skenario 6
DESCRIPTION
pblTRANSCRIPT
Bahaya Demam Berdarah Dengue Kepada Manusia
Robert Tupan Us Abatan 102012335Gracelya Pattiasina 102012338
Sisca Natalia 102013221Erwin Febrianto 102013399
Virginia Marsella Teiseran 102014041Chrisanto 102014046
Mira Nur Indah 102014133D1
Jl. Arjuna Utara No.06 Jakarta Barat 11510
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta
ABSTRACT
Dengue fever also known as breakbonefever, is a mosquito-borne tropical disease caused by
the dengue virus. Symptoms include fever, headache, muscle and joint pains, and a
characteristic skin rash that is similar to measles. Dengue is transmitted by several species
of mosquito within the genus Aedes, principally A. aegypti. The virus has five different types;
infection with one type usually gives lifelong immunity to that type, but only short-term
immunity to the others. As there is no commercially available vaccine, prevention is sought
by reducing the habitat and the number of mosquitoes and limiting exposure to bites.
Treatment of acute dengue is supportive, using either oral or intravenous rehydration for
mild or moderate disease, and intravenous fluids and blood transfusion for more severe
cases.
Keywords: Dangue, A.aegypti, and intravenous rehydration
ABSTRAK
1
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit tropis nyamuk yang disebabkan oleh virus dengue.
Gejalanya meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, dan ruam kulit yang khas yang
miripdengan campak. Dengue yang ditularkan oleh beberapa jenis nyamuk Aedes dalam
genus, terutama A.aegypti. Virus ini memiliki lima jenis yang berbeda; Infeksi dengan satu
jenis biasanya memberikan kekebalan seumur hidup terhadap jenis itu, tetapi hanya imunitas
jangka pendek untuk orang lain. Karena tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial,
pencegahan dicari dengan mengurangi habitat dan jumlah nyamuk dan membatasi paparan
gigitan. Pengobatan demam berdarah akut mendukung, baik menggunakan rehidrasi oral atau
intravena untuk penyakit ringan atau sedang, dan cairan intravena dan transfuse darah untuk
kasus yang lebih parah.
Kata kunci: Demam Berdarah Dangue (DBD), A.aegypti dan cairan intravena
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu masalah kesehatan yang endemis
di Indonesia. Kondisi ini diakibatkan oleh infeksi virus dengue, yang boleh menyebabkan
fatal. Pelbagai langkah dilakukan bagi mengurangkan angka mortalitas oleh DBD.
Demam berdarah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
yangjumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin meluas. Demam
berdarah merupakan penyakit menular yang biasanya menyerang anak-anak. Demam
berdarah menyerang khususnya pada musim peralihan dan musim hujan karena terdapat
banyak genangan-genangan air yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk yang menjadi
pembawa virus penyebab demam berdarah. Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam
berat yang jika tidak diatasi dengan cepat, dapat menyebabkan kematian. Jadi kita seharusnya
mencegah terjadinya wabah dari demam berdarah secepat mungkin supaya meminimalisir
wabah demam berdarah1
ANAMNESIS
Pada demam berdarah dengue (DBD) ditemukan demam yang pada awalnya akut,
cukup tinggi dan kontinu. Demam ini berlangsung selama dua hingga tujuh hari. Selain itu,
didapat juga manifestasi pendarahan seperti petekie (bercak merah dalam yang merupakan
2
pendarahan kecil di bawah kulit), ekimosis (lesi berukuran lebih besar), purpura (area kecil
pendarahan kulit, dilihat sebagai bintik merah keunguan yang tidak hilang bila ditekan),
epitaksis (pendarahan hidung), gusi berdarah, hematemesis (gejala muntah darah) atau
melena (keluarnya feses disertai darah berwarna gelap). Terjadi juga pembesaran hati
(hepatomegali), dan boleh juga terjadi syok yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan
lemah, dan kulit yang lembap dan dingin dan kesadaran yang menurun.
