case anestesi laparascopic
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
1/25
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Subbihah binti Kamaralarifin
NIM : 030.08.306
Judul Case : ANESTESI UMUM PADA LAPAROSKOPIK KOLESISTEKTOMI
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing Dr. Satriyo Y. Sasono, SpAn pada :
Hari :
Tanggal :
Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Anestesi
Di Rumah Sakit Otorita Batam
Batam , Januari 2013
Dr. Satriyo Y.Sasono, SpAn.
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
2/25
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan anugrah-
Nya, pembahasan case dengan judul Anestesi Umum pada Laparoskopik Kolesisektomi dapat
di selesaikan.
Pembahasan case ini disusun sebagai salah satu tugas dalam pelaksanaan kepaniteraan
klinik bagian anastesi RS otorita batam periode 17 Disember 2012 19 Januari 2013.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Satriyo
Y.Sasono, Sp.An selaku pembimbing dalam penyusunan tugas ini serta seluruh pihak yang
telah membantu, sehingga case ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, karena itu sangat diharapkan
kritik dan saran untuk perbaikan pembuatan case ini
Batam, Januari 2013
Penulis
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
3/25
BAB 1
PENDAHULUAN
Kemajuan pesat ilmu dan teknologi kedokteran melahirkan berbagai konsep baru
dalam melakukan prosedur bedah. Konsep tersebut umumnya mengupayakan agar respons
tubuh yang terjadi dapat dikendalikan dan direkayasa dengan persiapan pra-bedah yang baik,
porsedur bedah yang seaman mungkin, manipulasi selama pembedahan minimal, serta
pendeknya waktu pembedahan. Konsep di atas telah terbukti dapat menekan angka
komplikasi, pemulihan lebih cepat, mengurangi nyeri pasca bedah dan menekan angka
kecacatan ataupun resiko kematian.
Dalam lingkup Bedah Digestif, konsep-konsep di atas telah diterjemahkan menjadi
prosedur Bedah Akses Minimal. Bedah Endolaparoskopik (BEL) telah diterima luas
mengingat berbagai keuntungan yang diperoleh. Saat ini, BEL telah menjadi prosedur bedah
pilihan dan unggulan di beberapa rumah sakit. Keuntungan pasien yang menjalani BEL,
antara lain luka yang kecil, rasa nyeri yang ringan, komplikasi lebih rendah, masa pulih dan
masa rawat lebih pendek. Akibatnya, pasien akan lebih cepat kembali beraktivitas normal
sehari-hari.
Pengangkatan kantung empedu dengan teknik BEL (laparoskopik kolesistektomi)kini lebih banyak dilakukan berbanding teknik kolesistektomi terbuka atau laparotomi pada
penderita dengan batu empedu.
Penyakit batu empedu atau kolelitiasis (gallstones) itu sendiri adalah timbunan kristal
di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Prevalensi batu empedu tergantung
usia, jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor
resiko batu empedu memang dikenal dengan singkatan 4-F, yakni Fatty (gemuk), Fourty
(40th), Fertile (subur), dan Female (wanita).
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu empedu dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kategori mayor, yaitu : 1. Batu kolesterol dimana komposisi
kolesterol melebihi 70%, 2. Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang
mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama, dan 3. Batu pigmen hitam yang kaya
akan residu hitam tak terekstraksi.
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala(asimptomatik). Jika simtomatik, dapat memberikan gajala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
4/25
bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dyspepsia atau mual. Keluhan utamanya
berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier
yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.
Kolik biliaris, nyeri post prondial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan
berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian
pulih, disebabkan oleh batu empedu. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan
kolik biliaris.
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan
sering menyebabkan kedaruratan abdomen. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan
dengan obstruksi duktus sistikus dengan gambaran nyeri perut kanan atas yang tajam dan
konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di
daerah epigastrium post prondial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan
dan dapat menjalar ke punggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual,
muntah, dan penurunan nafsu makan. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri
tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik Murphy sign (pasien berhenti nafas
sewaktu perut kanan atas ditekan).
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antaranya : 1. pemeriksaan
laboratorium, 2. Pemeriksaan foto polos abdomen, 3. Ultrasonografi (transabdominal,
endoskopi), 4. Kolesistografi, 5. CT-scan, 6. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreatography) 7. MRCP (Magnetic Resonance Cholangio Pancreatography).
Penanganannya, bisa secara konservatif dengan menggunakan obat-obatan atau
litotripsi (ESWL) atau penanganan secara operatif. Teknik operatif bisa secara open
kolesistektomi atau dengan kolesistektomi laparoskopik, seperti dibincangkan diatas.
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
5/25
BAB II
Manajemen anestesi pada laparoskopi
Pemilihan jenis anestesi memperhatikan beberapa faktor, antara lain : umur, jenis
kelamin, status fisik, jenis operasi, ketrampilan operator dan peralatan yang dipakai,
ketrampilan/kemampuan pelaksana anestesi dan sarananya, status rumah sakit, dan
permintaan pasien. Saat ini sekitar 70-75 % operasi pada rumah sakit, dilakukan di bawah
anestesi umum (general anesthesia). Operasi sekitar kepala, leher, dada, dan abdomen sangat
baik dilakukan dengan anestesi umum inhalasi dengan pemasangan pipa endotrakheal, sejak
diketahui bahwa dengan metode ini jalan nafas dapat dikontrol dengan baik sepanjang waktu.
