analisis power budget jaringan komunikasi...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS POWER BUDGET JARINGAN KOMUNIKASI
SERAT OPTIK PT TELKOM
DI STO JATINEGARA
SKRIPSI
AUZAIY
0404037029
FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
DEPOK
DESEMBER 2008
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS POWER BUDGET JARINGAN KOMUNIKASI
SERAT OPTIK PT TELKOM
DI STO JATINEGARA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik Elektro
AUZAIY
0404037029
FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
DEPOK
DESEMBER 2008
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Auzaiy
NPM : 0404037029
Tanda Tangan :
Tanggal : 11 Desember 2008
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Auzaiy
NPM : 0404037029
Program Studi : Teknik Elektro
Judul Skripsi : Analisis Power Budget Jaringan Komunikasi Serat
Optik PT Telkom di STO Jatinegara
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik Elektro pada Program Studi Teknik Elektro, Fakultas
Teknik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ir. Hj. Rochmah NS, M.EngSc ( )
Penguji : Fitri Yuli Zulkifli ST. MSc ( )
Penguji : Dr.Ir. Arman Djohan Diponegoro ( )
Ditetapkan di : Kampus UI Depok
Tanggal : 11 Desember 2008
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi
ini tepat pada waktunya yang merupakan salah satu syarat mencapai gelar Sarjana
Teknik Elektro pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia, tempat dimana saya
menuntut ilmu sejak bulan September 2004. Saya sangat menyadari bahwa, tanpa
bantuan dari berbagai pihak, maka sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya
ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ir. Hj. Rochmah NS, M.EngSc, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
membimbing saya dalam menyusun skripsi ini;
2. Pak Agus Supriatna yang telah membantu saya dalam pengukuran dan telah
bersedia memberikan data-data yang saya btuhka untuk pengerjaan skripsi ini;
3. Pak Sarwa selaku Menejer HRD PT TELKOM Jatinegara yang telah
memberikan ijin kepada saya untuk melakukan pengambilan data di PT
TELKOM Jatinegara;
4. Ibu Hawana dan Mbak Evi selaku HRD PT TELKOM Jatinegara yang telah
membantu saya mempercepat pengurusan proses pengambilan data;
5. Mercator Office, yang telah memberikan saya tempat yang kondusif untuk
mencari literatur, mencari perangkat lunak, dan menyusun skripsi;
6. Abu dan Umi yang telah memberikan dukungan moral dan material serta doa
yang sangat berarti untuk saya;
7. Teman-teman Kost saya semua Toki, Mas Tion, Wiwin yang telah banyak
membantu saya selam prose pengerjaan skripsi ini;
8. Teman-teman saya dikampus telah memberi masukan dan bersedia
meluangkan waktu mendengarkan segala ide dan keluh kesah saya selama
masa penyusunan skripsi ini;
9. Sahabat-sahabat lain yang telah membantu dalam berbagai hal.
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan skripsi ini. Dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pembacanya.
Depok, 11 Desember 2008
Penulis
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Auzaiy
NPM : 0404037029
Program Studi : Teknik Elektro
Departemen : Teknik Elektro
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Analisis Power Budget Jaringan Komunikasi Serat Optik PT Telkom
di STO Jatinegara
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-
kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok, Indonesia
Pada tanggal : 11 Desember 2008
Yang menyatakan
(Auzaiy)
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
ABSTRAK
Nama : Auzaiy
Program Studi : Teknik Elektro
Judul : Analisis Power Budget Jaringan Komunikasi Serat Optik PT
Telkom di STO Jatinegara
Dalam suatu sistem komunikasi serat optik, kita tidak akan lepas dari perhatian
anggaran daya (power budget). Sistem komunikasi optik berjalan baik dan lancar
apabila tidak kekurangan anggaran daya (power Budget) dan anggaran waktu
bangkit (Rise Time Budget).Pada skripsi ini hanya akan membahas tentang
perhitungan dan analisis power budget. Analisis power budget ini sangat penting
dilakukan secara berkala untuk menilai dan mengevaluasi kelayakan suatu
jaringan komunikasi optik. Analisis power budget pada skripsi ini akan dilakukan
untuk jaringan komunikasi yang berada dalam area cakupan STO Jatinegaran PT
TELKOM.
Kata kunci: serat optik, power budget, jaringan
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
ABSTRACT
Name : Auzaiy
Study Program : Electrical Engineering
Title : Power Budget analysis of fibre optic communication
network in PT Telkom - STO Jatinegara ( Analisis Power
Budget Jaringan Komunikasi Serat Optik PT Telkom di
STO Jatinegara )
In a fibee optic communications system, we have to give attention to the
importance of power budget. Optic Communications System will be on the best
work and condition if there is not lack of Power Budget and Time Rise Budget.
This skripsi will only get down the cases about calculation and analysis of power
budget. This Power budget analysis is very importance to conduct periodically in
order to assess and evaluate elegibility of an optic communications network. On
this skripsi, the object of power budget Analysis is communications network in
coverage area of PT TELKOM - STO Jatinegara.
Key words: satellite MPLS, ECN, IP packet data
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….. iii
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH………………………... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS…………………………… vi
ABSTRAK…………………………………………………………………… vii
ABSTRACT………………………………………………………………….. viii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. ix
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………. xiii
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………….. xiv
1. PENDAHULUAN………………………………………………………… 1 1.1 Latar Belakang Penelitian……………………………………………… 1
1.1.1 Perumusan Masalah……………………………………………. 2
1.1.2 Faedah yang Diharapkan………………………………………. 2
1.1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………. 2
1.2 Batasan Masalah……………………………………………………….. 2
1.3 Sistematika Penulisan………………………………………………….. 3
2. SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK………………………………. 5 2.1 Serat Optik....................................................……………….…………... 5
2.1.1 Komponen Serat Optik ……………….................................…... 5
2.1.2 Cara Kerja Serat Optik .....................………………..…………. 6
2.1.3 Jenis Serat Optik........................................................................... 7
2.2 Rugi-rugi Serat optik ……………………………………..……………. 9
2.2.1 Rugi-rugi Absorpsi(Penyerapan)……………………………….. 10
2.2.2 Rugi-rugi Pada Inti dan Cladding…………………………..….. 11
2.2.3 Rugi-rugi Pada Konektor dan Splice……………..…………….. 11
2.2.4 Hamburan…….....................................................……………… 13
2.2.5 Pembengkokan………………………………………………….. 14
2.2.6 Coupling Loss………………………………………..…………. 15
2.3 Analisis Power Budget………………………………………………… 16
2.3.1 Satuan Pengukuran Power Budget ……………………………. 18
2.4 Jaringan Telekomunikasi Serat Optik ………........................................ 19
2.4.1 Topologi jaringan serat optik ………………………………….. 19
2.4.1.1 Topologi bus.................................................................... 19
2.4.1.2 Topologi Star………………………………….……….. 20
2.4.1.3 Topologi Ring …………………………………………. 20
3. JARINGAN AKSES SERAT OPTIK DI PT TELKOM STO
JATINEGARA SERTA APLIKASI SDH DAN MODUL SDT1………… 22
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
3.1 Jaringan Akses STO Jatinegara………………………………………... 22
3.1.1 FTTZ……………………………………………………..…….. 22
3.1.2 FTTC……………...................................................……………. 23
3.1.3 FTTB………………………………….……………………….. 24
3.1.4 FTTH…………………………………………………………... 24
3.2 Ring SDH STO Jatinegara ….......................……………….....…..…... 25
3.3 Perangkat SDH SDT1 ............................................................................. 29
4. ANALISIS DAN PERHITUNGAN POWER BUDGET………………. 31
4.1 Analisis Masalah dan Metode Perhitungan Power Budget………….… 31
4.2 Perhitungan Power Budget…………………………………………..… 31
4.3 Analisis Power Budget........................................................................... 36
4.3.1 STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBP – FCLB
(LinkA)………………………………………………………..………. 37
4.3.2 STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBB – RBD
(Link B)……………………………………………………………….. 38
4.3.3 STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBR – RBC
(Link C)………………………………………………………………. 40
4.3.4 STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBS (Link D) ……. 42
4.3.5 Perbandingan power budget antar link…………………………. 44
5. KESIMPULAN DAN PENUTUP……………………………………….. 48
DAFTAR ACUAN/REFERENSI…………………………………….......… 49
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 50
Lampiran......................................................................................................... 51
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur fiber optic ................................................................. 5
Gambar 2.2 Skema transmisi serat optik ................................................... 6
Gambar 2.3 Perambatan cahaya pada serat optik yang lurus...................... 6
Gambar 2.4 Perambatan cahaya pada serat optik yang melengkung ........ 6
Gambar 2.5 Fiber optic single mode……………….…………….……... 7
Gambar 2.6 Serat optik multimode ..................................................…….. 8
Gambar 2.7 Step Index Multimode ............................................................. 9
Gambar 2.8 Grand Index Multimode ......................................................... 9
Gambar 2.9 Mulekul-Mulekul air yang terdapat dalam inti glass ............. 10
Gambar 2.10 Splice pada 2 buah fiber optic ................................................ 12
Gambar 2.11 Rugi-rugi pembengkokan makro ............................................. 14
Gambar 2.12 Pembengkokan mikro pada serat optik akibat tekanan dari
luar kabel ................................................................................. 15
Gambar 2.13 Coupling Losses: a)longitudinal misalignment
b)lateral misalignment c)Angular misalignment ................... 15
Gambar 2.14 Contoh power budget dengan panjang gelambang 1300
nm Skenario Tersentralisasi Sebagian.................................... 17
Gambar 2.15 Topologi bus jaringan serat optik .......................................... 19
Gambar 2.16 Topologi star jaringan serat optik .......................................... 20
Gambar 2.17 Topologi ring jaringan serat optik........................................... 21
Gambar 3.1 Modus aplikasi FTTZ pada JARLOKAF ........................... 23
Gambar 3.2 Modus aplikasi FTTC pada JARLOKAF………………….. 23
Gambar 3.3 Arsitektur modus apliaksi JARLOKAF FTTB .................... 24
Gambar 3.4 FA-2000 dengan modul SDT1.....…………………………. 29
Gambar 3.5 FA-2000 dengan 2 modul SDT1............................................ 30
Gambar 4.1 Konfigurasi perhitungan loss pada STO Tebet antara COT
dan RT ………...............................................................…… 33
Gambar 4.2 Perbandingan loss hasil pengukuran dan loss dari
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
standarisasi............................................................................. 37
Gambar 4.3 Perbandingan loss hasil pengukuran dan loss dari
standarisasi............................................................................. 39
Gambar 4.4 Perbandingan loss hasil pengukuran dan loss dari
standarisasi…………………………………………………. 41
Gambar 4.5 Perbandingan loss hasil pengukuran dan loss dari
standarisasi ............................................................................. 42
Gambar 4.6 Perbandingan margin rata-rata sistem ................................... 44
Gambar 4.7 Perbandingan loss: a) Link A, b) Link B, c) Link C,
d) Link D……………………………………………………. 45
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
DAFTAR TABEL DAN DAFTAR BAGAN
Tabel 3.1 Data kondisi ring SDH Jatinegara PT TELKOM Jakarta Timur
................................................................................................. 25
Tabel 3.2 Karakteristik serat optik yang digunakan ............................... 26
Tabel 3.3 Data hasil pengukuran link STO JATINEGARA � REMOTE
ONU – RBP – FCLB .............................................................. 27
Tabel 3.4 Data hasil pengukuran link STO JATINEGARA � REMOTE
ONU – RBB – RBD ................................................................. 27
Tabel 3.5 Data hasil pengukuran link STO JATINEGARA � REMOTE
ONU – RBR – RBC…………………………………………... 28
Tabel 3.6 Data hasil pengukuran link STO JATINEGARA � REMOTE
ONU – RBS……………………………………………………. 28
Tabel 4.1 Kriteria parameter dari STM-1 optical interface perangkat SDH
SDT1…………………………………………………………… 33
Tabel 4.2 Data hasil evaluasi power budget STO JATINEGARA �
REMOTE ONU – RBP – FCLB………………………………... 34
Tabel 4.3 Data hasil evaluasi power budget STO JATINEGARA �
REMOTE ONU – RBB – RBD………………………………... 35
Tabel 4.4 Data hasil evaluasi power budget STO JATINEGARA �
REMOTE ONU – RBR – RBC……………………………….. 35
Tabel 4.5 Data hasil evaluasi power budget STO JATINEGARA �
REMOTE ONU – RBS……………………………………….. 36
Bagan 4.1 Perbandingan loss rata-rata hasil pengukuran dan dari standarisasi
antar Link…………………………………………………….. 46
Bagan 4.2 Perbandingan rata-rata loss hasil pengukuran, loss standarisasi, dan
Margin……………………………………………………….. 47
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
DAFTAR SINGKATAN
ADSL Asymmetric Digital Subscriber Line
ATM Asynchronous Transfer Mode
BER Bit Error Rate
COT Central Office Terminal
FTTC fiber to the curb
FTTZ fiber to the zone
FTTH fiber to the home
FTTB fiber to the building
HDSL High Data Rate Digital Subscriber Line
JARLOKAF Jaringan Lokal Akses Fiber
OTDR Optical Time Domain Refectometer
ONU Optical Network Unit
PCM Pulse Code Modulation
RTB Rise Time Budget
RT Remote Terminal
SHDSL Symmetric High-Bitrate Digital Subscriber Loop
SDH Synchronous Digital Hierarchy
SDT Synchronous Digital Transmission
STM Synchronous Transfer Mode
TKO Titik konversi optik
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Latar Belakang Penelitian
Kebutuhan komunikasi berkecepatan tinggi dan berkapasitas besar dalam
bidang telekomunikasi saat ini sangat besar untuk mendukung perkembangan
teknologi informasi yang semakin berkembang di era masyarakat modern ini.