Ada juga pasien yang mengadu mengalami nyeri kepala, nyeri retro-orbital terutama
apabila menggerakkan bola mata, penurunan nafsu makan (anoreksia), lemah badan
(malaise), nyeri sendi dan tulang, serta wajah yang kemerah-merahan (flushing), dan juga
terdapat ruam kulit. Gejala klinis pada DBD juga boleh dibedakan mengikut derajat
keparahan DBD. Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
PEMERIKSAAN
Pada pemeriksaan fisik, diperiksa tanda-tanda vital, seperti suhu tubuh, tekanan darah,
denyut nadi, perkusi dan auskultasi paru, serta pembesaran dan nyeri tekan hati. Dilihat juga
apa ada petekie di kulit orang tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan dalam mendiagnose
DBD adalah pemeriksaan kadar haemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan
darah tepi bagi melihat adanya limfositosis. Pemeriksaan boleh dilakukan dengan dua
kaidah, yaitu deteksi virus melalui metode kultur dan tes Polymerase Chain Reaction (PCR),
ataupun dengan kaedah deteksi serologis (deteksi antibodi). Deteksi melalui metode kultur
melibatkan proses yang rumit karena periode ketika virus dengue dapat dideteksi dengan baik
adalah singkat. Metode ini juga mahal, oleh itu, metode ini jarang digunakan kecuali atas
kepentingan penelitian.
Metode PCR pula dapat mengidentifikasi virus dengue pada pasien DBD hanya dalam
masa empat jam. Ini membolehkan perawatan yang tepat diberikan dengan segera. Namun,
teknik ini sangat mahal bagi sebagian besar masyarakat.
Tes serologi pula digunakan bagi mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
dengue yang berupa antibodi total yang berupa IgM atau IgG. Kadar IgM biasanya terdeteksi
pada hari ke tiga hingga lima, dan meningkat pada minggu ke tiga, dan menghilang setelah
3
60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG terdeteksi pada hari ke-14, dan pada infeksi sekunder,
terdeteksi pada hari ke dua.
Selain itu, diperiksa juga kadar leukosit, trombosit, hematokrit, dan protein pada
pasien. Pemeriksaan radiologis juga dilakukan. Ini bagi tujuan mendeteksi apakah adanya
efusi pleura atau asites. Efusi pleura adalah penumpukan cairan dalam pleura, manakala
asites pula adalah penumpukan cairan serosa dalam ruang peritoneum. Pemeriksaan
radiologis boleh dilakukan dengan cara Ultrasonografi (USG) atau dengan foto rontgen.
Diagnosa DBD ditegakkan apabila didapatkan demam atau riwayat demam akut
selama dua hingga tujuh hari, manifestasi pendarahan, trombositopenia, dan tanda kebocoran
plasma. Manifesrasi pendarahan termasuklah petekie, ekimosis, dan hematemesis, atau
pendarahan lainnya. Trombositopenemia pula merupakan keadaan dimana jumlah trombosit
menurundibawah,100,000/u.
Keadaan ini terjadi melalui dua mekanisme, yaitu supresi sumsum tulang dan
destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Tanda-tanda kebocoran plasma pula boleh
dilihat melalui peningkatan hematokrit, efusi pleura, asites atau hipoproteinemia. Kadar
leukosit pada penderita DBD juga boleh sama atau menurun. Normalnya, kadar Hb adalah
13-18 g/dl, trombosit adalah 150,000-450,000/ul, leukosit adalah 4,000-10,000/ul, dan kadar
normal hematokrit adalah; 37%-47%1.
WORKING DIAGNOSIS
Pada DBD kasus ringan maupun sedang, gejala dan tanda-tanda klinis akan
menghilang apabila demam mereda. Peredaan ini dilihat dengan pengeluaran keringat yang
banyak, dan perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah. Anggota gerak juga menjadi
dingin sebagai tanda adanya gangguan ringan dan sementara pada sirkulasi akibat kebocoran
plasma. Namun, pada kasus parah, kondisi pasien tiba-tiba memburuk setelah beberapa hari
demam. Suhu tubuh turun, dan muncul tanda-tanda kegagalan sirkulasi seperti kulit yang
terasa dingin dan bercak merah pada kulit. Pasien tampak letargi, namun mereka akan
menjadi gelisah dan menjadi syok. Nyeri abdomen merupakan suatu keluhan yang sering ada
sebelum terjadinya syok.
