tt fp sirosis

39
Collaborative Learning (FP) Blok Gastrointestinal Track SIROSIS Oleh: Kelompok 6 Anita Ika Lestari 115070207111011 Kinanti Primandini 115070207111013 Wisam Wafi Kurniawan 115070207111015 Maretta Sekar Dewi 115070207111017 Giovanny Sumeinar 115070207111019 Dewanti Erin Sasmi 115070213111001 Dhinar Ika Wardhani P 115070207111025 Yuni Widiyaningsih 115070207111027 Baiq Ririn Vihasti S. 115070207111029 Isroah 115070207111031 Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Upload: giovanny-sumeinar

Post on 21-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sirosis

TRANSCRIPT

Page 1: Tt Fp Sirosis

Collaborative Learning (FP)

Blok Gastrointestinal Track

SIROSIS

Oleh: Kelompok 6

Anita Ika Lestari 115070207111011

Kinanti Primandini 115070207111013

Wisam Wafi Kurniawan 115070207111015

Maretta Sekar Dewi 115070207111017

Giovanny Sumeinar 115070207111019

Dewanti Erin Sasmi 115070213111001

Dhinar Ika Wardhani P 115070207111025

Yuni Widiyaningsih 115070207111027

Baiq Ririn Vihasti S. 115070207111029

Isroah 115070207111031

Jurusan Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Malang

2014

Page 2: Tt Fp Sirosis

1. DEFINISI

Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya

pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses

peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha

regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi

mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul

tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).

Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan

stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan

distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. (Sudoyo Aru W,

dkk, 2006)

Sirosis hati adalah kondisi fibrosis dan pembentukan jaringan parut yang difus

di hati. Jaringan hati normal digantikan oleh nodus-nodus fibrosa keras serta pita-

pita fibrosa yang mengerut dan mengelilingi hepatosit sehingga fungsi hati normal

terganggu (Corwin, 2008).

Sirosis hati dapat dikatakan sebagai suatu keadaan disorganisasi yang difus

dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan yang

mengalami fibrosis yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang proses

peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan

terbentuknya jaringan parut.sel-sel hati yang tidak mati bergenerasi untuk

menggantikan sel-sel sel-sel yang telah mati. Akibatnya , sekelompok-sekelompok

sel-sel baru ( regenerative nodules ) dalam jaringan parut ( Nurjanah, 2007 ).

2. KLASIFIKASI

Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis yaitu:

1. Mikronudular (Sirosis Portal)

Sirosis mikronodular merupakan tanda gangguan kemampuan regenerasi,

misalnya pada penderita alkoholik, malnutrisi, usia lanjut, dan anemia

(Soemoharjo, 2008). Mikronodular ditandai oleh pita fibrotic tebal teratur yang

menghubungkan porta dengan vena hepatica dan disertai nodul-nodul

regenerative kecil. Hati pada awalnya membesar tetapi rata namun akhirnya

mengerut akibat fibrosis progesif (Rubenstein et al. 2007).

Page 3: Tt Fp Sirosis

2. Makronodular (Sirosis Pascanekrotik)

Sikrosis makronodular ditandai dengan septa dan nodule besar dengan

berbagai ukuran. Sel-sel yang mengalami regenerasi tmapak membesar dengan

inti sel yang besar pula (Soemoharjo, 2008). Makronodular lebih jarang

ditemukan. Jenis ini diyakini biasanya terjadi setelah hepatitis virus disertai

nekrosis yang luas.Hati membesar dan bentuknya sangat tidak teratur akibat

nodul. (Rubenstein et al. 2007).

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro dan makronodular)

Sirosis mikronodular yang mengalami regenerasi menyebabkan gambaran

campuran mikronodular dan makronodular. Dengan berjalannya waktu, sirosis

mikroodular sering berubah menjadi makronodular (Soemoharjo, 2008).

