diskusi kasus i

13
Kasus 1 A PATIENT WITH A BRAIN TUMOUR Physician: There was a man aged 75 years who had a primary malignant tumour of the occipital lobe. The dilemma was whether to operate on him or just give him symptomatic treatment. Because I had explained to the family that even if we operated on him and then gave him chemotherapy and radiotherapy post-operatively, then most likely his life span would not extend beyond one- or one-and-a-half years, even after full treatment. On the other hand, if we left him without surgery and subjected him to supportive therapy, he might then survive for about 6-9 months. Now, really, I was quite confused whether to take a decision in favour of the surgery or to manage his condition conservatively, because he was not a very good surgical candidate. He was obese and hypertensive. I left the final decision to the family. Questions This physician leaves the decision concerning treatment to the family without giving a clear recommendation and without involving the patient. Discuss the ethical implications. Do you find this process agreeable? Why/why not? Translasi: Seorang laki-laki berumur 75 tahun memiliki tumor ganas primer pada lobus oksipitalnya. Dilema pada kasus ini adalah apakah akan dilakukan operasi atau hanya memberikan pengobtan simtomatis saja. Karena dokter sudah menjelaskan kepada

Upload: indah-permata-sari

Post on 27-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BHL

TRANSCRIPT

Page 1: Diskusi Kasus i

Kasus 1

A PATIENT WITH A BRAIN TUMOUR

Physician: There was a man aged 75 years who had a primary malignant tumour of the

occipital lobe. The dilemma was whether to operate on him or just give him symptomatic

treatment. Because I had explained to the family that even if we operated on him and then

gave him chemotherapy and radiotherapy post-operatively, then most likely his life span

would not extend beyond one- or one-and-a-half years, even after full treatment. On the other

hand, if we left him without surgery and subjected him to supportive therapy, he might then

survive for about 6-9 months. Now, really, I was quite confused whether to take a decision in

favour of the surgery or to manage his condition conservatively, because he was not a very

good surgical candidate. He was obese and hypertensive. I left the final decision to the

family.

Questions

This physician leaves the decision concerning treatment to the family without giving a clear

recommendation and without involving the patient. Discuss the ethical implications. Do you

find this process agreeable? Why/why not?

Translasi:

Seorang laki-laki berumur 75 tahun memiliki tumor ganas primer pada lobus oksipitalnya.

Dilema pada kasus ini adalah apakah akan dilakukan operasi atau hanya memberikan

pengobtan simtomatis saja. Karena dokter sudah menjelaskan kepada keluarga walaupun

sudah dioperasi dan mendapatkan kemoterapi serta radioterapi setelah operasi, jangka waktu

hidup pasien berkisar 1-1,5 tahun, walaupun sudah menerima terapi penuh. Di sisi lain, jika

tidak dilakukan operasi dan hanya memberikan terapi suportif, dapat bertahan hidup kira-kira

6-9 bulan. Dokter sangat bingung untuk membuat keputusan untuk mengoperasi atau hanya

terapi konservatif saja, karena dia tidak dalam kondisi yang baik untuk dioperasi. Dia

obesitas dan hipertensi. Dokter memberikan keputusan final pada keluarga. Dokter

memberikan keputusan pemilihan terapi kepada keluarga tanpa memberikan rekomendasi

yang jelas dan tanpa melibatkan pasien.

Page 2: Diskusi Kasus i

Ethical Problem Solving

Konteks Dilema etik Self assessment Verifikasi Reasons

Pasien dengan tumor

ganas pada otak lobus oksipitalis

Dilema etik dalam mengambil keputusan antara operasi atau tidak, jika dilakukan operasi akan beresiko tapi harapan hidup lebih lama,tapi resikonya besar karena hipertensi dan obesitas. Jika tidak dilakukan operasi akan kecil harapan hidupnya.

a. Ada 4 aspek yang harus diperhatikan indikasi medik, patient preference, contextual, dan quality of life.

b. Menyerahkan keputusan ke pasien tapi harus dijelaskan secara jelas.

c. Jika pasien tidak kompeten (tidak sadarkan diri karena penyakitnya berat) maka diberi ke keluarga.

d. Karena pertimbangan budaya. Jika budaya timur maka perlu diperhatikan untuk mengkonsultasikan kepada keluarga.

