referat radiologi (cdh)

Upload: muhammadlinggaprimananda

Post on 29-Feb-2016

71 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Congenital Dysplasia

TRANSCRIPT

  • Referat

    Peranan Radiologi dalam Penegakan Diagnosis

    CDH (Congenital Dislocation of the Hip)

    Oleh:

    Muhammad Lingga Primananda 1110312008

    Resti Nurul Haqiqi 1110313025

    Riska Fitriana Herman 1110311025

    Preseptor:

    dr. Sylvia Rachman, Sp.Rad(K)

    BAGIAN RADIOLOGI

    RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

    2015

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala nikmat

    dan karunia-Nya serta kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga

    penulis bisa menyelesaikan makalah ini yang berujudul Peranan Radiologi

    dalam Penegakan Diagnosis CDH (Congenital Dislocation of the Hip).

    Shalawat dan salam untuk junjungan mulia Rasulullah SAW dan para sahabat

    beliau.

    Penyusunan makalah ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti

    kepaniteraan klinik senior di bagian Radiologi RSUP. Dr. M. Djamil

    Padang Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Terima kasih penulis ucapakan

    kepada dr. Sylvia Rachman, Sp.Rad(K) selaku preseptor dalam pembuatan

    makalah ini,

    Penulis menyadari bahawa makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu

    sangat diperlukan saran-saran untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah

    ini bermanfaat bagi kita semua.

    Padang, Juni 2015

    Penulis

  • ii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

    DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii

    BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

    1.2 Batasan Masalah .................................................................................. 2

    1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................. 2

    1.4 Metode Penulisan................................................................................. 2

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3

    2.1 Definisi ................................................................................................ 3

    2.2 Epidemiologi........................................................................................ 3

    2.3 Anatomi ............................................................................................... 4

    2.4 Etiologi dan Patogenesis ...................................................................... 5

    2.5 Diagnosis ............................................................................................. 6

    2.5.1 Manifestasi Klinis ...................................................................... 7

    2.5.2 Pemeriksaan Radiologi .............................................................. 9

    2.6 Penatalaksanaan ................................................................................. 18

    2.7 Komplikasi ......................................................................................... 22

    BAB 3 PENUTUP ............................................................................................ 24

    3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 24

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 26

  • iii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Persendian Antara Tulang Femur dan Tulang Pelvis ...................... 4

    Gambar 2.2 Uji Ortolani dan Uji Barlow ............................................................ 8

    Gambar 2.3 Tanda Galeazzi ................................................................................ 9

    Gambar 2.4 Transduser USG Diletakkan Paralel pada Lateral Pinggang Bayi..11

    Gambar 2.5 Hasil USG Tampak Koronal Panggul Bayi................................... 11

    Gambar 2.6 Sudut Normalnya Lebih Besar dari Sudut .............................. 11

    Gambar 2.7 Hasil USG Tampak Koronal pada Panggul Normal ..................... 12

    Gambar 2.8 Hasil USG Tampak Koronal pada Displasia Panggul ................... 12

    Gambar 2.9 Posisi Transduser Tampak Lateral ................................................ 13

    Gambar 2.10 Gambaran USG Posisi Lateral .................................................... 13

    Gambar 2.11 Rontgen Pelvis pada Panggul Normal dan Panggul Dislokasi .... 14

    Gambar 2.12 PFFD pada Kaki Kiri .................................................................. 16

    Gambar 2.13 Septic Arthritis pada Panggul Kiri Anak Usia 2 Tahun dengan

    Demam. ............................................................................................................. 17

    Gambar 2.14 Legg-Calve-Perthes Disesase ...................................................... 17

    Gambar 2.15 Slipped Capital Femoral Epiphysis ............................................. 18

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Congenital Dislocation of the Hip (CDH) atau dislokasi panggul

    kongenital adalah deformitas ortopedik yang didapat segera sebelum atau pada

    saat kelahiran. Kelainan bawaan pada sistem muskuloskeletal berbeda dari

    kelainan sistem lainnya yakni selama perkembangannya baik pertumbuhan

    maupun pematangan dapat mengakibatkan kelainan menetap yang lebih berat,

    atau sebaliknya menghasilkan perbaikan. Oleh karena itu pada pendekatan dan

    pengelolaan harus dipikirkan kemungkinan efek pertumbuhan dan maturasi

    dengan pengaruhnya terhadap anatomi dan faal.7

    Insiden penyakit ini cukup tinggi, di Amerika dilaporkan bahwa CDH

    terjadi pada 20 anak dari 1000 kelahiran dengan frekuensi kejadian pada bayi

    perempuan jauh lebih banyak daripada bayi laki-laki (1:7). Penyebab kelainan ini

    hingga saat ini masih belum di ketahui, namun terdapat beberapa faktor risiko

    yang diduga berperan terhadap kejadian dislokasi panggul kongenital ini.