Secara fungsional terbagi atas:

1. Sirosis Hati Kompensata

Gejala sering tidak jelas dan sering kali ditemukan secara kebetulan karena

keluhan yang tidak khas, misalnya keluhan dispepsis. Sirosis baru dicurigai

setelah kemudian didapati hepatomegali atau splenomegali, spider nevi, dna

eritema Palmaris. Kecurigaan perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan

laboratorium dan USG. bila tidak jelas, dilakukan biopsy hati. Padaa saat

diagnosis sirosis hati kompensata ditegakkan, varises esophagus sudah

diidapatkan pada 30% penderita. Varises ini biasanya ditemukan pada

endoskopi rutin untuk mendiagnosis penyakit lain, misalnya dyspepsia

(Soemoharjo, 2008)

2. Sirosis Hati Dekompensata

Gejala-gejala lebih jelas. Penderita sering datang ke dokter karena keluhan

ascites atau ikterus atau muntah darah. Sering didapatkan demam ringan yang

berkepanjangan karena bakteremia gram negative.

Hepatosplenomegali sering ditemukan, demikian pula ikterus dan ascites. Pada

banyak penderita, didapatkan pigmentasi yang meningkat pada wajah, spider

nevi, dan eritema Palmaris. Secara rutin, harus dicari adanya flapping tremor.

Pada saat dibuat diagnosis sirosis hati dekompensata, varises ditemukan pada

60% penderita, namun hanya 30% yang mengalami perdarahan varises. Pada

Page 4: Tt Fp Sirosis

sirosis hati dekompensata, dapat terjadi berbagai manifestasi ekstrahepatik,

misalnya sindrom hepatopulmonar yang merupakan kelainan oksigenasi paru,

hipertensi hepatopulmonar yang menyebabkan kenaikan tekanan arteri

pulmonary dan peningkatan hambatan pembuluh pulmonary. Disamping itu,

dapat terjadi sindrom hepatorenal berupa gangguan fungsi ginjal akibat

vasokontriksi renal.

Gambaran laboratorium sirosisis hati dekompensata

a. Hematologi

- Sel darah putih: dapat ditemukan pansitopenia karena hipersplenisme

- Penelitian menunjukkan bahwa trombositopenia tidak selalu disertai

tanda-tanda hiperspleniseme.

- Penyebab trombositopenia ini belum diketahui tetapi secara umum

trombositopenia dapat menjadi indicator derajat sirosis serta progonosis.

- PPT dan INR sering memanjang pada kasus lanjut tidak membaik

dengan pemberian vitamin K

b. Biokimia

- Bilirubin dapat meningkat

- Albumin menurun dna gamma globulin menigkat. Pemeriksaan selisis

kadar albumin serum dan kadar albumin ascites (Serum Ascites Albumin

Gradient) dapat menunjukkan asal ascites tersebut. Bila perbedaannya

>1,1 mg% kemungkinan besar terdapat hipertensi portal

- Alkali fosfatase meningkat tapi umumnya tidak lebih dari 2x normal.

- ALT dan AST dapat meningkat tapi juga sering normal (Soemoharjo,

2008)

3. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO

Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas

penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang

disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan

dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari

penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis),

Page 5: Tt Fp Sirosis

penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati

bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis

(sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan

kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.

Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan

penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh

virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui

penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol

sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena

belum ada penelitian yang mendata kasus sirosis akibat alkohol.

Pada kasus ini, kemungkinan yang menjadi penyebab sirosis adalah

perkembangan dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh alkoholik.

Pasien mengaku gemar mengkonsumsi arak tradisional sejak muda, 2-3 kali tiap

minggu, tiap kali minum biasanya 1-2 gelas. Alkohol merupakan salah satu faktor

risiko terjadinya sirosis hepatis karena menyebabkan hepatitis alkoholik yang

kemudian dapat berkembang menjadi sirosis hepatis.

a. Etiologi Berdasar Patogenesisnya

Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus mulai dari hepatitis virus

menjadi Sirosis Hepatis belum jelas. Patogenesis yang mungkin terjadi yaitu :

1. Mekanis

2. Immunologis

3. Kombinasi keduanya

Namun yang utama adalah terjadinya peningkatan aktivitas fibroblast dan

pembentukan jaringan ikat.