4
Berdasarkan kasus, laki-laki usia 20 tahun boleh didiagnosa sebagai penderita DBD
karena kadar trombositnya yang kurang dari normal, dan kadar hematokritnya yang lebih dari
normal. Riwayat demam tanpa batuk pilek, dan disertai mual dan pegal-pegal otot serta
frenitus paru kiri lemah, perkusi redup dan suara napas melemas merupakan anamnesa dari
DBD.
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Tabel 1: Diagnosa Banding DBD
DBD Demam Tifoid Demam Malaria
Demam terus menerus / X X
Mual / / /
Nyeri otot / / /
Batuk X / /
Pilek X X X
Epitaksis / / X
Penurunan kesadaran X / X
Tekanan darah tidak dapat diraba X X X
Suhu turun X X X
Denyut nadi lemah dan cepat / X XFremitus taktil paru kanan melemah, perkusi redup X X X
Suara napas vesikuler paru kanan lemah X X X
Akral lembab dan dingin X X X
Peningkatan kadar Hb / X X
Peningkatan Ht / X X
Penurunan kadar leukosit / / /
Kadar trombosit menurun / / /
Demam tifoid adalah disebabkan oleh Salmonella thyphi. Dalam minggu kedua,
didapatkan brakikardia relative, dimana terjadi peningkatan suhu, tetapi tidak terjadi
peningkatan denyut nadi. Demam tifoid dipilih sebagai diagnosa banding karena pada demam
tifoid didapatkan mual, nyeri otot, epitaksis, dan penurunan kesadaran pada kasus yang berat.
5
Epitaksis dan gejala umum lainnya akan dilihat pada minggu pertama. Namun, demam tifoid
tidak diterima sebagai WD karena khusus pada tifoid, demamnya menurun pada pagi hari dan
meninggi pada sore hari. Syok dan efusi pleura juga tidak didapatkan pada penyakit ini. Pada
pemeriksaan laboratorium, tidak didapatkan peningkatan pada Hb ataupun Ht.
Demam malaria adalah demam yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, Plasmodium
ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium falcifarum. Gejala klinis yang didapat adalah
demam dan splenomegali. Khusus pada malaria, terjadi tiga stadium, yaitu menggigil selama
15-satu jam, lalu mengalami puncak demam selama dua hingga enam jam, lalu stadium
berkeringat selama dua hingga empat jam. Pada infeksi oleh Plasmodium vivax dan
Plasmodium ovale, terjadi periodisitas demam setiap hari ketiga, manakala oleh tipe yang
lainnya, pada tiap empat hari. Pada kasus yang disebabkan oleh Plasmodium
malariae,didapat asites pada penderitanya. Demam malaria diambil sebagai DD karena gejala
umumnya seperti demam, mual dan nyeri otot menyerupai DBD. Namun, malaria tidak
diterima sebagai WD karena tidak didapatkan epitaksis, penurunan kesadaran, efusi pleura,
maupun tanda-tanda syok.
ETIOLOGI
Demam berdarah dengue (DBD) terjadi disebabkan oleh virus dengue. Virus ini
tergolong dalam famili Flaviviridae dan genus Flavivirus. Virus ini memiliki kode genetik
RNA rantai tunggal, dan dikelilingi oleh selubung inti (nukleokapsid), dan juga memiliki
selaput lipid. Genom virus ini mempunyai panjang kira-kira 11 kilobases dan berdiameter
30nm. Empat tipe virus dengue telah diisolasi, setiap satunya akan mengkode nukleokapsid
dan protein inti (C), protein yang berikatan dengan membran (M), protein pembungkus (E),
dan tujuh gen protein nonstruktural (NS).2 Virus dengue dikenal sebagai virus yang tahan
panas (termolabil), dan hal ini penting untuk diketahui dalam proses isolasi maupun untuk
mengkultur virus.
