pelaja-ran dengan bahasa Indonesia. Dengan demikian, baik atau buruknya kualitas pendidikan juga ditentukan oleh baik atau buruknya penguasaan bahasa In-donesia.

Telah diketahui bersama bahwa hasilUjianNasionalth2006,2007,2008,2009, dan 2010 untuk semua mata pela-jaran yang di-UNAS-kan belum mem-buahkan hasil seperti yang diharapkan, meskinilai rata-rata telahdiatasbatas

kelulusan. Lebih memprihatinkan lagi, apabila memperhatikan hasil UNAS mata pelajaran Bahasa Indonesia seperti dikemukakan pada tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil ujian nasional Bahasa Indonesia selama empat/lima tahun tersebut belum baik danbahkan semakinmenurun,kecualinilai rata-rata untuk jenjang SMP/MTs.tahun ajaran 2009 dan 2010 mengalami sedikit kenaikan. Karena penguasaan bahasa Indonesia merupakan prasyarat bagi penggunaan bahasa Indonesia dalam penguasaan ilmu lain, kondisi seperti itu mengisyaratkan bahwa hasil ujian nasional mata pelajaran lain pun menurun, sementara itu standar kelulu-san semakin naik.

Selain sebagai bahasa pengan-tar di sekolah, sebelum bahasa Indo-nesia dapat digunakan, bahasa daerah juga mengemban fungsi sebagai sarana pengembang budaya nasional di sam-ping sebagai bagian dari budaya itu sendiri. Oleh karena itu, dalam kuriku-lum pendidikan, mata pelajaran bahasa daerah pada umumnya diberikan ke-pada siswa sebagai muatan lokal yang salah satu tujuannya ialah untuk me-lestarikan budaya lokal sebagai bagian budaya nasional.

Studi kekerabatan bahasa Aus-tronesia telah dilakukan oleh banyak ahli. Salah satu studi kekerabatan itu dilakukanolehBlust. Dalamstudike-kerabatan, Blust menggunakan metode kualitatif yang disebut exclusively shared linguistics features. Oleh karena metode inimengacupadainovasibersamayang

Tabel 1 Rerata Hasil Ujian Nasional Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Data:BSNPdanPuspendik2006,2007,2008,2009,2010

162

LITERA, Volume 10, Nomor 2, Oktober 2011

terjadi pada bahasa-bahasa, Crowley(1997)menamakannyasebagaishared in-novation. Dengan metode ini pula, Blust (melalui Tyron, 1998) menyusun kekera-batan bahasa Austronesia sebagai beri-kut.

Induk bahasaAustronesia pecahmenjadi dua cabang primer, yaitu ke-lompokFormosadanMelayuPolinesia.Jika diteruskan, cabang yang disebutterakhir dapat dibagi lagi atas dua ca-bang utama, yaitu Melayu Polinesia Ba-ratdanMelayuPolinesiaTimur-Tengah.Selanjutnya rumpun Melayu Polinesia Timur-TengahjugadibedakanatasMe-layu Polinesia Tengah dan Timur. Baha-saJawadanbahasaBanjartermasukke-lompok Melayu Polinesia Barat. Bahasa Melayu sendiri termasuk kelompok Austronesia Barat. Dengan demikian, bahasa Indonesia yang merupakan ha-sil perkembangan bahasa Melayu juga termasuk kelompok Austronesia Barat. Jadi, bahasa Jawa, bahasa Banjar, danbahasa Indonesia termasuk bahasa se-rumpun.

Menurut Tyron (dalam Bellwood, 1998), keluarga bahasa Austronesia tersebarpalingluasdiantarakeluarga-keluarga lain di dunia, yaitu dari Eas-ter Island sampai Pulau Madagaskar. Saat ini bahasa Austronesia digunakan secara luas oleh penutur bahasa di In-donesia,Malaysia, Filipina,danMada-gaskar;bahkanjugadigunakanolehse-bagian masyarakat Taiwan, Singapura, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja.

