rencana bisnis industri cokelat batangan di bogor … · ditta nirmala. f34070046. rencana bisnis...
TRANSCRIPT
RENCANA BISNIS
INDUSTRI COKELAT BATANGAN DI BOGOR
SKRIPSI
DITTA NIRMALA
F34070046
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Business Plan of Chocolate Bar Industry in Bogor
Aji Hermawan, Erliza Hambali, and Ditta Nirmala
Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,
Indonesia.
Phone: 08568321259, e-mail: [email protected]
ABSTRACT
Cacao is an important agroindustrial product of Indonesia. Most of Indonesian cacao is
exported in form of cacao beans. In contrast, the market of processed cacao such chocolate bars is
filled by imported products. The purpose of this research is to make a business plan of chocolate bar
company. The research scope includes studying market and marketing aspect, technological aspect,
management and organizational aspect, and also financial aspect of a chocolate bar company in
Bogor. The data collection methods used are interviews and documents and other secondary data
collections. The data are mainly analized using investment analysis such as NPV, IRR, payback
period, and risk analysis.
The chocolate bar company is located in Cijeruk, Bogor, considering the access to available
milk supply as an important raw material, while the location also has satisfactory infrastructure,
human resource, and access to markets. The factory capacity is 1000 kg per day. The main raw
materials are cocoa liquor and cocoa butter, supplied from a company from Tangerang. The
company needs 33 workers. In terms of environment concerns, the company will only produces very
small number of solid and liquid waste, which are safe for environment. The total investment needed
is Rp. 6.737.746.660,- consisting of fixed asset investment Rp. 5.825.673.700,- and working capital
Rp. 912.072.960,-. The NPV value is positive Rp. 5.387.822.787,-. The IRR is 22 percent. The Net B /
C value is 1,80. The Payback period is 5,66 years. The investment figures show that the company is
feasible to set up.
Keywords: Business Plan, Cacao, Chocolate Bar
DITTA NIRMALA. F34070046. Rencana Bisnis Industri Cokelat Batangan di Bogor. Di bawah
bimbingan Aji Hermawan dan Erliza Hambali. 2011.
RINGKASAN
Prospek industri pengolahan kakao menjadi barang setengah jadi atau barang yang siap
dikonsumsi sangat besar dilihat dari perkembangan industri hilir olahan kakao seperti industri cokelat
batangan. Hal ini akan diperkuat apabila pasar domestik yang diisi oleh produk impor dapat direbut
oleh industri nasional. Selain itu, pendirian industri ini penting dikarenakan mayoritas produk cokelat
batangan yang berada di pasaran merupakan produk cokelat batangan yang diimpor dan sebagian
besar cokelat batangan yang diproduksi di dalam negeri menggunakan bahan baku Cocoa Butter
Substitute (CBS). Sehingga diharapkan dengan pendirian industri ini dapat meningkatkan kualitas
produk cokelat batangan yang beredar di pasar lokal dan yang akhirnya bermuara pada terjadinya
peningkatan konsumsi cokelat batangan secara bertahap.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat rencana bisnis pendirian industri berbasis cokelat
(chocolate bar). Ruang lingkup penelitian meliputi rencana pasar dan pemasaran, rencana produksi,
rencana sumber daya manusia, rencana keuangan dan manajemen resiko.
Potensi pasar untuk industri cokelat batangan ini adalah sebesar ± Rp. 48 milyar/tahun. Target
pemasaran cokelat batangan ini lebih ditujukan pada konsumen kalangan menengah dan kalangan
menengah atas khususnya masyarakat di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan kemasan
berbahan glossy yang menarik perhatian konsumen. Penyaluran produk cokelat batangan tersebut
dengan membentuk suatu tim penjual produk cokelat batangan yang menawarkan secara langsung
produk ini kepada konsumen dan perusahaan menggunakan counter khusus cokelat yang berdekatan
dengan lokasi produksi cokelat batangan.
Kapasitas produksi industri cokelat batangan ini adalah 1.000 kg (8.334 kotak) per hari dengan
bahan baku, antara lain lemak cokelat, pasta cokelat, susu sapi segar, dan gula pasir sebanyak 1.000
kg per hari. Penentuan kapasitas bahan baku yang dipakai berdasarkan pada ketersediaan bahan baku,
kapasitas maksimal mesin yang digunakan dan pangsa pasar yang tersedia. Industri ini direncanakan
didirikan di Cijeruk, Bogor berdasarkan faktor kedekatan dengan salah satu sumber bahan baku yaitu
susu cair segar yang berasal dari peternak sapi. Industri ini dijalankan oleh 33 orang tenaga kerja
dengan deskripsi kerja masing-masing dengan luas pabrik sekitar 2.000 m2. Industri ini menghasilkan
limbah padat dan limbah cair yang relatif kecil bahkan tidak berbahaya bagi lingkungan. Limbah
padat yang dihasilkan adalah sisa adonan yang tercecer di lantai ketika akan memasukkan adonan
cokelat ke dalam mesin pencampuran. Limbah padat ini akan terurai secara alamiah dan tidak
berbahaya bagi lingkungan, sehingga dapat dibuang langsung ke lingkungan. Limbah cair yang
dihasilkan karena adanya proses pencucian peralatan produksi dan limbah domestik berasal dari
kegiatan sanitasi (MCK) pabrik yang dapat ditangani dengan menggunakan septic tank.
Investasi yang dibutuhkan untuk mendirikan industri cokelat batangan ini sebesar Rp.
6.737.746.660,- yang terdiri dari biaya investasi tetap sebesar Rp. 5.825.673.700,- dan biaya modal
kerja sebesar Rp. 912.072.960,- pada tahun pertama. Hasil analisis keuangan menunjukkan bahwa
industri cokelat batangan ini layak untuk didirikan. Berdasarkan penghitungan kriteria investasi,
diperoleh nilai NPV industri ini sebesar Rp. 5.387.822.787,-, nilai IRR-nya sebesar 22%, nilai Net
B/C-nya sebesar 1,80. Payback Period industri ini adalah selama 5 tahun 8 bulan. Titik impas selama
umur proyek industri cokelat batangan berada pada saat produksi cokelat batangan sebesar 7.652
kotak. Dari analisis sensitivitas, industri ini masih layak untuk dijalankan dengan maksimum kenaikan
harga bahan baku sebesar 14% dan penurunan harga jual cokelat batangan maksimum sebesar 8%.
Dari analisis risiko nilai tukar, depresiasi rupiah akan menyebabkan penurunan laba bersih, sebaliknya
apresiasi rupiah akan menyebabkan peningkatan laba bersih. Depresiasi rupiah lebih besar dari 18%
akan menyebabkan industri cokelat batangan menjadi tidak layak untuk dijalankan.
RENCANA BISNIS
INDUSTRI COKELAT BATANGAN DI BOGOR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DITTA NIRMALA
F34070046
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Rencana Bisnis
Industri Cokelat Batangan di Bogor adalah karya saya sendiri dengan arahan dari Dosen
Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
Yang membuat pernyataan,
Ditta Nirmala
F34070046
© Hak cipta milik Ditta Nirmala, tahun 2011
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 April 1989. Penulis
merupakan anak ke dua, putri dari pasangan Bapak Edy Suwarno dan Ibu
Sutiyah. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah
dasar di SDN Jaka Setia IV. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah
menengah pertama di SLTPN 7 Bekasi pada tahun 2004. Kemudian
penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 71
Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Setelah lulus sekolah menengah atas,
penulis melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Selama masa kuliah penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Bahan dan
Produk Agroindustri pada tahun 2010. Penulis juga aktif di sejumlah organisasi dan kepanitiaan,
diantaranya anggota KEMSI (Kesatuan Mahasiswa Bekasi) IPB (2007-sekarang), anggota UKF (Unit
Konsevasi Fauna) IPB (2007-2008), divisi humas seminar Bioenergy Agroindustry Days Departemen
Teknologi Industri Pertanian IPB (2008), sekretaris majalah “MIND” Himpunan Mahasiswa
Teknologi Industri Pertanian (Himalogin) tahun 2009, divisi humas seminar Atsiri Fair Departemen
Teknologi Industri Pertanian IPB (2009), dan divisi konsumsi Agroindustry Days Departemen
Teknologi Industri Pertanian IPB (2009).
Penulis melaksanakan praktik lapangan pada tahun 2010 dengan judul “Pengembangan
Sumber Daya Manusia di PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. – Divisi Bogasari, Jakarta”. Untuk
menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, penulis melakukan penelitian
yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Rencana Bisnis Industri Cokelat Batangan di Bogor”.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Rencana Bisnis Industri
Cokelat Batangan di Bogor”. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis
sampaikan kepada :
1. Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M. dan Prof. Dr. Erliza Hambali selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah mengarahkan dan membimbing dari awal hingga selesainya skripsi ini.
2. Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah menguji dan memberikan
saran kepada penulis guna menyempurnakan skripsi ini.
3. Keluarga tercinta, yaitu Ayah dan Ibu tersayang bapak Edy Suwarno dan ibu Sutiyah serta kakak
Ditya Brata yang selalu menjadi sandaran baik suka maupun duka, yang telah memberikan
segenap kasih sayang, doa, motivasi, semangat, dan pengorbanannya kepada penulis.
4. Ambar Rian Susanto yang tiada henti memberikan semangat, dukungan, dan bantuan kepada
penulis.
5. Sahabat-sahabatku tersayang, Tiara, Gigi, Icha, Anza, Eny, Tyas, dan Sabila yang selalu
memberikan semangat, dukungan, dan bantuan kepada penulis.
6. Amanda Caessara, Fata Qurrota Ayun, dan Kartika Sari, teman satu bimbingan yang telah
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
7. Teman seperjuangan TIN 44 dan Wisma Puri Fikriyah yang telah memberi semangat kepada
penulis.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang
nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang agroindustri.
Bogor, Agustus 2011
Ditta Nirmala
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................................... 1
1.2. TUJUAN ................................................................................................................... 2
1.3. RUANG LINGKUP ................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 3
2.1. KAKAO ..................................................................................................................... 3
2.1.1. Karakteristik dan Morfologi Kakao................................................................... 3
2.1.2. Pengolahan Biji Kakao ..................................................................................... 5
2.1.3. Potensi dan Manfaat Produk Olahan Kakao ...................................................... 8
2.1.4. Potensi Industri Kakao Indonesia ...................................................................... 9
2.2. COKELAT BATANGAN .......................................................................................... 14
2.2.1. Definisi Cokelat Batangan ................................................................................ 14
2.2.2. Jenis Produk Cokelat Batangan ......................................................................... 15
2.2.3. Jenis Cokelat Batangan ..................................................................................... 15
2.2.4. Kandungan dan Manfaat Cokelat Batangan ...................................................... 16
2.3. RENCANA BISNIS ................................................................................................... 16
2.3.1. Definisi Rencana Bisnis ................................................................................... 16
2.3.2. Tujuan Rencana Bisnis ..................................................................................... 17
2.3.3. Isi Rencana Bisnis ............................................................................................ 17
v
III. METODE PENELITIAN ................................................................................................ 20
3.1. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL ............................................................. 20
3.2. TATA LAKSANA ..................................................................................................... 22
IV. RENCANA PASAR DAN PEMASARAN ..................................................................... 31
4.1. POTENSI PASAR...................................................................................................... 31
4.2. ANALISIS PERSAINGAN ........................................................................................ 32
4.3. STRATEGI PEMASARAN ....................................................................................... 33
4.3.1. Segmentasi ....................................................................................................... 33
4.3.2. Penetapan Target .............................................................................................. 37
4.3.3. Penetapan Posisi ............................................................................................... 37
4.3.4. Bauran Pemasaran ............................................................................................ 37
V. RENCANA TEKNIK DAN TEKNOLOGI ...................................................................... 42
5.1. BAHAN BAKU ......................................................................................................... 42
5.2. PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI ............................................................ 44
5.3. TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI ......................................................................... 44
5.3.1. Proses Produksi ................................................................................................ 44
5.3.2. Mesin dan Peralatan.......................................................................................... 47
5.3.3. Kebutuhan Energi Listrik pada Mesin dan Peralatan ........................................ 51
5.3.4. Neraca Massa ................................................................................................... 53
5.4. PENENTUAN LOKASI PABRIK.............................................................................. 53
5.5. PERENCANAAN TATA LETAK DAN KEBUTUHAN RUANG PABRIK ............. 54
5.6. ASPEK LINGKUNGAN ............................................................................................ 63
VI. RENCANA MANAJEMEN DAN ORGANISASI .......................................................... 65
6.1. ASPEK LEGALITAS ................................................................................................ 65
6.1.1. Badan Usaha..................................................................................................... 65
6.1.2. Perizinan .......................................................................................................... 66
6.1.3. Pajak ................................................................................................................ 67
vi
6.2. KEBUTUHAN TENAGA KERJA ............................................................................. 67
6.3. STRUKTUR ORGANISASI ...................................................................................... 70
6.4. DESKRIPSI PEKERJAAN ........................................................................................ 71
VII. RENCANA KEUANGAN ............................................................................................ 73
7.1. ASUMSI PERHITUNGAN KEUANGAN ................................................................. 73
7.2. BIAYA INVESTASI .................................................................................................. 74
7.3. PERHITUNGAN DEPRESIASI ................................................................................. 75
7.4. PRAKIRAAN BIAYA PRODUKSI DAN PENERIMAAN........................................ 75
7.5. PROYEKSI LABA RUGI .......................................................................................... 76
7.6. PROYEKSI ARUS KAS ............................................................................................ 77
7.7. KRITERIA KELAYAKAN INVESTASI ................................................................... 78
7.7.1. Net Present Value (NPV) ................................................................................. 78
7.7.2. Internal Rate of Return (IRR) ........................................................................... 78
7.7.3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) ..................................................................... 79
7.7.4. Payback Period (PBP) ...................................................................................... 79
7.7.5. Break Even Point (BEP) ................................................................................... 79
7.8. ANALISIS SENSITIVITAS ....................................................................................... 79
7.9. RISIKO NILAI TUKAR ............................................................................................ 80
IX. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................ 82
10.1. SIMPULAN ............................................................................................................. 82
10.2. SARAN ................................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 83
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 85
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Standar mutu biji kakao berdasarkan jumlah biji/100 gram ................................... 7
Tabel 2.2. Persyaratan mutu standar biji kakao sebagai bahan baku cokelat .......................... 7
Tabel 2.3. Daftar industri pengolahan kakao di Indonesia ..................................................... 10
Tabel 2.4. Standar nasional Indonesia biji kakao ................................................................... 12
Tabel 2.5. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan .......................................... 13
Tabel 2.6. Volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan............................................ 14
Tabel 3.1. Jenis data, sumber, dan metode pengumpulan data yang diperlukan ..................... 23
Tabel 4.1. Jumlah penduduk Indonesia dan setiap provinsi tahun 2010 ................................. 34
Tabel 4.2. Jumlah penduduk DKI Jakarta menurut kelompok usia dan jenis kelamin
tahun 2010 .......................................................................................................... 35
Tabel 4.3. Jumlah penduduk Jawa Barat menurut kelompok usia dan jenis kelamin
tahun 2010 .......................................................................................................... 35
Tabel 4.4. Pendapatan rata-rata buruh/karyawan/pegawai sebulan menurut
provinsi tahun 2010 ............................................................................................. 36
Tabel 5.1. Kebutuhan energi listrik pada mesin dan peralatan produksi cokelat batangan ...... 52
Tabel 5.2. Lembar kerja untuk diagram keterkaitan antar aktivitas ........................................ 57
Tabel 5.3. Hasil perhitungan total closeness rating (TCR) untuk menentukan pusat
aktivitas ............................................................................................................... 58
Tabel 5.4. Kebutuhan ruang produksi ................................................................................... 60
Tabel 5.5. Kebutuhan luasan ruang pabrik industri cokelat batangan ..................................... 61
Tabel 6.1. Penentuan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap pekerjaan ................ 68
Tabel 6.2. Kebutuhan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan pada industri cokelat
batangan .............................................................................................................. 70
Tabel 7.1. Komponen biaya investasi tetap yang dibutuhkan dalam pendirian industri
cokelat batangan .................................................................................................. 74
Tabel 7.2. Prakiraan penerimaan industri cokelat batangan ................................................... 76
Tabel 7.3. Proyeksi laba rugi penjualan cokelat batangan dalam 10 tahun produksi............... 77
Tabel 7.4. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan .......................................................... 78
Tabel 7.5. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku ..................................... 80
Tabel 7.6. Analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual cokelat batangan ................... 80
viii
Tabel 7.7. Analisis sensitivitas terhadap risiko nilai tukar ..................................................... 80
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Kakao (Theobroma cacao L) .......................................................................... 3
Gambar 2.2. Tahapan pengolahan biji kakao ......................................................................... 5
Gambar 2.3. Penyebaran industri kakao di Indonesia ............................................................ 11
Gambar 2.4. Pohon industri kakao ........................................................................................ 12
Gambar 2.5. Cokelat batangan ............................................................................................. 15
Gambar 3.1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian...................................................... 21
Gambar 3.2. Diagram alir proses rencana pasar dan pemasaran ............................................. 25
Gambar 3.3. Diagram alir proses rencana teknik dan teknologi ............................................. 26
Gambar 3.4. Diagram alir rencana manajemen dan organisasi ............................................... 28
Gambar 5.1. Diagram alir proses produksi cokelat batangan ................................................. 47
Gambar 5.2. Mesin pengolah cokelat .................................................................................... 47
Gambar 5.3. Mesin tempering ............................................................................................... . 48
Gambar 5.4. Mesin pencetak cokelat semi otomatis .............................................................. 49
Gambar 5.5. Cetakan cokelat ................................................................................................ 50
Gambar 5.6. Mesin pengemas cokelat ................................................................................... 50
Gambar 5.7. Timbangan digital............................................................................................. 51
Gambar 5.8. Neraca massa proses produksi cokelat batangan ............................................... 53
Gambar 5.9. Pola aliran bahan dalam ruang produksi cokelat batangan ................................. 55
Gambar 5.10. Bagan keterkaitan antar aktivitas industri cokelat batangan ............................. 56
Gambar 5.11. Diagram keterkaitan antar aktivitas industri cokelat batangan ......................... 59
Gambar 5.12. Tata letak industri cokelat batangan ................................................................ 62
Gambar 6.1. Struktur organisasi industri cokelat batangan .................................................... 71
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tampilan cokelat batangan dan desain kemasan cokelat batangan ..................... 86
Lampiran 2. Asumsi-asumsi untuk analisis keuangan industri cokelat batangan ................... 87
Lampiran 3. Perincian kebutuhan investasi pendirian industri cokelat batangan .................... 88
Lampiran 4. Perhitungan biaya penyusutan dan pemeliharaan ............................................... 89
Lampiran 5. Komposisi biaya tetap dan biaya variabel industri cokelat batangan .................. 92
Lampiran 6. Kebutuhan biaya operasional industri cokelat batangan ..................................... 94
Lampiran 7. Rekapitulasi produksi dan proyeksi penerimaan industri cokelat batangan ........ 96
Lampiran 8. Proyeksi laba rugi industri cokelat batangan ...................................................... 97
Lampiran 9. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan ....................................................... 98
Lampiran 10. Kriteria kelayakan investasi ............................................................................ 99
Lampiran 11. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku
sebesar 13% ................................................................................................... 100
Lampiran 12. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual cokelat
batangan sebesar 8% ...................................................................................... 101
Lampiran 13. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap depresiasi rupiah sebesar
18% ............................................................................................................... 102
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara umum, saat ini bidang pertanian nasional sudah melangkah lebih maju apabila diukur
dari produktivitas bahan mentah atau bahan baku, tetapi kemajuan tersebut belum diikuti secara
seimbang oleh kemajuan dalam tahap selanjutnya, yaitu agroindustri, perdagangan, dan pembiayaan.
Pertanian akan mampu menjadi penopang utama perekonomian nasional apabila dikembangkan
sebagai sebuah sistem yang terkait dengan industri dan jasa. Apabila pertanian hanya berhenti sebagai
aktivitas budidaya, maka nilai tambah yang diperoleh akan kecil. Seharusnya, nilai tambah pertanian
dapat ditingkatkan melalui agroindustri dan jasa berbasis pertanian.
Pengembangan agroindustri nasional diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil
pertanian. Selain itu, agroindustri memiliki peran strategis yang menghubungkan antara sektor
pertanian pada kegiatan hulu dengan sektor industri pada sektor hilir. Dengan demikian,
pengembangan agroindustri secara tepat dan baik diharapkan dapat meningkatkan jumlah tenaga
kerja, pendapatan petani, volume ekspor dan devisa yang diperoleh, pangsa pasar baik domestik
maupun internasional, nilai tukar produk pertanian, dan penyediaan bahan baku industri.
Salah satu hasil pertanian yang dapat dikembangkan melalui kegiatan agroindustri adalah kakao.
Berdasarkan analisa ekonomi sejauh ini kakao mampu menyumbang devisa bagi perekonomian
nasional sebesar US$ 1.413,4 juta, sekitar 70% diekspor dalam bentuk biji (Ditjenbun, 2010).
Indonesia pada tahun 2006 sampai 2010 tetap menjadi produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah
Pantai Gading dan Ghana dengan menguasai 6% pasar dunia dengan produksi biji kakao mencapai
535.000 ton per tahun (ICCO, 2010). Meskipun demikian, besarnya produksi bahan baku tersebut
belum diikuti dengan perkembangan industri hilir pengolahan bahan baku menjadi produk, sehingga
70% nilai ekspor kakao Indonesia adalah biji kakao (Ditjenbun, 2010). Total kapasitas terpasang
industri pengolahan kakao nasional mencapai 260.000 ton/tahun, akan tetapi kapasitas produksi
hanya 115.000 ton/tahun. Kondisi tersebut terkait erat dengan sulitnya mendapatkan biji kakao
terfermentasi lokal, rendahnya efisiensi dan efektifitas rantai tata niaga kakao serta penerapan PPN
5% biji kakao untuk industri. Akibat lain dari kurang berkembangnya industri pengolahan kakao
adalah meningkatnya nilai impor produk olahan kakao. Sebagai contoh, pada tahun 2007 impor pasta
kakao hanya sekitar 529 ton, namun pada tahun 2010 telah mencapai sekitar 2.254 ton (Kemenperin,
2010).
Harus disadari bahwa baik pasar domestik dan global produk olahan kakao masih sangat terbuka
luas. Selama ini tingkat konsumsi produk olahan kakao di Indonesia masih rendah, hanya berkisar 60
gram/kapita (0,06 kg/kapita/tahun). Untuk mendorong bergairahnya industri kakao nasional perlu
peningkatan konsumsi domestik hingga mencapai 1 kg/kapita. Konsumsi tersebut tentunya sangat
jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat sebesar 5,3
kg/kapita/tahun, negara-negara Eropa telah ada yang mencapai 10,3 kg/kapita/tahun (Ditjenbun,
2010). Selain itu, konsumsi cokelat global kini juga terus naik sebesar 2-4 % per tahun dan
pertumbuhan permintaan biji kakao juga naik 2,6 % per tahun. Tetapi, pasokan biji kakao hanya
tumbuh 2,3 % per tahun sehingga memicu kenaikan harga yang relatif cepat (Disbun Jawa Barat,
2010).
Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dari negara lainnya dimana bila
dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari
Ghana dan kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila
dipakai untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup
terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan
2
industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka.
Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kompleks antara
lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama penggerek buah kakao (PBK), mutu
produk masih rendah serta masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao.
Prospek industri pengolahan kakao menjadi barang setengah jadi atau barang yang siap
dikonsumsi sangat besar dilihat dari perkembangan industri hilir olahan kakao seperti industri cokelat
batangan. Hal ini akan diperkuat apabila pasar domestik yang diisi oleh produk impor dapat direbut
oleh industri nasional. Selain itu, menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk
mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao. Tentunya,
kondisi ini merupakan peluang positif bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar tersebut dan
melakukan perencanaan bisnis untuk pendirian industri cokelat batangan, mengingat ketersediaan
lahan masih cukup luas dan bahan baku yang belum diolah secara optimal. Selain itu, pendirian
industri ini penting dikarenakan mayoritas produk cokelat batangan yang berada di pasaran
merupakan produk cokelat batangan yang diimpor dan untuk produk cokelat batangan lokal
menggunakan campuran lemak nabati bukan lemak cokelat. Sehingga diharapkan dengan pendirian
industri ini dapat meningkatkan konsumsi produk olahan cokelat nasional terutama cokelat batangan
dengan menggunakan bahan baku cokelat asli Indonesia tanpa tambahan lemak nabati.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk membuat rencana bisnis pendirian industri berbasis cokelat
(chocolate bar) yang meliputi rencana pasar dan pemasaran, rencana teknik dan teknologi, rencana
manajemen dan organisasi, dan rencana keuangan.
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi rencana-rencana yang mempengaruhi pendirian industri
cokelat batangan di lokasi terpilih yakni sebagai berikut :
1. Rencana pasar dan pemasaran, meliputi identifikasi potensi pasar dan strategi pemasaran.
2. Rencana teknik dan teknologi, meliputi spesifikasi dan ketersediaan bahan baku, perencanaan
kaspasitas produksi, teknologi proses produksi dan neraca massa, mesin dan peralatan yang
digunakan, lokasi proyek dan tata letak pabrik, serta aspek lingkungan.
3. Rencana manajemen dan organisasi, meliputi aspek legalitas, kebutuhan tenaga kerja, struktur
organisasi, dan deskripsi pekerjaan (job description).
4. Rencana keuangan, meliputi asumsi perhitungan finansial, biaya investasi, prakiraan harga dan
permintaan, proyeksi laba dan rugi, proyeksi arus kas, dan kriteria kelayakan investasi, analisis
sensitivitas, dan risiko nilai tukar.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KAKAO (Theobroma cacao L)
2.1.1. Karakteristik dan Morfologi Kakao
Tanaman kakao (Theobroma cacao L) termasuk famili Sterculiace. Tanaman ini berasal dari
Amerika Selatan dengan ordo Streculiaceae. Nama Theobroma yang berarti “Makanan Tuhan”
diberikan oleh seorang botanist Swedia yang bernama Linnaeus (Knight, 1999).
Taksonomi kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiosperma
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L
Berikut ini contoh tanaman kakao (Theobroma cacao L) yang dapat dilihat pada Gambar
2.1:
Gambar 2.1. Kakao (Theobroma cacao L) (Fly, 2010)
Dalam perekembangannya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling
banyak dibudidayakan hanya 3 jenis, yaitu :
1. Criollo (fine cocoa atau kakao mulia)
Criollo (dalam bahasa Spanyol berarti pribumi) merupakan tipe kakao yang bermutu tinggi
(kakao mulia, chiced, edel cocoa). Ciri-ciri jenis Criollo mulia adalah buahnya berwarna merah atau
hijau dengan kulit buah yang bertonjolan dan bertekuk-tekuk, biji tidak berwarna, kualitas tinggi
dengan aroma dan rasa yang khas (Sunanto, 1999).
2. Forestero
Varietas ini merupakan kelompok varietas terbesar yang diolah dan ditanam di Indonesia.
Forastero (dalam bahasa Spanyol berarti pendatang) merupakan tipe yang bermutu rendah (kakao
lindak, bulk cocoa) yang tumbuh pada ketinggian di bawah 400 meter dari permukaan laut. Ciri-ciri
kakao lindak adalah buahnya berwarna ungu kuning dengan kulit buah yang hampir rata dan licin, biji
berwarna ungu dan besar, cepat berbuah dengan aroma dan rasa yang kurang tajam dibandingkan
Criollo (Sunanto, 1999).
4
3. Trinitario atau hibrida
Varietas ini merupakan hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criollo. Bentuk buahnya
ada yang agak bulat dan ada pula yang agak panjang dengan warna hijau atau merah. Menurut
Nasution et al., (1985), mutu biji kakao Trinitario sedikit di bawah mutu biji kakao mulia. Biji kakao
Trinitario mempunyai aroma yang segar dengan rasa yang tidak terlalu pahit dan warna agak muda.
Menurut Sunanto (1999), secara umum tanaman kakao terdiri dari beberapa bagian, yaitu
batang, daun, bunga, akar, buah, dan biji. Masing-masing bagian memiliki karakteristik (morfologi)
dan fungsi (fisiologi) tertentu, yaitu :
1. Batang dan cabang
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi,
curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembaban tinggi dan relatif tetap. Dalam
habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Tanaman
kakao memiliki sifat dimorfisme, yaitu memiliki dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah
pertumbuhannya ke atas disebut tunas ortotrop, sedangkan yang arah pertumbuhannya ke samping
disebut plagiotrop, cabang kipas atau fan. Pada pertumbuhannya yang berasal dari biji, akan terbentuk
perempatan (jorket) pada pertumbuhan vertikalnya. Jorket merupakan tempat perubahan pola
percabangan, yakni dari tipe ortotrop ke plagiotrop.
2. Daun
Bentuk helai daun pohon kakao bulat memanjang, ujung daun meruncing, dan pangkal daun
runcing. Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun.
Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat. Warna daun dewasa hijau tua. Panjang daun dewasa 30
cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan mengkilap.
3. Akar
Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian besar akar leteralnya
mendatar berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman 0-30 cm. Pertumbuhan akar
sangat peka pada hambatan baik berupa batu, lapisan keras, maupun air tanah. Apabila selama
pertumbuhan akar berbenturan dengan batu, akar akan membelah diri menjadi dua dan masing-masing
tumbuh geosentris (mengarah ke dalam tanah). Apabila batu yang berbenturan terlalu besar, sebagian
akar leteral mengambil alih fungsi akar tunggang dengan tumbuh ke bawah.
4. Bunga
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya, bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak
daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan
menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga. Pembungaan tanaman kakao sangat dipengaruhi
oleh faktor dalam (internal) dan faktor lingkungan (iklim). Pada lokasi tertentu, pembungaan sangat
terhambat oleh musim kemarau atau musim dingin. Namun, di lokasi yang curah hujannya merata
sepanjang tahun serta fluktuasi suhunya kecil, tanaman akan berbunga sepanjang tahun.
5. Buah dan biji
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah
yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih, apabila sudah masak berwarna kuning. Buah
yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga. Biji tersusun dalam lima baris
mengelilingi poros buah (plasenta), dengan jumlah 20-50 biji. Jika dibelah melintang, biji terlihat
tersusun dari dua kotiledon. Biji dibungkus oleh pulpa yang berwarna putih dan rasanya manis. Di
5
dalam pulpa mengandung zat penghambat perkecambahan. Namun terkadang biji berkecambah di
dalam buah karena terlambat dipanen sehingga pulpanya menjadi terlalu kering.
2.1.2. Pengolahan Biji Kakao
Tanaman kakao yang banyak dibudidayakan di perkebunan rakyat adalah jenis forastero,
dalam dunia perdagangan kakao jenis ini sering disebut kakao lindak atau bulk cocoa. Buah kakao
terdiri dari 3 komponen utama, yaitu kulit buah, plasenta, dan biji. Kulit buah merupakan komponen
terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70% berat buah masak. Persentase biji kakao di dalam buah
sekitar 27-29%, sedangkan sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari 30 sampai 40 biji
(Wood and Lass, 1985 dalam Puslit Kopi dan Kakao, 2005).
Permukaan biji diselimuti oleh lapisan pulpa atau pulpa berwarna putih. Biji kakao yang
berasal dari buah yang matang mempunyai pulpa yang lunak dan terasa manis. Pulpa diketahui
mengandung senyawa gula yang sangat penting sebagai media pembiakan bakteri selama proses
fermentasi. Proses pengolahan biji kakao sangat menentukan akhir dari biji kakao tersebut. Proses
pengolahan biji kakao akan menentukan cita rasa yang khas dan mengurangi atau menghilangkan cita
rasa yang tidak baik. Misalnya, rasa pahit dan sepat yang disebabkan oleh kandungan senyawa purin,
yaitu theobromin dan kafein untuk rasa pahit. Sedangkan jumlah theobromin di dalam kotiledon
sekitar 1,5% dan kafein sekitar 0,15% (Sunanto, 1999).