Kemajuan perekonomian serta berkembangnya teknologi telekomunikasi
merupakan titik tolak dan potensi besar untuk dapat meningkatkan dan
mewujudkan berbagai jenis pelayanan komunikasi yang lebih canggih dengan
akses yang cepat dan murah.
Penerapan kabel serat optik sebagai media transmisi dalam dunia
telekomunikasi merupakan salah satu solusi dari berbagai permasalahan diatas.
Serat optik sebagai media transmisi mampu meningkatkan pelayanan sistem
komunikasi data, suara, dan video seperti peningkatan jumlah kanal yang tersedia,
tersedianya bandwidth yang besar, kemampuan mentransfer data dengan
kecepatan mega bit /second, terjaminnya kerahasiaan data yang dikirimkan, dan
tidak terganggu oleh pengaruh gelombang elektromagnetik, petir atau cuaca.
Penerapan serat optik sebagai media transmisi dalam bidang telekomuniksi
telah memberikan berbagai keuntungan dan mamfaat baik dari segi transfer data
maupun dari segi ekonomi karena dapat mengurangi penggunaan banyak kabel.
Akan tetapi pada saat serat optik di pilih sebagai media transmisi, maka perlu
dilakukan suatu perhitungan dan analisis power budget (anggaran daya) sebelum
serat optik digunakan dalam sebuah jaringan telekomunikasi agar suatu sistem
komunikasi optik dapat berjalan dengan lancar dan baik, seperti adanya rugi-rugi
transmisi (Loss) pada kabel serat optik yang dapat menurunkan kualitas transmisi.
Hal ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui kualitas suatu jaringan, biaya,
dan prediksi lamanya usia suatu jaringan telekomunikasi serta untuk mengetahui
kelayakan suatu jaringan dalam mengirirm informasi.
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
1.4.1 Perumusan Masalah
Jaringan akses komunikasi optik yang berada dibawah cakupan area PT
TELKOM Jatinegara merupakan salah astu jaringan backbone yang ada di Jakarta
dan memegang peranan yang sangat penting untuk berbagai macam akses
komunikasi baik data, suara maupun video dan terhubung dengan berbagai STO
lain yang ada di Jakarta dan wilayah lainnya. Oleh karena itu, jaringan tersebut
harus tetap terjaga dalam kondisi yang baik, karena apabila salah satu jaringan
akses mati maka akan sangat mengganggu lalu lintas komunikasi. Dan untuk
mengetahui apakah performansi suatu jaringan akses masih berada dalam keadaan
baik maka harus dilakukan evaluasi dan analisis power budget secara berkala
untuk menilai kelayakan jaringan tersebut. Analisis power budget akan
menunjukkan kelayakan jaringan tersebut, sehingga pengelola dapat mengambil
keputusan dan solusi berdasarkan hasil analisis tersebut.
1.4.2 Faedah yang Diharapkan
Faedah yang diharapkan antara lain:
• Mengerti cara melakukan pengukuran loss dengan menggunakan OTDR untuk
proses maintenance jaringan akses komunikasi optik.
• Mengerti cara perhitungan loss dan margin daya sebagai dasar untuk
melakukan analisis power budget.
• Mengerti cara melakukan evaluasi dan menilai kelayakan suatu jaringan akses
komunikasi optik.
1.4.3 Tujuan Penelitian
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi
beberapa jaringan komunikasi optik yang berada dalam cakupan area PT
TELKOM STO Jatinegara berdasarkan perhitungan dan analisis power budget.
1.5 Batasan Masalah
Dalam menyusun penelitian, berbagai batasan ditetapkan agar perhatian
dapat lebih diarahkan pada hal yang ingin dipelajari. Batasan yang ditetapkan
tersebut antara lain:
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
• Dalam menilai dan mengevaluasi jaringan ada dua hal yang berperan penting
yaitu power budget dan rise time budget, pada skripsi ini hanya menganalisis
mengenai power budget saja dengan asumsi tidak ada masalah dengan kondisi
rise time budget.
• Pembahasan mengenai jaringan akses serat optik yang mempergunakan
teknologi SDH ini hanya terbatas pada jaringan akses PT TELKOM STO
Jatinegara.
• Pada daerah komunikasi PT TELKOM Jatinegara terdapat banyak link
backbone yang menghubungkan antar daerah/ONU. Berdasarkan data yang
terbaru yang tersedia maka pada skripsi ini hanya akan dianalisis 4 link
komunikasi serat optik.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini dibagi sbb:
• Bab I PENDAHULUAN, yaitu Latar Belakang Penelitian, Batasan Masalah,
dan Sistematika Penulisan. Latar Belakang mencakup Perumusan Masalah,
Faedah yang Diharapkan, dan Tujuan Penelitian.
• Bab II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK , yaitu berisi tentang Serat
Optik, Komponen Serat Optik, Cara Kerja Serat Optik, Jenis Serat Optik,
Rugi-rugi Absorpsi(Penyerapan), Rugi-rugi Pada Inti dan Cladding, Rugi-rugi
Pada Konektor dan Splice, Hamburan, Pembengkokan, Coupling Loss,
Analisis Power Budget, Satuan Pengukuran Power Budget, Jaringan
Telekomunikasi Serat Optik, Topologi jaringan serat optik, Topologi bus,
Topologi Star, dan Topologi Ring.
• Bab III JARINGAN AKSES SERAT OPTIK DI PT TELKOM STO
JATINEGARA SERTA APLIKASI SDH DAN MODUL SDT1, berisi
tentang Jaringan Akses STO Jatinegara, FTTZ, FTTC, FTTB, FTTH Ring
SDH STO Jatinegara, dan Perangkat SDH SDT1.
• Bab IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN POWER BUDGET, berisi tentang
Analisis Masalah dan Metode Perhitungan Power Budget, Perhitungan Power
Budget, Analisis Power Budget, STO JATINEGARA � REMOTE ONU –
RBP – FCLB (LinkA), STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBB –
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
RBD (Link B), STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBR – RBC (Link
C), STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBS (Link D), dan
Perbandingan Power Budget antar link.
• Bab V KESIMPULAN DAN PENUTUP, berisi Kesimpulan.
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
BAB II
SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK
2.1 Serat Optik
Serat optik (lihat Gambar 2.1) adalah alat optik yang berguna untuk
mentransmisikan informasi melalui media cahaya. Teknologi ini melakukan
perubahan sinyal listrik kedalam sinyal cahaya yang kemudian disalurkan melalui
serat optik dan selanjutnya di konversi kembali menjadi sinyal listrik pada bagian
penerima.
Gambar 2.1 Struktur fiber optic[1]
Secara umum struktur serat optik terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Inti (core)
Terbuat dari bahan silica (SiO2) atau plastik dan merupakan tempat
merambatnya cahaya. Diameternya berkisar antara 8 micron sampai 62,5
micron.
2. Selubung(cladding)
Terbuat dari bahan yang sama dengan inti, tapi memiliki indeks bias yang
lebih kecil agar cahaya tetap berada pada inti fiber optic.
3. Jaket(coating)
Jaket berfungsi sebagai pelindung mekanis yang melindungi fiber optic
dari kotoran, goresan, dan kerusakan lainnya.
2.1.1 Komponen Serat Optik
Suatu transmisi serat optik terdiri dari tiga komponen utama yaitu
perangkat pengirim (Tx), perangkat penerima (Rx), dan media transmisi seperti
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
yang ditunjukkan oleh Gambar 2.2. Ketiga komponen ini mutlak dimiliki dalam
suatu dasar transmisi serat optik.
Gambar 2.2. Skema transmisi serat optik[2]
2.1.2 Cara Kerja Serat Optik
Penemuan serat optik sebagai media transmisi pada suatu sistem
komunikasi didasarkan pada hukum Snellius untuk perambatan cahaya pada
media transparan seperti pada kaca yang terbuat dari kuartz kualitas tinggi dan
dibentuk dari dua lapisan utama yaitu lapisan inti dengan indeks bias n1 dan
dilapisi oleh cladding dengan indeks bias n2 yang lebih kecil dari n1. Menurut
hukum Snellius jika seberkas sinar masuk pada suatu ujung serat optik (media
yang transparan) dengan sudut kritis dan sinar itu datang dari medium yang
mempunyai indeks bias lebih kecil dari udara menuju inti fiber optik (kuartz
murni) yang mempunyai indeks bias yang lebih besar maka seluruh sinar akan
merambat sepanjang inti (core) serat optik menuju ujung yang satu. Disini
cladding (lihat gambar 2.3 dan Gambar 2.4) berguna untuk memantulkan kembali
cahaya kembali ke core.[3]
Gambar 2.3 Perambatan cahaya pada serat optik yang lurus[4]
Gambar 2.4 Perambatan cahaya pada serat optik yang melengkung[2]
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Cahaya pada serat optik merambat melalui core dengan secara terus-menerus
memantul dari cladding, prinsip ini dikenal dengan total internal reflection yaitu
ketika dua material yang mempunyai dua indeks bias yang berbeda dimana n1>n2
maka total internal reflection akan terjadi apabila sudut datang (θi) pada material
dengan indeks n1 lebih besar dibanding sudut kritis (θc). Cladding tidak menyerap
cahaya apapun dari core, gelombang cahaya dapat merambat pada jarak yang
sangat jauh. Tapi bagaimanapun juga, beberapa sinyal cahaya menurun di dalam
fiber, karena ketidakmurnian kaca. Besarnya penurunan sinyal bergantung pada
kemurnian kaca dan panjang gelombang cahaya yang ditransmisikan (Contoh, 850
nm = 60 to 75 persen/km, 1300 nm = 50 to 60 persen/km, 1550 nm = lebih besar
dari 50 persen/km).
2.1.3 Jenis Serat Optik
Secara umum terdapat dua jenis serat optik yaitu :
a. Serat optik single mode
Serat optik jenis ini (Lihat Gambar 2.5) memiliki diameter inti yang sangat
kecil antara 8–10 micron sehingga cahaya hanya dapat merambat melalui
satu mode saja[5], seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.5. Biasanya
digunakan untuk transmisi jarak jauh dengan kecepatan tinggi dan
memiliki loss yang lebih kecil dari pada multimode fiber optic.
Gambar 2.5 Fiber optic single mode[6]
Serat optik single-mode memiliki bandwidth yang lebih besar
dibandingkan dengan mode lainnya, dimana serat optik ini juga memiliki
tingkat akurasi yang tinggi dalam mentransmisikan impuls pada
penerimanya.