Empat tipe virus dengue adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Setiap tipe virus
ini akan menimbulkan gejala yang berbeda-beda apabila menyerang manusia. Di Indonesia,
tipe yang menyebabkan infeksi paling berat adalah GEN-3.3 Infeksi dari satu virus dengue
akan membolehkan adanya imunitas yang tetap terhadap virus tersebut, namun hanya
menimbulkan imunitas sementara dan parsial terhadap infeksi virus tipe lainnya. Apabila
6
seseorang itu pernah diinfeksi oleh virus dengue, dan kemudian terinfeksi lagi oleh virus
dengue tipe lainnya, gejala klinis yang ditunjukkan adalah lebih berat dan sering kali fatal.
Reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus yang lainnya juga bisa terjadi, sebagai
contoh persilangan dengan Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus.3,4
Virus dengue, dalam laboratorium, dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti
tikus, kelinci, anjing, kelawar dan primate. Hewan ternak seperti kuda, sapi dan babi
memiliki antibodi terhadap virus dengue. Virus ini bereplikasi pada nyamuk.
EPIDEMIOLOGI
Vektor utama DBD adalah nyamuk kebun yang dikenal sebagai Aedes aegypti,
sedangkan vektor potensialnya adalah Aedes albopictus.4 Aedes aegyptidewasa mempunyai
warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya, dan berukuran lebih
kecil jika dibandingkan dengan nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus). Nyamuk ini
memiliki morfologi khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada
punggungnya (mesonatum).
Aedes aegyptimempunyai telur dengan dinding yang bergaris-garis dan menyerupai
gambaran kain kasa. Telur nyamuk ini akan diletakkan di dinding tempat perindukan, kira-
kira 1-2 cm di atas permukaan air. Setiap kali terjadinya proses bertelur, seekor nyamuk
betina dapat menghasilkan rata-rata 100 butir telur. Aedes akan meletakkan telurnya satu per
satu secara terpisah.
Telur akan menetas setelah kira-kira dua hari dan menjadi larva. Larva mempunyai
pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri tebal. Larva ini akan mengambil masa selama
enam sehingga delapan hari untuk tumbuh dari stadium I hingga IV. Larva akan melalui
pengelupasan kulit sebanyak empat kali, kemudian tumbuh menjadi pupa, dan akhirnya
menjadi dewasa.
Pupa tidak membutuhkan makanan, namun membutuhkan oksigen yang diambil
melalui trumpet pernapasan. Pupa jantan akan menetas terlebih dahulu, dan akan berada di
dekat kawasan perindukannya untuk menunggu nyamuk betina untuk berkopulasi. Proses
pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memakan waktu kira-kira sembilan hari.
7
Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih yang
terletak berdekatan dengan rumah penduduk. Tempat perindukan tersebut terbagi kepada dua,
yaitu buatan manusia dan alamiah. Tempat perindukan buatan manusia contohnya adalah
tempayan, bak mandi dan pot bunga, sementara tempat perindukan alamiah berupa kelopak
daun tanaman, dan lubang pohon yang berisi air hujan. Sering kali ditemukan larva Aedes
aegypti bersama-sama dengan Aedes albopictus.
Hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Penghisapan darah dilakukan pada dua
waktu puncak yaitu dari jam 8.00-12.00 dan 15.00-17.00. Tempat istirahat bagi Aedes aegypti
adalah pada semak-semak atau tanaman rendah seperti rumput, juga pada benda-benda
tergantung dalam rumah seperti pakaian dan sarung. Pada keadaan biasa, umur nyamuk
betina adalah kira-kira 10 hari, dan sekiranya di dalam laboratorium bisa mencapai dua bulan.
Aedes aegypti mampu terbang sejauh dua kilometer, namun secara rata-rata nyamuk ini
hanya terbang sejauh 40 meter. Vektor potensial bagi DBD adalah Aedes albopictus.