Tahap-tahap proses pengolahan biji kakao menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia (2005) dapat dilihat pada Gambar 2.2 :
Gambar 2.2. Tahapan pengolahan biji kakao (Puslit Kopi dan Kakao, 2005)
Panen buah masak
Sortasi buah
Penyimpanan buah
Pengupasan buah
Fermentasi
Penjemuran
Pengeringan
Sortasi biji
Penggudangan
6
1. Sortasi buah
Sortasi buah merupakan salah satu tahapan proses produksi yang penting untuk
menghasilkan biji kakao bermutu baik. Sortasi buah ditujukan untuk memisahkan buah kakao yang
sehat dari buah yang rusak terkena penyakit, busuk atau cacat.
2. Pengupasan buah
Pengupasan buah dilakukan dengan pemecahan buah dengan tujuan untuk mengeluarkan dan
memisahkan biji kakao dari kulit buah dan plasentanya. Pengupasan harus dilakukan dengan hati-hati.
Data lapangan menunjukkan bahwa jumlah biji terpotong atau terbelah oleh alat pemotong manual
berkisar antara 3-6%. Selain meningkatkan jumlah biji yang cacat, biji yang terluka mudah terinfeksi
oleh jamur (Puslit Kopi dan Kakao, 2005).
3. Fermentasi
Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Proses ini tidak hanya
bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji, namun juga untuk
memperbaiki dan membentuk cita rasa cokelat yang enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa
sepat dan pahit pada biji (Nasution, 1976).
4. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menguapkan air yang masih tertinggal di dalam biji pasca
fermentasi yang semula 50-55% menjadi 7% agar biji kakao aman disimpan sebelum dipasarkan ke
konsumen. Pengeringan biji kakao umumnya dilakukan dengan 3 cara, yaitu cara penjemuran,
mekanis, dan kombinasi (Ong, 1997).
5. Sortasi berdasarkan standar mutu biji kakao
Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI
01-2323-2002). Standar mutu tersebut diperlukan sebagai tolak ukur untuk pengawasan mutu. Standar
ini memuat karakteristik fisik biji kakao dan tingkat kontaminasi (tingkat kebersihan). Standar ini juga
mencakup definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan
(labelling), dan cara pengemasan dan rekomendasi. Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu
syarat umum dan syarat khusus. Berdasarkan SNI tersebut, biji kakao juga didasarkan pada tiga hal,
yaitu menurut jenis tanaman, jenis mutu, dan ukuran biji/100 gram.
Menurut jenis tanaman, biji kakao digolongkan pada jenis mulia (fine cocoa) dan jenis lindak
(bulk cocoa). Sedangkan berdasarkan mutunya, biji kakao diklasifikasikan ke dalam 3 jenis, yaitu
mutu I, mutu II, dan mutu III. Sortasi berdasarkan ukuran biji ditujukan untuk mengelompokkan biji
kakao sesuai ukuran dan sekaligus memisahkan kotoran-kotoran yang tercampur di dalamnya. Berikut
ini merupakan standar mutu biji kakao berdasarkan jumlah biji/100 gram yang dapat dilihat pada
Tabel 2.1 :
7
Tabel 2.1. Standar mutu biji kakao berdasarkan jumlah biji/100 gram
Jumlah Biji/100 gram Standar Mutu
86 AA
86-100 A
101-110 B
111-120 C
>120 S
Sumber : SNI 01-2323-2002
Puslitbang Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) merekomendasikan standar tambahan untuk
biji kakao sebagai bahan baku cokelat untuk mendapatkan hasil pengolahan kakao yang optimal,
yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 :
Tabel 2.2. Persyaratan mutu standar biji kakao sebagai bahan baku cokelat
Kriteria Mutu Syarat
Tingkat fermentasi, hari 5
Kadar air, % (maks) 7
Kadar kulit, % 12-13
Kadar lemak, % 50-51
Ukuran biji Seragam
Jamur Nihil
Benda asing lunak Nihil
Benda asing keras Nihil
Sumber : Puslit Kopi dan Kakao (2005)
6. Penggudangan
Penggudangan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah disortasi dalam kondisi
yang aman sebelum dipasarkan ke konsumen. Serangan jamur dan hama pada biji kakao selama
penggudangan merupakan penyebab penurunan mutu yang serius. Jamur merupakan cacat mutu yang
tidak dapat diterima oleh konsumen karena menyangkut rasa dan kesehatan. Beberapa faktor penting
pada penyimpanan biji kakao adalah kadar air, kelembaban relatif udara dan kebersihan gudang.
Kadar air keseimbangan biji kakao pada kelembaban relatif udara 70% adalah 6-7% (Ritterbusch and
Muehlbauser, 2000 dalam Puslit Kopi dan Kakao, 2005).
8
2.1.3. Potensi dan Manfaat Produk Olahan Kakao
Cokelat yang dihasilkan dari tanaman kakao merupakan sumber pangan yang kaya lemak
(30%) dan karbohidrat (60%), protein, mineral seperti magnesium, kalium, natrium, kalsium, besi,
tembaga, dan fosfor, dan berbagai jenis flavonoid seperti epikatekin, epigalokatekin, prosianidin, dan
komponen bioaktif lainnya. Meskipun memiliki kadar lemak dan kadar gula yang tinggi, konsumsi
cokelat dalam jumlah yang wajar dinyatakan aman bagi kesehatan.
Menurut Mulato, et al. (2008) dalam Hamdani (2009), Produk olahan dari biji kakao, antara
lain pasta cokelat, lemak cokelat, dan bubuk cokelat. Produk-produk tersebut banyak dimanfaatkan
sebagai bahan baku pada industri makanan, farmasi, dan kosmetika. Pasta cokelat (cocoa paste) dibuat
dari biji kakao kering melalui beberapa tahapan proses sehingga biji kakao yang semula padat menjadi
bentuk cair atau semi cair. Lemak kakao (cocoa fat atau cocoa butter) merupakan lemak nabati alami
yang mempunyai sifat unik, yaitu tetap cair pada suhu di bawah titik bekunya. Lemak kakao
dikeluarkan dari pasta cokelat dengan cara dikempa atau dipres dan mempunyai warna putih
kekuningan serta berbau khas cokelat. Kekerasan lemak cokelat mempunyai tingkat yang berbeda
pada suhu kamar, tergantung asal dan tempat tumbuh tanamannya. Keunggulan lemak kakao
Indonesia dibandingkan lemak kakao dari Afrika Barat adalah adanya karakteristik khusus “Light
Breaking Effect” dan “Hard Butter” (tidak mudah meleleh) yang cocok apabila dipakai untuk
blending.
Bubuk cokelat (cocoa powder) diperoleh melalui proses penghalusan bungkil (cocoa cake)
hasil pengempaan. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, setelah penghalusan perlu dilakukan
pengayakan. Bubuk cokelat relatif sulit dihaluskan dibandingkan bubuk atau tepung dari biji-bijian
lainnya karena adanya kandungan lemak. Lemak yang tersisa di dalam bubuk mudah meleleh akibat
panas gesekan pada saat dihaluskan, sehingga menyebabkan komponen alat penghalus bekerja tidak
optimal. Pada suhu yang lebih rendah dari 340C, lemak menjadi tidak stabil yang menyebabkan bubuk
menggumpal dan membentuk bongkahan (lump) (Puslit Kopi dan Kakao, 2005).
Eksplorasi potensi cokelat dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja otak.
Selain mengandung komponen-komponen flavonoid yang tinggi, cokelat ternyata juga mengandung
zat-zat farmakologis yang dapat memberikan sensasi fisiologis dan psikologis. Zat-zat tersebut
diantaranya senyawa amin biogenik, metilxantin, dan asam-asam lemak yang menyerupai kanabinoid.
Beberapa senyawa amin biogenik yang terdapat pada cokelat adalah tiramin dan feniletilamin (FEA).
FEA merupakan neuromodulator yang secara struktural dan farmakologis sama dengan katekolamin
dan amfetamin. Keduanya merupakan stimulan otak. Secara alami FEA terdapat di otak dan
terdistribusi di dalam sistem syaraf pusat. Senyawa tersebut berfungsi untuk menguatkan
neurotransmisi dopaminergis dan noradrenergis dan sebagai modulator mood yang penting. Senyawa
alkaloid metilxantin yang terdapat pada cokelat diantaranya, kafein dan teobromin. Kafein bekerja
pada sistem syaraf pusat dan jantung. Jantung akan terstimulasi sehingga meningkatkan aliran darah
dan pernafasan. Efek psikologis yang didapat biasanya meningkatkan aktivitas mental dan tetap
terjaga. Sedangkan pengaruh teobromin memiliki efek stimulasi lebih rendah dan memerlukan waktu
lebih lama untuk mencapai puncak efek farmakologis dibandingkan dengan kafein. Akan tetapi,
karena penggunaan cokelat sebagai agen terapi juga dapat menimbulkan efek samping bahkan
kontraindikasi. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam memberikan rekombinasinya.
Biasanya terapi tersebut tidak dianjurkan bagi penderita diabetes, kegemukan, hiperlipidemik,
gangguan migrain dan sering gelisah (anxious) untuk mengkonsumsi cokelat (Departemen Kesehatan,
2008).
9
2.1.4. Potensi Industri Kakao Indonesia
2.1.4.1. Industri Pengolahan Kakao
2.1.4.1.1. Wilayah Potensi (Industri Pengolahan Kakao)
Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai
Gading dan Ghana. Tiga besar negara penghasil biji kakao per tahun adalah sebagai berikut ; Pantai
Gading (1.190.000 ton), Ghana (650.000 ton), Indonesia (535.000 ton) (ICCO, 2010). Luas lahan
tanaman kakao Indonesia lebih kurang 1.651.539 Ha dengan produksi biji kakao sekitar 535.000 ton
per tahun, dan produktivitas rata-rata 825 kg per Ha. Daerah penghasil kakao Indonesia adalah sebagai
berikut: Sumatera 174.588 ton (20,7 %), Jawa 33.837 ton (4 %), Nusa Tenggara 21.254 ton (2,5 %),
Kalimantan 15.246 ton (1,8 %), Sulawesi 561.755 (66,6 %) ton, Maluku dan Papua 37.496 ton (4,4
%). Menurut usahanya perkebunan kakao Indonesia dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu ;
Perkebunan Rakyat 1.555.596 Ha (94,2 %), Perkebunan Negara 50.104 Ha (3 %) dan Perkebunan
Swasta 45.839 Ha (2,8 %) (Ditjenbun, 2010).
2.1.4.1.2. Pelaku Usaha
Meskipun sebagian besar hasil perkebunan kakao Indonesia diekspor dalam bentuk bahan
mentah, di dalam negeri juga terdapat industri pengolahan kakao. Mayoritas industri pengolahan
cokelat terdapat di pulau Jawa. Menurut Kemenperin (2010), total kapasitas terpasang industri
pengolahan kakao di Indonesia adalah sebesar 417.000 ton/tahun, sedangkan kapasitas terpakainya
sebesar 244.000 ton/tahun. Pada umumnya produk yang dihasilkan dari industri tersebut adalah
produk setengah jadi yang terdiri dari lemak cokelat, pasta cokelat, dan bubuk cokelat. Produk
setengah jadi ini kemudian diolah kembali menjadi berbagai produk jadi oleh berbagai macam industri
makanan berbahan baku cokelat seperti cokelat batangan, minuman cokelat, biskuit cokelat, susu
cokelat, kosmetika, obat-obatan, dan sebagainya.
Industri pengolahan kakao terbesar di Indonesia apabila dilihat dari kapasitasnya adalah
PT. Bumitangerang Mesindotama yang berlokasi di Tangerang. Perusahaan ini mempunyai kapasitas
terpasang sebesar 120.000 ton/tahun dan kapasitas terpakai sebesar 80.000 ton/tahun, sedangkan
industri pengolahan kakao terkecil adalah PT. Poleko Cocoa Industry/Hope yang berlokasi di
Makassar dengan kapasitas terpasang dan kapasitas terpakainya sebesar 4.000 ton/tahun. Adapun
pelaku usaha yang bergerak dalam bidang pengolahan kakao dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan
penyebaran industri kakao dapat dilihat pada Gambar 2.3.
10
Tabel 2.3. Daftar industri pengolahan kakao di Indonesia
Kapasitas Kapasitas
No. Perusahaan Lokasi Terpasang Terpakai
Ton % Ton %
1.
PT. Bumitangerang
Mesindotama*) Tangerang 120.000 28,77 80.000 32,78
2. PT. General Food Industry*) Bandung 80.000 19,18 45.000 18,44
3. PT. Davomas Abadi**) Tangerang 40.000 9,59 20.000 8,19
4.
PT. Industri Kakao
Utama**) Kendari 35.000 8,39 - 0,00
5.
PT. Maju Bersama Cocoa
Industry**) Makassar 24.000 5,75 14.000 5,73
6. PT. Kopi Jaya Kakao**) Makassar 24.000 5,75 14.000 5,73
7. PT. Effem Indonesia**) Makassar 17.000 4,07 17.000 6,96
8.
PT. Budidaya Kakao
Lestari**) Surabaya 15.000 3,59 5.000 2,04
9.
PT. Cacao Wangi Murni /
JMH**) Tangerang 15.000 3,59 8.000 3,27
10. PT. Teja Sekawan*) Surabaya 15.000 3,59 15.000 6,14
11.
PT. Unicom Kakao
Makmur**) Makassar 10.000 2,39 4.000 1,63
12.
PT. Cocoa Ventures
Indonesia*) Medan 7.000 1,67 7.000 2,86
13. PT. Kakao Mas Gemilang*) Tangerang 6.000 1,21 6.000 2,45
14. PT. Mas Ganda*) Tangerang 5.000 1,19 5.000 2,04
15.
PT. Poleko Cocoa Industry /
Hope**) Makassar 4.000 0,96 4.000 1,63
Total
417.000 100,00 244.000 100,00
Sumber : Kemenperin (2010)
*) Normal
**) Beroperasi kembali
11
Gambar 2.3. Penyebaran industri kakao di Indonesia (Kemenperin, 2010)
2.1.4.2. Perkembangan Kakao Indonesia
2.1.4.2.1. Standar Mutu Kakao
Standar mutu diperlukan sebagai sarana untuk pengawasan mutu. Setiap partai biji kakao
yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan tersebut dan diawasi oleh lembaga yang ditunjuk.
Satndar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01-2323-
2000). Standar ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat
penandaan (labelling), cara pengemasan, dan rekomendasi. Biji kakao didefinisikan sebagai biji yang
dihasilkan oleh tanaman kakao (Theobroma cacao Linn), yang telah difermentasi, dibersihkan dan
dikeringkan. Biji kakao yang diekspor diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu, dan
ukuran berat biji. Atas dasar jenis tanaman, biji kakao dibedakan menjadi dua, yaitu jenis kakao mulia
(Fine Cocoa) dan jenis kakao lindak (Bulk Cocoa). Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu
syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap
partai biji kakao yang akan diekspor dan syarat khusus merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
setiap klasifikasi jenis mutu. Berikut ini merupakan standar mutu kakao menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI) yang dapat dilihat pada Tabel 2.4 :
Sumatera Utara
PT. Cocoa Ventures
Indonesia
Sulawesi Tenggara
PT. Industri Kakao
Utama
Sulawesi Selatan
PT. Effem Indonesia
PT. Maju Bersama Kakao
PT. Kopi Jaya Kakao
Tangerang
PT. Davomas Abadi
PT. Cocoa Wangi Murni
PT. Bumitangerang
PT. Budidaya Kakao Lestari
PT. Kakao Mas Gemilang
PT. Mas Ganda
Jawa Barat
PT. General Food Industry
PT. Trikeson Utama
Jawa Timur
PT. Teja Sekawan Cocoa
Industries
PT. Budidaya Kakao Lestari
12
Tabel 2.4. Standar nasionl Indonesia biji kakao
No. Karakteristik Mutu I Mutu II Sub Standar
1. Jumlah biji/100 gr * * *
2. Kadar air, %(b/b) maks 7,5 7,5 > 7,5
3 Berjamur, %(b/b) maks 3 4 > 4
4. Tak terfermentasi %(b/b) maks 3 8 > 8
5. Berserangga, hampa, berkecambah,
%(b/b) maks
3 6 > 6
6. Biji pecah, % (b/b) maks 3 3 3
7. Benda asing % (b/b) maks 0 0 0
8. Kemasan kg, netto/karung 62,5 62,5 62,5
Sumber : SNI 01-2323-2000
Keterangan:
* Revisi September 1992
* Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gram
• AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85
• A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100
• B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110
• C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120
• Sub standar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120
2.1.4.2.2. Pohon Industri Kakao
Pohon industri merupakan gambaran diversifikasi produk suatu komoditas dan turunannya
secara skematis. Produk kakao dan turunannya diperoleh dari bagian kakao yaitu biji dan kulit luarnya
(sheel) yang diuraikan dalam suatu skema. Berikut ini merupakan contoh pohon industri kakao yang
ditampilkan pada Gambar 2.4 :
Gambar 2.4. Pohon industri kakao (Kemenperin, 2010)
13
2.1.4.2.3. Produksi Kakao Indonesia
Produksi biji kakao di Indonesia mencapai 535.000 ton per tahun dengan produktivitas rata-
rata 825 kg per Ha. Sementara kebutuhan kakao dalam negeri masih dianggap sedikit hanya sekitar
250.000 ton per tahun. Namun rendahnya kebutuhan kakao nasional itu bukan tanpa sebab. Hal ini
dikarenakan pemerintah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 5% untuk setiap kakao yang
dibeli pabrik di dalam negeri. Sebaliknya, apabila produsen mengekspor produknya ke luar negeri,
maka tidak dikenakan PPN. Dengan demikian produsen lebih suka melakukan ekspor. Produksi
Indonesia 535.000 ton biji kakao. Di ekspor dalam bentuk biji 400.626 ton dan sisanya 134.374 ton
diolah di dalam negeri. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan adalah sebesar
433.791,304 ton dengan nilai US$. 1.204.520.913 dengan rincian dapat dilihat pada Tabel 2.5 :
Tabel 2.5. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan
No. Biji Kakao dan Kakao Olahan Volume (Ton) Nilai (US$)
1. Biji kakao (utuh/pecah, mentah/panggang) 400.626 1.104.963.203
2. Kulit, sekam, selaput, dan sisa lembaga kakao
lainnya 1.054 559.281
3. Kakao pasta (tidak dihilangkan lemaknya) 5.059 18.580.097
4. Kakao pasta (dihilangkan lemaknya seluruh
atau sebagian) 12.695 39.653.325
5. Bubuk cokelat (dengan tambahan gula dan
pemanis lainnya) 100 219.619
6. Cokelat batangan (berat > 2 kg) 7.802 24.664.014
7. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan
cokelat (berat > 2 kg) 3.919 9.082.352
8. Cokelat batangan dengan isi (berat > 2 kg) 179 231.660
9. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan
cokelat dengan isi (berat > 2 kg) 185 382.501
10. Cokelat batangan tanpa isi (berat > 2 kg) 2 6.078
11. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan
cokelat tanpa isi (berat > 2 kg) 3 7.634
12. Cokelat berbentuk tablet atau pastiles 22 14.748
13. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya
tidak untuk eceran 12 44.704
14. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya
untuk eceran 2.140 6.111.697
Sumber : Kemenperin (2010)
Dari Tabel 2.5 terlihat bahwa jumlah ekspor produk olahan cokelat pada tahun 2010
menunjukkan besarnya minat masyarakat terhadap produk olahan cokelat saat ini. Kakao olahan yang
memiliki volume ekspor tertinggi adalah olahan kakao menjadi kakao pasta yang dihilangkan seluruh
lemaknya atau sebagian sebesar 12.695 ton. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan akan kakao pasta
di luar negeri lebih besar bila dibandingkan dengan permintaan kakao pasta di dalam negeri.
Sedangkan volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan adalah 33.111,596 ton dengan nilai
US$. 115.030.180 dengan rincian yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 :
14
Tabel 2.6. Volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan
No. Biji Kakao dan Kakao Olahan Volume (Ton) Nilai (US$)
1. Biji kakao (utuh/pecah, mentah/panggang) 23.141 84.423.087
2. Kulit, sekam, selaput, dan sisa lembaga kakao
lainnya 2.095 258.266
3. Kakao pasta (tidak dihilangkan lemaknya) 157 646.348
4. Kakao pasta (dihilangkan lemaknya seluruh
atau sebagian) 2.098 6.110.419
5. Bubuk cokelat (dengan tambahan gula dan
pemanis lainnya) 1.456 1.331.194
6. Cokelat batangan (berat > 2 kg) 1.512 5.986.173
7. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan
cokelat (berat > 2 kg) 263 707.451
8. Cokelat batangan dengan isi (berat > 2 kg) 207 1.470.035
9. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan
cokelat dengan isi (berat > 2 kg) 759 7.187.621
10. Cokelat batangan tanpa isi (berat > 2 kg) 317 1.605.725
11. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan
cokelat tanpa isi (berat > 2 kg) 251 758.043
12. Cokelat berbentuk tablet atau pastiles 69 434.167
13. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya
tidak untuk eceran 1 891
14. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya
untuk eceran 792 4.110.760
Sumber : Kemenperin (2010)
Tabel 2.6 menunjukkan bahwa pada tahun tersebut cokelat batangan rata-rata lebih diminati
oleh pasar luar negeri dibandingkan pasar dalam negeri. Hal ini ditunjukkan dengan volume dan nilai
ekspor lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai impor cokelat batangan.
2.2. COKELAT BATANGAN (CHOCOLATE BAR)
2.2.1. Definisi Cokelat Batangan
Cokelat batangan ialah manisan berbentuk batangan yang tersusun atas beberapa atau seluruh
komponen diantaranya kakao padat, gula, dan susu. Keberadaan atau ketiadaan relatif bahan tersebut
membentuk subkelas cokelat hitam, cokelat susu, dan cokelat putih. Merk cokelat batangan tertentu
dijual untuk tujuan suplemen gizi. Cokelat batangan berkembang sekitar tahun 1900-an. Cokelat telah
menjadi populer bertahun-tahun sebelum pengenalan bar tetapi gagasan untuk menciptakan sebuah
cokelat batangan adalah untuk menyediakan cara yang lebih nyaman ketika mengkonsumsi cokelat
dan ketika berpergian (Michael, 2010). Berikut ini salah satu contoh cokelat batangan yang
ditampilkan pada Gambar 2.5 :
15
Gambar 2.5. Cokelat batangan (Michael, 2010)
2.2.2. Jenis Produk Cokelat Batangan
Banyak jenis cokelat batangan yang tersedia di pasaran. Ada yang harganya mahal, ada pula
yang harganya murah. Berikut ini perbandingan jenis cokelat dan manfaat masing-masing, yaitu :
1. Dark Chocolate
Dark chocolate memiliki kandungan biji cokelat (kakao) yang paling tinggi yaitu paling
sedikit 70% mengandung kakao. Dark chocolate memiliki kandungan kakao atau biji cokelat
terbanyak, tanpa banyak gula dan tanpa lemak jenuh atau minyak sayur terhidrogenasi (HVO).
2. White Chocolate
White chocolate hanya memiliki 33% kandungan cokelat atau kakao, sisanya adalah gula, susu
dan vanila. Kandungan gula inilah yang dapat memberikan efek negatif, seperti kerusakan gigi dan
penyakit diabetes.
3. Milk Chocolate atau Cokelat Susu
Milk chocolate atau cokelat susu merupakan campuran kakao dengan susu dan ditambah gula.
Cokelat jenis ini juga sangat digemari karena rasanya yang nikmat (Smanda, 2010).
2.2.3. Jenis Cokelat Batangan
Menurut Smanda (2010), ada beberapa jenis cokelat batangan berdasarkan kandungannya
yang terdapat di pasaran, antara lain :
1. Cokelat Kualitas Premium
Cokelat kualitas premium mengandung lebih banyak cocoa liquor atau sari biji kakao yang
berbentuk pasta (cairan berwarna cokelat pekat), cocoa butter dan cocoa solid. Semakin tinggi
kandungan cocoa liquor, maka semakin terasa sensasi pahit dari cokelat tersebut. Cokelat dengan
kualitas premium memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Cokelat cepat meleleh karena tingginya kandungan cocoa butter.
- Dark chocolate berwarna cokelat gelap, bukan berwarna hitam.
- Permukaan cokelat terlihat halus, mengkilap dan warnanya rata.
- Saat cokelat dipatahkan, tekstur patahan seperti kulit pohon.
- Ketika dimakan, tidak terasa seperti berpasir atau seperti mengandung lapisan lilin. Namun
terasa halus, creamy, dan tidak berminyak.
2. Cokelat Couverture
Cokelat Couverture mengandung cocoa butter sebesar 32%-39% yang membuat cokelat
couverture lebih mengkilap dan rasanya lebih enak. Couverture biasanya dikembangkan dengan cita
rasa bittersweet dan milk chocolate. Sebelum digunakan, cokelat couverture harus melewati proses
tempering (menaikkan dan menurunkan suhu saat pelelehan cokelat) untuk menstabilkan kandungan
16
cocoa butter yang sudah meleleh. Tanpa proses tempering, tampilan cokelat couverture akan terlihat
kusam dan sulit diaplikasikan.
3. Cokelat Compound
Cokelat compound dibuat dari kombinasi cocoa powder, lemak nabati dan pemanis. Harga
cokelat compound lebih murah daripada cokelat couverture. Compound tidak perlu melalui proses
tempering, cukup dilelehkan dengan cara ditim sampai leleh dan siap untuk digunakan.
2.2.4. Kandungan dan Manfaat Cokelat Batangan
Cokelat dengan kandungan kakao (biji cokelat) lebih dari 70% memiliki manfaat untuk
kesehatan karena cokelat kaya akan kandungan antioksidan yaitu fenol dan flavonoid. Dengan adanya
antioksidan, tubuh akan mampu untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh. Besarnya kandungan
antioksidan ini bahkan tiga kali lebih banyak dari teh hijau, minuman yang selama ini sering dianggap
sebagai sumber antioksidan. Dengan adanya antioksidan, membuat cokelat menjadi salah satu
makanan ataupun minuman kesehatan. Fenol, sebagai antioksidan mampu mengurangi kolesterol pada
darah sehingga dapat mengurangi risiko terkena serangan jantung juga berguna untuk mencegah
timbulnya kanker dalam tubuh, mencegah terjadinya stroke dan darah tinggi. Selain itu, kandungan
lemak pada cokelat kualitas tinggi terbukti bebas kolesterol dan tidak menyumbat pembuluh darah.
Cokelat juga mengandung beberapa vitamin yang berguna bagi tubuh seperti vitamin A,
vitamin B1, vitamin C, vitamin D, dan vitamin E. Selain itu, cokelat juga mengandung zat maupun
nutrisi yang penting untuk tubuh seperti zat besi, kalium dan kalsium. Kakao sendiri merupakan
sumber magnesium alami tertinggi. Jika seseorang kekurangan magnesium, dapat menyebabkan
hipertensi, penyakit jantung, diabetes, sakit persendian dan masalah bulanan wanita yaitu pra
menstruasi (PMS). Dengan mengkonsumsi cokelat akan menambah magnesium dalam asupan gizi
harian yang menyebabkan meningkatnya kadar progesteron pada wanita. Hal ini mengurangi efek
negatif dari PMS. Manfaat lain dari cokelat adalah untuk kecantikan, karena antioksidan dan katekin
yang ada di dalamnya dapat mencegah penuaan dini, sampai saat ini berkembang lulur cokelat yang
sangat baik untuk kecantikan kulit.
Kesalahan yang sering dilakukan pada saat memilih coklat adalah memilih coklat "bermerek"
yang murah atau sangat murah. Cokelat demikian memiliki kandungan kakao (biji coklat) sedikit
yaitu rata-rata kurang dari 20%, bahkan ada yang kurang dari 7%. Cokelat jenis ini juga memiliki
kandungan gula yang tinggi yang dapat mengakibatkan kerusakan gigi dan kandungan lemak jenuh
tinggi yang dapat mengakibatkan penyakit jantung (Smanda, 2010).
2.3. RENCANA BISNIS (BUSINESS PLAN)
2.3.1. Definisi Rencana Bisnis
Rencana bisnis merupakan dokumen tertulis yang menjelaskan rencana perusahaan atau
pengusaha untuk memanfaatkan peluang-peluang usaha (business opportunities) yang terdapat di
lingkungan eksternal perusahaan (Robbins and Coulter, 2003 dalam Solihin, 2007), menjelaskan
keunggulan bersaing (competitive advantage) usaha, serta menjelaskan berbagai langkah yang harus
dilakukan untuk menjadikan peluang usaha tersebut menjadi suatu bentuk usaha yang nyata (Wheelen
and Hunger, 2004 dalam Solihin, 2007).
17
2.3.2. Tujuan Rencana Bisnis
Menurut Pinson (2003), ada tiga tujuan utama menulis rencana bisnis, antara lain :
1. Sebagai panduan
Alasan utama menulis rencana bisnis yaitu mengembangkan suatu panduan yang dapat diikuti
sepanjang usia bisnis. Rencana bisnis adalah cetak biru bisnis dan akan dilengkapi dengan alat untuk
menganalisa dan menerapkan perubahan-perubahan agar usaha lebih menguntungkan. Rencana bisnis
akan memberi informasi yang lebih rinci atas seluruh aspek operasi perusahaan di masa lalu dan masa
sekarang, maupun proyeksi beberapa tahun ke depan. Bisnis baru belum memiliki sejarah, informasi
yang ada dalam rencana hanya berdasarkan proyeksi. Rencana yang diberikan ke pemberi pinjaman
harus dijilid, sedangkan untuk arsip sebaiknya menggunakan loose-leaf binder. Ini akan
mempermudah bila perlu menambah data terbaru, seperti daftar harga, laporan keuangan, informasi
pemasaran, dan lainnya.
2. Sebagai dokumentasi pendanaan
Apabila mencari dana, rencana bisnis akan merinci bagaimana dana tersebut dapat memajukan
tujuan perusahaan dan meningkatkan laba. Pemberi pinjaman ingin mengetahui cara pengusaha
mengatur arus kas (cash flow) dan membayar pinjaman dan bunganya tepat waktu. Sedangkan
investor ingin mengetahui apakah investasinya dapat meningkatkan kekayaan bersih (net worth) serta
memperoleh laba atas investasi (return on invesetment, ROI) yang diharapkan. Pengusaha harus
merinci bagaimana uang tersebut akan digunakan dan menggunakan angka-angka tersebut dengan
informasi yang solid, seperti estimasi, norma industri, daftar harga, dan lainnya. Proyeksi tersebut
harus beralasan, karena pemberi pinjaman dan investor sangat mungkin memiliki akses atas angka-
angka statistik industri.
3. Bekerja di pasar luar negeri
Apabila berbisnis secara internasional, rencana bisnis menjadi alat standar untuk
mengevaluasi potensi bisnis di pasar luar negeri. Saat ini, tidak ada bisnis yang boleh mengabaikan
potensi perdagangan internasional, karena pesatnya perubahan teknologi, komunikasi, dan
transportasi. Rencana bisnis dapat menunjukkan cara agar bisnis dapat bersaing di era ekonomi global
saat ini.
2.3.3. Isi Rencana Bisnis
2.3.3.1.Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penyusunan Rencana Bisnis
Selain digunakan untuk keperluan internal perusahaan, rencana bisnis juga berguna untuk
meyakinkan para investor maupun kreditor terhadap prospek usaha yang akan dijalankan. Sebagai
sebuah dokumen yang akan menjadi peta panduan jalan (road map) bagi seluruh manajemen
perusahaan yang berasal dari berbagai bidang fungsional atau pemasaran (marketing), sumber daya
manusia (human resources), produksi (production), dan keuangan (finance), rencana bisnis yang
dibuat perusahaan harus terhindar dari pandangan sempit masing-masing departemen perusahaan di
dalam melihat arah pengusahaan perusahaan dalam jangka panjang. Rencana bisnis yang dibuat harus
dapat dijadikan acuan yang handal dalam melihat letak usaha yang akan dijalankan perusahaan di
tengah persaingan usaha saat ini dan lima tahun ke depan.