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
b. Serat Optik multimode
Serat optik jenis ini (lihat Gambar 2.6) memiliki diameter inti 50–80
micron sehingga cahaya dapat merambat melalui beragam mode (lintasan/
path). Pada saat sebuah pulsa cahaya melalui fiber optic multimode, daya
pulsa didistribusikan hampir ke seluruh mode dimana setiap mode
memiliki kecepatan yang berbeda, sehingga mode dengan kecepatan yang
lebih tinggi akan sampai terlebih dahulu. Fenomena ini disebut modal
dispersion dan mengakibatkan pulsa yang dikirim mengalami pelebaran.
Serat optik jenis ini biasanya digunakan untuk transmisi jarak pendek
dengan kecepatan rendah, karena memiliki loss yang besar.
Gambar 2.6 Serat optik multimode[7]
Serat optik multimode dapat dibagi 2 yaitu
• Step index multimode
Serat optik step index multimode (lihat Gambar 2.7) memiliki nilai
indeks bias inti (n1) yang seragam di seluruh bagian inti.
Keseragaman ini mengakibatkan adanya selisih yang cukup besar
antara indeks bias inti (n1) dengan indeks bias cladding
(n2).Perbedaan indeks bias inilah yang disebut dengan beda indeks
(∆) dan secara sistematis dapat dihitung menggunakan Persamaan
(2.1).[8]
∆ ≈ 1
21
n
nn −
(2.1)
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Gambar 2.7 Step Index Multimode[6]
• Granded index multimode
Jenis ini (lihat Gambar 2.8) memiliki inti dengan indeks bias yang
berangsur–angsur mengecil ketika jaraknya semakin jauh dari
sumbu inti dan akan membentuk mode parabola.
Gambar 2.8 Grand Index Multimode[6]
2.2 Rugi-rugi Serat optik
Ada beberapa komponen yang menjadi bahan pertimbangan dalam
mendisain suatu jaringan. Salah satunya adalah rugi-rugi transmisi serat optik
(attenuation). Rugi-rugi transmisi ini adalah salah satu karakteristik yang penting
dari Serat optik. Rugi-rugi ini menghasilkan penurunan dari daya cahaya dan juga
penurunan bandwidht dari sistem, transmisi informasi yang dibawa, efisiensi, dan
kapasitas sistem secara keseluruhan. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi serat
optik tersebut ataupun karena gangguan ataupun tambahan pada jaringan serat
optik tersebut. Selain itu, rugi-rugi pada suatu saluran transmisi yang
mempergunakan serat optik juga didapat dari pemasangan komponen-komponen
pendukung yang dibutuhkan dalam suatu jaringan seperti konektor, splice,
ataupun komponen lain yang disambungkan pada saluran transmisi.
Rugi-rugi pada serat optik merupakan pelemahan power dari cahaya yang
ditransmisikan mulai dari pemancar sampai jarak tertentu. Misalkan pada suatu
transmisi serat optik disalurkan cahaya dengan power P(0) dari pemancar, maka
pada jarak l km, sinyal tersebut akan mengalami degradasi atau penurunan power
menjadi P(l). Pelemahan sinyal atau rugi-rugi ini dinyatakan dengan satuan
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
dB/km dan dilambangkan dengan α. Perumusannya secara sistematis dapat
menggunakan Persamaan (2.2) berikut ini[8]
α =
)(
)0(log
10
lP
P
l (dB/km) (2.2)
2.2.1 Rugi-rugi Absorpsi(Penyerapan)
Rugi-rugi ini analog dengan disipasi daya pada kabel tembaga, dimana
serat optik menyerap cahaya dan mengubahnya menjadi panas. Untuk
mengatasinya digunakan kaca yang benar-benar murni yang diperkirakan
kemurniannya sampai 99,9999%. Namun rugi-rugi absorpsi antara 1 dan 1000
dB/km tetap saja lumayan besar. Ada tiga faktor yang turut menimbulkan rugi
absorpsi pada serat optik yaitu absorpsi ultraviolet, absorpsi infra merah, dan
absorpsi resonansi ion.
• Absorpsi ultraviolet, disebabkan oleh elektron valensi dari bahan silika.
Cahaya mengionisasi elektron valensi tersebut menjadi konduktor.
Ionisasi tersebut sama saja dengan rugi cahaya total dan tentu saja
menimbulkan rugi-rugi transmisi pada serat optik.
• Absorpsi infra merah, adalah hasil dari penyerapan photon-photon
cahaya oleh atom-atom molekul inti kaca. Ini menyebabkan photon
bergetar secara acak dan menyebabkan panas.
• Absorpsi resonansi ion (lihat Gambar 2.9), disebabkan oleh ion-ion
OH- pada bahan penyusunnya. Ion OH
- ini terdapat pada molekul air
yang terperangkap pada kaca saat proses pembuatannya. Absorpsi ion
juga dapat disebabkan oleh molekul besi, tembaga, dan khromium.
Gambar 2.9 Mulekul-Mulekul air yang terdapat dalam inti glass[8]
Berikut adalah perumusan loss-loss diatas menggunakan Persamaan 2.3
dan 2.4 berikut ini[8]
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
αuv =
4.63
2154.210
46.6 60
xe
x
λ
− ×
+ (2.3)
αIR =
48.8
117.81 10 e λ
− × × (2.4)
dengan αuv = ultraviolet loss (dB/km)
x = mole fraction αIR = Infrared loss (dB/km)
λ = Panjang gelombang sinar pembawa
2.2.2 Rugi-rugi Pada Inti dan Cladding
Struktur serat optik terdiri dari 3 komponen yaitu inti, cladding, dan
pembungkus. Masing-masing bagian serat optik ini terbentuk dari berbagai
macam material yang berbeda. Meskipun inti maupun cladding memiliki bahan
penyusun dasar yang sama, namun inti memiliki indeks bias yang lebih besar dari
cladding dengan adanya bahan aditif yang ditambahkan dalam material penyusun
inti.
Akan tetapi secara alami, material-material penyusun inti maupun
cladding memiliki dampak terhadap transmisi sinyal dalam serat optik. Mengingat
bahan-bahan penyusun kedua bagian ini memiliki karakteristik tersendiri, maka
baik inti maupun cladding juga memiliki komponen pelemahan sinyal. Pelemahan
sinyal atau rugi-rugi pada inti dan cladding adalah berbeda, hal ini disebabkan
karena berbedanya bahan penyusun inti dan cladding itu sendiri.
2.2.3 Rugi-rugi Pada Konektor dan Splice
Suatu saluran transmisi serat optik pasti akan tersambung dengan
komponen-komponen lainnya. Komponen tersebut antara lain adalah konektor
antar serat optik, konektor serat optik dengan komponen lain seperti sumber
cahaya, atau penerima. Konektor dalam sambungan serat optik bersifat tidak
permanen sehingga dapat dibongkar apabila sudah tidak memenuhi kebutuhan.
Splice (lihat Gambar 2.10) pada dasarnya merupakan penyambung antar serat
optik, namun sifat sambungan yang mempergunakan splice adalah permanen.
Selain konektor dan splice juga ada komponen lain yang mungkin ditemui dalam
sambungan serat optik, yaitu repaired splice yang merupakan splice yang
diperbaiki dari splice sebelumnya yang mengalami kerusakan atau gangguan lain.
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Gambar 2.10 Splice pada 2 buah fiber optic[9]
Konektor dan splice keduanya memiliki kontribusi terhadap rugi-rugi pada
transmisi sinyal optik pada serat. Sinyal yang berpropagasi dan melalui
komponen-kompnen ini akan mengalami penurunan daya. Pemilihan konektor
yang tidak tepat dapat mengakibatkan pemakaian amplifier yang sangat banyak,
hal inilah yang mengakibatkan biaya bertambah. Secara umum, rugi-rugi akibat
penambahan konektor atau splice diantara dua buah serat optik disebut insertion
loss. Perumusannya dapat menggunakan Persamaan (2.5) berikut ini[8].
Loss = 10 log10 (P1/P2) (2.5)
dengan P1 = daya keluaran tanpa konektor
P2 = daya keluaran dengan menggunakan konektor
Selain insertion loss diatas, masih ada beberapa rugi-rugi lain yang
disebabkan oleh penyambungan dua buah serat optik terutama pada dua buah serat
optik dengan karakteristik yang berbeda. Rugi-rugi yang dapat terjadi dalam
penyambungan tersebut diantaranya adalah:
a) rugi-rugi akibat ketidaksinkronan NA,
b) rugi-rugi akibat ketidaksinkronan ukuran inti/cladding.
Ketidaksinkronan NA dapat menyebabkan pelemahan sinyal jika NA dari
serat optik yang mentransmisikan sinyal lebih besar dari NA serat optik yang
menerimanya (NAt>NAr). Secara matematis rugi-rugi akibat ketidaksikronan NA
ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.6) berikut ini[8].
LossNA = -10 log10 (NAr/NAt) 2 (2.6)
Ukuran inti dan cladding yang berbeda juga menyebabkan hilangnya
sebagian daya dari sinyal yang ditransmisikan. Ketika ukuran inti serat optik yang
mentransmisikan (diat) lebih besar dari diameter inti yang menerima (diar), maka
terjadi rugi-rugi. Perumusannya dapat menggunakan Persamaan (2.7) berikut
ini[8]
Lossinti = -10 log10 (diar/diat)2 (2.7)
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Faktor lainnya yang turut memberikan sumbangan rugi-rugi pada suatu
transmisi serat optik adalah fresnel reflection. Fresnel reflection ini merupakan
fenomena yang terjadi akibat penggunaan konektor dalam menyambung dua buah
serat optik. Pada umumnya, saat instalasi, dua kabel yang dihubungkan oleh
konektor tersebut tidak dihubungkan secara langsung namun diberi sedikit jarak.
Jarak antar dua serat optik ini memberikan rongga udara diantaranya. Hal ini
menyebabkan meskipun kedua serat optik memiliki indeks bias yang sama tetap
akan ada daya yang dipantulkan kembali kearah kabel pengirim karena ada beda
indeks antara inti dari serat optik dengan udara. Dengan perbedaan indeks tersebut
didapat suatu nilai faktor yang disebut faktor fresnel reflection (R). Perumusannya
dapat menggunakan Persamaan (2.8) berikut ini[8].
R =
2
1
1
+
−
nn
nn (2.8)
dengan n1 adalah indeks bias dari serat optik pengirim dan n adalah indeks bias
serat optik penerima atau medium perantara. Nilai faktor ini menunjukkan
banyaknya persen daya yang hilang karena dipantulkan kembali ke dalam inti.
Besarnya daya yang hilang akibat fresnel reflection dapat dihitung menggunakan
Persamaan (2.9) berikut ini[8].
Loss (dB) = -10 log (1-R) (2.9)
2.2.4 Hamburan
Rugi-rugi ini berasal dari variasi mikroskopik pada kepadatan material.
Pada dasarnya, serat optik terbentuk dari beberapa molekul. Keberadaan molekul
pada serat optik ini memiliki kepadatan molekul yang lebih padat pada suatu
daerah dibanding dengan daerah lainnya. Adanya perbedaan ini menimbulkan
variasi indeks bias pada serat optik dalam jarak tertentu yang relatif kecil
dibandingkan dengan panjang gelombang. Variasi indeks bias ini menyebabkan
hamburan Rayleigh dari cahaya tersebut. Hamburan Rayleigh ini berbanding
terbalik dengan λ 4 sehingga nilai rugi-rugi hamburan akan berkurang seiring
dengan pertambahan panjang gelombang. Fungsi rugi-rugi hamburan secara
matematis perumusannya dapat menggunakan Persamaan (2.10) berikut ini[8].
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
32 2
4
8( 1)
3scat B f Tn k T
πα β
λ= − (2.10)
dengan : scatα = rugi-rugi hamburan (dB/km)
Bk = konstanta Boltzmann
f
T = titik beku
Tβ = isothermal compressibility dari material
n = indeks bias
2.2.5 Pembengkokan
Pada saat pemasangan serat optik pada suatu saluran transmisi akan ada
beberapa kondisi yang akan mengubah keadaan fisik dari serat optik tersebut.
Misalnya adalah kondisi lapangan/daerah yang berkelok-kelok dan mengharuskan
kabel dipasang dengan pembelokan. Selain itu, tekanan secara fisis dari
lingkungan maupun kesalahan instalasi juga akan berpengaruh dalam mengubah
kondisi fisik serat optik.