Anestesi regional tidak digunakan rutin pada prosedur laparoskopi, karena iritasi yang
mengenai diafragma dari insuflasi CO2. Bisa menyebabkan sakit pada pundak, ditambah lagi
waktu penyembuhan untuk pengembalian fungsi yang lengkap bisa lama.
Pasien biasanya menjalani prosedur laparoskopi dengan anestesi umum dengan
menggunakan monitor standar. Pengukuran tekanan darah noninvasive dan kapnografi
penting untuk mengikuti efek hemodinamik dan pneumoperitoneum pada respirasi dan
perubahan posisi. Dalam situasi tertentu, monitor pengukuran tekanan arteri sebaiknya
dilakukan. Indikasi tindakan monitor tekanan arteri secara invasif antara lain: penyakit paru
berat, end tidal CO2. arteri yang sangat tinggi, dan fungsi ventrikel yang menurun. Sama
halnya dengan monitor pengukuran tekanan vena sentral, pemasangan kateter arteri paru atau
transesofageal echocardiografi bisa berguna untuk pasien dengan gangguan fungsi jantung.
Akses untuk memasukkan obat secara intravena harus memadai pada prosedur
laparoskopi, seperti pada keadaan kehilangan darah. Akses untuk memasukkan obat secara
intravena yang adekuat adalah kunci dari resusitasi cairan yang tepat untuk keadaan
pendarahan yang tidak terkontrol atau emboli gas. Akses ke vena sentral harus
dipertimbangkan pada pasien dengan gangguan vena perifer.
Untuk mencegah aspirasi paru dan menjaga jalan nafas, perlu pemasangan pipa
endotrakeal. Pemasangan sebuah pipa orogastrik atau nasogastrik setelah jalan nafas dikuasai
dapat mengurangi tekanan udara lambung, menurunkan resiko kerusakan gaster, dan
memperbaiki visualisasi selama operasi. Pada saat tekanan intraabdomen meningkat karena
pneumoperitoneum, pipa endotracheal dapat digunakan untuk memberikan tekanan ventilasi
yang positif untuk mencegah hipoksemia dan untuk mengekskresikan kelebihan CO2 yang
diabsorbsi. Pneumoperitoneum dapat menyebabkan perubahan posisi pipa endotrakeal pada
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
6/25
pasien dengan trakea yang pendek, dimana ketika carina bergerak ke atas pipa endotrakeal
bisa masuk ke salah satu bronkus, sehingga memasang pipa endotrakeal sebaiknya pada
pertengahan trakea dan disarankan untuk lebih sering mengecek posisi pipa endotrakeal pada
pasien.
Obat anestesi yang digunakan biasanya berupa volatile agent, opioid intravena, dan
obat pelumpuh otot. Ada studi yang mengatakan bahwa N2O sebaiknya dihindari selama
prosedur laparoskopi karena ini akan meningkatkan pelebaran usus dan resiko mual pasca
operasi. Penggunaan klinis N2O ini masih menjadi perdebatkan.
Selama prosedur laparoskopi, pasien biasanya diposisikan Trendelenburg atau
Reverse Trendelenburg. Trauma saraf pada pasien sebaiknya dihindari dengan mengamankan
dan membantali seluruh ekstremitas. Tekanan pernafasan bisa meningkat dengan perubahan
posisi dan ventilasi, biasanya butuh penyesuaian.
Dua tujuan utama selama pemeliharaan pasien selama bedah laparoskopi dengan
anestesi umum adalah menjaga agar tetap normokapnia dan mencegah ketidakseimbangan
hemodinamik. Hiperkapnia biasanya berawal beberapa menit setelah insuflasi CO2. Untuk
menormalkan kembali CO2 ini, ventilasi ditingkatkan biasanya dengan meningkatkan RR
(respiratory rate) dengan volume tidal yang tetap. Jika hiperkapnia memburuk, misalnya pada
kasus sulit prosedur bedah diubah menjadi prosedur bedah terbuka.
Perubahan hemodinamik harus diantisipasi dan dimanajemen selama prosedur
laparoskopi. Jika tekanan darah meningkat maka pemberian kadar obat anestesi inhalasi dapat
ditingkatkan dan dapat ditambahkan dengan pemberian obat seperti nitropusside
(nitropusside menyebabkan reflek tackikardi, berpotensi untuk menimbulkan keracunan
sianida), esmolol, atau calcium channel blocker. Pengobatan dengan alpha agonist seperti
clonidine atau dexmedetomidine adalah strategy lain (alpha agonist dapat menyebabkan
penurunan MAC untuk anestesi inhalasi, berpotensi menjadi bradikardi). Walaupun pasien
yang sehat dapat mentoleransi perubahan hemodinamik, namun pasien dengan fungsi jantung
yang buruk bisa dipengaruhi menjadi lebih buruk. Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan
monitor secara invasif (arterial line, central line, transesofageal ochocardiografi) selama
prosedur berlangsung.
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
7/25
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 48 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Perum, GPK Karimun
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Tanggal masuk rumah sakit : 03/01/2013
II. ANAMNESA
Telah dilakukan Autoanamnesa pada 05 Januari 2013 pada pukul 09.30 WIB
1. Keluhan Utama
Nyeri di perut kanan atas sejak 1 minggu SMRS
2. Keluhan Tambahan
Nyeri di punggung, lemah, mual, muntah, tiada nafsu makan, sering kembung
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu SMRS. Sejak
2 tahun SMRS, Os mengeluh sering merasa nyeri di perut kanan atas. Nyeri
dirasakan hilang timbul dan bertahan cukup lama. Dari beberapa menit sampai
beberapa jam. OS mengeluh nyeri sering timbul setelah beberapa ketika Os selesai
makan. Saat timbul keluhan nyeri perut kanan atas, Os mengaku sering disertai
dengan mual dan kadang muntah. Os juga mengeluh perut sering kembung.