a. Aspek indikasi medis yakni fakta, opini, dan interpretasi tentang kondisi fisik dan/ psikis pasien yang mendasari diagnosis dan intervensi medis. Setiap intervensi medis seharusnya didasarkan atas adanya indikasi medik, SOP dan standar profesi.Aspek Preferensi pasien yakni pilihan pasien saat mereka dihadapkan dengan keputusan tentang status kesehatan dan intervensi medis. Pilihan dibuat pasien berdasarkan informasi yang diberikan dokter. Kemampuan preferensi pasien untuk menerima atau menolak intervensi medis mempunyai implikasi medis, etik, hokum dan psikis. Preferensi pasien adalah inti dari hubungan dokter-pasien.Aspek kualitas hidup merupakan tujuan dasar dari intervensi medis. Pasien dan dokter harus menentukan kualitas hidup seperti apa yang diinginkan, bagaimana cara mencapainya dan resiko serta kerugian apa yang terkait dengan keinginannya. Penilaian kualitas hidup dapat bersifat subjektif (menurut pasien, keluarga, teman, dokter atau perawat) dan objektif (berdasarkan criteria atau skala tertentu)

b. Menurut UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 45 menyebutkan bahwa setiap tindakan kedokteran yang akan dilakuakan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. Pasal 52 menyebutkan bahwa hak pasien adalah mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis, meminta

Jika menjadi pasien pada kasus,

a. Ingin dioperasi tapi tidak merepotkan keluarga.

b. Tidak memilih operasi karena merepotkan keluarga dan mengingat usia nya sudah tua dan membebankan keluarga (takut tidak berbuat apa-apa di keluarga)

c. Bertanya kepada dokter bagimana jika di operasi atau tidak. Tapi tidak pasrah begitu saja dan tetap mencari usaha yang lainnya untuk pengobatannya.

Dokter bingung harus menyampaikan kepada keluarga atau pasien saja, atau keduanya.

Dokter bingung dalam merekomendasikan pilihan terapi.

Page 3: Diskusi Kasus i

pendapat dokter lain, mendapat pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan medis, dan menolak tindakan medis.

c. UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 54 juga menyebutkan bahwa setiap orang berhak menerima/menolak sebagian/seluruhnya tindakan pertolongan yang akan diterima, setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. Pasal 56 menyebutkan bahwa hak untuk menerima atau menolak tidak berlaku pada keadaan penyakit yang secara cepat menular, tidak sadarkan diri dan gangguan mental yang berat. Pasal 5 ayat 3: Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggungjawab

Page 4: Diskusi Kasus i

Kasus 2

Correcting a colleague's excessive medication of a patient

Physician: Sometimes you see patients who have been seen by other doctors. And they come

with the prescriptions. Sometimes a prescription which has been given to the patient contains

many drugs, which may not be needed. A mother came with her child who had been

prescribed a lot of unnecessary drugs. Now, the question arises: Should I tell the mother that

"Don't give the medicines, it will harm your child", because if you tell that, then your

personal relationship with your colleague might be strained. But you know that so many

drugs are not good for the child and therefore should not be used. It is a difficult situation. I

told the mother that "probably these medicines were prescribed when your physician saw the

child for the first time. But I don't think these medicines should be taken any more. So you

can stop all these medicines and give only these drugs."

Questions

Discuss the problem of excessive, unnecessary and potentially harmful overprescription of

drugs. Identify factors that may contribute to this problem. List all the ethical issues involved

and discuss how the individual physician should deal with the problem.

Q Is the physician correct in protecting his colleague in this way? Discuss the conflict of

professional ethics versus the obligation to serve the patient's interests in cases like this.

Translasi:

Kadang-kadang ada pasien yang telah diperiksa oleh dokter tertentu, kemudian datang kepada

dokter yang lainnya dengan resep yang diberikan oleh dokter pertama; Kadang-kadang resep

yang telah diberikan kepada pasien mengandung banyak obat, yang mungkin tidak

diperlukan. Seorang ibu datang dengan anaknya dengan banyak obat yang sebenarnya tidak

diperlukan. Sekarang, muncul pertanyaan: Apakah saya harus memberitahu ibu tersebut

bahwa “Jangan memberikan obat-obatan ini, itu akan membahayakan anak Anda”, karena

jika Anda mengatakan itu, maka hubungan pribadi Anda dengan teman sejawat Anda akan

menjadi renggang (tidak harmonis). Namun, Anda tahu bahwa begitu banyak obat-obatan

yang tidak baik bagi anak dan oleh karena itu tidak boleh digunakan. Ini merupakan situasi

Page 5: Diskusi Kasus i

yang sulit. Saya ceritakan pada Ibu bahwa “mungkin ini obat yang diresepkan dokter Anda

ketika melihat anak untuk pertama kali, tetapi saya pikir obat-obatan ini sudah tidak perlu

diminum lagi melihat kondisi anak Ibu sekarang”. Sehingga Anda dapat menghentikan semua

obat-obatan dan hanya memberikan obat-obatan yang diperlukan saja.