Perubahan fisik ini biasa disebut bending dan terdiri dari dua jenis sebagai
berikut.
a. Pembengkokan makro
Pembengkokan makro (lihat Gambar 2.11) adalah pembengkokan kabel
optik dengan radius pembengkokan yang mempengaruhi banyaknya pelemahan
sinyal yang berpropagasi dalam inti. Adanya pembengkokan dengan radius
pembengkokan lebih besar dari radius inti serat optik mengakibatkan sebagian
sinyal hilang terutama dalam pembengkokan serat optik.
Gambar 2.11 Rugi-rugi pembengkokan makro[8]
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
b. Pembengkokan mikro
Pembengkokan mikro (lihat Gambar 2.12) berasal dari keadaan kabel yang
tidak sempurna akibat berbagai pengaruh dari luar kabel, seperti tekanan dari luar,
ataupun ketidaksempurnaan bentuk inti didalam kabel optik tersebut. Adanya
perubahan radius inti berakibat sama seperti halnya pembengkokan mikro dimana
sinyal yang berpropagasi akan hilang pada saat berpropagasi.
Gambar 2.12 Pembengkokan mikro pada serat optik akibat tekanan dari luar kabel[8]
Pembengkokan mikro yang diakibatkan oleh tekanan dari luar kabel
diantisipasi dengan mempergunakan pembungkus yang lebih kuat dan tidak
sensitif terhadap pengaruh eksternal.
2.2.6 Coupling losses
Pada kabel serat optik, coupling losses (lihat Gambar 2.13) dapat terjadi
pada tiga tipe sambungan optik, yaitu: sambungan light source-to-fiber,
sambungan fiber-to-fiber, dan sambungan fiber-to-photodetector.Rugi-rugi
sambungan lebih sering disebabkan pada salah satu masalah-masalah
penyambungan yang bisa terjadi pada saluran (lateral misalignment), longitudinal
misalignment, dan (sudut) angular misalignment.
a)longitudinal misalignment b)lateral misalignment
c)Angular misalignment
Gambar 2.13 Coupling Losses: a)longitudinal misalignment b)lateral misalignment c)Angular
misalignment [8]
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Kesemua jenis misalignment ini memiliki prinsip yang sama, yaitu inti
dari serat optik pengirim dengan serat optik penerima tidak bertemu dengan
keadaan yang sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa rugi-rugi daya yang
diakibatkan oleh misalignment bukan karena perbedaan karakteristik serat optik,
namun lebih mengacu kepada kesalahan mekanis yang sangat mungkin terjadi
pada instalasi serat optik dalam suatu saluran transmisi. Masing-masing
misalignment memiliki parameter yang berbeda-beda sehingga perhitungan rugi-
rugi pada setiap misalignment juga berbeda-beda.
2.3 Analisis Power Budget
Dalam suatu sistem komunikasi serat optik, kita tidak akan lepas dari
perhatian anggaran daya (power budget). Sistem komunikasi optik berjalan baik
dan lancar apabila tidak kekurangan anggaran daya (power Budget) dan anggaran
waktu bangkit (Rise Time Budget). Sebelum kita membahas anggaran daya lebih
lanjut, akan terlebih dahulu dipaparkan mengenai anggaran waktu bangkit atau
rise time budget (RTB). RTB bertujuan untuk menjamin agar sistem transmisi
dapat menyediakan bandwidth (BW) yang mencukupi pada bit rate yang
diinginkan. RTB berkaitan erat dengan limitasi atau batasan dispersi suatu sinyal
yang dilewatkan pada serat optik, dan tentunya berpengaruh pada kapasitas kanal
yang diinginkan dari sistem optik.
Anggaran daya merupakan suatu hal yang sangat menentukan apakah
suatu sistem komunikasi optik bisa berjalan dengan baik atau tidak. Karena
anggaran daya menjamin agar penerima dapat menerima daya optik sinyal yang
diperlukan untuk mendapatkan bit error rate (BER) yang diinginkan. Perhitungan
dan analisis power budget merupakan salah satu metode untuk mengetahui
perfomansi suatu jaringan. Hal ini dikarenakan metode ini bisa digunakan untuk
melihat kelayakan jaringan untuk mengirimkan sinyal dari pengirirm sampai ke
penerima atau dari central office terminal(COT) sampai ke remote terminal(RT).
Tujuan dilakukannya perhitungan power budget adalah untuk menentukan apakah
komponen dan parameter disain yang dipilih dapat menghasilkan daya sinyal di
penerima sesuai dengan tuntutan persyaratan perfomansi yang diinginkan.
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Disain suatu sistem dapat memenuhi persyaratan apabila System Gain (Gs)
lebih besar atau sama dengan total rugi-rugi. Daya yang diterima lebih kecil dari
daya saturasi yang dapat mengakibatkan distorsi di penerima. Disain link
transmisi optik ditentukan oleh bit rate informasi yang ditransmisikan, panjang
link total dan BER yang diinginkan. Bit rate dan panjang link total menentukan
karakteristik serat optik, tipe sumber optik (pengirim) dan tipe detector optik
(penerima) yang dipergunakan. Dengan mengetahui ketiga komponen tersebut,
power budget dapat dihitung sehingga dapat diperoleh jarak transmisi maksimum
antara pengirim dan penerima. Lihat Gambar 2.14 contoh power budget dengan
panjang gelambang 1550 nm.
Gambar 2.14 Contoh power budget dengan panjang gelambang 1300 nm
Secara sederhan perumusannya dapat menggunakan Persamaan (2.11) berikut
ini[8].
System Gain (Gs) = Pt –MRP dB (2.11)
Total rugi-rugi (loss) dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.12) berikut
ini[8].
Lo (Total rugi-rugi) = D.Lf + Nc.Lc + Ns.Ls + Lps dB (2.12)
Total rugi-rugi juga dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.13) berikut ini[8].
Lo = Pt – MRP – M dB (2.13)
Sedangkan untuk menghitung Margin(M), Perumusannya dapat menggunakan
Persamaan (2.14) berikut ini[8].
M = (Pt-MRP)-Lo dBm (2.14)
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Sehingga dengan mempergunakan Persamaan 2.12 dan Persamaan 2.13 diperoleh
jarak transmisi maksimum dari pengirim ke penerima, Perumusannya dapat
menggunakan Persamaan (2.15) berikut ini[8].
D = Pt – MRP –M –Nc.Lc – Ns.Ls – Lps km (2.15)
Lf
Keterangan :
Pt : Daya sumber optik yang dikopel ke saluran (dBm)
MRP : Daya terima minimum yang diperlukan (dBm)
Gs : System Gain (dB)
Lf : Redaman serat/km (dB/km)
Lc : Redaman konektor (dB)
Ls : Redaman Splice total (dB)
Lps : Redaman passive splitter (dB)
Lo : Total rugi-rugi (dB)
D : Jarak antara repeater atau pengirim ke penerima (km)
Nc : Jumlah konektor
Ns : Jumlah splice
M : Margin yaitu selisih antara Gs dan Lo (dBm)
2.3.1 Satuan Pengukuran Power Budget
Jika kita lihat persamaan diatas, tentunya kita harus tahu bahwa satuan-
satuan diatas menggunakan decibel (dB) [5]. dB (decibel) merupakan satuan
relatif yang menyatakan level daya atau tegangan yang dilogaritmakan. Ada
satuan absolut ada yang relatif. Untuk satuan absolut adalah:
� dBm : menyatakan level daya terhadap referensi daya 1 miliwatt.
Daya (dBm) = 10 log P(mwatt)/1 mwatt
Level tegangan pada satuan ini umum digunakan pada komponen-
komponen sistem optik, misalnya sumber optik dan penerima optik.
� dBW : menyatakan level daya terhadap referensi daya 1 watt.
Daya (dBw) = 10 log P(watt)/1 watt
� satuan-satuan lainnya seperti : dBv, dBm, dBmc,
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Hubungan antara satuan mutlak yang satu dengan yang lainnya adalah:
0 dBm = -30dBw = +90dBm = +92 dBmc = 1 mwatt
Satuan satuan tersebut diatas adalah satuan absolut yang memiliki tingkat
tersendiri. Sementara itu ada satuan relatif yaitu dB dan Neper.
2.4. Jaringan Telekomunikasi Serat Optik
Jaringan serat optik merupakan suatu jaringan yang menjadikan serat optik
sebagai media penghantarnya. Jaringan serat optik terdiri dari berbagai elemen
transmisi serat optik sehingga dapat digunakan untuk aliran berbagai jenis
informasi. Dalam jaringan serat optik terdapat berbagai pilihan topologi jaringan
yaitu active star, linear bus dan topologi ring.
2.4.1. Topologi jaringan serat optik
Jaringan serat optik memiliki berbagai macam topologi yang dapat
disesuaikan dengan keadaan jaringan yang akan disambungkan, baik dari segi
kebutuhan, geografis, bahkan biaya.
2.4.1.1. Topologi bus
Seperti topologi bus pada jaringan komunikasi dengan media lain seperti
coaxial, topologi bus pada jaringan serat optik terdiri dari beberapa coupler yang
terhubung dalam suatu saluran linear dengan kabel serat optik sebagai medianya.
Setiap coupler itu terhubung langsung dengan terminal-terminal yang
membutuhkannya. Gambar topologi jaringan ini dapat terlihat pada gambar 2.15.
Gambar 2.15. Topologi bus jaringan serat optik[2]
2
3
4
N
1
Terminal
Optical coupler Jalur optik
Jalur penghubung terminal
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Coupler pada topologi ini dapat berupa coupler aktif maupun pasif.
Dibandingkan dengan jenis topologi lainnya, terutama topologi star, topologi ini
memiliki nilai rugi-rugi daya yang paling besar.
2.4.1.2. Topologi star
Pada topologi star, setiap terminal pada jaringan terhubung pada suatu titik
utama yang disebut sentral. Pada dasarnya sentral ini merupakan coupler yang
bisa aktif maupun pasif. Pada coupler aktif, semua jalur routing pada jaringan
dapat diatur oleh sentral. Sedangkan apabila yang digunakan adalah coupler pasif,
maka dibutuhkan power splitter yang berfungsi untuk membagi sinyal optik yang
masuk dan keluar dari setiap terminal yang terhubung. Lihat Gambar 2.16
Gambar 2.16. Topologi star jaringan serat optik [2]
2.4.1.3. Topologi ring
Topologi ring memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah tingkat
kehandalan yang lebih baik dibandingkan dengan topologi lainnya. Dalam
topologi ring, contoh ring SDH atau SONET, dapat digunakan kabel dua arah
sehingga keadaan jaringan lebih aman sehubungan dengan adanya saluran
cadangan. Topologi ini juga dapat menghemat penggunaan serat optik yang aktif,
namun dilain sisi jumlah serat optik yang dibutuhkan lebih banyak. Bentuk
topologi ring ini dapat dilihat pada gambar 2.12.
Terminal 2
3
4
N
1
Optical coupler
Jalur optik
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Gambar 2.17. Topologi ring jaringan serat optik [2]
1
4
3
N
2
Serat
Optik
Terminal Coupler
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
BAB III
JARINGAN AKSES SERAT OPTIK DI PT TELKOM STO JATINEGARA
SERTA APLIKASI SDH DAN MODUL SDT1
3.4 Jaringan Akses STO Jatinegara
PT TELKOM Indonesia sebagai salah satu penyelenggara telekomunikasi
terbesar di Indonesia telah menggunakan sambungan akses serat optik untuk
kebutuhan telekomunikasi yang mulai disebar diseluruh Indonesia seperti yang
ada pada STO Jatinegara. Penggunaan jaringan akses serat optik ini sangat
diperlukan mengingat berbagai kelebihan yang dimiliki oleh jaringan serat optik
yang tidak dimiliki oleh kabel koaksial biasa atau kabel tembaga. Jaringan akses
serat optik ini dikenal dengan nama JARLOKAF (Jaringan Lokal Akses Fiber).
Pada dasarnya JARLOKAF ini hanya berupa suatu jaringan akses saja.
Berdasarkan modus aplikasinya, JARLOKAF terbagi menjadi FTTH (fiber to the
home), FTTZ (fiber to the zone), FTTC (fiber to the curb), dan FTTB (fiber to the
building)[11]. Modus-Modus aplikasi ini dibedakan berdasarkan titik konversi
optiknya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan titik konversi optik (TKO) adalah
titik dimana perangkat opto-elektronik ditempatkan disisi pelanggan. Perangkat
opto-elektronik merupakan perangkat yang menjadi antar muka serat optik dengan
sistem yang terhubung dengannya, baik itu disisi sentral maupun disisi pelanggan.