    Diagnosis pascanatal dini kelainan bawaan menjadi tanggung jawab dokter

    keluarga, dokter kebidanan dan dokter anak yang pertama kali memeriksa anak

    yang baru lahir. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik yang

    spesifik dan pemeriksaan penunjang jika ada keraguan atau kecurigaan. Semakin

    dini kelainan ditemukan maka prognosis semakin baik pula. Namun, Congenital

    Dislocation of the Hip (CDH) sering tidak segera kelihatan pada waktu lahir dan

    hanya dengan pemeriksaan yang cermat dan khusus kelainan ini dapat diketahui.

  • 2

    Pada umumnya dapat dikatakan bahwa diagnosis dini dan pengobatan dini penting

    untuk mendapatkan hasil pengobatan yang diinginkan.

    1.2 Batasan Masalah

    Penulisan referat ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, anatomi, etiologi

    dan patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan, serta komplikasi.

    1.3 Tujuan Penulisan

    Tujuan penulisan referat ini antara lain sebagai berikut:

    1. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian

    radiologi RSUP. Dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

    Padang.

    2. Menambah pengetahuan mengenai peranan radiologi dalam penegakan

    diagnosis CDH (Congenital Dislocation of the Hip).

    1.4 Metode Penulisan

    Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang

    merujuk pada berbagai literatur.

  • 3

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi

    Congenital Dislocation of the Hip (CDH) atau dislokasi panggul

    kongenital adalah deformitas ortopedik yang didapat segera sebelum atau pada

    saat kelahiran. Kondisi ini bervariasi dari pergeseran minimal ke lateral sampai

    dislokasi komplit dari caput femoris keluar acetabulum.7,9 CDH sekarang lebih

    dikenal sebagai DDH (Developmental Dislocation of the Hip), hal ini dikarenakan

    patogenesis yang juga dapat terjadi pada masa perkembangan.

    Ada tiga pola yang terlihat: (1) subluxation, caput femoris berada di

    acetabulum dan dapat mengalami dislokasi parsial saat pemeriksaan; (2)

    dislocatable, pinggul dapat dislokasi seluruhnya dengan manipulasi tetapi berada

    pada lokasi normal pada saat bayi istirahat; (3) dislocated, pinggul berada dalam

    posisi dislokasi (paling parah).8,10

    2.2 Epidemiologi

    Ketidakstabilan panggul berkisar 5-20% dari 1.000 kelahiran hidup dan

    sebagian besar akan menjadi stabil dalam 3 minggu dan hanya 1-2% yang tetap

    tidak stabil. Dislokasi panggul kongenital 7 kali lebih banyak pada perempuan

    dibandingkan laki-laki, sendi panggul kiri lebih sering terkena dan hanya 1-5%

    yang bersifat bilateral. Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada orang Amerika

    dan Jepang serta jarang ditemukan pada orang Indonesia.8,9,10

  • 4

    2.3 Anatomi

    CDH melibatkan anatomi tertentu pada tubuh manusia. Bagian tubuh yang

    terlibat terutama tulang, tulang yang terlibat pada CDH adalah sendi panggul (hip

    joint) yang merupakan tempat dimana tulang femur (tulang paha) terhubung pada

    pinggul (pelvis). Ujung atas dari tulang femur berbentuk seperti bola yang bulat

    yang disebut sebagai caput femoris.Caput femoris pada keadaan normal akan

    cocok dengan persendian pada pelvis yang bernama acetabulum. Persendian ini

    memberika kebebasan manusia untuk bergerak ke segala arah dan merupakan

    sendi peluru.12

    Gambar 2.1 Persendian Antara Tulang Femur dan Tulang Pelvis.12

    Tekanan yang pas dan kontak antara caput femoris dan acetabulum

    membuat perkembangan sendi panggul menjadi normal. Sebagian besar

    pembentuk acetabulum adalah rawan saat lahir, caput femoris yang berkontak

  • 5

    dengan acetabulum membantu pementukan sendi ini seiring dengan

    perkembangan manusia. Pada CDH biasanya kontak antara caput femoris dan

    acetabulum terganggua sehingga perkebangannya tidak terbentuk seperti bentuk

    normal persendian ini.12

    2.4 Etiologi dan Patogenesis

    Ada beberapa faktor penyebab yang diduga berhubungan dengan

    terjadinya Congenital Dislocation of the Hip (CDH), antara lain:

    1. Faktor genetik

    Faktor genetik pasti berperan pada etiologi, karena dislokasi kongenital

    cenderung berlangsung dalam keluarga dan bahkan dalam seluruh populasi.

    Wynne- Davies (1970) menemukan dua ciri warisan yang dapat mempengaruhi

    ketidakstabilan pinggul yakni sendi yang longgar merata, suatu sifat yang

    dominan dan displasia acetabulum, suatu sifat poligenik yang ditemukan pada

    kelompok yang lebih kecil yang menderita ketidakstabilan yang menetap. Tetapi

    ini bukan keterangan satu- satunya karena pada 4 dari 5 kasus hanya 1 yang

    mengalami dislokasi.8,9

    2. Faktor hormonal

    Tingginya kadar estrogen, progesteron dan relaksin pada ibu dalam

    beberapa minggu terakhir kehamilan, dapat memperburuk kelonggaran

    ligamentum pada bayi. Hal ini dapat menerangkan langkanya ketidakstabilan pada

    bayi prematur, yang lahir sebelum hormon-hormon mencapai puncaknya.