Sejak 1 minggu SMRS, nyeri perut kanan atas dirasakan bertambah berat. nyeri
dirasakan lebih tajam dan terus-menerus. Nyeri akan bertambah saat Os menarik nafas
dalam. Nyeri juga dirasakan sampai ke punggung. Os turut mengeluh badan terasa
sangat lemah, ditambah dengan kondisi Os yang tidak nafsu makan, mual dan kadang
muntah.
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
8/25
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat sakit gula : disangkal
c. Riwayat tekanan darah tinggi : Ada
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat sakit jantung : disangkal
f. Riwayat sakit ginjal : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
h. Riwayat batuk lama : disangkal
i. Riwayat kolesterol tinggi : Ada
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat sakit gula : disangkal
c. Riwayat tekanan darah tinggi : Ada
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat sakit jantung : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
6. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku sering mengkonsumsi obat maag jika timbul keluhan nyeri
perut, tapi keluhan nyeri perut jarang sekali berkurang dengan obat maag.
7. Anamnesa sistemik
a. Kepala : rontok (-), wajah bengkak (-), nyeri (-)
b. Mulut : sariawan (+), luka pada sudut bibir (-), gusi berdarah
(-), mulut kering (-), nyeri(-)
c. Tenggorokan : sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-)
d. Sistem respirasi : sesak nafas(-), batuk(-), batuk darah (-), mengi (-) pilek
(-)
e. Sistem kardiovaskuler : sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-),
berdebar-debar (-)
f. Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (+), sakit perut (+), susah BAB (-),
kembung (+).
g. Sistem muskuloskeletal : nyeri (-), bengkak tungkai (-), badan lemas (-),
kaku (-).
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
9/25
h. Sistem genitourinaria : BAK berwarna merah (-), nyeri saat kencing (-),
keluar darah (-), kencing nanah (-)
i. Ekstremitas atas : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa
dingin (-), kesemutan (-), sakit sendi (-),
nyeri (-)
j. Ekstremitas bawah : bengkak (-), nyeri (-), luka (-), tremor (-), ujung
jari terasa dingin (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 145/90 mmHg
Nadi : 89 x/mnt
Suhu : 36,8 0 C
Pernapasan : 22 x/mnt
Keadaan gizi : obesity , TB = 165 cm, BB = 89kg, BMI = 32,96 kg/m2
Kulit : Warna kuning langsat, sianosis (-), ikterik (-), turgor normal
Kepala : Normocephali
Wajah : Ekspresi lemah, bentuk simetris
Mata : Conjunctiva Pucat (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Pupil bulat isokor, RCL (+/
+), RCTL (+/+)
Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-)
Membran tympani intak
Hidung : Deviasi septum (-/-), sekret (-/-), mucosa hiperemis (-/-)
Mulut : Lidah kotor (-)
Tenggorokan : dinding faring posterior tidak hiperemis, T1-T1, detritus (-/-), kripte
tidak melebar
Leher : KGB posterior cervical tidak teraba membesar, kelenjar thyroid tidak
teraba membesar. JVP 5+2 cm H2O
Thorax : Cor : Inspeksi : Pulsasi Ictus cordis terlihat di ICS V, 1cm
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
10/25
medial midklavikularis kiri
Palpasi : Teraba pulsasi Ictus cordis di ICS V, 1cm
medial midklavikularis kiri
Perkusi : Batas atas (ICS III linea parasternalis kiri
dengan suara redup), batas kiri (ICS V, 1 jari
medial linea midklavikula kiri dengan suara
redup), batas kanan (ICS IV linea sternalis
kanan dengan suara redup)
Auskultasi : S1 normal, S2 normal, reguler, murmur (-)
gallop(-)
Pulmo : Inspeksi : Pergerakan simetris saat inspirasi dan ekspirasi.
Tidak ada yang tertinggal
Palpasi : Vocal fremitus simetris pada kedua lapang paru.
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-).
Abdomen : Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), Murphy sign (+)
Hepar & Lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal (3x/menit)
Extremitas : Atas : Akral hangat (+/+), Oedema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), Oedema (-/-)
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
11/25
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah, 03 Januari 2013
Pemeriksaan
Hasil Nilai normal
Leukosit 9,900 3500-10000
Hb 14,0 11.0-14.5
Ht 41,9 % 35.0-50.0%
Trombosit 488 000 150000-390000
LED 13 mm/jam
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
12/25
BAB IV
LAPORAN ANESTESI
Pasien, Ny Rumijati , 48 tahun datang ke ruang operasi untuk menjalani operasi
laparaskopik kolesistektomi dengan diagnosis pre operatif kolesistitis akut et causa
kolelitiasis yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 2013 pada pukul 10:57 WIB dengan
menggunakan General Anestesi. Dengan status fisik ASA II. Pasien datang dengan kondisi
sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Posisi pasien saat operasi dalam posisi
terlentang, dengan leher diekstensikan di atas meja operasi. Dengan dokter anestesi adalah
dr. Diah, Sp.An dan sebagai operator adalah dr. Aditomo, Sp.BD. Operasi berlangsung
mulai dari jam 10:53-11:59 dengan lama operasi selama 61 menit. Anestesi menggunakan
jenis Anestesi Umum Orotrakeal (OTK), recofol dengan relaksasi menggunakan Antacurium
bromide (Tramus).