Menurut Solihin (2007), pada saat menyajikan rencana bisnis kepada para investor ataupun
kreditor, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan atau pengusaha adalah sebagai berikut :
18
1. Usahakan agar rencana bisnis yang disusun tidak terlalu tebal tetapi lengkap, artinya mencakup
berbagai informasi yang dibutuhkan oleh evaluator baik dari pihak investor maupun kreditor untuk
melakukan pengambilan keputusan.
2. Penampilan rencana bisnis harus dibuat menarik karena investor dan kreditor akan memperoleh
kesan pertama terhadap perusahaan yang sedang mencari pendanaan dari penampilan rencana
bisnis yang diajukan kepada mereka.
3. Sampul depan (front cover) rencana bisnis harus memuat nama perusahaan, alamat, nomor telepon
perusahaan, dan bulan serta tahun rencana bisnis dikeluarkan. Hal tersebut untuk memudahkan
calon investor atau kreditor melakukan komunikasi dengan perusahaan atau pada saat mereka
memberikan jawaban balasan terhadap rencana bisnis yang disampaikan perusahaan.
4. Rencana bisnis yang baik harus mencantumkan ringkasan eksekutif (executive summary) yang
dapat disampaikan dalam 2-3 halaman penjelasan mengenai keadaan usaha saat ini.
5. Penyusunan rencana bisnis harus diorganisasikan dengan baik agar pihak-pihak yang memperoleh
penawaran rencana bisnis perusahaan dapat mengikuti alur penyajian rencana bisnis tersebut
secara urut, sehingga penyajian rencana bisnis menjadi jelas.
6. Rencana bisnis yang baik akan mencantumkan risiko utama (critical risks) dari suatu bisnis yang
akan dijalankan. Pencantuman risiko bisnis akan meningkatkan kewaspadaan dari pengusaha dan
investor untuk menyiasati cara meminimalisir risiko bisnis tersebut.
2.3.3.2. Elemen-Elemen Rencana Bisnis
Menurut Solihin (2007), meskipun terdapat variasi dalam penyusunan rencana bisnis, tetapi
sebuah rencana bisnis yang baik sekurang-kurangnya akan mencantumkan tujuh elemen pokok, yaitu :
1. Ringkasan eksekutif yang merangkum secara singkat seluruh isi rencana bisnis baik yang
menyangkut tujuan usaha, strategi usaha, tujuan penyusunan rencana bisnis, uraian umum usaha,
rencana pemasaran, rencana produksi, rencana keuangan, dan risiko-risiko usaha di masa depan.
2. Uraian umum usaha (general business description) yang akan dijalankan. Uraian umum usaha akan
menguraikan :
a. Usaha apa yang akan dijalankan di mana hal ini sekaligus menjelaskan barang atau jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan.
b. Tujuan apa yang ingin dicapai perusahaan berikut strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
c. Bagaimana perkembangan usaha perusahaan sampai pada saat rencana bisnis disusun serta
proyeksi usaha perusahaan di masa mendatang yang dikaitkan dengan tujuan dan strategi
perusahaan.
d. Siapa yang menjadi target pasar perusahaan
e. Nilai apa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran untuk dapat meraih keunggulan
bersaing (competitive advantage).
f. Dimana usaha tersebut akan dijalankan. Hal ini berkaitan dengan pemilihan lokasi tempat usaha
serta berbagai penjelasan yang logis mengapa usaha dijalankan di lokasi yang dipilih.
g. Siapa yang akan menjalankan kegiatan usaha. Dalam bagian ini, uraian umum usaha akan
menjelaskan manajemen inti dan tokoh kunci (key person) di dalam perusahaan yang akan
terlibat dalam pengurusan perusahaan.
19
h. Bentuk badan usaha atau badan hukum apa yang dipilih oleh perusahaan untuk menjalankan
usahanya.
i. Bagaimana bidang fungsional manajemen akan dijalankan.
3. Rencana pasar dan pemasaran akan menjelaskan pasar sasaran yang dipilih serta bauran pemasaran
yang dibuat perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, anggaran penjualan,
dan sebagainya.
4. Rencana teknik dan teknologi menjelaskan antara lain proses produksi, bagaimana perusahaan
menjaga kualitas produk, memperoleh pasokan bahan baku, pertimbangan pemilihan lokasi pabrik,
anggaran produksi, dan sebagainya.
5. Rencana keuangan antara lain berisi proyeksi keuangan yang menunjukkan ekspektasi laba dari
usaha yang akan dijalankan dalam beberapa tahun awal operasionalnya, proyeksi arus kas (cash
flow), dan sebagainya.
6. Rencana manajemen dan organisasi antara lain berisi uraian mengenai jumlah personil yang
dibutuhkan untuk menjalankan usaha, spesifikasi apa yang dibutuhkan oleh masing-masing personil
tersebut dilihat dari pengetahuan, keahlian, dan kemampuan (Knowledge, Skill, and Ability) yang
dibutuhkan, anggaran tenaga kerja yang juga berisi proyeksi kebutuhan tenaga kerja dalam lima
tahun ke depan, dan sebagainya.
7. Risiko-risiko utama yang dihadapi perusahaan di masa depan dan bagaimana antisipasinya untuk
menghadapi risiko tersebut di masa yang akan datang.
20
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual
Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk
cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang untuk didirikannya industri skala
menengah sampai skala besar karena sampai saat ini industri cokelat batangan masih terbatas di
Indonesia (produk cokelat batangan dominan berasal dari luar negeri atau impor). Peluang tersebut
masih terbuka lebar bagi pengusaha dan investor yang berminat menanamkan modalnya pada sektor
industri pengolahan cokelat menjadi cokelat batangan. Sebelum proyek pendirian industri cokelat
batangan diimplimentasikan, terlebih dahulu dilakukan rencana bisnis yang meliputi rencana dari
berbagai aspek. Hal ini dilakukan untuk memberikan rekomendasi kepada pihak pengambil
keputusan.
Dalam membuat perencanaan bisnis untuk pendirian industri berbasis cokelat (chocolate bar)
harus mempertimbangkan beberapa faktor perencanaan, antara lain rencana pasar dan pemasaran,
rencana teknik dan teknologi, rencana manajemen dan organisasi, serta rencana keuangan. Hasil dari
perencanaan tersebut dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan-permasalahan yang
mungkin ada, sehingga dapat disusun solusi pengembangannya. Data dan informasi yang
dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek
teknik dan teknologi, aspek manajemen dan organisasi, aspek keuangan. Apabila data yang
dikumpulkan belum cukup, maka kembali dilakukan pengumpulan data. Namun, jika data dan
informasi yang dibutuhkan sudah mencukupi, selanjutnya dilakukan tabulasi data dan analisis data
pada setiap aspek. Setelah dilakukan analisis data, dilakukan penyusunan laporan lengkap. Setelah
disusun dalam bentuk laporan, penelitian dinyatakan selesai.
Teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan perencanaan bisnis ini adalah dengan
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, baik data primer maupun data sekunder. Data yang
terkumpul kemudian diolah, dihitung perencanaan dan perincian biaya investasi, dan dibuat
perencanaan strategi yang tepat pada setiap faktor perencanan. Sebelum dilakukan perincian biaya,
terlebih dahulu ditentukan asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi finansial yang digunakan seperti umur
ekonomis usaha, biaya-biaya operasional, kapasitas produksi, jumlah produk yang dijual, dan
sebagainya.
21
Diagram alir kerangka pemikiran penelitian yang merupakan tahapan penelitian dapat dilihat
pada Gambar 3.1 :
Gambar 3.1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian
Studi pustaka, mempelajari deskripsi produk dan industri
Pengumpulan data (primer dan sekunder) dan tabulasi data
Rencana pasar dan pemasaran
• Potensi pasar
• Strategi pemasaran (Segmenting, Targetting, Positioning,
dan Bauran Pemasaran)
Rencana teknik dan teknologi
• Spesifikasi bahan baku
• Ketersediaan bahan baku
• Perencanaan kapasitas produksi
• Teknologi proses produksi
• Penentuan lokasi pabrik
• Perencanaan tata letak dan kebutuhan ruang pabrik
• Aspek lingkungan
Rencana manajemen dan organisasi
• Aspek legalitas
• Kebutuhan tenaga kerja
• Struktur organisasi
• Deskripsi dan spesifikasi pekerjaan
Rencana keuangan
• Asumsi perhitungan finansial
• Biaya investasi
• Perhitungan depresiasi
• Prakiraan biaya produksi dan penerimaan
• Proyeksi laba rugi
• Proyeksi arus kas
• Kriteria kelayakan investasi
• Analisis sensitivitas
• Risiko nilai tukar
Penyusunan laporan
Selesai
Mulai
22
3.2. TATA LAKSANA
Tahapan analisa yang harus dilakukan pada perencanaan bisnis adalah melakukan analisis
masalah dan meneliti aspek-aspek yang berhubungan dengan perencanaan bisnis tersebut yaitu
rencana pasar dan pemasaran, rencana teknik dan teknologi, rencana manajemen dan organisasi, dan
rencana keuangan. Perencanaan bisnis ini terdiri dari pengumpulan data dan analisis data.
3.2.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan keterangan tentang hal-hal
yang berhubungan dengan penelitian yaitu perencanaan bisnis. Data tersebut diharapkan dapat
digunakan untuk pemecahan masalah pengambilan suatu keputusan. Data yang dikumpulkan meliputi
data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pihak terkait serta para pakar
pada bidang teknik dan teknologi yang sesuai. Untuk data sekunder diperoleh melalui laporan, artikel,
jurnal, dan statistik dari instansi-instansi pemerintah, swasta, balai penelitian, dan sebagainya. Contoh
data yang diperlukan dapat dilihat pada Tabel 3.1 :
23
Tabel 3.1. Jenis data, sumber, dan metode pengumpulan data yang diperlukan
Jenis Data Sumber Data Metode Pengumpulan
Data
1. Rencana Pasar dan Pemasaran
a. Harga jual kakao dan
chocolate bar
b. Jumlah produksi kakao
c. Jumlah permintaan kakao
d. Jenis chocolate bar terlaris
e.Daftar industri chocolate bar
pesaing dan pendatang baru
f. Daftar industri chocolate bar lokal
dan impor
Swalayan, internet, chocolate shop
Badan Pusat Statistik (BPS)
Badan Pusat Statistik (BPS)
Swalayan, internet, konsumen
Kementerian Perindustrian,
internet
Internet
Survei
Pengumpulan dokumen
Pengumpulan dokumen
Survei dan wawancara
Pengumpulan dokumen
Pengumpulan dokumen
2. Rencana Teknik dan Teknologi
a. Daftar lokasi bahan baku chocolate
bar
b. Daftar spesifikasi dan ketersediaan
bahan baku chocolate bar
c. Kapasitas produksi bahan baku
chocolate bar
d. Teknologi dan proses produksi
pembuatan chocolate bar
e. Mesin dan alat pembuatan
chocolate bar
f. Lokasi pendirian industri
chocolate bar
g. Metode perencanaan tata letak
pabrik
Internet
Dosen ahli, internet
Dosen ahli, internet
Dosen ahli dan internet
Dosen ahli dan pakar mesin dan
alat chocolate bar
Ahli peruntukan wilayah dan
pemerintah setempat
Buku dan dosen ahli
Pengumpulan dokumen
Wawancara dan
pengumpulan dokumen
Pengumpulan dokumen
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
24
Jenis Data Sumber Data Metode Pengumpulan
Data
3. Rencana Manajemen dan Organisasi
a. Daftar jenis bentuk usaha
b. Perizinan
c. Jenis struktur organisasi
d. Spesifikasi dan deskripsi kerja
karyawan
Undang-undang Pengumpulan dokumen
Pemerintah setempat Pengumpulan dokumen
Undang-undang Pengumpulan dokumen
Buku, diktat, dan jurnal Pengumpulan dokumen
4. Rencana Keuangan
a. Daftar penentuan asumsi
b. Daftar harga mesin dan alat
produksi
c. Metode perhitungan kriteria
investasi (NPV, IRR, Net B/C, PBP,
dan BEP)
Buku, diktat, dan jurnal Pengumpulan dokumen
Produsen penghasil mesin, dosen
ahli, internet
Wawancara dan
pengumpulan dokumen
Buku, diktat, dan jurnal Pengumpulan dokumen
d. Analisis sensitivitas
e. Risiko nilai tukar
Dosen ahli, buku
Dosen ahli, buku
Wawancara dan
pengumpulan dokumen
Wawancara dan
pengumpulan dokumen
3.2.2. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan meliputi rencana pasar dan pemasaran, rencana teknik dan
teknologi, rencana manajemen dan organisasi, rencana keuangan, analisis risiko.
3.2.2.1. Rencana Pasar dan Pemasaran
Aspek-aspek yang dikaji rencana pasar dan pemasaran meliputi potensi pasar, strategi
pemasaran yang meliputi bauran pemasaran (marketing mix), dan STP (segmenting, targeting,
positioning).
Tabel 3.1. Jenis data, sumber, dan metode pengumpulan data yang diperlukan (lanjutan)
25
Langkah-langkah dalam rencana pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3.2 :
Gambar 3.2. Diagram alir proses rencana pasar dan pemasaran
3.2.2.2. Rencana Teknik dan Teknologi
Rencana teknik dan teknologi meliputi spesifikasi dan ketersediaan bahan baku, penentuan
kapasitas produksi dan lokasi, pemilihan teknologi proses, mesin dan peralatan, neraca massa, dan
perencanaan tata letak serta kebutuhan luas ruang produksi dari pabrik tersebut. Aliran proses rencana
teknis dan teknologis dapat dilihat pada Gambar 3.3 :
Mulai
Pencarian data sekunder
Data
cukup
?
Potensi pasar cokelat batangan
Penentuan strategi pemasaran cokelat
batangan
Selesai
Tidak
Ya
Penentuan STP (segmenting, targeting,
positioning) dan bauran pemasaran (strategi
produk, strategi harga, strategi distribusi, dan
strategi promosi)
Mulai
Bahan baku (spesifikasi bahan baku dan
ketersediaan bahan baku)
Perencanaan kapasitas produksi
Teknologi proses produksi
A
26
Gambar 3.3. Diagram alir proses rencana teknik dan teknologi
Pemilihan jenis teknologi proses produksi didasarkan pada kemudahan proses produksi dan
perkiraan biaya produksi. Pemilihan mesin dan peralatan ditentukan berdasarkan teknologi dan proses
produksi yang dipilih. Neraca massa disusun untuk melihat laju alir, jumlah input, dan jumlah output
masing-masing komponen bahan pada setiap proses. Perencanaan tata letak pabrik dilakukan dengan
menganalisis keterkaitan antar aktivitas, kemudian menentukan kebutuhan luas ruang dan alokasi
area. Untuk menganalisis keterkaitan antar aktivitas, perlu ditentukan derajat hubungan aktivitas.
Derajat hubungan aktivitas dapat diberi tanda sandi sebagai berikut :
• A (absolutely necessary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berdekatan
dan bersebelahan.
• E (especially important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus bersebelahan.
• I (important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan.
• U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan bebas dan tidak saling mengikat,
dan
• X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berjauhan atau tidak
boleh saling berdekatan (Apple, 1990).
Sandi derajat hubungan aktivitas diletakkan pada bagian dalam kotak bagan keterkaitan antar
aktivitas. Alasan-alasan yang mendukung kedekatan hubungan meliputi keterkaitan produksi,
keterkaitan pekerja, dan aliran informasi. Alasan keterkaitan produksi meliputi urutan aliran kerja,
penggunaan peralatan, catatan dan ruang yang sama, kebisingan, kotor, debu, getaran, serta
kemudahan pemindahan barang. Alasan keterkaitan pekerja meliputi penggunaan karyawan yang
sama, pentingnya berhubungan, jalur perjalanan, kemudahan pengawasan, pelaksanaan pekerjaan
serupa, perpindahan pekerja, dan gangguan pekerja. Alasan informasi meliputi penggunaan catatan
yang sama, hubungan kertas kerja, dan penggunaan alat komunikasi yang sama (Apple, 1990). Pada
bagan keterkaitan antar aktivitas, alasan-alasan pendukung ini disesuaikan penempatannya dalam
kotak agar tidak tumpang tindih dengan kode derajat hubungan antar aktivitas.
Perencanaan tata letak dan kebutuhan
ruang pabrik
Aspek lingkungan
Selesai
Penentuan lokasi pabrik
A
27
Tahapan proses dalam merencanakan bagan keterkaitan antar aktivitas adalah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi semua kegiatan penting dan kegiatan tambahan.
2. Membagi kegiatan tersebut ke dalam kelompok kegiatan produksi dan pelayanan.
3. Mengelompokkan data aliran bahan atau barang, informasi, pekerja, dan lainnya.
4. Menentukan faktor atau sub faktor mana yang menunjukkan keterkaitan (produksi, pekerja, dan
aliran informasi), dan
5. Mempersiapkan bagan keterkaitan antar aktivitas.
6. Memasukkan kegiatan yang sedang dianalisis ke sebelah kiri bagan keterkaitan antar aktivitas.
Urutannya tidak mengikat, namun dapat juga diurutkan menurut logika ketergantungan kegiatan.
7. Memasukkan derajat hubungan antar aktivitas di dalam kotak yang tersedia.
Bagan keterkaitan antar aktivitas yang telah dibuat kemudian diolah lebih lanjut menjadi
diagram keterkaitan antar aktivitas. Berikut ini tahapan proses pembuatan diagram keterkaitan antar
aktivitas :
1. Mendaftar semua kegiatan pada template kegiatan diagram keterkaitan antar aktivitas.
2. Memasukkan nomor kegiatan dari bagan keterkaitan antar aktivitas pada sisi pojok dan tengah
setiap template kegiatan diagram keterkaitam antar aktivitas untuk menunjukkan derajat kedekatan
antar aktivitas.
3. Melanjutkan prosedur untuk setiap template yang tersedia sampai keseluruhan kegiatan tercatat.
4. Menyusun model dalam sebuah diagram keterkaitan aktivitas, memasangkan yang A terlebih
dahulu, kemudian E dan seterusnya, dan
5. Menggambarkan pola aliran sementara.
Dari hasil lembar kerja diagram keterkaitan antar aktifitas yang telah dilakukan, kemudian
dilakukan pengalokasian aktifitas dengan menggunakan metode Total Clossness Rating (TCR) yang
dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
V (rij) = derajat hubungan aktifitas yang diberikan pada aktifitas i dan j
m = jumlah aktifitas
Perancangan tata letak pabrik didasarkan atas diagram alir proses produksi dan diagram
keterkaitan aktifitas yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya, tata letak pabrik disusun dengan
denah yang efektif dan efisien serta disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Keefektifan dan
keefisienan perancangan tata letak pabrik ini diperoleh dari minimalnya jarak perpindahan bahan,
keteraturan tempat kerja, dan runutnya aliran proses.
Kebutuhan luas ruang produksi tergantung pada jumlah mesin dan peralatan, tenaga kerja
atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana yang mendukung
kegiatan produksi. Metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan luas ruang produksi adalah
28
metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk mendukung
proses produksi serta luasan untuk melaksanakan operasi.
3.2.2.3. Rencana Manajemen dan Organisasi
Kajian terhadap rencana manajemen dan organisasi meliputi pemilihan bentuk perusahaan
(aspek legalitas), kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi kerja. Aliran
rencana sumber daya manusia pada Gambar 3.4 :
Gambar 3.4. Diagram alir rencana manajemen dan organisasi
3.2.2.4. Rencana Keuangan
Aspek-aspek yang digunakan dalam rencana keuangan meliputi asumsi perhitungan finansial,
biaya investasi, prakiraan harga dan penerimaan, proyeksi laba dan rugi, proyeksi arus kas, dan
kriteria kelayakan investasi.
A. Kriteria Investasi
Kadariah et al., (1999) mengungkapkan bahwa dalam rangka mencari suatu ukuran
menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai macam indeks yang
disebut kriteria investasi (investment criteria). Pada umumnya kriteria investasi terdiri dari Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback
Period (PP). Setiap kriteria dipakai untuk menentukan diterima atau tidaknya suatu proyek atau layak
tidaknya suatu proyek atau usaha untuk dijalankan.
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang
investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa
yang akan datang pada tingkat bunga tertentu (Husnan dan Suwarsono, 2005). Menurut Gray et al.
(1993), formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut.
Mulai
Selesai
Aspek legalitas
Kebutuhan tenaga kerja
Struktur organisasi
Deskripsi kerja (job description)
29
Keterangan :
Bt = keuntungan pada tahun ke-t
Ct = biaya pada tahun ke-t
i = tingkat suku bunga (%)
t = periode investasi (t = 0,1,2,3,…,n)
n = umur ekonomis proyek
Proyek dianggap layak dan dapat dilaksanakan apabila NPV > 0. Jika NPV < 0, maka proyek
tidak layak dan tidak perlu dijalankan. Jika NPV sama dengan nol, berarti proyek tersebut
mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal.
2. Internal Rate of Return (IRR)
Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol dan
dinyatakan dalam persen (Gray et al., 1993). IRR merupakan tingkat bunga yang bilamana
dipergunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan
menghasilkan jumlah kas yang sama dengan investasi proyek. Tujuan perhitungan IRR adalah
mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya. Menurut Kadariah et al. (1999),
rumus IRR adalah sebagai berikut.
Keterangan :
NPV (+) = NPV bernilai positif
NPV (-) = NPV bernilai negatif
i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif
i(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif
Jika IRR dari suatu proyek atau usaha sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku, maka
NPV dari proyek itu sebesar 0. Jika IRR ≥ I, maka proyek atau usaha layak untuk dijalankan, begitu
pula sebaliknya.
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara jumlah present
value yang bernilai negatif (modal investasi). Perhitungan net B/C dilakukan untuk melihat berapa
kali lipat manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan (Gray et al, 1993). Formulasi
perhitungan net B/C adalah sebagai berikut.
Net B/C = NPV B-C Positif / NPV B-C Negatif
Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak dijalankan, sedangkan
jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak dijalankan (Kadariah et al., 1999).
4. Break Even Point (BEP) dan Pay Back Period (PBP)
Break Even Point atau titik impas merupakan titik dimana biaya produksi sama dengan
pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi sama besarnya dengan biaya produksi
yang dikeluarkan. Menurut Kotler (1995) hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel dapat
disajikan pada rumus berikut :
[ - ]
30
BEP = Total Fixed Cost / (Harga Per Unit – Variabel Cost Per Unit)
Pay Back Period (PBP) merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan meliputi
periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh pengeluaran investasi. Rumus yang digunakan
untuk menghitung nilai PBP adalah sebagai berikut
Keterangan :
n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (tahun)
m = nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (Rp)
Bn = manfaat bruto pada tahun ke-n (Rp)
Cn = biaya bruto pada tahun ke-n (Rp)
B. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengkaji sejauh mana perubahan parameter aspek
finansial yang berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Apabila nilai unsur tersebut berubah
dengan variasi yang relatif besar tetapi tidak berakibat terhadap investasi, maka dapat dikatakan
bahwa keputusan untuk berinvestasi pada suatu proyek tidak sensitif terhadap unsur yang dimaksud.
Sebaliknya, bila terjadi perubahan yang kecil saja mengakibatkan perubahan keputusan investasi,
maka dinamakan keputusan untuk berinvestasi tersebut sensitif terhadap unsur yang dimaksud.
Analisis sensitivitas terhadap unsur-unsur yang terdapat di dalam aliran kas meliputi perubahan harga
bahan baku, biaya produksi, berkurangnya pangsa pasar, turunnya harga jual produk per unit, ataupun
tingkat bunga pinjaman (Soeharto, 2000).
Analisis proyek biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak
ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa mendatang. Suatu proyek dapat berubah-ubah
sebagai akibat empat permasalahan utama, yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan
pelaksanaan proyek, kenaikan biaya, dan perubahan volume produksi (Gittinger, 1986).
C. Risiko Nilai Tukar
Perubahan nilai tukar (foreign exchange rate exposure) merupakan salah satu sumber
ketidakpastian makroekonomi yang mempengaruhi perusahaan. Dengan adanya globalisasi, pasar
semakin terbuka terhadap perdagangan dan teknologi, sehingga perusahaan akan terpengaruh secara
langsung terhadap nilai tukar. Perubahan nilai tukar dapat mempengaruhi perusahaan melalui berbagai
cara seperti perusahaan berproduksi di dalam negeri untuk kebutuhan penjualan domestik dan luar
negeri (ekspor) dan perusahaan berproduksi dengan menggunakan bahan baku impor.
31
IV. RENCANA PASAR DAN PEMASARAN
Dalam menganalisis aspek pasar dan pemasaran, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan,
seperti kedudukan produk saat ini, komposisi, dan perkembangan permintaan produk serta
kemungkinan adanya persaingan. Selain itu pula dalam aspek pemasaran disusun atau dibentuk
strategi serta taktik pemasaran perusahaan dalam menghadapi pasar global agar dapat mengikuti trend
serta mengetahui selera konsumen terhadap produk yang akan dipasarkan atau dijual. Konsep
pemasaran lebih menekankan kepada pemasaran dari produk kepada pelanggan. Tujuan sistem ini
yaitu mencari laba atau keuntungan dimana pencapaiannya dengan menggunakan sistem bauran
pemasaran (marketing mix) atau 4P, yaitu product, price, promotion, dan place.
4.1. Potensi Pasar
Produk yang akan diproduksi oleh industri yang direncanakan adalah cokelat batangan (milk
chocolate). Produk cokelat batangan (milk chocolate) adalah produk makanan cokelat dengan
beragam bentuk, unik, dan menarik. Selain itu, produk ini memiliki berat per kotaknya sebesar 120
gram. Produk ini terbuat dari cokelat asli yaitu cocoa liquor dan lemak cokelat, dengan penambahan
bahan-bahan pendukung, seperti gula pasir dan susu sapi segar (fresh milk). Cokelat batangan ini
mempunyai rasa yang manis, beraroma cokelat yang khas dan memikat, serta tekstur yang lembut dan
mudah meleleh pada saat dimakan.
Pada saat memasuki pasar harus memperkirakan pasar potensial agar sumber daya yang dimiliki
dapat dimanfaatkan secara efektif. Pasar potensial adalah sejumlah konsumen yang mempunyai kadar
minat tertentu pada tawaran tertentu. Menurut Kotler (2000) potensi pasar adalah batas yang didekati
oleh permintaan pasar ketika pengeluaran pemasaran industri mendekati tidak terhingga, untuk
lingkungan pemasaran tertentu.
Potensi pasar bagi produk cokelat batangan ini diperkirakan dengan mempertimbangkan
beberapa parameter, antara lain perkiraan jumlah potensi pembeli, perkiraan jumlah rata-rata yang
dibeli oleh pembeli, dan perkiraan harga rata-rata produk cokelat batangan. Potensi pasar cokelat
batangan dilihat dari sisi secara nasional dan potensi pasar di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Data untuk jumlah potensi pembeli diasumsikan diperoleh dari data jumlah penduduk nasional
dan jumlah penduduk di DKI Jakarta dan Jawa Barat pada tahun 2010 (BPS, 2011). Jumlah penduduk
nasional yaitu sekitar 237.641.326 orang, sedangkan jumlah penduduk di DKI Jakarta dan Jawa Barat
yaitu sekitar 52.661.519 orang. Tingkat konsumsi produk olahan kakao di Indonesia yaitu berkisar 60
gram/kapita (0,06 kg/kapita/tahun) (Disbun Provinsi Jawa Barat, 2010), sedangkan tingkat konsumsi
produk olahan kakao di beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat sebesar 5,3 kg/kapita/tahun,
negara-negara Eropa telah ada yang mencapai 10,3 kg/kapita/tahun (Ditjenbun, 2010). Data untuk
jumlah rata-rata yang dibeli oleh pembeli merupakan asumsi tingkat konsumsi produk cokelat
batangan menurut pakar cokelat (kakao) dari Departemen Perindustrian yaitu sebesar 10% dari tingkat
konsumsi produk olahan kakao di Indonesia. Asumsi ini dipakai karena tidak terdapat data spesifik
mengenai tingkat konsumsi cokelat batangan di Indonesia. Sedangkan data untuk harga produk rata-
rata merupakan asumsi kisaran harga produk rata-rata cokelat batangan yang ada di pasaran sebesar
Rp. 150.000,-/kg. Dari keterangan tersebut, maka dapat diperoleh potensi pasar nasional bagi produk
cokelat batangan adalah sebesar ± Rp. 214 milyar/tahun sedangkan potensi pasar di DKI Jakarta dan
Jawa Barat sebesar ± Rp. 48 milyar/tahun. Potensi pasar dipilih di DKI Jakarta dan Jawa Barat karena
kedua provinsi tersebut merupakan target pemasaran untuk produk cokelat batangan ini.
Penentuan potensi pasar ini dimaksudkan untuk melihat seberapa besar pangsa pasar (market
share) yang dapat diambil oleh industri cokelat batangan ini dan memperkirakan jumlah permintaan
pasar dari produk tersebut. Setelah mengetahui berapa besar potensi pasar dari produk cokelat
32
batangan tersebut, maka langkah selanjutnya adalah menentukan pangsa pasar (market share) dan
jumlah permintaan efektifnya.
Pangsa pasar (market share) merupakan kondisi pasar yang menunjukkan seberapa besar pasar
yang mungkin digunakan untuk memasarkan produk. Industri cokelat batangan mengasumsikan untuk
membidik pangsa pasar sebesar 5% dari potensi pasar di DKI Jakarta dan Jawa Barat sebesar ± Rp. 48
milyar/tahun, sehingga potensi pasar untuk industri cokelat batangan ini adalah sebesar ± Rp. 2,4
milyar/tahun. Penentuan pangsa pasar yang diambil sebesar 5% karena cokelat batangan ini tergolong
baru yang berada pada siklus produk tahap pengenalan, sehingga diperlukan pengenalan dan
pencarian pasar. Nilai 5% dianggap cukup optimis untuk membuka pasar. Apabila mengambil pasar di
atas 5%, maka dikhawatirkan pasar yang mampu diraih akan berkurang, namun apabila di bawah 5%
terlalu pesimis untuk memulai meraih pasar produk cokelat batangan yang cukup potensial.
4.2. Analisis Persaingan
Apabila dikaji dari potensi pasar akan cokelat batangan yang tinggi, maka peluang untuk
mendirikan industri ini diduga cukup prospektif, terutama ditelaah dari masih rendahnya tingkat
konsumsi produk olahan cokelat di Indonesia dan banyaknya produk cokelat batangan yang
menggunakan bahan baku bukan dari cokelat asli. Hal ini mendukung pendirian industri cokelat
batangan untuk menjadi salah satu produk pangan yang menggunakan bahan baku cokelat asli (pasta
cokelat dan lemak cokelat) serta dimaksudkan untuk meningkatkan konsumsi produk olahan cokelat
di Indonesia.
Selain itu, apabila diamati akhir-akhir ini banyak sekali industri cokelat batangan yang
menawarkan produk ataupun merek baru baik lokal maupun impor bagi semua usia dan kalangan.
Dengan banyak bermunculan perusahaan baru di industri cokelat batangan, maka semakin
memperketat persaingan pasar yang telah terjadi sebelumnya sehingga diharapkan para „pemain baru‟
ini mampu bersaing dengan industri cokelat batangan yang sejenis agar mendapat tempat di hati
konsumen.