Pada pembahasan ini, perangkat opto-elektronik yang dimaksudkan adalah
perangkat STM-1 yang digunakan pada jaringan ring SDH FA-2000 SDT1. STO
Jatinegara menyediakan berbagai layanan data. Layanan data yang disediakan
antara lain ADSL, SHDSL dan HDSL.
3.1.1. FTTZ
Pada modus aplikasi FTTZ (fiber to the zone), TKO terletak diluar bangunan
didalam kabinet maupun manhole. Apabila dianalogikan dengan konfigurasi
jaringan tembaga, maka keberadaan TKO pada modus ini berada pada posisi RK.
Dari RK, pelanggan dihubungkan dengan kabel tembaga sekunder sampai ke KP
dan disambung dengan kebel tembaga lagi sampai ke pelanggan-pelanggan. Pada
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
umumnya, jarak sambungan tembaga pelanggan ke TKO adalah sebesar 3-5 km.
Lihat Gambar 3.1 dibawah ini.
Gambar 3.1. Modus aplikasi FTTZ pada JARLOKAF [11]
Modus ini cocok diterapkan pada kondisi area pelanggan yang berupa perumahan
penduduk dengan tingkat jumlah pelanggan yang relatif sedikit.
3.1.2. FTTC
Konsep dari FTTC (fiber to the curb) adalah membawa akses serat optik
sampai ke suatu area perumahan yang ruang lingkupnya lebih kecil dibandingkan
FTTZ. Peletakan TKO pada FTTC dapat dianalogikan seperti fungsi KP pada
jaringan akses tembaga.
TKO diletakkan pada suatu titik di area tersebut dan setiap terminal
pelanggan pada area tersebut terhubung dengan TKO menggunakan kabel
tembaga sepanjang 200 sampai dengan 500 meter. Arsitektur modus aplikasi
FTTC adalah seperti yang terlihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Modus aplikasi FTTC pada JARLOKAF [11]
L
E
O
L
T
RK/TKO KP
Serat optik
Tembaga
LE
OL
T
KP/TKO
Serat optik
Tembaga
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
3.1.3. FTTB
FTTB (fiber to the building) merupakan suatu alternatif modus aplikasi yang
disediakan JARLOKAF kepada gedung-gedung yang menginginkan koneksi ke
jaringan akses menggunakan serat optik. Pada modus aplikasi FTTB, TKO
diletakkan didalam bangunan atau dengan kata lain perangkat optik seperti ONU
terletak didalam bangunan tersebut.
Pada umumnya FTTB dilaksanakan pada kondisi dimana suatu bangunan
besar dan tinggi dengan jumlah satuan sambungan telepon (sst) yang cukup
banyak tersambung didalamnya. Peletakan TKO atau ONU tersebut biasanya
didalam ruangan gedung. Banyaknya titik yang merupakan TKO pada gedung
tersebut dapat bervariasi tergantung dengan jumlah pelanggan, dan kebutuhan
pelanggan yang berada pada gedung tersebut. TKO dapat berada di salah satu
lantai atau beberapa lantais sekaligus, walaupun tentunya hal ini tidak efektif.
Setiap terminal pelanggan didalam bangunan tersebut akan terhubung dengan
TKO didalam gedung tersebut dengan menggunakan kabel tembaga indoor.
Arsitektur modus aplikasi FTTB dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Arsitektur modus apliaksi JARLOKAF FTTB [11]
3.1.4. FTTH
Pada dasarnya modus aplikasi FTTH (fiber to the home) memiliki prinsip
yang sama dengan arsitektur modus aplikasi FTTB. Perbedaannya hanya pada
FTTH TKO-nya terletak di dalam rumah pelanggan dimana didalamnya terdapat
satu atau lebih satuan sambungan telepon. Setiap terminal yang terhubung dengan
saluran serat optik akan terhubung dengan TKO tersebut menggunakan kabel
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
tembaga. Arsitektur modus aplikasi ini pun tidak berbeda dengan arsitektur modus
aplikasi FTTB pada Gambar 3.3.
3.2 Ring SDH STO Jatinegara
Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki pemultiplekan
yang berbasis pada transmisi sinkron yang telah ditetapkan oleh CCITT (ITU-T).
Dalam upaya meningkatkan performansi dan kapasitas jaringan PT. TELKOM
telah melakukan pembangunan jaringan Synchronous Digital Hierarchy (SDH)
tersebut dengan topologi ring khususnya pada area STO Jatinegara. Jaringan ring
ini termasuk dalam kategori ring yang besar dengan jumlah ONU yang banyak.
Berikuat adalah spesifikasi keadaan ring Jatinegara saat ini seperti yang tertera
pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Data kondisi ring SDH Jatinegara PT TELKOM Jakarta Timur[10]
Jumlah ring 3 buah ring
Standar transmisi STM-1
Kapasitas OLT 2 x 63 E1 = 2 x 63 x 30 kanal suara
= 3780 kanal suara
Jenis serat optik Single mode
Jenis arsitektur ring 3 kabel dua arah dengan 3 kabel
proteksi
Berikut akan dijelaskan mengenai sistem transmisi PCM 30 yaitu pertama
TDM mengkombinasikan 30 saluran telepon yang disampling dengan frekuensi 8
kHz dengan menggunakan kode A law, kemudian akan menghasilkan 8-bit word
setiap sampling. Selain 30 sinyal telepon (masing masing 8 bit) juga ditambahkan
2 x 8 bit untuk sinyal signaling dan supervisi. Jika setiap 8 bit disebut 1 time slot,
maka PCM 30 terdiri atas 32 time slot, dimana 30 time slot adalah untuk sinyal
telepon, 2 time slot untuk sinyal tambahan (slot ke 0 untuk supervisi/ frame
allignment, slot ke 31 untuk signalling). Jumlah total adalah 8x32 = 256 bit.
Karena pembentukannya berlangsung selama 125 s, maka diperoleh jumlah total
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
2.048.000 selama 1 detik, menghasilkan kecepatan 2048 kbps atau 2,048 Mbps.
Saluran yang memiliki kapasitas 2,048 Mbps disebut saluran E1.
E1 atau sirkuit E-1 (E-carrier) adalah nama format transmisi digital
dengan 30 kanal suara digital berkecepatan 2,048 megabit per detik. E1
merupakan standar yang dipakai di Eropa dan Indonesia. Standar E1 ini ekivalen
dengan standar T1 yang dipakai di Amerika, dengan perbedaan T1 menggunakan
24 kanal suara digital dengan kecepatan 1,554 megabit per detik. Saluran ini
berbentuk saluran telepon khusus dan digunakan pada awalnya untuk sambungan
trunk antar sentral telepon, namun sekarang mulai banyak disewakan oleh
perusahaan telekomunikasi untuk jalur komunikasi data. Sistem transmisi PCM 30
banyak digunakan di Eropa, Australia, Amerika Latin, juga termasuk di Indonesia.
Selain itu, secara spesifik jenis serat optik yang digunakan pada ring ini
adalah jenis single mode dengan loose tube yang terdiri dari 8 tube dimana setiap
tube-nya berisi 12 core serat optik. Spesifikasi serat optik tersebut dapat dilihat
pada Tabel 3.2 berikut :
Tabel 3.2. Karakteristik serat optik yang digunakan [11]
Panjang Gelombang 1310 nm
Atenuasi 0,4 dB/km
Sedangkan standar loss yang lain yang dipakai oleh PT TELKOM untuk jaringan
akses ini adalah
• Splices loss : 0,24 dB
• Connector loss : 0,5 dB
Standar tersebut merupakan acuan yang akan digunakan dalam perhitungan dan
analisis power budget untuk jaringan akses serat optik yang akan dihitung pada
Bab 4. Selain itu standar margin yang baik yang perlu diketahui adalah 38dBm.
Berikut adalah data hasil pengukuran pada 4 Link STO jatinegara:
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Tabel 3.3 Data hasil pengukuran link STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBP – FCLB
Reflecting point
TS1 No No. Core Status
Jarak (km) Loss (dB)
Keterangan
1 3 KSB 3,282 0,182
2 4 KSB 3,656 1,432
3 5 KSB 3,666 1,823
4 6 KSB 3,666 1,233
5 7 KSB 3,666 1,211
6 8 KSB 3,666 1,122
7 9 KSB 3,666 1,176
8 10 KSB 3,666 1,243
9 11 KSB 3,666 1,174
10 12 KSB 3,666 1,159
11 13 KSB 3,758 1,258
12 14 KSB 3,758 1,184
13 15 KSB 3,758 1,395
14 16 KSB 3,758 1,319
15 21 KSB 4,274 1,006
16 22 KSB 4,274 1,037
17 23 KSB 4,274 1,022
18 3 KSB 4,274 0,999
Tabel 3.4 Data hasil pengukuran link STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBB – RBD
Reflecting point
TS1 No No. Core Status
Jarak (km) Loss (dB)
Keterangan
1 25 KSB 2,998 1,173
2 26 KSB 2,998 0,813
3 27 KSB 2,998 0,854
4 28 KSB 2,998 0,853
5 29 KSB 2,998 0,893
6 30 KSB 2,998 0,958
7 33 KSB 3,261 1,091
8 34 KSR - - Tidak terukur
9 41 KSB 2,826 0,763
10 42 KSB 2,826 0,751
11 43 KSB 2,826 0,712
12 44 KSB 2,826 0,712
13 45 KSB 2,724 1,161
14 46 KSB 2,826 0,684
15 47 KSB 2,826 0,886
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Tabel 3.5 Data hasil pengukuran link STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBR – RBC
Reflecting point
TS1 No No. Core Status
Jarak (km) Loss (dB)
Keterangan
1 53 KSB 3,758 1,000
2 54 KSB 3,758 1,003
3 57 KSB 2,978 0,506
4 58 KSB 2,978 0,470
5 59 KSB 2,978 0,479
6 60 KSB 2,978 0,454
7 65 KSR - - Tidak terukur
8 66 KSB 3,727 1,154
9 69 KSB 2,978 0,480
10 70 KSB 2,978 0,572
11 71 KSB 2,978 0,681
12 72 KSB 2,978 1,003
Tabel 3.6 Data hasil pengukuran link STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBS
Reflecting point
TS1 No No. Core Status
Jarak (km) Loss (dB)
Keterangan
1 75 KSB 3119 2,286
2 76 KSB 3119 1,299
3 77 KSB 3119 1,091
4 78 KSB 3119 1,237
5 81 KSB 3119 0,826
6 82 KSB 3119 1,093
7 83 KSB 3119 0,904
8 84 KSB 3119 0,847
9 87 KSB 1894 0,778
10 88 KSB 1894 0,637
11 89 KSR - - Tidak terukur
12 90 KSB 1894 0,717
13 91 KSB 1955 0,761
14 92 KSB 1955 0,761
15 93 KSB 1955 0,723
16 94 KSB 1955 0,831
17 95 KSB 1955 0,719
18 96 KSB 3119 0,583
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
3.3 Perangkat SDH SDT1
Synchronous Digital Hierarchy (SDH) telah menyediakan jaringan transmisi
dengan sebuah vendor atau pengelola independen dan struktur sinyal yang
canggih. Salah satu perangkat yang menyediakan koneksi SDH adalah Modul FA-
2000 SDT1. Perangkat ini dihasilkan oleh NEC Corporation dan dapat
menyediakan koneksi SDH pada STM-1 dengan rate 155 Mbps. Perangkat ini
dapat mendukung beberapa topologi jaringan seperti point to point, ring dan lain
lain. Operasi, administrasi dan pemeliharaan FA-2000 SDT1 dilakukan oleh
sebuah manajemen jaringan yaitu optical transmission network management atau
OTMN2000 pada suatu server atau workstation.
Pada FA-2000 SDT1 plug-in card, single stage multiplexing terpenuhi dan
ini memudahkan dalam meng-upgrade ke layanan baru yang lebih futuristik
seperti ATM, ISDN, Fast Ethernet, ADSL dan lain-lain. Selain itu, akses SDT1
telah memenuhi semua permintaan pasar. Ini merupakan teknologi yang telah
menjadi sebuah standar yang melebihi akses PDH(Plesiochronous Digital
Hierarchy).
