skenario 6

23
Bahaya Demam Berdarah Dengue Kepada Manusia Robert Tupan Us Abatan 102012335 Gracelya Pattiasina 102012338 Sisca Natalia 102013221 Erwin Febrianto 102013399 Virginia Marsella Teiseran 102014041 Chrisanto 102014046 Mira Nur Indah 102014133 D1 Jl. Arjuna Utara No.06 Jakarta Barat 11510 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta ABSTRACT Dengue fever also known as breakbonefever, is a mosquito-borne tropical disease caused by the dengue virus. Symptoms include fever, headache, muscle and joint pains, and a characteristic skin rash that is similar to measles. Dengue is transmitted by several species of mosquito within the genus Aedes, principally A. aegypti. The virus has five different types; infection with one type usually gives lifelong immunity to that type, but only short-term immunity to the others. As there is no commercially available vaccine, prevention is sought by reducing the habitat and the number of mosquitoes and limiting exposure to bites. Treatment of acute dengue is supportive, using either oral or 1

Upload: priscilia-lewerissa

Post on 13-Apr-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pbl

TRANSCRIPT

Page 1: skenario 6

Bahaya Demam Berdarah Dengue Kepada Manusia

Robert Tupan Us Abatan 102012335Gracelya Pattiasina 102012338

Sisca Natalia 102013221Erwin Febrianto 102013399

Virginia Marsella Teiseran 102014041Chrisanto 102014046

Mira Nur Indah 102014133D1

Jl. Arjuna Utara No.06 Jakarta Barat 11510

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta

ABSTRACT

Dengue fever also known as breakbonefever, is a mosquito-borne tropical disease caused by

the dengue virus. Symptoms include fever, headache, muscle and joint pains, and a

characteristic skin rash that is similar to measles. Dengue is transmitted by several species

of mosquito within the genus Aedes, principally A. aegypti. The virus has five different types;

infection with one type usually gives lifelong immunity to that type, but only short-term

immunity to the others. As there is no commercially available vaccine, prevention is sought

by reducing the habitat and the number of mosquitoes and limiting exposure to bites.

Treatment of acute dengue is supportive, using either oral or intravenous rehydration for

mild or moderate disease, and intravenous fluids and blood transfusion for more severe

cases.

Keywords: Dangue, A.aegypti, and intravenous rehydration

ABSTRAK

1

Page 2: skenario 6

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit tropis nyamuk yang disebabkan oleh virus dengue.

Gejalanya meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, dan ruam kulit yang khas yang

miripdengan campak. Dengue yang ditularkan oleh beberapa jenis nyamuk Aedes dalam

genus, terutama A.aegypti. Virus ini memiliki lima jenis yang berbeda; Infeksi dengan satu

jenis biasanya memberikan kekebalan seumur hidup terhadap jenis itu, tetapi hanya imunitas

jangka pendek untuk orang lain. Karena tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial,

pencegahan dicari dengan mengurangi habitat dan jumlah nyamuk dan membatasi paparan

gigitan. Pengobatan demam berdarah akut mendukung, baik menggunakan rehidrasi oral atau

intravena untuk penyakit ringan atau sedang, dan cairan intravena dan transfuse darah untuk

kasus yang lebih parah.

Kata kunci: Demam Berdarah Dangue (DBD), A.aegypti dan cairan intravena

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu masalah kesehatan yang endemis

di Indonesia. Kondisi ini diakibatkan oleh infeksi virus dengue, yang boleh menyebabkan

fatal. Pelbagai langkah dilakukan bagi mengurangkan angka mortalitas oleh DBD.

Demam berdarah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

yangjumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin meluas. Demam

berdarah merupakan penyakit menular yang biasanya menyerang anak-anak. Demam

berdarah menyerang khususnya pada musim peralihan dan musim hujan karena terdapat

banyak genangan-genangan air yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk yang menjadi

pembawa virus penyebab demam berdarah. Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam

berat yang jika tidak diatasi dengan cepat, dapat menyebabkan kematian. Jadi kita seharusnya

mencegah terjadinya wabah dari demam berdarah secepat mungkin supaya meminimalisir

wabah demam berdarah1

ANAMNESIS

Pada demam berdarah dengue (DBD) ditemukan demam yang pada awalnya akut,

cukup tinggi dan kontinu. Demam ini berlangsung selama dua hingga tujuh hari. Selain itu,

didapat juga manifestasi pendarahan seperti petekie (bercak merah dalam yang merupakan