Dilakukan pemasangan alat-alat penunjang tanda vital anestesi seperti tensimeter,
elektroda EKG, oksimetri dan pada pasien ini telah dilakukan pemasangan IV line. Keadaan
umum pasien sebelum operasi compos mentis, dengan tekanan darah 130/90 mmHg , nadi
89x/menit, saturasi 98%, suhu : 36,6 C dan berat badan 89 kg (obesitas). Pada pemeriksaan
laboratorium pada tanggal 03 Januari 2013 jam 17.00 wib LED, trombosit dan leukosit
pasien sedikit meningkat tapi tidak ada hasil lab lain yang abnormal. Sebelum operasi
dimulai, di berikan premedikasi sambil menyiapkan alat- alat lainnya sebagai persiapan.
Setelah semuanya siap, Premedikasi dimasukkan pada pukul 09:30 WIB berupa:
Ceteron 8mg
Kalnex 500mg
Fentanyl 100mcg
Sedacum 5mgCeteron diberikan untuk mengurangi rasa mual muntah setelah operasi selesai. Kalnex
berfungsi untuk mengatasi perdarahan hebat sepanjang operasi dijalankan. Fentanyl, yang
merupakan obat opioid yang bersifat analgesik dan bisa bersifat induksi. Serta di berikan
sedacum agar pasien tenang dan dalam keadaan tidur. Penggunaan premedikasi pada pasien
ini betujuan untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien dengan pemberian analgesia dan
mempermudah induksi dengan menghilangkan rasa khawatir.
Pada jam 09:35 WIB, pasien ini diberikan recofol 100mg dan pelemas otot berupa
Atracurium bromide (Tramus) 50 mg untuk merelaksasikan otot-otot pernapasan. Karena
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
13/25
dilakukan operasi laparaskopik, maka dokter anestesi memilih untuk dilakukan intubasi
orotrakeal kendali supaya pasien tetap dianestesi dan dapat bernafas dengan adekuat.
Pada jam 09:38 WIB, pasien disungkupkan dengan sungkup muka yang telah
terpasang pada mesin anestesi yang menghantarkan gas (sevoflurane) dengan ukuran 8vol%
dengan oksigen dari mesin ke jalan napas pasien sambil melakukan bagging selama kurang
lebih 3 menit untuk menekan pengembangan paru dan juga menunggu kerja dari pelemas otot
sehingga mempermudah dilakukannya pemasangan orotrakheal tube. Penggunaan sevofluran
disini dipilih karena sevofluran mempunyai efek induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibanding dengan gas lain, dan baunya pun lebih harum dan tidak merangsang jalan napas
sehingga digemari untuk induksi anestesi dibanding gas lain (halotan). Efek terhadap
kardiovaskular pun relatif stabil dan jarang menyebabkan aritmia.
Setelah pasien di intubasi dengan mengunakan orotrakheal tube, maka dialirkan
sevofluran 3 vol%, oksigen sekitar 1000 ml/menit sebagai anestesi rumatan. Ventilasi
dilakukan dengan bagging dengan laju napas 20 x/ menit. Setelah beberapa saat setelah
induksi, tekanan darah pasien mulai turun oleh karena obat-obat induksi anestesi ini
menandakan anestesi yang dijalankan sudah dalam.
Pada jam 11:00 WIB, ditambah Atracurium 20mg untuk menambah efek relaksasi
otot karena operasi masih belum selesai.
Pada jam 11:40 WIB, gas sevofluran diturunkan menjadi 2 vol%. Oleh karena
operator sudah selesai mengangkat kandung empedu pada pasien. Gas sevofluran mulai
diturunkan menjadi 1,5 vol% pada jam 11:45 WIB, dan manjadi 1% pada jam 11:50 WIB.
Gas anestesi diturunkan untuk menghilangkan efek anestesi perlahan-lahan dan untuk
membangunkan pasien. Juga diharapkan agar pasien dapat melakukan nafas spontan
menjelang operasi hampir selesai.
Operasi selesai tepat jam 11:59 WIB. Lalu mesin anestesi diubah ke manual supaya
pasien dapat melakukan nafas spontan. Gas sevo dihentikan jam 12:12 WIB karena pasien
sudah nafas spontan dan adekuat. Kemudian dilakukan ekstubasi orotrakeal secara cepat
untuk menghindari penurunan saturasi lebih lanjut.
Total cairan yang diberikan pada pasien ini sejumlah 1000cc berupa 1 x 500cc Ringer
Astat dan 1 x 500cc Gelofusin. Perdarahan pada operasi ini kurang lebih 100cc.
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
14/25
Recovery
Setelah operasi selesai dan pasien dalam keadaan sadar, pasien dipindahkan ke dalam
ruangan recovery dan diobservasi berdasarkan Alderete score. Jika Alderete score 8 dan
tanpa adanya nilai 0, maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal. Pada pasien ini didapatkan
Alderete score 9.