Terkait dengan ciri kebahasaan,bahasa Jawa mempunyai karakteristikyang berbeda dengan bahasa Indonesia (Melayu). Di antaranya, di dalam bahasa Indonesia dikenal bentuk kami dan kita, sedangkanbahasa Jawa tidakmemilikibentuk padanannya (Suyata, 2007). Se-lanjutnya, bahasa Banjar adalah salah satu bahasa yang digunakan di wilayah Kalimantan Selatan. Bahasa Banjar ter-golong rumpun bahasa Austronesia

Barat, termasuk pula di dalamnya ba-hasa Melayu (Indonesia). Kondisi terse-but mengisyaratkan adanya kedekatan antara bahasa Melayu (Indonesia) dan bahasa Banjar.

MenurutFudiat(1981)adapersa-maan yang cukup besar antara bahasaBanjar, bahasa Indonesia, dan Jawa.Segi-segi kesejarahan mengindikasi-kan adanya pengaruh bahasa Melayu (sekarangbahasaIndonesia),Jawa,danDayak terhadap bahasa Banjar. Selan-jutnya Fudiat mengatakan, sejak lamakerajaan Banjar di bawah kekuasaan kerajaan di Jawa, yaitu Majapahit danDemak.PengaruhbahasaJawaterhadapbahasaBanjarcukupkuatyangditandaioleh banyaknya kata pinjaman dari ba-hasaJawa.

Berdasarkan variasi pengucapandalam kosakata yang digunakan oleh suku Banjar, bahasa Banjar dikelompok-kan menjadi dua dialek, yakni dialek Banjar Kuala dan dialek Banjar Hulu Sungai atau Banjar Hulu (Hapip dalam Fudiat, 1984: 22). Dialek BanjarKualaumumnyadipakaiolehpenduduk“asli”di sekitar kota Banjarmasin, Martapura, dan Pelaihari, sedangkan dialek Banjar Hulu dipakai oleh penduduk di dae-rah Hulu Sungai pada umumnya, yaitu daerah-daerah Kabupaten Tapin, HuluSungai Selatang, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, dan Tabalong. Varia-sipengucapanterhadapfonemterstentuantara bahasa Banjar Kuala dan bahasa BanjarHuludapatdiberikancontohse-bagai berikut.

Banjar Kuala Banjar Hulukoreng kuring ‘borok’gemet gemit ‘pelan’sedang sadang ‘sedang; cukup’senang sanang ‘senang’ujan hujan ‘hujan’hangkut angkut ‘angkut’

163

AnalisisKontrastifBahasaIndonesia,Jawa,danBanjarSebagaiDasarPenyusunan...

Dalam contoh tersebut terlihatbahwa bahasa Banjar Kuala memiliki bunyi vokal [a, i, u, e, o], sedangkan bahasa Banjar Hulu hanya memiliki bu-nyi vokal [a, i, u]. Bunyi [ ] sering di-gunakan, tetapi sesungguhnya hal itu hanya alofon atau variasi dari fonem [a] (Hapip,1997:iv).

Pohon ilmu Linguistik menga-takan bahwa Linguistik adalah bidang ilmu tentang bahasa, atau sering dise-but dengan ilmu bahasa. Ada Linguistik Deskriptifyangberusahamelihatcoraksuatu bahasa. Dengan deskripsi pula, (Kridalaksana,2007)coraksuatubahasadapat digambarkan sampai pada aspek sekecil-kecilnya,sepertiaspekfonologi,morfologi, sintaksis, dan semantisnya. Selain Linguistik Deskriptif, ada pula Linguistik Komparatif. Sesuai dengan namanya, bidang Linguistik tersebut bekerja dengan cara membanding-kan antara deskripsi bahasa satu dan deskripsi bahasa yang lain. Cara kerjaLinguistikKomparatifadaduamacam,yaitu melalui metode sinkronis dan me-tode diakronis. Metode sinkronis digu-nakan untuk membandingkan dua atau lebih bahasa dari kurun waktu yang sama, sementara metode diakronis digu-nakan untuk membandingkan dua atau lebih bahasa dari kurun waktu yang ber-beda. Metode sinkronis memanfaatkan analisis kontrastif, sementara metode diakronis menerapkan analisis historis (Suyata,1997).