2

Page 3: skenario 6

pendarahan kecil di bawah kulit), ekimosis (lesi berukuran lebih besar), purpura (area kecil

pendarahan kulit, dilihat sebagai bintik merah keunguan yang tidak hilang bila ditekan),

epitaksis (pendarahan hidung), gusi berdarah, hematemesis (gejala muntah darah) atau

melena (keluarnya feses disertai darah berwarna gelap). Terjadi juga pembesaran hati

(hepatomegali), dan boleh juga terjadi syok yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan

lemah, dan kulit yang lembap dan dingin dan kesadaran yang menurun.

Ada juga pasien yang mengadu mengalami nyeri kepala, nyeri retro-orbital terutama

apabila menggerakkan bola mata, penurunan nafsu makan (anoreksia), lemah badan

(malaise), nyeri sendi dan tulang, serta wajah yang kemerah-merahan (flushing), dan juga

terdapat ruam kulit. Gejala klinis pada DBD juga boleh dibedakan mengikut derajat

keparahan DBD. Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

PEMERIKSAAN

Pada pemeriksaan fisik, diperiksa tanda-tanda vital, seperti suhu tubuh, tekanan darah,

denyut nadi, perkusi dan auskultasi paru, serta pembesaran dan nyeri tekan hati. Dilihat juga

apa ada petekie di kulit orang tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan dalam mendiagnose

DBD adalah pemeriksaan kadar haemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan

darah tepi bagi melihat adanya limfositosis. Pemeriksaan boleh dilakukan dengan dua

kaidah, yaitu deteksi virus melalui metode kultur dan tes Polymerase Chain Reaction (PCR),

ataupun dengan kaedah deteksi serologis (deteksi antibodi). Deteksi melalui metode kultur

melibatkan proses yang rumit karena periode ketika virus dengue dapat dideteksi dengan baik

adalah singkat. Metode ini juga mahal, oleh itu, metode ini jarang digunakan kecuali atas

kepentingan penelitian.

Metode PCR pula dapat mengidentifikasi virus dengue pada pasien DBD hanya dalam

masa empat jam. Ini membolehkan perawatan yang tepat diberikan dengan segera. Namun,

teknik ini sangat mahal bagi sebagian besar masyarakat.

Tes serologi pula digunakan bagi mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap

dengue yang berupa antibodi total yang berupa IgM atau IgG. Kadar IgM biasanya terdeteksi

pada hari ke tiga hingga lima, dan meningkat pada minggu ke tiga, dan menghilang setelah

3

Page 4: skenario 6

60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG terdeteksi pada hari ke-14, dan pada infeksi sekunder,

terdeteksi pada hari ke dua.

Selain itu, diperiksa juga kadar leukosit, trombosit, hematokrit, dan protein pada

pasien. Pemeriksaan radiologis juga dilakukan. Ini bagi tujuan mendeteksi apakah adanya

efusi pleura atau asites. Efusi pleura adalah penumpukan cairan dalam pleura, manakala

asites pula adalah penumpukan cairan serosa dalam ruang peritoneum. Pemeriksaan

radiologis boleh dilakukan dengan cara Ultrasonografi (USG) atau dengan foto rontgen.

Diagnosa DBD ditegakkan apabila didapatkan demam atau riwayat demam akut

selama dua hingga tujuh hari, manifestasi pendarahan, trombositopenia, dan tanda kebocoran

plasma. Manifesrasi pendarahan termasuklah petekie, ekimosis, dan hematemesis, atau

pendarahan lainnya. Trombositopenemia pula merupakan keadaan dimana jumlah trombosit

menurundibawah,100,000/u.

Keadaan ini terjadi melalui dua mekanisme, yaitu supresi sumsum tulang dan

destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Tanda-tanda kebocoran plasma pula boleh

dilihat melalui peningkatan hematokrit, efusi pleura, asites atau hipoproteinemia. Kadar

leukosit pada penderita DBD juga boleh sama atau menurun. Normalnya, kadar Hb adalah

13-18 g/dl, trombosit adalah 150,000-450,000/ul, leukosit adalah 4,000-10,000/ul, dan kadar

normal hematokrit adalah; 37%-47%1.