ProgramPost Operasi
a. Awasi tensi, nadi,dan pernafasan tiap setengah jam
b. oksigenasi sungkup
c. Posisi supine, dengan ekstensi kepala sampai pasien sadar
d. Sadar penuh, peristaltik (+), muntah (-) boleh minum
e. Lain-lain sesuai terapi dr. Sp.BD
f. Emergency lapor dr. Anestesi
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
15/25
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi anestesi:
Peristiwa ilangnya sensasi, perasaan ( panas, raba, posture ) dan nyeri bahkan hilangnya
kesadaran, sehingga memungkinkan dilakukannya tindakan pembedahan
Trias Anestesi :
1. Analgesia ( Hilangnya nyeri )
2. Hipnotik ( Hilang kesadaran )
3. Relaksasi otot ( Muscle Relaxan )
Medikasi pre-anestetik
Tujuan medikasi pra-anestetik ialah mengurangi kecemasan menjelang pembedahan,
memperlancar induksi, mengurangi kegawatan akibat anestesi. Selain itu, obat-obat ini akan
mengurangi hipersalivasi, bradikardia, dan muntah yang timbul sesudah maupun selama
anestesi.
Ada 5 golongan obat yang diberikan sebagai medikasi pra-anestetik yaitu analgesik
narkotik, sedatif barbiturate, benzodiazepine, antikolinergik, dan neuroleptik.
I. Analgesik Narkotik
Morfin adalah analgesik narkotik yang digunakan untuk mengurangi cemas dan ketegangan
pasien menghadapi pembedahan, mengurangi nyeri, menghindari takipnea pada anesthesia
dengan trikloretilen, dan membantu agar anesthesia berlangsung baik. Diberikan dalam dosis
8-10 mg IM untuk tujuan di atas, sedangkan dosis 0,01-0,2 mg/KgBB IV cukup untuk
menimbulkan efek analgesia.
Opioid lain yang digunakan sebagai premedikasi, sesuai dengan urutan kekuatannya ialah
sulfentanil (1000 x) > remifentanil (300x) > fentanil (100x) > alfentanil (15x) > morfin (1x) >
meperidin (0,1x). Dosis fentanil biasanya 0,05-0,1 mg/KgBB, dengan masa kerja kurang
lebih 30 menit.
II. Barbiturat
Golongan barbiturat biasa digunakan untuk memberikan sedasi. Keuntungan menggunakan
barbiturat ialah tidak memperpanjang masa pemulihan dan mengurangi reaksi yang tidak
diinginkan. Golongan barbiturat jarang menyebabkan mual dan muntah, dan hanya sedikit
menghambat pernapasan dan sirkulasi dibandingan morfin.
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
16/25
Biasa digunakan pentobarbital dan sekobarbital secara oral atau IM dengan dosis 100-150 mg
pada dewasa dan 1 mg/KgBB pada anak di atas 6 bulan.
III. Sedatif Nonbarbiturat
Digunakan apabila pasien alergi dengan barbiturat, seperti etinamat, glutetimid, dankloralhidrat.
IV. Benzodiazepin
Lebih dianjurkan dibanding morfin dan barbiturat, karena pada dosis biasa tidak menambah
depresi napas akibat opioid. Selain menyebabkan tidur juga menimbulkan amnesia retrogard
dan dapat mengurangi rasa cemas.
Midazolam IV disuntikkan 15-60 menit prabedah memberikan amnesia dengan masa kerja
lebih singkat dan lebih sedikit efek samping.
V. Neuroleptik
Kelompok obat ini digunakan untuk mengurangi mual dan muntah akibat anestetik pada masa
induksi maupun pemulihan. Kualitas sedasinya pun lebih baik daripada kualitas sedasi yang
ditimbulkan oleh morfin saja
VI. Antimuskarinik
Hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus yang ditimbulkan anestetik inhalasi dapat
mengganggu pernapasan selama anestesi. Atropin 0,4-0,6 mg IM mencegah hipersekresi ini
10-15 menit setelah penyuntikkan. Efek ini berlangsung 90 menit.
Tehnik Anestesi :
1. Umum ( Narkose Umum )
2. Lokal / Regional Anestesi
BERBAGAI TEKNIK ANESTESI UMUM
1. INHALASI dengan Respirasi Spontan
a. Sungkup wajah
b. Intubasi endotrakeal
c. Laryngeal mask airway (LMA)
2. INHALASI dengan Respirasi kendali
a. Intubasi endotrakeal
b. Laryngeal mask airway
1. ANESTESI INTRAVENA TOTAL (TIVA)
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
17/25
a. Tanpa intubasi endotrakeal
b. Dengan intubasi endotrakeal
Anestesi Umum
Anestesi umum merupakan keadaan tidak terdapatnya sensasi yang berhubungan
dengan hilangnya kesadaran yang reversibel. Anestetik menekan semua jaringan yang dapat
dieksitasi termasuk neuron sentral, otot jantung, otot polos, maupun otot lurik. Akan tetapi
jaringan-jaringan ini mempunyai sensitivitas yang berbeda terhadap anestetik dan daerah otak
yang bertanggungjawab untuk kesadaran adalah yang paling sensitive dibandingkan yang
lain. Hal tersebut memungkinkan pemberian obat anestetik pada konsentrasi yang
menghasilkan hilangnya kesadaran tanpa menekan secara nyata pusat kardiovaskular dan
respirasi atau miokard.
Daerah otak yang bertanggungjawab terhadap kesadaran disebut sistem aktivasi
retikular. System ini merupakan jalur polisinaps kompleks pada formasio retikularis batang
otak yang secara difus menonjol ke korteks. Aktivasi pada RAS berkaitan dengan
mempertahankan kesadaran dan, karena sensitif khususnya terhadap efek depresan dari
anestetik diduga RAS merupakan tempat kerja primer anestetik.