Morfologi nyamuk ini sama seperti Aedes aegypti, tetapi pada mosonatumnya dijumpai garis
tebal putih vertikal. Larva nyamuk ini sering kali dijumpai bersama-sama dengan larva Aedes
aegypti, namun nyamuk ini lebih menyukai perindukan alamiah dan lebih suka beristirahat
diluar rumah.
Kedua-dua tipe nyamuk ini tersebar luas di seluruh Indonesia. Nyamuk ini sering
ditemukan di kota-kota pelabuhan dan di tempat pendudukan padat, naum, sering juga
ditemukan di pendesaan. Ini disebabkan oleh larvanya terbawa melalui transportasi dari
pelabuhan ke desa. DBD juga ditemukan di negara-negara lain di Asia Tenggara, Pasifik
Barat dan Karibia. Pada tahun 1989-1995 insiden DBD di Indonesia adalah antara enam
hingga 15 per 100,000 penduduk. Pada kejadian luar biasa tahun 1998, insiden DBD
meningkat hingga 35 per 100,000 penduduk. Pada tahun 1999, mortalitas DBD menurun
hingga 2%.
GAMBARAN KLINIS
Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata lima hingga lapan hari. Pada deman
dangue terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri yang hebat
pada otot dan tulang, mual kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh
atau berpusat pada supraorbital dan otot perut apabila ditekan. Otot disekitar mata juga terasa
8
pegal. Pada saat suhu tubuh turun ke normal, ruam berkurang dan cepat menghilang, bekas-
bekasnya terasa gatal. Pada sebagian suhu dapat ditemukan kurva suhu yang bifasik.
Berikut merupakan derajat keparahan DBD disertai gejala klinisnya:
Tabel 1: Derajat keparahan DBD disertai gejala klinisnya
Derajat Keparahan
DBD
Gejala Klinis
I Panas badan selama 2-7 hari, gejala umum yang tidak khas
II Gejala seperti derajat I, disertai pendarahan spontan pada kulit
seperti ptekiae, ekimosis, epitaksis, hematemesis, melena,
pendarahan gusi dan sebagainya.
III Kegagalan sirkulasi darah, denyut nadi teraba lemah dan cepat
(>120 kali per menit), tekanan nadi (<20mmHg)
IV Syok berat, denyut nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur,
denyut jantung (>140 kali per menit), ujung jari kaki dan tangan
terasa dingin, tubuh berkeringat, kulit membiru.
CARA PENULARAN
Terdapat tiga faktor tramsmisi virus yaitu vektor, penjamu dan lingkungan. Vektor
terbagi kepada pengembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor dan
transportasi vektor. Penjamu pula terbagi kepada mobilitas paparan terhadap nyamuk, usia,
jenis kelamin dan terdapatnya penderita dalam lingkungan. Akhir sekali, lingkungan terbagi
kepada curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
PATOFISIOLOGI
Nyamuk betina yang mengisap darah manusia yang mempunyai virus dengue akan
turut mengambil virus tersebut. Virus tersebut akan memperbanyak diri dalam tubuh nyamuk
dan menyebar ke seluruh jaringan tubuh, termasuk ke kelenjar liurnya, apabila nyamuk ini
9
menggigit orang sehat, virus tersebut akan ditularkan. Air liurnya dikeluarkan bersama-sama
dengan gigitan tersebut bagi memastikan darah tidak membeku. Pada DBD tidak terjadi
siklus perubahan hidup namun hanya terjadi multiplikasi virus DBD dalam tubuh nyamuk.4
Pada DBD dan juga pada sindrom syok dengue, mekanisme imunopatologis
mempunyai peran yang penting. Terdapat empat respons imun yang diketahui berperan dalam
patogenesis DBD yaitu respons humoral, limfosit T, monosit dan makrofag, dan aktivasi
komplemen oleh kompleks imun. Respon humoral adalah netralisasi virus oleh antibodi,
sitolisis oleh komplemen dan sitotoksisitas oleh antibodi. Hipotesis antibody dependent
enhancement (ADE) menyatakan bahwa antibodi terhadap virus dengue berperan pada
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Limfosit T pula berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper akan menghasilkan
interferon gamma, IL-2, dan limfokin (oleh TH1), serta IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10 (oleh
TH2). Monosit dan makrofag pula akan memfagositosis virus dengan bantuan oponisasi
antibodi, namun ini akan meningkatkan replikasi virus. Aktivasi komplemen pula
menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Ada hipotesis yang mengatakan DBD terjadi karena secondaryheterologous infection.