    Ditambahkan adalah pengamatan bahwa selama periode neonatal, bayi relatif

    membawa estrogen dari ibunya. Hal ini menenangkan ligamen di dalam tubuh.

  • 6

    Beberapa bayi sangat sensitif terhadap estrogen, sehingga menyebabkan ligament

    panggul menjadi terlalu lemah, dan panggul tidak stabil.8,9

    3. Malposisi intrauterin

    Malposisi intrauterin yang terutama adalah posisi bokong dengan kaki

    yang berekstensi, dapat mempermudah terjadinya dislokasi, ini berhubungan

    dengan lebih tingginya insidensi pada bayi yang merupakan anak sulung, dimana

    versi spontan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadi. Dislokasi unilateral

    biasanya mempengaruhi pinggul kiri, ini sesuai dengan presentasi verteks biasa

    (occiput anterior kiri) dimana pinggul kiri agak beradduksi.

    4. Faktor pascakelahiran

    Dapat membantu menetapnya ketidakstabilan neonatal dan gangguan

    perkembangan acetabulum. Dislokasi sering kali ditemukan pada orang Lapps dan

    orang Indian Amerika Utara yang membedong bayinya dan menggendongnya

    dengan kaki merapat, pinggul dan lutut sepenuhnya berekstensi, dan jarang pada

    orang Cina Selatan dan Negro Afrika yang membawa bayi pada punggungnya

    dengan kedua kaki berabduksi lebar-lebar. Ada juga bukti dari percobaan bahwa

    ekstensi lutut dan pinggul secara serentak mengakibatkan dislokasi panggul

    selama perkembangan awal.8

    2.5 Diagnosis

    Diagnosis Congenital Dislocation of the Hip (CDH) berdasarkan atas

    manifestasi klinis dan pemeriksaan radiologi.

  • 7

    2.5.1 Manifestasi Klinis

    Keadaan ideal yang masih belum tercapai adalah mendiagnosis setiap

    kasus pada saat kelahiran karena alasan ini setiap bayi yang baru lahir harus

    diperiksa untuk mencari tanda-tanda ketidakstabilan panggul. Bila terdapat

    riwayat dislokasi kongenital dalam keluarga, disertai presentasi bokong, kita harus

    sangat berhati-hati dan bayi mungkin terpaksa diperiksa lebih dari sekali. Pada

    nenonatus terdapat beberapa cara untuk menguji ketidakstabilan.8

    Gambaran klinis dislokasi panggul kongenital adalah asimetri pada lipatan-lipatan

    kulit paha. Pemeriksaaan klinik untuk mengetahui dislokasi panggul kongenital

    pada bayi baru lahir adalah:

    1. Uji Ortolani

    Dalam uji Ortolani, bagian medial paha bayi dipegang dengan ibu jari dan

    jari-jari diletakkan pada trokanter mayor; pinggul difleksikan sampai 90o dan

    diabduksi perlahan-lahan. Biasanya abduksi berjalan lancar sampai hampir 90o.