Gambar 3.4 memperlihatkan perangkat FA-2000 dengan modul SDT1 dan
Gambar 3.5 memperlihatkan FA-2000 dengan 2 modul SDT1.
Gambar 3.4 FA-2000 dengan modul SDT1[12]
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Gambar 3.5 FA-2000 dengan 2 modul SDT1[12]
Karakteristik kerja dari SDT1(Untuk lebih detail dapat dilihat pada bagian
lampiran) adalah sebagai berikut :
� Temperatur
o Temperatur operasi : -5 s/d 50 oC
o Temperatur penyimpanan : -40 s/d 70 oC
� Optical interface rate adalah 155.52 Mbps
� Penggunaan jenis kabel dan panjang gelombang adalah
o Single Mode : 1300 nm
o Multimode : 850 nm
� Daya smber optik single mode adalah 0 dBm
� Sensitivitas penerima adalah -38 dBm
� Konektor Optik FC/PC
Selain itu, penggunaan SDT1 juga memberikan berbagai keuntungan dan
kemudahan diantaranya adalah :
• Kapasitas Transpor data yang besar
• Arsitektur jaringan lebih fleksibel
• Langsung terhubung ke DS-0
• Perbaikan layanan yang lebih baik dan
• Membutuhkan biaya yang murah
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
BAB IV
ANALISIS DAN PERHITUNGAN POWER BUDGET
4.1 Analisis Masalah dan Metode Perhitungan Power Budget
Dalam mengevaluasi dan menilai performansi atau kinerja suatu jaringan
dalam mengirimkan sinyal dari pengirim sampai ke penerima masih baik atau
tidak maka perlu dilakukan perhitungan power budget. Perhitungan power budget
dapat dilakukan dengan menghitung Margin dari sistem yang akan dilakukan
penilaian atau evaluasi. Kemudian dari hasil perhitungan power budget dapat
dianalisis apakah jaringan komunikasi optik tersebut masih baik atau tidak.
Seperti yang telah dibahas pada bab pendahuluan ruang lingkup analisis terbatas
untuk jaringan akses serat optik di STO Jatinegara yang mempergunakan
teknologi SDH.
Penelitian mengenai analisis power budget didasarkan kepada data-data
yang diperoleh dari PT TELKOM KANDATEL Jakarta Timur atau STO
Jatinegara. Data tersebut adalah data histori hasil pengukuran dan evaluasi
tahunan performansi jaringan akses yang dilakukan pada bulan April 2008. Data-
data tersebut hanya menunjukkan hasil pengukuran loss dan jarak dari STO
Jatinegara ke ONU tertentu dalam cakupan area STO Jatinegara (terdapat di
bagian lampiran).
4.2 Perhitungan Power Budget
Pada disain awal perencanaan suatu jaringan, telah ditentukan daya sumber
optik yang dikopel ke saluran dan daya terima minimum yang diperlukan agar
sinyal dapat diterima dengan baik. Dengan melakukan perhitungan power budget,
seorang perancang jaringan dapat menentukan estimasi jarak antara pengirim dan
penerima atau antara repeater. Ketika jaringan telah beroperasi, pengukuran
power budget dilakukan untuk tujuan evaluasi perfomansi. Dalam subbab ini
akan dilakukan pengukuran loss di lapangan dan perhitungan Margin sistem dari
COT sampai ke RT pada jaringan akses serat optik di STO Jatinegara. Dari hasil
pengukuran dan perhitungan tersebut, kita akan dapat melihat apakah jaringan
masih memenuhi kelayakan seperti yang telah ditentukan pada disain awal power
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
budget atau telah mengalami penurunan atau degradasi. Dengan demikian kita
dapat mengevaluasi dan menganalisis bagaimana kelayakan jaringan tersebut dan
kemudian mengambil langkah-langkah dan solusi-solusi dalam menyelesaikan
permasalahan yang terjadi. Apabila masih sesuai dengan standar maka tidak perlu
dilakukan penggelaran kabel baru atau penambahan repeater atau attenuator,
tetapi hanya melakukan proses maintenance rutin.
Dalam melakukan perhitungan power budget PT. TELKOM memiliki
standar untuk membatasi loss yang boleh ada pada suatu link transmisi. Standar
tersebut merupakan acuan yang dipergunakan oleh PT. TELKOM pada saat awal
perencanaan dan pembangunan jaringan. Standar ini menentukan batas maksimum
untuk fiber loss, splice loss dan connector loss yang nilai-nilainya telah
disebutkan pada bab3. Batas maksimum inilah yang dipakai oleh PT. TELKOM
pada saat melakukan perencanaan suatu jaringan. Oleh karena itu, loss dari hasil
pengukuran harus memiliki nilai di bawah batas maksimum tersebut untuk
mendapatkan unjuk kerja yang baik.
Pengukuran dilakukan dengan mempergunakan alat optical time domain
reflectometer (OTDR) dari STO Jatinegara ke ONU (hasil pengukuran dapat
dilihat pada bagian lampiran). Sedangkan, untuk melihat perfomansi dari sisi
power budget selain membandingkan loss dengan melakukan pengukuran di
lapangan, hasil evaluasi juga dapat diperkuat dengan mencari margin sistem
melalui perhitungan. Margin diperlukan untuk mengantisipasi adanya perubahan
parameter komponen karena usia operasi sehingga menyebabkan degradasi.
Margin harus menunjukkan nilai positif. Dengan kata lain gain dari sistem harus
lebih besar atau sama dengan total loss. Perhitungan margin mensubtitusi rumus-
rumus yang ada pada bab 2 yaitu ;
System Gain (Gs) = Pt – MRP dan
M = Gs – Lo
Sehingga margin sistem,
M = (Pt – MRP) – Lo…………….………………………………………… (4.1)
Selain itu, total loss dari hasil pengukuran harus dibandingkan dengan total
loss dari hasil perhitungan berdasarkan standar PT.TELKOM. Gambar 4.1
menunjukkan konfigurasi sederhana untuk perhitungan loss pada STO Jatinegara
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
antara COT dan RT. Standar batas maksimum PT.TELKOM untuk tiap jenis loss
adalah sebagai berikut.
� Fiber loss : 0,4 dB/km
� Splice Loss : 0,24 dB
� Connector loss : 0,5 dB
Gambar 4.1 Konfigurasi perhitungan loss pada STO Tebet antara COT dan RT
Perhitungan total loss ini menggunakan persamaan yang ada pada bab 2, yaitu
Lo (Total rugi-rugi) = D.Lf + Nc.Lc + Ns.Ls + Lps dB
Data-data yang dipergunakan untuk mencari nilai margin adalah total loss,
daya yang dikopel ke saluran dan daya terima minimum yang diperlukan. PT.
TELKOM KANDATEL Jakarta Timur tidak memiliki alat untuk mengukur daya
sehingga data-data untuk daya diperoleh dari sumber lain yaitu dari kriteria
parameter perangkat yang dipakai. Jaringan akses di STO Tebet memakai
perangkat SDH SDT1 yang memiliki kriteria parameter optical interface tertentu.
Tabel 4.1 menunjukkan kriteria tersebut yang memuat data-data daya yang
diperlukan.
Tabel 4.1 Kriteria parameter dari STM-1 optical interface perangkat SDH SDT1
Perangkat SDH Daya sumber optik yang
dikopel ke saluran (dBm)
Sensitivitas penerima
Terburuk (dBm)
BER
SDT1 Optical
interface
0 -38 ≤10-10
Sumber : User manualIssue 1.0 , NEC Corporation.
Dengan mempergunakan Persamaan 4.1 dan data-data diatas perhitungan margin
dapat dilakukan. Berikut akan diberikan satu contoh perhitungan untuk link STO
JATINEGARA � REMOTE ONU – RBP – FCLB dengan nomor core 3 (lihat
lampiran).
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
M = (Pt – MRP) – Lo dB
M = (0 – (-38)) – 0.182 dB
M = 38 – 0.182 dB
M = 37.818 dBm
Dan dengan mempergunakan persamaan diatas, dapat dilakukan perhitungan total
loss dari standarisasi PT TELKOM. Berikut adalah contoh perhitungan total loss
untuk adalah sebagai berikut:
Lo (Total rugi-rugi) = D.Lf + Nc.Lc + Ns.Ls + Lps dB
= (3,282 . 0,4) + (2 . 0,5) + (1 . 0,24) dB
= 1,3128 + 1 + 0,24 dB
= 2,552 dB
Berikut adalah data lengkap hasil perhitungan Margin sistem dari data hasil
pengukuran untuk beberapa jaringan akses beserta data hasil perhitungan standar
loss dari standarisasi PT TELKOM. Namun, ruang lingkup perhitungan dibatasi
hanya untuk sistem 1 (TS1) dan perhitungan dilakukan untuk nomor kabel PF01.
Data-data hasil perhitungan dan pengukuran untuk evaluasi power budget dapat
diringkas kedalam tabel 4.2, 4.3, 4.4, dan tabel 4,5.
Tabel 4.2 Data hasil evaluasi power budget STO JATINEGARA � REMOTE
ONU – RBP – FCLB
No No.
Core
Jarak
(km)
Loss hasil
pengukuran (dB)
Loss dari
standarisasi (dB)
Margin sistem
(dB)
1 3 3,282 0,182 2,552 37,818
2 4 3,656 1,432 2,702 36,568
3 5 3,666 1,823 2,706 36,177
4 6 3,666 1,233 2,706 36,767
5 7 3,666 1,211 2,706 36,789
6 8 3,666 1,122 2,706 36,878
7 9 3,666 1,176 2,706 36,824
8 10 3,666 1,243 2,706 36,757
9 11 3,666 1,174 2,706 36,828
10 12 3,666 1,159 2,706 36,841
11 13 3,758 1,258 2,743 36,742
12 14 3,758 1,184 2,743 36,816
13 15 3,758 1,395 2,743 36,605
14 16 3,758 1,319 2,743 36,681
15 21 4,274 1,006 2,949 36,994
16 22 4,274 1,037 2,949 36,963
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
No No.
Core
Jarak
(km)
Loss hasil
pengukuran (dB)
Loss dari
standarisasi (dB)
Margin sistem
(dB)
17 23 4,274 1,022 2,949 36,978
18 24 4,274 0,999 2,949 36,681
Rata-rata 1,237 2,759 36,817
Tabel 4.3 Data hasil evaluasi power budget STO JATINEGARA � REMOTE
ONU – RBB – RBD
No No.
Core
Jarak
(km)
Loss hasil
pengukuran (dB)
Loss dari
standarisasi (dB)
Margin sistem
(dB)
1 25 2,998 1,173 2,439 36,827
2 26 2,998 0,813 2,439 37,187
3 27 2,998 0,854 2,439 37,146
4 28 2,998 0,853 2,439 37,147
5 29 2,998 0,893 2,439 37,107
6 30 2,998 0,958 2,439 37,042
7 33 3,261 1,091 2,544 36,909
8 34 - - - -
9 41 2,826 0,763 2,370 37,237
10 42 2,826 0,751 2,370 37,249
11 43 2,826 0,712 2,370 37,288
12 44 2,826 0,712 2,370 37,288
13 45 2,724 1,161 2,329 36,839
14 46 2,826 0,684 2,370 37,316
15 47 2,826 0,886 2,370 37,114
Rata-rata 1,142 2,409 37,121
Tabel 4.4 Data hasil evaluasi power budget STO JATINEGARA � REMOTE
ONU – RBR – RBC
No No.
Core
Jarak
(km)
Loss hasil
pengukuran (dB)
Loss dari
standarisasi (dB)
Margin sistem
(dB)
1 53 3,758 1,000 2,743 37,000
2 54 3,758 1,003 2,743 36,997
3 57 2,978 0,506 2,431 37,494
4 58 2,978 0,470 2,431 37,530
5 59 2,978 0,479 2,431 37,521
6 60 2,978 0,454 2,431 37,546
7 65 - - - -
8 66 3,727 1,154 2,730 36,846
9 69 2,978 0,480 2,431 37,520
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
No No.