Dalam perkembangannya, anali-sis kontrastif digunakan untuk pembela-jaran bahasa, khususnya untuk pembe-lajaran bahasa kedua atau bahasa asing (Parera, 1998). Para penganut analisis kontrastif mempunyai beberapa asumsi dasar sebagai berikut.a. Analisis kontrastif dapat digunakan

untuk meramalkan kesalahan atau kesulitan siswa dalam mempelajari bahasa kedua. Adanya perbedaan antara bahasa pertama dan kedua

akan memberikan kesulitan pada pembelajar dalam mempelajari baha-sakedua.Sebaliknya,adanyaaspek-aspek yang sama akan mempermu-dah pembelajar dalam mempelajari bahasa kedua.

b. Analisis kontrasftif dapatmemberi-kan sumbangan dalam mengurangi proses interferensi dari bahasa per-tama ke bahasa kedua (termasuk ba-hasa asing).

c. Dalam analisis kontrastif, ada duaistilahyangseringmuncul,yaituin-terferensi dan tranfer (Parera, 1998). Interferensi terjadi jika tingkah laku lama berpengaruh terhadap hal-halbaru yang sedang dipelajari. Dalam linguistik istilah itu digunakan un-tuk merunjuk ke interaksi berbahasa, seperti pinjaman linguistik dan alih kode yang terjadi sewaktu dua ba-hasa berkontak. Sementara itu, trans-fer menurut para psikolog tingkah laku, merujuk pada proses peng-gunaan pengalaman yang silam se-cara otomatis, tidak terkendali, danbersifat bawah sadar, dalam usaha menjawab tantangan baru. Dalam hal ini dapat terjadi tranfer positif atau tranfer negatif. Tranfer negatif terjadi jika bentuk lama tidak ter-dapat pada situasi baru, sedangkan tranfer positif terjadi jika kebiasaan lama dan baru terdapat persamaan. Dalam belajar bahasa kedua, seorang pembelajar melakukan tranfer baik positif maupun negatif.Selanjutnya, Parera menyaran-

kan langkah-langkah analisis kontras-tif sebagai berikut: (i) tempatkan satu deskripsistrukturalbahasa-bahasayangakan dibandingkan, (ii) rangkum dalam suatu ikhtisar yang terpadu semua ke-mungkinan pada setiap tataran analisis bahasa yang diteliti, dan (iii) bandingkan dua bahasa itu struktur demi struktur. Dari langkah itu ditemukan pola-polayang sama dan yang berbeda. Dengan

164

LITERA, Volume 10, Nomor 2, Oktober 2011

demikian, dapat diramalkan kemung-kinan hambatan dalam pembelajaran bahasa-bahasatersebut.

Ada dua istilah yang berdekatan dalam pembelajaran bahasa kedua, yaitu pembelajaran bahasa dan pemerolehan bahasa. Pembelajaran bahasa dilakukan secarasengajadalamsituasiformal,bi-asanya di kelas atau sekolah dengan bantuan guru, sementara pemerolehan dilakukansecara tidaksengajadanda-lam situasi nonformal. Dalam belajar bahasa ada teori tranfer dan interferensi, sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua ada teori identity hypotesis, input hypothesis, natural order hypothesis, moni-tor hypothesis, dan affective filter (Setiawati danKushatanti, 2007). Hipotesis terse-but memberikan petunjuk bagaimana seseorang memperoleh bahasa kedua.

METODE Penelitian ini dilakukan dengan

pendekatan research and development. Pendekatan ini digunakan dalam dua hal, yaitu kajian lapangan dan perumu-san model pembelajaran. Data diperoleh melalui survei dengan beberapa teknik, yaituwawancara,observasi,danpenyi-makan. Analisis data dilakukan dengan analisis kontrastif-sinkronis dan hasilyang diperoleh berupa deskripsi kesa-maan dan perbedaan aspek kebahasaan serta aspek budaya yang melatarbela-kanginya. Hasil ini kemudian diguna-kan sebagai dasar perumusan model pembelajaran bahasa berbasis kultur.

Studi lapangan dilakukan di wilayah pemakaian bahasa Jawa, yaitudi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan di wilayah pemakaian bahasa Banjar, yaitu di Kalimantan Selatan. Informan yang dilibatkan dalam studi lapangan ialah penutur asli bahasa Jawa dan penuturasli bahasa Banjar yang memenuhi krite-riayangtelahditetapkan:usia30-50ta-hun,sehat,dapatberbicaradenganjelas,mobilitas rendah, pendidikan minimal

SD, penduduk asli, dan bisa berbahasa Indonesia.