Cokelat batangan yang ditawarkan kepada para konsumen cukup banyak jenis dan mereknya,
seperti Silver Queen, Van Houten, Cadbury, Delfi, Toblerone, Droste, Guylian, Chocodot (Cokelat
Dodol), Monggo, dan sebagainya. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan di Giant
Supermarket Botani Square Bogor menunjukkan bahwa merek cokelat batangan yang biasa dibeli oleh
para konsumen adalah Silver Queen. Alasan konsumen yang paling utama dalam membeli cokelat
Silver Queen adalah karena harganya yang terjangkau dibanding merek cokelat yang lain dan tidak
mudah meleleh pada suhu ruang. Media informasi yang paling berpengaruh yang menjadi sarana
konsumen dalam mengenal dan mengetahui produk cokelat batangan adalah media mouth to mouth.
Melihat salah satu kenyataan yang terjadi di pasar bahwa cokelat Silver Queen merupakan
cokelat batangan yang mendominasi pasar konsumen kalangan menengah, sehingga dapat dikatakan
pesaing utama cokelat batangan untuk kalangan menengah adalah cokelat Silver Queen apabila dilihat
dari segi harganya yeng terjangkau, sedangkan apabila dilihat dari segi bahan baku yang digunakan
berupa pasta cokelat dan lemak cokelat, cokelat Guylian juga merupakan pesaing untuk industri ini
namun harganya mahal, segmentasinya untuk kalangan atas, dan merupakan produk cokelat impor.
Ketersediaan cokelat batangan yang mengunakan bahan baku berupa pasta cokelat dan lemak
cokelat masih sangat terbatas karena mayoritas cokelat batangan yang terdapat dipasaran
menggunakan bahan baku berupa bubuk cokelat dan lemak kelapa sawit sehingga menyebabkan harga
jualnya menjadi terjangkau. Oleh sebab itu, pesaing untuk industri ini tidak sebanyak dan sekuat
cokelat batangan yang menggunakan bahan baku berupa bubuk cokelat dan lemak kelapa sawit. Di
lain pihak, industri ini belum memiliki pesaing yang benar-benar sejenis, dalam artian belum ada
33
cokelat batangan buatan dalam negeri yang terbuat dari pasta cokelat dan lemak cokelat, sehingga
produk ini masih mempunyai peluang pasar sendiri yang belum dimasuki oleh pesaing cokelat
batangan lainnya.
4.3. Strategi Pemasaran
Faktor yang menentukan dalam pencapaian keberhasilan dalam suatu industri adalah
kemampuan industri tersebut dalam memenuhi kebutuhan konsumen melalui pemasaran produk yang
dilakukan oleh industri yang bersangkutan. Industri cokelat batangan memerlukan strategi pemasaran
dan bauran pemasaran yang tepat. Strategi pembentukan dan pengembangan pasar adalah langkah-
langkah yang dilakukan dalam upaya pencapaian sasaran-sasaran pemasaran. Adapun strategi dalam
upaya penguasaan dan pengembangan pasar produk cokelat batangan antara lain :
Mengutamakan pemenuhan kebutuhan pasar domestik, dengan memberikan perhatian pada
ruang cakupan (kota besar dan kompleks perumahan).
Meningkatkan nilai tambah kualitas cokelat batangan dari bahan baku yaitu lemak kakao,
sistem produksi, distribusi, dan pengawasan produk itu sendiri.
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi cokelat yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia.
Pemasaran produk cokelat batangan difokuskan pada konsumen yang menyukai produk cokelat
terutama cokelat batangan dengan penjualan melalui strategi bisnis ke bisnis. Secara lebih spesifik,
strategi pemasaran yang akan dilakukan pada tahap awal antara lain :
4.3.1. Segmentasi
Segmentasi pasar adalah usaha pemisahan pasar pada kelompok-kelompok pembeli menurut
jenis-jenis produk tertentu dan yang memerlukan bauran pemasaran tersendiri. Perusahaan
menetapkan berbagai cara yang berbeda dalam memisahkan pasar tersebut, kemudian
mengembangkan profil-profil yang ada pada setiap segmen pasar, dan penentuan daya tarik masing-
masing segmen. Segmentasi pasar menjadi hal yang paling penting dalam penerapan strategi
pemasaran agar perusahaan dapat memenuhi preferensi kebutuhan dan keinginan pembeli. Pembagian
segmentasi pasar adalah sebagai berikut :
Segmentasi geografis yaitu pasar disesuaikan dengan kondisi wilayah, pembagian pasar menjadi
unit geografis seperti negara, negara bagian, wilayah, provinsi dan lainnya.
Segmentasi demografis yaitu pasar dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan variabel-
variabel demografis seperti usia, ukuran keluarga, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, agama,
ras, kelas sosial, dan sebagainya.
Segmentasi psikografis yaitu pasar dibagi sesuai gaya hidup dan kepribadian.
Segmentasi perilaku yaitu pasar dibagi sesuai pengetahuan, sikap, pemakaian atau tanggapan
mereka terhadap produk.
Menurut publikasi BPS pada bulan Desember 2010, jumlah penduduk Indonesia berdasarkan
hasil sensus adalah sebanyak 237.641.326 jiwa, yang terdiri dari 119.630.913 laki-laki dan
118.010.413 perempuan. Adapun jumlah penduduk setiap provinsi disajikan pada Tabel 4.1 :
34
Tabel 4.1. Jumlah penduduk Indonesia dan setiap provinsi tahun 2010
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)
Menurut survei BPS, provinsi Jawa Barat adalah daerah dengan penduduk terbanyak. Tercatat,
total keseluruhannya mencapai 43.053.732 jiwa, sedangkan DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk
sebanyak 9.607.787 jiwa. Segmentasi pasar produk cokelat batangan ini adalah masyarakat DKI
Jakarta dan Jawa Barat yang berperan sebagai konsumen yang menyukai cokelat khususnya cokelat
batangan sebagai makanan kesehatan dikonsumsi secara rutin untuk menjaga kesehatan tubuh.
Selain itu, segmentasi dilakukan berdasarkan geografis, dengan variabel segmentasi yang
digunakan adalah wilayah negara karena produk cokelat batangan ini lebih mengacu dipasarkan di
dalam negeri. Cokelat batangan ini akan dipasarkan ke daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat, karena
sesuai dengan data kependudukan kedua daerah tersebut memiliki jumlah penduduk paling banyak
dan paling padat dibandingkan provinsi yang lain.
Segmentasi juga dilakukan berdasarkan demografis dimana pasar dibagi menjadi kelompok-
kelompok berdasarkan variabel-variabel demografis seperti usia, jenis kelamin, dan penghasilan.
Adapun variabel demografis seperti usia, jenis kelamin di DKI Jakarta dan Jawa Barat dapat dilihat
pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 :
No. Provinsi Jumlah Penduduk
(Jiwa)
1. Aceh 4.494.410
2. Sumatera Utara 12.982.204
3. Sumatrea Barat 4.846.909
4. Riau 5.538.367
5. Jambi 3.092.265 6. Sumatera Selatan 7.450.394
7. Bengkulu 1.715.518
8. Lampung 7.608.405
9. Kep.Bangka Belitung 1.223.296 10. Kep.Riau 1.679.163
11. DKI Jakarta 9.607.787
12. Jawa Barat 43.053.732
13. Jawa Tengah 32.382.657 14. DI Yogyakarta 3.457.491
15. Jawa Timur 37.476.757
16. Banten 10.632.166
17. Bali 3.890.757 18. Nusa Tenggara Barat 4.500.212
19. Nusa Tenggara Timur 4.683.827
20. Kalimantan Barat 4.395.983
21. Kalimantan Tengah 2.212.089 22. Kalimantan Selatan 3.626.616
23. Kalimantan Timur 3.553.143
24. Sulawesi Utara 2.270.596
25. Sulawesi Tengah 2.635.009 26. Sulawesi Selatan 8.034.776
27. Sulawesi Tenggara 2.232.586
28. Gorontalo 1.040.164
29. Sulawesi Barat 1.158.651 30. Maluku 1.533.506
31. Maluku Utara 1.038.087
32. Papua Barat 760.422
33. Papua 2.833.381
Indonesia 237.641.326
35
Tabel 4.2. Jumlah penduduk DKI Jakarta menurut kelompok usia dan jenis kelamin tahun
2010
Kelompok Usia
(Tahun)
Laki-Laki
(Jiwa)
Perempuan
(Jiwa)
Laki-Laki dan
Perempuan
(Jiwa)
0 – 4 426.977 402.704 829.681
5 – 9 401.311 375.167 776.478
10 – 14 351.488 339.985 691.473
15 – 19 387.133 428.511 815.644
20 – 24 502.362 507.751 1.010.113
25 – 29 586.157 558.377 1.144.534
30 – 34 514.008 477.673 991.681
35 – 39 435.092 401.067 836.159
40 – 44 360.510 336.888 697.398
45 – 49 283.819 279.370 563.189
50 – 54 220.697 219.799 440.496
55 – 59 161.021 151.736 312.757
60 – 64 100.051 101.286 201.337
65 – 69 68.656 68.240 136.896
70 – 74 39.202 43.705 82.907
75 + 30.583 43.301 73.884
TT/Not Stated 1.871 1.289 3.160
Total 4.870.938 4.736.849 9.607.787
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)
Tabel 4.3. Jumlah penduduk Jawa Barat menurut kelompok usia dan jenis kelamin tahun 2010
Kelompok Usia (Tahun)
Laki-Laki (Jiwa)
Perempuan (Jiwa)
Laki-Laki dan
Perempuan (Jiwa)
0 – 4 2.118.583 2.003.355 4.121.938
5 – 9 2.205.917 2.082.088 4.288.005
10 – 14 2.145.527 2.039.178 4.184.705
15 – 19 1.964.052 1.882.599 3.846.651
20 – 24 1.824.595 1.784.146 3.608.741
25 – 29 1.987.125 1.939.265 3.926.390
30 – 34 1.849.024 1.807.027 3.656.051
35 – 39 1.757.782 1.676.660 3.434.442
40 – 44 1.522.939 1.447.501 2.970.440
45 – 49 1.265.443 1.210.722 2.476.165
50 – 54 1.032.563 973.565 2.006.128
55 – 59 782.035 694.441 1.476.476
60 – 64 517.989 534.730 1.052.719
65 – 69 395.210 412.326 807.536
70 – 74 259.320 306.290 565.610
75 + 264.219 341.028 605.247
TT/Not Stated 14.717 11.771 26.488
Total 21.907.040 21.146.692 43.053.732
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)
36
Berdasarkan data BPS, industri cokelat batangan menentukan pasar di DKI Jakarta dan Jawa
Barat yang kemudian dibagi menjadi kelompok menurut jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan
serta kelompok menurut usia yang menyukai produk olahan cokelat khususnya produk cokelat
batangan, yaitu anak-anak berkisar 5-9 tahun, remaja berkisar 10-19 tahun, dan dewasa berkisar 20-49
tahun. Adapun variabel demografis berdasarkan pendapatan rata-rata penduduk di DKI Jakarta dan
Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4.4 :
Tabel 4.4. Pendapatan rata-rata penduduk dalam sebulan menurut provinsi tahun 2010
No. Provinsi Pendapatan (Rp)
1. Aceh 1.256.780
2. Sumatera Utara 1.344.045
3. Sumatera Barat 1.488.135
4. Riau 1.422.766
5. Kep. Riau 1.897.900
6. Jambi 1.300.541
7. Sumatera Selatan 1.222.406
8. Kep. Bangka Belitung 1.247.103
9. Bengkulu 1.441.785
10. Lampung 1.077.290
11. DKI Jakarta 1.925.662
12. Jawa Barat 1.361.182
13. Banten 1.564.443
14. Jawa Tengah 981.047
15. DI Yogyakarta 1.216.090
16. Jawa Timur 1.046.363
17. Bali 1.460.283
18. Nusa Tenggara Barat 1.346.708
19. Nusa Tenggara Timur 1.466.074
20. Kalimantan Barat 1.227.337
21. Kalimantan Tengah 1.371.985
22. Kalimantan Selatan 1.348.762
23. Kalimantan Timur 2.155.991
24. Sulawesi Utara 1.348.762
25. Gorontalo 1.260.240
26. Sulawesi Tengah 1.283.669
27. Sulawesi Selatan 1.271.087
28. Sulawesi Barat 1.217.854
29. Sulawesi Tenggara 1.358.730
30. Maluku 1.575.696
31. Maluku Utara 1.584.550
32. Papua 2.164.784
33. Papua Barat 1.950.837
Indonesia 1.337.753
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)
Berdasarkan data BPS, industri cokelat batangan menentukan pasar di DKI Jakarta dan Jawa
Barat yang kemudian dibagi menjadi kelompok menurut pendapatan rata-rata penduduk selama
sebulan. DKI Jakarta mempunyai pendapatan rata-rata penduduknya sebesar Rp. 1.925.662/bulan,
sedangkan Jawa Barat sebesar Rp. 1.361.182/bulan. Pembagian kelompok menurut pendapatan rata-
rata penduduk selama sebulan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan konsumen untuk
membeli produk olahan cokelat khususnya cokelat batangan. Dari data di atas dapat terlihat bahwa
pendapatan rata-rata pegawai di DKI Jakarta dan Jawa Barat cukup besar apabila dibandingkan
dengan provinsi yang lain, sehingga dapat dikatakan bahwa penduduk di DKI Jakarta dan Jawa Barat
memiliki kemampuan untuk membeli produk cokelat batangan. Segmentasi juga dilakukan
37
berdasarkan psikografis dimana pasar dibagi sesuai gaya hidup. Cokelat batangan (milk chocolate) ini
ditujukan bagi konsumen dengan gaya hidup yang menyukai cokelat dengan kualitas cokelat asli
dengan tambahan susu sapi segar dan tidak mengandung banyak gula sehingga tidak menimbulkan
rasa sakit pada tenggorokan dan tidak menimbulkan kegemukan.
4.3.2. Penetapan Target
Setelah proses segmentasi pasar selesai dilakukan, maka dapat diketahui beberapa segmen yang
dianggap potensial untuk dimasuki. Secara umum, penetapan pasar sasaran dilakukan dengan
mengevaluasi kelebihan setiap segmen, kemudian dilakukan penentuan target pasar yang akan
dilayani. Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki.
Target pemasaran cokelat batangan ini lebih ditujukan pada konsumen dalam negeri, yaitu kepada
perempuan khususnya masyarakat kalangan menengah (medium) di daerah DKI Jakarta dan Jawa
Barat dengan kelompok usia remaja dan dewasa yang menyukai produk olahan cokelat khususnya
produk cokelat batangan dengan kualitas cokelat asli, tidak mengandung banyak gula sehingga tidak
menimbulkan kegemukan serta dikemas dengan kemasan tertentu serta menarik perhatian konsumen.
4.3.3. Penetapan Posisi
Salah satu elemen penting dari strategi pemasaran adalah positioning. Positioning dapat
diartikan penempatan keunggulan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Tujuan utama
positioning dalam dunia bisnis, yaitu untuk menempatkan produk di pasar sehingga produk tersebut
terpisah atau berbeda dengan merek-merek yang bersaing. Bila diamati pada keadaan pasar, produk
cokelat batangan buatan dalam negeri (bukan impor) masih terbatas ditemukan, sehingga masih sangat
potensial untuk dikembangkan. Keunggulan cokelat batangan antara lain menggunakan bahan baku
dari lemak cokelat (cocoa butter) dalam negeri, sehingga apabila dimakan tidak menimbulkan rasa
sakit pada tenggorokan dan lebih mudah meleleh di lidah. Jenis cokelat batangan yang diproduksi
adalah milk chocolate dimana pada campuran cokelat tersebut ditambahkan dengan susu sapi segar
dan gula pasir.
Melalui kegiatan positioning perusahaan harus mampu membentuk citra produk unggulan
dimana persepsi konsumen terhadap cokelat batangan yang diproduksi sebagai produk makanan
dalam negeri yang lebih unggul bila dibandingkan dengan produk pesaing yang mana mayoritas
cokelat batangan berasal dari luar negeri (impor) dengan kualitas yang dapat dipercaya. Penetapan
posisi yang dimiliki oleh produk milk chocolate ini adalah dengan menanamkan bahwa produk ini
memiliki ciri khas cita rasa yaitu rasa cokelat asli dan tidak menimbulkan rasa sakit pada tenggorokan,
baik untuk kesehatan karena mengandung antioksidan yaitu fenol dan flavonoid, serta dapat
menimbulkan rasa senang. Selain itu, produk ini merupakan produk asli dalam negeri buatan anak
negeri dengan bahan baku 100% cokelat asli dalam negeri yang siap bersaing dengan produk cokelat
batangan impor dan juga diharapkan dapat menjadi produk cokelat khas kota Bogor sehingga dapat
dijadikan cinderamata bagi konsumen yang berwisata di kota Bogor. Jika dihubungkan dengan urutan
segmentasi yang telah dipilih, maka penetapan posisi tersebut memegang peranan penting. Hal
tersebut dikarenakan pengguna produk ini merupakan konsumen akhir dan produk akan bersaing
secara langsung dengan kompetitor produk cokelat batangan sejenis yang telah lama dikenal
masyarakat.
4.3.4. Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan seperangkat alat pemasaran untuk terus
mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Seperangkat alat tersebut diklasifikasikan menjadi
38
empat kelompok yang disebut 4P dalam pemasaran, yaitu produk (product), harga (price), tempat
(place), dan promosi (promotion) (Kotler, 1997).
1. Strategi Produk
Strategi produk adalah suatu strategi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berkaitan
dengan produk yang dipasarkannya. Strategi produk dilakukan agar perusahaan selalu menjaga mutu
produk yang dihasilkan, sehingga mampu bersaing dengan produk lain yang sejenis. Strategi yang
dilakukan pada produk yang ditawarkan mencakup kualitas (mutu), desain kemasan dan jenis produk.
Untuk menjangkau pasar yang luas perlu diperhatikan kualitas yang diberikan oleh produk cokelat
batangan yang dipasarkan. Kemasan dan label yang terjamin dari kerusakan produk akan mendorong
konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan.
Konsep pemasaran yang diterapkan adalah menggunakan konsep produk, dimana dalam
pelaksanaannya sangat mengutamakan keunggulan produk sehingga produk diharapkan mampu
bersaing dipasaran. Beberapa keunggulan produk cokelat batangan ini, antara lain:
Pada proses produksinya menggunakan bahan baku berupa lemak cokelat yang berkualitas
sehingga menghasilkan produk cokelat batangan yang memiliki cita rasa yang khas dan nikmat
untuk dikonsumsi.
Dengan menggunakan bahan baku berupa lemak cokelat, maka cokelat batangan yang
dihasilkan apabila dikonsumsi tidak menyebabkan sakit di tenggorokan (aman untuk
dikonsumsi).
Cokelat batangan ini juga mudah meleleh di lidah ketika dikonsumsi.
Strategi yang dapat diterapkan adalah melakukan pencampuran bahan dengan menggunakan
lemak cokelat sehingga menghasilkan produk cokelat batangan yang memiliki nilai tambah yang
tinggi apabila dibandingkan dengan cokelat batangan yang dibuat dari bahan lemak kelapa sawit. Hal
ini merupakan salah satu keunggulan cokelat batangan yang harus tetap dipertahankan oleh
perusahaan agar dapat menarik perhatian konsumen. Bentuk produk akhir dari cokelat batangan ini
adalah berbentuk padat. Strategi lain yang harus juga diterapkan adalah dengan mengemas cokelat
batangan dengan kemasan yang unik dan praktis dengan takaran tertentu agar lebih praktis ketika
dikonsumsi oleh konsumen.
Berat satu kotak cokelat batangan kurang lebih 120 gram dengan berat satu buah cokelat
batangan sebesar 12 gram dengan bentuk cokelat yang bervariasi. Produk ini dikemas dengan
kemasan primer (tray) berupa poly propylene (PP) berukuran 3.75 cm x 3.5 cm x 2.4 cm. Cokelat
batangan yang telah terbungkus kemasan primer dimasukkan ke dalam kemasan sekunder (kotak
cokelat) yang berasal dari bahan glossy dengan ukuran 15 cm x 10.5 cm x 2.4 cm ditambah dengan
tutup kertas berlapis alumunium sebagai penutup tray dimana tutup tersebut berfungsi agar cokelat
batangan tidak mudah meleleh, dan pada kemasan tersebut terdapat keterangan nama merk produk,
tanggal produksi, masa kadaluarsa, kandungan gizi, dan sebagainya. Dalam satu kemasan sekunder
terdapat 12 buah cokelat batangan yang sebelumnya telah diletakkan pada kemasan primer (tray).
Kemasan tersier berupa kardus yang terbuat dari karton dengan ukuran 31.5 cm x 30 cm x 19.2 cm
yang memuat 48 kotak (kemasan sekunder), sehingga dalam satu kemasan tersier (dus) terdapat 576
buah cokelat batangan. Tampilan cokelat batangan beserta kemasannya dapat dilihat pada Lampiran
1.
2. Strategi Harga
Menentukan harga suatu produk merupakan keputusan penting dari perusahaan, karena harga
adalah satu-satunya variabel strategi pemasaran yang secara langsung menghasilkan pendapatan.
Umumnya harga yang ditetapkan perusahaan akan berada pada suatu titik antara harga yang terlalu
39
rendah dan harga yang terlalu tinggi. Biaya produk menentukan harga terendah dan persepsi
konsumen terhadap nilai produk menentukan harga tertinggi. Perusahaan harus dapat menentukan
harga diantara kedua titik tersebut untuk menentukan harga yang paling baik.
Menurut Kotler (2000) salah satu metode dalam penetapan harga yaitu harga margin. Dalam
menentukan harga cokelat batangan digunakan metode harga margin. Dipilihnya metode tersebut
karena dari sisi penjual memiliki kepastian yang lebih besar mengenai biaya daripada megena
permintaan. Penjual tidak harus terlalu sering melakukan penyesuaian terhadap perubahan permintaan,
dan jika semua perusahaan dalam industri menggunakan metode ini, maka harga akan cenderung sama
dan persaingan harga akan minimal. Namun kelemahan dari metode ini adalah harga margin hanya
berjalan jika benar-benar membawa ke tingkat penjualan yang dikehendaki dan penjual tidak
memanfaatkan pembeli ketika permintaan pembeli tinggi
Seperti diketahui kelemahan utama dari cokelat batangan sekarang adalah rendahnya konsumsi
cokelat nasional dan harga cokelat batangan dengan menggunakan bahan baku lemak cokelat relatif
mahal dibandingkan dengan cokelat batangan dengan menggunakan bahan baku dari lemak kelapa
sawit. Tingginya harga tersebut disebabkan karena masih tingginya harga bahan baku dan harga untuk
memproduksi cokelat batangan. Strategi yang dapat diterapkan untuk mempengaruhi harga adalah
berkaitan dengan pengaruh kapasitas produksi cokelat batangan yang bersangkutan. Kapasitas
produksi dari cokelat batangan dapat berpengaruh terhadap biaya produksi cokelat batangan tersebut.
Oleh karena itu, strategi yang dapat diterapkan adalah harus tepat guna dalam memproduksi cokelat
batangan, baik untuk penggunaan mesin dan peralatan maupun penggunaan bahan baku dan bahan
tambahan, diusahakan untuk seefisien mungkin guna menghasilkan output yang tinggi sehingga biaya
produksi yang dikeluarkan rendah serta harga jual ke konsumen dapat ditekan sehingga dapat bersaing
dengan industri cokelat lainnya.
Harga akhir produk cokelat batangan dalam satuan per kotak adalah sebesar :
Penentuan harga cokelat batangan ini dengan menggunakan metode cost-plus, dimana
perhitungan penentuan harga dilakukan dengan menghitung biaya ditambah dengan margin
keuntungan yang dikehendaki oleh perusahaan. Rencana harga jual produk ini ditentukan dengan
memperhitungkan persentase keuntungan yang hendak diraih yaitu sebesar 20% dari harga pokok
produksi (HPP). Dengan margin keuntungan sebesar 20% dihasilkan harga jual cokelat batangan per
kotak (120 gram) adalah Rp. 9500.
Harga pokok = biaya tetap rata-rata + biaya variabel rata-rata
kapasitas penjualan rata-rata
= Rp. 14.855.252.260 / 1.896.152
= Rp. 7.834
Harga jual = Harga pokok + Margin 20%
= Rp. 7.834 + Rp 1.567
= Rp. 9.401 ~ Rp. 9.500 / kotak*
Keterangan :
*: 1 kotak (120 gram) = 12 buah cokelat batangan
40
3. Strategi Tempat
Menurut Kotler (2000) saluran pemasaran dapat dilihat sebagai sekumpulan organisasi yang
saling tergantung satu dengan yang lainnya serta terlibat dalam proses penyediaan sebuah produk atau
pelayanan untuk digunakan. Saluran pemasaran dicirikan dengan jumlah tingkat saluran. Produk
cokelat batangan sebagai barang konsumsi memiliki tipe saluran tersendiri untuk memasarkan produk
tersebut kepada konsumen.
Terdapat beberapa alternatif saluran pemasaran yang dapat digunakan dalam memasarkan
produk cokelat batangan. Pertama, perusahaan dapat membentuk suatu tim penjual produk cokelat
batangan yang menawarkan dan menjual secara langsung produk ini kepada konsumen yang
menyukai produk olahan cokelat khususnya cokelat batangan. Kedua, perusahaan menggunakan
counter khusus cokelat yang berdekatan dengan lokasi produksi dengan maksud meminimalisir biaya
transportasi pemasaran dan memperkuat image positioning. Namun, pada tahap penetrasi pasar pada
awal produksi dilakukan alternatif pertama, yaitu memasarkan langsung melalui tim penjual yang
dibentuk oleh perusahaan. Hal ini dilakukan karena produk cokelat batangan yang dibuat masih dalam
jumlah terbatas dan kegiatan pemasaran yang digunakan adalah perusahaan ke konsumen tertentu
sehingga dibutuhkan komunikasi langsung antara penjual dengan pembeli.
Pemilihan strategi ini mengharuskan perusahaan mempersiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan dalam pemasaran produk cokelat batangan yang dihasilkan, diantaranya pembentukan tim
penjual, tempat persediaan produk, dan strategi pemasaran.
4. Strategi Promosi
Promosi adalah upaya untuk memberitahukan atau menawarkan produk atau jasa kepada calon
konsumen dengan tujuan menarik calon konsumen untuk membeli atau mengkonsumsinya, dengan
adanya promosi produsen atau distributor mengharapkan adanya kenaikan angka penjualan.
Menurut Kotler (1997), bauran promosi terdiri dari lima cara utama, yaitu :
1. Periklanan, yaitu semua bentuk presentasi non personal dan promosi ide, barang atau jasa oleh
sponsor yang ditunjuk dengan mendapat pembayaran.
2. Promosi penjualan, yaitu insentif jangka panjang untuk mendorong keinginan mencoba atau
membeli produk dan jasa. Promosi penjualan terdiri dari cara promosi pelanggan (sampel, kupon,
penawaran pengembalian uang, potongan harga premi, hadiah, hadiah langganan, percobaan gratis,
garansi, promosi gabungan, promosi silang, tampilan di tempat pembelian dan demonstrasi),
promosi perdagangan (potongan harga, tunjangan iklan, dan pajangan barang gratis), dan promosi
bisnis dan wiraniaga (pameran perdagangan, kontes bagi wiraniaga, dan iklan khusus).
3. Pemasaran langsung melalui penggunaan surat, telepon, dan alat penghubung non personal lainnya
untuk berkomunikasi dengan atau mendapatkan respon dari pelanggan dan calon pelanggan
tertentu.
4. Penjualan personal, yaitu interaksi langsung antar satu atau lebih calon pembeli dengan tujuan
melakukan pembelian.
5. Hubungan masyarakat dan publisitas melalui berbagai program yang dirancang untuk
mempromosikan dan atau melindungi citra perusahaan atau produk individualnya.
Kegiatan promosi produk cokelat batangan dilakukan secara terus menerus untuk mengingatkan
dan meyakinkan pembeli bahwa produk yang dijual dapat memberikan kepuasan dan memenuhi
kebutuhan bagi konsumennya.
41
Tujuan promosi untuk industri cokelat batangan ini antara lain:
Menyebarkan informasi dan membantu memperkenalkan produk cokelat batangan dari dalam
negeri dengan banyak keunggulannya kepada target pasar potensial.
Mengingatkan kembali kepada pelanggan mengenai manfaat dan peranan keberadaan produk
di pasar.
Untuk mendapatkan kenaikan penjualan dan profit dari produk cokelat batangan itu sendiri.
Untuk mendapatkan pelanggan baru dan menjaga kesetiaan pelanggan terhadap produk
cokelat batangan.
Untuk menjaga kestabilan penjualan produk cokelat batangan ketika terjadi lemah pasar.
Membedakan serta mengunggulkan produk cokelat batangan dibanding produk pesaing.
Membentuk citra produk cokelat batangan di mata konsumen sesuai dengan yang diinginkan.
Strategi pemasaran yang paling tepat digunakan strategi penjualan langsung ke konsumen karena
target pasar produk cokelat batangan (milk chocolate) ini adalah konsumen yang menyukai produk
olahan cokelat khususnya cokelat batangan. Hal utama yang dipertimbangkan dalam strategi
pemasaran langsung ke konsumen cokelat adalah spesifikasi cokelat batangan yang ditawarkan sesuai
dengan kebutuhan konsumen tersebut dimana kebutuhan akan cokelat yang terbuat dari cokelat asli
(pasta cokelat dan lemak cokelat) sehingga tidak menimbulkan kegemukan apabila di konsumsi secara
rutin. Strategi penjualan dilakukan melalui promosi dengan mengutamakan metode penjualan personal
melalui presentasi produk, pertemuan penjualan, komunikasi melalui media elektronik (telepon, fax,
email), program intensif, pemberian sample kepada konsumen dan pelanggan, pemberian kartu nama
produk cokelat batangan kepada setiap konsumen yang membeli produk ini, dan melalui pameran
dagang dan pameran cokelat nasional. Selain itu, promosi produk ini juga dapat dilakukan melalui
website yang telah dibuat sendiri oleh perusahaan. Dalam melakukan promosi produk cokelat
batangan akan dilakukan dua cara, yaitu melakukan penjualan dengan menjual sendiri menggunakan
tenaga penjual yang dimiliki oleh perusahaan dan menjual produk dengan bekerja sama dengan UKM
makanan yang berada di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Konsumen dari industri cokelat batangan ini merupakan konsumen di daerah DKI Jakarta dan
Jawa Barat yang menyukai cokelat khususnya cokelat batangan dengan kualitas cokelat asli dengan
tambahan susu sapi segar dan tidak mengandung banyak gula sehingga tidak menimbulkan rasa sakit
pada tenggorokan dan tidak menimbulkan kegemukan. Oleh karena itu, terdapat tiga tahapan untuk
memperkenalkan kepada konsumen yang dimulai dari menarik perhatian (awareness), setelah itu
tumbuh minat (interest), kemudian berkehendak (desire) untuk melakukan pembelian produk tersebut.
Di Indonesia, produk cokelat batangan sudah lama dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat, namun
cokelat batangan yang dikonsumsi berasal dari bahan baku bubuk cokelat dan lemak nabati yang
apabila dimakan terasa sakit ditenggorokan, sehingga perusahaan perlu melihat peluang pasar utama.
Selain itu, mayoritas cokelat batangan yang berada dipasaran berasal dari impor. Sehingga untuk
memperoleh pasar perlu diciptakan pasar pengguna cokelat batangan dengan cokelat asli serta
memperkenalkan produk yang dibuat pada pasar dengan menciptakan citra produk pada benak
konsumen sebagai produk makanan yang memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan oleh para pengguna.
42
V. RENCANA TEKNIK DAN TEKNOLOGI
5.1. Bahan Baku
5.1.1. Spesifikasi Bahan Baku
Salah satu faktor produksi penting yang dikaji dalam rencana bisnis pendirian industri adalah
bahan baku. Spesifikasi bahan baku yang dibutuhkan menunjang kebutuhan informasi untuk
mendapatkan bahan baku selama proses produksi berlangsung.
Kakao Indonesia memiliki kualitas yang baik apabila dilakukan fermentasi dengan benar
sehingga mencapai cita rasa yang setara dengan kakao yang berasal dari Pantai Gading atau Ghana.