    Pada dislokasi kongenital biasanya gerakan terhalang, tetapi kalau tekanan

    diberikan pada trokanter mayor akan terdapat suatu bunyi halus sementara

    dislokasi tereduksi, dan kemudian panggul berabduksi sepenuhnya (sentakan ke

    dalam). Kalau abduksi berhenti di tengah jalan dan tidak ada sentakan ke dalam,

    mungkin ada suatu dislokasi yang tak dapat direduksi. 8

    2. Uji Barlow

    Uji Barlow dilakukan dengan cara yang sama, tetapi di sini ibu jari

    pemeriksa di tempatkan pada lipatan paha dan dengan memegang paha bagian

    atas, diusahakan mengungkit caput femoris ke dalam dan keluar acetabulum

    selama abduksi dan adduksi. Kalau caput femoris normalnya berada pada posisi

  • 8

    reduksi, tetapi dapat keluar dari sendi dan kembali masuk lagi, panggul itu

    digolongkan sebagai dapat mengalami dislokasi (yaitu tak stabil). 8

    Gambar 2.2 Uji Ortolani dan Uji Barlow.11

    3. Tanda Galeazzi

    Pada pemeriksaan ini kedua lutut bayi dilipat penuh dengan panggul dalam

    keadaan fleksi 90o serta kedua paha saling dirapatkan. Keempat jari pemeriksa

    memegang bagian belakang tungkai bawah dengan ibu jari di depan. Dalam

    keadaan normal kedua lutut akan sama tinggi dan bila terdapat dislokasi panggul

    kongenital maka tungkai yang mengalami dislokasi, lututnya akan terlihat lebih

    rendah dan disebut sebagai tanda Galeazzi/ Allis positif. 8

  • 9

    Gambar 2.3 Tanda Galeazzi.12

    2.5.2 Pemeriksaan Radiologi

    Pemeriksaan radiologi dalam mendiagnosis seorang bayi yang dicurigai

    CDH sudah digunakan. Selama beberapa bulan pertama kehidupan bagian kaput

    femur masih terbentuk dari rawan sehingga pemeriksaan radiologi kurang

    berguna. Pemeriksaan radiologi biasanya agak sulit dilakukan karena pusat

    ossifikasi sendi baru tampak pada bayi umur 3 bulan atau lebih sehingga

    pemeriksaan ini hanya bermanfaat pada umur 6 bulan atau lebih, pada referensi

    lain dapat mulai digunakan pada umur 4 bulan.4,8,10

    Dislokasi dan instabilitas dari panggul anak susah untuk dideteksi dan

    evaluasi dari perkembangan acetabulum dipengaruhi oleh posisi bayi ketika

    pemeriksaan radiologi sedang dilakukan. Masalah panggul pada anak relatif

    umum terjadi terutama lebih banyak pada anak perempuan daripada laki-laki dan

    diagnosis dini kelainan ini sangat penting untuk mencegah morbiditas dan

  • 10

    disabilitas jangka panjang. Di Inggris, pemeriksaan fisik pada panggul neonatus

    yang dilakukan oleh dokter spesialis anak sudah rutin dilakukan pada praktik

    sehari-hari. Bila pemeriksaan fisik mengarah pada terjadinya kelainan pada

    panggul maka USG pasti akan dilakukan untuk memeriksa posisi anatomis dari

    tulang rawan caput femuris dengan acetabulum.1

    1. USG

    Semua modalitas radiologi dapat digunakan dalam mendiagnosis kondisi

    panggul pada anak. USG dinyatakan sebagai sebuah metode pemeriksaan yang

    akurat untuk pencitraan panggul pada beberapa bulan pertama masa kehidupan.4

    USG terutama digunakan dalam mendeteksi awal kelainan yang berhubungan

    dengan abnormalitas morfologi acetabulum, lokasi caput femoris, dan stabilitas

    sendi. USG merupakan metode yang dianjurkan sebagai pemeriksaan pada

    panggul yang masih imatur, dengan USG kita dapat melihat dan menilai secara

    langsung kondisi komponen kartilago sendi sehingga fungsi USG semakin

    berkurang dengan bertambahnya ossifikasi pada pasien. Oleh karena itu, USG

    terutama sekali digunakan pada bayi usia dibawah 6 bulan, pada bayi dengan usia

    diatas 6 bulan disarankan penggunaan radiografi.

    Pemeriksaan pada CDH dilakukan dalam 2 posisi orthogonal: tampak

    koronal pada posisi istirahat dan tampak transversal pada posisi panggul fleksi

    dengan atau tanpa tekanan. Pemeriksaan ini dapat menilai posisi, stabilitas dan

    morfologi dari sendi panggul.

  • 11

    Tampak Koronal

    Tampak koronal dalam posisi standard dapat dicapai dengan

    memposisikan panggul bayi pada posisi fisiologisnya (fleksi 15-20 ). Penilaian

    dilakukan terhadap posisi caput femoris dan ada atau tidaknya dislokasi.

    Kemudian lakukan penilaian terhadap morfologi acetabulum dan nilai sudut alfa

    acetabulum (normal 60).

    Gambar 2.4 Transduser USG Diletakkan Paralel pada

    Lateral Pinggang Bayi

    Gambar 2.5 Hasil USG Tampak Koronal

    Panggul Bayi.

    C:capsule; G: gluteus muscles; H:

    cartilaginous femoral head; IL: ilium; IS:

    ischium; TR: triradiate cartilage; GT: greater

    trochanter dan L: labrum

    Gambar 2.6 Sudut Normalnya Lebih Besar

    dari Sudut . Dimana Sudut 60o dan Sudut

    55o. Pada CDH, Sudut

  • 12

    Gambar 2.7 Hasil USG Tampak Koronal pada Panggul Normal. Sudut Alfa

    pada Gambar Di Atas Lebih dari 60 Derajat.16

    Gambar 2.8 Hasil USG Tampak Koronal pada Displasia Panggul. Sudut Alfa

    pada Gambar Di Atas Sekitar 45 Derajat.16

    Tampak Transversal

    Pemeriksaan dilakukan dengan posisi panggul fleksi 90. Corpus femur

    terlihat di anterior dengan caput femoris bersandar pada ischium. Lakukan tes

    posisi pada panggul dengan adduksi dan abdksi pasif, kemudian berikan tahanan

    ringan untuk menilai stabilitas dari sendi panggul. Transduser diletakkan secara

    lateroposterior sehingga panggul dapat sambil dilakukan abduksi dan adduksi

    (prosedur Ortolani dan Barlow). Jika terdapat pergeseran caput femoris dari

    acetabulum dengan tahanan ringan, artinya sendi pannggul tidak stabil.

  • 13

    Gambar 2.9 Posisi Transduser Tampak Lateral. Panggul Fleksi 90 dengan

    Transduser Diletakan Tegak Lurus Terhadap Lateral Panggul Bayi.

    Gambar 2.10 Gambaran USG Posisi Lateral.

    G: gluteus muscles; H: cartilaginous femoral head; IS: ischium; L: labrum;

    M: femoral metaphysis; dan FS: femoral shaft.