Apabila seseorang itu terinfeksi kali kedua oleh serotipe virus dengue yang berbeda, terjadi
reaksi amnestik antibodi yang menyebabkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Infeksi
oleh virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-
antibodi non-netralisasi. Ini menyebabkan virus bereplikasi dalam makrofag, menyebabkan
makrofag terinfeksi oleh virus. Hal ini akan mengaktifkan T-helper dan T-sitotoksik sehingga
diproduksi limfokin dan inteferon gamma. Inteferon gamma akan mengaktivasi monosit.
Hasilnya, berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor),
IL-6, dan histamin akan disekresikan. Mediator inflamasi ini akan mengakibatkan kebocoran
plasma. Peningkatan C3a dan C5a yang terjadi akibat aktivasi oleh kompleks virus-antibody
juga mengakibatkan kebocoran plasma.
10
PENATALAKSANAAN
Prinsip utama dalam terapi dengue adalah terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan
adalah tindakan yang paling penting bagi mengelakkan dehidrasi dan kemokonsentrasi secara
bermakna. Suatu protokol telah disusun pada pasien pasien dewasa berdasarkan tiga kriteria;
penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasinya,
praktis dalam pelaksanaannya, dan mempertimbangkan cost-effectiveness. Protokol ini terbagi
dalam lima katekori. Protokol 1 adalah penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa
syok. Seseorang yang tersangka DBD akan dilakukan pemeriksaan haemoglobin, hematokrit,
dan trombosit. Pasien dengan Hb, Ht dan trombosit normal atau lebih dari 100,000/ul akan
berobat jalan di poliklinik dan dilakukan pemeriksaan setiap 24 jam. Apabila Hb atau Ht normal
atau meningkat, dan trombosit turun dibawah 100,000/ul, pasien dianjurkan untuk dirawat.5
Protokol 2 adalah dimana pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
Pasien tanpa pendarahan atau syok diberi infus cairan kristalod dengan rumus: 500+[20x(Berat
Badan dalam kg-20)]. Bila kadar Hb dan Ht meningkat kurang dari 20%, dilaksanakan protokol
ini, dan dilakukan pemantauan setiap 12 jam. Namun bila Hb dan Ht meningkat melebihi 20%,
dilaksanakan protokol 3.
Protokol 3 adalah penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht lebih dari 20%. Keadaan
ini menandakan pasien dalam defisit cairan sebanyak 5%. Pasien diberikan infus cairan kristaloid
sebanyak 6-7ml/kgBB/jam. Setelah tiga hingga empat jam, dilakukan pemantauan. Bila terjadi
perbaikan seperti penurunan hematokrit, denyut nadi mulai normal, tekanan darah stabil dan
produksi urin meningkat, infus diturunkan menjadi 5ml/kgBB/jam. Sekiranya tidak berlaku
pembaikan, infus ditingkatkan menjadi 10ml/kgBB/jam. Selepas dua jam, dilakukan lagi
pemantauan. Sekiranya ada pembaikan, infus diturunkan lagi kepada 3ml/kgBB/jam sekiranya
tadi adalah 5ml/kgBB/jam, atau kepada 5ml/kgBB/jam sekiranya tadi adalah 10ml/kgBB/jam.
Infus boleh diberhentikan setelah 24-48 jam sekiranya keadaan terus membaik. Namun,
sekiranya tiada pembaikan, infus ditingkatkan menjadi 15ml/kgBB/jam, dan sekiranya ada tanda-
tanda syok, ditangani dengan protokol 5.