1. Mekanis

Pada daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka reticulum lobul

yang mengalami kolaps akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya

daerah parut yang luas. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati

yang bertahan hidup berkembang menjadi nodul regenerasi.

Page 6: Tt Fp Sirosis

2. Teori Imunologis

Sirosis Hepatis dikatakan dapat berkembang dari hepatitis akut jika melalui

proses hepatitis kronik aktif terlebih dahulu. Mekanisme imunologis

mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronis. Ada 2 bentuk hepatitis

kronis :

Hepatitis kronik tipe B

Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB

Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk

menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung

virus ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang

berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati.

Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsy hati berulang pada penderita

hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa

berlangsung sangat lama. Bisa lebih dari 10 tahun.

b. Etiologi Menurut Faktor Resikonya

Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.

1. Faktor keturunan dan malnutrisi

WATERLOO (1997) berpendapat bahwa faktor kekurangan nutrisi

terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis

Hepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis

ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.

2. Hepatitis virus

Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari

Sirosis Hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B

lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi

gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan

dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak

yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis.

Page 7: Tt Fp Sirosis

Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B

akut akan menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratories

ditemukan HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu

disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan,

maka mempunyai prognosis kurang baik (Sujono Hadi).

3. Zat hepatotoksik

Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya

kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara

akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan

kronik akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan

hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan

terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata,

dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering

disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah

penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi).

4. Penyakit Wilson

Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-

orang muda dengan ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia basalis

dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat

kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan

defisiensi bawaan dan sitoplasmin.

5. Hemokromatosis

Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan

timbulnya hemokromatosis, yaitu :

sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe.

kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada

penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari

Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis Hepatis.

Page 8: Tt Fp Sirosis

6. Sebab-sebab lain

kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis

kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi

dan nekrosis sentrilibuler.

sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat

menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai

pada kaum wanita.

penyebab Sirosis Hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam

sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (menurut

Reer 40%, Sherlock melaporkan 49%). Penderita ini sebelumnya tidak

menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau alkoholisme, sedangkan dalam

makanannya cukup mengandung protein.

c. Etiologi menurut Klasifikasinya

Ada 3 tipe sirosis hepatis :

1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara

khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

2. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar

sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di

sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan

infeksi (kolangitis).

4. EPIDEMIOLOGI

Sirosis hati dijupai diseluruh Negara termasuk Indonesia. Penderita sirosis

hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki dibandingkan pada kaum

perempuan. Insidensi penyakit ini sangat meningkat sejak perang dunia II,

sehingga sirosis menjadi salah satu penyebab kematian yang paling menonjol.

Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh insidensi hepatitis virus, namun yang

lebih bermakna adalah karena asupan alcohol yang sangat meningkat.

Page 9: Tt Fp Sirosis

Penyakit hati kronis dan sirosis hati mengakibatkan sekitar 35.000

kematian setiap tahun di Amerika Serikat dan bertanggung jawab atas 1,2% dari

semua kematian. Di Skotlandia pada tahun 2002 angka kematian akibat sirosis

hati berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki, yaitu 45,2 per 100.000 penduduk

dan pada perempuan 19,9 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2004, sirosis hati

merupakan urutan ke 12 dari 15 penyebab kematian terutama di Amerika

Serikat.

Dari hasil pemantauan berkala, sejak timbulnya hepatitis C akut menjadi

sirosis hati rata-rata memakan waktu sekitar 17 tahun. Menurut hasil penelitian

soeliadi di RS Dr. Sardjito dan RS Panti Rapih pada tahun 1992 menemukan

bahwa dari 172 penderita penyakit hati terdapat 25,58% penderita dengan

HbsAg positif dan anti kepatitis virus C positif sebesar 41,27%. Berdasarkan data

profil kesehatan Indonesia, pada tahun 2003 insiden hepatitis C di Indonesia, 3

per 100.000 penduduk, dengan prevalens tertinggi di provinsi DKI Jakarta, yaitu

31 per 100.000 penduduk.