WORKING DIAGNOSIS

Pada DBD kasus ringan maupun sedang, gejala dan tanda-tanda klinis akan

menghilang apabila demam mereda. Peredaan ini dilihat dengan pengeluaran keringat yang

banyak, dan perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah. Anggota gerak juga menjadi

dingin sebagai tanda adanya gangguan ringan dan sementara pada sirkulasi akibat kebocoran

plasma. Namun, pada kasus parah, kondisi pasien tiba-tiba memburuk setelah beberapa hari

demam. Suhu tubuh turun, dan muncul tanda-tanda kegagalan sirkulasi seperti kulit yang

terasa dingin dan bercak merah pada kulit. Pasien tampak letargi, namun mereka akan

menjadi gelisah dan menjadi syok. Nyeri abdomen merupakan suatu keluhan yang sering ada

sebelum terjadinya syok.

4

Page 5: skenario 6

Berdasarkan kasus, laki-laki usia 20 tahun boleh didiagnosa sebagai penderita DBD

karena kadar trombositnya yang kurang dari normal, dan kadar hematokritnya yang lebih dari

normal. Riwayat demam tanpa batuk pilek, dan disertai mual dan pegal-pegal otot serta

frenitus paru kiri lemah, perkusi redup dan suara napas melemas merupakan anamnesa dari

DBD.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Tabel 1: Diagnosa Banding DBD

DBD Demam Tifoid Demam Malaria

Demam terus menerus / X X

Mual / / /

Nyeri otot / / /

Batuk X / /

Pilek X X X

Epitaksis / / X

Penurunan kesadaran X / X

Tekanan darah tidak dapat diraba X X X

Suhu turun X X X

Denyut nadi lemah dan cepat / X XFremitus taktil paru kanan melemah, perkusi redup X X X

Suara napas vesikuler paru kanan lemah X X X

Akral lembab dan dingin X X X

Peningkatan kadar Hb / X X

Peningkatan Ht / X X

Penurunan kadar leukosit / / /

Kadar trombosit menurun / / /

Demam tifoid adalah disebabkan oleh Salmonella thyphi. Dalam minggu kedua,

didapatkan brakikardia relative, dimana terjadi peningkatan suhu, tetapi tidak terjadi

peningkatan denyut nadi. Demam tifoid dipilih sebagai diagnosa banding karena pada demam

tifoid didapatkan mual, nyeri otot, epitaksis, dan penurunan kesadaran pada kasus yang berat.

5

Page 6: skenario 6

Epitaksis dan gejala umum lainnya akan dilihat pada minggu pertama. Namun, demam tifoid

tidak diterima sebagai WD karena khusus pada tifoid, demamnya menurun pada pagi hari dan

meninggi pada sore hari. Syok dan efusi pleura juga tidak didapatkan pada penyakit ini. Pada

pemeriksaan laboratorium, tidak didapatkan peningkatan pada Hb ataupun Ht.

Demam malaria adalah demam yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, Plasmodium

ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium falcifarum. Gejala klinis yang didapat adalah

demam dan splenomegali. Khusus pada malaria, terjadi tiga stadium, yaitu menggigil selama

15-satu jam, lalu mengalami puncak demam selama dua hingga enam jam, lalu stadium

berkeringat selama dua hingga empat jam. Pada infeksi oleh Plasmodium vivax dan

Plasmodium ovale, terjadi periodisitas demam setiap hari ketiga, manakala oleh tipe yang

lainnya, pada tiap empat hari. Pada kasus yang disebabkan oleh Plasmodium

malariae,didapat asites pada penderitanya. Demam malaria diambil sebagai DD karena gejala

umumnya seperti demam, mual dan nyeri otot menyerupai DBD. Namun, malaria tidak

diterima sebagai WD karena tidak didapatkan epitaksis, penurunan kesadaran, efusi pleura,

maupun tanda-tanda syok.