Selain itu, Indonesia mempunyai keunggulan dan karakteristik khusus, yaitu “light breaking effect”,
“hard butter” (tidak mudah meleleh) yang cocok apabila dipakai untuk blending.
Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi cokelat batangan antara lain lemak cokelat,
pasta cokelat (cocoa liquor), susu sapi segar (fresh milk). Bahan baku berupa lemak cokelat dan cocoa
liquor diperoleh atau disuplai dari industri pengolahan kakao terbesar di Indonesia yang menghasilkan
produk setengah jadi yaitu PT. Bumitangerang Mesindotama (BT. Cocoa), Tangerang dengan
kapasitas terpakainya sebesar 80.000 ton/tahun. Sedangkan susu sapi segar (fresh milk) diperoleh atau
disuplai dari peternak sapi yang berada di daerah Cijeruk, Kabupaten Bogor. Kapasitas produksi susu
yang dihasilkan di daerah ini adalah sebesar 9.434.880 liter/tahun dari jumlah populasi sapi perah
yang tersedia sebesar 1.638 ekor. Industri cokelat batangan membutuhkan bahan baku berupa lemak
cokelat dan pasta cokelat sebesar 144 ton/tahun, sedangkan susu sapi segar sebesar 72.000 liter/tahun.
Hal ini dapat dikatakan bahwa BT. Cocoa dan peternak sapi di Cijeruk, Bogor dapat memenuhi
kebutuhan bahan baku untuk industri cokelat batangan tersebut. Selain itu dengan menggunakan
bahan baku lokal, maka biaya distribusi bahan baku dapat menurunkan biaya produksi serta harga
bahan baku langsung dari produsen akan menjadi lebih murah dibandingkan dengan harga dipasaran.
1. Pasta cokelat (cocoa liquor)
Bahan baku berupa pasta cokelat yang digunakan adalah jenis cocoa liquor 500 A dan cocoa
liquor 1000 A. Pemilihan jenis pasta cokelat ini berdasarkan perbedaan tingkat warna dari pasta
cokelat tersebut. Jenis cocoa liquor 500 A memiliki warna pasta cokelat yang lebih muda
dibandingkan dengan cocoa liquor 1000 A, sehingga warna cokelat batangan (milk chocolate) yang
dihasilkan akan terlihat berbeda tergantung dari pasta cokelat yang digunakan dalam proses
produksinya. Pasta cokelat dihasilkan dengan menggiling nib dari kakao (inti biji kakao) menjadi
cairan yang halus. Pasta kakao yang dibutuhkan untuk memproduksi cokelat batangan adalah 300 kg
per hari. Bahan baku ini diperoleh dari PT. Bumitangerang Mesindotama (BT. Cocoa), Tangerang
dengan harga Rp. 50.000/kg.
2. Lemak cokelat (cocoa butter)
Lemak cokelat merupakan lemak nabati alami. Lemak cokelat mempunyai warna putih-
kekuningan dan mempunyai bau khas cokelat. Lemak ini mempunyai sifat rapuh (brittle) pada suhu
25 o
C, mencair pada temperatur 27 – 33 0
C dan tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol
dingin. Lemak coklat mempunyai tingkat kekerasan (pada suhu kamar) yang berbeda, bergantung asal
dan tempat tumbuh tanamannya. Lemak coklat dari Indonesia, mempunyai tingkat kekerasan yang
lebih tinggi dibandingkan lemak coklat asal Afrika Barat. Sifat ini sangat disukai oleh pabrik makanan
cokelat karena produknya tidak mudah meleleh saat didistribusikan ke konsumen. Lemak cokelat
dihasilkan melalui pengepresan cocoa liqour. Jumlah lemak dalam biji kakao, berkisar antara 50-60%.
Lemak kakao yang dibutuhkan untuk memproduksi cokelat batangan adalah 200 kg per hari. Bahan
43
baku ini diperoleh dari PT. Bumitangerang Mesindotama (BT. Cocoa), Tangerang dengan harga Rp.
85.000/kg.
3. Susu sapi segar (fresh milk)
Susu adalah salah satu bahan makanan yang bergizi tinggi. Kandungan gizinya lengkap dengan
sifat gizi yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Susu untuk bahan pembuatan cokelat batangan
(milk chocolate) ini adalah susu yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi. Komponen-komponen
penting dalam air susu adalah protein, lemak, vitamin, mineral, laktosa, enzim, dan beberapa mikroba.
Umumnya susu mengandung air 87,1 persen, lemak 3,9 persen, protein 3,4 persen, laktosa 4,8 persen,
abu 0,72 persen, dan vitamin yang larut dalam lemak susu, yaitu vitamin A, D, E, dan K. Susu harus
memenuhi syarat-syarat kesehatan dan kebersihan, karena susu merupakan media yang paling baik
bagi perkembangbiakan mikroba. Susu juga mudah pecah dan rusak bila penanganannya kurang baik,
serta masa simpannya relatif singkat. Untuk menangani masalah tersebut, maka langkah yang paling
tepat adalah dengan mengawetkan susu untuk memperpanjang masa simpannya. Susu sapi segar yang
dibutuhkan untuk memproduksi cokelat batangan adalah 250 liter per hari. Bahan baku diperoleh dari
peternak sapi yang berada di daerah Cijeruk, Kabupaten Bogor dengan harga Rp. 7.500/liter.
4. Gula pasir
Gula yang digunakan dalam pembuatan cokelat batangan (milk chocolate) adalah gula pasir
yang sangat halus. Dinamai demikian karena ukuran butirannya sangat kecil sehingga dapat
ditaburkan dari wadah berlubang-lubang kecil. Karena kehalusannya, gula ini lebih cepat larut
dibandingkan gula putih pada umumnya. Gula ini tidaklah sehalus gula bubuk yang dihaluskan secara
mekanis (dan biasanya dicampur dengan sedikit pati untuk menghindari penggumpalan). Gula pasir
yang dibutuhkan untuk memproduksi cokelat batangan adalah 250 kg per hari dengan harga sebesar
Rp. 13.000/kg.
5.1.2. Ketersediaan Bahan Baku
Ketersediaan bahan baku yang baik akan dapat menjaga keseimbangan proses produksi suatu
industri. Kajian mengenai ketersediaan bahan baku dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana
peluang ketersediaan bahan baku untuk masa yang akan datang.
Menurut Kemenperin (2010), Industri pengolahan kakao di Indonesia berjumlah 16 buah.
Beberapa industri pengolahan kakao tersebut antara lain PT. Bumitangerang Mesindotama (BT.
Cocoa), Tangerang; PT. General Food Industry, Bandung; PT. Davomas Abadi, Tangerang; PT.
Industri Kakao Utama, Kendari; PT. Maju Bersama Cocoa Industry, Makasar; PT. Budidaya Kakao
Lestari, Surabaya; PT. Cocoa Ventures Indonesia, Medan; dan PT. Trikeson Utama, Garut. Bahan
baku berupa pasta cokelat dan lemak cokelat yang digunakan pada industri cokelat batangan (milk
chocolate) ini berasal dari industri pengolahan kakao yang menghasilkan produk setengah jadi yaitu
PT. Bumitangerang Mesindotama (BT. Cocoa), Tangerang. Alasan pemilihan BT. Cocoa
dibandingkan dengan industri pengolahan kakao lainnya antara lain BT. Cocoa merupakan industri
pengolahan kakao terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksinya sebesar 80.000 ton/tahun,
lokasinya terletak di Tangerang sehingga mudah dijangkau dengan lokasi pendirian industri cokelat
batangan yang akan didirikan di daerah Cijeruk, Bogor (mengurangi biaya pengangkutan bahan baku),
industri ini menggunakan 100% bahan baku (biji kakao) lokal yang berasal dari petani kakao lokal
dalam bentuk kemitraan dan kualitas produk yang dihasilkan (lemak cokelat dan pasta cokelat) sangat
baik.
Selain itu bahan baku berupa susu sapi segar (fresh milk) yang digunakan pada industri cokelat
batangan (milk chocolate) ini berasal dari peternak sapi perah yang berada di daerah Cijeruk, Bogor.
44
Kapasitas produksi susu yang dihasilkan di daerah ini adalah sebesar 9.434.880 liter/tahun dari jumlah
populasi sapi perah yang tersedia sebesar 1.638 ekor, sehingga dapat memenuhi kebutuhan bahan
baku berupa susu untuk proses produksi cokelat batangan ini.
5.2. Perencanaan Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi merupakan kuantitas atau jumlah satuan produk yang seharusnya diproduksi
selama satuan waktu tertentu untuk mencapai keuntungan yang optimal dalam bentuk keluaran
(output) per satuan waktu. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penentuan kapasitas
produksi, yaitu dengan pendekatan pangsa pasar yang mungkin diraih, ketersediaan bahan baku,
kapasitas teknologi proses, ketersediaan modal, dan kemampuan teknis.
Menurut Sutojo (2000), penentuan kapasitas produksi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efisiensi proyek yang akan didirikan. Kapasitas produksi ditentukan berdasarkan
perpaduan hasil penelitian berbagai macam komponen evaluasi. Komponen tersebut, yaitu perkiraan
jumlah penjualan produk di masa yang akan datang atau kemungkinan pangsa pasar yang akan diraih,
kemungkinan pengadaan bahan baku, bahan pembantu, dan tenaga kerja, serta tersedianya mesin dan
peralatan di pasar yang sesuai dengan teknologi yang diterapkan.
Selain berdasar pada pertimbangan ketersediaan bahan baku, kemampuan, mesin dan peralatan
yang digunakan serta waktu produksi yang tersedia menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
penentuan kapasitas produksi. Teknologi yang diterapkan pada produk ini adalah teknologi tepat guna
karena disesuaikan dengan kebutuhan usaha, kondisi finansial, dan kemampuan pekerja dalam
mengoperasikannya. Teknologi tepat guna bertujuan agar proses produksi berjalan dengan efektif dan
efisien sehingga menghasilkan produktivitas yang tinggi. Kapasitas dalam pembuatan cokelat
batangan ini juga ditentukan berdasarkan kemampuan investasi. Sejauh mana investasi mampu
memenuhi target kapasitas produksi yang akan ditetapkan.
Berdasarkan pertimbangan daya serap pasar, ketersediaan bahan baku, kemampuan investasi,
dan kemampuan teknis (kapasitas mesin dan peralatan produksi), maka kapasitas yang dipilih adalah
mengambil 5% dari pangsa pasar yang tersedia. Penentuan pasar yang diambil sebesar 5% karena
cokelat batangan ini tergolong baru yang berada pada siklus produk tahap pengenalan, sehingga
diperlukan pengenalan dan pencarian pasar. Nilai 5% dianggap cukup optimis untuk membuka pasar.
Apabila mengambil pasar di atas 5%, maka dikhawatirkan pasar yang mampu diraih akan berkurang,
namun apabila di bawah 5% terlalu pesimis untuk memulai meraih pasar produk cokelat batangan
yang cukup potensial. Target produksi pada tahun pertama pendirian industri cokelat batangan adalah
sebesar 1.000 kg (8.334 kotak)/hari. Apabila dalam setahun terdapat 288 hari kerja, maka cokelat
batangan yang dihasilkan sebanyak 2.400.192 kotak/tahun.
5.3. Teknologi Proses Produksi
5.3.1. Proses Produksi
Proses pengolahan cokelat batangan dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1. Pencampuran bahan
Pada tahap pencampuran, semua bahan-bahan yang digunakan dikombinasikan sesuai dengan
resep, kecuali lemak kakao ditambahkan pada proses conching bersamaan dengan penambahan aroma.
Mesin pencampuran yang umum digunakan adalah mill. Prinsip kerja mesin ini adalah berputarnya
silinder dasar mesin sebagai tempat adonan dan secara horizontal diikuti oleh perputaran dua roda
granit penggilas campuran di atasnya secara vertikal. Namun, dalam rencana bisnis ini, mesin
pencampuran, penghalusan, dan conching menggunakan Chocolate Processing Machine.
45
Pencampuran dilakukan selama 20 – 30 menit dengan suhu mesin sekitar 400C dan suhu campuran
sekitar 300C.
2. Penghalusan / pemastaan
Penghalusan adonan mutlak diperlukan agar cokelat batangan yang diperoleh tidak terasa
kasar. Partikel-partikel kasar dapat berasal dari gula, pasta kakao maupun susu. Penghalusan yang
baik akan menghasilkan ukuran partikel < 65 mesh untuk cokelat susu dan < 35 mesh untuk cokelat
gelap. Penghalusan dilakukan selama 15 menit dengan suhu 300C. Mesin penghalus umumnya adalah
roll mill dengan 5 roll. Pasta adonan dihaluskan pada permukaan dengan memanfaatkan tekanan dan
gesekan antar roll. Hasil refining ini adalah adonan yang siap untuk masuk proses conching.
3. Pematangan dan homogenisasi (conching)
Conching adalah proses pematangan dan homogenisasi adonan yang dilakukan pada waktu
30 menit dengan suhu > 600C. Selama proses ini, terjadi penurunan viskositas adonan, pengurangan
bau-bau tidak enak, penurunan kadar air dan peningkatan aroma khas cokelat yang optimum. Lemak
kakao ditambahkan pada tahap ini.
Kondisi proses pematangan dan homogenisasi sangat tergantung pada bahan adonan serta
tujuan akhir hasil olahan. Suhu pematangan dan homogenisasi produk cokelat adalah 49 – 520C jika
penggunaan susu kental, 600C jika penggunaan susu bubuk full cream, dan 70
0C jika menggunakan
susu bubuk skim.
Proses pematangan dan homogenisasi sangat menentukan mutu produk cokelat batangan
yang dihasilkan, sehingga penerimaan konsumen terhadap produk cokelat dan harganya sangat
tergantung proses ini. Selama proses pematangan dan homogenisasi, terjadi penurunan kadar air
menjadi setengah dari kadar air adonan awal, 25 – 30 % asam volatil menguap dan PH naik dari ± 4,9
menjadi ± 5,7.
4. Tempering dan Pencetakan
Apabila ingin menghasilkan cetakan yang memuaskan, sebelum melakukan pencetakan,
dilakukan proses tempering dimulai dengan mendinginkan adonan selama ± 15-25 menit. Setelah
cukup dingin sekitar suhu 25-300C, adonan dimasukkan dalam mesin tempering.
Mesin tempering berbejana logam dengan pengaduk yang berputar pada porosnya dan
dilengkapi dengan jaket pendingin atau pemanas. Adonan yang mengalami tempering suhunya akan
homogen. Milk chocolate membutuhkan suhu adonan siap cetak 30 – 310C sedangkan dark chocolate
membutuhkan suhu adonan siap cetak 25 - 300C. Suhu yang terlalu rendah menyebabkan cokelat
mudah patah, sedangkan jika terlalu tinggi menyebabkan terjadinya blooming, yaitu pengkristalan
lemak kakao pada permukaan cokelat.
Setelah dilakukan proses tempering, adonan cokelat dimasukkan ke dalam mesin pencetak
cokelat batangan (moulding plant) untuk dilakukan proses pencetakan. Pencetakan dilakukan selama
15 – 25 menit dengan suhu campuran sekitar 300C. Pencetakan bertujuan untuk memperoleh cokelat
batangan dengan bentuk, kenampakan, dan ukuran yang menarik. Cetakan dapat terbuat dari logam
atau plastik.
5. Pendinginan
Proses pendinginan dilakukan setelah produk cokelat melalui proses pencetakan dan sebelum
dilakukan pengemasan. Pendinginan dilakukan selama 12-24 jam pada suhu 15 – 210C (cokelat masih
berada dalam cetakan). Selanjutnya, cokelat dikeluarkan dari cetakan dan siap untuk dikemas.
46
Pendinginan dilakukan pada ruangan dingin dan kering (ruangan ber-AC), dengan tujuan agar produk
cokelat tidak rusak atau patah selama proses pengemasan.
6. Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk melindungi hasil olahan akhir cokelat dari pengaruh
lingkungan, sehingga mutu hasil olahan tetap baik dan dapat dikonsumsi dalam jangka waktu cukup
lama. Pembungkus yang baik untuk produk cokelat adalah aluminium foil. Pengemasan dalam karton,
kertas, kardus atau kaleng perlu dilakukan terhadap hasil olahan yang telah terbungkus tersebut.
7. Penyimpanan
Untuk menjaga mutu cokelat tetap baik, maka setelah pengemasan sebaiknya produk cokelat
disimpan selama 1 – 2 minggu pada suhu ± 250
C. Selama penyimpanan ini, terjadi pendewasaan
cokelat sehingga tidak lunak pada suhu ruang.
8. Penyimpanan produk di toko
Penyimpanan di toko sebaiknya pada ruangan yang bebas bau tajam, bersih, tidak lembab
dan suhunya < 310 C (suhu mulai mencairnya lemak kakao). Ruang yang ideal adalah ruangan dingin
dan kering (ruangan ber-AC).
Berikut ini merupakan diagram alir proses produksi cokelat batangan yang dapat dilihat pada
Gambar 5.1 :
Penghalusan atau
pemastaan
t = 15 menit;
T = 300C
Pematangan dan
homogenisasi
t = 30 menit;
T = 600C
Tempering
t = 15-25 menit;
T = 30-310C
Pencampuran
t = 20-30 menit;
T = 300C
Pencetakan
t = 15-25 menit;
T = 300C
Cocoa liquor (pasta
cokelat), gula pasir,
dan susu segar
A
Cocoa butter (lemak
cokelat)
47
Gambar 5.1. Diagram alir proses produksi cokelat batangan
5.3.2. Mesin dan Peralatan
Pada proses produksi cokelat batangan diperlukan beberapa mesin dan peralatan untuk
mendukung proses produksi. Mesin dan peralatan yang digunakan pada proses produksi cokelat
batangan antara lain mesin pencampuran, mesin penghalusan, mesin conching, mesin tempering,
mesin pencetak cokelat semi otomatis, cetakan cokelat, mesin pengemas cokelat, ruang pendinginan,
ruang penyimpanan, dan timbangan digital.
1) Mesin Pengolah Cokelat
Mesin pengolah cokelat merupakan mesin pengolahan cokelat otomatis yang berfungsi dalam
proses pencampuran, penghalusan, dan pematangan (conching) adonan. Prinsip kerja mesin ini adalah
berputarnya silinder dasar mesin sebagai tempat adonan dan secara horizontal diikuti oleh perputaran
dua roda granit penggilas campuran di atasnya secara vertikal. Mesin ini terdiri dari dua bagian, yaitu
ball mill dan storage tank. Ball mill berfungsi dalam proses pencampuran, penghalusan, dan
pematangan adonan, sedangkan storage tank berfungsi sebagai penampung sementara adonan yang
telah diproses oleh ball mill yang selanjutnya adonan tersebut akan diproses ke mesin tempering.
Gambar 5.2. Mesin pengolah cokelat (PT. Jupiter Mitra Setia, 2010)
Spesifikasi mesin Ball Mill :
Tipe mesin : BM - 50 - JMS
Kapasitas output : 250 kg / 1.5 jam
Pendinginan
t = 12-24 jam;
T = 15-210C
Pengemasan
Cokelat batangan
dalam kemasan
A
48
Konsumsi pemanas : 3.000 watt
Dimensi bola baja : 11 mm
Massa pipa / pasokan : Lapisan ganda untuk pemanas air
Struktur pipa : Besi baja (stainless steel) 304
Tangki mesin : Besi baja (stainless steel) 304
Dimensi : (1120 x 1080 x 2330) mm
Berat : ± 1.200 kg
Kapasitas listrik : 3 Kw, 380 V, 50 Hz, 3 fase
Spesifikasi Storage Tank :
Tipe mesin : ST - 400 - JMS
Bahan tangki : Besi baja (stainlesss steel) 304
Kapasitas output : 600 kg
Pengontrol panas : Termostat
Dimensi : Ø (1.982 x 2.475) mm
Berat : ± 500 kg
2) Mesin Tempering
Mesin tempering merupakan mesin yang berfungsi untuk memanaskan dan mendinginkan
cokelat yang telah dilakukan proses pencampuran, penghalusan, dan pematangan. Mesin ini bertujuan
untuk menstabilkan emulsifikasi cokelat padat dan lemak cokelat. Proses ini memungkinkan cokelat
untuk menyusut dengan cepat atau untuk disimpan di suhu ruangan selama beberapa minggu atau
beberapa bulan tanpa kehilangan kegurihan dan permukaan cokelat yang mengkilat.
Gambar 5.3. Mesin tempering (PT. Berkat Wahana Saudara, 2011)
Spesifikasi mesin :
Tipe mesin : CW 60
Kapasitas tangki : 60 kg cokelat
Kapasitas produksi : 200 kg / jam
Fungsi dosis standar
Kapasitas listrik : 3,5 Kw, 3 fase
Teknologi mikroprosesor yang menampilkan suhu digital
49
3) Mesin Pencetak Cokelat Semi Otomatis
Mesin pencetak cokelat semi otomatis merupakan mesin yang berfungsi sebagai pencetak
cokelat yang sebelumnya telah dilakukan proses tempering (penstabilan cokelat). Tujuan pencetakan
agar diperoleh cokelat batangan dengan bentuk, kenampakan, dan ukuran yang menarik.
Gambar 5.4. Mesin pencetak cokelat semi otomatis (PT. Jupiter Mitra Setia, 2010)
Spesifikasi mesin:
Tipe mesin : SAMP - 225 - JMS
Pendingin AC (AC Cooling) : Kompresor motor 15 HP, merek Bitzer Type VI, buatan
Eropa, lengkap dengan aksesoris
Gulungan kipas / unit pendingin : Evaporator, kipas ganda
Suhu : 0 - 50 C
Depositor otomatis : 1 unit, 20 s/d 24 pompa piston
Alat penggetar (vibrator) : 2 unit penggetar vertikal dan 1 unit penggetar horizontal
Pemanas : 1 unit saluran pemanas cetakan
Saluran pendingin : Panjang 16 m dengan ketebalan lapisan besi baja 5 mm
1 unit : Meja pengeluaran (output) dengan panjang 1 m
Konveyor utama : Rantai RS 60 dengan beberapa mata rantai
Penggerak utama : Kecepatan dinamo 2 HP dilengkapi PLC
Ukuran cetakan standar : (175 x 275 x 24) mm
Kontrol panel : Dilengkapi pengatur PLC
Dimensi : (23.740 x 1.250 x 1.500) mm
Kapasitas output : ± 300 cetakan / jam
Kapasitas listrik mesin : 7,5 Kw, 380 V, 50 Hz, 3 Phase
50
4) Cetakan Cokelat (Moulds)
Cetakan cokelat (moulds) merupakan peralatan yang berfungsi sebagai wadah pencetak
cokelat yang diletakkan ke dalam mesin pencetak. Cetakan ini terbuat dari campuran kaca dan plastik
dengan kualitas tinggi dan mengandung lapisan minyak sehingga ketika cokelat dikeluarkan dari
cetakan, maka cokelat tersebut tidak akan lengket dan menghasilkan bentuk cokelat yang sempurna.
Gambar 5.5. Cetakan cokelat (Chocolate World, Belgia, 2011)
Spesifikasi cetakan:
Jenis cetakan : Magnet Mould
Dimensi cetakan : (135 x 275 x 24) mm
Jumlah jenis cetakan : 300 cetakan
Berat cokelat batangan : 10 gram
5) Mesin Pengemas Cokelat
Mesin pengemas cokelat merupakan mesin yang berfungsi untuk mengemas cetakan cokelat
dengan menggunakan bahan kemasan plastik.
Gambar 5.6. Mesin pengemas cokelat (PT. Jupiter Mitra Setia, 2010)
Spesifikasi mesin:
Kapasitas output : 100 bungkus / menit
Bahan kemasan : Plastik
Kapasitas listrik : 3,5 Kw, 380 V, 50 Hz, 3 fase
Dimensi : ± (3000 x 1000 x 1500) mm
Berat : ± 1000 kg
51
6) Timbangan Digital
Timbangan digital merupakan peralatan yang berfungsi untuk menimbang bahan baku yang
akan digunakan untuk memproduksi cokelat batangan agar diperoleh takaran bahan yang sesuai
dengan kebutuhan produksi. Bahan baku yang ditimbang antara lain pasta cokelat, lemak cokelat, susu
sapi segar, dan gula pasir.
Gambar 5.7. Timbangan digital (PT. Digi Indonesia, 2011)
Spesifikasi timbangan digital :
Model : DS-560
Kapasitas alat : 600 kg
Layar : LED
Suhu operasi : -100C s.d 40
0C
Kelembaban : 15% - 85% RH
Dimensi layar : (214 x 135 x 111) mm
Dimensi alas : (700 x 800 x 125) mm
Kapasitas listrik : 18 W (arus listrik utama); 3 W (saat menggunakan baterai)
5.3.3. Kebutuhan Energi Listrik pada Mesin dan Peralatan
Mesin dan peralatan yang digunakan untuk memproduksi cokelat batangan sebagian besar
memanfaatkan energi listrik. Pada Tabel 5.1 diperlihatkan jumlah energi listrik yang dibutuhkan oleh
mesin dan peralatan pada produksi cokelat batangan.
52
Tabel 5.1. Kebutuhan energi listrik pada mesin dan peralatan produksi cokelat batangan
Nama Mesin Jumlah
Mesin
Daya Listrik
(kWh)
Jumlah Operasi
Per Hari (jam)
kWh/Hari
(kWh)
kWh/Bulan
(kWh)
kWh/Tahun
(kWh)
Mesin pengolah cokelat (Ball Mill) 1 3 6 18 432 5184
Mesin tempering 1 3,5 5 17,5 420 5040
Mesin pencetak cokelat semi otomatis 1 7,5 10 75 1800 21600
Mesin pengemas cokelat 1 3,5 2 7 168 2016
Timbangan digital 1 0,018 1 0,018 0,432 5,184
Total 117,518 2820,432 33845,184
53
5.3.4. Neraca Massa Produksi
Neraca massa proses produksi cokelat batangan dapat dilihat pada Gambar 5.8 :
Basis adonan = 1.000 kg (1 ton)/hari ; pasta cokelat (cocoa liquor) = 30 %, lemak cokelat (cocoa
butter) = 20%, susu segar = 25%, dan gula pasir = 25%
Gambar 5.8. Neraca massa proses produksi cokelat batangan
5.4. Penentuan Lokasi Pabrik
Penentuan lokasi pabrik merupakan suatu hal penting yang perlu diperhatikan dalam pendirian
suatu industri. Pemilihan lokasi yang tepat akan berpengaruh terhadap kelangsungan dan efisisensi
Penghalusan atau pemastaan
80% 800 kg
Pematangan dan
homogenisasi
100%
1.000 kg
Tempering 100%
1.000 kg
Pencampuran
80%
800 kg
Pencetakan
100%
1.000 kg
- Cocoa liquor = 300 kg
- Gula pasir = 250 kg
- Susu segar = 250 kg
- Lemak cokelat = 200 kg
Pendinginan
100%
1.000 kg
Pengemasan
100%
1.000 kg = 8334 kotak
Cokelat batangan dalam
kemasan
100%
8334 kotak
54
perusahaan. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pabrik adalah
ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, pasokan tenaga kerja, dan
fasilitas transportasi (Husnan dan Muhammad, 2005).
Suatu industri yang lokasinya tidak tepat akan menghadapi persoalan yang terus menerus dan
tidak terselesaikan, terutama dalam menghadapi persaingan sehingga kelangsungan hidup dan
stabilitas industri tersebut akan selalu mengalami kesulitan. Oleh sebab itu, untuk memperoleh
keputusan yang tepat dalam penentuan lokasi, maka perlu dilakukan pengkajian berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Lokasi industri yang tepat dapat melayani proses-proses baru, perkembangan
teknologi, dan dapat menampung kemungkinan-kemungkinan perluasan industri.
Dalam studi ini tidak dilakukan penentuan alternatif lokasi untuk penentuan lokasi pendirian
industri cokelat batangan. Pemilihan lokasi pendirian industri cokelat batangan telah ditetapkan di
daerah Cijeruk, Kabupaten Bogor. Alasan pemilihan lokasi di daerah tersebut antara lain berdasarkan
faktor kedekatan dengan salah satu sumber bahan baku yaitu susu cair segar yang berasal dari
peternak sapi, di mana susu merupakan komoditi yang mudah rusak apabila tidak segera diproses
lebih lanjut bila dibandingkan dengan lemak cokelat yang memiliki umur simpan dan daya tahan
tinggi (tidak mudah rusak) sehingga memperkecil biaya transportasi, tersedia sumber daya manusia
yang cukup, infrastruktur mendukung, dan dekat dengan target pasar dan pemasaran. Ketersediaan
sumber daya manusia pun menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan. Pasokan sumber daya
yang kompeten dan tenaga kerja tersedia dalam jumlah memadai. Dengan adanya industri cokelat
batangan ini, tenaga kerja yang ada di daerah tersebut dapat terserap dan mampu mengurangi tingkat
penggangguran. Faktor berbagai biaya seperti biaya transportasi pemasaran, biaya pembelian lahan,
dan pembangunan lahan yang lebih rendah. Selain itu, di daerah ini memiliki kekurangan, yaitu
kondisi jalan yang tidak terlalu lebar untuk dilalui oleh kendaraan yang besar sehingga dapat
mengakibatkan waktu yang dibutuhkan untuk distribusi bahan baku dari dan produk jadi menjadi
lebih lama.
5.5. Perencanaan Tata Letak dan Kebutuhan Ruang Pabrik
Perencanaan tata letak sangat dibutuhkan dalam rangka pendirian suatu pabrik, karena hal ini
berhubungan dengan penyusunan letak mesin, peralatan-peralatan produksi, dan ruangan-ruangan
dalam pabrik. Pada tahapan proses pendirian industri cokelat batangan, penentuan desain tata letak
menjadi salah satu faktor yang sangat diperhatikan karena akan membuat proses produksi dapat
berjalan dengan efektif dan efisien. Hal ini mengacu pada Heizer dan Render (2004) yang menyatakan
bahwa tata letak merupakan salah satu strategi wilayah yang akan menentukan efisiensi operasi dalam
jangka panjang. Tata letak yang efektif dapat membantu sebuah perusahaan mendapatkan strategi
yang mendukung perbedaan, harga yang rendah atau respon. Menurut Purnomo (2004) perancangan
tata letak pabrik dapat meminimumkan elemen-elemen biaya, seperti biaya untuk konstruksi dan
instalasi baik untuk bangunan, mesin, maupun fasilitas produksi lainnya, biaya pemindahan bahan,
biaya produksi, perawatan mesin, dan biaya penyimpanan produk jadi.
Pada penentuan tata letak pabrik, terdapat tiga tipe tata letak pada pabrik yaitu antara lain
adalah:
1. Tata Letak Berdasarkan Produk (Layout by Product)
Tata letak jenis ini membentuk suatu garis mengikuti jenjang proses pengerjaan produksi
suatu produk dari awal hingga akhir.
55
2. Tata Letak Berdasarkan Proses (Layout by Process)
Layout pada jenis tata letak berdasarkan proses memiliki bagian yang saling terpisah satu
sama lain dimana aliran bahan baku terputus-putus dengan mesin disusun sesuai fungsi dalam
suatu group departemen.
3. Tata Letak Berdasarkan Stationary (Layout by Stationary)
Tata letak jenis ini mendekatkan sumber daya manusia (SDM) serta perlengkapan yang ada
pada bahan baku untuk kegiatan produksi.
Industri cokelat batangan memproduksi satu jenis produk yaitu cokelat batangan (praline). Oleh
karena itu, tipe tata letak yang digunakan adalah tipe produk. Dalam Layout by Product, mesin-mesin
atau alat bantu disusun menurut urutan proses dari suatu produk. Produk bergerak secara terus
menerus dalam suatu garis perakitan. Layout by Product akan digunakan apabila volume produksi
cukup tinggi dan variasi produk tidak banyak dan sangat sesuai untuk produk yang kontinyu. Tujuan
dari Layout by Product pada dasarnya adalah untuk mengurangi proses pemindahan bahan dan
memudahkan pengawasan di dalam aktivitas produksi, sehingga pada akhirnya terjadi penghematan
biaya (Purnomo, 2004).