Obat anestetik umum dapat dibagi kepada dua :
1. Inhalasi
2. Intravena
Indikasi anestesi umum
1. Infant & anak usia muda
2. Dewasa yang memilih anestesi umum
3. Pembedahannya luas / eskstensif
4. Penderita sakit mental
5. Pembedahan lama
6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
7. Riwayat penderita tksik / alergi obat anestesi local
8. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
18/25
Obat obat intravena anestesi umum
Obat intravena anesthesia bisa digunakan sebagai :
1. Obat induksi untuk anesthesia umum
2. Obat tunggal untuk aestesia pada pembedahan-pembedahan yang singkat
3. Tambahan untuk obat inhalasi untuk anesthesia regional
4. Obat untuk anestesi regional
Obat intravena ini dapat diberikan dengan cara :
1. Sekali suntuk : untuk operasi singkat
2. Suntikan berulang : jika tidak menggunakan anestesi inhalasi dan dosis ulangan lebih
kecil dari suntukan pertama
3. Lewat infuse (drip) untuk tambah daya anestesi inhalasi
Obat anestesi intravena terbagi kepada:
1. Golongan barbiturat
Tiopental yang disuntikan intravena menginduksi anestesi dalam waktu kurang dari 30 detik
karena obat ini sangat larut dalam lemak dan menyebabkan cepat terlarut dalam otak yang
mendapat perfusi cepat. Pemulihan dari thiopental cepat karena adanya redistribusi ke dalam
jaringan yang kurang perfusinya. Selanjutnya hati memetabolisme thiopental. Dosis
thiopental hanya sedikit di atas dosis tiduryang menekan miokard dan pusat napas. Sangat
jarang terjadi anafilaksis.
2. Golongan Nonbarbiturat
Banyak obat dengan keuntungan yang lebih potensial daripada barbiturate (misalnya kurang
mendepresi miokard, eleminasi yang lebih cepat) telah diperkenalkan, namun sedikit yang
banyak berguna untuk jangka panjang. Propofol (2,6-diisopropilfenol) berkaitan dengan
pemulihan cepat tanpa mual atau rasa seperti melayang dan untuk alasan ini propofol banyak
digunakan. Akan tetapi propofol kadang-kadang bisa menyebabkan konvulsi, dan sangat
jarang terjadi anafilaksis. Ketamin bisa diberikan melalui suntikan intramuscular atau
intravena. Ketmin merupakan analgesic pada dosis subanestetik, namun sering menyebabkan
halusinasi. Kegunaan utamanya adalah pada anestetik pediatrik.
Anestesi inhalasi
Mekanisme kerja obat anestetik inhalasi sangat rumit masih merupakan misteri dalam
farmakologi modern. Pemberian anestetik inhalasi melalui pernapasan menuju organ sasaran
yang jauh merupakan suatu hal yang unik dalam dunia anestesiologi.
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
19/25
Hiperventilasi akan menaikan ambilan alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan
ambilan alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang
penting dalam menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya. Induksi dan pemulihan
berlansung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada yang larut
Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh :
1. Konsentrasi inspirasi
Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan sudah penuh, maka ambilan paru
berhenti dan konsentrasi uap inspirasi sama dengan alveoli. Hal ini dalam praktek tak pernah
terjadi. Induksi makin cepat kalau konsentrasi makin tinggi, asalkan tak terjadi depresi napas
atau kejang laring. Induksi makin cepat jika disertai oleh N2O (efek gas kedua).
2. Ventilasi alveolar
Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin tinggi dan sebaliknya.
3. Koefesien darah/gas
Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah, makin rendah konsentrasi dalam
alveoli dan sebagainya
4. Curah jantung atau aliran darah paru
Makin tinggi curah jantung, makin cepat uap diambil darah
5. Hubungan ventilasi-perfusi
Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestetik
Obat-obat anestesi inhalasi
Obat-obat anestesi inhalasi terdiri antara lain : N2O, Halaton, Enfluran, Isofluran, Desfluran
dan Sevofluran.
N2O
Juga disebut sebagai gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, atau dinitrogen monoksida. Gasini diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240C .
N2O dalam ruangan berbentuk gas tidak berwarna,bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan
beratnya 1,5 kali berat udara. Zat ini dikemas dalam bentuk cair dalam silinder warna biru
9000liter atau 1800 liter dengan tekanan 750 psi atau 50 atm.
N2O tidak cukup poten untuk digunakan sebagai obat anestetik tunggal, tetapi biasanya
digunakan sebagai pembawa yang tidak mudah terbakar untuk obat-obat volatile, yang
memugkinkan konsentrasinya untuk dikurangi secara signifikan. N2O merupakan suatu
analgesic yang baik dan 50% zat tersebut dalam oksigen digunakan bila membutuhkan
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
20/25
analgesia (misalnya pada kelahiran bayi, kecelakaan lalu lintas). N2O mempunyai sedikit efek
pada system kardiovaskular dan respirasi.
Pemberian anesthesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik
lemah, tetapi analgesianya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri
menjelang persalinan. Pada anesthesia inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi
dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain seperti halotan dan sebagainya. Pada
akhir anesthesia setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,
sehingga terjadi pengenceran O2dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya
hipoksia difusi; berikan O2100% selama 5-10 menit.
Halotan
Halotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan. Baunya yang enak dan tidak
meransang jalan napas, maka sering digunakan sebagai induksi anesthesia kombinasi dengan
N2O. halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua) supaya tidak dirusak oleh cahaya
dan diawetkan oleh timol 0,01%.
Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi, asalkan anestesinya cukup
dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesia semprot lidokain 4% atau 10 %
sekitar faring laring. Setelah beberapa menit lidokain kerja, umumnya laringoskopi intubasi
dapat dikerjakan dengan mudah, karendikerjakan dengan mudah, karena relaksasi otot cukup
baik.
Pada napas spontan rumatan anesthesia sekitar 1-2 vol% dan pada napas kendali sekitar 0,5-1
vol% yang tentunya disesuaikan respons klinis pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasiserebral, meninggikan aliran darah otak yang sulit dikendalikan dengan teknik anesthesia
hiperventilasi, sehingga tidak disukai oleh bedah otak.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi,
bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard dan inhibisi reflex
baroreceptor. Kebalikan dari N2O, halotan analgesinya lemah, anestesinya kuat, sehingga
kombinasi keduanya ideal sepanjang tidak ada sepanjang tidak ada indikasi kontra.
Kombinasi dengan adrenalin sering menyebabkan disaritmia, sehingga penggunaan adrenalin
harus dibatasi. Adrenalin dianjurkan dengan pengenceran 1;200000 (5ug/ml) dan maksimalpenggunaannya 2 ug/kg.
Pada bedah sesar, halotan dibatasi maksimal 1 vol%, karena relaksasi uterus akan
menimbulkan perdarahan. Halotan menghambat perlepasan insulin, meningkatkan kadar gula
darah.
Kira-kira 20% halotan dimetabolisir terutama di hepar secara oksidasi menjadi komponen
bromine, klorin, dan asam trikloro asetat. Secara reduktif menjadi komponen fluoride dan
produk non-volatil yang dikeluarkan lewat urin. Metabolism reduktif ini menyebabkan hepar
kerja keras, sehingga merupakan indikasi kontra pada penderita gangguan hepar pernah dapat
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
21/25
halotan tiga bulan atau pada pasien kegemukan. Pasca pemberian halotan sering
menyebabkan pasien menggigil.
Sevofluran
Sevofluran (ultane) merupakan halogenisasi eter. Induksi dan pulih anestesi lebih cepatdibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat atau meransang jalan napas,
sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap
system saraf pusat seperrti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar . setelah
pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.
Walaupun dirosak oleh kapur soda (soda lime, baraline) tetapi belum ada laporan
membahayakan terhadap tubuh manusia.
Intubasi ( ETT )
A. Definisi
Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui
mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakhea. Pada intinya,
Intubasi Endotrakhea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakha ke dalam trakhea
sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan (Anonim,
2002).
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan saluran
trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta
mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan
intubasi endotrakheal :
a.Mempermudah pemberian anestesia.
b.Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran
pernafasan.
c.Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar,
lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).
d.Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.
e.Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f.Mengatasi obstruksi laring akut.
C. Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara lain :
a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan
lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.
b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida diarteri.
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
22/25
c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronchial
toilet.
d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien
dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra
indikasi bagi dilakukannya intubasi endotrakheal antara lain : Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus
dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.
Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra
servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
D. Kesulitan intubasi
Kesulitan yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal (Mansjoer Arif et.al., 2000)
biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan :
a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.
b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara
mental symphisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan
depresi rahang bawah yang lebih lebar selama intubasi.
c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi.
d. Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).
e. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang
sendi temporomandibuler, spondilitis servical spine.
f. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi
kepala pada leher di sendi atlantooccipital.g. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan
fleksi leher.
h. Fraktur servical
i. Rahang bawah kecil
j. Osteoarthritis temporo mandibula joint
k.Trismus.
l. Ada masa di pharing dan laring
G. Kegagalan intubasi
Hal yang perlu dilakukan apabila terjadi keadaan gagal intubasi adalah mengunakan
alat-alat anestesi lain yang kemungkinan dapat berguna. Salah satu yang dapat dan sangat
sering digunakan serta menunjukkan angka keberhasilan cukup tinggi adalah laryngeal mask
airway (LMA) atau sungkup laring. Selain itu pada keadaan yang sangat gawat, tindakan
krikotiroidotomi dengan menggunakan jarum yang besar dapat dilakukan 4
Penting untuk dicatat luas lapangan pandang dari laring yang telah kita dapatkan.
Informasi ini penting, apabila di kemudian hari dilakukan kembali tindakan manajemen jalan
napas. Gambaran standart yang digunakan adalah klasifikasi menurut Cormack dan Lehane
(1984):
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
23/25
1. Grade 1 : seluruh laring dapat terlihat
2. Grade 2 : bagian posterior dari laring saja yang dapat terlihat
3. Grade 3 : hanya epiglotis saja yang dapat terlihat
4. Grade 4 : tidak ada bagian laring yang dapat terlihat
Intubasi Orotrakeal
Intubasi orotrakeal biasanya menggunakan laringoskop dengan dua jenis blade yang
paling umum digunakan, yaitu Macintosh dan Miller.Blade Macintosh berbentuk lengkung.
Ujungnya dimasukkan ke dalam Valekula (celah antara pangkal lidah dan permukaan faring
dari epiglotis). Pemakaian blade Macintosh ini memungkinkan insersi pipa endotrakeal lebih
mudah dan dengan risiko trauma minimal pada epiglotis. Ukuran pada blade Macintosh punberagam dari nomor 1 hingga nomor 4. Untuk dewasa, pada umumnya digunakan ukuran
nomor 3.
Sedangkan blade Miller berbentuk lurus, dan ujungnya berada tepat di bawah
permukaan laringeal dari epiglotis. Epiglotis kemudian diangkat untuk melihat pita suara.