ETIOLOGI

Demam berdarah dengue (DBD) terjadi disebabkan oleh virus dengue. Virus ini

tergolong dalam famili Flaviviridae dan genus Flavivirus. Virus ini memiliki kode genetik

RNA rantai tunggal, dan dikelilingi oleh selubung inti (nukleokapsid), dan juga memiliki

selaput lipid. Genom virus ini mempunyai panjang kira-kira 11 kilobases dan berdiameter

30nm. Empat tipe virus dengue telah diisolasi, setiap satunya akan mengkode nukleokapsid

dan protein inti (C), protein yang berikatan dengan membran (M), protein pembungkus (E),

dan tujuh gen protein nonstruktural (NS).2 Virus dengue dikenal sebagai virus yang tahan

panas (termolabil), dan hal ini penting untuk diketahui dalam proses isolasi maupun untuk

mengkultur virus.

Empat tipe virus dengue adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Setiap tipe virus

ini akan menimbulkan gejala yang berbeda-beda apabila menyerang manusia. Di Indonesia,

tipe yang menyebabkan infeksi paling berat adalah GEN-3.3 Infeksi dari satu virus dengue

akan membolehkan adanya imunitas yang tetap terhadap virus tersebut, namun hanya

menimbulkan imunitas sementara dan parsial terhadap infeksi virus tipe lainnya. Apabila

6

Page 7: skenario 6

seseorang itu pernah diinfeksi oleh virus dengue, dan kemudian terinfeksi lagi oleh virus

dengue tipe lainnya, gejala klinis yang ditunjukkan adalah lebih berat dan sering kali fatal.

Reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus yang lainnya juga bisa terjadi, sebagai

contoh persilangan dengan Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus.3,4

Virus dengue, dalam laboratorium, dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti

tikus, kelinci, anjing, kelawar dan primate. Hewan ternak seperti kuda, sapi dan babi

memiliki antibodi terhadap virus dengue. Virus ini bereplikasi pada nyamuk.

EPIDEMIOLOGI

Vektor utama DBD adalah nyamuk kebun yang dikenal sebagai Aedes aegypti,

sedangkan vektor potensialnya adalah Aedes albopictus.4 Aedes aegyptidewasa mempunyai

warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya, dan berukuran lebih

kecil jika dibandingkan dengan nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus). Nyamuk ini

memiliki morfologi khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada

punggungnya (mesonatum).

Aedes aegyptimempunyai telur dengan dinding yang bergaris-garis dan menyerupai

gambaran kain kasa. Telur nyamuk ini akan diletakkan di dinding tempat perindukan, kira-

kira 1-2 cm di atas permukaan air. Setiap kali terjadinya proses bertelur, seekor nyamuk

betina dapat menghasilkan rata-rata 100 butir telur. Aedes akan meletakkan telurnya satu per

satu secara terpisah.

Telur akan menetas setelah kira-kira dua hari dan menjadi larva. Larva mempunyai

pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri tebal. Larva ini akan mengambil masa selama

enam sehingga delapan hari untuk tumbuh dari stadium I hingga IV. Larva akan melalui

pengelupasan kulit sebanyak empat kali, kemudian tumbuh menjadi pupa, dan akhirnya

menjadi dewasa.

Pupa tidak membutuhkan makanan, namun membutuhkan oksigen yang diambil

melalui trumpet pernapasan. Pupa jantan akan menetas terlebih dahulu, dan akan berada di

dekat kawasan perindukannya untuk menunggu nyamuk betina untuk berkopulasi. Proses

pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memakan waktu kira-kira sembilan hari.

7

Page 8: skenario 6

Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih yang

terletak berdekatan dengan rumah penduduk. Tempat perindukan tersebut terbagi kepada dua,

yaitu buatan manusia dan alamiah. Tempat perindukan buatan manusia contohnya adalah

tempayan, bak mandi dan pot bunga, sementara tempat perindukan alamiah berupa kelopak

daun tanaman, dan lubang pohon yang berisi air hujan. Sering kali ditemukan larva Aedes

aegypti bersama-sama dengan Aedes albopictus.

Hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Penghisapan darah dilakukan pada dua

waktu puncak yaitu dari jam 8.00-12.00 dan 15.00-17.00. Tempat istirahat bagi Aedes aegypti

adalah pada semak-semak atau tanaman rendah seperti rumput, juga pada benda-benda

tergantung dalam rumah seperti pakaian dan sarung. Pada keadaan biasa, umur nyamuk

betina adalah kira-kira 10 hari, dan sekiranya di dalam laboratorium bisa mencapai dua bulan.