Protokol 4 adalah penatalaksanaan pendarahan spontan pada DBD dewasa. Pendarahan
spontan dan masif bisa terjadi dengan cara terlihat seperti epitaksis atau tersembunyi sebanyak 4-
11
5ml/kgBB/jam. Jumlah dan kecepatan pemberian cairan adalah sama seperti keadaan tanpa syok,
dan pemeriksaan kadar Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam. Pemberian
heparin dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata. Transfusi
komponen darah diberikan sesuai indikasi, dan transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien
DBD dengan pendarahan spon tan masif dengan trombosit kurang dari 100,000/ul dengan atau
tanpa koagulasi intravaskular diseminata.
Protokol 5 adalah tatalaksana SSD pada dewasa. Pasien harus segera diberikan cairan
kristalod dan oksigen sebanyak 2-4 l/menit. Dilakukan juga pemeriksaan darah perifer lengkap,
kadar elektrolit, ureum serta kreatinin. Pada awalnya, diberikan kristaloid sebanyak
10-20ml/kgBB dan dievaluasi selama 15-30 menit. Apabila syok diatasi, pemberian cairan
adalah sesuai dengan protokol 3. Syok dikatakan diatasi apabila akral teraba hangat, frekuensi
nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup kuat, dan tekanan sistolik darah
melebihi 100mmHg. Cairan infus mestilah diberhentikan apabila tidak diperlukan lagi bagi
mengelakkan masalah edema dan kegagalan jantung.
Sekiranya syok belum teratasi, cairan kristalod dapat ditingkatkan menjadi 20-30
ml/kgBB, dan dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila tetap belum teratasi, perhatikan nilai
hematokrit. Sekiranya ada peningkatan, berarti pembesaran plasma masih berlangsung dan cairan
koloid diberikan. Namun bila kadar hematokrit menurun, berarti ada pendarahan dalaman, dan
pasien harus diberikan transfusi darah segar 10ml/kgBB dan diulangi sesuai kebutuhan.
Pemberian cairan koloid adalah dengan cara tetesan cepat sebanyak 10-20ml/kgBB dan
dievaluasi selama 10-30 menit. Bila masih belum teratasi, dilakukan pemasangan kateter vena
sentral bagi mengetahui kecukupan cairan. Pemberian cairan koloid maksimal adalah
30ml/kgBB, dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila tetap juga belum diatasi,
dilakukan koreksi terhadap elektrolit, hipoglikemia, anemia dan infeksi sekunder. Obat
vasopressor juga boleh diberikan bila tekanan vena sentral sudah sesuai dengan target, tetapi
syok masih belum diatasi.
Pengawasan dini harus dilakukan karena syok ulang boleh berlaku dalam tempoh 48 jam.
Tanda-tanda vital, jumlah diuresis, kadar Hb, Ht dan trombosit dipantau.6,6,7
12
KOMPLIKASI
Tanda-tanda gangguan pada fungsi otak seperti kejang dan koma jarang dijumpai pada
kasus DBD. Namun hal ini boleh terjadi sebagai komplikasi kepada kasus SSD yang cukup lama
dan disertai dengan pendarahan pada berbagai organ termasuk otak.8 Intoksikasi air yang
diakibatkan oleh penggunaan larutan hipotonik yang tidak tepat untuk terapi DBD juga
merupakan komplikasi yang boleh mengakibatkan gangguan fungsi otak. Boleh terjadi juga
manifestasi sistem saraf pusat yang tidak normal, misalnya kejang, spastisitas dan perubahan
kesadaran. Koagulasi intravaskular diseminata berat boleh menyebabakan pendarahan atau
oklusi fokal lalu mengakibatkan kelainan pada fungsi otak atau ensefalopati. Bisa terjadi gagal
ginjal akut dan juga gagal hati. Komplikasi lain dari DBD adalah infeksi ganda dari penyakit
endemik lain seperti leptospirosis dan hepatitis B virus.
PREVENTIF
Sehingga hari ini, masih belum ada vaksin untuk membasmi virus dengue, jadi haruslah
diambil langkah pencegahan DBD. Pencegahan boleh dilakukan dengan cara pembanterasan
nyamuk vektor DBD itu sendiri. Nyamuk dewasa dibanteras dengan cara pengasapan (fogging).