Core
Jarak
(km)
Loss hasil
pengukuran (dB)
Loss dari
standarisasi (dB)
Margin sistem
(dB)
10 70 2,978 0,572 2,431 37,428
11 71 2,978 0,681 2,431 37,319
12 72 2,978 1,003 2,431 36,997
Rata-rata 1,040 2,515 37,291
Tabel 4.5 Data hasil evaluasi power budget STO JATINEGARA � REMOTE
ONU – RBS
No No.
Core
Jarak
(km)
Loss hasil
pengukuran (dB)
Loss dari
standarisasi (dB)
Margin sistem
(dB)
1 75 3,119 2,286 2,487 35,714
2 76 3,119 1,299 2,487 36,701
3 77 3,119 1,091 2,487 36,909
4 78 3,119 1,237 2,487 36,763
5 81 3,119 0,826 2,487 37,174
6 82 3,119 1,093 2,487 36,907
7 83 3,119 0,904 2,487 37,096
8 84 3,119 0,847 2,487 37,153
9 87 1,894 0,778 1,997 37,222
10 88 1,894 0,637 1,997 37,363
11 89 - - - -
12 90 1,894 0,717 1,997 37,283
13 91 1,955 0,761 2,022 37,239
14 92 1,955 0,761 2,022 37,239
15 93 1,955 0,723 2,022 37,277
16 94 1,955 0,831 2,022 37,169
17 95 1,955 0,719 2,022 37,281
18 96 1,955 0,583 2,022 37,417
Rata-rata 1,401 2,236 37,053
4.3 Analisis Power Budget
Pada saat melakukan evaluasi dan analisis maka yang perlu diperhatikan
adalah Margin sistem yang dihasilkan masih positif atau tidak dan perbandingan
antara loss hasil pengukuran dan loss perhitungan berdasarkan standarisasi yang
ditetapkan oleh PT TELKOM. Perbandingan yang baik adalah nilai loss hasil
pengukuran harus lebih kecil daripada loss dari hasil perhitungan berdasarkan
standarisasi.
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
4.3.1 STO JATINEGARA ���� REMOTE ONU – RBP – FCLB (Link A)
Dari data pada Tabel 4.2 dapat terlihat bahwa loss dari hasil pengukuran
hanya berkisar antara 0,999 s/d 1,823 dan loss dari hasil perhitungan berdasarkan
standarisasi berkisar antara 2,702 s/d 2,949. Sedangkan Margin sistem ynag
didapat berkisar antara 36,177 s/d 37,818. Hal ini menunjukkan bahwa loss hasil
pengukuran masih relatif kecil bila dibandingkan dengan loss standarisasi PT
TELKOM. Selain itu, margin sistem yang dihasilkan juga masih sangat positif.
Dimana nilai margin yang baik adalah 38 dBm. Dari kedua fakta tersebut dapat
kita simpulkan bahwa kondisi link STO JATINEGARA � REMOTE ONU –
RBP – FCLB (Link A) masih sangat bagus dengan loss yang masih sangat kecil
dan margin sistem yang masih sangat positif. Untuk Lebih jelas lihat Gambar 4.2
dibawah ini.
Gambar 4.2 Perbandingan loss hasil pengukuran dan loss dari standarisasi
Dari Grafik dapat kita lihat bahwa peningkatan nilai loss untuk setiap core
tidak terlalu besar dan hampir relatif sama. Untuk loss dari hasil pengukuran nilai
loss yang terbesar hanya terjadi pada core nomor 5 dengan jarak link 3666 m,
sedangkan loss terkecil terjadi pada core nomor 3 dengan jarak link 3282 m.
Redaman link tersebut menjadi bertambah besar, hal ini menunjukkan adanya
penurunan kualitas link. Secara fisik, hal ini disebabkan oleh bertambahnya usia
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
komponen itu sendiri, misalnya redaman konektor yang semakin besar, kepekaan
optik yang semakin melemah, dan daya keluaran pengirim yang semakin menurun
dan kualitas kabel optik yang banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
sekitarnya.
Akan tetapi, nilai loss yang dihasilkan pada link ini masih relatif kecil. Hal
ini disebabkan karena jaringan akses tersebut merupakan jaringan yang baru
diinstalasi. Penyebab lainnya adalah konstruksi penggelaran kabel yang ditanam
kedalam tanah sesuai standarnya (standar dinas pekerjaan umum adalah 120 cm
dibawah permukaan tanah), ditambah dengan perlindungan dari duct pipa PVC
sehingga memberikan perlindungan yang ekstra. Selain itu, karakteristik daerah
sepanjang link ini merupakan daerah perkotaan yaitu Jakarta yang sudah maju dan
tidak pernah terjadi gempa atau longsor.
4.3.2 STO JATINEGARA ���� REMOTE ONU – RBB – RBD (Link B)
Dari data pada Tabel 4.3 terlihat bahwa loss dari hasil pengukuran hanya
berkisar antara 0,684 s/d 1,173 dan loss dari hasil perhitungan berdasarkan
standarisasi berkisar antara 2,329 s/d 2,544. Untuk nilai loss yang dihasilkan dari
standarisasi PT TELKOM sangat bergantung pada jumlah konektor yang
digunakan, jumlah splice, dan panjang kabel optik. Semakin panjang kabel,
semakin banyak konektor yang digunakan serta semakin banyak splice maka hasil
loss dari standarisasi juga semakin besar. Begitu juga dengan loss yang dihasilkan
dari pengukuran sangat bergantung pada ketiga hal tersebut. Pada jaringan akses
ini jumlah konektor hanya 2 dan splice yang ada hanya 1 sehingga loss-loss yang
dihasilkan dari hasil pengukuran relatif kecil seperti yang terlihat pada Tabel 4.3.
Sedangkan Margin sistem yang didapat pada link ini berkisar antara 36,827
s/d 37,316. Hal ini menunjukkan bahwa Margin sistem yang dihasilkan masih
sangat positif. Dimana nilai margin yang baik adalah 38 dBm. Dari kedua fakta
tersebut dapat kita simpulkan bahwa kondisi link STO JATINEGARA �
REMOTE ONU – RBB – RBD (Link B) masih sangat bagus dengan loss yang
masih sangat kecil dan margin sistem yang masih sangat positif. Untuk Lebih
jelas lihat Gambar 4.3 dibawah ini.
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Gambar 4.3 Perbandingan loss hasil pengukuran dan loss dari standarisasi
Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa peningkatan nilai loss untuk setiap
core juga tidak terlalu besar dan hampir relatif sama. Untuk loss dari hasil
pengukuran nilai loss yang terbesar hanya terjadi pada core nomor 25 dengan
jarak link 2998 m, sedangkan loss terkecil terjadi pada core nomor 46 dengan
jarak link 2826 m. Redaman link tersebut menjadi bertambah besar, hal ini
menunjukkan adanya penurunan kualitas link. Secara fisik sebenarnya penyebab
ke-empat link ini sama yaitu disebabkan oleh bertambahnya usia komponen itu
sendiri, misalnya redaman konektor yang semakin besar, kepekaan optik yang
semakin melemah, dan daya keluaran pengirim yang semakin menurun dan
kualitas kabel optik yang banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya.
Akan tetapi, nilai loss yang dihasilkan pada link ini juga masih relatif kecil,
dan hanya 3 core yang menunjukkan nilai loss yang besar yaitu core nomor 25,
33, dan 45. Hal ini juga disebabkan karena jaringan akses tersebut merupakan
jaringan yang baru digelar. Penyebab lainnya adalah konstruksi penggelaran kabel
yang ditanam kedalam tanah sesuai standarnya (standar dinas pekerjaan umum
adalah 120 cm), ditambah dengan perlindungan dari duct pipa PVC sehingga
memberikan perlindungan yang ekstra. Selain itu, karakteristik daerah sepanjang
link ini juga berada dalam satu cakupan area yang sama yaitu daerah ibukota
Jakarta yang sudah maju dan tidak pernah terjadi gempa atau longsor
sebelumnya. Sedangkan penyebab terjadinya loss yang besar untuk 3 core diatas
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
2998 2998 2998 2998 2998 2998 3261 2826 2826 2826 2826 2724 2826 2826
Loss hasil pengukuran (dB)
Loss dari standarisasi (dB)
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
dapat disebabkan oleh beberapa hal selain faktor fisik diatas seperti kesalahan
proses pengukuran , kesalahan pembacaan hasil ukur, kondisi lingkungan ketika
dilakukan pengukuran. Selain itu, pada jaringan akses ini juga terdapat 1 core
yang tidak terukur pada saat dilakukan proses pengukuran yaitu core 34. Hal ini
disebabkan karena core 34 tidak terhubung disisi penerima dengan kata lain core
34 tidak aktif.
4.3.3 STO JATINEGARA ���� REMOTE ONU – RBR – RBC (Link C)
Dari data pada Tabel 4.4 terlihat bahwa loss dari hasil pengukuran hanya
berkisar antara 0,454 s/d 1,154 dan loss dari hasil perhitungan berdasarkan
standarisasi berkisar antara 2,431 s/d 2,743. Untuk nilai loss yang dihasilkan dari
standarisasi PT TELKOM sangat bergantung pada jumlah konektor yang
digunakan, jumlah splice, dan panjang kabel optik. Semakin panjang kabel,
semakin banyak konektor yang digunakan serta semakin banyak splice maka hasil
loss dari standarisasi juga semakin besar. Begitu juga dengan loss yang dihasilkan
dari pengukuran sangat bergantung pada ketiga hal tersebut. Hal tersebut dapat
dilihat dari data hasil perhitungan dan pengukuran. Pada jaringan akses ini jumlah
konektor yang ada juga hanya 2 dan splice yang ada hanya 1 sehingga loss-loss
yang dihasilkan dari hasil pengukuran relatif kecil seperti yang terlihat pada Tabel
4.4.
Sedangkan Margin sistem yang didapat pada link ini berkisar antara 36,846
s/d 37,546. Hal ini menunjukkan bahwa Margin sistem yang dihasilkan masih
sangat positif. Dimana nilai margin yang baik adalah 38 dBm. Dari kedua fakta
tersebut dapat kita juga dapat menyimpulkan hal yang sama seperti pada kedua
link diatas yaitu kondisi link STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBR –
RBC (Link C) masih sangat bagus dengan loss yang masih sangat kecil dan
Margin sistem juga masih positif. Untuk Lebih jelas lihat Gambar 4.4 berikut ini.
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Gambar 4.4 Perbandingan loss hasil pengukuran dan loss dari standarisasi
Dari grafik yang dihasilkan diatas dapat kita lihat bahwa secara keseluruhan
selisih antara loss hasil pengukuran dan loss hasil perhitungan berdasarkan
standarisasi cukup jauh yaitu berkisar antara 0 dB –s/d 2 dB. Untuk loss dari hasil
pengukuran nilai loss yang terbesar hanya terjadi pada core nomor 66 dengan
jarak link 3727 m, sedangkan loss terkecil terjadi pada core nomor 60 dengan
jarak link 2978 m. Adanya peningkatan penurunan kualitas link juga disebabkan
oleh hal-hal yang telah disebutkan pada subbab 4.3.3.
Selain itu, Pada grafik diatas juga terdapat 4 core yang memiliki nilai loss
yang sedikit lebih besar dari nilai loss secara keseluruhan yaitu core 53, 54, 66,
dan 72. Namun ke-empat nilai loss tersebut masih bernilai 1,000 s/d 1,154 dB dan
masih berada jauh dibawah standar loss yang ditetapkan sehingga tidak terlalu
berpengaruh terhadap kualitas jaringan karena jaringan akses ini juga masih
tergolong baru. Namun peningkatan loss dapat terjadi dan secara fisik sebenarnya
penyebab ke-empat link ini sama yaitu disebabkan oleh bertambahnya usia
komponen itu sendiri, misalnya redaman konektor yang semakin besar, kepekaan
optik yang semakin melemah, dan daya keluaran pengirim yang semakin menurun
dan kualitas kabel optik yang banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
sekitarnya. Selain itu, pada jaringan akses ini juga terdapat 1 core yang tidak
terukur pada saat dilakukan proses pengukuran yaitu core 65. Hal ini disebabkan
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
karena core 65 tidak terhubung disisi penerima dengan kata lain core 65 tidak
aktif.