Instrumenyangdigunakanberu-pa daftar tanyaan yang berkenaandengan kosakata, struktur frasa, dan strukturklausa/kalimat.Daftartanyaankosakata terdiri atas 600 pertanyaan yang terkait dengan 16 medan leksikal (medan budaya). Daftar tanyaan fraseberjumlah 100 yang aplikasinya dike-mas dalam bentuk kalimat atau ceritadan daftar tanyaan kalimat berjumlah100yangaplikasinyaberupaceritaataudialog ringan.

HASIL DAN PEMBAHASANKajianinidilakukanmelaluiana-

lisis kontrastif antara bahasa Indonesia, Banjar,danJawa.Hasilnyaialahdeskrip-si perbedaan dan kesamaan aspek keba-hasaanantarabahasaIndonesia-Banjar,Indonesia-Jawa,dan Jawa-Banjar.Hasilkajian ini diharapkan dapat dimanfaat-kan sebagai dasar penyusunan model pembelajaran bahasa, baik pembelaja-ran bahasa Indonesia, Banjar, maupun Jawa denganmempertimbangkan pulaaspekkulturataubudayayangmelatar-belakanginya.

Kajian ini direncanakan dan di-laksanakan dengan didasarkan pada asumsi bahwa antara bahasa Indonesia, Banjar,danJawaterdapatkesamaan-ke-samaan unsur dan struktur kebahasaan. Kesamaan unsur dilihat melalui anali-sis kontrastif pada tataran kosakata, baik mengenai unsur fonologis (bunyi/fonem) maupun unsur morfologisnya. Di samping itu, kesamaan struktur di-lihatmelaluianalisiskontrastifpadata-taran frasa dan klausa/kalimat. Asumsi itu dilandasi oleh hasil studi Linguistik Historis Komparatif yang mengung-kapkan bahwa bahasa Indonesia dan Jawamerupakan satu kelompok, yaitukelompok bahasa Austronesia Barat. Di samping itu, yang juga termasuk kelom-pokAustronesiaBarat ialahbahasa-ba-

165

AnalisisKontrastifBahasaIndonesia,Jawa,danBanjarSebagaiDasarPenyusunan...

hasadiMadagaskar,Malaysia,Filipina,dan di wilayah Indonesia bagian barat, seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan NTB (Blust melalui Tyron,1998). Dengan demikian, bahasa Indo-nesia(Melayu),Jawa,danBanjaradalahbahasa-bahasa yang termasuk dalamkelompok bahasa Astronesia Barat. Pada umumnya, bahasa-bahasa yang beradadalamsatukelompokitumemilikikarak-teristik yang relatif sama, walaupun da-lam perkembangannya tercipta perbe-daan-perbedaan.

Melalui kajian ini kesamaan un-sur dan struktur kebahasaan antara ba-hasaIndonesia,Banjar,danJawadapatdideskripsikan. Berdasarkan hasil anali-sis kontrastif dapat diketahui bahwa antaraBI,Banjar,danJawaterdapatke-samaan atau kemiripan, baik mengenai aspek kosakata, fonologis, morfologis, maupun sintaktisnya. Kesamaan atau kemiripan itu dapat dikemukakian se-bagai berikut.

Perbedaan dan Kesamaan dalam Tat-aran Kosakata

Pada tataran kosakata ditemukan korespondensi bunyi antara BI, Banjar, danJawa.Korespondensiketigabahasaitu menampakkan tingkat kesamaan atau kedekatan yang berbeda-beda.Sebagian data menunjukkan bahwa BI lebih mirip dengan BB, tetapi sebagian data yang lain menampakkan bahwa BI lebihmiripdenganBJ.

Contoh data pada tabel di atasmenunjukkan bahwa BI sama dengan BB, sedangkan keduanya memiliki kemiripandenganBJ.Pasangankatadi

dalam tabel itu menampakkan adanya korespondensi antara bunyi [ə] dalamBJ,bunyi[a]dalamBB,danbunyi[a]da-lam BI. Artinya, BB lebih mirip dengan BIdaripadadenganBJ.Namun,pasang-an kata dalam tabel berikut menampak-kan gejala yang berbeda.