Fogging menggunakan insektisida organofosfat seperti malation, dan fenitrotion. Fogging juga
boleh dilakukan dengan insektisida piretroid sintetik, misalnya lamda sihalotroin dan permetrin.
Karbamat juga boleh digunakan sebagai insektisida untuk tujuan fogging. Namun,
pembanterasan nyamuk dewasa hanya akan membawa kesan sementara karena nyamuk yang
baru akan lahir dari larva setelah beberapa hari. Maka, dilakukan juga pembanterasan larva.
Pembanterasan jentik dikenal sebagai pembanterasan sarang nyamuk (PSN). PSN
dilakukan dengan tiga cara, yaitu kimia, biologi dan fisik. Melalui cara kimia, dilakukan
abasitasi, yaitu pembanteran larva. Ini memerlukan larvasida, dan larvasida yang biasanya
digunakan adalah temefos. Kandungan temefos adalah sandgranules dengan dosis 10 gram bagi
tiap 100l air. Secara biologi, ikan pemakan jentik seperti ikan timah dipelihara. Manakala secara
fisik, dilakukan kegiatan 3M yaitu menguras, menutup dan mengubur. Melalui kaidah ini, tempat
penyimpanan air seperti bak mandi, tempayan dan sebagainya dikuras dan ditutup. Barang bekas
13
pula seperti ban dan kaleng ditanam bagi mengelakkan pembiakan nyamuk. Pengendalian
nyamuk itu sendiri dilakukan dengan bermacam kaidah. Antaranya adalah dengan mengelakkan
gigitan, seperti memasang kawat kasa di lubang angin di atas pintu, penggunaan kelambu,
insektisida dan repellent. Aktivitas 3M juga harus dilakukan secara teratur bagi memastikan
keberkesanannya. Fogging juga harus dilakukan setidaknya dua kali dengan jarak waktu 10 hari
di aderah yang terkena wabah DBD. Masyarakat juga harus dididik agar menjaga kebersihan
lingkungan bagi memusnahkan tempat pembiakan.7,8
PROGNOSIS
Kebanyakan kasus ringan DBD boleh sembuh sendiri atau dengan perawatan. Namun
pada kasus yang lebih berat seperti SSD, kebanyakannya mengakibatkan kematian apabila tidak
ditangani dengan baik. Namun, dengan terapi suportif yang adekuat, kematian boleh diturunkan
sehingga kurang dari 1%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Satari H. I., Meiliasari M., Demam berdarah, Jakarta; Puspa Swara, 2008.6-20.
2. Sudoyo A. W., Setiyohadi B., Alwi I., Marcellus S. K., Setiati S., Buku ajar ilmu
penyakit dalam, Jakarta; Interna Publishing, 2009;1301-41.
3. Sutanto I., Ismid I.S., Sjarifuddin P.K, Saleha S., Buku ajar parasitologi kedokteran,
Jakarta;Balai Penerbit FKUI, 2008;82-7.
4. Dejnirattisai W, Jumnainsong A, Onsirisakul N, et al. Cross-reacting antibodies enhance
dengue virus infection in humans.Science.May 7 2010; 328(5979):745-8.
5. Centre for Disease Control and Prevention (CDC). Locally acquired Dengue-
KeyWest,Florida,2009-2010.MMWR Morb Mortal Wkly Rep.May 21 2010;59(19):577-
81.
6. Halstead S., Heinz F., Barrett A., Roehrig J. Dengue virus : molecular basis of cell entry
and pathogenesis, Conference report 25-27 Juni 2004, Vienna, Austria.Vaccine.
2005;23:849-56.
14
7. Suhendro, Leonard N., Khie C., Herdiman TP. Demam Berdarah Dengue. Di dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, Jakarta: PDSPDI, 2007;1709-13.
8. Tendean M. Masalah dengue di Indonesia. J Kedokteran Medik 2009 Sep-
Des;16(42): 23-37
15
1
2
3
4
5
6
7