Menurut hasil penelitian Nur Aisyah di RSU Dr. Pirngadi Medan pada

tahun 2002-2006 terdapat 669 penderita sirosis hepatis. Dari 251 penderita

terdapat 56,6% penderita yang memiliki riwayat hepatitis. Hasil penelitian Karina

(2007) di RSUP Dr. Kariadi Semarang menemukan dari 36 penderita sirosis

hepatis, 52,8% memiliki riwayat hepatitis B dan 25% dengan riwayat hepatitis C.

5. PATOFISOLOGI

(Terlampir)

6. MANIFESTASI KLINIS

Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver

yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual,

badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan

darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada sirosis terjadi kerusakan hati

yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat

yang difus.

Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab serta

perkembangan tingkat kegagalan hepato selullar dan fibrosisnya. Manifestasi klinis

Page 10: Tt Fp Sirosis

sirosis umumnya merupakan kombinasi dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi

porta. Berdasarkan stadium klinis sirosis dapat di bagi 2 bentuk.

a. Stadium kompensata

Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering

ditemukan kebetulan.

b. Stadium dekompensata

Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata melibatkan

berbagai sistem. Pada gastrointestinal terdapat gangguan saluran cerna seperti

mual, muntah dan anoreksia sering terjadi. Diare pada pasien sirosis dapat

terjadi akibat mal-absorbsi, defisiensi asam empedu atau akibat mal-nutrisi yang

terjadi. Nyeri abdomen dapat terjadi karena gall-stones, refluk gastroesophageal

atau karena pembesaran hati. Hematemesis serta hema-tokezia dapat terjadi

karena pecahnya varises esophagus ataupun rektal akibat hipertensi porta.

Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan

gangguan pembekuan darah. Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas

karena menurunnya daya perfusi  pulmonal, terjadinya kolateral

portapulmonal, kapasitas vital paru yang menurun serta terdapatnya asites

dan hepatosplenomegali. Mekanisme yang menyebabkan perobahan perfusi

paru belum diketahui dengan pasti. Hipoksia ditemukan pada 2%-30% anak

dengan sirosis. Sianosis dan clubbing finger dapat terjadi karena hipoksemia

kronik akibat terjadinya kolateral paru-sistemik. 

Pada kardiovaskular manifestasinya sering berupa peningkatan kardiac output

yang dapat berkembang menjadi sistemik resistensi serta penurunan hepatic

blood flow (hipertensi porta), selanjutnya dapat pula menjadi hipertensi

sistemik.

Pada sistim endokrin kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam

mensintesis atau metabolisme hormon. Keterlambatan pubertas dan pada

adolesen dapat ditemukan penurunan libido serta impontensia karena

penurunan sintesis testeron di hati. Juga dapat terjadi feminisasi berupa

ginekomastia serta kurangnya pertumbuhan rambut.(8,9)

Page 11: Tt Fp Sirosis

Pada sistim neurologis ensefalopati terjadi karena kerusakan lanjut dari sel

hati.  Gangguan neurologis dapat berupa asteriksis (flapping tremor),

gangguan kesadaran dan emosi.

Sistem imun pada sirosis dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang

dapat menyebabkan rentan terhadap berbagai infeksi, diantaranya yang

paling sering terjadi pneumonia dan peritonitis bakterialis spontan. Kelainan

yang ditemu-kan sering berupa penurunan aktifitas fagosit sistem retikulo-

endo-telial, opsonisasi, kadar komplemen C2, C3 dan C4 serta aktifitas pro-

liferatif monosit.(1,8,9)

Sepertiga dari kasus sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi jarang

yang lebih dari 38ºC dan tidak dipengaruhi oleh pemberian anti-biotik.