    2. Rontgen Pelvis

    Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan indeks acetabuler, garis

    horizontal Hilgenreiner, garis vertikal Perkin dan garis arkuata dari Shenton.

    Keterangan:

    - Garis Hilgenreiner adalah garis horizontal yang melintasi tulang rawan tri-

    radiatum.

    - Garis Perkin adalah garis vertikal yang berjalan melalui aspek lateral dari

    acetabulum. Tepi acetabulum pada bayi masih merupakan tulang rawan sehingga

    tidak terlihat pada foto rontgen.

  • 14

    - Indeks Asetabular (sudut Hilgenreiner/sudut acetabular) dibentuk oleh

    perpotongan antara garis sepanjang atap acetabulum dengan garis hilgenreiner

    - Garis Shenton adalah garis yang melewati arkus antara tepi atas foramen

    obturator dan bagian medial leher femur. Garis ini akan terpotong bila terdapat

    dislokasi panggul.

    Gambar 2.11 Rontgen Pelvis pada Panggul Normal dan Panggul Dislokasi.13

    Tampilan yang dapat dilihat pada rontgen pelvis CDH adalah acetabulum

    dangkal, sudut acetabular lebih dari 30o (sama dengan sudut alfa kurang dari 60o),

    episifisis caput femoris kecil, ossifikasi terlambat pada caput femoris, sklerosis

    acetabular, hilangnya lengkungan pada garis Shenton, lateral caput femoris pada

    ke garis Perkin, dan superior caput femoris ke garis Hilgenreiner.

    Kesimpulannya pemeriksaan radiologi pada CDH dapat dilakukan dengan

    beberapa alat dan cara, akan tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan usia dari

    pasien. Diantaranya adalah:

    Hilgenreiner

    Line

    Perkin Line Shentons Line

  • 15

    USG : dapat digunakan sebagai skrining dan berguna saat masa neonatus

    atau 4

    bulan).

    MRI : evaluasi pada kasus-kasus sulit atau sudah terdapat komplikasi

    lainnya.

    CT : biasanya digunakan saat post-treatment.

    Diagnosis Banding CDH Secara Radiologis

    1. Various Teratologic Hip Disorders

    Dislokasi yang terjadi secara teratologi terjadi pada masa kehamilan

    tepatnya ketika janin masih di dalam kandungan. Insiden kelainan ini hanya

    terjadi pada 1-2% dislokasi panggul perinatal. Dislokasi panggul teratologi

    berhubungan dengan terjadinya arthtogryposis, myelodysplasia, chromosomal

    abnormalities, Larsens syndrome, dan lain-lain. Setiap dislokasi panggul

    teratologi yang terjadi selalu disertai kelainan lain terutama kelainan

    neromuskular.14 Pada dislokasi panggul teratologi terdapat tanda Uji Ortolani

    dengan hasil negatif.15

    2. Proximal Femoral Focal Deficiency (PFFD) / Congenital Femur Deficiency

    (CFD)

    PFFD merupakan kelainan bawaan/kongenital yang terdiri dari derajat

    hipoplasia atau tidak adanya bagian proximal dari femur. Dalam bentuk yang

    paling fatal, bagian proximal femur, caput femur, dan acetabulum mungkin tidak

    ada. Pada pasien akan sering datang dengan deformitas varus. Temuan terkait

  • 16

    pada pasien dengan PFFD termasuk ipsilateral fibula hemimelia ( fibula tidak ada)

    dan kelainan bentuk kaki.17

    Gambar 2.12 PFFD pada Kaki Kiri. Radiografi dengan Posisi AP Terlihat

    Seorang Bayi Menunjukkan Tulang Paha Kiri Memendek.17

    3. Septic Arthritis and Toxic Synovitis / Septic Hip

    Septic artritis dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi

    pada bayi dan remaja. Pada masa anak, septik artritis paling sering terjadi

    disebabkan oleh ekstensi menular dari metafisis yang saling berdekatan. Bakteri

    seperti Staphylococcus aureus adalah agen penyebab paling umum dari septik

    artritis. Sebagian besar kasus adalah berupa monokular dan melibatkan sendi-

    sendi besar (panggul > lutut).18

    Temuan radiografi septik artritis termasuk pelebaran asimetris ruang sendi

    panggul oleh >2mm (jarak diukur antara titik teardrop dari acetabulum dan

    korteks medial metafisis femur. Temuan lain termasuk perpindahan atau obliterasi

    bantalan lemak disekitar panggul (obturator internus, iliopsoas dan gluteus).

  • 17

    Sayangnya temuan ini tidak sensitif untuk efusi sendi. Hasil gambar yang normal

    bukan berarti tidak termasuk kedalam diagnosis septik artritis.18

    Gambar 2.13 Septic Arthritis pada Panggul Kiri Anak Usia 2 Tahun dengan

    Demam. Radiografi Posisi AP Memperlihatkan Ruang Sendi Panggul yang

    Asimetris, Kiri Lebih Lebar dari Kanan.18

    4. Legg-Calve-Perthes Disease

    Merupakan penyakit idiopatic avascular necrosis (AVN) pada epifisis femur.