Aedes aegypti mampu terbang sejauh dua kilometer, namun secara rata-rata nyamuk ini

hanya terbang sejauh 40 meter. Vektor potensial bagi DBD adalah Aedes albopictus.

Morfologi nyamuk ini sama seperti Aedes aegypti, tetapi pada mosonatumnya dijumpai garis

tebal putih vertikal. Larva nyamuk ini sering kali dijumpai bersama-sama dengan larva Aedes

aegypti, namun nyamuk ini lebih menyukai perindukan alamiah dan lebih suka beristirahat

diluar rumah.

Kedua-dua tipe nyamuk ini tersebar luas di seluruh Indonesia. Nyamuk ini sering

ditemukan di kota-kota pelabuhan dan di tempat pendudukan padat, naum, sering juga

ditemukan di pendesaan. Ini disebabkan oleh larvanya terbawa melalui transportasi dari

pelabuhan ke desa. DBD juga ditemukan di negara-negara lain di Asia Tenggara, Pasifik

Barat dan Karibia. Pada tahun 1989-1995 insiden DBD di Indonesia adalah antara enam

hingga 15 per 100,000 penduduk. Pada kejadian luar biasa tahun 1998, insiden DBD

meningkat hingga 35 per 100,000 penduduk. Pada tahun 1999, mortalitas DBD menurun

hingga 2%.

GAMBARAN KLINIS

Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata lima hingga lapan hari. Pada deman

dangue terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri yang hebat

pada otot dan tulang, mual kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh

atau berpusat pada supraorbital dan otot perut apabila ditekan. Otot disekitar mata juga terasa

8

Page 9: skenario 6

pegal. Pada saat suhu tubuh turun ke normal, ruam berkurang dan cepat menghilang, bekas-

bekasnya terasa gatal. Pada sebagian suhu dapat ditemukan kurva suhu yang bifasik.

Berikut merupakan derajat keparahan DBD disertai gejala klinisnya:

Tabel 1: Derajat keparahan DBD disertai gejala klinisnya

Derajat Keparahan

DBD

Gejala Klinis

I Panas badan selama 2-7 hari, gejala umum yang tidak khas

II Gejala seperti derajat I, disertai pendarahan spontan pada kulit

seperti ptekiae, ekimosis, epitaksis, hematemesis, melena,

pendarahan gusi dan sebagainya.

III Kegagalan sirkulasi darah, denyut nadi teraba lemah dan cepat

(>120 kali per menit), tekanan nadi (<20mmHg)

IV Syok berat, denyut nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur,

denyut jantung (>140 kali per menit), ujung jari kaki dan tangan

terasa dingin, tubuh berkeringat, kulit membiru.

CARA PENULARAN

Terdapat tiga faktor tramsmisi virus yaitu vektor, penjamu dan lingkungan. Vektor

terbagi kepada pengembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor dan

transportasi vektor. Penjamu pula terbagi kepada mobilitas paparan terhadap nyamuk, usia,

jenis kelamin dan terdapatnya penderita dalam lingkungan. Akhir sekali, lingkungan terbagi

kepada curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

PATOFISIOLOGI

Nyamuk betina yang mengisap darah manusia yang mempunyai virus dengue akan

turut mengambil virus tersebut. Virus tersebut akan memperbanyak diri dalam tubuh nyamuk

dan menyebar ke seluruh jaringan tubuh, termasuk ke kelenjar liurnya, apabila nyamuk ini

9

Page 10: skenario 6

menggigit orang sehat, virus tersebut akan ditularkan. Air liurnya dikeluarkan bersama-sama

dengan gigitan tersebut bagi memastikan darah tidak membeku. Pada DBD tidak terjadi

siklus perubahan hidup namun hanya terjadi multiplikasi virus DBD dalam tubuh nyamuk.4