Pasangan kata di dalam tabel di atas menampakkan adanya korespon-densiantarabunyi [ə]dalamBJ,bunyi[a] dalam BB, dan bunyi [ə] dalam BI.Artinya,BJ lebihmiripdenganBIdari-pada dengan BB. Sehubungan dengan tujuan penelitian ini, hasil analisis kon-trastif yang menunjukkan adanya gejala semacamitutetapdapatdimanfaatkan.Lebih lanjut dapat dilaporkan bahwa padaumumnyapasanganbunyi[ə]In-donesia-Jawaberkorespondensidenganbunyi[a]dalamBB,sedangkanpasang-an bunyi [a] dalam BI-Banjar hanyasedikit yang berkorespondensi dengan bunyi [ə]dalamBJ.Bunyi [ə]dalamBIbanyak yang berkorespondensi dengan bunyi [a] dalam BB. Sekali lagi, adanya gejala semacam itu tetapdapatdiman-faatkan dalam penyusunan model pem-belajaran bahasa kedua berbasis bahasa daerah.

Selanjutnya,dikemukakankores-pondensiantarabunyi[w]dalamBJ,bu-nyi [b] dalam BB, dan bunyi [b] dalam BI. Hal itu dapat dipahami lebih jelas melalui tabel berikut ini.

166

LITERA, Volume 10, Nomor 2, Oktober 2011

Pasangan kata dalam tabel di atas menunjukkan bahwa bunyi [b] dalam BI dan Banjar berkorespondensi de-nganbunyi[ə]dalamBJ.Korespondensiitu menampakkan bahwa ketiga bahasa itu termasuk bahasa-bahasa serumpunyangcukupdekat.

Hal lain yang dapat dilaporkan adalah adanya korespondensi antara bunyi [e] dalam BJ, diftong [ay] dalam BB, dan diftong [ay] dalam BI. Hal itu tampakpadacontohberikut.

Tabel di atas menunjukkan bahwa bunyi-bunyi[e]dalamBJsecarakonsis-ten berkorespondensi dengan bunyi [ay] dalam BB dan BI. Selain itu, dapat dike-tahui pula bahwa kata-kata dalam BBtersebut sama persis dengan kosakata dalam BI. Tampaknya pengaruh BI, dulu disebut bahasa Melayu, terhadap BBcukupkuat.

Analisis kontrastif BJ-Banjar-In-donesia juga menunjukan bahwa telah terjadi korespondensi antara bunyi [o] dalamBJ,bunyidiftong[aw] dalam BB, danbunyidiftong[aw] dalam BI. Hal itu tampak pada tabel berikut.

Padatabeldiatasterlihatpasang-an kata BJ-Banjar-Indonesia yang me-

nampakkan korespondensi bunyi yang berulang sama. Bunyi [o] dalam BJmenjadidiftong [aw] dalam BB dan BI. Tampaknya, hal tersebut menunjukkan bahwa penutur BJ tidakmenyukai bu-nyi vokal rangkap, sehingga bunyi itu disederhanakan menjadi bunyi monof-tong[o]dalamBJ.

Bunyi [o] atau [ ]dalamBJmen-jadi bunyi [u] dalam BB, tetapi bunyi [o] dalamBJbisamenjadibunyi[o]atau[u]dalamBI.Hal itu tampakpada contohberikut ini.

Pasangan kata pada tabel di atas dapat menunjukkan bahwa bunyi [o] atau [ ]dalamBJberkorespondensise-carateraturdenganbunyi[u]dalamBB.Bunyi [ ]dalamBJmenjadibunyiyangsama [ ] dalam bahasa Indoensia. Na-mun, bunyi [o] dalam BJ bisamenjadibunyi [o] atau [u] dalam BI.

Selain itu, data juga menunjuk-kanbahwabunyi[r]dalamBJberkore-spondensi dengan bunyi [d] dalam BB, sedangkan dalam BI bisa menjadi [d] atautetap[r].Halitutampakpadacon-toh berikut.

Tabel tersebut menunjukkan te-lah terjadi korespondensi antara bunyi [r] dalam BJ dan bunyi [d] dalam BB.Sebaliknya, juga terjadi korespondensi antara bunyi [d] dalam BJ dan bunyi[r] dalam BB. Demikian pula, bunyi [r]

167

AnalisisKontrastifBahasaIndonesia,Jawa,danBanjarSebagaiDasarPenyusunan...

dalamBJbisamenjadibunyi[r]atau[d]dalamBI,sebaliknyabunyi[d]dalamBJbisa menjadi bunyi [r] dalam BI.