Kelebihan dari bladeMiller ini adalah anestesiologis dapat melihat dengan jelas terbukanya
epoglotis, namun di sisi lain jalur oro-hipofaring lebih sempit. Ukuran bervariasi dari nomor
0 hingga nomor 4, dengan ukuran yang paling umum digunakan untuk dewasa berkisar antara
nomor 2 atau 3.
Pasien diposisikan dalam posisi sniffing, dimana oksiput diangkat atau dielevasi
dengan bantuan bantal atau selimut yang dilipat dan leher dalam posisi ekstensi. Biasanya
posisi seperti ini akan memperluas pandangan laringoskopik. Sedangkan posisi leher fleksi
mempersulit dalam pasien membuka mulut.
Laringoskop dipegang tangan kiri pada sambungan antarahandle dan blade. Setelah
memastikan mulut pasien terbuka dengan teknik cross finger dari jari tangan kanan,
laringoskop dimasukkan ke sisi kanan mulut pasien sambil menyingkirkan lidah ke sisi kiri.
Bibir dan gigi pasien tidak boleh terjepit oleh blade.Blade kemudian diangkat sehingga
terlihat epiglotis terbuka. Laringoskop harus diangkat, bukan didorong ke depan agar
kerusakan pada gigi maupun gusi pada rahang atas dapat dihindari.
Ukuran pipa endotrakeal (endotracheal tube / ETT) bergantung pada usia pasien,
bentuk badan, dan jenis operasi yang akan dilakukan. ETT dengan ukuran 7.0 mm digunakan
untuk hampir seluruh wanita, sedangkan ukuran 8.0 pada umumnya digunkan pada pria. ETT
dipegang dengan tangan kanan seperti memegang pensil lalu dimasukkan melalui sisi kanan
rongga mulut kemudian masuk ke pita suara. Bila epiglotis terlihat tidak membuka dengan
baik, penting untuk menjadikan epiglotis sebagai landasan dan segera masukkan ETT di
bawahnya lalu masuk ke trakea. Tekanan eksternal pada krikoid maupun kartilago tiroiddapat membantu memperjelas pandangan anestesiologis. Ujung proksimal dari balon ETT
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
24/25
ditempatkan di bawah pita suara, lalu balon dikembangkan dengan udara positif dengan
tekanan 20-30 cmH2O.
Pemasangan ETT yang benar dapat dinilai dari auskultasi pada lima area, yaitu kedua
apeks paru, kedua basal paru, dan epigastrium. Bila suara napas terdengar hanya pada salah
satu sisi paru saja, maka diperkirakan telah terjadi intubasi endobronkial dan ETT harus
ditarik perlahan hingga suara napas terdengar simetris di lapangan paru kanan dan kiri. ETT
kemudian difiksasi segera dengan menggunakan plester.
Intubasi Nasotrakeal
Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi
maupun tindakan intraoral. Dibandingkan dengan pipa orotrakeal, diameter maksimal dari
pipa yang digunakan pada intubasi nasotrakeal biasanya lebih kecil oleh karenanya tahanan
jalan napas menjadi cenderung meningkat. Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarangdilakukan untuk intubasi jangka panjang karena peningkatan tahanan jalan napas serta risiko
terjadinya sinusitis. Anestesia topikal dan vasokonstriksi pada mukosa hidung dapat
diperoleh dengan mengaplikasikan campuran antara 3% lidokain dan 0.25% phenylephrine.
Pada umumnya, ukuran ETT 6.0 hingga 6.5 mm digunakan pada hampir semua wanita,
sedangkan untuk laki-laki digunakan ETT dengan ukuran 7.0 hingga 7.5 mm. Setelah ETT
melewati rongga hidung kemudian ke faring, pipa ETT masuk ke glotis yang telah membuka.
Intubasi dapat dilakukan dengan bantuan laringoskop atau fiberoptik bronkoskop, atau
dengan forsep Magill.
Komplikasi yang dapat terjadi hampir sama seperti yang terjadi pada intubasi
orotrakeal. Namun ada sedikit penambahan seperti terjadinya epistaksis dan diseksi
submukosa. Bila dibandingkan dengan intubasi orotrakeal, intubasi nasotrakeal dihubungkan
dengan peningkatan insidensi dari sinusitis dan bakteremia.
Kontraindikasi dari pemasangan pipa nasotrakeal antara lain fraktur basis cranii,
khususnya pada tulang ethmoid, epistaksis, polip nasal, koagulopati, dan trombolisis.
Setelah operasi dilakukan :
Ekstubasi :
RR ( Recovery Room ) Bisa terjadi komplikasi juga. EX : Muntah, tensi
tinggi, dll
Di RR : Setelah 2 jam atau kurang dihitung ALDRETE SCORE ( Sadar, tensi
stabil, nafas lagi )
Jika ALDRETE SCORE :
- > 8 : Masuk ruang perawatan, - < 7 : ICU
-
7/28/2019 Case Anestesi Laparascopic
25/25
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorlands Illustrated medical dictionary, 27th ed., WB Saunders Co.,
Philadelpia, 1988
2. Davidson,J.K.,Eckhardt III William F., Perese Deniz A., Clinical anesthesia
Procedures of the Massachusetts General Hospital. 4 th edition. Boston, Little, Brown
and Company, 1993
3. G. Edward Morgan, dkk., Clinical Anesthesiology, London,McGraw-
Hill,2006
4. Latief said A., Suryadi kartini A., Daehlan M. Ruswan, Petunjuk praktis
anestesiologi. 2nd edition, Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2002.