    Perbedaannya dengan CDH adalah adanya pelebaran celah sendi dan gambaran

    lusen pada subkondral oleh karena fraktur pada tulang yang nekrosis (crescent

    sign).19

    Gambar 2.14 Legg-Calve-Perthes Disesase. Crescent Sign.19

  • 18

    5. Slipped Capital Femoral Epiphysis (SCFE)

    Abnormalitas pada bagian proksimal dari femur, biasanya terjadi pada

    remaja dan biasanya bilateral. Perbedaan secara radiografis yaitu epifisis pada

    SCFE bergeser ke posterior, garis dari tepi lateral caput femur tidak berpotongan

    dengan epifisis.20

    Gambar 2.15 Slipped Capital Femoral Epiphysis.

    Pergeseran Caput Femoris ke Dorsal. Garis dari Tepi Lateral Caput Femur

    Tidak Berpotongan dengan Epifisis.20

    2.6 Penatalaksanaan

    1. 3-6 bulan pertama

    Kebijakan yang paling sederhana adalah menganggap semua bayi dengan

    latar belakang yang berisiko tinggi (riwayat keluarga atau kelahiran sungsang

    dengan ekstensi), atau dengan uji Ortholani atau uji Barlow positif, harus dicurigai

    dan merawatnya dengan popok dobel atau suatu bantal abduksi selama 6 minggu

    pertama. Pada stadium itu mereka diuji lagi, bayi yang panggulnya stabil

    dibiarkan bebas tetapi tetap dalam pengawasan sekurang kurangnya selama 6

    bulan hingga panggul itu stabil dan rontgen memperlihatkan bahwa atap

    acetabulum berkembang dengan memuaskan (biasanya 3-6 bulan).8

  • 19

    Tetapi karena 80 90% panggul yang tak stabil pada saat kelahiran akan

    stabil secara spontan dalam 2-3 minggu, tampaknya akan lebih bijaksana bila

    tidak memulai pembebatan dengan segera kecuali kalau panggul itu sudah

    mengalami dislokasi. Hal ini mengurangi sedikit risiko (tetapi bermakna) akan

    terjadinya nekrosis epifisis yang menyertai setiap bentuk pembebatan pembatas

    pada neonatus. Karena itu kalau panggul dapat mengalami dislokasi tetapi

    biasanya tidak terjadi dislokasi, bayi itu tidak diberi terapi tetapi diuji lagi setiap

    minggu, jika setelah 3 minggu pinggul masih tak stabil, pembebatan abduksi

    diterapkan. Kalau panggul sudah mengalami dislokasi pada pengujian pertama,

    dengan hati hati panggul ditempatkan pada posisi reduksi dan pembebatan

    abduksi dilakukan dari permulaan. Reduksi dipertahankan hingga panggul stabil,

    ini dapat berlangsung hanya beberapa minggu, tetapi tindakan yang paling aman

    adalah mempertahankan pembebatan hingga rontgen memperlihatkan suatu atap

    acetabulum yang baik.

    Bila ada fasilitas untuk USG, dapat diterapkan protokol yang lebih baik.

    Semua bayi baru lahir yang memiliki latar belakang berisiko tinggi atau diduga

    memiliki ketidakstabilan pinggul diperiksa dengan USG. Kalau USG

    memperlihatkan bahwa panggul dalam reduksi dan mempunyai struktur tulang

    rawan yang normal, tidak diperlukan terapi tetapi anak itu tetap dalam

    pengawasan selama 3- 6 bulan. Kalau secara anatomis kurang sempurna, panggul

    dibebat dalam keadaan abduksi dan setelah 6 minggu USG dilakukan lagi.

    Sekarang pada beberapa kasus, panggul akan tampak normal dan tidak

    membutuhkan terapi lanjutan, kecuali pemeriksaan rutin selama 3-6 bulan.

    Sebagian di antaranya akan memperlihatkan kelainan yang menetap dan untuk

  • 20

    kasus ini pembebatan dalam keadaan abduksi dilanjutkan sampai USG berikutnya

    dalam 3 bulan atau rontgen dalam 6 bulan memperlihatkan terbentuknya atap

    acetabulum yang baik.7,8

    Pembebatan.

    Tujuan pembebatan adalah mempertahankan panggul agak berfleksi dan

    berabduksi, posisi ekstrim dihindari dan sendi sendi harus dimungkinkan untuk

    melakukan sedikit gerakan dalam bebat. Untuk bayi yang baru lahir, popok dobel

    atau bantal abduksi yang empuk cukup memadai. Bebat Von Rosen adalah suatu

    bebat lunak yang berbentuk H yang bermanfaat karena mudah digunakan.

    Pengikat pelvic (Pelvic Harness) lebih sulit dipakaikan tetapi lebih banyak

    memberi kebebasan kepada anak sementara posisi masih dipertahankan. Cara

    yang tidak terlalu rumit dan yang paling tidak disenangi ibu yaitu penggunaan

    plaster lutut dengan batang melintang yang mempertahankan pinggul dalam 90o

    fleksi dan sekitar 45o abduksi, atau 10o lebih besar dari sudut dimana sentakan ke

    dalamnya dapat diraba.7,8 Tiga aturan pembebatan yang terbaik adalah:

    1) Pinggul harus direduksi sebagaimana mestinya sebelum dibebat

    2) Posisi ekstrim harus dihindari

    3) Pinggul harus dapat digerakkan.