Selain kosakata yang kontras, terdapat pula bentuk-bentuk kosakatayang sama antara BJ, BB, danBI. Beri-kut adalah contoh-contoh yang dapatdisebutkan.

Bentuk-bentuk yang samapersisantaraBJ,BB,danBIberjumlah cukupbanyak. Kondisi tersebut pantas diduga disebabkan oleh adanya pengaruh ba-hasa pada masa kejayaan pemerintahan MajapahitdanSriwijaya.

Perbedaan dan Kesamaan dalam Tat-aran Frasa

Pada tataran frasa, ada kesamaan antarastrukturfrasaBJ,BB,danBI.Frasaketiga bahasa itu memiliki struktur DM. Halitutampakpadacontohberikut.

Pada tabel di atas, dapat dilihat adanya kesejajaran antara struktur frasa BJ,BB,danBI.Baikfrasanomina,verba,adjektiva, bilangan, preposisi, posesif, maupun adverbia memiliki struktur yang sama, yaitu Diterangkan – Mene-rangkan. Kenyataan tersebut mem-perkuat penemuan Blust (1994) yang terkait dengan subgrouping bahasa Aus-

tronesia. Blust menemukan bahwa BJ,Melayu, dan Banjar termasuk kelompok Bahasa Austronesia Barat. Subgrouping dilakukan dengan metode Exlusively Shared Linguistics Features yang memper-hitungkan sifat-sifat linguistik bahasa-bahasa yang diteliti. Metode Blust juga dikenal sebagai metode kualitatif dalam subgrouping (Bellwood, 1998). Kondisi

168

LITERA, Volume 10, Nomor 2, Oktober 2011

tersebut memperlihatkan bukti-buktiadanya kesamaan sifat-sifat linguistikantaraBJ,Melayu(Indonesia),danBan-jar.

Perbedaan dan Kesamaan dalam Tat-aran Klausa/Kalimat

Data menunjukkan bahwa pada tataran klausa/kalimat, struktur klausa/kalimatBJ,BB,danBIadalahsama.Buk-ti-buktikearahitudapatdiamatipadacontohberikut.

Kesejajaran strtuktur klausa/kali-matBJ,BB,danBItampakdarisusunanSubjek-Predikat-Objek/Pelengkapnya-Keterangan. Hal tersebut sesuai dengan yangdikatakan ahli-ahli terdahulu, se-pertiBlust (1994)danBellwood (1995).Dikatakannya bahwa bahasa Astronesia Barat,sepertiJawadanBanjarbersusun-anV-OatauS-P-OdanbahasaAustro-nensia Timur bersusunan O-V atau S-O-P.Implementasi dalam Pembelajaran Ba-hasa Indonesia Permulaan

Dalamduniapendidikan,khusus-nya pembelajaran bahasa, terutama pada tingkat pemula, kesamaan kosakata dan struktur antara B-1 (bahasa pertama)danB-2(bahasakedua)akanmemudah-

kan peserta didik dalam mempelajari bahasa kedua. Jadi, pesertadidik yangberbahasapertamaBJakanlebihmudahdalam mempelajari BI atau BB sebagai bahasa kedua; peserta didik yang ber-bahasa pertama BB akan lebih mudah dalam mempelajari BI atau BJ sebagaibahasa kedua; peserta didik yang ber-bahasa pertama BI akan lebih mudah dalammempelajari BJ atau BB sebagaibahasakedua;atausebaliknya.

Bahasadaerah(BJatauBB)sudahdikenal siswa sejak mereka lahir, karena bahasa itu merupakan bahasa pertama (B-1) atau bahasa ibumereka. Kontrasantara B-1, yang sudah mereka kenal,dan bahasa kedua (B-2), akan memu-dahkanmereka belajar B-2, khususnyapada SD permulaan. Dalam pembela-jarankosakata,misalnya,pertama-tamadapat diperkenalkan kosakata B-1 danpadanannya dalam B-2. Guru dapatmemilih sejumlah kosakata yang sama atau mirip untuk digunakan sebagai materi pembelajarannya.