Page 6: Diskusi Kasus i

Ethical Problem Solving

Konteks Dilema etik Self assessment Verifikasi Reasons

Polifarmasi: hubungan

dokter denngan pasien

Dilema untuk menghentikan pengobatan atau tidak.

a. Setuju dengan tindakan dokter yang memberi tahu penghentian polifarmasi demi kebaikan pasien serta pertimbangan ekonomi agar biaya tidak bertambah mahal.

b. Kepada teman sejawat wajib memberitahu secara jujur mengenai kesalahan yang diperbuat oleh teman sejawat secara jujur.

c. Dihadapan pasien juga menyampaikan untung rugi obat yang dipakai tetapi tidak memojokkan dan menyindir teman sejawat yang lainnya.

a. Alasanya karena dokter pertama kurang percaya diri dalam melakukan penanganan kepada pasien.

b. Dalam hal ini diperlukan komite etik agar menengahi apabila terjadi konflik antara teman sejawat.

c. Berdasarkan UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 4 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Dalam hal ini pasien berhak atas kesehatan, bukan justru mendapatkan kesehatan yang buruk akibat polifarmasi. Pasal 7 menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab. Pasal 8 meyebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya. Pasal 56 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. Pasal-pasal tersebut menunjukkan bahwa dokter mempunyai kewajiban memberikan informasi selengkap-lengkapnya kepada pasien, termasuk info tentang obat-obatan yang sedang dikonsumsinya.

d. UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran juga menekankan hal yang sama dalam hak pasien untuk mendapatkan informasi yang lengkap mengenai penyakit yang dideritanya serta pengobatan yang ia dapatkan. Pasal 45 ayat : Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Ayat 2: Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. Ayat 3: Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sekurang-kurangnya mencakup diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan lain

Jika menjadi pasien pada kasus,

a. Ingin tau perbedaan antara pendapat dokter pertma dan kedua.

b. Mengadakan pertemuan dengan dokter pertama dan kedua atau melakukan konfirmasi pada dokter pertama.

c. Sebaiknya menghindari doctor shopping.

Polifarmasi: hubungan

dokter dengan sejawat

Dilema dalam menyikapi sikap sejawat yang memberikan polifarmasi pada pasien dan bagaimana cara penyampaiannya kepada teman sejawat.

Page 7: Diskusi Kasus i

d. Diberitahu juga pada pasien agar tidak melakukan doctor shopping.

dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

e. KODEKI Pasal 7a menyebutkan bahwa seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih saying (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia. Pasal 7b: seorang dokter harus jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

Page 8: Diskusi Kasus i

Tugas Kasus 1

Nn. X mengalami nyeri ulu hati dan muntah-muntah selama 3 hari. Kemudian Nn. X

pergi ke dr. Ganteng, Sp. PD. untuk memeriksakan kondisinya. dr.Ganteng melakukan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan USG untuk memeriksa keadaan Nn.X. dr.Ganteng

memberitahukan kepada Nn.X bahwa hasil USG menunjukkan adanya pembesaran empedu.

Nn. X mendapatkan 4 macam obat. Keluhan nyeri dan mual tidak berkurang sampai hari

berikutnya.

Pasien akhirnya memutuskan untuk pergi ke di tempat dr. Ganteng. Tetapi karena

belum jam praktek, maka dokter tersebut tidak dapat ditemui. Maka, pasien menemui dr.

Baik yaitu seorang dokter umum. Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksann fisik, Nn.X

didiagnosis menderita gangguan kecemasan. Obat yang diberikan hanya 2 macam dan

edukasi dalam mengatasi kecemasan. Nn.X disarankan untuk mengurangi beberapa obat

yang diberikan oleh dr.Ganteng. Kondisi Nn.X membaik setelah meminum obat dari dr.Baik.

Tugas Kasus 2

dr. X, Sp. B. yang berpengalaman, baru saja akan menyelesaikan tugas jaga malamnya di

sebuah rumah sakit. Ny. Cantik dibawa ke RS oleh ibunya. Ibunya langsung pergi setelah

berbicara dengan suster jaga bahwa dia harus pergi menjaga anak-anaknya yang lain. Ny.

cantik mengalami perdarahan vaginal dan sangat kesakitan. dr. X, Sp. B. melakukan

pemeriksaan dan menduga bahwa kemungkinan pasien mengalami keguguran atau mencoba

melakukan aborsi. dr. X, Sp. B. segera melakukan dilatasi dan curettage dan mengatakan

kepada suster untuk menanyakan kepada pasien apakah dia bersedia opname di RS sampai

keadaaanya benar-benar baik. dr. Q datang menggantikan dr. X, Sp. B., yang pulang tanpa

berbicara langsung kepada pasien.