    Tindak lanjut

    Tindakan apapun yang telah diambil, tindak lanjut tetap diteruskan hingga

    anak dapat berjalan. Kadang kadang sekalipun dengan terapi yang paling hati-

    hati, panggul dapat memperlihatkan tingkat displasia acetabulum tertentu di

    kemudian hari.8,10

    2. Dislokasi yang menetap 6 18 bulan

  • 21

    Kalau setelah terapi dini, panggul belum seluruhnya direduksi atau kalau

    anak itu di belakang hari menunjukkan adanya dislokasi yang tersembunyi,

    panggul itu harus direduksi terutama dengan metode tertutup tetapi kalau perlu

    dengan operasi dan tetap direduksi hingga perkembangan acetabulum

    memuaskan.8

    Reduksi tertutup

    Cara ini ideal tetapi memiliki risiko rusaknya pasokan darah pada caput

    femoris dan menyebabkan nekrosis. Untuk memperkecil risiko ini dilakukan

    reduksi berangsur- angsur, traksi dilakukan pada kedua kaki secara vertikal dan

    secara berangsur- angsur abduksi ditingkatkan hingga dalam 3 minggu, kedua

    kaki terentang lebar- lebar. Manuver ini dapat mencapai reduksi konsentrik stabil

    dan dicek dengan rontgen pelvis.7,8

    Pembebatan panggul yang direduksi secara konsentrik ditahan dalam suatu

    spika gips dalam keadaan 60o fleksi, 40o abduksi dan 20o rotasi internal. Setelah 6

    minggu spika digantikan dengan bebat yang mencegah adduksi tetapi

    memungkinkan gerakan suatu pengikat pelvik atau gips lutut dengan batang

    melintang. Bebat ini dipertahankan selama 3-6 bulan lagi dan diperiksa dengan

    rontgen untuk memastikan caput femoris tereduksi secara konsentrik dan atap

    acetabulum berkembang dengan normal.7,8

    Operasi

    Kalau setiap tahap reduksi konsentrik belum dicapai, diperlukan operasi

    terbuka.

  • 22

    3. Dislokasi menetap 18 bulan ke atas.

    Pada anak yang lebih tua, reduksi tertutup kemungkinan kurang berhasil,

    banyak ahli bedah langsung melakukan atrografi dan reduksi terbuka. Traksi

    dilakukan jika reduksi tertutup tidak berhasil. Traksi membantu melonggarkan

    jaringan dan menurunkan caput femoris berhadapan dengan acetabulum.

    Operasi kapsul sendi dibuka di bagian anteriornya, setiap limbus yang ke

    dalam dibuang dan caput femoris ditempatkan pada acetabulum. Biasanya

    diperlukan osteotomi derotasi.

    Pembebatan dilakukan setelah operasi, panggul ditahan dalam spika gips

    selama 3 bulan dan kemudian dengan bebat memungkinkan beberapa gerakan

    pinggul selama 1- 3 bulan dan diperiksa dengan rontgen untuk memastikan telah

    tereduksi dan sedang berkembang secara memuaskan.7,8,9

    2.7 Komplikasi

    Berbagai komplikasi yang mungkin dapat terjadi, termasuk redislocation,

    kekakuan panggul, infeksi, kehilangan darah dan kemungkinan nekrosis paling

    berat dari caput femuris. Tingkat nekrosis caput femuris bervariasi, pada

    penelitian ini rentang tingkat dari 0% sampai 73%. Banyak penelitian

    menunjukkan bahwa abduksi ekstrim, khususnya dikombinasikan dengan ekstensi

    dan rotasi internal, menghasilkan nekrosis avaskular yang lebih tinggi kecuali

    dikoreksi segera setelah lahir, penekanan abnormal menyebabkan malformasi

    perkembangan tulang paha dengan gaya berjalan pincang. Jika kasus kelainan

    panggul kongenital terlambat diobati, anak akan memiliki kesulitan berjalan yang

    dapat mengakibatkan rasa sakit seumur hidup. Selain itu jika kondisi ini tidak

  • 23

    diobati posisi pinggul abnormal akan memaksa acetabulum untuk mencari posisi

    lain untuk menampung caput femuris.8

  • 24

    BAB 3

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    Congenital Hip Dysplasia (CDH) adalah deformitas ortopedik yang

    didapat segera sebelum atau pada saat kelahiran. Ada tiga pola yang terlihat: (1)

    subluxation, caput femoris berada diacetabulum dan dapat mengalami dislokasi

    parsial saat pemeriksaan; (2) dislocatable, pinggul dapat dislokasi seluruhnya

    dengan manipulasi tetapi berada pada lokasi normal pada saat bayi istirahat; (3)

    dislocated, pinggul berada dalam posisi dislokasi. Ada beberapa faktor penyebab

    yang diduga berhubungan dengan terjadinya Congenital Dislocation of the Hip

    (CDH), antara lain faktor genetik, faktor hormonal, malposisi intrauterine dan

    faktor pasca kelahiran. Gambaran klinis dislokasi panggul kongenital adalah

    asimetri pada lipatan- lipatan kulit paha. Diagnosis Congenital Dislocation of the

    Hip (CDH) ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan

    pemeriksaan radiologis.