Ruangan yang terdapat di industri cokelat batangan ini antara lain gudang bahan baku dan bahan
penunjang, ruang produksi, ruang pendinginan, ruang pengemasan, gudang produk jadi, unit
pengelolaan limbah, laboratorium, kantor, toilet, dan kantin. Luas ruang produksi adalah sekitar 720
m2.
Tata letak ruang produksi adalah sebagai berikut :
1. Mesin pencampuran, pemastaan, dan homogenisasi
2. Mesin tempering
3. Mesin pencetakan
Terdapat beberapa pola aliran bahan dalam ruang produksi, yaitu : pola aliran garis lurus jika
proses produksinya pendek dan sederhana, pola aliran bentuk “L” jika terdapat keterbatasan pada
besar gedung, pola aliran bentuk “U” jika aliran masuk dan keluar pada lokasi yang sama, pola aliran
bentuk “O” jika bahan baku dan produk ditempatkan pada satu ruang, dan pola aliran bentuk “S” (zig
zag) jika aliran produksi panjang. Aliran bahan yang lancar secara otomastis akan mengurangi biaya
dan akhirnya akan meningkatkan produktivitas. Pola aliran bahan dalam ruang produksi untuk
memproduksi cokelat batangan adalah pola aliran bahan berbentuk garis lurus yang bertujuan untuk
mengefisienkan waktu dan pergerakan. Analisa aliran bahan sangat diperlukan dalam merancang
suatu tata letak industri atau pabrik. Penentuan aliran bagi manajemen, material, aliran bahan,
distribusi fisik dan logistik merupakan salah satu langkah dalam perencanaan fasilitas yang sangat
penting terutama penentuan pola aliran bahan. Berikut merupakan pola aliran bahan dalam ruang
produksi cokelat batangan yang dapat dilihat pada Gambar 5.9 :
Gambar 5.9. Pola aliran bahan dalam ruang produksi cokelat batangan
Keterangan :
1. Mesin pencampuran, pemastaan, dan homogenisasi
2. Mesin tempering
3. Mesin pencetakan
3 2 1
56
X
X
U
U
U
X
U
U
U
U
U
U
U
X
O
U
O
X
X
U
I
X
X
U
U
U
U
U
U
X
U
U
U
X
U
X
X
U
X
U
U
U
X
X
U
U
E
U
X
O
O
U
O
U
U
U
I
X
U
O
X
A
X
A
A
A
A
O
1.Stasiun penerimaan bahan baku
12. Tempat parkir
11. Kantin
10. Toilet
9. Kantor
8. Laboratorium
7. Unit pengelolaan limbah
6. Gudang produk jadi
5. Ruang pengemasan
4. Ruang pendinginan
3. Ruang produksi
2. Gudang bahan baku
Berdasarkan diagram alir proses produksi cokelat batangan, maka dilakukan analisis keterkaitan
antar aktivitas untuk menentukan tata letak pabrik. Salah satu alat untuk menganalisa dan merancang
keterkaitan antar kegiatan ini disebut Bagan Keterkaitan Antar Kegiatan atau AR-Chart. Keterkaitan
antar aktivitas dan hasil dari proses perancangan kegiatan tersebut adalah dalam bentuk bagan dan
diagram keterkaitan antar kegiatan yang secara sistematis telah menunjukkan bagaimana kedudukan
(letak atau lokasi) suatu kegiatan (ruang) tertentu dikaitkan dengan kegiatan (ruang) yang lain (Apple,
1990). Dalam merancang hubungan antar kegiatan, maka harus dipertimbangkan faktor penting yaitu
persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk kegiatan atau ruang tertentu, karakteristik bangunan,
letak bangunan, fasilitas eksternal, dan kemungkinan perluasan. Bagan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 5.10. Derajat keterkaitan di gambarkan dengan simbol sebagai berikut :
A (Absolutely Important) : menunjukkan bahwa letak antar suatu kegiatan harus saling berdekatan
dan bersebelahan dengan kegiatan lain.
E (Especially Important) : menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu harus berdekatan.
I (Important) : menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu harus cukup
berdekatan.
O (Ordinary) : menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu tidak harus saling
berdekatan.
U (Unimportant) : menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu bebas dan tidak
saling terkait.
X (Undesirable) : menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu tidak boleh saling
berdekatan dan harus saling berjauhan.
Gambar 5.10. Bagan keterkaitan antar aktivitas industri cokelat batangan
57
Penggunaan bagan keterkaitan aktivitas bertujuan untuk merencanakan dan menganalisa
keterkaitan antar kegiatan dan informasi yang dihasilkan harus diwujudkan dalam bentuk diagram,
yang dibuat dengan bantuan suatu lembar kerja. Bagan keterkaitan antar aktivitas sangat membantu
dalam penempatan lokasi pusat kerja atau departemen, penunjukan kegiatan mana yang saling
berkaitan, serta sebagai dasar dalam pengalokasian area kegiatan dalam suatu industri. Oleh karena
itu, diagram keterkaitan antar aktivitas tersaji dalam bantuan lembar kerja pada Tabel 5.2 :
Tabel 5.2. Lembar kerja untuk diagram keterkaitan antar aktivitas
Aktivitas Simbol
A (6) E (5) I (4) O (3) U (2) X (1)
1. Stasiun penerimaan bahan
baku
2 12 - 3 4,5,6,8,9 7,10,11
2. Gudang bahan baku 1,3 - - - 4,5,6,8,9,12 7,10,11
3. Ruang produksi 2,4 - - 1,5,6,8 9,11,12 7,10
4. Ruang pendinginan 3,5 - - 6 1,2,8,9,11,12 7,10
5. Ruang pengemasan 4,6 - - 3 1,2,8,9,11,12 7,10
6. Gudang produk jadi 5 - - 3,4 1,2,8,9,11,12 7,10
7. Unit pengelolaan limbah - - - - 10,12 1,2,3,4,5,6,
8,9,11
8. Laboratorium - - - 3,9 1,2,4,5,6,10,12 7,11
9. Kantor - - 12 8 1,2,3,4,5,6,10,11 7
10. Toilet - - - 11 7,8,9,12 1,2,3,4,5,6
11. Kantin - - 12 10 3,4,5,6,9 1,2,7,8
12. Tempat parker - 1 9,11 - 2,3,4,5,6,7,8,10 -
Bagan keterkaitan aktivitas di atas dijadikan patokan sebagai perhitungan keterkaitan antar
ruang. Diagram keterkaitan antar aktivitas menggunakan template-template yang menggambarkan
kegiatan yang ada (Apple, 1990). Untuk membuat diagram ini dihitung dengan menggunakan metode
Total Closeness Rating (TCR). Berikut daftar hasil perhitungan Total Closeness Rating yang dapat
dilihat pada Tabel 5.3 :
58
Tabel 5.3. Hasil perhitungan total closeness rating (TCR) untuk menentukan pusat aktivitas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 TCR
1 0 6 3 2 2 2 1 2 2 1 1 5 27
2 6 0 6 2 2 2 1 2 2 1 1 2 27
3 3 6 0 6 3 3 1 3 2 1 2 2 32
4 2 2 6 0 6 3 1 3 2 1 2 2 30
5 2 2 3 6 0 6 1 2 2 1 2 2 29
6 2 2 3 3 6 0 1 2 2 1 2 2 26
7 1 1 1 1 1 1 0 1 1 2 1 2 13
8 2 2 3 2 2 2 1 0 3 2 1 2 22
9 2 2 2 2 2 2 1 3 0 2 2 4 24
10 1 1 1 1 1 1 2 2 2 0 3 2 17
11 1 1 2 2 2 2 1 1 2 3 0 4 21
12 5 2 2 2 2 2 2 2 4 2 4 0 29
(A=6, E=5, I=4, O=3, U=2, X=1)
Analisis nilai TCR digunakan untuk melihat urutan kerja dengan lokasi yang harus berdekatan.
Aliran proses diperlukan untuk melihat urutan kerja yang digunakan tata letak ruang industri cokelat
batangan. Hasil analisis dari lembar kerja kegiatan keterkaitan aktivitas dan perhitungan nilai TCR
menentukan diagram keterkaitan antar aktivitas seperti pada Gambar 5.11 :
59
Gambar 5.11. Diagram keterkaitan antar aktivitas industri cokelat batangan
A E
X7
Kantor
9
I10,13 O8
A3,5 E
X7,11
Ruang pendinginan
4
I O6
A E
X1,2,7,8
Kantin
11
I10,13 O11
A4,6 E
X7,11
Ruang pengemasan
5
I O3
A E
X
Unit pengolahan limbah
7
I O
A E
X
Toilet
10
I O12
A E1
X
Tempat parkir
12
I9,12 O
A E
X7,12
Laboratorium
8
I O3,9
A2 E13
X7,11,12
Stasiun penerimaan
bahan baku
1
I O3
A1,3 E
X7,11,12
Gudang bahan baku
2
I O
A5 E
X7,11
Gudang produk jadi
6
I O3,4
A2,4 E
X7,11
Ruang produksi
3
I O1,5,6,8
60
Setelah dianalisis hubungan keterkaitan antar aktivitas dan dibuat bagan dan diagram keterkaitan
antar aktivitas, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis kebutuhan ruang yang diperlukan.
Kebutuhan luasan ruang produksi tergantung pada jumlah mesin/peralatan, tenaga kerja atau operator
yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana lain yang mendukung kegiatan
produksi yang bersangkutan. Jumlah mesin atau tenaga kerja tergantung pada tingkat produksi secara
keseluruhan dan tingkat produksi pada setiap tahapan kegiatan produksi.
Mesin-mesin dan peralatan yang digunakan mempunyai sistem kerja yang otomatis dan
berteknologi tinggi, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan tidak banyak dan harus terampil, ahli dan
mengerti dengan baik proses yang berjalan. Pada Tabel 5.4 disajikan kebutuhan ruang produksi.
Kebutuhan luasan ruang pabrik industri cokelat batangan dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.4. Kebutuhan ruang produksi
No Nama Ruang Jumlah Sub total
(m2)
Total x
150 % Mesin Operator
1. Stasiun penerimaan bahan baku - - 100 150
1. Gudang bahan baku - - 100 150
2. Gudang produk jadi - - 100 150
3. Ruang produksi
Pencampuran, pemastaan, dan
homogenisasi 1 2 20 30
Tempering 1 2 20 30
Pencetakan 1 2 100 150
4. Ruang pendinginan 1 2 20 30
5. Ruang pengemasan 1 2 20 30
Total 5 10 480 720
Area kelonggaran ditentukan sebesar 150 %. Kelonggaran 150 % ini disediakan untuk kegiatan
penanganan bahan, pergerakan pekerja dan perawatan, lorong, kolom, dan sebagainya sesuai dengan
kebutuhan.
Jika jumlah mesin yang akan ditangani operator sudah ditetapkan, maka kebutuhan luas ruang
untuk mesin atau peralatan dapat ditentukan. Salah satu metode dalam menentukan luasan ruang
produksi adalah metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan
untuk mendukung proses produksi, serta luasan untuk melaksanakan proses operasi.
61
Tabel 5.5. Kebutuhan luasan ruang pabrik industri cokelat batangan
No. Lokasi Luas (m2)
1. Ruang produksi 720
2. Ruang non produksi
a. Kantor 200
b. Laboratorium 100
c. Pengolahan limbah 60
d. Toilet 40
e. Kantin 60
3. Lain-lain
a. Parkir 500
b. Jalan 120
c. Lahan terbuka 200
Total 2.000
62
Stasiun Penerimaan
Bahan Baku dan
Penunjang
Gudang Bahan
Baku dan
Penunjang
Laboratorium
Ruang Produksi
Ruang
Pendinginan
Ruang
Pengemasan
Gu
da
ng
Pro
du
k
Ja
di
Kantor
Unit Pengelolaan
Limbah
To
ilet
Ka
ntin
Parkir
Gerbang Depan
Gerbang Belakang
48.0 in. x 24.0 in.
24.0 in. x
24.0 in.
Receptionist
B
B
B
a
a
a
a
a
a
Gambar 5.12. Tata letak industri cokelat batangan
80 m
25 m
17 m
60 m
10 m
6 m
5 m
6 m
8 m
10 m
63
5.6. Aspek Lingkungan
Limbah merupakan hasil dari proses yang terjadi di dalam industri yang dapat bersifat
merugikan ataupun menguntungkan. Pencemaran pada setiap proses produksi tidak dapat dihilangkan
atau dihindari tetapi pencemaran ini dapat dikendalikan sehingga menimbulkan dampak yang
seminimal mungkin. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengendalian pada sumbernya.
Setelah sumber pencemarnya diketahui, maka dilakukan pengenalan sifat dan karakter pencemar
tersebut. Kemudian masing-masing sumber pencemar tersebut dimasukkan dalam suatu daftar dan
dilakukan pengelompokan sesuai dengan karakter pencemarannya.
Studi aspek lingkungan hidup bertujuan untuk menentukan apakah secara lingkungan hidup
rencana bisnis diperkirakan dapat dilaksanakan secara layak atau sebaliknya. Studi aspek lingkungan
hidup dilakukan dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL dilakukan agar
kualitas lingkungan tidak rusak dengan beroperasinya proyek-proyek industri. AMDAL harus
mengacu pada peraturan dan perundangan yang berlaku mengenai lingkungan hidup setempat studi
AMDAL dilakukan. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 17 Tahun
2001, tentang jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL (Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan). Kerusakan lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini diakibatkan oleh
kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan tidak mengindahkan kelestarian alam
sekitarnya (Pramudya, 2001). AMDAL terdiri dari 5 dokumen, yaitu PIL (Penyajian Informasi
Lingkungan), KA (Kerangka Acuan), ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan), RKL (Rencana
Kelola Lingkungan).
Tujuan studi AMDAL adalah untuk meminimumkan dampak negatif dan mengoptimalkan
dampak positif, maka segenap upaya dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan uraian
kegiatan yang dilakukan oleh pabrik, maka komponen kegiatan yang diperkirakan menimbulkan
dampak dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap prakonstruksi, tahap konstruksi, tahap operasional dan
tahap pasca operasi. Dari setiap tahap ini dilakukan analisis dan penanganan terhadap setiap limbah
yang dihasilkan. Untuk penyusunan AMDAL perusahaan menggunakan jasa konsultan yang memiliki
sertifikat AMDAL A (dasar-dasar AMDAL) atau B (penyusun) dan perusahaan menggunakan ahli di
bidang cokelat batangan. Pemanfaatan limbah akan dapat menunjang pada peningkatan pendapatan
industri.
Industri cokelat batangan memiliki potensi untuk menghasilkan limbah. Secara garis besar
limbah di bagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah yang
dihasilkan oleh industri ini relatif kecil bahkan tidak berbahaya bagi lingkungan. Limbah padat yang
dihasilkan dari proses produksi cokelat batangan adalah sisa adonan yang tercecer di lantai ketika
akan memasukkan adonan cokelat ke dalam mesin pencampuran dan kemasan bahan baku produksi.
Limbah padat ini akan terurai secara alamiah dan tidak berbahaya bagi lingkungan, sehingga dapat di
buang langsung ke lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan karena adanya proses pencucian
peralatan produksi dan limbah domestik berasal dari kegiatan sanitasi (MCK) pabrik. Limbah sisa
produksi dan pencucian alat serta mesin akan melalui proses treatment terlebih dahulu pada
pengolahan limbah. Limbah cair domestik yang terdapat dalam pabrik ditangani dengan menggunakan
septic tank. Pembangunan Septic tank ini menggunakan beton dengan beberapa sekat dan bidang
rembesan. Sekat pada septic tank berfungsi sebagai tempat untuk mengendapkan limbah secara
bertahap. Bidang rembesan berfungsi untuk menyerap kotoran yang berasal dari sekat septic tank. Air
yang keluar akan menjadi lebih baik kualitasnya.
Dampak dari suatu proyek pembangunan baik pada aspek fisik ataupun kimia yang akan
berpengaruh pada lingkungan adalah dampak kebisingan, dampak kualitas udara, dampak pada
kuantitas dan kualitas air, dampak pada iklim atau cuaca, dan dampak pada tanah. Kebisingan dapat
64
dihasilkan dari konstruksi bangunan saat akan mendirikan sebuah pabrik, selain itu kebisingan
diperoleh dari peralatan industri yang digunakan dan pada proses pengolahannya. Pengendalian
kebisingan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu menggunakan cara pengolahan yang kurang
bising, menggunakan alat-alat yang tingkat kebisingannya lebih rendah, penggunaan pagar dan
peredam suara pada bangunan, serta penggunaan alat pelindung telinga untuk mengurangi kebisingan
yang didengar oleh pekerja.
Pencegahan, penanggulangan dampak negatif dari proses produksi dan pengembangan dampak
positif sebagai upaya penanganan dampak dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pencegahan dengan menggunakan bahan baku yang tidak atau kurang menghasilkan limbah
berbahaya dan beracun yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia.
b. Untuk mengatasi kebisingan yang dialami pekerja di lingkungan pabrik maka karyawan disarankan
untuk mengenakan pelindung telinga (ear plug).
c. Limbah cair hasil dari sisa proses produksi dan sisa pencucian alat atau mesin, serta air kegiatan
domestik karyawan akan dialirkan ke saluran air limbah kawasan untuk selanjutnya diolah
sebelum dibuang ke badan air penerima.
d. Limbah padat yang dihasilkan dari sisa adonan yang tercecer sebaiknya dikumpulkan kembali
dalam suatu tempat, selain itu dapat dilakukan pencegahan penceceran dengan melakukan proses
produksi dengan hati-hati oleh pekerja. Untuk bahan kemasan bahan baku dan bahan penolong
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu bekas kemasan bahan tidak berbahaya dan bekas kemasan
bahan berbahaya. Bahan kemasan yang tidak berbahaya seperti kertas dan plastik tersebut
dikumpulkan di dalam gudang dan secara berkala akan diambil oleh pembeli, sedangkan untuk
botol dan jerigen bahan akan dikembalikan kembali kepada pemasok. Bekas kemasan bahan yang
berbahaya dikumpulkan ke tempat khusus dan dikirim ke Pusat Penanganan Limbah Industri
(PPLI).
65
VI. RENCANA MANAJEMEN DAN ORGANISASI
6.1. Aspek Legalitas
Suatu industri yang didirikan perlu mendapatkan legalitas dari pihak yang terkait, dalam hal ini
adalah pemerintah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan industri tersebut dan memberikan
kemudahan dalam perjalanan melakukan kegiatan usaha, mendapatkan dukungan serta terikat pada
kebijakan yang berlaku pada daerah tertentu. Untuk melegalisasi pendirian dan pengoperasian industri
cokelat batangan perlu dibentuk menjadi badan usaha.
6.1.1. Badan Usaha
Perusahaan yang ada di Indonesia terdapat dalam beberapa bentuk, yaitu Perseroan Terbatas
(PT), Persekutuan Komanditer (CV), Koperasi, Firma, Kongsi, Yayasan dan bentuk usaha tetap.
Dalam hal pemilikan, bentuk perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran
perusahaan, jenis perusahaan, pembagian laba, resiko yang akan ditanggung, pembagian pengawasan
dan aturan penguasaan perusahaan.
Bentuk badan usaha dari industri cokelat batangan adalah perseroan terbatas (PT). Pemilihan
ini dilakukan dengan alasan modal investasi yang dibutuhkan relatif cukup besar. Perseroan terbatas
adalah “badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta Peraturan pelaksanaannya” (Undang-
Undang Nomor 40, 2007). Selain itu bentuk badan usaha perseroan terbatas memiliki beberapa
keuntungan yaitu :
1. Kewajiban terbatas
Tidak seperti Partnership, pemegang saham sebuah perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk
obligasi dan hutang perusahaan. Akibatnya, kehilangan potensial yang terbatas tidak dapat melebihi
dari jumlah yang mereka bayarkan pada saham. Tidak hanya mengizinkan perusahaan untuk
melaksanakan usaha yang beresiko, tetapi kewajiban terbatas juga membentuk dasar untuk
perdagangan di saham perusahaan.
2. Masa hidup abadi
Aset dan struktur perusahaan dapat melewati masa hidup dari pemegang sahamnya, pejabat atau
direktur. Ini menyebabkan stabilitas modal yang dapat menjadi investasi dalam proyek yang lebih
besar dan dalam jangka waktu yang lebih panjang dari aset perusahaan tetap dapat menjadi subyek
disolusi dan penyebaran. Kelebihan ini juga sangat penting dalam periode pertengahan.
3. Efisiensi manajemen
Manajemen dan spesialisasi memungkinkan pengelolaan modal yang efisien sehingga
memungkinkan untuk melakukan ekspansi dan dengan menempatkan orang yang tepat, efisiensi
maksimum dari modal yang ada. Selain itu, adanya pemisahan antara pengelola dan pemilik
perusahaan sehingga terlihat tugas pokok dan fungsi masing-masing.
4. Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus atau direksi.
5. Memiliki komisaris yang bertanggung jawab sebagai pengawas.
66
6.1.2. Perizinan
Dalam mendirikan perseroan terbatas (PT) diperlukan beberapa langkah perizinan yaitu dengan
menggunakan akta resmi (akta yang dibuat oleh notaris) yang di dalamnya dicantumkan nama lain
dari perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat perusahaan, dan lain-lain.
Syarat-syarat pendirian PT secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 adalah sebagai berikut :
1. Pendiri minimal dua orang atau lebih (pasal 7 ayat 1).
2. Akta notaris yang berbahasa Indonesia.
3. Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan (pasal 7 ayat
4).
4. Akta pendirian harus disahkan oleh menteri kehakiman dan diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia (pasal 7 ayat 4).
5. Modal dasar minimal Rp. 50.000.000,00 dan modal disetor minimal 25 % dari modal dasar (pasal
32 dan pasal 33).
6. Minimal satu orang direktur dan satu orang komisaris (pasal 92 ayat 3 dan pasal 108 ayat 3).
7. Pemegang saham harus WNI atau Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia kecuali
PT. penanaman modal asing.
Persyaratan material yang harus dipenuhi berupa kelengkapan dokumen yang harus disampaikan
kepada Notaris pada saat penandatanganan akta pendirian antara lain :
1. KTP dari para Pendiri (minimal dua orang dan bukan suami-isteri). Apabila pendirinya hanya
suami-isteri (tidak pisah harta), maka harus ada satu orang lain lagi yang bertindak sebagai pendiri
atau pemegang saham.
2. Modal dasar dan modal disetor.
3. Jumlah saham yang diambil oleh masing-masing pendiri.
4. Susunan Direksi dan Komisaris serta jumlah Dewan Direksi dan Dewan Komisaris.
Sedangkan untuk perizinan perusahaan berupa surat keterangan domisili perusahaan, NPWP
perusahaan, SIUP, TDP/WDP dan PKP, maka dokumen-dokumen pelengkap yang diperlukan antara
lain :
1. Kartu Keluarga Direktur Utama.
2. NPWP Direksi.
3. Fotokopi Perjanjian Sewa Gedung berikut surat keterangan domisili dari pengelola gedung
(apabila kantornya berstatus sewa), sedangkan apabila berstatus milik sendiri, maka diperlukan
fotokopi sertifikat tanah dan fotokopi PBB terakhir berikut bukti pelunasannya.
4. Pas foto Direktur Utama atau penaggung jawab ukuran 3x4 sebanyak dua lembar.
5. Foto kantor tampak depan, tampak dalam (ruangan berisi meja, kursi, komputer berikut satu
hingga dua orang pegawainya). Biasanya ini dilakukan untuk mempermudah pada saat survei
lokasi untuk PKP dan SIUP.
6. Stempel perusahaan.
67
6.1.3. Pajak
Industri cokelat batangan tidak terlepas dari kewajiban pajak yang dibebankan, sesuai dengan
Undang Undang No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan yang menyatakan bahwa yang menjadi
subyek pajak adalah badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Perseroan atau perkumpulan
lainnya, Firma Kongsi, Koperasi, Yayasan atau lembaga untuk usaha tetap.
Penentuan besar pajak penghasilan yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan
No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 Ayat 1b yang menyatakan bahwa pajak penghasilan untuk suatu badan
dalam negeri dan bentuk badan usaha sebesar 28%.
6.2. Kebutuhan Tenaga Kerja
Analisa kebutuhan tenaga kerja merupakan salah satu aspek dalam menajemen operasi yang
perlu direncanakan pada awal proyek. Proses produksi cokelat batangan sebagian besar bahkan
hampir keseluruhan dilakukan oleh mesin, namun dalam pelaksanaannya proses produksi tetap
dibutuhkan tenaga kerja manusia sebagai operator, pengawas proses produksi, dan beberapa kegiatan
produksi yang membutuhkan campur tangan manusia secara langsung. Selain dalam lingkup proses
produksi, tenaga kerja dibutuhkan dalam pelaksanaan aktivitas di luar produksi, seperti kegiatan
administrasi, kegiatan pemasaran, kegiatan distribusi dan transportasi, serta kegiatan lainnya. Tenaga
kerja yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan dan kriteria tenaga kerja yang
dibutuhkan.
Industri cokelat batangan merupakan perusahaan dalam negeri yang baru didirikan sehingga
kebutuhan sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting untuk ditetapkan dengan baik.
Untuk saat ini perlu dibuat penggolongan pekerja ke dalam golongan tetap, yaitu beberapa orang
pekerja mulai dari direktur, manajer, operator, dan staf masing-masing bidang yang telah ditetapkan
dan sistem penggajian ditetapkan dengan cara pembayaran berkala setiap bulan. Sedangkan buruh
angkut digolongkan ke dalam tenaga kerja tidak tetap.
Penentuan jumlah tenaga kerja diperhitungkan dalam mengidentifikasi kegiatan, sifat, dan
beban kerja sehingga dapat ditentukan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan tersebut. Rincian penetapan kebutuhan tenaga kerja disajikan pada Tabel 6.2.
68
Tabel 6.1. Penentuan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap pekerjaan
No. Kegiatan Sifat Jumlah Tenaga Kerja
(Orang)
1. Produksi
b. Pencampuran, pemastaan, pematangan dan homogenisasi Rutin harian 2
c. Tempering Rutin harian 2
d. Pencetakan Rutin harian 2
e. Pendinginan Rutin harian 2
f. Pengemasan Rutin harian 2
g. Teknisi pemeliharaan mesin dan peralatan Rutin harian 1
2. Perencanaan produksi
a. Membuat perencanaan produksi minimal 5 tahun ke depan Temporer 1
b. Berkoordinasi dengan bagian pemasaran dan logistik untuk mengontrol kontinuitas produksi Rutin bulanan 1
3. Administrasi dan keuangan
a. Mengkoordinasi laporan administrasi dan keuangan Rutin harian 1
a. Melakukan pembukuan perusahaan Rutin harian 1
4. Pemasaran
a. Membuat perencanaan pasar untuk 10 tahun ke depan (disesuaikan dengan umur proyek) Rutin harian 1
b. Menetapkan sistem pemasaran bagi perusahaan Rutin harian 1
c. Mengikuti pameran-pameran bisnis Temporer 1
5. Logistik dan distribusi
a. Memastikan persediaan bahan baku dan produk Rutin harian 1
b. Pendistribusian bahan baku dan produk Rutin harian 2
6. Keamanan
Menjaga keamanan pabrik selama 24 jam (dibagi menjadi 2 shift) Rutin harian 4
7. Pengawasan mutu
69
No. Kegiatan Sifat Jumlah Tenaga Kerja
(Orang)
Melakukan pengawasan terhadap mutu produk yang dihasilkan Rutin harian 2
8. Kebersihan
a. Membersihkan lingkungan pabrik Rutin harian
2
4
9.
b. Membantu para pekerja memaintenance aset perusahaan
Supir
Mengendarai kendaraan perusahaan untuk kebutuhan di pabrik dan di kantor
Rutin harian
Rutin harian
Jumlah 33
Tabel 6.1. Penentuan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap pekerjaan (lanjutan)
70
Berdasarkan perhitungan kebutuhan tenaga kerja tersebut, langkah selanjutnya yang harus
dilakukan adalah membuat tabel kebutuhan tenaga kerja beserta kualifikasinya yang disajikan pada
Tabel 6.3.
Tabel 6.2. Kebutuhan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan pada industri cokelat
batangan
No. Jabatan Kualifikasi Pendidikan Jumlah (Orang)
1. Direktur S1 1
2. Manajer produksi dan QC S1 1
3. Manajer administrasi dan keuangan S1 1
4. Manajer logistik dan distribusi S1 1
5. Manajer pemasaran S1 1
6. Staf pemasaran SMA 2
7. Staf logistik dan distribusi SMA 2
8. Staf administrasi dan keuangan SMA 1
9. Operator SMK Mesin 11
10. Laboran SMK Analisis Kimia 2
11. Office boy (OB) SMA 2
12.
13.
Keamanan
Supir
SMA
SMA
4
4
Jumlah 33
Pada perencanaan ini diperkirakan jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan adalah 33
orang. Pada awal pendirian industri, komposisi tenaga kerja terbanyak difokuskan pada bagian
pemasaran. Hal ini berkaitan dengan sifat produk yang tergolong baru dan masih berada pada tahap
pengenalan, sehingga pemasaran merupakan suatu hal yang penting dalam rangka pengenalan dan
pencarian pasar cokelat batangan. Untuk perkembangan perusahaan selanjutnya tidak menutup
kemungkinan dilakukan perubahan komposisi tenaga kerja maupun dilakukan rotasi kerja.
6.3. Struktur Organisasi
Setelah identifikasi jabatan menghasilkan gambaran yang jelas, kemudian disusun neraca
organisasi pengelola operasi. Hal ini dikarenakan penekanan kepada spesialisasi dan efisiensi, maka
struktur organisasi operasi pada umumnya disusun atau dikelompokkan berdasarkan fungsi (dengan
beberapa variasi seperti organisasi berdasarkan produk atau area). Organisasi lini memberikan
kerangka dasar kepada organisasi selanjutnya apabila perusahaan tumbuh dan berkembang.
Manajemen operasional industri yang baik akan mampu memenuhi segala kebijakan dan tujuan
perusahaan. Tenaga manajemen yang ahli merupakan faktor utama dalam keberhasilan manajemen
industri. Menurut Sutojo (2000), tenaga kerja yang tepat dan berkualitas dapat diperoleh dengan
mengetahui beberapa hal penting, yaitu uraian jenis pekerjaan atau tugas pokok yang diperlukan untuk
menjalankan operasional industri, struktur organisasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-
tugas perusahaan secara efisien, persyaratan minimal yang harus dipenuhi untuk mengisi jabatan yang
ada untuk mengisi kekurangan ahli.
Semua pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan harus
dirinci dan didistribusikan semuanya kepada orang-orang yang mampu bekerja di bidang tersebut.
Untuk itu harus disiapkan mekanisme koordinasi. Pada perusahaan cokelat batangan yang akan
didirikan, setiap pekerjaan didistribusikan kepada pekerja berdasarkan kualifikasi yang dimiliki.
71
Keseluruhan rangkaian kegiatan operasi akan dijalankan oleh beberapa bagian sesuai dengan
bidang masing-masing. Secara umum struktur organisasi pada perusahaan cokelat batangan terbagi
menjadi beberapa tahapan hirarki, yaitu direktur, beberapa manajer, dan staf. Rencana struktur
organisasi perusahaan yang menunjukkan setiap bagian memiliki peranan dalam bidang yang menjadi
tanggung jawabnya masing-masing dapat dilihat pada Gambar 6.1 :
Gambar 6.1. Struktur organisasi industri cokelat batangan
6.4. Deskripsi Pekerjaan
Agar pembagian tugas dan tanggung jawab menjadi jelas, maka perlu disusun uraian kerja
masing-masing posisi sehingga setiap tanggung jawab dapat dilaksanakan dengan baik. Setiap
pekerjaan dideskripsikan secara jelas dan diberikan kepada pekerja yang memiliki kemampuan dalam
melaksanakan tanggung jawab tersebut.