Pada DBD dan juga pada sindrom syok dengue, mekanisme imunopatologis

mempunyai peran yang penting. Terdapat empat respons imun yang diketahui berperan dalam

patogenesis DBD yaitu respons humoral, limfosit T, monosit dan makrofag, dan aktivasi

komplemen oleh kompleks imun. Respon humoral adalah netralisasi virus oleh antibodi,

sitolisis oleh komplemen dan sitotoksisitas oleh antibodi. Hipotesis antibody dependent

enhancement (ADE) menyatakan bahwa antibodi terhadap virus dengue berperan pada

mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Limfosit T pula berperan dalam

respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper akan menghasilkan

interferon gamma, IL-2, dan limfokin (oleh TH1), serta IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10 (oleh

TH2). Monosit dan makrofag pula akan memfagositosis virus dengan bantuan oponisasi

antibodi, namun ini akan meningkatkan replikasi virus. Aktivasi komplemen pula

menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Ada hipotesis yang mengatakan DBD terjadi karena secondaryheterologous infection.

Apabila seseorang itu terinfeksi kali kedua oleh serotipe virus dengue yang berbeda, terjadi

reaksi amnestik antibodi yang menyebabkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Infeksi

oleh virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-

antibodi non-netralisasi. Ini menyebabkan virus bereplikasi dalam makrofag, menyebabkan

makrofag terinfeksi oleh virus. Hal ini akan mengaktifkan T-helper dan T-sitotoksik sehingga

diproduksi limfokin dan inteferon gamma. Inteferon gamma akan mengaktivasi monosit.

Hasilnya, berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor),

IL-6, dan histamin akan disekresikan. Mediator inflamasi ini akan mengakibatkan kebocoran

plasma. Peningkatan C3a dan C5a yang terjadi akibat aktivasi oleh kompleks virus-antibody

juga mengakibatkan kebocoran plasma.

10

Page 11: skenario 6

PENATALAKSANAAN

Prinsip utama dalam terapi dengue adalah terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan

adalah tindakan yang paling penting bagi mengelakkan dehidrasi dan kemokonsentrasi secara

bermakna. Suatu protokol telah disusun pada pasien pasien dewasa berdasarkan tiga kriteria;

penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasinya,

praktis dalam pelaksanaannya, dan mempertimbangkan cost-effectiveness. Protokol ini terbagi

dalam lima katekori. Protokol 1 adalah penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa

syok. Seseorang yang tersangka DBD akan dilakukan pemeriksaan haemoglobin, hematokrit,

dan trombosit. Pasien dengan Hb, Ht dan trombosit normal atau lebih dari 100,000/ul akan

berobat jalan di poliklinik dan dilakukan pemeriksaan setiap 24 jam. Apabila Hb atau Ht normal

atau meningkat, dan trombosit turun dibawah 100,000/ul, pasien dianjurkan untuk dirawat.5

Protokol 2 adalah dimana pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.

Pasien tanpa pendarahan atau syok diberi infus cairan kristalod dengan rumus: 500+[20x(Berat

Badan dalam kg-20)]. Bila kadar Hb dan Ht meningkat kurang dari 20%, dilaksanakan protokol

ini, dan dilakukan pemantauan setiap 12 jam. Namun bila Hb dan Ht meningkat melebihi 20%,

dilaksanakan protokol 3.

Protokol 3 adalah penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht lebih dari 20%. Keadaan

ini menandakan pasien dalam defisit cairan sebanyak 5%. Pasien diberikan infus cairan kristaloid

sebanyak 6-7ml/kgBB/jam. Setelah tiga hingga empat jam, dilakukan pemantauan. Bila terjadi

perbaikan seperti penurunan hematokrit, denyut nadi mulai normal, tekanan darah stabil dan

produksi urin meningkat, infus diturunkan menjadi 5ml/kgBB/jam. Sekiranya tidak berlaku

pembaikan, infus ditingkatkan menjadi 10ml/kgBB/jam. Selepas dua jam, dilakukan lagi

pemantauan. Sekiranya ada pembaikan, infus diturunkan lagi kepada 3ml/kgBB/jam sekiranya

tadi adalah 5ml/kgBB/jam, atau kepada 5ml/kgBB/jam sekiranya tadi adalah 10ml/kgBB/jam.

Infus boleh diberhentikan setelah 24-48 jam sekiranya keadaan terus membaik. Namun,

sekiranya tiada pembaikan, infus ditingkatkan menjadi 15ml/kgBB/jam, dan sekiranya ada tanda-

tanda syok, ditangani dengan protokol 5.