    Penatalaksanaan CDH bergantung pada usia janin dan tingkat keparahan

    abnormalitas, umumnya hanya dengan pembebatan untuk mempertahankan sendi

    panggul dalam posisinya dan penderita usia 6-18 bulan, dapat dicoba reduksi

    tertutup dan tindakan operasi dipertimbangkan bila reduksi ini tidak berhasil dan

    bagi kelainan telah bersifat irreversible sehingga tindakan operasi merupakan satu

    satunya alternatif pengobatan untuk mengoreksi kelainan yang ada.

    Komplikasi CDH adalah redislokasi, kekakuan pinggul, infeksi,

    kehilangan darah, dan nekrosis caput femoralis. Prognosis baik jika dideteksi dini

  • 25

    dan segera ditangani jika tidak, dapat menyebabkan komplikasi. Merupakan

    kompetensi seorang dokter umum untuk dapat mengetahui, mendiagnosis, dan

    mengenali pemeriksaan radiologi yang diperlukan untuk menunjang diagnosis

    dari CDH.

  • 26

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Hardy M, Boynes S. Paediatric Radiography. UK: Blackwell Science Ltd.

    2003.

    2. Chen MYM, Pope TL, Ott DJ. Basic Radiology. US: McGraw-Hill

    Companies, Inc. 2004.

    3. Mettler FA. Essentials of Radiology. 2nd Ed. Philadelphia: Saunders-Elsevier.

    2005.

    4. American Academy of Pediatrics. 2015. Clinical Practice Guideline: Early

    Detection of Developmental Dysplasia of the Hip. Didapat dari : http://

    pediatrics.aappublications.org/content/105/4/896.full diakses pada tanggal 11

    Juni 2015.

    5. Iqbal J. Congenital Dislocation of the Hip. Nishtar Medical Journal. 2009:

    1(4): 16-23

    6. Scoutt L, et al. 2013. Ultrasound Examination for Detection and Assessment

    of Developmental Dysplasia of the Hip. USA. American Institute of

    Ultrasound in Medicine

    7. Sjamsuhidajat, Dejong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-2. Jakarta:

    EGC. 2005

    8. Apley Graham dkk. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley Edisi ke-7.

    Jakarta: Widya Medika. 1995

    9. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang

    Lamumpatue. 2003

  • 27

    10. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit

    FKUI. 2008

    11. Court S, Giovannoni L. How Stuff Works : Hip Dysplasia Overview. Didapat

    dari : http://health.howstuffworks.com/diseases-conditions/musculoskeletal/

    hip-dysplasia3.htm diakses pada tanggal 13 Juni 2015.

    12. Arab Bones. Developmental Dysplasia of the Hip in Children : A Patients

    Guide to Developmental Dysplasia of the Hip in Children. Didapat dari :

    http:// arabbones.com/educations/Developmental-Dysplasia-of-the-Hip-in-

    Children. htm diakses pada tanggal 13 Juni 2015.

    13. ElBeialy MA. Developmental Dysplasia of the Hip. Didapat dari

    http://radiopa edia.org/cases/developmental-dysplasia-of-the-hip-5 diakses

    pada tanggal 13 Juni 2015.

    14. Duke Orthopaedics. Wheeless Textbook of Orhopaedics : Developmental

    Dislocation of the Hip. Didapat dari http://www.wheelessonline.com/ortho/

    developmental_dislocation_of_the_hip diakses pada tanggal 16 Juni 2015.

    15. Moses S. Family Pratice Notebook : Teratologic Congenital Hip Dislocation.

    Didapat dari http://www.fpnotebook.com/Ortho/Peds/TrtlgcCngntlHpDslctn.

    htm diakses pada tanggal 16 Juni 2015.

    16. University of Virginia. Pediatric Radiology : Developmental Dysplasia of the

    Hip. Didapat dari https://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/peds/

    ms_webpages/ms3bddh.html diakses pada tanggal 16 Juni 2015.

    17. University of Virginia. Pediatric Radiology : Developmental Dysplasia of the

    Hip. Didapat dari https://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/peds/

    ms_webpages/ms3cpffd.html diakses pada tanggal 16 Juni 2015.

  • 28

    18. University of Virginia. Pediatric Radiology : Developmental Dysplasia of the

    Hip. Didapat dari https://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/peds/

    ms_webpages/ ms3dseptic.html diakses pada tanggal 16 Juni 2015.

    19. University of Virginia. Pediatric Radiology : Developmental Dysplasia of the

    Hip. Didapat dari https://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/peds/

    ms_webpages/ms3eleggcalve.html diakses pada tanggal 16 Juni 2015.

    20. University of Virginia. Pediatric Radiology : Developmental Dysplasia of the

    Hip. Didapat dari https://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/peds/

    ms_webpages/ms3fscfe.html diakses pada tanggal 16 Juni 2015.