4.3.4 STO JATINEGARA ���� REMOTE ONU – RBS (Link D)
Dari data pada Tabel 4.5 terlihat bahwa loss dari hasil pengukuran hanya
berkisar antara 0,583 s/d 2,286 dan loss dari hasil perhitungan berdasarkan
standarisasi berkisar antara 1,997 s/d 2,487. Untuk nilai loss yang dihasilkan dari
standarisasi PT TELKOM sangat bergantung pada jumlah konektor yang
digunakan, jumlah splice, dan panjang kabel optik. Semakin panjang kabel,
semakin banyak konektor yang digunakan serta semakin banyak splice maka hasil
loss dari standarisasi juga semakin besar. Begitu juga dengan loss yang dihasilkan
dari pengukuran sangat bergantung pada ketiga hal tersebut. Pada jaringan akses
ini jumlah konektor juga hanya 2 dan splice yang ada hanya 1 sehingga loss-loss
yang dihasilkan dari hasil pengukuran relatif kecil seperti yang terlihat pada Tabel
4.5.
Sedangkan margin sistem yang didapat pada link ini berkisar antara 35,714
s/d 37,417. Hal ini menunjukkan bahwa Margin sistem yang dihasilkan juga
masih sangat positif. Dari kedua fakta tersebut dapat kita simpulkan bahwa
kondisi jaringan akses STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBS (Link D)
juga masih sangat bagus dengan loss yang masih sangat kecil dan margin sistem
yang masih sangat positif. Untuk Lebih jelas lihat Gambar 4.5 dibawah ini.
Gambar 4.5 Perbandingan loss hasil pengukuran dan loss dari standarisasi
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Dari grafik yang dihasilkan diatas dapat kita lihat bahwa secara keseluruhan
selisih antara loss hasil pengukuran dan loss hasil perhitungan berdasarkan
standarisasi cukup jauh yaitu berkisar antara 0 dB –s/d 2 dB. Akan tetapi pada
jaringan akses ini terdapat 1 buah core yang memiliki nilai loss hasil pengukuran
yang sangat besar yaitu core 75 dengan nilai loss sebesar 2,286 dB. Nilai ini
sangat buruk mengingat nilai loss hasil perhitungan standarisasi adalah sebesar
2,487 dB. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi dari core serat optik itu sendiri
dimana terjadi cacat pada saat pabrifikasi atau bisa juga disebabkan oleh kondisi
lingkungan dan bisa juga terjadi karena kesalahan pada saat instalasi kabel
(misalnya kabelnya ada yang terjepit sehingga core 75 yang berada pada bagian
paling luar mengalami retak atau pecah). Penyebab lainnya juga bisa terjadi
karena core 75 tidak terhubung dengan baik disisi penerima sehingga ada daya
yang hilang. Khusus untuk core 75 ini merupakan kasus spesial dan diprediksikan
core 75 ini akan mengalami degradasi yang lebih cepat atau dengan kata lain masa
aktif core ini akan lebih cepat habis. Untuk loss dari hasil pengukuran nilai loss
yang terbesar hanya terjadi pada core nomor 75 dengan jarak link 3119 m,
sedangkan loss terkecil terjadi pada core nomor 96 dengan jarak link 1995 m.
Adanya peningkatan penurunan kualitas link juga disebabkan oleh hal-hal yang
telah disebutkan pada subbab 4.3.3.
Selain core 75, Pada grafik diatas juga terdapat 4 core yang memiliki nilai
loss yang sedikit lebih besar dari nilai loss secara keseluruhan yaitu core 76, 77,
78, dan 82. Namun ke-empat nilai loss tersebut masih bernilai 1,000 s/d 1,154 dB
dan masih berada jauh dibawah standar loss yang ditetapkan sehingga tidak terlalu
berpengaruh terhadap kualitas jaringan. Namun peningkatan loss dapat terjadi dan
secara fisik sebenarnya penyebab ke-empat link ini sama yaitu disebabkan oleh
bertambahnya usia komponen itu sendiri, misalnya redaman konektor yang
semakin besar, kepekaan optik yang semakin melemah, dan daya keluaran
pengirim yang semakin menurun dan kualitas kabel optik yang banyak
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Selain itu, pada jaringan akses ini
juga terdapat 1 core yang tidak terukur pada saat dilakukan proses pengukuran
yaitu core 89. Hal ini disebabkan karena core 89 tidak terhubung disisi penerima
dengan kata lain core 89 tidak aktif.
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
4.3.5 Perbandingan power budget antar link
Berdasarkan data-data margin yang didapat untuk ke-empat jaringan akses
dapat dihitung berapa nilai margin rata-rata untuk masing-masing jaringan akses.
Kemudian dengan melihat dan membandingkan ke-empat nilai margin rata-rata
tersebut akan terlihat jaringan akses mana yang memiliki margin yang paling
positif atau baik dan jaringan akses mana yang paling rendah. Gambar 4.6 berikut
adalah grafik perbandingan margin rata-rata ke-empat jaringan akses atau link
diatas.
Gambar 4.6 Perbandingan margin rata-rata sistem
Dari Grafik diatas terlihat bahwa link C (STO JATINEGARA �
REMOTE ONU – RBR – RBC) memiliki nilai margin rata yang paling baik yaitu
37,291 dB dan berikutnya adalah link B (STO JATINEGARA � REMOTE ONU
– RBB – RBD) yang memiliki nilai margin rata-rata 37,121 dB dan selanjutnya
adalah link D (STO JATINEGARA � REMOTE ONU – RBS) dengan nilai
margin rata-rata sebesar 37,053dB. Sedangkan link yang memiliki nilai margin
rata-rata yang paling rendah adalah link A (STO JATINEGARA � REMOTE
ONU – RBP – FCLB) dengan nilai margin rata-rata sebesar 36,817 dB. Akan
tetapi, walaupun link A memiliki nilai margin rata-rata yang paling rendah dari
ke-empat link tersebut, hal ini tidak berarti link A memiliki performansi yang
jelek. Berikut adalah Gambar 4.7 tentang perbandingan loss.
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
2998 2998 2998 2998 2998 2998 3261 2826 2826 2826 2826 2724 2826 2826
Loss hasil pengukuran (dB)
Loss dari standarisasi (dB)
a) Link A b) Link B
c) Link C d) Link D
Gambar 4.7 Perbandingan loss: a) Link A, b) Link B, c) Link C, d) Link D
Dari Gambar 4.7 dapat kita lihat dan secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
ke-empat link tersebut memiliki performansi yang sangat baik karena loss yang
yang dihasilkan masih bernilai kecil dan masih berada dibawah standar loss yang
ditetapkan oleh PT TELKOM. Hal ini dapat kita lihat pada gambar 4.7 dan bagan
4.1 dan bagan 4.2 dimana grafik yang dihasilkan oleh data loss hasil pengukuran
masih berada jauh dibawah grafik yang dihasilkan melalui perhitungan
berdasarkan standarisasi PT TELKOM kecuali untuk kasus core 75 pada Link D
STO JATINEGARA →REMOTE ONU – RBS yang nilai loss hasil
pengukurannya memiliki nilai yang mendekati dengan nilai loss hasil perhitungan
berdasarkan standarisasi. Dalam hal ini core 75 merupakn special case seperti
yang telah dijelaskan pada sub Bab 4.3.4.
Selain itu, dari Gambar 4.7 juga dapat dilihat bahwa link B, Link C dan
Link D memiliki grafik loss hasil pengukuran yang relatif kecil dan hampir semua
nilai loss berada dibawah nol hanya beberapa core yang memiliki nilai loss diatas
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
nol seperti untuk Link B yang meghasilkan nilai loss diatas nol hanya core 25, 33,
dan core 45 atau hanya berkisar 20% dari total jumlah core dan Link C hanya
core 53, 54, 66, dan 72 atau hanya 33% dari jumlah core total serta untuk Link D
hanya untuk core 75, 76, 77, 78 dan 82 atau sekitar 27% dari total jumlah core.
Hal ini menunjukkan bahwa dari ketiga link tersebut nilai loss yang memiliki nilai
yang besar hanya berkisar 3 s/d 5 core atau hanya berkisar antara 27% s/d 33%.
Akan tetapi untuk link A berlaku sebaliknya dimana hanya ada 2 core
yang memiliki nilai loss yang berada dibawah nol yaitu core 3 dan core 24 atau
hanya 11% yang berada dibawah nol dan selebihnya berada diatas nilai 1 (sekitar
89%). Dari data maintenance hasil pengukuran yang dilakukan pada bulan April
dapat kita lihat bahwa degradasi atau penurunan kualitas link paling cepat dan
paling besar terjadi pada Link A. Berdasarkan data hasil pengukuran tersebut
dapat diprediksi bahwa pertumbuhan degradasi kualitas link paling cepat akan
terjadi pada link A dimana Link ini akan mengalami penambahan atenuator atau
repeater baru yang lebih cepat dari Link lainnya atau bahkan proeses instalasi
baru yang lebih cepat. Untuk lebih jelasnya lihat Bagan 4.1 dan 4.2 di bawah ini.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Link A Link B Link C Link D
Loss Hasi l Pengukuran
Loss Dari Standarisasi
Bagan 4.1 Perbandingan loss rata-rata hasil pengukuran dan dari standarisasi
antar Link
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Link A Link B Link C Link D
Loss Has i l Pengukura n Los s Dari Standaris as i Margin
Bagan 4.2 Perbandingan rata-rata loss hasil pengukuran, loss standarisasi, dan Margin
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari ke-empat data hasil pengukuran loss terlihat bahwa kondisi ke-empat
jaringan komunikasi yang berada dalam cakupan area STO Jatinegara masih
menghasilkan nilai loss yang kecil kecuali untuk core 75 yang merupakan special
case seperti yang telah dibahas pada bab 4.
Dari hasil perhitungan dan analisis power budget juga terlihat bahwa nilai
loss hasil pengukuran masih berada dalam batas standarisasi yang ditentukan dan
nilai Margin yang dihasilkan oleh ke-empat jaringan akses tersebut masih sangat
positif dan masih berada dalam standarisasi. Dengan demikian dapat kita
simpulkan bahwa berdasarkan hasil analisis power budget ke-empat jaringan
akses tersebut masih memiliki performansi yang sangat baik.
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
DAFTAR ACUAN/REFERENSI
[1] Joseph C, “Fiber Optic Communications”, http://howstuffworks.com, Maret
2008
[2] Introduction to Fiber Optics Part 1 (Including Video Transmission for
a/v), http://www.commspecial.com/fiberguide.htm#advantages, diakses tanggal
12 Februari 2006
[3] “Serat Optik”, http://id.wikipedia.org/wiki/Serat_optik, Juni 2008
[4] “Fibre Optic”, http://www.datacottage.com/nch/fibre.htm, Juni 2008
[5] lab.binus.ac.id/pk/download/seratoptik.pdf, Maret 2008
[6] “Fiber Optics”, http://www.arcelect.com/fibercable.htm, Juni 2008
[7] Witjaksono, Gunawan, Fiber Optic Networking Slide, Departemen
Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia:hal 7, 8
[8] Keiser,G., Optical Fiber Communication, 3rd edition, Mc Graw-Hill, USA,
2000.
[9] http://www.fiber-optics.info/glossary-s.htm, Mei 2008
[10] TELKOM, Perencanaan Jarkolaf, Jakarta Regional Training Centre, 1999
[11] Materi Pelatihan JAWARA-C OAN, Telkom Training Center AREA-1
Jakarta, hal 63-64
[12] NEC Corporation, “SDT1 User Manual Issue 1.0”.Tokyo
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
DAFTAR PUSTAKA
Koonen, Ton., “Fibre-optic Techniques for Broadband Access Networks”,
Telektronikk, vol 101, Norway, 2005.
Rogers, Alan., Understanding Optical Fiber Communications, Artech House,
Norwood, 2001.
NS, Rochmah, Komunikasi Optik, Departemen Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia, Depok, 2000, hal 1, 2, 22-26.
Auzaiy, “Jaringan Fiber Optic dan Sistem Komunikasi di PT. CPI”, Depok, 2008
Payne, David., Davey, Russel., “A New Architecture for Optical Networks”,
Telektronikk, vol 101, Norway, 20-5
Crisp, John dan Barry Elliot, “ Serat Optik: Sebuah Pengantar”,Erlangga, Jakarta
2006.
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Lampiran 1 : Data Hasil Pengukuran
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008
Lampiran 2 : Spesifikasi Teknik SDT 1
Analisis power budget..., Auzaiy, FT UI, 2008