Protokol 4 adalah penatalaksanaan pendarahan spontan pada DBD dewasa. Pendarahan

spontan dan masif bisa terjadi dengan cara terlihat seperti epitaksis atau tersembunyi sebanyak 4-

11

Page 12: skenario 6

5ml/kgBB/jam. Jumlah dan kecepatan pemberian cairan adalah sama seperti keadaan tanpa syok,

dan pemeriksaan kadar Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam. Pemberian

heparin dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata. Transfusi

komponen darah diberikan sesuai indikasi, dan transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien

DBD dengan pendarahan spon tan masif dengan trombosit kurang dari 100,000/ul dengan atau

tanpa koagulasi intravaskular diseminata.

Protokol 5 adalah tatalaksana SSD pada dewasa. Pasien harus segera diberikan cairan

kristalod dan oksigen sebanyak 2-4 l/menit. Dilakukan juga pemeriksaan darah perifer lengkap,

kadar elektrolit, ureum serta kreatinin. Pada awalnya, diberikan kristaloid sebanyak

10-20ml/kgBB dan dievaluasi selama 15-30 menit. Apabila syok diatasi, pemberian cairan

adalah sesuai dengan protokol 3. Syok dikatakan diatasi apabila akral teraba hangat, frekuensi

nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup kuat, dan tekanan sistolik darah

melebihi 100mmHg. Cairan infus mestilah diberhentikan apabila tidak diperlukan lagi bagi

mengelakkan masalah edema dan kegagalan jantung.

Sekiranya syok belum teratasi, cairan kristalod dapat ditingkatkan menjadi 20-30

ml/kgBB, dan dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila tetap belum teratasi, perhatikan nilai

hematokrit. Sekiranya ada peningkatan, berarti pembesaran plasma masih berlangsung dan cairan

koloid diberikan. Namun bila kadar hematokrit menurun, berarti ada pendarahan dalaman, dan

pasien harus diberikan transfusi darah segar 10ml/kgBB dan diulangi sesuai kebutuhan.

Pemberian cairan koloid adalah dengan cara tetesan cepat sebanyak 10-20ml/kgBB dan

dievaluasi selama 10-30 menit. Bila masih belum teratasi, dilakukan pemasangan kateter vena

sentral bagi mengetahui kecukupan cairan. Pemberian cairan koloid maksimal adalah

30ml/kgBB, dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila tetap juga belum diatasi,

dilakukan koreksi terhadap elektrolit, hipoglikemia, anemia dan infeksi sekunder. Obat

vasopressor juga boleh diberikan bila tekanan vena sentral sudah sesuai dengan target, tetapi

syok masih belum diatasi.

Pengawasan dini harus dilakukan karena syok ulang boleh berlaku dalam tempoh 48 jam.

Tanda-tanda vital, jumlah diuresis, kadar Hb, Ht dan trombosit dipantau.6,6,7

12

Page 13: skenario 6

KOMPLIKASI

Tanda-tanda gangguan pada fungsi otak seperti kejang dan koma jarang dijumpai pada

kasus DBD. Namun hal ini boleh terjadi sebagai komplikasi kepada kasus SSD yang cukup lama

dan disertai dengan pendarahan pada berbagai organ termasuk otak.8 Intoksikasi air yang

diakibatkan oleh penggunaan larutan hipotonik yang tidak tepat untuk terapi DBD juga

merupakan komplikasi yang boleh mengakibatkan gangguan fungsi otak. Boleh terjadi juga

manifestasi sistem saraf pusat yang tidak normal, misalnya kejang, spastisitas dan perubahan

kesadaran. Koagulasi intravaskular diseminata berat boleh menyebabakan pendarahan atau

oklusi fokal lalu mengakibatkan kelainan pada fungsi otak atau ensefalopati. Bisa terjadi gagal

ginjal akut dan juga gagal hati. Komplikasi lain dari DBD adalah infeksi ganda dari penyakit

endemik lain seperti leptospirosis dan hepatitis B virus.