Keadaan ini mungkin disebabkan oleh sitokin seperti tumor-necrosis-factor

(TNF) yang dibebaskan pada proses inflamasi.

Gangguan nutrisi yang terjadi dapat berupa mal-nutrisi, anoreksia, mal-

absorbsi, hipo-albuminemia serta defisensi vitamin yang larut dalam lemak.

Sering pula terjadi hipo-kalemia karena hilangnya kalium melalui muntah,

diare atau karena pengaruh pemberian diuretik.

Pada pemeriksaan fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadang-

kadang mengkerut dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama

pada hipertensi porta. Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering

juga didapatkan spider angiomata.

Retensi cairan dan natrium pada sirosis memberikan kecendrungan

terdapatnya peningkatan hilangnya kalium sehingga terjadi penurunan kadar

kalium total dalam tubuh. Terjadinya hiper aldosteron yang disertai kurangnya

masukan makanan, serta terdapatnya gangguan fungsi tubulus yang dapat

memperberat terjadinya hipo-kalemia. Kondisi hipo-kalemia ini dapat

menyebab-kan terjadinya ensefalopati karena dapat menyebabkan

peningkatan absorbsi amonia dan alkalosis.

Manifestasi lain

a. Pembesaran Hati

Page 12: Tt Fp Sirosis

Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya

dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam, nyeri

abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru

saja terjadi.

Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati

membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa

nyeri bila ditekan.

b. Obstruksi Portal dan Asites

Hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka

aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal

dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang

kronis.

Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan

menyebabkan asites, yang ditunjukan melalui perfusi adanya shifting dullness

atau gelombang cairan.

c. Varises Gastrointestinal

Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik

juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam system

gastrointestinal dan pemintasan ( shunting ) darah dari pembuluh portal kedalam

pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.

d. Edema

Kegagalan hati yang kronis menyebabkan konsentrasi albumin plasma

menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema.

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk

pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah

peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul

setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi

garam dan air.

e. Defiensi Vitamin dan Anemia

Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu

yang tidak memadai ( terutama Vitamin A, C, K ) maka tanda-tanda defisiensi

Page 13: Tt Fp Sirosis

vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang

berkaitan dengan defisiensi vitamin K.

f. Kemunduran Mental

Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan

ensefalopati dan koma hepatic yang membakat

g. Hipertensi portal

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang

memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan

resistensi terhadap aliran darah melalui hati.

h. Adanya ikterus(penguningan) pada penderita sirosis.

Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda

bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata

terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.

Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi

sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.

i. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding abdomen dan

thoraks, kaput medusa, wasir dan varises esofagus.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan fisik

a. Kesadaran dan keadaan umum pasien

Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (compos mentis

– coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien,

kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak

langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya

anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.

b. Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki

TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan

umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai

kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa

dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi),

Page 14: Tt Fp Sirosis

disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA

untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam

tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yang

terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.

Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal

adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik,

konsistensi biasanya kenyal/firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan

pada perabaan hati.

Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :

- Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-

I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)

- Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.

Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena

kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder

nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae

dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris,

ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.

2. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Darah

dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom

mikrositer/hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme

dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah

mempunyai prognosis yang kurang baik.

2) Urine

Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada

ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine

berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah

terjadi syndrome hepatorenal.

3) Kenaikan kadar enzim transaminase, SGOT, SGPT bukan merupakan

petunjuk berat ringannya kerusakan paremkim hati, kenaikan kadar ini timbul

Page 15: Tt Fp Sirosis

dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin,

transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.

4) Tes faal hati

Pada sirosis, globulin meningkat yang merupakan cerminan daya tahan sel

hati yang kurang dan menghadapi stress, sedangkan albumin menurun

karena kemampuan sel hati yang kurang/berkurang. Pada orang normal tiap

hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya

dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam darah

3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur

melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan

normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam

empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi

kelainan hati secara dini.

5) Tinja

Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,

ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh

darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen

yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.

6) Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun

menunjukkan kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun

akan menunjukan prognasis jelek

7) Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam

dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan

kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.

8) Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan

fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik

dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.

9) Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen

sehingga bila terus meninggi prognosis jelek,

10)Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/HbcAb,

HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan

Page 16: Tt Fp Sirosis

pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah

terjadi transpormasi kearah keganasan.

b. Pemeriksaan lainya

1) Radiologi. Dengan barium swallow dapat dilihat varises esophagus untuk

konfirmasi adanya hipertensi portal

2) Esofagoskopi

Dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi

portal. Akelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber

perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan

kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale

marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai

tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan

panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar.

3) Ultra sonografi

Untuk mengetahui secara lengkap fisik hati dan bentuk permukaan dan

lain-lain. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit.

Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan

irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG,

yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak

membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.

Pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat

pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman seorang

sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir hati,

pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran

vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo atau

hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion0. Sonografi

bisamendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata,

hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran

empedu, dll.

Page 17: Tt Fp Sirosis

4) Peritoneoskopi (laparoskopi)

Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati

akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang

besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya

tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.

5) Radiografi Gastro intestinal bagian atas dilakukan pemeriksaan secara

berseri pada esofagus atau gaster atau ulserasi duodenum.

6) Pemeriksaan angiografi untuk mengidentifikasi tempat perdarahan arteri yang

nyata.

7) CT scan untuk membantu mendeteksi ascites kecil yang memberikan

informasi tentang volume dan karakter dari kumpulan cairan.

8) Radio isotof hati mengidentifikasi adanya massa pada hati.

9) Biopsi jaringan hati yang rusak, infiltrasi lemak dan fibrosis sel

hati,mengidentifikasikan adanya sirosis.Pemeriksaan ini juga untuk

mendiagnosa adanya tumor ganas dan infeksi pada hati.

10)Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil

oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihat besar dan

bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati

dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara

bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus.

11)Tomografi komputerisasi : walaupun mahal sangat berguna untuk

mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat

dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.

12)E R C P : digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.

13)Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama

pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat

berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan

mendeteksi tumor atau kista.

14)Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan

melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis

bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan

Page 18: Tt Fp Sirosis

pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar

protein,amilase dan lipase.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Terapi Diet dan Istirahat

a. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan

demam.

b. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2000 kalori).

Bila adavasites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1000-

2000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori ( 2000-3000

kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari).

Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam

makanan dihentikan (diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit

demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang

melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein

dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet

yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan

2. Terapi Farmakologis

a. Pengobatan Berdasarkan Etiologi

Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan

interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian

pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan

pengobatan IFN seperti :

1) Kombinasi IFN dengan ribavirin

Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x

seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan

(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan

untukjangka waktu 24-48 minggu

2) Terapi induksi IFN

Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang

lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan

Page 19: Tt Fp Sirosis

dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa

kombinasi dengan RIB.

3) Terapi dosis IFN tiap hari.

Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari

sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati

b. Pengobatan spesifik pada sirosis hepatis akan di berikan jika terjadi

komplikasi sbb:

1) Asites

Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :

- istirahat

- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat

dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila

gagal maka penderita harus dirawat.

- diuretic

- Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet

rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat

badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu

komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini

dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic

adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat

dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis

maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan

dengan furosemid.

2) Spontaneous bacterial peritonitis

Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan

parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati

dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada

sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan

kasuspenyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi

secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi

Page 20: Tt Fp Sirosis

Permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus.

Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut :

- Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites

- Clinical feature my be absent and WBC normal

- Ascites protein usually <1 g/dl

- Usually monomicrobial and Gram-Negative

- Start antibiotic if ascites > 250 mm polymorphs

- 50% die

- 69 % recure in 1 year

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi

III(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara

oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk profilaxis dapat

diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.

3) Hepatorenal Syndrom

Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi

cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan

yang Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan

Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak

bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek

pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan

dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang

diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.

4) Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering

dinomr duakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih

dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai

keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :

Pasien diistirahatkan dan dipuasakan

Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

Page 21: Tt Fp Sirosis

Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali

kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,

pemberian obat-obatan, evaluasi darah.

Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik,

VitaminK, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin.

Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka

menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade

dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection.

5) Ensefalopati Hepatik

Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita. penyakit

hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian,

gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati

Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain :

infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic.

Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :

1. mengenali dan mengobati factor pencetua

2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta

toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :

Diet rendah protein

Pemberian antibiotik (neomisin)

Pemberian lactulose/ lactikol

3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter

Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)

Tak langsung (Pemberian AARS)

9. KOMPLIKASI

Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat

kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:

1. Ensepalopati Hepatikum

Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang

bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati

setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan

Page 22: Tt Fp Sirosis

dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang

masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma.

Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya

gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar

darah otak. Peningkayan permeabelitas sawar darah otak ini akan

memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut

diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu

(tyramine, octopamine, dan beta-phenylethanolamine), amonia, dan gamma-

aminobutyric acid (GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan

ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.

2. Varises Esophagus

Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh

hipertensi porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat

diagnosis sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun

pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-

20% untuk setiapepisodenya.

3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)

Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai

yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi

sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul

demam dan nyeri abdomen. PBS sering timbul pada pasien dengan cairan

asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki

kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan

rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya

translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran

bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli,

streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram

negatif lainnya. Diagnose SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites,

dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur

cairan asites yang positif.

4. Sindrom Hepatorenal

Page 23: Tt Fp Sirosis

Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat

diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites.

Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil

sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan

menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnose sindrom hepatorenal

ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau

saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d,

dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.

5. Sindrom Hepatopulmonal

Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.

Pada kasus ini, pasien mengalami komplikasi berupa perdarahan pada saluran

cerna akibat pecahnya varises esophagus dan gastropati hipertensi porta yang

dibuktikan melalui pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi. Selain itu, pasien

juga diduga mengalami ensepalopati hepatikum karena mengalami berbagai

gangguan tidur selama menderita sakit ini

6. Perdarahan

Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya

pada sorosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat

perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya

mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-

hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam

lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.

7. Koma Hepatikum

Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,

sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum

mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma

hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu

disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu

seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua

koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena

kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh ebab lain, antara lain karena

Page 24: Tt Fp Sirosis

perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh

substansia nitrogen.

8. Edema dan Asites

Dengan semakin beratnya sirosis hepatis,maka terjadi pengiriman sinyal

ke ginjal untuk melakukan retensi garam dan air dalam tubuh. Garam dan air

yang berlebihan, pada awalnya akan mengumpul dalam jaringan di bawah kulit

sekitar tumit dan kaki , karena efek gravitasi pada waktu berdiri atau duduk.

Penumpukan cairan ini disebut edema atau sembab pitting (pitting edema).

Pembengkakan ini menjadi lebih berat pada sore hari setelah berdiri atau duduk

dan berkurang pada malam hari sebagai hasil menghilangnya efek gravitasi

pada waktu tidur. Kemudian dengan semakin beratnya sirosis dan semakin

banyaknya garam dan air yang diretensi, air akhirnya juga akan mengumpul

dalam rongga abdomen antara dinding dan perut dan organ dalam perut.

Penimbunan cairan ini disebut asites yang berakibat pembesaran perut,

keluhan rasa tak enak dalam perut dan peningkatan berat badan ( Hernomo,

2007).

Untuk membedakan penyebab asites , dilakukan pemeriksaan SAAG

(serum-ascites albumin gradient) : bila nilainya > 1.1 gram %, penyebabnya

adalah penyakit non peritoneal (hipertensi portal,hipoalbuminemia, asites

chyllous,tumor ovarium). Sebaliknya bila nilainya < 1,1 mg % disebabkan

eksudat (keganasan, peritonitis-karena TBC, jamur, amuba atau benda asing

dalam peritoneum). Asites juga dibagi dalam 4 tingkatan asites, yaitu : tingkat 1,

hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan seksama; tingkat 2, deteksi lebih

mudah tapi biasanya jumlahnya hanya sedikit; tingkat 3, tampak jelas tetapi

tidak terasa keras; dan tingkat 4, bila asites mulai terasa keras (Hernomo,

2007).