Di samping itu, belajar bahasa tidak terlepas dari belajar budaya,mi-salnya,belajarbahasaJawa,bahasaBan-jar, dan Indonesia juga tidak lepas dari budaya Jawa, budaya Banjar, dan bu-daya Indonesia. Dengan demikian, bela-jar bahasa dapat dilakukan dengan titik tolak bahasa dan budaya. Misalnya, di samping mirip atau sama, kosakata yang akan digunakan sebagai materi pembe-lajaran dipilih berdasarkan kesamaan latar belakang budaya siswa: pekerjaan, tempat tinggal, kekerabatan, kebiasaan hidup,pranatasosial,kepercayaan,pe-namaanbenda-bendadisekitarnya,dansebagainya.

Karena BI, BJ, dab BB memilikikesamaan struktur frasa, yaitu ketiga-nya berstruktur D-M, pembelajaranyang terkait dengan keterampilan pe-makaian kelompok kata akan menjadi mudah. Artinya, siswa tidak mengalami kesulitan dan kesalahan dalam me-

169

AnalisisKontrastifBahasaIndonesia,Jawa,danBanjarSebagaiDasarPenyusunan...

nyusun kelompok kata. Dalam hal ini, tentu saja,materipembelajaransebaik-nya tidak berkenaan dengan struktur frasa yang kebetulan berbeda.

Seperti dalam pembelajaran ko-sakata, pembelajaran struktur frasa juga dapat dilakukan dengan bertitik tolak pada kesamaan aspek budaya yang dekat dengan kehidupan siswa, sesuai dengan perkembangan usianya. Arti-nya, dalam pembelajaran struktur frasa, guru dapat memilih aspek budaya yang sama yang berkenaan dengan tema kehidupan yang sesuai dengan usia perkembangan siswa. Baru kemudian memilih frasa-frasa yang sama antaraB-1 dan B-2 yang berkenaan dengantema kehidupan siswa tersebut. Dengan demikian, siswa tidak akan mendapat-kan kendala dalam pembelajaran.

Sama seperti halnya pembelajar-an kelompok kata, pembelajaran ka-limat dapat menggunakan model terje-mahan kata per kata karena struktur ka-limat ketiga bahasa itu tidak berbeda. Di samping itu, guru juga bisa memanfaat-kan kesamaan aspek budaya. Dengan demikian, materi pembelajaran yang terkait dengan penguasaan kompetensi pengalimatan dapat dipilih atau diten-tukan secara tematik. Tema-tema yangdipilih dan ditentukan tentu saja harus berkenaan dengan hal-hal yang sudahfamilier bagi siswa. Misalnya, sopan santun, gotong royong, kepedulian so-sial, kejujuran, kepercayaan, tanggugjawab, ketangguhan, keberanian, per-cayadiri,kebersihan,kesehatan,danse-jenisnya adalah tema-tema yang dapatdipilih oleh guru.

SIMPULANPada kajian ini dihasilkan deskrip-

si kemiripan dan kesamaan antara BI, BB, dan BJ. Kesamaan dan kemiripanketiga bahasa itu berkenaan dengan as-pek kebahasaan pada tataran kosakata,

struktur frasa, dan struktur klausa/kalimat. Pada tataran kosakata, ketiga bahasa itu menampakkan (i) kesamaan kata dan (ii) kemiripan kosakata yang ditandai oleh adanya korespondensi bu-nyi pembentuknya. Pada tataran frasa, ketiga bahasa menampakkan kesamaan struktur, yaitu berstruktur Diterangkan-Menerangkan (DM). Pada tataran klausa/kalimat, ketiga bahasa menampakkan struktur yang sama, baik pada klausa yang berstruktur S-P, S-P-O/PEL,mau-pun S-P-K. Artinya, ketiga bahasa itutermasuk kelompok bahasa yang ber-polaS-V-OatauS-P-O.

Karena BI, BJ, dan BB memilikibanyak kesamaan dan kemiripan, baik aspek kosakata maupun struktur sin-taksisnya (struktur frasa, klausa, dan kalimat), pembelajaran bahasa dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan kesamaan atau kemiripan itu, khusus-nya pada tahap permulaan. Aspek ke-bahasaan yang dipilih sebaiknya berke-naan dengan kesamaan aspek budaya yang dimiliki siswa dan pembelajaran bersifat tematik yang telah familier bagi siswa, misalnya sopan santun, gotong royong, kepedulian sosial, kejujuran, kepercayaan, tanggug jawab, ketang-guhan,keberanian,percayadiri,keber-sihan, kesehatan, dan sejenisnya.