Deskripsi tugas dan tanggung jawab disusun untuk memudahkan pekerja dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaannya. Deskripsi tugas dan tanggung jawab masing-masing jabatan di industri
cokelat batangan antara lain :
1. Direktur
Direktur bertugas mengelola keseluruhan fungsi perusahaan cokelat batangan yang meliputi
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan kegiatan manajer dan staf yang berada di
bawahnya.
2. Manajer Pemasaran
Manajer pemasaran bertugas memasarkan produk, melaksanakan strategi pemasaran yang
ditetapkan, menjalankan kegiatan promosi, dan menjalin kerja sama dengan mitra.
3. Manajer Produksi dan Quality Control (QC)
Manajer produksi dan quality control (QC) bertugas melakukan pengawasan dan pelaksanaan
kegiatan produksi cokelat batangan, mengawasi kualitas bahan baku dan produk, memelihara dan
menjaga sarana produksi, dan melakukan penelitian dan pengembangan produk (research and
development) agar mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.
4. Manajer Administrasi dan Keuangan
Manajer administrasi dan keuangan bertugas mengkoordinasikan laporan administrasi dan
keuangan di dalam perusahaan.
Direktur
Manajer
Pemasaran
Staf
Pemasaran
Manajer
Produksi dan QC
Laboran Operator Staf Logistik
dan Distribusi
Staf Administrasi
dan Keuangan
Office
Boy
Keamanan
dan supir
Manajer Administrasi
dan Keuangan
Manajer Logistik
dan Distribusi
72
5. Manajer Logistik dan Distribusi
Manajer logistik dan distribusi bertugas mengelola pengadaan bahan baku dan bahan
pembantu, pendistribusian produk, dan mengelola berbagai hal yang terkait dengan pengadaan logistik
cokelat batangan.
6. Staf Pemasaran
Staf pemasaran bertugas memasarkan produk, melaksanakan strategi pemasaran yang telah
ditetapkan, menjalankan kegiatan promosi, dan pameran-pameran bisnis.
7. Staf Logistik dan Distribusi
Staf logistik dan distribusi bertugas mengelola pendistribusian produk serta mengatur
pengadaan dan pengelolaan bahan baku.
8. Staf Administrasi dan Keuangan
Staf administrasi bertugas melaksanakan dan mengawasi kegiatan pencatatan administrasi dan
keuangan kantor serta operasional perusahaan.
9. Laboran
Laboran bertugas melakukan pengawasan terhadap mutu produk dengan melakukan
pengecekan mutu bahan baku, hasil dari tiap tahap produksi, dan produk akhir sesuai dengan standar
mutu yang ditetapkan sesuai dengan arahan dari manajer produksi dan QC.
10. Operator
Operator bertugas menjalankan mesin sesuai dengan prosedur yang ada dan memastikan mesin
berjalan sesuai dengan kriteria yang sebenarnya. Operator harus selalu melakukan pengawasan
terhadap proses produksi dan kinerja mesin agar tidak terjadi penyimpangan produk yang tidak
diinginkan. Operator juga melakukan perawatan mesin dan alat-alat produksi.
11. Office Boy (OB)
Office boy bertugas membersihkan lingkungan pabrik dan kantor serta membantu para pekerja
memelihara aset perusahaan.
12. Keamanan
Keamanan bertugas menjaga keamanan perusahaan dengan jumlah jam kerja 24 jam, siang dan
malam dengan pembagian waktu kerja menjadi tiga shift.
13. Supir
Supir bertugas mengendarai kendaraan perusahaan untuk kepentingan dan kebutuhan baik di
pabrik maupun di kantor.
73
VII. RENCANA KEUANGAN
Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya
dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk
melakukan perhitungan rencana keuangan diperlukan beberapa parameter yang berasal dari analisis
sebelumnya yaitu kapasitas produksi, pangsa pasar, teknologi yang dipakai, pilihan peralatan, jumlah
tenaga kerja, fasilitas pendukung, dan proyeksi-proyeksi harga.
Rencana keuangan meliputi berbagai perhitungan kriteria investasi yang telah umum
digunakan. Kriteria yang digunakan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), Net B/C, Pay Back Period (PBP), Break Even Point (BEP), dan analisis risiko.
7.1. Asumsi Perhitungan Keuangan
Rencana keuangan memerlukan beberapa penetapan asumsi yang disesuaikan dengan kondisi
pada saat kajian dilakukan dan didasarkan pada hasil-hasil perhitungan yang telah dilakukan pada
analisis rencana-rencana yang lain, standar pendirian usaha, dan peraturan yang berlaku. Asumsi dasar
yang menjadi perhitungan dalam rencana keuangan digunakan dapat menentukan kelayakan industri
cokelat batangan. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam rencana keuangan industri cokelat batangan
ini, antara lain :
a. Rencana keuangan dilakukan dengan biaya investasi untuk pendirian usaha baru.
b. Umur investasi diasumsikan selama 10 tahun.
c. Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek adalah 50% dari nilai awal, nilai sisa mesin dan
peralatan adalah 10% dari nilai awal, nilai sisa perlengkapan kantor dan nilai sisa perlengkapan
utilitas adalah 10% dari nilai awal.
d. Umur ekonomis peralatan kantor adalah 3 tahun, umur ekonomis perlengkapan utilitas adalah 5
tahun, umur ekonomis bangunan, mesin dan peralatan, serta biaya pra investasi adalah 10 tahun.
e. Biaya pemeliharaan adalah 10% dari harga awal.
f. Jumlah hari kerja per tahun adalah 288 hari dengan asumsi dalam satu bulan terdapat 24 hari kerja
dan dalam satu minggu terdapat 6 hari kerja.
g. Bunga modal diasumsikan sebesar 12%.
h. Pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 untuk pajak badan, yaitu
sebesar 28%.
i. Modal kerja dihitung berdasarkan asumsi biaya modal kerja adalah 10% dari penjualan pada tahun
berikutnya.
j. Kapasitas produksi pada tahun pertama adalah 40%, kapasitas produksi pada tahun kedua adalah
50%, kapasitas produksi pada tahun ketiga adalah 60%, kapasitas produksi pada tahun keempat
adalah 70%, kapasitas produksi pada tahun kelima adalah 80%, kapasitas produksi pada tahun
keenam adalah 90%, kapasitas produksi pada tahun ketujuh dan seterusnya adalah 100%.
k. Proyek dimulai pada tahun ke-0 sedangkan produksi pertama dimulai pada tahun ke-1.
Asumsi-asumsi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.
74
7.2. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang diperlukan untuk mendirikan industri cokelat batangan.
Biaya investasi yang diperlukan meliputi biaya investasi tetap dan biaya modal kerja. Biaya investasi
tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam pengadaan, pembiayaan kegiatan praoperasi, serta
biaya lain yang berkaitan dengan pembangunan pabrik sampai pabrik siap beroperasi. Biaya investasi
tetap untuk mendirikan industri cokelat batangan meliputi biaya kegiatan awal (prainvestasi), tanah
dan bangunan, fasilitas penunjang, mesin dan peralatan, alat kantor, dan biaya kontingensi. Adapun
total biaya investasi yang dibutuhkan adalah Rp. 6.737.746.660,-. Kebutuhan biaya investasi tetap
adalah Rp. 5.825.673.700.-. Ringkasan biaya investasi tetap dapat dilihat pada Tabel 7.1, sedangkan
rinciannya disajikan pada Lampiran 3.
Tabel 7.1. Komponen biaya investasi tetap yang dibutuhkan dalam pendirian
industri cokelat batangan
No. Komponen Nilai Total (Rp)
1. Biaya prainvestasi 80.000.000
2. Tanah dan bangunan 3.360.000.000
3. Fasilitas penunjang 19.000.000
4. Mesin dan peralatan 1.725.567.000
5. Alat kantor 111.500.000
Subtotal 5.296.067.000
Kontingensi 10% 529.606.700
Total 5.825.673.700
Biaya prainvestasi adalah biaya yang digunakan untuk melakukan berbagai kegiatan yang
diperlukan sebelum produksi mulai berjalan. Biaya prainvestasi meliputi studi kelayakan, perizinan,
dan akte perusahaan dan pengesahan. Karena berbagai faktor, suatu perkiraan biaya tidak mungkin
sepenuhnya tepat. Oleh sebab itu, dalam suatu rencana bisnis biasanya terdapat suatu kontingensi
yang disiapkan untuk menutupi kekurangan yang mungkin terjadi. Biaya tanah dan bangunan
tergolong tinggi yaitu sebesar Rp. 3.360.000.000,- dikarenakan tanah di daerah Cijeruk, Bogor
membutuhkan tambahan biaya untuk dilakukan pematangan tanah dimana kondisi awal tanah tersebut
tidak dapat langsung digunakan untuk mendirikan bangunan sehingga diasumsikan harga tanah
sebesar Rp. 500.000,-/m2. Biaya kontingensi adalah biaya untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak
terduga yang diperkirakan akan terjadi seperti bencana alam atau kesalahan perhitungan awal. Selain
itu, biaya kontingensi juga disiapkan untuk mengantisipasi kenaikan harga yang mungkin terjadi
selama berlangsungnya pelaksanaan rencana bisnis.
Menurut Husnan dan Muhammad (2005) modal kerja dapat diartikan semua investasi yang
diperlukan untuk aktiva lancar dengan kata lain modal kerja adalah dana awal yang diperlukan untuk
membiayai kebutuhan operasioanal dan produksi pada waktu pertama kali dijalankan. Total biaya
modal kerja yang dibutuhkan pada awal pendirian pabrik diasumsikan sebesar 10% dari total
penjualan tahun berikutnya. Modal kerja yang dibutuhkan adalah Rp. 912.072.960,-. pada tahun
pertama, sedangkan pada tahun kedua sampai tahun keenam membutuhkan tambahan biaya modal
kerja sebesar Rp. 228.018.240,-. Pada tahun berikutnya tidak dibutuhkan tambahan untuk modal kerja
karena produksi pada tahap sebelumnya sudah mampu terjual dan menutupi biaya modal kerja yang
dibutuhkan.
75
7.3. Perhitungan Depresiasi
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam membuat arus kas adalah depresiasi.
Depresiasi adalah suatu metode perhitungan akuntansi yang bermaksud membebankan biaya
perolehan aset dengan membayar selama periode tertentu dimana aset tersebut masih berfungsi
(Soeharto,1995). Depresiasi menunjukkan penurunan nilai harta perusahaan yang berwujud, misalnya
gedung, mesin dan peralatan produksi, dan sebagainya seiring dengan waktu dan penggunaannya.
Pada analisis ini metode yang digunakan adalah metode garis lurus (straight line method). Dimana
pada metode garis lurus memperhitungkan umur ekonomis, harga awal, dan nilai sisa. Umur ekonomis
merupakan umur pakai mesin atau peralatan sehingga mesin atau peralatan tersebut dikatakan tidak
menguntungkan lagi secara ekonomis walaupun sesungguhnya mesin atau peralatan tersebut masih
dapat digunakan. Hasil perhitungan menunjukkan nilai depresiasi setiap tahunnya adalah sebesar Rp.
340.069.560.-. Rincian perhitungan depresiasi ini disajikan pada Lampiran 4.
7.4. Prakiraan Biaya Produksi dan Penerimaan
Biaya yang digunakan dalam rencana keuangan ini dikategorikan menjadi biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya akan berubah dengan perubahan intensitas
volume kegiatan. Biaya variabel meliputi biaya bahan baku, biaya bahan kemasan, dan biaya tenaga
kerja langsung. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap, tidak dipengaruhi oleh
intensitas kegiatan.
Biaya yang termasuk biaya tetap adalah biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya administrasi,
biaya promosi dan pemasaran, biaya penyusutan, dan biaya pemeliharaan. Komposisi biaya tetap dan
biaya variabel disajikan pada Lampiran 5 dan perhitungan biaya operasional lengkap disajikan pada
Lampiran 6. Prakiraan biaya produksi cokelat batangan (total biaya tetap dan biaya variabel) pada
tahun pertama sebesar Rp. 9.081.536.260,-, pada tahun kedua sebesar Rp. 10.561.976.260,-, pada
tahun ketujuh dan seterusnya sebesar Rp. 17.964.176.260,-. Prakiraan biaya pada awal-awal produksi
memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tahun ketujuh dan seterusnya, hal ini
dikarenakan pada awal produksi kapasitas produksi belum penuh, sedangkan pada tahun ketujuh dan
seterusnya kapasitas produksi sudah mencapai 100%.
Pada tahun pertama perusahaan memproduksi sebanyak 40% dari kapasitas total. Pada tahun
kedua perusahaan memproduksi 50%, pada tahun ketiga perusahaan memproduksi sebanyak 60%,
pada tahun keempat perusahaan memproduksi sebanyak 70%, pada tahun kelima perusahaan
memproduksi sebanyak 80%, pada tahun keenam perusahaan memproduksi sebanyak 90%, pada
tahun ketujuh sampai tahun kesepuluh perusahaan memproduksi dalam kapasitas total sebanyak
100%. Produksi cokelat batangan dilakukan secara bertahap dan tidak langsung dalam jumlah
persentase yang besar dikarenakan beberapa alasan, diantaranya produk ini termasuk produk baru
dimana membutuhkan waktu untuk pengenalan produk dan kemungkinan dapat terjadi penjualan
produk yang tidak terjual seluruhnya, pemasaran (marketing) produk ini belum jelas secara
keseluruhan, dan produksinya disesuaikan dengan kapasitas alat dan mesin produksi yang tersedia.
Prakiraan penerimaan yang diperoleh pada tahun pertama adalah Rp. 9.120.729.600,-, pada tahun
kedua adalah Rp. 11.400.912.000,-, sedangkan prakiraan penerimaan pada tahun ketujuh dan
seterusnya adalah Rp. 22.801.824.000,-. Harga dan penerimaan ini dihitung dengan asumsi harga tetap
selama periode operasional. Informasi mengenai harga dan perkiraan penerimaan dapat dilihat pada
Tabel 7.2 dan informasi selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.
76
Tabel 7.2. Prakiraan penerimaan industri cokelat batangan
Tahun
ke-
Kapasitas
produksi
(%)
Produksi
cokelat per
tahun (kotak)
Biaya tetap
(Rp/tahun)
Biaya variabel
(Rp/tahun)
Harga
jual (Rp)
Total
Penerimaan
(Rp)
1 40
960.077
3.159.776.260
5.921.760.000
9.500
9.120.729.600
2 50
1.200.096
3.159.776.260
7.402.200.000
9.500
11.400.912.000
3 60
1.440.115
3.159.776.260
8.882.640.000
9.500
13.681.094.400
4 70
1.680.134
3.159.776.260
10.363.080.000
9.500
15.961.276.800
5 80
1.920.154
3.159.776.260
11.843.520.000
9.500
18.241.459.200
6 90
2.160.173
3.159.776.260
13.323.960.000
9.500
20.521.641.600
7 100
2.400.192
3.159.776.260
14.804.400.000
9.500
22.801.824.000
8 100
2.400.192
3.159.776.260
14.804.400.000
9.500
22.801.824.000
9 100
2.400.192
3.159.776.260
14.804.400.000
9.500
22.801.824.000
10 100
2.400.192
3.159.776.260
14.804.400.000
9.500
22.801.824.000
7.5. Proyeksi Laba Rugi
Proyeksi laba rugi merupakan ringkasan penerimaan dan pembiayaan perusahaan setiap periode
yang merupakan gambaran kinerja keuangan perusahaan. Proyeksi laba rugi diperlukan untuk
mengetahui tingkat profitabilitas suatu usaha. Jadi dari laporan rugi laba dapat dilihat keuntungan atau
kerugian yang dialami oleh perusahaan pada kurun waktu tertentu. Laba rugi adalah selisih antara
penjualan bersih produk selama satu periode tertentu dengan total biaya selama periode yang sama.
Laba bersih yang merupakan pengurangan laba operasi earning before interest and tax (EBIT) dengan
pajak.
Pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2008 yaitu sebesar 28%, untuk
mendapatkan laba bersih dilakukan pengurangan pada laba atas pajak. Laba bersih pada proyek
bernilai positif pada tahun pertama, hal ini dikarenakan produk cokelat batangan yang dihasilkan
merupakan produk yang bernilai tambah tinggi. Laba bersih ini kemudian menjadi dasar perhitungan
dalam analisis arus kas. Secara sederhana sistematika perhitungan rugi laba adalah sebagai berikut,
biaya operasional dijumlahkan dengan biaya-biaya administrasi, penjualan, dan depresiasi sehingga
akan didapatkan pendapatan kotor sebelum pajak, kemudian diperhitungkan pengeluaran untuk
pembayaran pajak penghasilan sehingga didapatkan pendapatan bersih, yang setelah dikurangi laba
ditahan dan ditambahkan depresiasi akan menjadi aliran kas bersih. Penyusunan laporan rugi laba
harus dibuat sedemikian rupa agar mudah diikuti urutan jalannya perhitungan dari awal sampai akhir.
Pada industri cokelat batangan diperkirakan setiap tahunnya perusahaan akan memperoleh pendapatan
bersih setelah dikurangi pajak pendapatan sebesar Rp. 3.483.106.373,- bila beroperasi pada kapasitas
produksi penuh. Besarnya proyeksi rugi laba ini dapat dilihat pada Tabel 7.3 dan rinciannya dapat
dilihat pada Lampiran 8.
77
Tabel 7.3. Proyeksi laba rugi penjualan cokelat batangan dalam 10 tahun produksi
Tahun
ke-
Total
Penerimaan
(Rp)
Total
Pengeluaran
(Rp)
EBIT (Rp)
Pajak
Penghasilan
(Rp)
Laba Bersih
(Rp)
1
9.120.729.600
9.081.536.260
39.193.340
10.974.135
28.219.205
2
11.400.912.000
10.561.976.260
838.935.740
234.902.007
604.033.733
3
13.681.094.400
12.042.416.260
1.638.678.140
458.829.879
1.179.848.261
4
15.961.276.800
13.522.856.260
2.438.420.540
682.757.751
1.755.662.789
5
18.241.459.200
15.003.296.260
3.238.162.940
906.685.623
2.331.477.317
6
20.521.641.600
16.483.736.260
4.037.905.340
1.130.613.495
2.907.291.845
7
22.801.824.000
17.964.176.260
4.837.647.740
1.354.541.367
3.483.106.373
8
22.801.824.000
17.964.176.260
4.837.647.740
1.354.541.367
3.483.106.373
9
22.801.824.000
17.964.176.260
4.837.647.740
1.354.541.367
3.483.106.373
10
22.801.824.000
17.964.176.260
4.837.647.740
1.354.541.367
3.483.106.373
7.6. Proyeksi Arus Kas
Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap
tahunnya. Aliran arus kas proyek dikelompokan menjadi tiga, yaitu aliran kas awal (initial cash flow),
aliran kas periode operasi (operational cash flow), dan aliran kas terminal (terminal cash flow)
(Soeharto, 2000).
Aliran kas masuk terdiri dari laba bersih dan depresiasi (operational cash flow). Aliran kas
keluar terdiri dari investasi tetap, modal kerja (initial cash flow), dan nilai sisa investasi (terminal cash
flow). Kas bersih didapatkan dengan mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya.
Proyeksi arus kas industri cokelat batangan dapat dilihat pada Tabel 7.4 dan rinciannya dapat dilihat
pada Lampiran 9.
78
Tabel 7.4. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan
Tahun
ke-
Total Kas Masuk
(Rp)
Total Kas Keluar
(Rp)
Aliran Kas Bersih
(Rp)
0 0
(6.737.746.660)
(6.737.746.660)
1
368.288.765
(228.018.240)
140.270.525
2
944.103.293
(228.018.240)
716.085.053
3
1.519.917.821
(328.368.240)
1.191.549.581
4
2.095.732.349
(228.018.240)
1.867.714.109
5
2.671.546.877
(1.781.028.540)
890.518.337
6
3.247.361.405
(328.368.240)
2.918.993.165
7
3.823.175.933
0
3.823.175.933
8
3.823.175.933
0
3.823.175.933
9
3.823.175.933
(100.350.000)
3.722.825.933
10
3.823.175.933
4.855.214.100
8.678.390.033
7.7. Kriteria Kelayakan Investasi
Kriteria kelayakan investasi yang digunakan antara lain adalah Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, Pay Back Period (PBP), Break Even Point (BEP), analisis
sensitivitas, dan risiko nilai tukar. Perhitungan kriteria-kriteria ini didasarkan pada aliran kas bersih
(net cash flow) pada proyeksi arus kas. Bunga modal yang digunakan sebesar 12%. Berdasarkan
proyeksi arus uang tersebut dapat dihitung berbagai kriteria investasi.
7.7.1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari manfaat dan biaya
dari suatu proyek investasi. Perhitungan angka yang dihasilkan menunjukkan besarnya penerimaan
bersih selama 10 tahun setelah dikalikan discount factor yang dihitung pada masa kini. Berdasarkan
investasi metode NPV, suatu investasi dikatakan layak untuk dijalankan jika nilainya lebih besar dari
nol. Rincian mengenai perhitungan NPV industri ini dapat dilihat pada Lampiran 10.
Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 10, nilai NPV menunjukkan angka positif, yaitu Rp.
5.387.822.787,- pada discount factor 12% per tahun dengan umur investasi 10 tahun. Angka tersebut
menunjukkan bahwa investasi yang ditanam perusahaan sepanjang 10 tahun ke depan memperoleh
manfaat bersih menurut nilai uang sekarang sebesar Rp. 5.387.822.787,-. Perhitungan rinci untuk
memperoleh nilai NPV tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10.
7.7.2. Internal Rete of Return (IRR)
Internal Rete of Return (IRR) adalah discount factor pada saat NPV sama dengan nol dan
dinyatakan dalam persen. Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek dilaksanakan maka sebagai
patokan dasar pembanding adalah discount factor, yaitu ditetapkan sebesar 12%. Jika nilai IRR lebih
besar dibandingkan discount factor, maka usaha dinyatakan layak. IRR pada industri ini sebesar 22%
79
yang berarti bahwa pendirian pabrik cokelat batangan layak untuk dilaksanakan. Perhitungan nilai
IRR dapat dilihat pada Lampiran 10.
7.7.3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio, yaitu suatu perbandingan nilai kini arus manfaat bersih dibagi dengan
nilai sekarang arus biaya bersih. Analisis ini merupakan perbandingan antara jumlah present value
dari net benefit yang bernilai negatif. Suatu investasi dikatakan layak apabila hasil perhitungan Net
B/C nya lebih besar atau sama dengan satu. Dari hasil perhitungan Net B/C kegiatan investasi
produksi cokelat batangan diperoleh nilai sebesar 1,80, yaitu setiap investasi Rp. 1,- yang dikeluarkan
sekarang pada tingkat discount factor 12% akan memperoleh keuntungan bersih Rp. 1,80,-. Perincian
nilai Net B/C disajikan pada Lampiran 10.
7.7.4. Payback Period (PBP)
PBP merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan seluruh modal suatu
investasi, yang dihitung dari aliran kas bersih. Masa pengembalian ini dapat diartikan sebagai jangka
waktu pada saat NPV sama dengan nol. Nilai NPV yang besar menunjukkan jangka waktu
pengembalian investasi yang ditanam semakin cepat. Dalam penentuan PBP dilakukan dengan cara
discounted. Dari hasil perhitungan PBP investasi produksi cokelat batangan diperoleh 5,66 tahun yaitu
investasi yang ditanam akan kembali setelah sekitar 5 tahun 8 bulan. Perincian PBP dapat dilihat pada
Lampiran 10.
7.7.5. Break Even Point (BEP)
Titik impas atau Break Even Point atau titik dimana total biaya produksi sama dengan
penerimaan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang
sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Dalam penentuan BEP dilakukan dengan
cara discounted BEP. Titik impas selama umur proyek industri cokelat batangan ini berada pada
penjualan saat harga jual cokelat batangan Rp. 8.722,-. Titik impas selama umur proyek dalam bentuk
unit, yaitu berada pada saat produksi cokelat batangan sebesar 7.652 kotak.
7.8. Analisis Sensitivitas
Kelayakan proyek dibuat berdasarkan sejumlah asumsi yang disebabkan banyaknya faktor
ketidakpastian mengenai kondisi dan situasi di masa depan. Perubahan asumsi yang digunakan akan
berpengaruh pula terhadap keputusan akan layak atau tidaknya proyek. Karena itu perlu dilakukan
analisis sensitivitas yang mengkaji sejauh mana unsur-unsur dalam aspek finansial ekonomi
berpengaruh terhadap keputusan yang diambil terhadap perubahan unsur-unsur tertentu.
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan-perubahan harga baik
yang terjadi pada sektor penerimaan maupun pengeluaran. Variabel yang diubah pada analisis
sensitivitas antara lain harga bahan baku dan harga jual cokelat batangan.
Apabila harga bahan baku mengalami peningkatan sebesar 14%, maka industri cokelat
batangan ini masih dapat dijalankan namun proyek tersebut mengembalikan persis sebesar
opportunity cost faktor produksi modal (berada pada titik impas atau netral) dengan nilai NPV sama
dengan Rp. 0,-, IRR sebesar 12%, dan Net B/C sama dengan 1,00. Namun, apabila terjadi peningkatan
harga bahan baku di atas 14%, maka industri ini menjadi tidak layak untuk didirikan. Rincian analisis
sensitivitas ditunjukkan pada Tabel 7.5, sedangkan perhitungan analisis sensitivitas ini dapat dilihat
pada Lampiran 11.
80
Tabel 7.5. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku
Kriteria Kelayakan Basis Naik 14%
NPV (Rp) 5.387.822.787 0
PBP (Tahun) 5,66 7,67
Net B/C 1,80 1,00
IRR (%) 22 12
Apabila harga jual cokelat batangan mengalami penurunan sebesar 8%, maka industri cokelat
batangan ini masih dapat dijalankan (proyek berada pada titik impas atau netral) dengan nilai NPV
sama dengan Rp. 0,-, IRR sebesar 12%, dan Net B/C sama dengan 1,00. Namun, apabila terjadi
penurunan harga jual di atas 8%, maka industri ini menjadi tidak layak untuk dijalankan. Rincian
analisis sensitivitas ditunjukkan pada Tabel 7.6, sedangkan perhitungan analisis sensitivitas ini dapat
dilihat pada Lampiran 12.
Tabel 7.6. Analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual cokelat batangan
Kriteria Kelayakan Basis Turun 8%
NPV (Rp) 5.387.822.787 0
PBP (Tahun) 5,66 7,64
Net B/C 1,80 1,00
IRR (%) 22 12
7.9. Risiko Nilai Tukar
Pertukaran mata uang asing akan mempengaruhi industri cokelat batangan. Hal ini dapat
disebabkan oleh harga bahan baku, mesin, dan peralatan produksi yang mengacu pada nilai mata uang
asing, yaitu dolar ($). Mata uang asing ini yang selanjutnya akan ditukarkan dengan mata uang
domestik yaitu rupiah (Rp) dengan menggunakan sistem tarif pertukaran mata uang asing. Fluktuasi
tarif pertukaran ini dapat menimbulkan ketidakpastian operasi usaha.
Ketika industri cokelat batangan melakukan pembelian bahan baku berupa pasta cokelat (cocoa
liquor) dan lemak cokelat (cocoa butter) serta mesin dan peralatan produksi berupa mesin tempering
dan cetakan cokelat, rupiah berada pada nilai tukar dasar Rp. 8.500,-/1 U$ (6 Agustus 2011), laba
bersih pada tahun pertama sebesar Rp. 28.219.205,- dan pada tahun kesepuluh sebesar Rp.
3.483.106.373,-.
Dari hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa apresiasi rupiah akan membuat industri ini
layak untuk dijalankan. Sebaliknya, depresiasi rupiah akan membuat industri ini cenderung menjadi
tidak layak untuk dijalankan. Pada saat nilai rupiah terapresiasi, industri cokelat batangan memiliki
nilai NPV positif, IRR lebih besar dari 22%, dan Net B/C lebih dari 1. Sebaliknya, saat nilai rupiah
terdepresiasi sebesar 18% terjadi penurunan pada berbagai kriteria kelayakan, namun industri ini
masih bisa dijalankan (proyek berada pada titik impas atau netral) dengan nilai NPV sama dengan Rp.
0,-, IRR sebesar 12%, Net B/C sebesar 1,00, dan rupiah berada pada nilai tukar sebesar Rp. 10.065,-/1
U$. Saat nilai rupiah terdepresiasi lebih dari 18%, industri cokelat batangan menjadi tidak layak untuk
dijalankan. Rincian analisis sensitivitas ini dapat dilihat pada Tabel 7.7. Rincian perhitungan analisis
sensitivitas terhadap depresiasi rupiah dapat dilihat pada Lampiran 13.
81
Tabel 7.7. Analisis sensitivitas terhadap risiko nilai tukar
No. Komponen
Harga Awal
(Rp)
Harga
Depresiasi
(Rp)
Harga
(U$)
1. Bahan baku
a. Pasta cokelat (cocoa
liquor)
50.000
60.391
6
b. Lemak cokelat (cocoa
butter)
85.000
100.651
10
2. Mesin produksi
a. Tempering
253.000.000
299.587.269
29.765
b. Cetakan cokelat
240.000
281.822
28
Asumsi nilai tukar sebelum terdepresiasi = Rp 8.500 / 1 U$
Nilai tukar setelah terdepresiasi = Rp. 10.065 / 1 U$
82
VIII. SIMPULAN DAN SARAN
8.1. Simpulan
Potensi pasar cokelat batangan dilihat dari sisi secara nasional dan potensi pasar di DKI Jakarta
dan Jawa Barat. Target pemasaran cokelat batangan ini lebih ditujukan pada konsumen dalam negeri,
yaitu perempuan khususnya masyarakat di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan kelompok usia
remaja dan dewasa yang menyukai produk cokelat batangan dengan kualitas cokelat asli, tidak
mengandung banyak gula sehingga tidak menimbulkan kegemukan dengan kemasan yang menarik.
Pabrik cokelat batangan yang akan didirikan memiliki kapasitas produksi 1000 kg (8.334 kotak) per
hari. Bahan baku berupa lemak cokelat dan cocoa liquor diperoleh dari industri pengolahan kakao
yang menghasilkan produk setengah jadi yaitu PT. Bumitangerang Mesindotama (BT. Cocoa),
Tangerang. Sedangkan susu sapi segar (fresh milk) diperoleh dari peternak sapi yang berada di daerah
Cijeruk, Kabupaten Bogor. Berdasarkan informasi yang tersedia, diperkirakan pasokan bahan baku
cokelat batangan untuk industri dapat terpenuhi. Cokelat batangan akan dijual dengan harga Rp. 9.500
per kotak.
Industri cokelat batangan akan didirikan di Cijeruk, Bogor. Industri cokelat batangan yang akan
didirikan memiliki bentuk badan usaha perseroan terbatas. Kebutuhan tenaga kerja untuk menjalankan
industri cokelat batangan adalah 33 orang dengan kualifikasi sesuai dengan spesifikasi kerja yang
menjadi tanggung jawab masing-masing pekerja. Dari hasil analisis lingkungan, industri cokelat
batangan menghasilkan limbah berupa limbah cair dan padat yang tidak menimbulkan bahaya.
Limbah yang dihasilkan diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke lingkungan.
Total keseluruhan biaya investasi sebesar Rp. 6.737.746.660,- yang terdiri dari biaya investasi
tetap sebesar Rp. 5.825.673.700,- dan biaya modal kerja sebesar Rp. 912.072.960,- pada tahun
pertama. Hasil analisis keuangan menunjukkan bahwa industri cokelat batangan ini layak untuk
didirikan. Berdasarkan penghitungan kriteria investasi, diperoleh nilai NPV industri ini sebesar Rp.