9. Hipersplenisme

Limpa dalam keadaan normal berfungsi menyaring sel-sel darah merah,

leukosit dan trombosit yang sudah tua .Darah dari limpaakan bergabung

dengan aliran darah dari usus masuk ke dalam vena porta. Akibat peningkatan

tekanan vena porta karena sirosis, terjadi peningkatan blokade aliran darah dari

Page 25: Tt Fp Sirosis

limpa. Akibatnya terjadi aliran darah kembali ke limpa, dan limpa membesar.

Terjadilah splenomegali (Hernomo, 2007).

Kadang-kadang limpa dapat membengkak hebat, hingga menimbulkan

nyeri perut. Dengan pembesaran limpa ini, fungsi filtrasi terhadap terhadap sel-

sel darah dan trombosit ikut meningkat, sehingga jumlahnya akan

menurun.Hipersplenisme merupakan istilah yang di pakai untuk menunjukkan

kondisi sebagai berikut : penurunan jumlah sel darah merah (anemia),

penurunan sel darah putih (leukopenia), dan atau trombosit yang rendah

(trombositopenia). Anemia menyebabkan perasaan lemah, leukopenia

menyebabkan peka terhadap infeksi, trombositopenia menyebabkan

pembekuan darah dan menimbulkan perdarahan yang memanjang (Hernomo,

2007).

10. Kanker Hati (Hepatocellular Carcinoma)

Sirosis, apapun penyebabnya, meningkatkan risiko kanker hati primer

(hepatocellular carcinoma). Istilah primer menunjukkan tumor berasal dari hati.

Kanker hati sekunder merupakan kanker hati yang berasal dari penyebaran

kanker dari tempat lain dalam tubuh (metastasis). Keluhan terbanyak kanker

hati primer adalah nyeri perut, pembengkakan, pembesaran hati, penurunan

berat badan, dan demam. Sebagai tambahan, kanker hati dapat memproduksi

dan melepaskan sejumlah bahan yang menimbulkan berbagai kelainan :

peningkatan sel darah merah (eritrositosis), gula darah yang rendah

(hipoglikemia) dan kalsium darah yang tinggi (hiperkalsemia) (Hernomo, 2007).

Sirosis merupakan kondisi premaligna dan berhubungan dengan risiko

peningkatan kanker hepatoseluler. Dari data statistik selama selama dua

dekade terakhir, kejadian kanker jenis ini meningkat di Amerika Serikat,

terutama karena penyebaran HBV dan HCV. Untuk itu diperlukan langkah-

langkah pencegahan. Pengukuran pencegahan termasuk didalamnya skrining

dengan alpha-fetoprotein dan ultrasonografi setiap 6 bulan ( Anand , 2002)

Page 26: Tt Fp Sirosis

DAFTAR PUSTAKA

Soemoharjo, Soewigno. 2008. Hepatitis Virus B. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Rubenstein, D., Wayne, D., Bradley J. 2007. Lecture Notes on Clinical Medicine. Edisi

6. Jakarta: Penerbit Erlangga

Nurdjanah, Siti. 2009. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata

MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.

Setiawan, Poernomo Budi. 2007. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo

Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam. Surabaya: Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga.

Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. 2012. Complications of Cirrhosis. Curr Opin

Gastroenterol.

Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,

Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.

Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2009.

Page 668-673.

Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi

Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga. 2007. Page 129-136

Guyton (2001), Human Physiology and Deseases Mechanism, 3rd – ed, (Terjemahan

oleh Petrus Andrianto, 2001). Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. C et.al (2005), Brunner&Suddarth’s: Textbook of Medical Surgical

Nursing.9th. Philadelphia: Lippincott.