Berdasarkan hasil kajian ini disa-rankan kepada semua pihak yang ber-tanggung jawab terhadap pembelajaran bahasaIndonesia,Jawa,atauBanjarun-tuk memper timbangkan model pembe-lajarannya dengan memanfaatkan kesa-maan dan kemiripan yang dimiliki oleh ketiga bahasa itu, baik mengenai ko-sakata, struktur frasa, maupun struktur klausa/kalimatnya. Paling tidak, kesa-maan dan kemiripan aspek kebahasaan itu digunakan pada tingkat awal agar peserta didik tidak mengalami kesulitan mempelajari dan menguasai ketiga ba-hasa tersebut.

170

LITERA, Volume 10, Nomor 2, Oktober 2011

UCAPAN TERIMA KASIHUcapanterimakasihdisampaikan

kepadaDirekturP2MJakartayangtelahmemberikan kesempatan dan biaya un-tuk melakukan penelitian yang kemu-dian ditulis dalam artikel ini. Selain itu, terima kasih disampaikan pula kepada tim redaksi majalah Litera yang telah memberikan masukan untuk perbaikan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKAAdelaar, Alexsander. K. 1995. Borneo

asAcross-roads forComparativeAustronesian Linguistics dalamBellwood The Austronesian: His-torical and Comparative Perspective. Canberra:ANUPrintingService.

Bellwood,Petterdkk.1998.The Austro-nesian: Historical and Comparative Perspective.Canberra:ANUPrint-ingService.

Budi Kusworo. 2006. “PengendalianMutu Pendidikan Dasar dan Me-nengah”. Jurnal Puspendik Vol 3/No.1.

Crowley,Terry.1997.An Introduction to Historical Linguistics. Suva: Iniver-sityofPapua,NewGuinea.

Dhanawati, Ni Made. 2002. “VariasiDialektal Bahasa Bali di Daerah Transmigrasi Lampung Tengah”. Disertasi.UniversitasGajahmada.

Fudiat,Suryadikara.1981.“BentukKa-ta-kata Pungut Bahasa Jawa da-lam Bahasa Banjar”. Penelitian : ILDEP.

Gibson, Joseph. 1998. “Education andPlutalism” In Thomas . Labelle (ed) Education and Development: Latin America and the Caribbean.Angelos: LatinAmericanCenter,UCLA.

Hapip,AbdulDjebar.1997.Kamus Baha-sa Banjar-Indonesia,EdisiIII1997.Banjarmasin:PT GrafikaWangi,Kalimantan-Banjarmasin.

Kridalaksana,Harimurti.2007.“Bahasadan Linguistik”. dalam Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Linguistik.Jakarta:GramediaPus-taka Utama.

Parera, Yos Daniel. 1998. Linguistik Edu-kational : Metode Pembelajaran Ba-hasa, Analisis Kontrastif Antar-ba-hasa, Analisis Kesalahan Berbahasa. Jakarta:Erlangga.

Pujiati, Suyata. 2007.“Status IsolekBa-hasa Jawa Sala-Yogya dan Imp-likasinya bagi bahasa Standar”. LiteraVol1/No.1.Hal.1-15.

Pujiati, Suyata. 1997. “BahasaPertamaAnak Prasekolah di Kota Yog-yakarta”. Penelitian, Universitas Negeri Yogyakarta.

Suhardi. 2009. “Analisis Kontrastif Ba-hasa Indonesia-Daerahdan Imp-likasinya dalam Pembelajaran Bahasa Kedua: Model Multikul-turalisme dalam Pembelajaran Bahasa”. Penelitian. DP2M, Dikti.

Tyron, Darrell. 1998. “Proto-Austrone-sian and the Mayor Austronesia Subgroups” dalam Bellwood, Pe-ter, dkk. (1998) The Austronesian: Historical and Comparative Perspec-tive.Canberra:ANUPrinting.

SetiawatiD.danKushatanti.2007.“As-pek Kognitif Bahasa” dalam Peso-na Bahasa: Langkah Awal Mema-hami Linguistik.Jakarta:GramediaPustaka Utama.