PREVENTIF

Sehingga hari ini, masih belum ada vaksin untuk membasmi virus dengue, jadi haruslah

diambil langkah pencegahan DBD. Pencegahan boleh dilakukan dengan cara pembanterasan

nyamuk vektor DBD itu sendiri. Nyamuk dewasa dibanteras dengan cara pengasapan (fogging).

Fogging menggunakan insektisida organofosfat seperti malation, dan fenitrotion. Fogging juga

boleh dilakukan dengan insektisida piretroid sintetik, misalnya lamda sihalotroin dan permetrin.

Karbamat juga boleh digunakan sebagai insektisida untuk tujuan fogging. Namun,

pembanterasan nyamuk dewasa hanya akan membawa kesan sementara karena nyamuk yang

baru akan lahir dari larva setelah beberapa hari. Maka, dilakukan juga pembanterasan larva.

Pembanterasan jentik dikenal sebagai pembanterasan sarang nyamuk (PSN). PSN

dilakukan dengan tiga cara, yaitu kimia, biologi dan fisik. Melalui cara kimia, dilakukan

abasitasi, yaitu pembanteran larva. Ini memerlukan larvasida, dan larvasida yang biasanya

digunakan adalah temefos. Kandungan temefos adalah sandgranules dengan dosis 10 gram bagi

tiap 100l air. Secara biologi, ikan pemakan jentik seperti ikan timah dipelihara. Manakala secara

fisik, dilakukan kegiatan 3M yaitu menguras, menutup dan mengubur. Melalui kaidah ini, tempat

penyimpanan air seperti bak mandi, tempayan dan sebagainya dikuras dan ditutup. Barang bekas

13

Page 14: skenario 6

pula seperti ban dan kaleng ditanam bagi mengelakkan pembiakan nyamuk. Pengendalian

nyamuk itu sendiri dilakukan dengan bermacam kaidah. Antaranya adalah dengan mengelakkan

gigitan, seperti memasang kawat kasa di lubang angin di atas pintu, penggunaan kelambu,

insektisida dan repellent. Aktivitas 3M juga harus dilakukan secara teratur bagi memastikan

keberkesanannya. Fogging juga harus dilakukan setidaknya dua kali dengan jarak waktu 10 hari

di aderah yang terkena wabah DBD. Masyarakat juga harus dididik agar menjaga kebersihan

lingkungan bagi memusnahkan tempat pembiakan.7,8

PROGNOSIS

Kebanyakan kasus ringan DBD boleh sembuh sendiri atau dengan perawatan. Namun

pada kasus yang lebih berat seperti SSD, kebanyakannya mengakibatkan kematian apabila tidak

ditangani dengan baik. Namun, dengan terapi suportif yang adekuat, kematian boleh diturunkan

sehingga kurang dari 1%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Satari H. I., Meiliasari M., Demam berdarah, Jakarta; Puspa Swara, 2008.6-20.

2. Sudoyo A. W., Setiyohadi B., Alwi I., Marcellus S. K., Setiati S., Buku ajar ilmu

penyakit dalam, Jakarta; Interna Publishing, 2009;1301-41.

3. Sutanto I., Ismid I.S., Sjarifuddin P.K, Saleha S., Buku ajar parasitologi kedokteran,

Jakarta;Balai Penerbit FKUI, 2008;82-7.

4. Dejnirattisai W, Jumnainsong A, Onsirisakul N, et al. Cross-reacting antibodies enhance

dengue virus infection in humans.Science.May 7 2010; 328(5979):745-8.

5. Centre for Disease Control and Prevention (CDC). Locally acquired Dengue-

KeyWest,Florida,2009-2010.MMWR Morb Mortal Wkly Rep.May 21 2010;59(19):577-

81.

6. Halstead S., Heinz F., Barrett A., Roehrig J. Dengue virus : molecular basis of cell entry

and pathogenesis, Conference report 25-27 Juni 2004, Vienna, Austria.Vaccine.

2005;23:849-56.

14

Page 15: skenario 6

7. Suhendro, Leonard N., Khie C., Herdiman TP. Demam Berdarah Dengue. Di dalam:

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, Jakarta: PDSPDI, 2007;1709-13.

8. Tendean M. Masalah dengue di Indonesia. J Kedokteran Medik 2009 Sep-

Des;16(42): 23-37

15

Page 16: skenario 6

1

2

3

4

5

6

7