5.387.822.787,-, nilai IRR-nya sebesar 22%, nilai Net B/C-nya sebesar 1,80. Payback Period industri
ini adalah sekitar 5 tahun 8 bulan. Titik impas selama umur proyek industri cokelat batangan berada
pada saat produksi cokelat batangan sebesar 7.652 kotak. Dari analisis sensitivitas, industri ini masih
layak untuk dijalankan dengan maksimum kenaikan harga bahan baku sebesar 14%, dan penurunan
harga jual cokelat batangan maksimum sebesar 8%. Dari analisis risiko pertukaran mata uang asing,
depresiasi rupiah akan menyebabkan penurunan laba bersih, sebaliknya apresiasi rupiah akan
menyebabkan peningkatan laba bersih. Depresiasi rupiah lebih besar dari 18% akan menyebabkan
industri cokelat batangan menjadi tidak layak untuk dijalankan.
8.2. Saran
Berbagai informasi yang didapat dari rencana bisnis pendirian industri cokelat batangan ini
diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, khususnya investor dalam merealisasikan
pendirian industri cokelat batangan di Bogor. Adapun saran yang perlu dipertimbangkan untuk
menyempurnakan penelitian ini adalah perlu dilakukan pengujian pasar (tes pasar) ke konsumen
terhadap produk ini. Tes pasar dilakukan terhadap atribut-atribut produk, seperti tingkat kemanisan,
bentuk, rasa, warna, dan sebagainya. Dari atribut produk tersebut dapat diketahui keinginan konsumen
akan produk ini dan selanjutnya dapat dilakukan evaluasi terhadap produk ini.
83
DAFTAR PUSTAKA
Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Penanganan Bahan. Mardiono dan Nurhayati, penerjemah;
Sutalaksana I. Z., penyunting. Penerbit ITB, Bandung. Terjemahan dari : Plant Layout and
Material Handling. 3rd
Edition.
Fly. 2010. Pembuatan Cokelat. http://whitewishes.wordpress.com.
[BPS] Badan Pusat Statistk. 2010. Statistika Kependudukan. BPS, Jakarta.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Manfaat Makanan Cokelat. http://www.depkes.id.
[Disbun] Dinas Perkebunan. 2010. Peluang atau Prospek Pengembangan Perkebunan. Disbun,
Provinsi Jawa Barat.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Peningkatan Mutu Kakao Nasional Menjadi Salah
Satu Fokus Kegiatan Gernas Kakao. Ditjenbun, Jakarta.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan. Ditjenbun, Jakarta.
Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. UI Press, Jakarta.
Gray, C., P. Simanjuntak, L. K. Sabur, P. F. Maspatiella, dan R. G. C. Varley. 1993. Pengantar
Evalusi Proyek. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Heizer, J dan B. Render. 2004. Principle of Operations Management. Ed 7. Pearson Education Inc.,
New Jersey.
Husnan, S. dan S. Muhammad. 2005. Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
[ICCO] International Cocoa Organization. 2010. ICCO Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics, Vol.
XXXVI, No. 3. http://www.icco.org.
Kadariah, L., Karlina, dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi revisi. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta.
[Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2010. Volume dan Nilai Ekspor Biji Kakao dan Kakao
Olahan. Kemenperin, Jakarta.
[Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2010. Pengembangan Industri Hilir Kakao. Kemenperin,
Jakarta.
Knight, I. 1999. Chocolate and Cocoa; Health and Nutrition. Blackwell Science, London.
Kotler, P. 1995. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian.
Terjemahan. Salemba Empat, Jakarta.
Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian.
Edisi 9e. Jilid Kedua. PT. Prenhalindo, Jakarta.
Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran. Edisi Ketujuh. Jilid Kedua. Terjemahan. UI Press, Jakarta.
Michael, M. 2010. Chocolate Bar-Masih Delicious!. http://wisata.kompasiana.com/2010/12/18/Bar-
masih-delicious.
84
Hamdani, N. 2009. Studi Kelayakan Pendirian Industri Pengolahan Kakao (Theobroma cacao L)
Skala Industri Kecil - Menengah (IKM) di Kabupaten Tanggamus, Lampung. Skripsi.
Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB, Bogor.
Nasution, Z., B. Ciptadi dan S. Laksini. 1985. Pengolahan Cokelat. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ong, K. O. 1997. Cocoa Bean Processing – a review. The Planter, 53. 509.
Pinson, L. 2003. Anatomy of a Business Plan. Canary, Jakarta.
Purnomo, H. 2004. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas. Graha Ilmu, Yogyakarta.
[Puslit] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2005. Pengolahan Produk Primer dan Sekunder
Kakao. Puslit Kopi dan Kakao, Jember.
Smanda, W. 2010. Mengenal Coklat-Couverture, Compound. http://www.cakefever.com/mengenal-
coklat-couverture-compound/.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. SNI Biji Kakao. http://www.deprin.id.
Soeharto, I. 2000. Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional. Erlangga, Jakarta.
Solihin, I. 2007. Memahami Business Plan. Salemba Empat, Jakarta.
Sunanto, H. 1999. Cokelat : Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius, Yogyakarta.
Sutojo, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Damar, Jakarta.
Tjitrosoepomo, G. 1988. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
85
LAMPIRAN
86
Lampiran 1. Tampilan cokelat batangan dan desain kemasan cokelat batangan
Cokelat batangan
Kemasan cokelat batangan
Kemasan tanpa cokelat batangan
Tampak depan dengan cokelat batangan
Tampak belakang
87
Lampiran 2. Asumsi-asumsi untuk analisis keuangan industri cokelat batangan
No. Variabel Asumsi Satuan Nilai
1. Umur proyek Tahun 10
2. Hari kerja per bulan Hari 24
3. Bulan kerja per tahun Bulan 12
4. Jumlah hari kerja per tahun Hari 288
5. Nilai sisa bangunan dari nilai awal % 50
6. Nilai sisa tanah dari nilai awal % 100
7. Nilai sisa mesin dan peralatan dari nilai awal % 10
8. Nilai sisa perlengkapan utilitas % 10
9. Nilai sisa peralatan kantor % 10
10. Umur ekonomis peralatan kantor Tahun 3
11. Umur ekonomis bangunan Tahun 10
12. Umur ekonomis mesin dan peralatan Tahun 10
13. Umur ekonomis perlengkapan utilitas Tahun 5
14. Umur ekonomis biaya pra investasi Tahun 10
15. Biaya pemeliharaan dari harga % 10
16. Kapasitas produksi (1000 kg) Kotak/Hari 8,334
17. Target kapasitas produksi :
a. Tahun 1 % 40
b. Tahun 2 % 50
c. Tahun 3 % 60
d Tahun 4 % 70
e. Tahun 5 % 80
f. Tahun 6 % 90
g. Tahun 7 % 100
h. Tahun 8 % 100
i. Tahun 9 % 100
j. Tahun 10 % 100
18. Kebutuhan bahan baku/hari
a. Cocoa liquor Kg 300
b. Lemak cokelat (cocoa butter) Kg 200
c. Gula pasir Kg 250
d. Susu segar (fresh milk) Liter 250
19. Harga bahan baku
a. Cocoa liquor Rupiah/Kg 50,000
b. Lemak cokelat (cocoa butter) Rupiah/Kg 85,000
c. Gula pasir Rupiah/Kg 13,000
d. Susu segar (fresh milk) Rupiah/Liter 7,500
20. Harga jual Rupiah/Kotak 9,500
21. Discount factor % 12
22. Kontingensi % 10
23. Jumlah kemasan primer dan sekunder per hari Kotak 8,334
24. Jumlah kemasan tersier per hari Dus 174
25.
Harga kemasan primer (tray) dan sekunder
(kotak cokelat) Rupiah/Unit 1,500
26. Harga kemasan tersier (kardus) Rupiah/Unit 1,000
27. Pajak penghasilan % 28
88
Lampiran 3. Perincian kebutuhan investasi pendirian industri cokelat batangan
No. Komponen Jumlah Satuan Harga Satuan
(Rp)
Nilai Total
(Rp)
1. Biaya Prainvestasi
a. Studi kelayakan 1 Paket 50,000,000 50,000,000
b. Perizinan 1 Paket 20,000,000 20,000,000
c. Akte perusahaan dan pengesahan 1 Paket 10,000,000 10,000,000
Total 1 80,000,000
2. Tanah dan Bangunan
a. Tanah 2000 m2 500,000 1,000,000,000
b. Bangunan 1180 m2 2,000,000 2,360,000,000
Total 2 3,360,000,000
3. Fasilitas Penunjang
a. Instalasi listrik 1 Paket 8,000,000 8,000,000
b. Instalasi mesin 1 Paket 10,000,000 10,000,000
c. Instalasi telepon 1 Paket 1,000,000 1,000,000
d. Instalasi air 1 Paket 2,000,000 2,000,000
e. Instalasi generator 1 Paket 1,500,000 1,500,000
Total 3 19,000,000
4. Mesin dan Peralatan
Mesin Produksi
a. Ball mill 1 Unit 175,000,000 175,000,000
b. Storage tank 1 Unit 55,000,000 55,000,000
c. Tempering 1 Unit 253,000,000 253,000,000
d. Semi automatic moulding plant standard 1 Unit 660,000,000 660,000,000
e. Cetakan cokelat (moulds) 300 Unit 240,000 72,000,000
f. Packaging machine 1 Unit 100,000,000 100,000,000
g. Genset 1 Unit 90,000,000 90,000,000
h. AC (Air Conditioning) 7 Unit 3,000,000 21,000,000
i. Timbangan digital 1 Unit 3,250,000 3,250,000
Sub Total 1 1,429,250,000
Peralatan Laboratorium 1 Paket 15,000,000 15,000,000
Sub Total 2 15,000,000
Perlengkapan Utilitas
a. Tabung pemadam kebakaran 3 Unit 439,000 1,317,000
b. Kendaraan 2 Unit 140,000,000 280,000,000
Sub Total 3 281,317,000
Total 4 1,725,567,000
5. Alat Kantor
a. Komputer 12 Unit 4,000,000 48,000,000
b. Lemari arsip 6 Unit 1,000,000 6,000,000
c. Meja kursi kantor 12 Paket 4,000,000 48,000,000
d. Pesawat telepon 2 Unit 500,000 1,000,000
e. Alat tulis kantor 1 Paket 3,000,000 3,000,000
f. Printer 3 Unit 1,500,000 4,500,000
g. Fax 1 Unit 1,000,000 1,000,000
Total 5 111,500,000
Total 1, 2, 3, 4, 5 (Modal Tetap) 5,296,067,000
Kontingensi 10 % 529,606,700
Total Investasi 5,825,673,700
89
Lampiran 4. Perhitungan biaya penyusutan dan pemeliharaan
No. Komponen Nilai Total
(Rp)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Nilai Sisa
(Rp)
Biaya Penyusutan/Tahun
(Rp)
Biaya Pemeliharaan/Tahun
(Rp)
1 Biaya Prainvestasi
a. Studi kelayakan 50,000,000 10
5,000,000
b. Perizinan 20,000,000 10
2,000,000
c. Akte perusahaan dan pengesahan 10,000,000 10
1,000,000
Total 1 80,000,000
8,000,000
2 Tanah dan Bangunan
a. Tanah 1,000,000,000
1,000,000,000
b. Bangunan 2,360,000,000 10
1,180,000,000
118,000,000
236,000,000
Total 2 3,360,000,000
2,180,000,000
118,000,000
236,000,000
3 Fasilitas Penunjang
a. Instalasi listrik 8,000,000
b. Instalasi mesin 10,000,000
c. Instalasi telepon 1,000,000
d. Instalasi air 2,000,000
e. Instalasi generator 1,500,000
Total 3 19,000,000
4 Mesin dan Peralatan
Mesin Produksi
a. Ball mill 175,000,000 10
17,500,000
15,750,000
17,500,000
b. Storage tank 55,000,000 10
5,500,000
4,950,000
5,500,000
90
No. Komponen
Nilai Total
(Rp)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Nilai Sisa
(Rp)
Biaya Penyusutan/Tahun
(Rp)
Biaya Pemeliharaan/Tahun
(Rp)
c. Tempering 253,000,000 10
25,300,000
22,770,000
25,300,000
d. Semi automatic moulding plant standard 660,000,000 10
66,000,000
59,400,000
66,000,000
e. Cetakan cokelat (moulds) 72,000,000 10
7,200,000
6,480,000
7,200,000
f. Packaging machine 100,000,000 10
10,000,000
9,000,000
10,000,000
g. Genset 90,000,000 10
9,000,000
8,100,000
9,000,000
h. AC (Air Conditioning) 21,000,000 10
2,100,000
1,890,000
2,100,000
i. Timbangan digital 3,250,000 10
325,000
292,500
325,000
Sub Total 1 1,429,250,000
142,925,000
128,632,500
142,925,000
Peralatan Laboratorium 15,000,000 10
1,500,000
1,350,000
1,500,000
Sub Total 2 15,000,000
1,500,000
1,350,000
1,500,000
Perlengkapan Utilitas
a. Tabung pemadam kebakaran 1,317,000 5
131,700
237,060
131,700
b. Kendaraan 280,000,000 5
28,000,000
50,400,000
28,000,000
Sub Total 3 281,317,000
28,131,700
50,637,060
28,131,700
Total 4 1,725,567,000
172,556,700
180,619,560
172,556,700
5 Alat Kantor
a. Komputer 48,000,000 3
4,800,000
14,400,000
4,800,000
LaLampiran 4. Perhitungan biaya penyusutan dan pemeliharaan (lanjutan)
(lanjutan)
91
No. Komponen
Nilai Total
(Rp)
Umur Ekonomis
(Tahun)
Nilai Sisa
(Rp)
Biaya Penyusutan/Tahun
(Rp)
Biaya Pemeliharaan/Tahun
(Rp)
b. Lemari arsip 6,000,000 3
600,000
1,800,000
600,000
c. Meja kursi kantor 48,000,000 3
4,800,000
14,400,000
4,800,000
d. Pesawat telepon 1,000,000 3
100,000
300,000
100,000
e. Alat tulis kantor 3,000,000 3
300,000
900,000
300,000
f. Printer 4,500,000 3
450,000
1,350,000
450,000
g. Fax 1,000,000 3
100,000
300,000
100,000
Total 5 111,500,000
11,150,000
33,450,000
11,150,000
Total 1, 2, 3, 4, 5 5,296,067,000
2,363,706,700
340,069,560
419,706,700
L Lampiran 4. Perhitungan biaya penyusutan dan pemeliharaan (lanjutan)
(lanjutan)
92
Lampiran 5. Komposisi biaya tetap dan biaya variabel industri cokelat batangan
No. Komponen Jumlah Satuan Biaya Satuan (Rp) Biaya Satuan/Tahun (Rp) Biaya Total/Tahun (Rp)
A. Biaya Tetap
1. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung
a. Direktur
1 orang/bulan 10,000,000
120,000,000
120,000,000
b. Manajer produksi dan QC
1 orang/bulan 8,000,000
96,000,000
96,000,000
c. Manajer administrasi dan keuangan
1 orang/bulan 8,000,000
96,000,000
96,000,000
d. Manajer logistik dan distribusi
1 orang/bulan 8,000,000
96,000,000
96,000,000
e. Manajer pemasaran
1 orang/bulan 8,000,000
96,000,000
96,000,000
f. Staf pemasaran
2 orang/bulan 5,000,000
120,000,000
120,000,000
g. Staf logistik dan distribusi
2 orang/bulan 5,000,000
120,000,000
120,000,000
h. Staf administrasi dan keuangan
1 orang/bulan 5,000,000
60,000,000
60,000,000
i. Laboran
2 orang/bulan 5,000,000
120,000,000
120,000,000
j. Office boy (OB)
2 orang/bulan 3,000,000
72,000,000
72,000,000
k. Keamanan
4 orang/bulan 3,000,000
144,000,000
144,000,000
l. Supir
4 orang/bulan 3,000,000
144,000,000
144,000,000
Total 1,284,000,000
2. Biaya Administrasi
a. Listrik dan air 1 per bulan 20,000,000
240,000,000
240,000,000
b. Telepon dan internet 1 per bulan 5,000,000
60,000,000
60,000,000
93
No. Komponen Jumlah Satuan Biaya Satuan (Rp) Biaya Satuan/Tahun (Rp) Biaya Total/Tahun (Rp)
c. Transportasi 1 per bulan 18,000,000
216,000,000 216,000,000
d. Alat tulis kantor (ATK) 1 per bulan 10,000,000
120,000,000 120,000,000
Total 636,000,000
3. Biaya Promosi dan Pemasaran 1 per bulan 40,000,000
480,000,000 480,000,000
4. Biaya Penyusutan 340,069,560
5. Biaya Pemeliharaan 419,706,700
Total Biaya Tetap 3,159,776,260
B. Biaya Variabel
1. Bahan Baku
a. Cocoa liquor 7,200 kg/bulan 360,000,000
4,320,000,000 4,320,000,000
b. Lemak cokelat (cocoa butter) 4,800 kg/bulan 408,000,000
4,896,000,000 4,896,000,000
c. Gula pasir 6,000 kg/bulan 78,000,000
936,000,000 936,000,000
d. Susu segar (fresh milk) 6,000 liter/bulan 45,000,000
540,000,000 540,000,000
Total 10,692,000,000
2. Bahan Kemasan
Kemasan primer dan sekunder 200,016 kotak/bulan 300,024,000
3,600,288,000 3,600,288,000
Kemasan tersier 4,176 dus/bulan 4,176,000
50,112,000 50,112,000
Total 3,650,400,000
3. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Operator mesin dan peralatan 11 orang/bulan 3,500,000
462,000,000 462,000,000
Total 462,000,000
Total Biaya Variabel 14,804,400,000
Total Biaya Tetap + Biaya Variabel 17,964,176,260
Lampiran 5. Komposisi biaya tetap dan biaya variabel industri cokelat batangan (lanjutan)
(lanjutan)
94
Lampiran 6. Kebutuhan biaya operasional industri cokelat batangan
No. Komponen
Tahun ke- (Rp)
1 2 3 4 5
A. Biaya Tetap
Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung
1,284,000,000
1,284,000,000
1,284,000,000
1,284,000,000
1,284,000,000
Biaya Administrasi
636,000,000
636,000,000
636,000,000
636,000,000
636,000,000
Biaya Promosi dan Pemasaran
480,000,000
480,000,000
480,000,000
480,000,000
480,000,000
Biaya Penyusutan
340,069,560
340,069,560
340,069,560
340,069,560
340,069,560
Biaya Pemeliharaan
419,706,700
419,706,700
419,706,700
419,706,700
419,706,700
Total Biaya Tetap
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
B. Biaya Variabel
Bahan Baku
4,276,800,000
5,346,000,000
6,415,200,000
7,484,400,000
8,553,600,000
Bahan Kemasan
1,460,160,000
1,825,200,000
2,190,240,000
2,555,280,000
2,920,320,000
Biaya Tenaga Kerja Langsung
184,800,000
231,000,000
277,200,000
323,400,000
369,600,000
Total Biaya Variabel
5,921,760,000
7,402,200,000
8,882,640,000
10,363,080,000
11,843,520,000
Total Biaya Tetap + Biaya Variabel
9,081,536,260
10,561,976,260
12,042,416,260
13,522,856,260
15,003,296,260
95
Lampiran 6. Kebutuhan biaya operasional industri cokelat batangan (lanjutan)
No. Komponen
Tahun ke- (Rp)
6 7 8 9 10
A. Biaya Tetap
Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung
1,284,000,000
1,284,000,000
1,284,000,000
1,284,000,000
1,284,000,000
Biaya Administrasi
636,000,000
636,000,000
636,000,000
636,000,000
636,000,000
Biaya Promosi dan Pemasaran
480,000,000
480,000,000
480,000,000
480,000,000
480,000,000
Biaya Penyusutan
340,069,560
340,069,560
340,069,560
340,069,560
340,069,560
Biaya Pemeliharaan
419,706,700
419,706,700
419,706,700
419,706,700
419,706,700
Total Biaya Tetap
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
3,159,776,260
B. Biaya Variabel
Bahan Baku
9,622,800,000
10,692,000,000
10,692,000,000
10,692,000,000
10,692,000,000
Bahan Kemasan
3,285,360,000
3,650,400,000
3,650,400,000
3,650,400,000
3,650,400,000
Biaya Tenaga Kerja Langsung
415,800,000
462,000,000
462,000,000
462,000,000
462,000,000
Total Biaya Variabel
13,323,960,000
14,804,400,000
14,804,400,000
14,804,400,000
14,804,400,000
Total Biaya Tetap + Biaya Variabel
16,483,736,260
17,964,176,260
17,964,176,260
17,964,176,260
17,964,176,260
96
Lampiran 7. Rekapitulasi produksi dan proyeksi penerimaan industri cokelat batangan
Tahun
ke-
Kapasitas produksi
(%)
Produksi cokelat per
tahun (kotak)
Biaya tetap
(Rp/tahun)
Biaya variabel
(Rp/tahun)
Harga jual
(Rp)
Penerimaan
(Rp)
Modal Kerja
(Rp)
Tambahan Modal
Kerja (Rp)
1 40 960,077
3,159,776,260
5,921,760,000 9,500
9,120,729,600
912,072,960
2 50 1,200,096
3,159,776,260
7,402,200,000 9,500
11,400,912,000
1,140,091,200
228,018,240
3 60 1,440,115
3,159,776,260
8,882,640,000 9,500
13,681,094,400
1,368,109,440
228,018,240
4 70 1,680,134
3,159,776,260
10,363,080,000 9,500
15,961,276,800
1,596,127,680
228,018,240
5 80 1,920,154
3,159,776,260
11,843,520,000 9,500
18,241,459,200
1,824,145,920
228,018,240
6 90 2,160,173
3,159,776,260
13,323,960,000 9,500
20,521,641,600
2,052,164,160
228,018,240
7 100 2,400,192
3,159,776,260
14,804,400,000 9,500
22,801,824,000
2,280,182,400
228,018,240
8 100 2,400,192
3,159,776,260
14,804,400,000 9,500
22,801,824,000
2,280,182,400
0
9 100 2,400,192
3,159,776,260
14,804,400,000 9,500
22,801,824,000
2,280,182,400
0
10 100 2,400,192
3,159,776,260
14,804,400,000 9,500
22,801,824,000
2,280,182,400
0
97
Lampiran 8. Proyeksi laba rugi industri cokelat batangan
Deskripsi Tahun ke-
6 7 8 9 10
A. Penerimaan
Penjualan
20,521,641,600
22,801,824,000 22,801,824,000 22,801,824,000
22,801,824,000
Total Penerimaan (Rp) 20,521,641,600 22,801,824,000 22,801,824,000 22,801,824,000 22,801,824,000
B. Pengeluaran
Biaya tetap (Rp)
3,159,776,260
3,159,776,260 3,159,776,260 3,159,776,260
3,159,776,260
Biaya variabel (Rp)
13,323,960,000
14,804,400,000 14,804,400,000 14,804,400,000
14,804,400,000
Total Pengeluaran (Rp) 16,483,736,260 17,964,176,260 17,964,176,260 17,964,176,260 17,964,176,260
C. Laba Sebelum Pajak (Rp) 4,037,905,340 4,837,647,740 4,837,647,740 4,837,647,740 4,837,647,740
D. Pajak Penghasilan (Rp) 1,130,613,495 1,354,541,367 1,354,541,367 1,354,541,367 1,354,541,367
E. Laba Setelah Pajak (Rp) 2,907,291,845 3,483,106,373 3,483,106,373 3,483,106,373 3,483,106,373
Deskripsi Tahun ke-
1 2 3 4 5
A. Penerimaan
Penjualan
9,120,729,600 11,400,912,000 13,681,094,400
15,961,276,800 18,241,459,200
Total Penerimaan (Rp) 9,120,729,600 11,400,912,000 13,681,094,400 15,961,276,800 18,241,459,200
B. Pengeluaran
Biaya tetap (Rp)
3,159,776,260 3,159,776,260 3,159,776,260
3,159,776,260 3,159,776,260
Biaya variabel (Rp)
5,921,760,000 7,402,200,000 8,882,640,000
10,363,080,000 11,843,520,000
Total Pengeluaran (Rp) 9,081,536,260 10,561,976,260 12,042,416,260 13,522,856,260 15,003,296,260
C. Laba Sebelum Pajak (Rp) 39,193,340 838,935,740 1,638,678,140 2,438,420,540 3,238,162,940
D. Pajak Penghasilan (Rp) 10,974,135 234,902,007 458,829,879 682,757,751 906,685,623
E. Laba Setelah Pajak (Rp) 28,219,205 604,033,733 1,179,848,261 1,755,662,789 2,331,477,317
98
Lampiran 9. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan
Deskripsi Tahun ke- (Rp)
0 1 2 3 4 5
A. Kas Masuk
Laba bersih 28,219,205 604,033,733 1,179,848,261 1,755,662,789
2,331,477,317
Penyusutan 340,069,560 340,069,560 340,069,560 340,069,560
340,069,560
Sub Total 368,288,765 944,103,293 1,519,917,821 2,095,732,349
2,671,546,877
B. Kas Keluar
Investasi
(5,825,673,700) (111,500,000)
(1,725,567,000)
Modal kerja
(912,072,960)
(228,018,240)
(228,018,240)
(228,018,240)
(228,018,240)
(228,018,240)
Nilai sisa investasi 11,150,000
172,556,700
Sub Total (6,737,746,660) (228,018,240) (228,018,240) (328,368,240) (228,018,240)
(1,781,028,540)
C. Aliran Kas Bersih (6,737,746,660) 140,270,525 716,085,053 1,191,549,581 1,867,714,109
890,518,337
Deskripsi Tahun ke- (Rp)
6 7 8 9 10
A. Kas Masuk
Laba bersih
2,907,291,845 3,483,106,373
3,483,106,373 3,483,106,373 3,483,106,373
Penyusutan
340,069,560 340,069,560
340,069,560 340,069,560 340,069,560
Sub Total 3,247,361,405 3,823,175,933 3,823,175,933 3,823,175,933 3,823,175,933
B. Kas Keluar
Investasi
(111,500,000) (111,500,000)
Modal kerja
(228,018,240)
2,280,182,400
Nilai sisa investasi
11,150,000 11,150,000 2,575,031,700
Sub Total (328,368,240) 0 0 (100,350,000) 4,855,214,100
C. Aliran Kas Bersih 2,918,993,165 3,823,175,933 3,823,175,933 3,722,825,933 8,678,390,033
99
Lampiran 10. Kriteria kelayakan investasi
Tahun
ke-
Bt - Ct Akumulasi DF 12 %
PV NPV Kumulatif
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
0
(6,737,746,660)
(6,737,746,660)
1
1.00
(6,737,746,660)
(6,737,746,660)
1
140,270,525
(6,597,476,135)
0
0.89
125,241,540
(6,612,505,120)
2
716,085,053
(5,881,391,082)
0
0.80
570,858,620
(6,041,646,500)
3
1,191,549,581
(4,689,841,502)
0
0.71
848,121,456
(5,193,525,044)
4
1,867,714,109
(2,822,127,393)
0
0.64
1,186,966,081
(4,006,558,963)
5
890,518,337
(1,931,609,056)
0
0.57
505,304,020
(3,501,254,943)
6
2,918,993,165
987,384,109
0
0.51
1,478,852,780
(2,022,402,163)
7
3,823,175,933
4,810,560,042
0
0.45
1,729,410,633
(292,991,530)
8
3,823,175,933
8,633,735,974
0
0.40
1,544,116,637
1,251,125,107
9
3,722,825,933
12,356,561,907
0
0.36
1,342,488,353
2,593,613,460
10
8,678,390,033
21,034,951,940
0
0.32
2,794,209,327
5,387,822,787
Kriteria Nilai
NPV (Rp) 5,387,822,787
PBP (Tahun) 5.66
Net B/C
1
1.80
IRR (%) 22
100
Lampiran 11. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku sebesar
14%
Tahun
ke-
Bt - Ct Akumulasi DF 12 %
PV NPV Kumulatif
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
0
(6,737,746,660)
(6,737,746,660)
1
1.00
(6,737,746,660)
(6,737,746,660)
1
(388,414,427)
(7,126,161,087)
0
0.89
(346,798,595)
(7,084,545,255)
2
55,228,863
(7,070,932,223)
0
0.80
44,028,112
(7,040,517,143)
3
398,522,154
(6,672,410,070)
0
0.71
283,660,197
(6,756,856,946)
4
942,515,444
(5,729,894,626)
0
0.64
598,985,604
(6,157,871,343)
5
(166,851,566)
(5,896,746,192)
0
0.57
(94,676,060)
(6,252,547,402)
6
1,729,452,024
(4,167,294,168)
0
0.51
876,194,218
(5,376,353,184)
7
2,501,463,554
(1,665,830,614)
0
0.45
1,131,535,076
(4,244,818,108)
8
2,501,463,554
835,632,940
0
0.40
1,010,299,175
(3,234,518,934)
9
2,401,113,554
3,236,746,494
0
0.36
865,865,619
(2,368,653,315)
10
7,356,677,654
10,593,424,148
0
0.32
2,368,653,315 0
Kriteria Nilai
NPV (Rp) 0
PBP (Tahun) 7.67
Net B/C
1
1.00
IRR (%) 12
101
Lampiran 12. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual cokelat batangan
sebesar 8%
Tahun
ke-
Bt – Ct Akumulasi DF 12 %
PV NPV Kumulatif
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
0
(6,663,073,644)
(6,663,073,644)
1
1.00
(6,663,073,644)
(6,663,073,644)
1
(378,706,935)
(7,041,780,579)
0
0.89
(338,131,192)
(7,001,204,836)
2
62,696,165
(6,979,084,414)
0
0.80
49,980,999
(6,951,223,837)
3
403,749,265
(6,575,335,149)
0
0.71
287,380,752
(6,663,843,085)
4
945,502,364
(5,629,832,785)
0
0.64
600,883,846
(6,062,959,240)
5
(166,104,836)
(5,795,937,621)
0
0.57
(94,252,345)
(6,157,211,585)
6
1,727,958,564
(4,067,979,057)
0
0.51
875,437,584
(5,281,774,000)
7
2,479,061,649
(1,588,917,408)
0
0.45
1,121,401,592
(4,160,372,408)
8
2,479,061,649
890,144,241
0
0.40
1,001,251,421
(3,159,120,987)
9
2,378,711,649
3,268,855,891
0
0.36
857,787,267
(2,301,333,720)
10
7,147,593,210
10,416,449,101
0
0.32
2,301,333,720 0
Kriteria Nilai
NPV (Rp) 0
PBP (Tahun) 7.64
Net B/C
1
1.00
IRR (%) 12
102
Lampiran 13. Perhitungan analisis sensitivitas terhadap depresiasi rupiah sebesar 18%
Tahun
ke-
Bt – Ct Akumulasi DF 12 %
PV NPV Kumulatif
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
0
(6,802,794,046)
(6,802,794,046)
1
1.00
(6,802,794,046)
(6,802,794,046)
1
(380,675,058)
(7,183,469,104)
0
0.89
(339,888,444)
(7,142,682,491)
2
65,594,942
(7,117,874,162)
0
0.80
52,291,886
(7,090,390,604)
3
411,514,942
(6,706,359,220)
0
0.71
292,908,208
(6,797,482,397)
4
958,134,942
(5,748,224,277)
0
0.64
608,912,077
(6,188,570,319)
5
(201,825,946)
(5,950,050,224)
0
0.57
(114,521,462)
(6,303,091,782)
6
1,750,324,942
(4,199,725,281)
0
0.51
886,769,088
(5,416,322,694)
7
2,524,963,182
(1,674,762,099)
0
0.45
1,142,165,114
(4,274,157,579)
8
2,524,963,182
850,201,083
0
0.40
1,019,790,281
(3,254,367,299)
9
2,424,613,182
3,274,814,266
0
0.36
874,339,820
(2,380,027,478)
10
7,392,004,080
10,666,818,346
0
0.32
2,380,027,478 0
Kriteria Nilai
NPV (Rp) 0
PBP (Tahun) 7.66
Net B/C
1
1.00
IRR (%) 12